PROGRAM BIMBINGAN KARIR UNTUK MENINGKATKAN KEMATANGAN KARIR SISWA.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

ABSTRAK vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR GRAFIK xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 12

C. Tujuan Penelitian 13

D. Manfaat Penelitian 14

BAB II LANDASAN TEORITIK BIMBINGAN KARIR UNTUK

MENINGKATKAN KEMATANGAN KARIR SISWA 15 A.Karakteristik Perkembangan Remaja 15

B. Perkembangan Karir 23

C.Program Bimbingan Karir untuk Meningkatkan


(2)

BAB III METODE PENELITIAN 74

A.Metode Penelitian 74

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 75 C.Langkah-Langkah Kegiatan Penelitian Deskriptif 79

D.Persiapan Penelitian 82

E. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data 86

F. Pengolahan dan Analisis Data 90

G.Lokasi dan Subyek Penelitian 94

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 96

A.Deskripsi Hasil Penelitian 96

B. Pembahasan Hasil Penelitian 116

C.Program Layanan Bimbingan Karir untuk Meningkatkan

Kematangan Karir Siswa SMA Negeri 81 Jakarta 118

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 139

A.Kesimpulan 139

B. Rekomendasi 140

DAFTAR PUSTAKA 142

LAMPIRAN-LAMPIRAN 147


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan dari kehidupan individu. Pada fase ini terdapat sejumlah tugas perkembangan yang harus dilalui, untuk menjadi seorang remaja yang matang secara usia dan mental, seperti fisik, moral, kognitif, sosial serta mempersiapkan karir.

Menurut teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Super (Uman Suherman, 2009:113) Kategori remaja pada tataran siswa kelas XI berada pada tahap eksplorasi periode kristalisasi. Pada masa ini remaja mulai mengidentifikasi kesempatan dan tingkat pekerjaan yang sesuai, serta mengimplementasikan pilihan karir dengan memilih pendidikan dan pelatihan yang sesuai, untuk mencapai tujuan akhir, memasuki dunia kerja yang sesuai dengan pilihannya. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang berhasil melalui tahapan-tahapannya dengan baik, tetapi tidak sedikit pula remaja yang mengalami kecemasan dan tekanan karena harus tergantung pada orang tua, otoritas sekolah, masyarakat serta aturan sosial. Sementara di sisi lain, merujuk pendapat Mamat Supriatna (2004:239) “para ahli psikologi perkembangan berpendapat bahwa para remaja harus mencapai tahap kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya”.

Dalam usahanya untuk mencapai karir yang diinginkan remaja, khususnya siswa SMA, sering mengalami hambatan, seperti kurangnya pengetahuan dan pemahaman diri, kurangnya motivasi, tidak memiliki cita-cita serta masih kuatnya


(4)

pengaruh orang-orang dekat di sekitarnya dalam hal pengambilan keputusan pendidikan serta karir untuk kelangsungan masa depannya. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Ilfiandra (1997:6) yang menunjukkan gambaran bahwa ”akurasi penilaian diri dan penguasaan informasi masih rendah sehingga kemampuan siswa untuk memadukan faktor-faktor pribadi dengan realitas karir masih rendah”. Bahkan remaja masih mengalami kebingungan dan perasaan bimbang dengan keputusan yang diambil, terlihat dari sikap dan kompetensi pribadi yang minim terhadap pilihan-pilihan karir yang ada. Oleh karena itu pada fase ini hendaknya remaja di sekolah dibantu oleh pihak sekolah dan guru pembimbing, khususnya dalam upaya mencapai suatu keputusan awal yang tepat untuk menghadapi hidup yang lebih realistis.

Sekolah, melalui program bimbingan dan konseling, sejatinya bertujuan untuk membantu atau memfasilitasi peserta didik (siswa) agar dapat mencapai perkembangan diri secara optimal baik dalam hubungannya dengan mata pelajaran maupun pengembangan diri, sosial dan karir. Agar siswa dapat mencapai perkembangan yang optimal diperlukan fasilitas dan bimbingan yang optimal pula, bukan hanya dari unsur pembinaan kesiswaan saja -- dalam hal ini konselor bimbingan dan konseling -- melainkan juga dari pemimpin serta guru mata pelajaran sebagai satu kesatuan unsur pendidikan di sekolah. Bahkan orang tua dan masyarakat juga bertanggung jawab atas keberhasilan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kemampuan dan kewenangan masing-masing.

Program pengembangan diri yang menyeluruh dari semua unsur pendidikan, akan membawa siswa menjadi manusia yang berguna dan berkarakter, sesuai


(5)

dengan amanat Undang-Undang Dasar tahun 1945, yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kenyataannya bidang pengembangan diri, khususnya perencanaan karir pada siswa di tingkat SMA pada umumnya belum menjadi perhatian utama bagi pihak sekolah, termasuk konselor bimbingan dan konseling. Pihak sekolah secara sadar lebih mengutamakan pengembangan diri siswa di bidang akademik atau keberhasilan dalam mengikuti mata pelajaran.

Umumnya siswa dianggap bermasalah jika prestasi belajarnya tidak sesuai harapan. Sehingga dengan segala upaya, pihak sekolah mendorong siswanya untuk berprestasi, terutama dalam bidang pelajaran. Mengapa demikian? Oleh karena tingkat keberhasilan peserta didik di bidang akademik akan berdampak kepada citra dan peringkat sekolah. Sementara upaya bimbingan ke arah perencanaan dan kematangan karir peserta didik menjadi program urutan ke sekian, karena program bimbingan karir merupakan salah satu program dari keseluruhan kegiatan yang ada, umumnya pihak sekolah tidak memiliki program yang terencana, terstruktur dan menyeluruh.

Padahal program bimbingan dan konseling yang komprehensif di sekolah, merupakan salah satu strategi penting untuk membantu remaja menghadapi transisi ke dunia kerja. Intervensi pengembangan karir yang efektif harus dimulai sejak dini dan secara kontinyu terus dikembangkan sampai masa dewasa.


(6)

Upaya-upaya untuk mengintervensi proses karir sepanjang rentang kehidupan dapat mempercepat atau memperkuat penemuan pengetahuan, sikap-sikap, dan ketrampilan-ketrampilan tentang diri (self) dan dunia kerja (world of work). Melalui program bimbingan karir, remaja harus dipersiapkan untuk mengatasi perubahan employment trends dengan dibekali kemampuan kreativitas, fleksibilitas, dan adaptabilitas di tengah-tengah kehidupan yang penuh dengan kompleksitas dan ambiguitas (Uman Suherman, 2009:280). Dalam konteks ini, para remaja harus dibekali kemampuan membuat keputusan karir secara cepat, tepat dan efektif. Apalagi jika mengingat, masa remaja, khususnya masa SMA, adalah masa krisis identitas.

Bimbingan karir sebaiknya dilakukan sejak dini agar kelak siswa tidak salah memilih dan memutuskan jenis karir atau pekerjaan apa yang akan ditekuni di masa depan.

Di Inggris, program bimbingan untuk meningkatkan kematangan karir sudah diberikan sejak SD. Semua murid mulai usia 11- 18 tahun serta 16 tahun ke atas sudah memiliki akses ke Connexions atau konsultasi karir yang dibiayai oleh Departemen Pendidikan (Kidd, 2006:4). Tujuan lembaga ini adalah untuk memberikan dukungan atau bimbingan bagi persoalan pribadi termasuk persoalan karir bagi semua anak usia 13 sampai 19 tahun, termasuk akses ke penasehat pribadi (personal adviser), walaupun pada akhirnya lembaga ini ditutup karena adanya perubahan ketentuan/peraturan. Namun di tingkat SMA dan pada siswa yang baru menyelesaikan pendidikannya, tetap diberikan akses untuk menggunakan layanan konsultasi di sekolahnya masing-masing. Layanan


(7)

bimbingan yang diberikan termasuk wawancara individual mengenai apa yang mereka minati, memperkenalkan program komputer “prospect planner” yang dapat membantu siswa melihat minat, nilai dan kemampuan, serta belajar keterampilan membuat keputusan.

Konselor bimbingan karir di negara lain juga memiliki keahlian dan kemampuan yang mendalam mengenai karir karena mereka memahami betul arti serta peranan bimbingan karir bagi klien mereka.

Seorang konselor karir, menurut Sharf (1992:3), sebaiknya tidak hanya yakin dengan teori perkembangan karir saja tetapi juga memilih dan memutuskan teori apa yang cocok diterapkan bagi klien mereka. Lebih jauh, konselor perlu mempertimbangkan pandangan serta tipe konseling yang cocok. Selain itu seorang konselor karir harus mengetahui karakter dan tingkat pendidikan kliennya. Sebagai contoh: peran konselor di SD dan SMP hanya akan memberikan penjelasan awal mengenai informasi karir dan proses seleksi. Sedangkan konselor bimbingan di tingkat SMA berperan sebagai pembimbing dalam memilih pekerjaan, alternatif pengembangan dan penempatan kerja.

