STRATEGI COPING PADA GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL : Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung.

(1)

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Nomor Skripsi: 336/Skripsi/Psi-FIP/UPI/06.2013

STRATEGI COPING PADA GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL

(Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

Oleh

Agus Waluyo 0704662

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

STRATEGI COPING PADA GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL

(Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Oleh Agus Waluyo

0704662

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Agus Waluyo 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)


(4)

STRATEGI COPING PADA GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL

(Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Oleh Agus Waluyo

0704662

Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK

Gay diartikan sebagai pria yang minat seksualnya mencakup atau hanya terbatas pada sesama pria. Gay akan mengalami peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan karena keberadaannya tidak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak karena perilaku seksualnya bertentangan dengan nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Akibat dari kondisi ini dapat menimbulkan stres dan menuntut gay secara individu memiliki kemampuan untuk menangani masalahnya yang disebut dengan strategi coping. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana strategi coping yang cenderung digunakan gay dalam penyesuaian sosialnya baik di lingkungan keluarga, tempat kerja, dan masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Penentuan subjek penelitian menggunakan teknik purposive sampling dengan karakteristiknya sebagai berikut : pria yang minat seksualnya terhadap pria (gay), gay yang sudah coming out (secara terbuka menyatakan dirinya gay), dan pria gay yang ada dalam rentang usia dewasa muda. Dalam penelitian ini, subjek penelitian berjumlah dua orang berinisial DG dan N. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi. Data divalidasi dengan teknik triangulasi, comprehensive data treatment, member check, dan constant comparative method. Hasil penelitian ini menunjukkan gay menggunakan strategi coping yang berbeda-beda dalam penyesuaian sosial. Ada gay yang menggunakan strategi coping yang berpusat pada pemecahan masalah dan ada juga gay yang menggunakan strategi coping yang berpusat pada emosi. Dalam penyesuaian sosial, N cenderung menggunakan strategi coping yang berpusat pada pemecahan masalah sedangkan DG cenderung berpusat pada emosi. Hal ini bisa dilihat di lingkungan keluarga N cenderung menggunakan strategi coping yang berpusat pada pemecahan masalah sedangkan DG cenderung menggunakan kedua bentuk dari strategi coping. Selanjutnya di lingkungan tempat kerja, N cenderung menggunakan kedua bentuk dari strategi coping sedangkan DG cenderung menggunakan strategi coping yang berpusat pada emosi. Selanjutnya lingkungan masyarakat, N dan DG menggunakan kedua bentuk strategi coping untuk mengatasi masalah gaynya ini. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan juga dapat mengkaji strategi coping pada gay ditinjau dari kepribadiannya, sehingga hasil dari penelitian lebih kaya dan diperoleh pemaparan mengenai kecenderungan coping yang digunakan gay dalam penyesuaian sosial.


(5)

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Coping Strategies of Gay on Social Adjusment

(A Case Study Towards Two Gay Male in Young Adult Age at Bandung City)

Agus Waluyo1 Sunardi2 Sri Maslihah3

Abstract

The term gay is referred for a man who has a sexual interest towards other man only. Gay people mostly will experienced some unpleasant life events because they will not get supported by various parties regarding their sexual preferences. Which in society, it prevails values and social norms. As the result of these conditions, stress will demand their own individual can handle problems, this ability called coping strategies. The aim of this research is to identify and understand, about coping strategies that gay people tends to used for their social adjustment in family, workplace, and society. This research used qualitative method with case study design. To determine subject, this research used purposive sampling with characteristics condition : Male person who has sexual interest in other male (gay), male person who is coming out (openly declare himself as gay), and male person in their young adult age. Subjects in this research were two gay males with initial as DG and N. Data was collected by using in-depth interviews and observation. It was validated by triangulation technique, comprehensive data’s treatment, member check, and constant comparative’s method. The result of this research is that the two subjects used different coping strategies for their social adjustment. There is gay who use problem focused coping strategy and there is also gay who use emotion focused coping strategy. In their social adjustment, N tends to use problem focused coping strategy while DG tends to emotion focused coping strategy. In their family, N tends to use problem focused coping strategy while DG tends to use both forms of coping strategies. Whereas in their workplace environment, N tends to use both forms of coping strategies while DG tends to use emotion focused coping strategy. Furthermore, in society N and DG is use both forms of coping strategies to overcome their gay sexual interest problem. For further research, it is expected to assess coping strategies of gay judging by their personality, so the results of the research is expected to give richer information and will obtain clear explanation about coping strategies that gay people tend to use in their social adjustment.

Key Words: coping strategies, gay, social adjusment.

1

Student of Psychology Departement, Faculty of Education, Indonesia University of Education. 2

Faculty of Education, Indonesia University of Education. 3


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Penelitian ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Strategi Coping ... 13

1. Definisi Strategi Coping ... 13

2. Bentuk-bentuk Strategi Coping... 14

3. Proses Penilaian Kognitif (Cognitive Appraisal) ... 16

4. Sumber-sumber Strategi Coping ... 17

5. Faktor Penghambat Strategi Coping ... 19

B. Homoseksual ... 19

1. Definisi Homoseksual ... 21

2. Penyebab Homoseksual ... 21

3. Macam-macam Homoseksual ... 24

4. Hak-hak Homoseksual yang Dilanggar ... 26

5. Homoseksualitas dalam Masyarakat Indonesia ... 26

C. Penyesuaian Sosial ... 28


(7)

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2. Penyesuaian Sosial di Rumah, Tempat Kerja, dan Masyarakat .... 30

