UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING

PADA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh Yossi Hartati L

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEPENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 6

3. Batasan Masalah ... 6

4. Rumusan Masalah ... 6

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1. Tujuan penelitian ... 7

2. Manfaat Penelitian ... 7

C. Ruang Lingkup penelitian ... 8

D. Kerangka Pikir ... 9

E. Hipotesis ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi interpersonal ... 15

1. Pengertian Komunikasi ... 15

2. Pengertian Komunikasi Interpersonal... 16

3. Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal ... 17

4. Pentingnya Komunikasi Interpersonal ... 19

5. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 20

6. Prinsip-Prinsip Komunikasi Interpersonal ... 21

7. Komunikasi Interpersonal dalam Bimbingan dan Konseling……... 22

B. Teknik Assertive Training ... 24

1. Perilaku Asertif ... 24

2. Pengertian Assertive Training ... 26

3. Tujuan Assertive Training ... 28

4. Manfaat Assertive Training ... 28

5. Tahapan Pelaksanaan Assertive Training ... 29


(3)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode penelitian ... 35

B. Desain Penelitian ... 35

C. Subjek Penelitian ... 36

D. Variabel pebelitian dan Desain Operasional ... 37

1. Variabel penelitian ... 37

2. Definisi Operasional ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

1. Uji Validitas Instrumen ... 45

2. Uji Reliabilitas ... 46

G. Hasil Uji Coba Instrumen ... 48

H. Teknik Analisis Data ... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51

1. Gambaran Hasil Pra Assertive Training ... 51

2. Pelaksanaan Kegiatan Assertive Training ... 55

3. Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan Assertive Training ... 57

4.Grafik Perubahan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan……… 58

5. Analisis Data Hasil Penelitian……… 58

6. Deskripsi Hasil yang Diperoleh dari Setiap Pertemuan Assertive Training ………. 60

B. Pembahasan ... 76

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1. Rencana Pemberian Alternatif Jawaban... ... 43 Tebel 3.2 Hasil Uji Validitas Item Yang Tidak Valid... 46 Tabel 4.1. Kriteria kemampuan komunikasi interpersonal……… 52 Tabel 4.2. Data siswa yang memiliki kemampuan komunikasi interpersonal rendah…… 53 Tabel 4.3. Kriteria kemampuan komunikasi interpersonal (lembar observasi)……… 54 Tabel 4.4. Data pretest (pre-observation test) siswa sebelum diberikan perlakuan………. 54 Tabel 4.5. Data kemampuan komunikasi interpersonal siswa sebelum dan sesudah diberi

perlakuan assertive training………. 57 Tabel 4.6 Analisis data observasi sebelum dan sesudah perlakuan……… 59 Tabel 4.7 Data hasil observasi kemampuan komunikasi interpersonal subjek 1 (Lydia) 65 Tabel 4.8 Rata-rata skor komunikasi interpersonal sebelum dan sesudah perlakuan…… 66 Tabel 4.9 Data hasil observasi kemampuan komunikasi interpersonal subjek 2 (Jheli)….. 69 Tabel 4.10 Rata-rata skor komunikasi interpersonal sebelum dan sesudah perlakuan…… 70 Tabel 4.11 Data hasil observasi kemampuan komunikasi interpersonal subjek 3 (Mya)….. 74 Tabel 4.12 Rata-rata skor komunikasi interpersonal sebelum dan sesudah perlakuan…….. 75


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1.1. Alur kerangka pikir……… 12 Gambar 3.1 . Pola pre eksperimental design... 36 Gambar 4.1. grafik peningkatan skor kemampuan komunikasi

interpersonal siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan assertive training 58 Grafik 4.2 Kenaikan kemampuan komunikasi interpersonal subjek 1 ( Lydia)….. 65 Grafik 4.3 Kenaikan kemampuan komunikasi interpersonal subjek 2 ( Jheli)…… 70 Grafik 4.4 Kenaikan kemampuan komunikasi interpersonal subjek 3 ( Mya)…… 75


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Mei 1990 di Desa Sumber Bening, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Lukmanul Hakim dan Ibu Samini.

Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari : TK Nurul Kamal, lulus tahun 1995; SD Negeri 48 Sember Bening, lulus tahun 2003; SMP Negeri 1 Selupu Rejang, lulus tahun 2005; kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 2 Curup (sekarang SMA Negeri 1 Curup Timur), lulus tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selanjutnya, pada tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di MTs Hidayatul Muslihin, kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Bumi Jaya, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung.

Selama kuliah penulis aktif di beberapa Lembaga Kemahasiswaan, yaitu : sekretaris umun Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan (Himajip) FKIP


(7)

(8)

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat

(QS. Al-Mujadalah :11)

Jadilah salah satu dari orang yang bermanfaat untuk orang lain dan lingkungan sekitarmu

(Bang Andi “Amei” Meisak, S.PdI)

Tiada beban tanpa pundak, maka sesungguhnya jika kau memiliki kemauan dan niat yang tulus, percayalah Allah akan memberimu kemudahan. Niat, aksi dan

integritas adalah pengali ! Man Jada Wajadda. (Yossi Hartati Lukman)


(9)

PERSEMBAHAN

Bismillairrohmanirrohim...

Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini kupersembahkan untuk :

Ayahanda Lukmanul Hakim dan Ibunda Samini,

Ande Suwarni dan Bapak Sofyan (alm),

Adik-adikku yang hebat: abang Yusrizal Permana Lukman dan kakak

Yoga Febriansyah Lukman,

Keluarga besarku, dosen-dosenku, sahabat-sahabatku serta

almamaterku.


(10)

SANWACANA

Dengan nama Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang. Segala puji bagi Allah SWT yang tak henti-hentinya melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang dinantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti.

Terimakasih tiada bertepi penulis ucapkan kepada Ayah dan Ibu yang tiada hentinya mendoakan, memberikan kasih sayang dan memberi semangat kepada penulis. Terimaksih kepada Ande Suwarni dan Bapak Sofyan (alm) yang telah banyak berkorban untuk penulis selama penulis menimba ilmu, terimakasih untuk semuanya.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat bantuan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;


(11)

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung;

4. Bapak Drs. Syaifuddin Latif, M.Pd., selaku Pembimbing I yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

5. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi.,M.Psi.,Psi., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan motivasi, bantuan, bimbingan dan arahan kepada penulis selama ini;

6. Bapak Drs. Giyono, M.Pd., selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun.

7. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling Unila. Terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini.

8. Ibu Dra. Iswani, selaku Kepala Sekolah, Ibu Lailanis, B.A. selaku koordinator guru BK, Siswa-siswi, dewan guru, staf TU dan seluruh warga SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan selama penelitian.

9. Ayah dan Ibu yang telah memberikan kasih sayang, doa dan semangat yang tak pernah berhenti kepadaku. My beloved brothers (Abang Rizal dan Kakak Yoga).

10.Ande Suwarni, Bapak Sofyan (alm), Uni Epi, Abang Pendi dan Buyung. Rasanya tak dapat ku katakan lagi rasa terimakasih ku untuk kalian. Terimakasih untuk semuanya.


(12)

12.Titis, terimaksih semuanya ukhti...indahnya kebersamaan ini dan mimpi-mimpi kita tak akan pernah terhapus oleh apapun. Sebiru hari-hari yang telah kita lalui. Terimakasih untuk semuanya. Bukankah hati kita telah lama menyatu dalam tali kisah persahabatan Illahi?

13.Sahabat-sahabatku : Milan, Adek Rika, Neng Sari, Eni, Dhenia, Dwi, Ucil, Mas Ari, Mamang Riky, Bendol Bagus. Kalian warnai hari-hariku seindah pelangi. Terimakasih untuk semuanya.

14.Sahabat-sahabat KKN dan PPL Bumi Jaya ‘ngumbeh’ : Bik Anisah, Wan Tara, Iney, Sekar Nurudin, Gika, Pipi Syarofi, Muhammad ‘dono’ Aldino, Jeremy ‘wawan’ Tetty, Dio Angger dan Kiki.