Konsep bimbingan karir secara teoritis sejatinya mengandung makna positif bagi kematangan karir-dalam konteks sekolah-para siswa sebagai persiapan dalam menentukan pilihan yang tepat dan sesuai minat, termasuk pilihan melanjutkan pendidikan lanjutan atau memasuki dunia kerja. Diharapkan dengan persiapan yang matang, siswa dapat mengambil keputusan sendiri dengan tepat sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan tanpa banyak dipengaruhi unsur dari luar. Sekolah atau lembaga pendidikan diakui oleh para ahli dan pemerhati pendidikan merupakan pilar pendukung utama dalam tercapainya sasaran pembangunan manusia yang bermutu, melalui proses pendidikan yang berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas/bermutu dapat diraih melalui proses transformasi ilmu pengetahuan saja, tetapi juga harus didukung dengan


(8)

pengembangan kecakapan dan ketrampilan hidup peserta didik untuk menolong dirinya dalam menghadapi problematika kehidupan yang akan dihadapinya setelah keluar dari lingkungan sekolah.

Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal, adalah yang mengintegrasikan tiga bidang utama, yaitu bidang adminstratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler serta bidang bimbingan dan konseling. Khusus di bidang bimbingan dan konseling, terkait dengan program pemberian layanan bantuan kepada siswa untuk mencapai perkembangan yang optimal , baik yang menyangkut aspek pribadi, sosial, akademik maupun karir. (Syamsu Yusuf, 2009:4).

Pendapat senada juga dinyatakan oleh Mamat Supriatna (2010:31) Bahwa bimbingan dan konseling di sekolah diperlukan oleh seluruh siswa, termasuk di dalamnya siswa yang mengalami kesulitan. Seluruh siswa ingin memperloleh pemahaman diri, meningkatkan tanggung jawab terhadap kontrol diri, memiliki kematangan dalam memahami lingkungan dan belajar membuat keputusan. Setiap siswa memerlukan bantuan dalam mempelajari cara pemecahan masalah dan memiliki kematangan dalam memahami nilai- nilai, di samping memerlukan rasa dicintai dan dihargai, memiliki kebutuhan untuk meningkatkan kemampuannya serta memiliki kebutuhan untuk memahami kekuatan pada dirinya.

Idealnya, dengan adanya program bimbingan karir di sekolah, peserta didik sudah memiliki kematangan karir untuk menentukan masa depannya kelak karena para guru pembimbing selalu memberikan arahan dan bimbingan baik melalui jam pelajaran di kelas maupun secara individual. Kenyataannya masih banyak siswa yang menghadapi masalah seperti: (1) kurang memahami cara memilih jurusan yang sesuai dengan bakat kemampuan dan minat; (2) kurang memiliki informasi tentang jurusan yang ada di perguruan tingggi dan dunia kerja dan (3) peserta


(9)

didik serta orang tua tidak menemukan kecocokan dalam pilihan jurusan yang akan diambil. Contoh, orang tua berharap peserta didik memasuki jurusan kedokteran, sementara peserta didik menginginkan jurusan teknik elektro.

Masih kurangnya tingkat kematangan karir siswa SMA, didukung oleh hasil penelitian Ida Nurlaelasari (2009) yang menunjukkan bahwa pencapaian tugas-tugas perkembangan karir siswa SMA Plus Assalaam Bandung tahun ajaran 2008/2009 dengan kategori matang hanya 12%, cukup matang 74,76% serta kategori kurang matang 13,33%. Secara umum hanya sedikit siswa SMA Plus Assalaam Bandung yang telah mencapai kategori matang pada tugas-tugas perkembangan karirnya dan sebagian besar siswa memerlukan pengembangan ke arah pencapaian karir yang matang.

Begitu pula halnya dengan hasil penelitian Sucipto (2007) yang menunjukkan bahwa secara umum tingkat kematangan karir siswa SMKN 1 Padang berada pada skor di atas rata-rata ideal. Namun masih ada 29% responden yang kematangan karirnya sedang dan 20% rendah. Sedangkan sisanya, 10% responden memiliki kematangan pilihan karir yang sangat rendah. Temuan ini menunjukkan masih adanya siswa di kelas XII yang belum mampu menunjukkan kematangan arah pilihan karir yang tinggi atau optimal.

Sementara penelitian Hayadin (2006) di sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jakarta, memberikan gambaran bahwa 35,75% siswa kelas XII sudah mempunyai pilihan pekerjaan dan profesi, sementara 64,25% belum memiliki pilihan pekerjaan dan profesi. Pada dasarnya siswa yang belum memiliki pilihan


(10)

pekerjaan dan profesi tersebut merupakan siswa yang memiliki prestasi akademik sedang hingga tinggi. Berdasarkan sejumlah fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas XII belum mampu merencanakan karirnya dengan baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wanti Fitriani (2004) terhadap 155 santri tingkat Muallimin Persatuan Islam I Bandung tahun ajaran 2003/2004 menunjukkan pencapaian tugas-tugas perkembangan karir remaja 49,7% termasuk kategori rata-rata baik; 49,7% berkategori kurang dan 0.6% masuk kategori baik.

Menurut penelitian Patton dan Creed (2003:113) pada 367 siswa kelas VIII sampai XII mengenai kematangan vokasional, menunjukkan hasil bahwa prestasi akademik yang dicapai siswa tidak memiliki hubungan dengan kematangan vokasional. Siswa yang berprestasi tinggi belum tentu memiliki kematangan vokasional yang tinggi pula. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi akademik adalah keyakinan diri.

Namun hasil penelitian Suarni dan Sulastri (2002) memperlihatkan hasil yang berbeda. Melalui hasil penelitiannya, mereka mengemukakan bahwa kematangan arah pilihan karir yang rendah dapat menjadi penyebab rendahnya motivasi berprestasi siswa dan dapat berdampak kepada pencapaian prestasi akademis yang rendah.

Gejala umum mengenai krisis jati diri yang ditunjukkan peserta didik di usia remaja sebenarnya merupakan hal yang wajar. Secara psikologis siswa sekolah menengah sedang memasuki tahapan perkembangan masa remaja, yakni masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Masa ini merupakan masa yang singkat dan sulit dalam perkembangan kehidupan manusia. Pada masa ini remaja mengalami „ambivalensi kemerdekaan‟. Pada satu sisi remaja menunjukkan ketergantungan pada orang tua atau orang dewasa; pada sisi lain remaja


(11)

menginginkan pengakuan dirinya sebagai individu yang mandiri. (Mamat Supriatna 2009:17).

Tidaklah berlebihan jika sebagian besar dari teori perkembangan karir yang ada, lebih memfokuskan perhatian pada masa remaja atau yang biasa disebut masa adolescence karena pada masa ini komitmen pendidikan untuk memilih karir, dibuat oleh mereka (Sharf 1992:173). Selain itu masa remaja, menurut Seligman (1980:249):

Adalah masa yang sulit untuk anak muda, suatu masa cepat berubah, cemas dan tidak menentu. Namun walau bagaimana pun banyaknya tantangan pada masa ini dapat membawa mereka ke perasaan bahagia dan puas karena mereka mulai mengembangkan sifat-sifat penghargaan, perencanaan yang matang serta menjalin relasi dengan orang lain.

Persoalan utama kehidupan individu yang berada pada masa remaja adalah pencarian identitas atau jati diri, baik yang berkaitan dengan aspek intelektual, sosial emosional, vokasional, maupun spiritual. Merujuk pendapat Mamat Supriatna (2009): ”Seorang remaja harus mampu menjawab “ Siapa saya? Bagaimanakah saya? Mau ke mana saya? Apa yang harus saya perbuat untuk karir masa depan saya?”

Sejumlah pertanyaan identitas diri seyogyanya dapat dijawab dengan tepat oleh remaja. Jika tidak, maka ia cenderung bingung menghadapi hidup, termasuk pengambilan keputusan karir. Tetapi jika sebaliknya, maka ia akan berkembang optimal dan tepat dalam mengambil keputusan karirnya, sehingga masa depannya penuh dengan harapan. Oleh karena itu, pada masa remaja diperlukan lingkungan sosial dan fisik yang kondusif, yakni lingkungan orang tua atau orang dewasa yang membimbing dan mengayomi secara aspiratif, teman sebaya (peer group)


(12)

yang mengembangkan norma kehidupan yang positif dan kreatif, dan lingkungan fisik yang memfasilitasi remaja untuk menyalurkan energi psikologis hingga membuahkan produktifitas.

Pada akhirnya permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam perencanaan karirnya tentu menjadi persoalan sekolah juga dan unsur sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengatasinya. Pasalnya, menurut Santrock (2003:486) ”sekolah memberikan pengaruh yang kuat dalam pemilihan karir individu”. ”Di sekolah pula siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari guru yang kemudian mempengaruhi bagaimana siswa merencanakan pendidikan lanjutannya di akhir masa SMA” (Rice, 1993:520).

Sejalan dengan pandangan Santrock (2003) bahwa sekolah memiliki pengaruh kuat dalam membina dan membimbing siswanya, manajemen sekolah SMAN 81 memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai bagi para siswanya, antara lain: (1) menghasilkan tingkat kelulusan 100%; (2) menghasilkan lulusan yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebanyak 98% dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) ternama sebanyak 2% dan (3) pengembangan diri seluruh siswa dapat tersalur melalui kegiatan ekstrakurikuler dan bimbingan konseling.