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial ... 31

4. Penyesuaian Diri yang Normal ... 32

D. Perkembangan Psikoseksual ... 34

E. Gender ... 36

F. Hasil Penelitian Sebelumnya ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 40

B. Definisi Operasional ... 40

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 43

D. Teknik Pengambilan Data ... 43

E. Analisis Data ... 44

F. Keabsahan Data... 46

G. Proses penelitian ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49

1. Subjek DG ... 49

a. Identitas DG ... 49

b. Status Praesens DG ... 49

c. Display Data Penelitian DG ... 49

d. Riwayat Hidup DG ... 50

e. Strategi dalam Penyesuaian Sosial ... 57

1) Lingkungan Rumah (Keluarga) ... 57

2) Lingkungan Tempat Kerja ... 60

3) Lingkungan Masyarakat ... 63

f. Kesimpulan Strategi Coping pada DG dalam Penyesuaian Sosial ... 66

2. Subjek N... 68


(8)

b. Status Praesens N ... 68

c. Display Data Penelitian N ... 68

d. Riwayat Hidup N ... 70

e. Strategi dalam Penyesuaian Sosial ... 77

1) Lingkungan Rumah (Keluarga) ... 77

2) Lingkungan Tempat Kerja ... 79

3) Lingkungan Masyarakat ... 81

f. Kesimpulan Strategi Coping pada N dalam Penyesuaian Sosial ... 83

B. Pembahasan Penelitian ... 85

1. Lingkungan Rumah (Keluarga) ... 86

2. Lingkungan Tempat Kerja ... 88

3. Lingkungan Masyarakat... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Administrasi

1. Surat Pengangkatan Pembimbing Penyusunan Skripsi/Karya Ilmiah 2. Surat Permohonan Ijin Mengadakan Penelitian

3. Surat Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian 4. Kartu Bimbingan

B. Pedoman Wawancara C. Hasil Observasi D. Verbatim Wawancara E. Display Data


(9)

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Komponen-komponen Analisis data: Model Interaktif


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah” (Q.S. Adz-Dzaariyat: 49). Berdasarkan firman Allah ini, manusia diciptakan berpasang-pasangan yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Q.S. Al Hujuraat: 13). Selanjutnya, menurut Soekanto (1982) manusia baik jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan adalah makhluk sosial yang tidak akan dapat hidup tanpa adanya kehadiran individu lain. Hal ini dikarenakannyamanusiamemilikidua keinginan pokok yang sudah ada semenjak dilahirkan, yaitu keinginan manusia untuk bisa menjadi satu dengan manusia lain yang ada di sekelilingnya dalam hal ini masyarakat dan keinginan manusia untuk menjadi satu dengan suasana alam yang berada di sekitar tempat tinggalnya itu.

Dalam hidup bersama antara manusia dan lingkungan tersebut, manusia akan saling berhubungan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Basrowi, 2005). Melaluihubungannyaini,manusiamenyampaikanmaksuddantujuannya masing-masing dalam lingkungan dengan wujud tindakan melalui hubungan timbal balik yang disebut interaksi. Jadi, manusia memerlukan hubungan dengan lingkungan untuk menggiatkan dan memberikan sesuatu yang ia perlukan (Gerungan, 2004).

Menurut Basrowi (2005) hubungan sosial di antara manusia dengan manusia lainnya ini berupa hubungan kerja sama (cooperation), persaingan (competition), penyesuaian diri (accomodation), dan pertentangan atau pertikaian (conflict). Di samping hubungan sosial biasa, diantara laki-laki dan perempuan itu bisa terjadi hubungankhususyangsifatnyaerotis,yangbiasadisebutnyasebagairelasi seksual (Kartono, 1989). Hubungan seksual antara dua jenis kelamin yang berlainan sifat danjenisnya(antaralaki-lakidanperempuan)disebutdenganrelasi heteroseksual. Horton dan Hunt (1984) menyatakan kebanyakan pria hidup dengan wanita dan kebanyakan wanita hidup dengan pria hampir sepanjang tahun. Namun, tidak


(11)

2

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dapat dipungkiri dalam kehidupan seksual pada setiap kebudayaan selalu terdapat kelompok ataupun individu yang menganut orientasi seksualnya berbeda dengan dominan lainnya (Kadir, 2007). Menurut Solihin (2002), dalam masyarakat yang ada di sekitar kita juga, dapat ditemui seseorang yang tertarik secara seksual pada oranglaindenganjeniskelaminnyasama.Kecenderunganorientasiseksual sejenis ini lazimnya oleh orang kebanyakan disebut dengan homoseksual (Hyde, 1979).

Homoseksual menurut Ford (Horton dan Hunt, 1984: 151) diterapkan untuk individu yang mempunyai pilihan perangsangnya yang kuat hanya pada pasangan seksual dari jenis kelamin yang sama. Selain itu, homoseksual diartikan sebagai individu yang minat seksualnya mencakup atau hanya terbatas pada sesama jenis saja (Davison, Neale, dan Kring, 2006). Hal ini juga sejalan dengan pendapatnya Masters, Johnson, dan Kolodny (1992) yang menyatakannya bahwa homoseksual adalah individu yang memiliki daya tarik seksualnya ini hanya dengan individu-individu dari jenis kelamin yang sama. Selanjutnya Hyde (1979) menjelaskannya bahwa homoseksual telah dibagi menjadi dua macam. Menurut Oetomo (2003), pembagian tersebut yaitu pria yang memiliki orientasi seksual pada sesama pria atau yang biasa disebut dengan gay dan wanita yang memiliki orientasi seksual pada sesama wanita atau yang biasa disebut dengan lesbian. Lebih lanjut Kinsey juga menyusun skala untuk menggambarkan pengalaman seksual menjadi tujuh tingkatan, yaitu heteroseksual eksklusif, heteroseksual predominan;homoseksual kadang, heteroseksual predominan; homoseksualnya lebih dari kadang-kadang, heteroseksual dan homoseksualnya seimbang, homoseksual predominan; heteroseksual lebih dari kadang-kadang, homoseksual predominan;heteroseksual kadang-kadangdanhomoseksualeksklusif(Masters,Johnson,danKolodny,1992).

Homoseksual ini telah eksis sejak awal sejarah manusia, tepatnya masa Nabi Luthyangdiutusnyauntuk kaum Sodom. Allah SWT berfirman “Dan (Kami telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu


(12)