15.Asrama Green House Community : Mas Eko dan Mbak Maya sekeluarga, Dewi, Bina Yamamoto, Mbak Yayuk, Bang Rice, Mas Fadil, Bang Berry, Yeyen, Mas Lulus, Bang Bim2, terimakasih atas kebersamaan selama ini. 16.Teman-teman seperjuangan angkatan 2008: Abang (Idris Dan Tio), Nurul,

Putu, Yeni, Gesha, Lilis, Mella, Rahmat, Hendy, Riky Gembul, Cindy, Cempaka, Umi, Esti, Yonda, Widia, Amel, Yuspa, Arini, Ariska, Wiwit, Rahmat, Shinta, Mbak Ratih, Mifta.

17.Kakak tingkat (khususnya Bapak Asep, Mas Dwi, kak Roni...terimakasih atas motivasi dan traktirannya, hehe) dan adik tingkat di Bimbingan dan Konseling FKIP Unila.

18.Teman-teman di Himajip, Formabika, Angkatan 19 KSR PMI Unit Unila dan PROF Smart Education Training Center.


(13)

20.Teman-teman ku di luar kampus: Nemanja Vidic, terimakasih atas motivasinya, Mas Putra yang aneh, Midi, Widodo, terimakasih atas segala bantuan yang kau berikan, dan Bang Amei....you are my inspiration. 21.Almamaterku tercinta.

Semoga Allah SWT membalas amal kebajikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga bermanfaat. Aamiin.

Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis,


(14)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang dilakukan sehari-hari, manusia membutuhkan orang lain untuk menunjang aktivitasnya. Dalam menjalin hubungan dengan orang lain, setiap manusia memerlukan kemampuan komunikasi. Menurut Enjang (2009:9) Komunikasi dalam kehidupan menjadi jembatan untuk mengantar kita pada berbagai kebutuhan. Dalam keseharian, kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk berkomunikasi dari pada aktivitas yang lainnya, dan dapat dipastikan bahwa kita berkomunikasi hampir di semua aspek kehidupan. Oleh karena itu kemampuan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan agar setiap individu dapat menjalin hubungan antar manusia dengan baik pula dan tidak terisolir di lingkungan masyarakat dimana dia tinggal.

Siswa sebagai anggota masyarakat hendaknya memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang baik, terutama di lingkungan sekolah. Hal ini


(15)

disebabkan karena sebagian besar waktu siswa digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang berada di lingkungan sekolahnya, baik itu dengan teman sebaya, guru atau warga sekolah lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata setiap sekolah khususnya tingkat SMA di Bandar Lampung memulai aktivitas belajar pada pukul 07.00-14.00 WIB. Artinya siswa menghabiskan waktu selama 7 jam di sekolah, bahkan bisa saja lebih dari itu jika siswa tersebut mengikuti berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Oleh karena itu kemampuan komunikasi interpersonal yang baik akan mendukung kegiatan siswa di sekolah. Seperti saat proses pembelajaran di kelas, hubungan antar teman dan guru, serta kegiatan–kegiatan lain di sekolah.

Permasalahan yang sering ditemui saat ini adalah masih ada siswa-siswa yang memiliki kesulitan dalam hal komunikasi interpersonal. Hal ini dapat dilihat berdasarkan observasi yang peneliti lakukan yang menggambarkan banyak siswa yang malu dalam menyampaikan pendapat, memiliki perilaku komunikasi yang kurang baik dengan siswa lain dan masih banyak lagi permaslahan yang muncul karena kurangnya kemampuan komunikasi interpersonal sedangkan di lingkungan sekolah siswa dituntut mampu berkomunikasi dengan baik dengan warga sekolah yakni guru, staf tata usaha dan teman sebaya, maupun personil sekolah lainnya.


(16)

Komunikasi interpersonal mempunyai dampak yang cukup besar bagi kehidupan siswa. Penelitian Vance Packard (Budiamin:2011) ” bila seseorang mengalami kegagalan dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain ia akan menjadi agresif, senang berkhayal, ‘dingin’ sakit fisik dan

mental, dan mengalami ‘flight syndrome’ (ingin melarikan diri dari

lingkungannya)”.

Siswa yang memiliki kesulitan dalam melakukan komunikasi interpersoanl menurut Tedjasaputra (Budiman:2011) akan sulit menyesuaikan diri, seringkali marah, cenderung memaksakan kehendak, egois dan mau menang sendiri sehingga mudah terlibat dalam perselisihan. Keterampilan komunikasi interpersonal pada siswa ini menjadi sangat penting karena dalam bergaul dengan teman sebayanya siswa seringkali dihadapkan dengan hal-hal yang membuatnya harus mampu menyatakan pendapat pribadinya tanpa disertai emosi, marah atau sikap kasar, bahkan siswa harus bisa mencoba menetralisasi keadaan apabila terjadi suatu konflik. Siswa yang memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang baik akan mudah bersosialisasi dan lancar dalam memperoleh pemahaman dari guru dan sumber belajar di sekolah.

Saat berkomunikasi dibutuhkan sikap yang dapat mengomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain yang disebut sikap asertif. Sikap dan perilaku asertif sangat berpengaruh dalam membina hubungan baik dengan orang lain, sehingga dapat menambah pengetahuan


(17)

yang mungkin belum diketahui yang dapat menunjang prestasi akademik maupun non akademik dan bermanfaat bagi hubungan sosial.

Horgie menjelaskan perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah

assertiveness atau assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku agresif. Frensterhim dan Baer, mengatakan bahwa orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif orang yang berpendapat dari orientasi dari dalam, memiliki kepercayan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar.

Pasal 3 UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk manusia indonesia yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dijelaskan bahwa dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang bermartabat dan cakap serta berilmu ini dapat dikembangkan melalui kegiatan sekolah yaitu kegiatan kokurikuler, intrakurikuler dan ektrakurikuler, di samping itu bimbingan konseling juga ikut andil di dalamnya, yakni


(18)

membimbing siswa meraih pengembangan diri yang optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan yang positif .

Bimbingan konseling memiliki berbagai pendekatan dan teknik yang dapat digunakan untuk membantu siswa meraih pengembangan diri yang optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan sekitarnya. Salah satu teknik yang dapat digunakan yaitu latihan asertif. Menurut Corey (2009: 213) latihan asertif bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Selain itu menurut Zastrow (Nursalim 2005:129) menyatakan latihan asertif dirancang untuk membimbing manusia menyatakan, merasa dan bertindak pada asumsi bahwa mereka memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri dan untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas. Seseorang diharapkan dapat berperilaku asertif ketika berinteraksi dengan orang lain artinya seseorang mampu mengekspresikan dirinya secara terbuka tanpa menyakiti atau melanggar hak-hak orang lain, maupun mempertahankan dan meningkatkan penguat dalam situasi interpersonal melalui suatu ekspresi perasaan atau keinginan.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa dengan menggunakan teknik assertive training (latihan asertif). Sehingga


(19)

diharapkan secara optimal siswa dapat mengalami perubahan dan mencapai peningkatan yang positif setelah mengikuti kegiatan latihan asertif.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini dapat di identifikasi sebagai berikut :

1. Terdapat beberapa siswa yang malu, gugup, dan ragu-ragu dalam

menyampaikan pendapat;

2. Terdapat beberapa siswa yang hanya diam saja ketika diberi kesempatan

untuk bertanya saat proses pembelajaran di kelas atau di luar kelas;

3. Terdapat beberapa siswa yang tidak mau bertegur sapa terlebih dahulu

apabila bertemu dengan guru;

4. Terdapat beberapa siswa yang sulit mengawali dan mengakhiri

pembicaraan dengan orang yang lebih tua dan orang yang baru dikenal; 5. Terdapat beberapa siswa yang sulit berkata tidak pada sesuatu yang

tidak ia sukai.

3. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu “upaya meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal dengan menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun 2011/2012. ”

4. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi interpersonal siswa yang rendah, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian


(20)

ini adalah apakah kemampuan komunikasi interpersonal siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik Assertive Training.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan

komunikasi interpersonal siswa dengan menggunakan teknik Assertive

Training.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep-konsep tentang teknik assertive training, khususnya penggunaannya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal.

2. Secara praktis.

a. Bahan masukan guru bimbingan dan konseling dalam memberikan

bantuan yang tepat terhadap siswa-siswa yang memiliki permasalahan dalam komunikasi interpersonal.


(21)

pembimbing, peneliti selanjutnya dan tenaga kependidikan lainnya dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa dengan menggunakan teknik assertive training.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini agar penelitian ini lebih jelas dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan, diantaranya adalah:

1. Ruang lingkup ilmu

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu bimbingan dan konseling.

2. Ruang lingkup objek

Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa melalui penggunaan teknik assertive training .

3. Ruang lingkup subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun 2011/2012 yang kemampuan komunikasi interpersonalnya rendah.

4. Ruang lingkup wilayah

Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.


(22)

5. Ruang lingkup waktu

Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012.

D.Kerangka Pikir

Masalah dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal. Masalah ini juga sering ditemukan pada siswa. Siswa adalah makhluk sosial yang merupakan anggota masyarakat, setiap siswa hendaknya memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang baik, terutama di lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar waktu siswa digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang berada di lingkungan sekolahnya, baik itu dengan teman sebaya, guru atau warga sekolah lainnya.

Menurut Cangara (2010:32) komunikasi Interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Sedangkan definisi umum komunikasi interpesonal menurut Enjang (2009:68) adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap peserta menangkap reaksi yang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal.

Selain itu, Peter (2001:20) dalam bukunya Interpersonal Communication


(23)

komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang memiliki karakteristik yaitu komunikasi terjadi dari satu orang ke orang lain, komunikasi berlangsung secara tatap muka dan isi dari komunikasi itu merefleksikan karakter pribadi dari tiap individu itu sebaik hubungan dan peran sosial mereka.

Siswa dikatakan memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang efektif apabila ia mampu menanggapi informasi yang diterima dengan senang hati dalam menghadapi hubungan antar pribadi, dapat berempati, artinya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, mendukung komunikasi berlangsung efektif, memiliki rasa positif, yaitu memandang diri dan orang lain secara positif serta menghargai orang lain. Dengan kata lain, siswa memiliki perilaku komunikasi yang tidak efektif jika ia tidak mampu menanggapi informasi yang diterima dengan senang hati, tidak berempati, tidak mendukung komunikasi berlangsung efektif, dan tidak memiliki rasa positif terhadap dirinya dan orang lain.

Rendahnya kemampuan komunikasi interpersonal tentunya akan berdampak negatif pada siswa. Zahriyoh (2007) menjelaskan bahwa siswa yang kurang dapat berkomunikasi akan dapat menghambat pembentukan kepribadian dan aktualisasi diri dalam kehidupan, terutama dalam meraih prestasi di sekolah dan dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih kompleks lagi.

Berdasarkan uraian tersebut, maka rendahnya kemampuan komunikasi interpersonal perlu mendapat penanganan khusus, sehingga kemampuan komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zahriyoh (2007) tentang “Keefektifan Layanan Bimbingan


(24)

Kelompok dalam Meningkatkan Perilaku Komunikasi Antarpribadi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Ungaran Tahun Pelajaran 2006/2007” menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif digunakan untuk meningkatkan perilaku komunikasi antarpribadi siswa. Pada penelitian ini peneliti mencoba mengemukakan alternatif lain untuk menyelesaian permasalahan tersebut yaitu melalui teknik assertive training. Corey (2009:215) menjelaskan bahwa :

assertive training (latihan asertif) merupakan penerapan latihan tingkah laku dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekkan melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperolah sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.

Hal yang mendasari peneliti dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa dengan menggunakan teknik assertive training adalah bahwa sikap asertif sangat dibutuhkan dalam proses komunikasi. Hal ini dikarenakan dengan adanya sikap asertif maka individu akan mampu mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

Menurut Corey (2009:213) latihan asertif bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Selain itu menurut Zastrow (dalam Nursalim 2005:129) menyatakan


(25)

latihan asertif dirancang untuk membimbing manusia menyatakan, merasa dan bertindak pada asumsi bahwa mereka memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri dan untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas. Dalam hubungan dengan orang lain seseorang diharapkan dapat berperilaku asertif artinya seseorang mampu mengekspresikan dirinya secara terbuka tanpa menyakiti atau melanggar hak-hak orang lain, maupun mempertahankan dan meningkatkan penguat dalam situasi interpersonal melalui suatu ekspresi perasaan atau keinginan.

Assertive training diharapkan dapat membantu dalam upaya peningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa. Kemampuan komunikasi interpersonal yang baik, akan mendukung kegiatan siswa di sekolah dalam proses pembelajaran maupun interaksi sosial.

Berdasarkan uraian tersebut, maka muncul kerangka pikir untuk melihat apakah kemampuan komunikasi interpersonal siswa dapat ditingkatkan dengan

menggunakan teknik assertive training. Untuk lebih memperjelas maka kerangka

pikir dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.1. Alur kerangka pikir Komunikasi

Interpersonal Rendah

Teknik

Assertive Training

Komunikasi Interpersonal

Meningkat Komunikasi

Interpersonal Rendah


(26)

Berdasarkan gambar kerangka pikir tersebut siswa yang memiliki kemampuan komunikasi interpersonal rendah akan diberikan perlakuan berupa latihan asertif (assertive training) dengan menggunakan role playing, modelling dan tugas rumah sehingga diharapkan setelah diberi perlakuan tersebut, maka siswa akan memperoleh perubahan yaitu berupa peningkatan dalam kemampuan komunikasi interpersonalnya.

E.Hipotesis

Menurut Arikunto (2006:110) hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012.

Berdasarkan hipotesis penelitian tersebut, maka hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha : kemampuan komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan menggunakan

teknik assertive training pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2


(27)

Ho : kemampuan komunikasi interpersonal tidak dapat ditingkatkan

menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas X SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012.

Untuk menguji hipotesis ini, peneliti menggunakan uji statistik dengan uji-t dengan ketentuan jika hasil t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, tetapi


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi mencakup pengertian yang luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan sebentuk komunikasi. Sedangkan Rogers bersama Kuncaid (Cangara, 2010:20) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Setiap bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna tertentu. Lambang-lambang tersebut bisa bersifat verbal berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerakan tubuh


(29)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian ide, gagasan atau pesan-pesan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara lisan maupun tulisan untuk tujuan tertentu. 2. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dan komunikan. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. Komunikasi interpersonal bersifat dialogis. Artinya, arus balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator dapat memberi kesempatan komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Menurut Cangara (2010:32) komunikasi Interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Sedangkan definisi umum komunikasi interpesonal menurut Enjang (2009:68) adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap peserta menangkap reaksi yang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal.

Selain itu, Peter (2001:20) dalam bukunya Interpersonal Communication


(30)

komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang memiliki karakteristik yaitu komunikasi terjadi dari satu orang ke orang lain, komunikasi berlangsung secara tatap muka dan isi dari komunikasi itu merefleksikan karakter pribadi dari tiap individu itu sebaik hubungan dan peran sosial mereka.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih secara langsung (tatap muka) dan terjadi timbal balik secara langsung pula baik secara verbal maupun non-verbal.

3. Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal bersifat dialogis, dalam arti arus balik antara komunikator dengan komunikan terjadi langsung, sehingga pada saat itu juga komunikator dapat mengetahui secara langsung tanggapan dari komunikan, dan secara pasti akan mengetahui apakah komunikasinya positif, negatif dan berhasil atau tidak. Apabila tidak berhasil, maka komunikator dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Menurut Kumar (Wiryanto, 2005:36) bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal yaitu:

a. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal. ; b. Empati (empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain. c. Dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk


(31)

d. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. Rakhmat (2005:105) menyatakan bahwa sukses komunikasi interpersonal banyak tergantung pada kualitas pandangan dan perasaan diri, positif atau negative. Pandangan tentang diri yang positif, akan lahir pola perilaku kmunikasi interpersonal yang positif pula.

e. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama, yaitu mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat dan keyakinan.

Individu dikatakan memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang efektif apabila ia mampu menerapkan ciri-ciri dari keefektifan komunikasi interpersonal tersebut diatas dalam proses komunikasinya. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal menjadi tidak efektif apabila individu-individu yang terlibat dalam proses komunikasi tidak memiliki dan menerapkan keterbukaan (opennes),

empati (empathy), sikap mendukung (supportivenes), rasa positif (positivenes) dan kesetaraan (equality).


(32)

Berdasarkan paparan diatas mengenai ciri-ciri komunikasi interpersonal, dapat disimpulkan bahwa dalam komunikasi interpersonal, agar diperoleh komunikasi yang efektif maka dibutuhkannya keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung (supportivenes), rasa positif (positivenes) dan kesetaraan

(equality).

4. Pentingnya Komunikasi Interpersonal

Sebagai makhluk sosial, komunikasi interpersonal sangat penting bagi kebahagiaan hidup kita. Jhonson (Supratiknya, 2003:9) menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi interpersonal dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia, yaitu sebagai berikut :

1. Komunikasi interpersonal membantu perkembangan intelektual dan sosial kita;

2. Identitas dan jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain;

3. Dalam rangka menguji realitas disekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang di dunia disekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama;

4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih


(33)

orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figure) dalam hidup kita.

Jadi, secara tidak langsung dengan berkomunikasi individu akan mengenali jati dirinya. Komunikasi juga memberikan berbagai informasi yang dapat membantu individu untuk belajar dan mengembangkan kemampuan intelektualnya. Kondisi mental seseorang juga dipengaruhi oleh kualitas komunikasinya. Oleh karena itu, sebagai makhluk sosial komunikasi interpersonal merupakan hal yang penting bagi individu.

5. Fungsi Komunikasi Interpersonal

Tanpa kita sadari, keberadaan komunikasi interpersonal telah berperan aktif dalam kehidupan, bahkan tidak sedikit manusia yang melakukan praktik komunikasi interpersonal ini.

Menurut Enjang (2009:77-79) komunikasi Interpersonal memiliki fungsi yaitu : 1. Memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis. Dengan komunikasi

inetrpersonal, kita bisa memenuhi kebutuhan sosial atau psikologis kita; 2. Mengembangkan kesadaran diri. Melalui komunikasi interpersonal akan

terbiasa mengembangkan diri;

3. Matang akan konvensi sosial. Melalui komunikasi interpersonal kita tunduk atau menentang konvensi sosial;

4. Konsistensi hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi interpersonal kita menetapkan hubungan kita. Kita berhubungan dengan


(34)

orang lain, melalui pengalaman dengan mereka, dan melalui percakapan– percakapan bersama mereka;

5. Mendapatkan informasi yang banyak. Melalui komunikasi interpersonal, kita juga akan memperoleh informasi yang lebih. Informasi yang akurat dan tepat waktu merupakan kunci untuk membuat keputusan yang efektif; 6. Bisa mempengaruhi atau dipengaruhi orang lain.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan manusia, baik itu kebutuhan psikologis maupun kebutuhan sosial manusia dalam rangka membina hubungan dan interaksi sosial.

6. Prinsip Komunikasi Interpersonal

Menurut Enjang (2009:79-82) untuk menuju efektivitas berkomunikasi, komunikasi Interpersonal memiliki beberapa prinsip, yaitu :

1. Komunikasi Interpersonal bersifat relasional. Karena semua aktivitas komunikasi orang tidak sekedar saling menyampaikan makna, tetapi juga bernegosiasi mengenai hubungan mereka.

2. Komunikasi Interpersonal mengandung makna tertentu. Ketika seseorang berbicara dengan orang lain, orang itu mempunyai alasan untuk melakukannya.

3. Komunikasi interpersonal bisa dipelajari. Keefektifan komunikasi interpersonal merupakan hasil langsung dari keterampilan yang dipelajari.


(35)

4. Komunikasi interpersonal berlangsung terus-menerus. Karena komunikasi interpersonal bisa berbentuk non-verbal maupun verbal, kita selalu mengirim “pesan” yang kemudian disimpulkan atau dimaknai orang lain. 5. Pesan komunikasi interpersonal berubah-ubah dalam proses encoding

secara sadar. Berbagi (saling menyampaikan) makna dengan orang lain meliputi encoding dalam bentuk pesan verbal maupun non-verbal.

6. Komunikasi Interpersonal mempunyai implikasi etis.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi interpersonal memiliki hal-hal yang harus diperhatikan dan dipahami dalam berkomunikasi. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam komunikasi interpersonal merupakan hal-hal yang mendukung berlangsungnya komunikasi sehingga dapat berjalan dengan efektf.

7. Komunikasi Interpersonal dalam Bimbingan dan Konseling

Bimbingan konseling merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Prayitno (Sukardi 2008: 37) menyatakan bahwa:

Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang agar mereka itu dpat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup lima fungsi pokok yanh hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu: (a) mengenal diri sendiri dan lingkungannya,(b) menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, (c) mengambil keputusan, (d) mengarahkan diri, dan (e) mewujudkan diri.


(36)

Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa selain untuk membantu individu mandiri secara pribadinya, bimbingan juga dapat membantu individu dalam menghadapi lingkungan sosialnya.

Dalam bimbingan dan konseling, selain istilah bimbingan yang telah dipaparkan sebelumnya, ada satu istilah lagi yang sangat erat kaitannya dengan bimbingan yakni konseling. Keduannya baik bimbingan maupun konseling merupakan bagian integral dari bimbingan bahkan menjadi inti dari keseluruhan layanan bimbingan. Proses konseling merupakan bagian penting dalam upaya membantu siswa. Sukardi (2008: 38) menjelaskan bahwa:

Konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik, manusiawi, yang dilakukan dalam suasana keahlian yang didasarkan atas norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang.

Menurut Sukardi (2008:52) secara umum tujuan penyelenggaraan bantuan pelayanan bimbingan dan konseling adalah berupaya membantu siswa menemukan pribadinya, dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Secara khusus layanan bimbingan dan konseling disekolah bertujuan untuk membantu siswa agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi sosial, belajar dan karir. Komunikasi intepersonal erat kaitannya dengan bidang pribadi-sosial. Bidang ini memiliki banyak hal pokok yang ingin dicapai, diantaranya:


(37)

1. Pemantapan tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya; 2. pemantapan kemampuan berkomunikasi baik melalui ragam lisan maupun

tulisan secara efektif;

3. pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial baik dirumah, disekolah, maupun dimasyarkat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat, hukum, ilmu dan kebiasaan yang berlaku;

4. pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kretaif dan produktif.

Dalam hubungannya dengan komunikasi interpersonal siswa, siswa yang memiliki komunikasi interpersonal yang rendah, akan mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan sosialnya, hambatan tersebut nantinya akan berpengaruh kepada keberhasilan individu tersebut dalam proses penyesuaian dirinya sekarang dan dimasa yang akan datang, maka disinilah bimbingan dan konseling khusunya bidang pribadi-sosial berperan.

B. Teknik Assertive Training 1. Perilaku Asertif

Perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau

assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku

agresif. Frensterhim dan Baer, mengatakan bahwa orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif orang yang berpendapat dari orientasi dari


(38)

dalam, memiliki kepercayan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah/ lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas mengemukakan masalah atau hal yang telah dikemukakan.