Kenyataan di lapangan, untuk kategori pengembangan diri siswa sampai saat ini belum mencapai hasil yang optimal. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh guru pembimbing pada bimbingan karir, siswa kelas XII, apalagi kelas XI, umumnya belum memiliki gambaran akan menjadi apa nantinya kelak serta belum memiliki keseriusan mengungkapkan masalah baik masalah pribadi maupun perencanaan karir --dalam artian akan melanjutkan pendidikan atau


(13)

langsung masuk ke dunia kerja-- karena mereka menganggap perencanaan karir merupakan topik yang masih jauh untuk dibahas serta motivasi diri masih kurang di samping kurang disiplin dalam hal waktu, belajar maupun bersosialiasi dengan teman.

Kondisi yang dialami oleh siswa SMAN 81 ini bukan semata bersumber dari pribadi siswa saja. Guru pembimbing dan program bimbingan karir yang diterapkan di sekolah juga turut memberikan kontribusi dalam membentuk sikap siswa dengan pilihan karirnya di masa depan. Program bimbingan karir sampai saat ini memang belum dilakukan secara optimal. Metode penyampaiannya juga lebih banyak di dalam kelas. Dengan waktu penyampaian satu jam per minggu, tentu tidaklah cukup untuk memberikan bimbingan dan panduan bagi siswa untuk

mendapatkan “pengayaan” ilmu pengetahuan mengenai perencanaan karir.

Sementara melalui metode bimbingan individual yang dilakukan di luar jam pelajaran pun masih belum berjalan dengan baik. Hal ini karena (1) waktu yang terbatas dari konselor bimbingan dan konseling, (2) konselor kurang memiliki pemahaman mendalam mengenai informasi mengenai dunia perguruan tinggi dan dunia kerja, (3) siswa/peserta didik kurang aktif dan kurang memiliki motivasi untuk melakukan konsultasi mengenai pilihan karirnya kelak, termasuk siswa kelas XII yang seharusnya sudah siap dengan pilihannya.

Hasil penelitian awal melalui penyebaran Instrumen Tugas Perkembangan (ITP) kepada peserta didik kelas XI yang dilakukan pada hari Kamis tanggal 28 Juli 2011 diperoleh informasi profil pencapaian tugas-tugas perkembangan peserta didik SMA Negeri 81 Jakarta, secara umum baru mencapai rerata 4,64 dari rerata


(14)

ideal 6,00 (77,33%), dengan simpangan baku 0,07, rerata konsistensi 5,79 dari seharusnya 11,00 (52.64%), dan koefisien variansi sebesar 2,74%.

Secara berurutan, rerata dan persentase taraf pencapaian tugas-tugas perkembangan peserta didik SMA Negeri 81 Jakarta memperlihatkan tiga pencapaian tugas-tugas perkembangan tertinggi, secara berurutan terjadi pada aspek-aspek: (1) peran sosial sebagai pria atau wanita, rerata 4,75 (79,17%); (2) penerimaan diri dan pengembangannya, rerata 4,73 (78,83%); dan (3) kesadaran tanggung jawab, rerata 4,72 (78,67%), sedangkan pencapaian tugas-tugas perkembangan untuk tiga terendah, urutannya terdiri atas: (1) kematangan emosional, rerata 4,53 (75,50%); (2) landasan hidup religius, rerata 4,57 (76,17%); dan (3) wawasan dan persiapan karir, rerata 4,59 (76,50%).

Berdasarkan hasil penelitian awal tersebut, maka peneliti berusaha untuk mengungkap secara ilmiah mengenai profil kematangan karir siswa yang sebenarnya untuk digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan program bimbingan dan koseling yang tepat untuk membantu meningkatkan kematangan karir siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 81 Jakarta tahun ajaran 2011/2012.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Merujuk pada hasil penelitian pendahuluan tampak, bahwa masih banyak peserta didik kelas XI di SMA Negeri 81 Jakarta (76,50%) yang taraf pencapaian tugas perkembangan wawasan dan persiapan karirnya masih rendah. Pandangan mereka masih terbelenggu, bahwa urusan karir adalah persoalan nanti dan masih banyak waktu untuk memikirkannya, ditambah belum optimalnya program


(15)

bimbingan dan konseling, terutama yang berkenaan dengan pelayanan bimbingan karir di sekolah.

Munculnya fenomena empiris ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dan memahami profil kematangan karir siswa kelas XI di SMA Negeri 81 Jakarta. Oleh karena itu, diperlukan data-data kematangan karir empiris agar pelayanan bimbingan karir yang diberikan dapat dirumuskan lebih efektif dan efisien. Untuk itu, dikembangkan pertanyaan penelitian yang menarik untuk diteliti, yaitu: “Seperti apa program bimbingan karir untuk meningkatkan kematangan karir siswa sehingga mereka menyadari tentang pentingnya merencanakan karir sejak dini”.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka tujuan utama penelitian ini adalah untuk menemukan rumusan bimbingan karir yang dapat meningkatkan kematangan karir siswa SMA. Secara umum, penelitian ini diharapkan siswa mampu memiliki Kematangan Karir pada aspek perencanaan karir, eksplorasi karir, pengetahuan tentang membuat keputusan karir, pengetahuan/informasi dunia kerja dan pengetahuan tentang kelompok jabatan/pekerjaan yang disukai. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah:

1. Memperoleh gambaran tingkat kematangan karir siswa SMA Negeri 81 Jakarta.

2. Mengembangkan program bimbingan karir hipotetik yang diduga tepat untuk membantu meningkatkan kematangan karir siswa SMA Negeri 81 Jakarta.


(16)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

a. Memperkaya keilmuan bimbingan karir, terutama yang berkaitan dengan teori kematangan karir dalam rangka meningkatkan kematangan karir siswa.

b. Memberikan masukan berupa informasi kematangan karir siswa SMA sebagai dasar pengembangan program bimbingan karir.

c. Menambah referensi dan bahan perbandingan bagi peneliti lain yang akan meneliti masalah yang sama.

2. Manfaat Praktis

a. Memperbaiki pelaksanaan program bimbingan dan konseling, terutama layanan bimbingan karir sebagai upaya meningkatkan layanan bimbingan karir di Sekolah Menengah Atas Negeri 81 Jakarta.

b. Memberi sumbangan pikiran kepada para pendidik, khususnya konselor dalam melaksanakan bimbingan karir yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun program bimbingan karir dalam meningkatkan kematangan karir bagi siswa SMA. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diperoleh gambaran tentang makna kematangan karir, hubungan antara kematangan karir serta pelaksanaan program bimbingan karir di sekolah. Sebagai langkah mendapatkan gambaran tersebut, penulis perlu memperoleh data siswa mengenai: pemahaman diri atau potensi diri dan lingkungan, pemahaman karir, mengenali tujuan pemilihan karir, rencana karir dan analisis potensi diri siswa dengan kematangan karir sebagai landasan pemikiran dalam merumuskan masalah.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif sebagai pendekatan ilmiah yang didisain untuk menjawab persoalan apa dan mengapa, sejalan dengan pendapat Suhartono (1999:35) bahwa pendekatan kuantitaif disain untuk menjawab pertanyaan penelitian secara spesifik dengan menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran sampai penyajian.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Data yang terkumpul dianalisis dan diinterpretasikan, kemudian dideskripsikan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi pada subyek penelitian. Penelitan deskriptif menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2008: 72) “Suatu bentuk penelitian yang paling dasar. Ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian


(18)

ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena lain”.

Dalam penelitian ini penulis berusaha mendeskripsikan kondisi obyektif tentang kematangan karir siswa kelas XI SMA Negeri 81 Jakarta yang meliputi: (1) perencanaan karir; (2) eksplorasi; (3)pengetahuan tentang membuat keputusan karir; (4) informasi dunia kerja yang menunjukkan tentang: pengetahuan terhadap karir yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan serta pengetahuan mengenai sikap/perilaku yang harus dimiliki saat masuk ke dunia kerja; (5) pengetahuan tentang kelompok jabatan/pekerjaan yang disukai.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti yaitu (1) tentang program bimbingan karir dan (2) definisi kematangan karir. Istilah bimbingan karir adalah suatu proses bantuan, layanan, pendekatan terhadap individu agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerja, merencanakan masa depan yang sesuai dengan bentuk kehidupan yang diharapkan, mampu menentukan dan mengambil keputusan secara tepat dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya itu sehingga mampu mewujudkan dirinya secara bermakna (Supriatna, 2009:11).

Definisi bimbingan karir menurut Kids (2006:1) adalah: “Hubungan one-to-one antara konselor dan klien dengan melibatkan aplikasi teori psikologi dan ketrampilan komunikasi. Perhatian utamanya adalah membantu klien membuat keputusan yang berkaitan dengan karir serta topik-topik seputar karir,


(19)

“ A one to one interaction between practitioner and client, usually on going, involving the application of psychological theory and a recognized set of communication skills. The primary focus is on helping the client make career-related decisions and deal with career-related issues.”