3

mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu adalah kaum yang melampaui batas” (Q.S. Al-A’raf: 80-81). Menurut Henslin (2006), dewasa ini norma perilaku seks di sekeliling dunia sedemikian beraneka ragamnya sehingga sesuatu yang dianggap normal di suatu masyarakatdapatdianggapmenyimpangdalammasyarakatlainnya. Homoseksual ini merupakan sebuah obyek yang sering hadir mulai dari berbagai rubrik-rubrik yang dianggap menyimpang seperti konsultasi psikologi, hingga perbincangan di warung kopi (Kadir, 2007). Davison, Neale, dan Kring (2006) juga menyatakan bahwa hingga tahun 1973, American Psychiatric Association telah mendaftarkan homoseksual, hasrat, atau aktivitas seksual yang ditujukan pada sesama jenis ke dalam DSM sebagai salah satu bentuk penyimpangan seksual. Pada tahun 1973, komite taksonomi American Psychiatric Association ini berada di bawah tekanan dari banyak profesional dan berbagai kelompok dari aktivitas homoseksual yang merekomendasikan kepada anggota asosiasi psikiatrik untuk menghapuskannya kategori homoseksual adalah “sakit” atau penyesuaian yang buruk (Hyde, 1979). Santrock (2002) menyatakan American Psychiatric Association mengakui bahwa homoseksual bukanlah sebuah bentuk penyakit mental dan akan menghilangkan klasifikasi yang memasukkan homoseksual sebagai sebuah penyimpangan seks. Selanjutnya, American Psychiatric Association memilih homoseksual agar tidak dicantumkan lagi dalam perumusan DSM-IV-TR dan akhirnya homoseksual pun tidakdianggaplagisebagaigangguankejiwaan(Davison,Neale,danKring, 2006). Meskipun homoseksual tidak lagi dicantumkan sebagai gangguan kejiwaan, namun masih banyak perdebatan yang timbul di kalangan masyarakat (Davison, Neale, dan Kring, 2006). Menurut Kadir (2007), perdebatan ini dikarenakan ada perbedaan penerimaan masyarakat berkaitan dengan keberadaannya homoseksual yang tidak sama di setiap negara atau latar belakang kebudayaan. Di Indonesia, homoseksual juga menjadi masalah dalam kehidupan seksual yang lebih terbuka dibandingkan waktu yang lalu (Sadarjoen, 2005). Berdasarkan liputan tim KicK Andy (Koespradono, 2008) masyarakat menilai homoseksual ini dengan berbagai


(13)

4

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

reaksi, seperti tidak tegas, bisa memahami, bahkan melihat homoseksual sebagai aib. Lebih lanjut Matsumoto (2008) menyatakan bahwa beberapa kalangan dalam budaya Indonesia memandang homoseksual sebagai hal abnormal. Homoseksual dianggap oleh masyarakat dominan sebagai orientasi seks yang keluar dari jalur cara hidup (Kadir, 2007). Boellstorff (2006) menyatakan seperti negara lainnya, Indonesia menganggap bahwa arketipe keluarga intinya (suami, isteri, anak, dan kepalakeluargadipegangayahnya)dijadikan model negara-bangsa. Homoseksual jugadianggapbagiandarikegagalanindividudalammenyesuaikandirinya dengan identitas gender (feminin-maskulin) dan seksual (laki-laki-perempuan) yang telah terstruktur jelas di Indonesia. Kegagalan ini menjadikannya acuan untuk menolak homoseksual sebagai “warga negara yang baik dan juga normal” (Kadir, 2007).

Perdebatan terhadap homoseksual baik gay maupun lesbian ini membuahkan sikap negatif dari lingkungan sosialnya. Sikap negatif yang ditujukan masyarakat terhadap homoseksual ini kebanyakan mengalami diskriminasi dan penganiayaan (Friedman dan Schustack, 2008). Marching (2007) menyatakan homoseksual ini dianggap masyarakat sangat merugikan spesiesnya manusia dengan alasan untuk mempertahankan hidup dan juga keturunannya, manusia harus berkembang biak. Keadaan seperti ini juga membuat homoseksual menjadi bentuk “pengkhianatan” karena tidak mendukung keselamatan dan kesejahteraan dari kehidupan manusia. Selanjutnya, survey yang dilakukan oleh Mulyani dkk., (2009) yang hasilnya menyebutkan bahwa 78 % mahasiswa IPB menolak keberadaan kaum gay karena dipandang sebagai perilaku yang berdosa, menjijikkan, dan tidak sesuai nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Sebagian kecil yaitu sebesar 17 % mahasiswa IPB menyatakan sikap netral terhadap keberadaan kaum gay, dan 5 % merupakan golongan yang ragu-ragu karena memiliki pemahaman yang lemah terhadap gay sehingga mudah untuk terprovokasi agar bisa menerima komunitas gay tersebut. Lebih lanjut dari sekitar 202 negara di dunia, homoseksual dianggap ilegal di 74 negara dan 53 negara diantaranya dengan mayoritas penduduk beragama Islam, negara komunis, dan bekas kolonial Inggris. Hanya ada sekitar enam negara yang


(14)

5

memiliki UU perlindungan terhadap kaum homoseksual dari diskriminasi (Kadir, 2007). Selain itu, menurut Berger dan Kelly (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009) diskriminasi yang ditujukannya pada homoseksual berupa ketegangan hubungan dengan pihak keluarga, diskriminasi di institusi perawatan, kurangnya dukungan layanan sosial dan kesehatan, kebijakan institusi masyarakat yang tidak sensitif, dan ketika pasangan sakit atau meninggal, berhadapan dengan penyedia layanan kesehatan, pengurusan pemakaman, dan warisan. Lebih lanjut, diskriminasi yang dilakukan terhadap homoseksual adalah di bidang pekerjaan, seperti akan di PHK dari organisasi militer jika orientasi seksual gaynya diketahui (Rogelberg, 2007).

Diskriminasi pada homoseksual lebih banyak ditujukan kepada gay daripada lesbian (Hyde, 1979). Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, gay lebih terbuka untuk mengungkapkan orientasi seksualnya daripada lesbian yang masih sangat tertutup (Oetomo, 2003). Menjadi gay ini bagi mereka merupakanhalyangmencemaskannya.Dataawaldariwawancarasecara informal yang dilakukan pada bulan November tahun 2011 diketahui beberapa gay merasa memiliki “keanehan” dalam dirinya karena merasa berbeda dari pria kebanyakan. Sementaraituadajugayangmerasakansebaliknya,yangmenikmatikeadaan yang dialaminya. Dalam sebuah buku, peneliti menemukan sebuah catatan yang dapat menggambarkanperasaangay terhadap apa yang dialaminya.Berikut kutipannya:

“Awalnya aku heran, mengapa saat melihat seorang wanita setengah

telanjang aku sedikitpun tidak tertarik, namun ketika melihat seorang pria mandi telanjang aku terangsang. Aku berontak, siapakah aku sebenarnya? Padahal tidak ada sesuatu yang memberikan tekanan dalam keluargaku. Ibuku dan ayahku semuanya baik terhadapku. Dalam fisikku tidak ada kelainan, dari luar aku kelihatan sebagai laki-laki sejati, ganteng, dan gagah. Ibu dan ayahku bangga memiliki anak sepertiku. Namun mental atau jiwaku ada panggilan yang tidak normal. Jiwaku seperti wanita yang tertarik pada pria padahal fisikku sesungguhnya laki-laki. (Al-Ghifari, 2004 : 154)”

MenurutHoffman(Hyde,1979)kebanyakannyaorang-orangtidak menyadari bahwa homoseksual ini ada di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Mereka ada


(15)

6

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

di dalam keluarga. Mereka bisa menjadi seorang dokter, menteri, teman, suami, istri,atauapa pun itu.Orang-orangtidakakansuka berpikirtentanghalini, namun hal itu memang ada. Ada banyak homoseksual, sekelompok orang, dan faktanya jumlahnya menjadi jutaan, dan akhirnya mereka berinteraksi dengan masyarakat.