Nelson dan Jones (2006:184) menjelaskan bahwa perilaku asertif adalah perilaku yang merefleksikan rasa percaya diri dan menghormati diri sendiri dan orang lain. hal ini sejalan dengan pengertian perilaku asertif yang dikemukakan oleh Alberti dan Emmons, yaitu :

Perilaku asertif meningkatkan kesetaraan dalam hubungan sesama manusia, yang memungkinkan kita untuk menunjukkan minat terbaik kita, berdiri sendiri tanpa hatrus merasa cemas, mengeekspresikan perasaan kita dengan jujur dan nyaman, melatih kepribadian kita yang sesungguhnya tanpa menolak kebenaran dari orang lain.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah perilaku sesesorang dalam hubungan antar pribadi yang menyangkut, emosi, perasaan, pikiran serta keinginan dan kebutuhan secara terbuka, tegas dan jujur tanpa perasaan cemas atau tegang terhadap orang lain, tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.


(39)

2) Pengertian Assertive Training

Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi behavioral.

Menurut Willis (2004:69) terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinerian dari B.F Skinner. Mula-mula terapi ini dikemabangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis. Neurosis dapat dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui proses belajar. Dengan kata lain perilaku yang menyimpang bersumber dari hasil belajar di lingkungan.

Willis (2004:72) menjelaskan bahwa assertive training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Assertive Training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:

1. Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya;

2. Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan padanya;

3. Mereka yang mengalami kesulitan berkata “tidak”;

4. Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya;

5. Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya.

Corey (2009:215) menjelaskan bahwa :

assertive training (latihan asertif) merupakan penerapan latihan


(40)

mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekkan melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperolah sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.

Selain itu Gunarsih (2007:217) dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi menjelaskan pengertian latihan asertif menurut Alberti yaitu prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa assertive

training atau latihan asertif adalah prosedur latihan yang diberikan untuk

membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

3) Tujuan Assertive Training

Teknik assertive training dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh konselor dan klien. Day (2008:338) menjelaskan bahwa assertive training membantu klien belajar kemandirian sosial yang diperlukan untuk mengekspresikan diri mereka dengan tepat. Sedangkan menurut Fauzan (2010) terdapat beberapa tujuan assertive training


(41)

a. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain; b. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak;

c. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan hak orang lain;

d. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial; e. Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan assertive

training adalah untuk melatih individu mengungkapkan dirinya,

mengemukakan apa yang dirasakan dan menyesuaikan diri dalam berinteraksi tanpa adanya rasa cemas karena setiap individu mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya. Dengan demikian individu dapat menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

4) Manfaat Assertive Training

Setiap perlakuan atau latihan yang diberikan tentu memiliki berbagai manfaat bagi individu yang menggunakannya.Menurut pendapat Corey (2009:213), manfaat latihan asertif yaitu membantu bagi orang-orang yang:


(42)

a. tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung; b. menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang

lain untuk mendahuluinya ;

c. memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”;

d. mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat latihan asertif adalah membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

5) Tahapan Pelaksanaan Assertive Training

Prosedur adalah tata cara melakukan suatu instruksi. Pelaksanaan assertive

training memiliki beberapa tahapan atau prosedur yang akan dilalui ketika

pelaksanaan latihan. Pada umumnya teknik untuk melakukan latihan asertif, mendasarkan pada prosedur belajar dalam diri seseorang yang perlu diubah, diperbaiki dan diperbarui. Masters (dalam Gunarsih, 2007:217-220) meringkas beberapa jenis prosedur latihan asertif, yakni:

1. Identifikasi terhadap keadaan khusus yang menimbulkan persoalan pada klien.


(43)

2. Memeriksa apa yang dilakukan atau dipikirkan klien pada situasi tersebut. Pada tahap ini, akan diberikan juga materi tentang perbedaan perilaku agresif, asertif, dan pasif.

3. Dipilih sesuatu situasi khusus di mana klien melakukan permainan peran

(role play) sesuai dengan apa yang ia perlihatkan.

4. Diantara waktu-waktu pertemuan, konselor menyuruh klien melatih dalam imajinasinya, respon yang cocok pada beberapa keadaan. Kepada mereka juga diminta menyertakan pernyataan diri yang terjadi selama melakukan imajinasi. Hasil apa yang dilakukan pasien atau klien, dibicarakan pada pertemuan berikutnya.

5. Konselor harus menentukan apakah klien sudah mampu memberikan respon yang sesuai dari dirinya sendiri secara efektif terhadap keadaan baru, baik dari laporan langsung yang diberikan maupun dari keterangan orang lain yang mengetahui keadaan pasien atau klien.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa assertive training

merupakan terapi perilaku yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan individu yang diganggu kecemasan dengan berbagai teknik yang ada agar individu tersebut dapat memiliki perilaku asertif yang diinginkan.

6) Teknik Assertive Training dalam Bimbingan dan Konseling

Menurut Peters dan Shertzer (Willis, 2004:14) bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu agar ia memahami dirinya dan dunianya, sehingga


(44)

dengan demikian ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya. Sedangkan pengertian konseling menurut Willis (2004:18) adalah:

Upaya yang diberikan seorang pembimbing yang telah berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut dapat berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Dalam pelaksanaan praktek bimbingan dan konseling diperlukan berbagai pendekatan-pendekatan konseling. Menurut Willis (2004: 55) pendekatan konseling (counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, akan memudahkan dalam menentukan arah proses konseling.

Dalam pelaksanaan praktek konseling terdapat berbagai macam pendekatan konseling dengan teknik-teknik konseling yang terdapat didalamnya. Salah satu tekniknya yaitu assertive training yang merupakan bagian dari terapi tingkah laku.

Berdasarkan uraian diatas, jelas sekali bahwa teknik assertive training

merupakan bagian dari bimbingan dan konseling. Merupakan salah satu teknik konseling behavioral yang dapat digunakan untuk membantu individu merubah perilaku yang tidak diinginkan menjadi perilaku yang diharapkan ada pada individu tersebut.


(45)

C. Keterkaitan Penggunaan Teknik Assertive Training Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal

Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dan komunikan. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. Komunikasi interpersonal bersifat dialogis. Artinya, arus balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator dapat memberi kesempatan komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

individu dikatakan memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang efektif apabila ia mampu menanggapi informasi yang diterima dengan senang hati dalam menghadapi hubungan interpersonal, dapat berempati, artinya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, mendukung komunikasi berlangsung efektif, memiliki rasa positif, yaitu memandang diri dan orang lian secara positif serta menghargai orang lain. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri komunikasi itu sendiri yaitu menurut Kumar (Wiryanto, 2005:36) bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal tersebut yaitu:

a. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal; b. Empati (empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain.


(46)

c. Dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif.

d. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. e. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara diam-diam

bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

Saat berkomunikasi sangat diperlukan sikap asertif yaitu sikap yang dapat mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk dapat menumbuhkan sikap asertif agar dapat berkomunikasi dengan baik. Assertive Training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Corey (2009: 213) bahwa latihan asertif bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar.

Berdasarkan hal tersebut, maka diperkirakan diketahui bahwa komunikasi interpersonal erat kaitannya dengan assertive training. Hal itu dapat dilihat dari pengertian asertif itu sendiri yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain. Kemampuan untuk


(47)

berperilaku asertif tersebut sangat diperlukan dalam berkomunikasi khususnya komunikasi interpersonal, sehingga diperlukan pelatihan asertif (assertive


(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang di gunakan untuk mengumpulkan data dengan tujuan tertentu. Penggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkap benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki bukti ilmiah yang akurat dan dapat dipercaya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experimental). Alasan peneliti menggunakan metode ini karena tidak menggunakan kelompok kontrol dan subyek tidak dipilih secara random. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Seniati (2005:37) yang menyatakan bahwa eksperimen kuasi berbeda dengan penelitian eksperimen karena tidak memenuhi tiga syarat utama dari suatu penelitian eksperimen yaitu manipulasi, kontrol dan randomisasi. Pada penelitian ini, peneliti tidak menggunakan kelompok kontrol dan randomisasi, peneliti hanya melihat hasil dari pemberian assertive training pada siswa yang komunikasi interpersonalnya rendah di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan yaitu Pre–test and post-test group design. Observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen (01) disebut


(49)

antara 01 dan 02 yakni 01---02 diasumsikan merupakan efek dari treatment atau eksperimen.