Bagi Conny Semiawan (Supriatna, 2009: 11) definisi bimbingan karir memiliki makna lebih luas, yaitu:

Bimbingan karir (BK) sebagai sarana pemenuhan kebutuhan perkembangan individu yang harus dilihat sebagai bagian integral dari program pendidikan yang diintegrasikan dalam setiap pengalaman belajar bidang studi. Bimbingan karir terkait dengan perkembangan kemampuan kognitif dan afektif, maupun keterampilan seseorang dalam mewujudkan konsep diri yang positif, memahami proses pengambilan keputusan maupun perolehan pengetahuan dan keterampilan yang akan membantu dirinya memasuki kehidupan, tata hidup dari kejadian dalam kehidupan yang terus-menerus berubah; tidak semata-mata terbatas pada bimbingan jabatan atau bimbingan tugas.

Tujuan dari bimbingan karir di sekolah, menurut Yusuf & Nurihsan (2008:15) adalah: (1) membantu peserta didik untuk memiliki pemahaman diri yang terkait dengan pekerjaan; (2) memiliki sikap positif terhadap dunia kerja; (3) memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir; (4) memiliki kemampuan merencanakan masa depan dan (5) dapat membentuk pola-pola karir.

Dari berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan karir merupakan upaya pihak sekolah, utamanya melalui guru Bimbingan dan Konseling dalam membantu siswa mengembangkan kemampuan baik dalam bidang kognitif, afektif serta ketrampilan bagi terwujudnya konsep diri yang positif dalam merencanakan masa depannya.

Sedangkan pengertian kematangan karir menurut Yost & Corbishly (Seligman, 2006:28) adalah kemampuan menyeleraskan antara tugas dan transisi yang melekat dalam proses perkembangan karir serta kesiapan untuk dapat


(20)

membuat karir yang tepat sesuai dengan usia dan tahapan perkembangannya. Savickas (Patton, et al. 2005) menegaskan kematangan karir sebagai “…, .the individual’s readiness to make informed, age-appropriatecareer decisions and manage his/her career development tasks”. Makna dari pandangan ini adalah kematangan karir merujuk pada kesiapan individu untuk membuat pilihan karir yang tepat dalam hal mencari informasi, membuat keputusan dan mengelola tugas-tugas perkembangan karir seseorang secara tepat.

Kematangan karir seseorang dapat dipandang sebagai taraf keselarasan antara perilaku karir dengan pilihan pekerjaannya pada rentang usia tertentu. Setiap individu pada rentang-rentang usia tertentu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perilaku pekerjaannya.

Dalam konteks usia siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), perencanaan dan pilihan karir berkaitan dengan perencanaan memasuki pendidikan lanjutan yang tepat dan sesuai bagi minat, bakat serta kemampuan peserta didik yang bersangkutan.

Berdasarkan teori kematangan karir, Super yang mengemukakan grand

theory perkembangan karir remaja, menyatakan bahwa perkembangan

kematangan karir adalah jalannya peristiwa-peristiwa kehidupan, tahapan-tahapan pekerjaan dan peranan kehidupan lainnya yang keseluruhannya menyatakan tanggung jawab seseorang pada pekerjaan dalam keseluruhan pola perkembangan dirinya.

Dari keseluruhan penelitian ekstensif yang telah dilakukan oleh Super dan koleganya terhadap anak remaja, mereka memperhatikan kesiapan orang-orang


(21)

untuk menentukan pilihan yang baik. Mereka tidak hanya melihat perbedaan-perbedaan di dalam kematangan karir di antara para individu, tetapi mereka juga mampu untuk mengidentifikasi komponen-komponen kematangan karir yang berbeda, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Crites. Tahun-tahun sekolah lanjutan dikonseptualisasikan sebagai suatu masa di mana para siswa mengumpulkan informasi mengenai diri mereka dan dunia kerja melalui suatu proses ekplorasi yang efektif untuk merelasisasikan dan menetapkan suatu pilihan karir yang bijaksana dan memulai persiapan yang tepat untuknya.

Dalam teori perkembangan karir Super yang disebut life stages, perkembangan karir di tahapan eksplorasi (exploration), khususnya pada sub tahapan usia (15-18) di mana Super menyebutnya sebagai tahap Tentative, dicirikan sebagai crystallizing a vocational preference. Dari teori yang dikembangkannya, kemudian Super menetapan 5 (lima) skala kematangan karir remaja yang dapat diukur melalui lima indikator sebagai berikut: perencanaan karir, eksplorasi karir, membuat keputusan karir, informasi tentang dunia kerja serta pengetahuan tentang kelompok jabatan/pekerjaan yang disukai.

Teori life-span Super dipandang oleh para ahli sebagai teori perkembangan karir paling sempurna dibandingkan dengan teori perkembangan karir lainnya, seperti teori trait and factor, Holland’s theory atau work adjustment theory karena teori life-span mencakup periode waktu yang panjang dan mengarah kepada jumlah konstruk yang lebih kompleks (Sharf, 1992: 119).


(22)

Ada empat alasan yang mendasari mengapa teori life-span lebih banyak mendapat perhatian para ahli dalam setiap pembahasan mengenai topik perkembangan karir, yaitu;

(1) Teori perkembangan Super merupakan salah satu dari sedikit teori yang mencakup seluruh rentang kehidupan.

(2) Lebih dari pada teori life-span lainnya, Super telah mengembangkan inventori-inventori untuk memvalidasi teori konstruknya dan menjadi instrumen yang dapat digunakan dalam konseling.

(3) Telah dilakukan lebih banyak penelitian dalam hubungannya dengan konsep teori perkembangan Super dari pada teori lainnya.

(4) Tidak seperti trait and factor serta teori perkembangan karir lainnya, teori life-span lebih cocok diterapkan.

C. Langkah-Langkah Kegiatan Penelitian Deskriptif

Kegiatan penelitian dengan metode deskriptif dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut:

1. Mengumpulkan dan mengolah data dari hasil angket yang disebarkan kepada 214 siswa kelas XI SMAN 81 Jakarta. Penyebaran angket dilaksanakan pada 14 dan 15 September 2011. Sebelum penyebaran angket, penulis melakukan langkah uji keterbacaan instrumen penelitian pada 12 September 2012 dengan tujuan untuk mengetahui apakah kalimat pernyataan mudah dipahami oleh siswa atau tidak. Uji keterbacaan dilakukan oleh 12 siswa yang merupakan perwakilan dari 6 kelas XI.


(23)

2. Menyusun program konseling karir yang baru berdasarkan hasil angket. Dalam penyusunan program bimbingan karir, penulis mengacu kepada kebutuhan siswa, di mana siswa kelas XI SMAN 81 Jakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 membutuhkan pelayanan bimbingan karir yang dapat membantu mengembangkan kematangan karir siswa pada semua kategori, mulai dari perencanaan karir, eksplorasi karir, pengetahuan tentang membuat keputusan karir, pengetahuan tentang informasi dunia kerja serta pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang disukai.

3. Validasi program untuk melihat apakah rancangan program konseling karir yang baru akan lebih efektif dari program yang lama atau tidak. Validasi program dilakukan pada Maret 2012 oleh enam (6) orang penimbang yang merupakan guru BK dari lima (5) sekolah tingkat SMA di Jakarta serta satu (1) orang dosen BK Universitas Pendidikan Indonesia. Sebagian besar penimbang memberikan penilaian yang tinggi terhadap aspek-aspek yang terdapat dalam program. Hanya saja ada materi pembahasan yang kurang sesuai dengan aspek kemangatan karir yang diteliti, yaitu kematangan karir siswa yang berkaitan dengan rencana pendidikan lanjutan, bukan kematangan karir yang berhubungan dengan dunia kerja, khususnya dalam mengatasi kejenuhan di tempat kerja. Selain itu hasil validasi lainnya adalah perlu adanya penyempurnaan program dalam hal pemberian layanan yang lebih variatif. 4. Revisi program dilakukan berdasarkan hasil validasi sehingga tercipta program


(24)

5. Program bimbingan karir yang telah dirumuskan dan disempurnakan kemudian menjadi sebuah program yang direkomendasikan oleh peneliti untuk membantu meningkatkan kematangan karir siswa SMAN 81 Jakarta, terutama kematangan dalam mempersiapkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

Langkah-langkah penelitian ini jika digambarkan dalam alur, seperti tertera pada gambar berikut.

Gambar 3.1

Langkah-Langkah Penelitian

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, peneliti menggunakan metode deskriptif untuk menghimpun data mengenai kondisi yang ada mencakup: (1) kondisi program yang sudah ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar untuk program yang akan dikembangkan, (2) kondisi pihak pengguna dalam hal ini siswa, (3) kondisi faktor-faktor pendukung dan penghambat pengembangan dan penggunaan dari program yang akan dihasilkan, mencakup unsur manusia, sarana dan prasarana, biaya, pengelolaan dan lingkungan.