Data yang menunjukkan eksistensi keberadaan homoseksual di Indonesia ini, menurut Oetomo (1991), pada 1 Maret 1982 telah didirikan paguyuban Lambda Indonesia, yaitu paguyuban yang menyediakan media massa khusus lesbian atau

gay dengan buletinnya “G: Gaya Hidup Ceria”. Awal tahun 1985, di Yogyakarta

muncul paguyuban Persaudaraan Gay Yogyakarta dengan diterbitkannya “jaka”.

Semenjak tahun 1988, PGY bubar dan digantikan dengan nama Indonesian Gay Society (IGS). Pada November 1987, muncul Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara(KKLGN)denganmenerbitkannyabuku seri Gaya Nusantara. Menurut Kompas Cyber Media (Adesla, 2009), dari data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria Indonesia ini terlibat pengalaman homoseksual dan sebagian dalam jumlah yang besar masih terus melakukannya. Hasil survei YPKN, menunjukkan bahwa ada 4.000 hingga 5.000 penyuka sesama jenis di Jakarta sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo. Lebih lanjut Oetomo memperkirakan secara nasional jumlahnya mencapai 1 % dari total penduduk Indonesia (Gunadi dkk, 2003), sedangkan homoseksual eksklusif sekitar 2 % dari seluruh populasi yang telah ada (Ronosulistyo, 2005).

Dari jumlah yang disebutkan di atas, tidak semua gay secara terbuka berani untuk menyatakan bahwa dirinya ini adalah seorang gay (Adesla, 2009). Basrowi (2005) menyatakan bahwa dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, bila seorang individu ingin diterima dalam suatu lingkungan masyarakat maka harus bertingkah laku berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya tersebut. Keberadaannya kaum gay di tengah masyarakatnya dan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya yang senantiasadihadapkannyapada nilai-nilai dannorma-normasosialyang berlaku di masyarakat Indonesia membuat gay dikucilkan, dihukum, dan juga dilarang keras


(16)

7

karena dianggap menyimpang dari nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada. Adanya sikap-sikap yang negatif dari masyarakat tersebut membuat gay memiliki tantangan yang berat dalam proses penyesuaian sosialnya. Schneiders (1964:460) mendefinisikan bahwa penyesuaian sosial adalah suatu kapasitas untuk bereaksi secara adekuat terhadap kenyataan sosial, situasi sosial, serta hubungan sosialnya.

Menjalani kehidupan sebagai gay memiliki tantangan yang sangat berat dan pada akhirnya membuat dilema yang luar biasa, disatu sisi keinginan kuat untuk mengeksplorasi diri dan berdiri diatas kejujuran diri sendiri ini terasa ingin untuk dimiliki, tetapi disisi yang lain bayangan menakutkan seperti akan ditinggalkan orang-orang terkasih, dijauhi oleh sanak kerabat bahkan hingga kemungkinannya kehilangan pekerjaan seringkali menghantui dan memaksa dirinya untuk menjadi manusia dengan dua sisi yang salah satu sisinya ini dalam keadaan tersembunyi. Kaum gay tersebut akan lebih memilih untuk bisa menutupi identitasnya mereka sebagaiseoranggaydengantampilselayaknyakaumheteroseksual(Adesla,2009). Namun juga, ada diantara mereka yang sukses menyatakan dirinya sebagai gay.

Selain Oetomo, seorang “presiden” gay Indonesia sekaligus “pentolan” Yayasan

Gaya Nusantara yang pernah menjabat sebagai anggota Asia/Pacific Council of AIDS Service Organizations, terdapat juga aktor dari Indonesia bernama Jupiter Fourtissimo Jansen Talloga yang membuat pengakuan dalam acara Silet bertajuk LGBTI, yang telah ditayangkannya pada tanggal 24 Januari 2008 (Ariyanto dan Triawan, 2008). Selanjutnya perancang busana terkenal Samuel Wattimena yang membuat pengakuan sebagai gay di kompas edisi 18 Maret 2001 (Ilham, 2002).

Individu dalam hal ini gay, akan mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan dengan kenyataan yang ada, baik di dalam maupun di luar dirinya (Anoraga, 2005). Gay yang menutupi identitasnya dengan tampil selayaknya heteroseksual ini akan menimbulkan konflik yang menyebabkan gay menjadi stres. Seorang gay menceritakan kisahnya yang sedih dan juga bingung.

”saya sering kali sedih dan bingung, apakah saya harus mengatakan kondisi saya yag sejujurnya kepada ibu saya? dan saya tau, hal itu akan


(17)

8

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

membuat ibu sangat hancur, atau saya harus berpura untuk menjadi laki2 normal, dan satu sisi lainya, saya juga memikirkan masa depan saya, bagaimana kelak jika saya tua. apakah akan terus seperti ini. saya benar2 bingung, harus bagaimana.” (Anonim, 2011)