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 . Pola pre eksperimental design

Keterangan :

O1 : observasi awal sebelum siswa diberikan perlakuan X : Perlakuan

O2 : observasi akhir setelah siswa diberikan perlakuan

C. Subjek Penelitian

Menurut Sangadji dan Sopiah (2010:183) subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan mengambil subjek penelitian siswa dari kelas X yang memiliki skor rendah pada kemampuan komunikasi interpersonal. Hal ini dilakukan karena siswa kelas X sebagai siswa baru di sekolah diperkirakan masih memiliki kesulitan dalam komunikasi interpersonal dengan orang-orang yang berada disekolah. Untuk menjaring subjek, peneliti menggunakan instrumen skala kemampuan komunikasi interpersonal yang akan diisi oleh siswa. Skala akan diberikan kepada siswa kelas X sebanyak 156 orang, setelah skala diisi, skor masing-masing siswa dihitung, sejumlah siswa yang memiliki skor rendah untuk kemampuan komunikasi interpersonalnya akan menjadi subjek penelitian. Berdasarkan hasil penyebaran skala diperoleh 3 orang siswa yang memiliki


(50)

skor rendah dalam komunikasi interpersonal dan ketiga siswa tersebut dijadikan subjek penelitian.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2010:161) variabel adalah objek penelitian, atau yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Menurut Hatch dan Fardhy (dalam Sugiyono, 2010:60) secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lainnya atau satu objek dengan objek lainnya.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas

(independen) dan variabel terikat (dependen), yaitu :

a. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu teknik assertive training.

b. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional komunikasi interpersonal dalam penelitian ini adalah proses komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih secara


(51)

langsung dan terjadi timbal balik secara langsung pula meliputi

keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung

(supportiveness), rasa positif (positiveness) dan kesetaraan atau kesamaan

(equality) yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan bersedia membuka diri, memiliki reaksi terhadap orang lain, dan menerima masukan/kritik dari orang lain

2. Empati (empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain.

3. Dukungan (supportiveness), yaitu memiliki keterpedulian dan perhatian terhadap orang lain.

4. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, danmenciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.

5. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara diam- diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan serta mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat dan keyakinan.

Individu dikatakan memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang efektif apabila ia mampu menerapkan ciri-ciri dari keefektifan komunikasi interpersonal tersebut diatas dalam proses komunikasinya. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal menjadi tidak efektif apabila individu-individu


(52)

yang terlibat dalam proses komunikasi tidak memiliki; keterbukaan

(opennes) artinya individu tersebut tidak mau membuka diri, tidak mau menerima kritik dan saran dari orang lain dan tidak memiliki reaksi terhadap orang lain, empati (empathy) artinya individu tersebut tidak dapat ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain saat berkomunikasi, sikap mendukung (supportivenes) artinya tidak memiliki keterpedulian dan perhatian terhadap orang lain, rasa positif (positivenes) artinya saat berkomunikasi tidak memiliki rasa positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain serta lingkungan sekitarnya dan kesetaraan (equality) yaitu merasa dirinya tidak sama atau sederajkat dengan lawan bicara.

Sedangkan assertive training atau latihan asertif adalah prosedur latihan

yang diberikan untuk membantu peningkatan kemampuan

mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

Adapun yang menjadi dasar pembuatan indikator dalam penelitian ini yang nantinya akan dipecah lagi menjadi deskriptor adalah ciri-ciri komunikasi interpersonal, yaitu :

a. Keterbukaan (opennes)

b. empati (empathy)

c. sikap mendukung ( supportiveness)

d. rasa positif (positiveness)


(53)

E. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu, kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Untuk mengumpulkan data penelitian, tentunya peneliti harus menentukan teknik pengumpulan apa yang akan digunakan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan skala (skala kemampuan komunikasi interpersonal).

1. Observasi

Hadi dalam Sugiyono (2010:203) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Teknik observasi yang akan digunakan peneliti yaitu observasi terstruktur. Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya. Pada penelitian ini, peneliti akan mengamati perilaku siswa yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi interpersonal. Sesuai dengan indikator penelitian yang akan digunakan, maka peneliti merancang pedoman observasi yang akan digunakan dalam kegiatan observasi. Menurut Nazir (2009:181) pada pengamatan berstruktur, peneliti telah mengetahui aspek apa dari aktivitas yang diamatinya yang relevan dengan masalah serta tujuan peneliti, dengan pengungkapan yang sistematis untuk


(54)

menguji hipotesisnya. Seperti yang tercantum dalam pedoman observasi, peneliti telah mengetahui aspek komunikasi interpersonal yang akan diamati dalam penelitiannya. Observasi dalam penelitian ini digunakan saat pre-test dan post-test. Hal ini dikarenakan yang akan diteliti adalah perilaku siswa, sehingga pengamatan terhadap perubahan perilakunya akan lebih mudah dilakukan.

Saat pelaksanaan observasi peneliti dan observer lain yaitu mahasiswa yang melakukan penelitian di sekolah yang sama dengan peneliti akan mengamati perilaku siswa dalam satu hari selama jam sekolah berlangsung. Dalam pengamatan tersebut akan diperhatikan berapa kali perilaku-perilaku yang menjadi target pengamatan muncul pada siswa (sesuai dengan lembar observasi).

Peneliti menggunakan bentuk rating scales dengan 5 alternatif jawaban dalam lembaran observasi, jawaban ini menunjukkan frekuensi muncul atau tidaknya perilaku yang diharapkan saat dilakukan observasi oleh observer. Skor 5 diberikan jika perilaku muncul sebanyak 4 kali , skor 4 juka muncul sebanyak 3 kali, skor 3 jika muncul sebanyak 2 kali, skor 2 jika perilaku muncul sebanyak 1 kali dan skor 1 jika perilaku sama sekali tidak muncul selama observasi. Perhitungan skor pada lembar observasi dilakukan dengan menghitung skor total yang diperoleh dari muncul atau tidaknya perilaku yang diamati. Pada tahap observasi ini kriteria kemampuan komunikasi interpersonal siswa dikategorikan menjadi 3


(55)

yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya, terlebih dahulu ditentukan besarnya interval dengan rumus sebagai berikut:

= −

Keterangan:

: interval : nilai tertinggi : nilai terendah : jumlah kategori

2. Skala (skala kemampuan komunikasi interpersonal)

Menurut Sugiyono (2010:133) skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif.

Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan skala model Likert untuk menjaring subjek penelitian. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif dengan pemberian skor untuk setiap jawaban.


(56)

Menurut Usman dan Purnomo (2009:57) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pertanyaan atau pernyataan dengan skala Likert adalah sebagai berikut:

1. Bentuk standar skala Likert adalah 1 sampai 5;

2. Sebaiknya jumlah item dibuat berkisar 25-30 pernyataan atau pertanyaan untuk mengukur sebuah variabel, sehingga reliabilitasnya cenderung tinggi;

3. Buatlah item dalam bentuk positif dan negatif dengan proporsi yang seimbang serta ditempatkan secara acak.

Pada penelitian ini, Skala yang dibagikan pada siswa berisikan lima aternatif jawaban, yaitu sangat sesuai, sesuai, ragu-ragu, tidak sesuai, sangat tidak sesuai. Dengan memiliki masing-masing skor yang berbeda, apabilah pertanyaan positif maka jawaban sangat setuju (SS) skornya 5, jawaban sesuai (S) skornya 4, jawaban ragu-ragu (R) skornya 3, jawaban tidak sesuai (TS) skornya 2, dan sangat tidak sesuai (STS) skornya 1, sebaliknya apabilah pertanyaan negatif jawaban sangat tidak sesuai (STS) skornya 5, jawaban tidak sesuai (TS) skornya 4, jawaban ragu-ragu (R) skornya 3, jawaban sesuai (S) skornya 2 dan jawaban sangat sesuai (SS) skornya 1.