Validasi program Pengumpulan

data melalui angket

Menyusun program baru

Revisi program Program Bimbingan

Karir yang


(25)

D. Persiapan Penelitian

Dalam menjalankan penelitian, data merupakan tujuan utama yang hendak dikumpulkan dengan menggunakan instrumen. Instrumen penelitian adalah nafas dari penelitian. Arikunto (2011:175) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan instrumen penelitian yaitu „alat bantu‟ agar pekerjaan mengumpulkan data menjadi lebih mudah. Berangkat dari pandangan tersebut, untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis melakukan beberapa teknik pengumpulkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Pengembangan Instrumen

Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pemetaan terhadap tingkat kematangan karir siswa yang dilakukan melalui suatu intrumen yang disusun dalam bentuk angket/kuisioner. Untuk mendapatkan instrumen yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti, butir-butir pernyataan dalam angket dinilai oleh dosen pembimbing pada program bimbingan dan konseling sekolah pascasarjana UPI Bandung. Jumlah pernyataan yang diajukan kepada ke tiga orang pembimbing memberikan tiga kali penilaian. Pada langkah pertama, peneliti mengajukan 130 jumlah pernyataan untuk lima kategori dalam angket kepada pembimbing. Kemudian pembimbing ahli memberikan beberapa koreksi atas pernyataan yang dianggap tidak sesuai atau tidak perlu dan masukan bagaimana membuat butir-butir kosioner yang sesuai dengan topik yang dibahas. Dari hasil koreksi tersebut jumlah pernyataan disempurnakan menjadi 85 butir.


(26)

b. Penyebaran angket/kuesioner

Tahap ini adalah tahap pelaksanaan penelitian dalam rangka memperoleh data penelitian. Kegiatan yang dilakukan melalui penyebaran angket/kuisioner penelitian. Peneliti menyebar angket kepada 214 siswa dari enam kelas XI sebagai responden.

Angket yang digunakan berbentuk skala penilaian Likert dengan alternatif empat jawaban. Keempat alternatif respon tersebut diurutkan dari kemungkinan kesesuaian tertinggi sampai dengan kesesuaian terendah, yaitu: sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS).

Siswa dapat mengisi angket ini sesuai dengan keadaan yang dirasakan berkenaan dengan tingkat kematangan karirnya. Alat ini dikonstruksikan berdasarkan pengembangan dari silabus layanan bimbingan karir dengan mempertimbangkan tahap perkembangan karir dan karakteristik siswa. Secara umum, kematangan karir adalah gambaran kesesuaian antara individu dengan pekerjaan yang dipilih melalui dinamika dalam mengambil keputusan terhadap pilihan karir dan difokuskan pada aspek siswa yang meliputi: perencanaan karir, eksplorasi karir, pengambilan keputusan, pengetahuan tentang jabatan pekerjaan yang disukai dan informasi dunia kerja.


(27)

Tabel 3.1

Pola Skor Opsi Respon Model Skala Likert pada Instrumen Penelitian

PERNYATAAN

SKALA

SS S TS STS

Postifi (+) 4 3 2 1

Negatif (-) 1 2 3 4

Adapun kisi-kisi butir pernyataan kuisioner kematangan karir siswa adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Pengumpul Data tentang Kematangan Karir Siswa Kelas XI SMA Negeri 81 Jakarta pada Tahun pelajaran 2011/2012

NO ASPEK INDIKATOR NO

ITEM ITEM 1. Perencanaan Karir

(career planing)

1. Mempelajari informasi karir 1-3 3 2. Membicarakan karir dengan

orang dewasa

4-7 4

3. Mengikuti kegiatan

tambahan untuk menambah pengetahuan tentang keputusan karir

8-11 4

4. Berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler

12-15 4 5. Mengikuti pendidikan

tambahan/kursus berkaitan dengan pekerjaan yang diinginkan

16-19 4

6. Mengetahui kondisi pekerjaan yang diinginkan

20-22 3 7. Mengetahui persyaratan

pendidikan untuk pekerjaan yang diinginkan


(28)

NO ASPEK INDIKATOR NO ITEM

ITEM 8. Dapat merencanakan apa

yang harus dilakukan setelah tamat sekolah

26-29 4

9. Mengetahui cara dan

kesempatan memasuki dunia kerja

30-32 3

10. Mampu mengatur waktu luang secara efektif

33-35 3

2. Eksplorasi Karir (career exploration)

1. Berusaha menggali dan mencari informasi karir dari berbagai sumber

36-39 4

2. Memiliki pengetahuan tentang potensi diri

40-43 4

3. Memiliki cukup banyak informasi karir

44-47 4

3. Pengetahuan tentang Membuat Keputusan Karir (decision making)

1. Mengetahui cara-cara membuat keputusan karir

48-50 3

2. Mengetahui langkah-langkah membuat keputusan karir

51-54 4 3. Mempelajari cara orang lain

membuat keputusan karir

55-57 3 4. Mengunakan pengetahuan

dan pemikiran dalam membuat putusan karir

58-62 5

4. Pengetahuan/Informasi Dunia Kerja (world of work information)

1. Pengetahuan tentang karir yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan

63-67 5

2. Pengetahuan mengenai sikap/perilaku yang harus dimiliki saat masuk ke dunia kerja


(29)

NO ASPEK INDIKATOR NO ITEM

ITEM 5. Pengetahuan tentang

kelompok

jabatan/pekerjaan yang disukai (knowledge of preferred occupational group)

1. Memahami tugas dari pekerjaan yang diinginkan

74-76 3

2. Mengetahui sarana yang dibutuhkan dari pekerjaaan yang diinginkan

77-78 2

3. Mengetahui persyaratan fisik dan psikologis dari pekerjaan yang diinginkan

79-82 4

4. Mengetahui minat dan alasan yang tepat dalam memilih pekerjaan

83-85 3

E. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data 1. Uji Validitas Intrumen

Dalam penelitian diperlukan instrumen-instrumen penelitian yang memenuhi persyaratan minimal yaitu validitas serta reliabilitas. Syaodih (2008:228), menjelaskan pengertian validitas sebagai berikut: ”Validitas instrumen menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur.‟‟

Sementara „‟validitas isi (content validity) berkenaan dengan isi dan format dari instrumen. Apakah instrumen tepat mengukur hal yang ingin diukur, apakah butir-butir pernyataan telah mewakili aspek-aspek yang akan diukur serta apakah pemilihan format instrumen cocok untuk mengukur segi tersebut. „‟


(30)

Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas suatu instrumen pengumpulan data, peneliti perlu melakukan uji terhadap instrumen dalam bentuk angket yang telah disusun. Tujuan kegiatan uji instrumen adalah untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi terutama mengenai pernyataan-pernyataan yang dianggap kurang sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat peneliti.

Pada tahap pengujian validitas konstruk berdasarkan teori tentang aspek-aspek yang akan diukur, instrumen penelitian ini dikonsultasikan kepada beberapa ahli, yaitu kepada pembimbing dan dua (2) ahli lainnya di luar pembimbing untuk dimohon pendapat dan koreksinya (judgement experts). Setelah instrumen direvisi berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka instrumen diuji keterbacaannya kepada 12 (dua belas) siswa SMA dan kemudian direvisi kembali, baik dalam hal penggunaan kata-kata ataupun struktur kalimatnya sehingga seluruh pernyataan dalam instrumen tidak membingungkan dan cukup dapat dimengerti maknanya oleh responden.

Instrumen pengungkap data ini selanjutnya diujicobakan kepada 214 orang responden dengan sistem built-in pada hari Rabu dan Kamis, tanggal 14-15 September 2011. Untuk keperluan pengujian validitas setiap butir pernyataan dan koefisien reliabilitas perangkat instrumen, digunakan 60 orang responden.

Dari hasil perhitungan dan pengolahan terhadap 85 pernyataan ternyata terdapat 77 butir pernyataan yang memiliki indeks validitas yang


(31)

signifikan pada p<0,05, dan sisanya sebanyak 8 butir pernyataan dibuang, yaitu: nomor 11, 12, 14, 15, 22, 25, 42, dan 50, tidak digunakan (dibuang) karena tidak memenuhi kriteria.

Indeks validitas instrumen yang memenuhi kriteria signifikan secara umum bergerak di antara 0,222 sampai dengan 0,753, pada p<0,05. Berarti bahwa terdapat 77 butir pernyataan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data tentang kematangan karir, sisanya sebanyak 8 butir pernyataan, tidak digunakan atau dibuang. Secara lengkap, indeks validitas untuk aspek: (1) perencanaan karir, terentang antara 0,222-0,564; (2) eksplorasi karir, terentang antara 0,368-0,712; (3) pengetahuan tentang membuat keputusan karir, terentang antara 0,233-0,615; dan (4) pengetahuan/informasi tentang dunia kerja, terentang antara 0,377-0,696; serta (5) pengetahuan tentang kelompok jabatan/pekerjaan yang disukai, terentang antara 0,368-0,753, pada p<0,05.