Situasi dari lingkungan yang menyebabkan timbulnya tuntutan tertentu yang dinilaimelebihikemampuanindividu iniakanmenimbulkan stres.Cannon (Alloy, 2004) menggambarkan stres sebagai suatu stimulus yang terdiri dari permintaan lingkungan yang mengarah kepada respon secara fisik. Stres memiliki ciri identik dengan perilaku dalam beradaptasi dengan lingkungannya dimana lingkungannya ini bisa berupa hal yang ada di dalam maupun luar diri (Wiramihardja, 2007: 44). Selain konflik yang dialami, tekanan psikologis terhadap kondisi yang tidak menyenangkan, seperti sikap negatif dari masyarakat yang dinilai melebihi batas kemampuan yang dimiliki oleh gay untuk merespon dapat membuat gay menjadi tidak nyaman atau tertekan terhadap tuntutan yang dihadapinya ini. Permusuhan dan ketakutan dari individu terhadap gay disebut homophobia (Masters, Johnson, dan Kolodny, 1992). Seorang gay (Keogh, 2001) mengatakan homophobia dapat menyebabkan stres yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental dirinya. Selainituhomophobiajuga mempengaruhibagaimana gay menilai dirinya sendiri yang berujungpada minum-minuman,menggunakan narkoba,merokok, dan seks. Menurut Keogh (2001), homophobia merujuk pada pemikiran dimana orang membangun self image negatif akan dirinya sendiri akibat perlakuan orang lain terhadap seksualitas diri saat bersosialisasi. Perlakuan tidak menyenangkan dari masyarakat seperti memberlakukannya stereotipe tertentu, memberikannya label negatif tertentu, memaksakan nilai-nilai, sikap, atau tindakan tertentu serta faktor diskriminasi dalam beberapa hal seperti hukum dan aturan tertentu membuat gay mempunyai citra diri yang negatif. Bahkan menurut Brinkmann (2004), individu yangmengidentifikasidirinya sebagai gay inisangat rentanmelakukanbunuh diri. Pernyataan ini ditegaskan juga oleh dua penelitian yang dilakukan oleh American Medical Association Archives of General Psychiatry (Brinkmann, 2004) ini pada


(18)

9

Oktober 1999 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara gay dengan perilaku bunuh diri, demikian juga gangguan mental dan emosi lainnya.

Faktayangmengungkapkannyabahwa gaymengalamikonflik dan ditolaknya keberadaan gay serta adanya resiko yang dihadapi gay yang rentan menimbulkan stres membuat gay secara individu harus memiliki kemampuan untuk menangani permasalahannya dengan melakukan usaha untuk mengurangi situasi penuh stres. Merespon situasi yang penuh stres merupakan konsep strategi coping (Davison, Neale, dan Kring, 2006). Menurut Lazarus dan Folkman (1984), strategi coping adalah suatu tindakan merubah kognitif dan perilaku secara terus menerus untuk mengatasi tuntutan eksternal atau internal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu sedangkan Weiten dan Lloyd (Yusuf, 2009) mengemukakan bahwa coping adalah upaya mengurangi atau mentoleransi beban perasaan yang tercipta karena stres. Setiap individu memberikan respon berbeda terhadap permasalahan yang dialaminya. Selanjutnya Yusuf (2009) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi coping adalah kepribadian individu sendiri. Lazarus dan Folkman (1984) mengkategorikan strategi coping ke dalam dua bentuk, yaitu strategi coping yang berpusat pada pemecahan masalah (Problem Focused Coping) yang mencakup bertindaknya secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi relevan dengan solusi dan strategi coping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Coping) yang merujuk pada berbagai upaya yang akan ditujukan untuk mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap stresnya. Selanjutnya, Lazarus dan Folkman (Taylor, 1995) menyatakan strategicoping yang berpusat pada pemecahan masalah inimeliputi Confrontative Coping, Seeking Social Support, dan Planful Problem Solving sedangkan strategi coping yang berpusat pada emosi, yaitu yang meliputi Self-Control, Distancing, Positive Reappraisal, Accepting Responsibility, dan Escape ataupun Avoidance.

Stres yang berlebihan tanpa adanya kemampuan coping yang efektif ini akan mempunyai implikasi jangka panjang pada kesehatan psikologis dan fisiologis di kemudian hari. Stres yang tinggi akan menyebabkan semakin tingginya frekuensi


(19)

10

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

merokok, tidur terganggu, meningkatnya konsumsi alkohol, dan berubahnya pola makan. Perubahan perilaku ini juga akan meningkatkan risiko penyakit (Davison, Neale,danKring,2006).PenelitiKanadadalamjurnalAIDSmenyatakan peristiwa hidup yang menyebabkan stres tampaknya meningkatkan infeksi HIV pada pria gay. Pria dengan HIV positif lebih mungkin dibandingkan pria HIV negatif untuk melaporkan lima atau lebih peristiwa yang menyebabkannya stres (Carter, 2010).

Berdasarkan informasi yang didapat, peneliti tertarik mengadakan penelitian

dengan mengambil judul “Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Penelitian

Keberadaannya gay di Indonesia tidak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak karena perilaku seksualnya ini bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-normasosialyang telah berlaku di lingkunganmasyarakatnyaini. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya kehadiran orang lain, maka manusia dalam hal ini gay harus dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Adanya sikap negatif di dalam masyarakat terhadap gay membuat gay harus berusaha keras dalam proses penyesuaian sosialnya ini. Menurut Schneider (1964) bentuk dari penyesuaian sosial yaitu seperti berpartisipasi dalam kegiatan sosial, mengembangkan persahabatan, dan belajar untuk hidup bersama. Dengan adanya sikap negatif seperti menghina gay, gay ini dilabel sebagai individu yang memiliki karakteristik yang sangat negatif, gay ditolak bahkan dianggap sebagai orang “sakit”, membuat gay akanmengalamitekanan karena akan kurang mampu mengadaptasikan diri dengan keadaan lingkungan di sekitarnya. Selanjutnya gay yang memilih menutupi identitas dirinya dengan tampil selayaknya heteroseksual akan menimbulkan konflik. Hal ini karena disatu sisi keinginan menjadi gaynya ingin diwujudkan, tetapi disisi lainnya juga,adanya bayangan menakutkan seperti diskriminasi dan ditolak oleh lingkungan sekitarnya. Akibat dari kondisi ini akan dapat menimbulkan stres dan menuntut para gay secara individu untuk memiliki kemampuan dalam menangani permasalahan yang biasa disebut dengan strategi


(20)

11

coping. Selanjutnya Lazarus dan Folkman (1984) telah membagi strategi coping tersebut menjadi dua bentuk yaitu, strategi coping yang berpusat pada pemecahan masalah dan juga strategi coping yang berpusat pada emosi. Berdasarkan hal ini, fokus penelitian yaitu bagaimana strategi coping yang cenderung digunakan gay dalam penyesuaian sosial di lingkungan keluarga, tempat kerja, dan masyarakat.