Tabel 3.1. Rencana Pemberian Alternatif Jawaban No Pernyataan Sangat

Sesuai Sesuai Ragu-ragu Sesuai Tidak Sangat Tidak Sesuai 1 Pernyataan

favorable 5 4 3 2 1

2 Pernyataan

unfavorable 1 2 3 4 5

Kriteria skala kemampuan komunikasi interpersonal siswa dikategorikan menjadi 3 yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya, terlebih dahulu ditentukan besarnya interval dengan rumus sebagai berikut:


(57)

= −

Keterangan:

: interval : nilai tertinggi : nilai terendah : jumlah kategori F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

1. Uji Validitas

Menurut Arikunto (2010:211) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

a.Panduan Observasi

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan ketika observasi sebelum dan sesudah perlakuan adalah lembar observasi yang merupakan pengembangan dari pedoman observasi berisi rincian dari aspek-aspek yang diobservasi. Validitas yang digunakan adalah validitas konstruk (construc validity). Menurut Sugiyono (2010: 177) Untuk menguji validitas konstruks, dapat digunakan pendapat dari ahli (judgments experts). Dalam hal ini, setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli yaitu dosen pembimbing. Hasil yang diperoleh adalah terdapat 16 aspek perilaku yang diobservasi.


(58)

b. Skala Komunikasi Interpersonal

Skala ini digunakan untuk menjaring subjek penelitian. Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas konstruk (construc validity). Menurut Sugiyono (2010:177) Untuk menguji validitas konstruks, dapat digunakan pendapat dari ahli (judgments experts). Dalam hal ini, setelah instrument dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Ahli yang dimintai pendapatnya adalah 2 orang dosen Bimbingan dan Konseling FKIP Unila yaitu Drs. Yusmansyah, M.Si. dan Diah Utaminingsih, S.Psi., M.A., Psi. Hasil uji ahli menunjukka ada beberapa pernyataan yang tidak tepat untuk digunakan dan perlu adanya perbaikan kembali pada skala. Setelah dilakukan perbaikan, pernyataan yang dapat digunakan berjumlah 42 pernyataan yang kemudian disusun menjadi skala. (dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 94).

Selanjutnya untuk skala komunikasi interpersonal dilakukan uji coba dan analisis item yang dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dalam suatu faktor dan megkorelasikan skor faktor dengan skor total. Analisis item dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Science) 17 dengan rumus korelasi Pearson product moment. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

= ( ∑ ) − (∑ )(∑ ) √{ ∑ − (∑ ) }{ ∑ − (∑ )


(59)

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara X dan Y N = Jumlah sampel

X = jumlah skor item Y = jumlah skor total ∑X2 = jumlah kuadrat butir ∑Y2 = jumlah kuadrat total

∑X = jumlah skor butir, masing-masing item ∑Y = jumlah kuadrat butir

Setelah dilakukan uji coba dan dianalisis, hasil yang diperoleh yaitu terdapat 15 item yang tidak valid dari 42 item. Item yang tidak valid yaitu item nomor 4, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 17, 20, 26, 27, 28, 30, 31, dan 34, hal ini dikarenakan r hitung < r tabel.

Setelah dilakukan pengujian validilitas, maka item yang valid (27 item) dihitung reliabilitasnya. Diperoleh tingkat reliabilitas yaitu r hitung = 0.867. berdasarkan kriteria reliabilitas yang digunakan maka tingkat reliabilitas skala adalah sangat tinggi. Item yang tidak valid akan dihilangkan karena sudah terdapat item yang mewakili untuk mengungkap aspek kemampuan komunikasi interpersonal.

Tebel 3.2 Hasil Uji Validitas Item Yang Tidak Valid

No Item yang tidak

valid r hitung r tabel No tidak valid Item yang r hitung r tabel

1 Item nomor 4 -0.15 0.30 9 Item nomor 20 0.046 0.30

2 Item nomor 9 -0.479 0.30 10 Item nomor 26 -0.209 0.30

3 Item nomor 10 -0.01 0.30 11 Item nomor 27 0.164 0.30

4 Item nomor 11 -0.039 0.30 12 Item nomor 28 -0.042 0.30

5 Item nomor 13 -0.140 0.30 13 Item nomor 30 0.099 0.30

6 Item nomor 14 -0.274 0.30 14 Item nomor 31 0.117 0.30

7 Item nomor 15 0.123 0.30 15 Item nomor 34 -0.149 0.30


(60)

2. Uji Reliabilitas

a. Panduan Observasi

Menurut Arikunto (2010:221) reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik. Teknik mencari reliabilitas untuk reliabilitas lembar observasi dalam penelitian ini yaitu menggunakan kesepakatan dua pengamat. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan dua orang pengamat (peneliti sebagai pengamat 1 dan pengamat 2 yaitu mahasiswa yang melakukan penelitian di tempat yang sama dengan peneliti). Menurut Arikunto (2010:243) jika pengamatannya lebih dari dua orang, perlu diadakan penyamaan-pengamat sampai dicapai persamaan persepsi dari semua pengamat yang akan bekerja mengumpulkan data.

Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan, digunakan pengetesan reliabilitas pengamatan. Rumus yang digunakan yaitu:

2 S

KK =

N1 + N2 Keterangan:

KK = koefisien kesepakatan

S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama

N1 = jumlah kode yang dibuat pengamat I N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II


(61)

Hasil perhitungan reliabilitas dengan kesepakatan dua pengamat menunjukkan bahwa lembar observasi yang digunakan memiliki reliabilitas tinggi yaitu sebesar 0,66. (Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 102).

b. Skala Komunikasi Interpersonal

Sedangkan untuk skala komunikasi interpersonal dalam penelitian ini menggunakan rumus alpha melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science) 17, yaitu :





t b

k

k

r

2 2

11

1

1

Keterangan :

r 11 : Reliabilitas instrument k : Banyaknya butir pertanyaan ∑σt2 : Jumlah variasi butir

σ2

t : Varian total

Menurut Koestoro dan Basrowi (2006:244) untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria reliabilitas sebagai berikut:

0,8-1,000 = sangat tinggi 0,6- 0,799 = tinggi

0,4- 0,599 = cukup tinggi 0,2- 0,399 = rendah

0 < 0,200 = sangat rendah

Hasil perhitungan reliabilitas skala komunikasi interpersonal menunjukkan bahwa skala yang digunakan memiliki reliabilitas sebesar


(62)

0,87 dan termasuk dalam kriteria yang sangat tinggi. (hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 110).

G. Teknik Analisis Data

Setelah diperolehnya seluruh data-data, selanjutnya adalah pengolahan data atau analisis data. Analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Dengan analisis data maka akan dapat membuktikan hipotesis dan menarik tentang masalah yang akan diteliti. Untuk menganalisis data hasil eksperimen semu yang menggunakan data pre-test dan post-test one group design, maka menggunakan rumus uji-t (Arikunto,2010: 125), yaitu:

Keterangan:

Md = mean dari deviasi (d) antara post-test dan pre-test

xd = deviasi masing-masing subyek (d – Md) ∑x2d = jumlah kuadrat deviasi

N = subyek pada sampel Df = atau db adalah N – 1

Rumus di atas digunakan untuk menghitung keefektivitasan treatmen/perlakuan yang diberikan kepada subyek penelitian. Rumus ini digunakan untuk desain penelitian subyek tunggal yaitu yang observasinya

)

1

(

2

N

N

d

x

Md

t


(63)

dilakukan pada saat subyek belum mendapat perlakuan dan setelah subyek mendapat perlakuan. Rumus ini digunakan untuk data yang berdistribusi normal. Setelah di uji normalitas dengan menggunakan rumus One-Sample Kolmogorov-Smirnov melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science) 17 diperoleh bahwa data yang digunakan berdistribusi normal (dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 111). Kemudian dianalisis menggunakan rumus thitung kemudian hasil yang diperoleh dapat menunjukkan apakah perlakuan yang diberikan efektif atau tidak serta apakah terjadi peningkatan perilaku yang diinginkan saat sebelum dan sesudah perlakuan atau tidak.