Selanjutnya, validitas antar-aspek terhadap variabel kematangan karir (total) menunjukkan hasil sebagai berikut: (1) perencanaan karir, sebesar 0,834, termasuk kategori sangat tinggi; (2) eksplorasi karir, sebesar 0,843, termasuk kategori sangat tinggi; (3) pengetahuan, sebesar 0,827, termasuk kategori sangat tinggi; dan (4) pengetahuan/informasi tentang dunia kerja, sebesar 0,692, termasuk kategori tinggi; serta (5) pengetahuan tentang kelompok jabatan/pekerjaan yang disukai, sebesar 0,813, , termasuk kategori sangat tinggi, pada p<0,05.


(32)

2. Uji Reliabilitas Intrumen

Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil pengukuran (Syaodih 2008 :229). Suatu instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang memadai apabila instrumen yang digunakan untuk mengukur aspek yang diukur dalam beberapa kali uji memiliki hasil yang sama atau relatif sama. Reliabilitas instrumen merupakan petunjuk sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan instrumen tersebut dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen ditunjukkan sebagai derajat keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh subyek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang berbeda. Koefisien reliabilitas instrumen pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus CronbachAlpha sebagai berikut (Arikunto, 2006 :196):

Keterangan:

�11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya item pernyataan

��2 = jumlah varians item

�2 = varians total

Adapun proses perhitungan koefisien reliabilitas instrumen dilakukan dengan bantuan software SPSS 17.0. Untuk menentukan reliabilitas alat ukur, peneliti menggunakan prinsip umum yang digunakan dalam menafsirkan tinggi rendahnya koefisien reliabilitas alat ukur dan ada tidaknya korelasi antara dua variabel Guilford (Sugiyono, 2008: 184).

�11 =

�−1 1−

��2


(33)

Tabel 3.3

Tabel Koefisien Korelasi Reliabilitas

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat Rendah 0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Selanjutnya, hasil perhitungan reliabilitas menunjukkan indeks koefisien sebesar 0,938 pada taraf α=0,05. Merujuk pada pendapat Suharsimi Arikunto (2004: 247), hal ini mengandung arti bahwa derajat keterandalan instrumen pengumpul data tentang kematangan karir siswa SMA berkategori sangat tinggi. Oleh karena itu, instrumen kematangan karir ini mempunyai tingkat kepercayaan yang sangat tinggi dalam mengumpulkan data tentang kematangan karir.

F. Pengolahan dan Analisis Data 1. Seleksi dan Verifikasi Data

Langkah seleksi dan verifikasi data ini, bertujuan untuk memeriksa kelengkapan identitas responden dan jumlah angket yang terkumpul.

Dari ke-214 orang yang mengisi kuesioner, ternyata semua responden mengumpulkan kembali lembar jawaban secara lengkap, sehingga semuanya memenuhi syarat untuk diolah lebih lanjut


(34)

menjadi data penelitian kematangan karir yang dimaksudkan dalam penelitian ini.

2. Penyekoran

Merujuk pada tabel 3.1 tentang Pola Skor Opsi Respon Model Skala Likert pada Instrumen Penelitian, maka dikembangkan pola penyekoran berikut.

PERNYATAAN

SKALA

SS S TS STS

Postifi (+) 4 3 2 1

Negatif (-) 1 2 3 4

3. Analisis Data

Data mengenai kematangan karir siswa SMA kelas XI SMA Negeri 81 Jakarta diperoleh dengan cara menghitung kedudukan siswa berdasarkan rata-rata dan standar deviasinya ke dalam tiga kelompok.

Adapun langkah-langkahnya meliputi: (1) mencari skor semua siswa; (2) mencari nilai rata-rata dan simpangan baku (standar deviasi); dan (3) menentukan batas kelompoknya. Untuk penelitian ini, teknik pengolahannya menggunakan kriteria kelulusan ideal yang perhitungannya didasarkan atas rata-rata ideal dan simpangan baku ideal (Cece Rakhmat dan M. Solehuddin, 2006: 63 dan 65) dengan modifikasi sebagai berikut.


(35)

xideal

±

s

ideal

Keterangan:

xideal = rerataideal, yaitu: ½ (skor maksimal ideal+skor minimal ideal)

Sideal = standar deviasi ideal, yaitu: ⅓ rerata ideal

Melalui penggunaan rumus dan modifikasi di atas, kemudian dilakukan tiga pengelompokkan data sebagai berikut.

Kelompok atas, adalah semua siswa yang memiliki skor sebanyak skor rata-rata+1 standar deviasi ke atas.

Kelompok sedang, semua siswa yang memiliki skor rata-rata antara -1 standar deviasi dan +1 standar deviasi.

Kelompok bawah, semua siswa yang memiliki skor rata-rata antara -1 standar deviasi dan yang kurang dari itu. Untuk lebih jelasnya, ketiga pengelompokkan ini dapat diuraikan melalui contoh pencarian kualifikasi umum kematangan karir siswa SMA Negeri 81 Jakarta. Diketahui:

Jumlah butir item yang valid dan reliabel = 77 item

Bobot ideal maksimum = 4

Bobot ideal minimum = 1

Ditanyakan:

Kualifikasi kematangan karir siswa SMA kelas XI? Jawab:

Skor ideal maksimum = 77 x 4 = 308


(36)

Skor ideal minimum = 77 x 1 = 77

Rata-rata ideal = ½ (308+77)

= ½ (385) = 192,5 Simpangan baku ideal = ⅓ (192,5)

= 64,167 1) Kelompok Atas =

KA = xideal + 1 sideal = 192,5 + 1 (64,167) = 192,5 + 64,167 = 256,667 ≈ 257 2) Kelompok Bawah

KB = xideal

-

1

s

ideal = 192,5- 1 (64,167) = 192,5 - 64,167 = 128,333 ≈ 128 3) Kelompok Sedang

KS = xideal± 1

s

ideal

Merujuk pada hasil-hasil perhitungan di atas maka dapat dibuat pengelompokkan data tentang gambaran umum kematangan karir siswa SMA kelas XI sebagai berikut.


(37)

Tabel 3.4

Kualifikasi Profil Kematangan Karir Siswa SMA Rentang Skor Kategori Deskripsi/Interpretasi

>257 Tinggi Penguasaan kompetensi kematangan karir dan indikator-indikatornya terpenuhi lebih dari 75% 129 – 256 Sedang Penguasaan kompetensi kematangan karir dan

indikator-indikatornya terpenuhi antara 51-74% < 128 Rendah Penguasaan kompetensi kematangan karir dan

indikator-indikatornya terpenuhi di bawah 50%

Untuk mengetahui taraf ketercapaian kompetensi berdasarkan setiap indikatornya, maka dilakukan perhitungan persentase dengan cara membagi skor mentah dengan skor ideal kemudian dipersenkan atau dikali 100% (Sugiyono, 2008: 246), sebagai berikut.

Tabel 3.5

Tingkat Ketercapaian Indikator Kematangan Karir

Tingkat Ketercapaian Kriteria

81 -100% Sangat tinggi

61 – 80% Tinggi

41 – 60% Sedang

21 -40% Rendah

 20% Sangat rendah

G. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di tempat kerja sendiri sesuai izin awal dari pihak pimpinan yang meminta kepada penulis untuk mengembangkan riset di Sekolah Menengah Atas Negeri 81 Jakarta.


(38)

Subyek penelitiannya ialah seluruh populasi siswa kelas XI yang berjumlah 214 orang siswa SMA Negeri 81 Jakarta tahun pelajaran 2010/2011, yang terdiri atas kelas IPA (total 148 orang, 63 lelaki dan 85 perempuan) dan kelas IPS (66 orang, 24 lelaki dan 42 perempuan). Lebih jelas, rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.6 Subyek Penelitian

KELAS JENIS KELAMIN TOTAL

Lelaki Perempuan

XI IPA 1 15 22 37

XI IPA 2 18 19 37

XI IPA 3 15 22 37

XI IPA 4 15 22 37

XI IPS 1 12 20 32

XI IPS 2 12 22 34

Total 87 127 214

Pengambilan populasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan: (1) populasi kelas XI berjumlah enam kelas (214) orang; (2) kelas XI menjadi kelas yang berada di bawah koordinasi kerja penulis; dan (3) pada umumnya siswa SMA kelas XI diduga berada pada masa remaja yang sedang mengalami proses kematangan karir, khususnya mereka berada pada taraf eksplorasi sehingga perlu diketahui aspirasi karirnya sehingga program yang dikembangkan berbasis pada kebutuhan nyata di lapangan.


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi dan analisis hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka penulis mengemukakan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum siswa kelas XI SMA Negeri 81 Jakarta memiliki tingkat kematangan karir sedang . Secara umum hal ini mengandung arti bahwa siswa belum dapat mencapai tahapan perkembangan sesuai dengan tuntutan tugas perkembangan karirnya dalam hal membuat perencanaan karir, melakukan eksplorasi karir, memiliki pengetahuan tentang membuat keputusan karir, memiliki pengetahuan/informasi dunia kerja serta pengetahuan tentang kelompok jabatan/pekerjaan yang disukai.