C. Tujuan Penelitian

Dengan fokus penelitian diatas, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan memahami bagaimana strategi coping yang cenderung digunakan gay dalam penyesuaiansosial di lingkungan keluarga, tempat kerja, dan juga masyarakatnya.

D. Manfaat Penelitian

Pada tataran teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa informasi mengenai strategi coping yang dilakukan gay dalam penyesuaiansosialnya,sehinggadapatmenambahliteraturpenelitiantentang tema dalam ilmu psikologi seperti kajian strategi coping dan kajian penyesuaian sosial.

Pada tataran praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, yaitu: a) Bagi gay, sebagai informasi dan gambaran bagaimana perilaku coping yang

digunakan dalam proses penyesuaian sosial terhadap lingkungan sosialnya, baik lingkungan keluarga, tempat kerja, dan masyarakat tempat tinggalnya. b) Bagi masyarakat luas, sebagai informasi dan gambaran mengenai kondisinya

para gay sehingga diharapkannya mereka tidak selalu memberikan stereotip-stereotip mengenai keberadaan gay yang ada di sekitar lingkungan mereka. c) Bagi psikolog, adanya penelitian ini memberikan pengetahuan dan informasi

mengenai masalah yang dihadapi oleh gay dalam penyesuaian sosialnya dan digunakan untuk kepentingan psikologi dalam mencari solusi masalah gay. d) Bagipeneliti-penelitiselanjutnya,agarpenelitian ini juga dapat digunakannya

sebagai bahan informasi dan referensi dalam melakukan setiap penelitiannya yang berkaitan dengan strategi coping pada gay dalam penyesuaian sosial.


(21)

12

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu E. Struktur Organisasi Skripsi

Adapun struktur organisasi dalam penulisan skripsi ini, yaitu yang meliputi: 1. BabI akanmembahas mengenaipendahuluanuntukmelakukanpenelitian yang

berisi latar belakangpenelitian, identifikasi danperumusan masalah penelitian, tujuan dari penelitian, manfaat dari penelitian, serta struktur organisasi skripsi. 2. Bab II membahas mengenai landasan teori yang berkaitan dengan penelitian

yang akan dilakukan yaitu teori strategi coping dan teori penyesuaian sosial. 3. Bab III akan menguraikan mengenai metode dalam penelitian ini yang berisi

desain penelitian, definisi operasional variabel, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengambilan data, analisis data, keabsahan data, dan proses penelitian. 4. Bab IV mengemukakan hasil dari penelitian yang meliputi tahap pengolahan

data atau tahap analisis data dan pembahasan penelitian atau analisis temuan. 5. Bab V merupakan bab penutup dari penelitian ini yang berisi kesimpulan dan


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Latipun (2008) berpendapat bahwa penelitian merupakan salah satu dari cara untuk dapat memperoleh kebenaran di dalam menjawab pertanyaannya dari suatu permasalahan. Dalam sebuah penelitian juga diperlukan metode atau pendekatan. Penentuan suatu metode atau pendekatan ini merupakan hal yang penting untuk melakukanpenelitiannyakarena akanterlihat ilmiahatautidaknyasuatu penelitian (Walgito, 2002). Dengan mendasari penelitian berdasarkan metode yang ilmiah, maka hasil penelitiannya pun akan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa saja yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsinya dalam bentuk kata-kata dan bahasapada suatu kontekskhusus yang sifatnyaalamiah dan dengan memanfaatkannya berbagaimetode alamiah (Moleong, 2011). Yin (2009) juga menyatakannyabahwapendekatanstudi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bilamanapokok-pokokpertanyaan suatu penelitiannya iniberkaitan dengan how atau why, bila peneliti hanya mempunyai sedikit peluang untuk mengontrol suatu peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupannya yang nyata.

B. Definisi Operasional

Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari seseorang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkannya oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik suatu kesimpulan (Sugiyono, 2008). Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian adalah strategi coping dan penyesuaian sosial. Untuk memperjelas mengenai persoalan yang akan diteliti maka diperlukan penjelasan


(23)

41

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mengenai definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini. Berikut ini merupakan definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian, yaitu: 1. Strategi Coping

Secara konseptual definisi dari istilah strategi coping menurut Lazarus dan Folkman (1984) adalah suatu tindakan merubah kognitif dan perilakunya secaraterusmenerusuntukmengatasituntutaneksternal ataupuninternal yang dinilai telah membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Lazarus juga membagi strategi coping ini menjadi dua bentuk, yaitu strategi coping yang berpusat pada pemecahan masalahnyayang mencakup bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah yang dialaminya ini atau mencari informasi yang relevan dengan solusi dan strategi coping yang berpusat pada emosi yang merujuk pada berbagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap stres tersebut. Secara operasional definisi dari istilah strategi coping dalam penelitian ini, yaitu yang meliputi: a. Confrontative Coping,yaitu adanya usaha dari individu untuk mengubah

suatu keadaan yang dicirikan dengan upaya-upaya yang bersifat agresif. b. Seeking Social Support, yaitu usaha dari individu yang dicirikan dengan

upaya untuk memperoleh kenyamanan secara emosional dari orang lain. c. PlanfulProblem-Solving,yaituusahadariindividu yang digambarkannya

dengan adanya upaya-upaya untuk tetap bisa fokus terhadap masalahnya secara hati-hati yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah tersebut. d. Self-Control, yaitu usaha dari individu yang digambarkannya ini dengan

adanya upaya untuk meregulasi perasaan seseorang dari suatu masalah. e. Distancing,yaituusahadariindividuyangdigambarkannyadengan upaya

untuk melepaskan diri sendiri dari situasi yang penuh dengan tegangan. f. Positive Reappraisal, yaitu upaya untuk menemukan makna yang positif


(24)

42

g. AcceptingResponsibility, yaitu usaha individu untuk mengakui perannya diri sendiri dalam menangani masalah yang sedang dialaminya tersebut. h. Escape/Avoidance, yaitu usaha untuk membuat pikiran tentang adanya

keinginan-keinginan atau harapan-harapan untuk menghindari masalah.