(64)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal siswa

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal siswa dapat ditingkatkan

dengan menggunakan teknik assertive training. Hal ini terbukti dari

hasil analisis data observasi pre test dan post test thitung = 4,13. Kemudian

dibandingkan dengan ttabel 0,05 = 2,92. Karena thitung > ttabel maka Ha

diterima, artinya kemampuan komunikasi interpersonal dapat

ditingkatkan menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas X

SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012.

2. Kesimpulan Penelitian

Kemampuan komunikasi interpersonal siswa yang rendah dapat

ditingkatkan melalui assertive training. Hal ini ditunjukkan dari

perubahan perilaku ke-3 subyek penelitian yang sebelum diberikan perlakuan memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang


(65)

rendah, tetapi setelah diberi perlakuan dengan assertive training ketiga subyek tersebut kemampuan komunikasi interpersonal meningkat menjadi lebih baik.

B. SARAN

Setelah peneliti menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

1. Kepada siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

Apabila memiliki komunikasi interpersonal rendah hendaknya meminta konseling menggunakan teknik assertive training kepada guru Bimbingan dan Konseling

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling

Hendaknya dapat memaksimalkan pemberian layanan Bimbingan dan

Konseling kepada siswa di sekolah dan memanfaatkan teknik assertive

training untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal yang rendah.

3. Kepada Peneliti Lain

Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang komunikasi

interpersonal dengan teknik assertive training hendaknya dapat

menggunakan subjek yang berbeda dan meneliti variable lain dengan mengontrol variable-variabel yang sudah diteliti sebelumnya.


(1)

2. Uji Reliabilitas

a. Panduan Observasi

Menurut Arikunto (2010:221) reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik. Teknik mencari reliabilitas untuk reliabilitas lembar observasi dalam penelitian ini yaitu menggunakan kesepakatan dua pengamat. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan dua orang pengamat (peneliti sebagai pengamat 1 dan pengamat 2 yaitu mahasiswa yang melakukan penelitian di tempat yang sama dengan peneliti). Menurut Arikunto (2010:243) jika pengamatannya lebih dari dua orang, perlu diadakan penyamaan-pengamat sampai dicapai persamaan persepsi dari semua pengamat yang akan bekerja mengumpulkan data.

Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan, digunakan pengetesan reliabilitas pengamatan. Rumus yang digunakan yaitu:

2 S

KK =

N1 + N2

Keterangan:

KK = koefisien kesepakatan

S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama

N1 = jumlah kode yang dibuat pengamat I N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II


(2)

Hasil perhitungan reliabilitas dengan kesepakatan dua pengamat menunjukkan bahwa lembar observasi yang digunakan memiliki reliabilitas tinggi yaitu sebesar 0,66. (Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 102).

b. Skala Komunikasi Interpersonal

Sedangkan untuk skala komunikasi interpersonal dalam penelitian ini menggunakan rumus alpha melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science) 17, yaitu :





t b

k

k

r

2 2

11

1

1

Keterangan :

r 11 : Reliabilitas instrument k : Banyaknya butir pertanyaan ∑σt2 : Jumlah variasi butir

σ2

t : Varian total

Menurut Koestoro dan Basrowi (2006:244) untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria reliabilitas sebagai berikut:

0,8-1,000 = sangat tinggi 0,6- 0,799 = tinggi

0,4- 0,599 = cukup tinggi 0,2- 0,399 = rendah

0 < 0,200 = sangat rendah

Hasil perhitungan reliabilitas skala komunikasi interpersonal menunjukkan bahwa skala yang digunakan memiliki reliabilitas sebesar


(3)

0,87 dan termasuk dalam kriteria yang sangat tinggi. (hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 110).

G. Teknik Analisis Data

Setelah diperolehnya seluruh data-data, selanjutnya adalah pengolahan data atau analisis data. Analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Dengan analisis data maka akan dapat membuktikan hipotesis dan menarik tentang masalah yang akan diteliti.

Untuk menganalisis data hasil eksperimen semu yang menggunakan data pre-test dan post-test one group design, maka menggunakan rumus uji-t (Arikunto,2010: 125), yaitu:

Keterangan:

Md = mean dari deviasi (d) antara post-test dan pre-test xd = deviasi masing-masing subyek (d – Md)

∑x2d = jumlah kuadrat deviasi N = subyek pada sampel Df = atau db adalah N – 1

Rumus di atas digunakan untuk menghitung keefektivitasan treatmen/perlakuan yang diberikan kepada subyek penelitian. Rumus ini digunakan untuk desain penelitian subyek tunggal yaitu yang observasinya

)

1

(

2

N

N

d

x

Md

t


(4)

dilakukan pada saat subyek belum mendapat perlakuan dan setelah subyek mendapat perlakuan. Rumus ini digunakan untuk data yang berdistribusi normal. Setelah di uji normalitas dengan menggunakan rumus One-Sample Kolmogorov-Smirnov melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science) 17 diperoleh bahwa data yang digunakan berdistribusi normal (dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 111). Kemudian dianalisis menggunakan rumus thitung kemudian hasil yang diperoleh dapat menunjukkan apakah perlakuan yang diberikan efektif atau tidak serta apakah terjadi peningkatan perilaku yang diinginkan saat sebelum dan sesudah perlakuan atau tidak.


(5)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal siswa

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik assertive training. Hal ini terbukti dari hasil analisis data observasi pre test dan post test thitung = 4,13. Kemudian

dibandingkan dengan ttabel 0,05 = 2,92. Karena thitung > ttabel maka Ha

diterima, artinya kemampuan komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012.

2. Kesimpulan Penelitian

Kemampuan komunikasi interpersonal siswa yang rendah dapat ditingkatkan melalui assertive training. Hal ini ditunjukkan dari perubahan perilaku ke-3 subyek penelitian yang sebelum diberikan perlakuan memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang


(6)

rendah, tetapi setelah diberi perlakuan dengan assertive training ketiga subyek tersebut kemampuan komunikasi interpersonal meningkat menjadi lebih baik.

B. SARAN

Setelah peneliti menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

1. Kepada siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

Apabila memiliki komunikasi interpersonal rendah hendaknya meminta

konseling menggunakan teknik assertive training kepada guru Bimbingan

dan Konseling

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling

Hendaknya dapat memaksimalkan pemberian layanan Bimbingan dan Konseling kepada siswa di sekolah dan memanfaatkan teknik assertive training untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal yang rendah.

3. Kepada Peneliti Lain

Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang komunikasi interpersonal dengan teknik assertive training hendaknya dapat menggunakan subjek yang berbeda dan meneliti variable lain dengan mengontrol variable-variabel yang sudah diteliti sebelumnya.


Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN LOMPAT KANGKANG DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN VIDEO DAN METODE BAGIAN PADA SISWA KELAS VII F SMP NEGERI 4 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

12 141 54

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

2 12 65

HUBUNGAN PENGUASAAN KOSAKATA DAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS PIDATO SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

17 86 102

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VII-A SMP MUHAMMADIYAH BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 6 62

MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII MTS NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013

2 23 58

HUBUNGAN INTENSITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 2 KARANG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 4 57

UPAYA MENGURANGI KONSEP DIRI NEGATIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS X SMA PGRI 1 TUMIJAJAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 8 83

HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 8 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016

4 47 92

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS XII DI SMA PGRI 1 TUMIJAJAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016

1 50 74

PENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 01 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016

1 5 93