2. Dari seluruh indikator tugas-tugas perkembangan karir, indikator yang terlihat kematangan karirnya belum tinggi adalah aspek: perencanaan karir, ekslorasi karir serta pengetahuan tentang membuat keputusan karir. Artinya, siswa belum memahami perlunya membuat perencanaan karir, melakukan eksplorasi karir serta memiliki pengetahuan yang cukup untuk memutuskan pilihan karirnya di masa depan dengan tepat, sesuai dengan minat dan kemampuan. Dengan demikian siswa memerlukan layanan bimbingan karir dengan pengembangan program yang bersifat informatif agar siswa dapat memahami dan menggali potensi dirinya secara maksimal.

3. Program bimbingan karir yang dirancang sebagai program hipotetik berdasarkan profil pencapaian tugas-tugas perkembangan karir siswa, perlu


(40)

disusun suatu rumusan program sebagai upaya untuk membantu siswa dalam mencapai kematangan karir. Program ini meliputi landasan rasional, landasan empirik, visi dan misi sekolah, deskriptif kebutuhan, tujuan program, sasaran program, komponen program, rencana operasional, pengembangan tema, pelaksana parogram, waktu pelaksanaan, kelengkapan sarana, evaluasi dan tindak lanjut, pedoman pelaksanaan, anggaran yang diprediksi relevan untuk memfasilitasi pencapaian tugas-tugas perkembangan karir siswa SMAN 81 Jakarta.

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang diajukan berdasarkan hasil penelitian, ditujukan kepada pihak-pihak, yaitu (1) sekolah; (2) guru pembimbing dan (3) penelitian selanjutnya.

1. Bagi Sekolah

SMAN 81 Jakarta diharapkan mengimplementasikan program bimbingan karir sebagai upaya meningkatkan kematangan karir yang terintegrasi dalam program bimbingan dan konseling kepada seluruh siswa SMAN 81 Jakarta.

2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

a. Dengan profil pencapaian tugas-tugas perkembangan karir yang telah dijelaskan pada pembahasan, penting sekali guru pembimbing untuk


(41)

memberikan layanan bimbingan dan pengembangan kepada siswa agar lebih intensif dalam meningkatkan kematangan karirnya.

b. Guru pembimbing direkomendasikan untuk mengikuti pembekalan/ pelatihan tentang teori dan teknik konseling karir yang efektif dan disesuaikan dengan profil kematangan karir siswa di sekolah yang bersangkutan sehingga ilmu dan pengetahuannya dapat diterapkan di sekolah.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini masih terbatas, pada penggambaran program bimbingan karir berdasarkan kematangan karir siswa, sehingga belum diketahui seberapa efektif program bimbingan karir untuk meningkatkan kematangan karir siswa. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan penelitian yang serupa, tetapi lebih mendalam yaitu dengan menguji efektifitas program bimbingan karir yang dihasilkan pada penelitian ini, dengan metode yang dapat digunakan yaitu metode pre experimental, true experimental atau quasi experimental.


(42)

Arikunto, Suharsini (2004). Prosedur Penelitian: Suatu Tindakan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Arikunto, Suharsini. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bina Aksara. Brown, S.D. & Lent, R.W. (2005). Career Development and Counseling: Putting

Theoryand Research to Work. New York: Pearson. Buku Panduan Pendidikan SMA Negeri 81 Jakarta. (2011).

Cavanagh, M.E. (1982). The Counseling Experience a Theoretical and Practice Approach. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.

Colledge, Ray. (2002). Mastering Counseling Theory. New York: Palgrave Macmillan.

Crites, John O. (1981). Career Counseling: Models, Methods and Material. New York: McGraw-Hill Book Company.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: UPI.

---,(2008). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling

Dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: UPI.

Fatihaturosyidah. (2008). Program Bimbingan Karir Bagi Siswa SMK: Studi Deskriptif tentang Kematangan Karir Siswa SMK Negeri 2 Serang Dalam Upaya Pengembangan Program Bimbingan Karir untuk Mempersiapkan Siswa menuju Dunia Kerja. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Fitriani, Wanti. (2004). Peranan Teman Sebaya dan Guru Pembimbing Dalam Penguasaan Tugas-Tugas Perkembangan Karir Remaja. Skripsi PPB UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hayadin. (2006). Pengambilan Keputusan untuk Profesi pada Siswa Jenjang

Pendidikan Menengah (Survei pada SMA, MA dan SMK di DKI Jakarta).

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 59 (12), 383-394.

Havighurts,R.J. (1953). Development Task and Education. New York: David Mckay.

Herr,E.L; Crammer,S.H. (1979). Career Guidance and Counseling Through the Life Span. Toronto: Litle, brown & Company.


(43)

Ilfiandar. (1997). Kontribusi Konsep Diri Terhadap Kematangan Karir Siswa (Studi Deskriptif Terhadap Siswa Kelas 2 SMU Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 1996/1997. Skripsi PPB FIP IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan

Kualitatif). Jakarta: G.P. Press.

Jones, Iskan Richard Nelson. (1995). Counseling and Personality Theory and Practice. Australia: Allen & Unwin Pty Ltd.

Kidd, Jennifer,M. (2006). Understanding Career: Career Counseling-Theory, Research and Practice. London: SAGE Publications.

Leod, John Mc (2003). An Introduction To Counseling. London: Open University Press.

Mondy, R. Wayne. (2010). Human Resources Management. New Jersey:

Muslihuddin. (1996). Implementasi Model Bimbingan Ekologis dalam Layanan Bimbingan Karir di SMKN 12 Bandung. Tesis PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Manrihu,M.T. (1986). Studi Tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir Siswa SMA di Sulawesi Selatan. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

---,(1992). Pengantar dan Bimbingan Konseling Karir. Jakarta: Bumi Akasara.

Natawidjaja, Rochman. (1988). Pendekatan-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponogoro.

Nurlaelasari, Ida. (2009). Profil Tugas-Tugas Perkembangan Karir Sebagai Dasar Pengembangan Program Bimbingan Karir di SMA Plus Assalaam Bandung. Skripsi PPB UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Osipow, S.H. (1983). Theories of Career Development. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Patton, W. & Creed, P. (2003). Predicting two Components of career Maturity in School Based Adolescents. Journal of Career Development, 29 (4), 277-290. Rauf, Yunan. (2006). Program Bimbingan Karir untuk Mencapai Kematangan

Karir Siswa SMA: Dikembangkan berdasarkan Studi Deskriptif tentang Kematangan Karir Siswa dan Layanan Bimbingan Karir di Beberapa SMAN


(44)

Rice F.P. (1993). Adolescent Development, Relationship, and Culture 7th ed. Massachussetts: A Division of Simon & Schuster.

Santrock, J.W. (1995).Life-Span Development / Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Schmidt, J.J. (1999). Counseling in Schools Essential Services and

Comprehensive Program. USA: Allyn and Bacon.

Seligman,L. (1994). Developmental Career Counseling and Assessment. (2nd.ed). London: SAGE.

Semiawan, C.R. (1996). Pendidikan Tinggi Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat. Jakarta: Diknas, Ditjen Dikti.

Septiani, Dwi Kuntari. (2006). Kontribusi Pemberian Layanan Informasi Karir Oleh Guru Pembimbing terhadap Pengambilan Keputusan Karir Siswa Kelas IX SMA PGII 1 Bandung. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan. Sharf, Richard S. (1992). Applying Career Development Theory to Counseling.

California: Thomson Broke/Cole Publishing Company.

Suarni dan Sulastri. (2002). Profil Kematangan Pilihan Karir Remaja di Bali. Laporan Penelitian Dosen Muda. IKIP N Singaraja: tidak diterbitkan. Sucipto (online). Tersedia di http://www.umk.ac.id.

Suhartono. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, Uman dan Sudrajat, Dadang. (1998). Evaluasi dan Pengembangan

Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Publikasi Jurusan PPB FIP

IKIP Bandung.

Suherman, Uman. (2008). Konseling Karir Sepanjang Rentang Kehidupan, Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

---,(2008). Konsep & Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Bandung: Madani Production.

Suherman, Uman. (2009). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi Press.


(45)

Sunarto dan Agung Hartono. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta.

Super, D.E. (1984). The Psychology of Career, An Introduction to Vocational Development. New York: Harper.

Super, D.E. (1995). The Dimensions and Measurment of Vocational Mauturity. Teachers College Record, 57,151-163.

Super, D.E; Savickas, M.L., & Super, C.M. (1996). The Life Span, Life Space Approach to Careers. In D. Brown & L. Brooks (Eds.), Career Choice and Development (3rd.ed) (pp.121-178). San Fransisco: Jossey-Bass.

Supriatna, M. (2009). Layanan Bimbingan Karir di Sekolah Menengah. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia. Supriati. (2008). Pengembangan Program Bimbingan Karir untuk Mencapai

Kematangan Karir Siswa. Studi Deskriptif Terhadap Siswa SMAN 3 Rangkasbitung. Tesis PPB Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suryani, Ira Kartika. (2010). Program Bimbingan Karir untuk Meningkatkan Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Studi Deskriptif Terhadap Siswa Kelas XI SMK Nasional Depok Tahun Ajaran 2009/2010. Tesis PPB Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Supriatna, Mamat. (2004). Konseling Kelompok: Wawasan Konsep, teori dan Aplikasi Dalam Rentang Sepanjang Hayat. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP UPI.