2. Penyesuaian Sosial

Secara konseptual istilah penyesuaian sosial yang dimaksud penelitian ini adalah kemampuan atau kapasitas yang dimiliki oleh gay untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial, situasi sosial, dan relasi sosial di tiga aspek lingkungannya, yaitu lingkungan rumah dan keluarga, lingkungan tempat kerja, dan lingkungan masyarakatnya. Secara garis besar kemampuan bereaksi secara efektif dan wajar mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Penyesuaian Adekuat di Lingkungan Rumah (Lingkungan Keluarga)

1) Hubungan yang sehat antara anggota keluarga. 2) Penerimaan yang baik terhadap autoritas orang tua. 3) Kemampuan menerima tanggung jawab dan batasan.

4) Berusahamembantu keluarga dan kelompok untukmencapai tujuan. 5) Berangsur-angsur terbebas dari pengaruh rumah dan mulai tumbuh

secara mandiri sebagai anak di dalam lingkungan rumahnya. b. Penyesuaian Adekuat di Lingkungan Tempat Kerja

1) Menghargai dan mau menerima otoritas di tempat kerja. 2) Tertarik dan berpartisipasi dalam kegiatan di tempat kerja.

3) Mempunyai hubungan sosial yang sehat, bersahabat dengan teman, karyawan, atau atasan dan unsur-unsur tempat kerja lainnya.

4) Menerima batasan dan tanggung jawab sebagai karyawan. 5) Membantu tempat kerja mencapai tujuan intrinsik dan ekstrinsik. c. Penyesuaian Adekuat di Lingkungan Masyarakat


(25)

43

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2) Bergaul dengan orang-orang di sekitar dan membangun hubungan persahabatan yang lama (tidak terjalin secara situasional).

3) Tertarik dan menaruh simpati terhadap kesejahteraan orang lain. 4) Mempunyai sikap dermawan dan altruism.

5) Menghargai nilai-nilai dan integritas dari hukum, tradisi dan budaya masyarakat yang berlaku.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Bandung. Penelitian ini mengambil subjek sejumlah dua orang dengan kriteria sebagai berikut:

1. Subjek penelitian adalah pria yang minat seksualnya ini terhadap pria (gay). 2. Gay yang sudah coming out (secara terbuka menyatakan bahwa dirinya gay). 3. Subjek penelitian adalah pria gay yang ada dalam rentang usia dewasa muda. Masa dewasa muda dimulai pada umur 20 sampai dengan 40 tahun (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Tugas individu pada usia dewasa muda, menurut Hurlock (1999) adalah dapat mencari kelompok sosial yang menyenangkan. Menurut Havighurs (Dariyo, 2008) tugas perkembangan usia dewasa muda yaitumenjadiwarganegara yang mampubertanggung jawab, seperti menjaga ketertiban dan keamanan dengan mengendalikan dirinya agar tidak tercela di masyarakat dan mampu menyesuaikan dirinya dalam pergaulan sosial yang meliputi ikut serta terlibatnya dalam kegiatan gotong royong dan kerja bakti. Selain itu individu pada usia ini ditandai kedewasaan pribadi sehingga dapat mewujudkansikapmenghargai,mengasihi,dan menghormati setiap individu. Usia dewasa muda juga ditandai tiga tipe hubungan yang akrab, yaitu cinta kasih, persahabatan, dan seksualitasnya (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009).


(26)

44

Teknik pengambilan data yang dipilih dalam penelitian adalah menggunakan wawancara mendalam (in depth interview) dan dengan observasi secara tersamar. a. Wawancara

Esterberg (Sugiyono, 2008) menyatakan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga akan dapat juga dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara yang digunakannya dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur atau wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu wawancara yang lebih bebas, mendalam, dan menjadikan pedoman wawancara sebagai pedomanumum dangaris-garisbesarnya saja(AfiduddindanSaebani, 2009). Metode wawancara mendalam (in depth interview) ini digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap peristiwa yang dialami dan dirasakan oleh subyek penelitian. Alasan lain dilakukannya wawancara mendalam adalah diharapkannya agar peneliti dapat memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang telah dipahami subyeknya berkenaan dengan topik yang ingin ditelitinya, bagaimana subjek merasakan sesuatu,pengalaman dan apayangdiingatnya itu,seperti emosi dan motifnya. Daftar wawancara juga dibuat berdasarkan teori strategi coping terutama tentang komponen yang ada di dalamnya, yaitu strategi coping yang berpusat pada pemecahan masalahnya (Problem Focused Coping) dan strategi coping yang berpusat pada emosinya (Emotional Focused Coping). Pertanyaan yang ada dalam daftar wawancara ini juga nantinya masih akan dapat berkembang sesuai dengan kondisinya subjek di lapangan. Wawancara ini akan dilakukan dengan bantuan alat perekam suara dan alat tulis berupa buku serta bolpoint. b. Observasi

Teknik observasi akan dilakukan selama proses wawancara berlangsung dengan subyek yang memungkinkan pihak peneliti untuk memperoleh data yang sifatnya nonverbal, antara lain ekspresi wajah, gerakan tubuh, intonasi


(27)

45

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

suara, serta setting diadakan wawancara dan observasi ini. Informasi tersebut dapat menjadi data utama ataupun pelengkap ketika penelitian dilaksanakan.

E. Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini mengacu pada teknik analisis data menurut Miles dan Huberman (1992), yaitu dengan cara reduksi data-data (data reduction), penyajian data-data (data display), dan penarikan kesimpulan datanya tersebut (conclusion drawing or verification). Analisis data penelitian dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntasnya hingga datanya sudah jenuh. Langkah analisis ini ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.1. Komponen-komponen Analisis data: Model Interaktif (Miles dan Huberman, 1992).

1. Data Reduction

Padatahapini peneliti akanmerangkum data yang telah dikumpulkannya, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal penting, serta mencari tema dan polanya. Dalam mereduksi data peneliti memberikannya kode pada aspek-aspektertentu yang berhubungannyadengan fokus dalampenelitian ini.

2. Data Display

Data collection Data diplay

Conclusion: drawing/verivying Data reduction


(28)

46

Pada tahap ini peneliti akan menyajikan data yang telah direduksi dalam bentuk matriks, teks bersifat naratif, dan bagan hubungan antar kategorinya. 3. Conclusion Drawing atau Verification

Pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan ini berupa deskripsi atau gambaran mengenai suatu objek yang sebelumnya masihbelumbenar-benar jelas,sehingga setelah diteliti iniakan menjadi jelas.