Supriatna, Mamat. (2009). Layanan Bimbingan Karir di Sekolah Menengah. Bandung: Depdiknas dan UPI.

Supriatna, Mamat. (2010). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Surya, Mohamad. (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro.

Syaodih, Nana dkk. (2003). Materi Bimbingan dan Konseling. Bandung : Mutiara. ---,(2008). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Remaja Rosdakarya Triaji, Muslim. (2006). Program Bimbingan Karir untuk Meningkatkan Kecukupan Hidup Siswa. Tesis PPB Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(46)

Universitas Pendidikan Nasional. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Yusuf, Syamsu. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

---.(2009). Program Bimbingan & Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Yusuf, Samsu dan Nurihsan, Juntika. (2008). Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: Program Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.

Winkel, WS, Sri Hastuti. (2007). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.


(1)

141

memberikan layanan bimbingan dan pengembangan kepada siswa agar lebih intensif dalam meningkatkan kematangan karirnya.

b. Guru pembimbing direkomendasikan untuk mengikuti pembekalan/ pelatihan tentang teori dan teknik konseling karir yang efektif dan disesuaikan dengan profil kematangan karir siswa di sekolah yang bersangkutan sehingga ilmu dan pengetahuannya dapat diterapkan di sekolah.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini masih terbatas, pada penggambaran program bimbingan karir berdasarkan kematangan karir siswa, sehingga belum diketahui seberapa efektif program bimbingan karir untuk meningkatkan kematangan karir siswa. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan penelitian yang serupa, tetapi lebih mendalam yaitu dengan menguji efektifitas program bimbingan karir yang dihasilkan pada penelitian ini, dengan metode yang dapat digunakan yaitu metode pre experimental, true experimental atau quasi experimental.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini (2004). Prosedur Penelitian: Suatu Tindakan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Arikunto, Suharsini. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bina Aksara. Brown, S.D. & Lent, R.W. (2005). Career Development and Counseling: Putting

Theory and Research to Work. New York: Pearson. Buku Panduan Pendidikan SMA Negeri 81 Jakarta. (2011).

Cavanagh, M.E. (1982). The Counseling Experience a Theoretical and Practice Approach. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.

Colledge, Ray. (2002). Mastering Counseling Theory. New York: Palgrave Macmillan.

Crites, John O. (1981). Career Counseling: Models, Methods and Material. New York: McGraw-Hill Book Company.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: UPI.

---,(2008). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: UPI.

Fatihaturosyidah. (2008). Program Bimbingan Karir Bagi Siswa SMK: Studi Deskriptif tentang Kematangan Karir Siswa SMK Negeri 2 Serang Dalam Upaya Pengembangan Program Bimbingan Karir untuk Mempersiapkan Siswa menuju Dunia Kerja. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Fitriani, Wanti. (2004). Peranan Teman Sebaya dan Guru Pembimbing Dalam Penguasaan Tugas-Tugas Perkembangan Karir Remaja. Skripsi PPB UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hayadin. (2006). Pengambilan Keputusan untuk Profesi pada Siswa Jenjang Pendidikan Menengah (Survei pada SMA, MA dan SMK di DKI Jakarta). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 59 (12), 383-394.

Havighurts,R.J. (1953). Development Task and Education. New York: David Mckay.

Herr,E.L; Crammer,S.H. (1979). Career Guidance and Counseling Through the Life Span. Toronto: Litle, brown & Company.


(3)

Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan (terjemahan). Jakarta: Erlangga. Ilfiandar. (1997). Kontribusi Konsep Diri Terhadap Kematangan Karir Siswa

(Studi Deskriptif Terhadap Siswa Kelas 2 SMU Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 1996/1997. Skripsi PPB FIP IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan

Kualitatif). Jakarta: G.P. Press.

Jones, Iskan Richard Nelson. (1995). Counseling and Personality Theory and Practice. Australia: Allen & Unwin Pty Ltd.

Kidd, Jennifer,M. (2006). Understanding Career: Career Counseling-Theory, Research and Practice. London: SAGE Publications.

Leod, John Mc (2003). An Introduction To Counseling. London: Open University Press.

Mondy, R. Wayne. (2010). Human Resources Management. New Jersey:

Muslihuddin. (1996). Implementasi Model Bimbingan Ekologis dalam Layanan Bimbingan Karir di SMKN 12 Bandung. Tesis PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Manrihu,M.T. (1986). Studi Tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir Siswa SMA di Sulawesi Selatan. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

---,(1992). Pengantar dan Bimbingan Konseling Karir. Jakarta: Bumi Akasara.

Natawidjaja, Rochman. (1988). Pendekatan-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponogoro.

Nurlaelasari, Ida. (2009). Profil Tugas-Tugas Perkembangan Karir Sebagai Dasar Pengembangan Program Bimbingan Karir di SMA Plus Assalaam Bandung. Skripsi PPB UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Osipow, S.H. (1983). Theories of Career Development. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Patton, W. & Creed, P. (2003). Predicting two Components of career Maturity in School Based Adolescents. Journal of Career Development, 29 (4), 277-290. Rauf, Yunan. (2006). Program Bimbingan Karir untuk Mencapai Kematangan

Karir Siswa SMA: Dikembangkan berdasarkan Studi Deskriptif tentang Kematangan Karir Siswa dan Layanan Bimbingan Karir di Beberapa SMAN


(4)

Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Tesis PPB Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rice F.P. (1993). Adolescent Development, Relationship, and Culture 7th ed. Massachussetts: A Division of Simon & Schuster.

Santrock, J.W. (1995).Life-Span Development / Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Schmidt, J.J. (1999). Counseling in Schools Essential Services and Comprehensive Program. USA: Allyn and Bacon.

Seligman,L. (1994). Developmental Career Counseling and Assessment. (2nd.ed). London: SAGE.

Semiawan, C.R. (1996). Pendidikan Tinggi Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat. Jakarta: Diknas, Ditjen Dikti.

Septiani, Dwi Kuntari. (2006). Kontribusi Pemberian Layanan Informasi Karir Oleh Guru Pembimbing terhadap Pengambilan Keputusan Karir Siswa Kelas IX SMA PGII 1 Bandung. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan. Sharf, Richard S. (1992). Applying Career Development Theory to Counseling.

California: Thomson Broke/Cole Publishing Company.

Suarni dan Sulastri. (2002). Profil Kematangan Pilihan Karir Remaja di Bali. Laporan Penelitian Dosen Muda. IKIP N Singaraja: tidak diterbitkan. Sucipto (online). Tersedia di http://www.umk.ac.id.

Suhartono. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, Uman dan Sudrajat, Dadang. (1998). Evaluasi dan Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Publikasi Jurusan PPB FIP IKIP Bandung.

Suherman, Uman. (2008). Konseling Karir Sepanjang Rentang Kehidupan, Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

---,(2008). Konsep & Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Bandung: Madani Production.

Suherman, Uman. (2009). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi Press.


(5)

Sukardi, Dewa Ketut. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sunarto dan Agung Hartono. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta.

Super, D.E. (1984). The Psychology of Career, An Introduction to Vocational Development. New York: Harper.

Super, D.E. (1995). The Dimensions and Measurment of Vocational Mauturity. Teachers College Record, 57,151-163.

Super, D.E; Savickas, M.L., & Super, C.M. (1996). The Life Span, Life Space Approach to Careers. In D. Brown & L. Brooks (Eds.), Career Choice and Development (3rd.ed) (pp.121-178). San Fransisco: Jossey-Bass.

Supriatna, M. (2009). Layanan Bimbingan Karir di Sekolah Menengah. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia. Supriati. (2008). Pengembangan Program Bimbingan Karir untuk Mencapai

Kematangan Karir Siswa. Studi Deskriptif Terhadap Siswa SMAN 3 Rangkasbitung. Tesis PPB Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suryani, Ira Kartika. (2010). Program Bimbingan Karir untuk Meningkatkan Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Studi Deskriptif Terhadap Siswa Kelas XI SMK Nasional Depok Tahun Ajaran 2009/2010. Tesis PPB Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Supriatna, Mamat. (2004). Konseling Kelompok: Wawasan Konsep, teori dan Aplikasi Dalam Rentang Sepanjang Hayat. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP UPI.

Supriatna, Mamat. (2009). Layanan Bimbingan Karir di Sekolah Menengah. Bandung: Depdiknas dan UPI.

Supriatna, Mamat. (2010). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Surya, Mohamad. (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro.

Syaodih, Nana dkk. (2003). Materi Bimbingan dan Konseling. Bandung : Mutiara. ---,(2008). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Remaja Rosdakarya Triaji, Muslim. (2006). Program Bimbingan Karir untuk Meningkatkan Kecukupan Hidup Siswa. Tesis PPB Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomer 20 Tahun 2003. Universitas Pendidikan Nasional. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.

Bandung: UPI.

Yusuf, Syamsu. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

---.(2009). Program Bimbingan & Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Yusuf, Samsu dan Nurihsan, Juntika. (2008). Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: Program Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.

Winkel, WS, Sri Hastuti. (2007). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.