F. Keabsahan Data

Moleong(2011)menyatakannyabahwa keabsahandata adalah setiap keadaan harus memenuhi, mendemonstrasikan nilai yang benar, menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan dan memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang adanya konsistensi dari prosedurnya dan juga kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya ini. Terdapat empat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, yaitu dengan derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability) (Moleong, 2011). Adapun cara yang akan digunakan untuk menentukan keabsahan data ini adalah: a. Triangulasi. Moleong (2011) menyatakan bahwa triangulasi ini adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkannya sesuatu yang lain diluar data pokok untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Jenistriangulasiyang digunakan iniadalah triangulasi waktu,yaitu mengecek derajat kepercayaan hasil dari penelitian dengan melakukan beberapa teknik pengumpulan data-data lainnya dalam waktu atau situasi yang berbeda pula. b. Pengecekan Anggota (Member Check). Moleong (2011) menyatakan bahwa

pengecekan anggota (member check) yaitu tindakan melakukan pengecekan atau verifikasi kebenaran data-data dan interpretasinya kepada sumber data. c. Comprehensive Data Treatment. Silverman (2005) juga menyatakan bahwa

comprehensive data treatment yaitu pengujian terhadap keabsahan data yang dilakukan dengan cara menginterpretasikan data-data yang telah ada secara berulang-ulang sehingga nanti akan diperoleh suatu kesimpulan yang kokoh.


(29)

47

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

d. Constant Comparative Method. Silverman (2005) telah menyatakan bahwa constantcomparative method yaitutindakandenganpembandingannya secara konstan antara data yang satu dengan data-data lainnya dalam penelitian ini. e. Melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Hal ini dilakukan

oleh pembimbingterhadap keseluruhan aktivitasnyapeneliti dari menentukan masalah, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis dan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulannya (Sugiyono, 2008).

G. Proses Penelitian

Berikut ini adalah prosedur yang dilakukan di dalam penelitian ini, yaitu: 1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi:

a. Mengidentifikasidanmerumusakanmasalahyangdialamiolehkaumgay. b. Mengumpulkan informasi-informasi yang ada kaitannya dengan strategi coping yang dilakukan oleh gay dalam penyesuaian sosial di lingkungan sosialnya melalui buku-buku bacaan, jurnal penelitian dan juga internet. c. Pencarian teori yang berkaitan dengan strategi coping dan penyesuaian

sosial melalui buku bacaan, internet, dan hasil penelitian sebelumnya. d. Mengurus izin untuk melakukan penelitian skripsi dari bidang akademik

di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. e. Melakukan proses-proses bimbingan dengan kedua dosen pembimbing yangberkaitandenganjudulpenelitianyang akandilakukanolehpeneliti. f. Mempersiapkan daftar pertanyaan-pertanyaan sebagai bahan pegangan untuk melakukan wawancara berkaitan dengan strategi coping pada gay dalam penyesuaian sosial agar wawancara juga tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Peneliti menyusun daftar pertanyaannya berdasarkan padakerangkateori yang telah adauntuk dijadikan pedoman wawancara. g. Mengumpulkan informasi-informasi mengenai identitas kedua pria yang akan dijadikan subjek dalam penelitian. Setelah mendapatkan informasi


(30)

48

tersebut, lalu peneliti menghubungi calon subyek itu untuk menjelaskan tentang penelitian ini yang akan dilakukan terhadapnya dan menanyakan pula kesedian dari subjek untuk dapat berpartisipasi dalam penelitin ini. h. Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara subjek. Peneliti

lalu meminta subyek untuk bertemu dan membangun raport. Setelahnya, peneliti dan subjek menentukan waktu yang tepat untuk wawancara ini.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini meliputi:

a. Sebelum wawancaranya dilakukan, peneliti akan mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat yang telah disepakati dengan subyek. Konfirmasi ini dilakukan sehari sebelum akan dilakukan wawancara untuk memastikan bahwa subyek tidak berhalangan dalam melakukan proses wawancara. b. Melakukan wawancara juga akan didasarkan pada pedoman wawancara

sesuai dengan jadwal yang sebelumnya telah disepakati dengan subjek. c. Melakukanbimbingan yang berkaitannyadengan informasi yang didapat

ketika berlangsungnya penelitian dengan dosen pembimbing penelitian.

3. Pengolahan Data

Tahap pengolahan data dalam penelitian ini meliputi:

a. Pengolahan data ini dilakukan setiap selesai mengambil data baik dalam bentuk verbatim hasil wawancara dan daftar perilaku melalui observasi. b. Hasil wawancara akan dilakukan pengkodean dan pengelompokan data

untuk memperoleh informasi terkait dengan strategi coping pada gay ini. c. Keseluruhan hasil data tersebut akan dianalisis dan diuji keabsahannya. d. Melakukan bimbingan yang berkaitan dengan data yang diperoleh dan


(31)

49

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan juga analisis data yang telah dilakukan mengenai strategi copingdan prosespenyesuaiansosialpada dua priayangminat seksualnya ini pada sesama pria (gay) yang telah dibahas pada Bab IV, diperoleh kesimpulan bahwa pada penelitian ini ditemukannyabahwa gay menggunakan strategi coping yang berbeda dalam penyesuaian sosialnya. Ada gay yang menggunakan strategi coping yang berpusat pada pemecahan masalah dan ada gay yang menggunakan strategi coping yang berpusat pada emosi di dalam proses penyesuaian sosialnya. Untuk mengatasi masalah gaynya dalam proses penyesuaian sosialnya, subjek N dan subjek DG sama-sama menggunakan kedua bentuk dari strategi coping, baik strategicoping yangberpusatpadapemecahanmasalahnyamaupunstrategi coping yang berpusat pada emosi. Namun, dalam mengatasi masalah gaynya tersebut, N cenderung menggunakan strategi coping yang berpusat pada pemecahan masalah sedangkan DG cenderung menggunakan strategi coping yang berpusat emosinya. Hal ini dapat dilihat dalam pemilihan strategi coping yang digunakan N dan DG dalam penyesuaian sosialnya, baik lingkungan keluarga, lingkungan tempat kerja, dan lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Di lingkungan keluarga, N cenderung menggunakan strategi coping yang berpusat pada pemecahan masalah sedangkan DG cenderung menggunakan kedua bentuk strategi coping, baik yang berpusat pada pemecahan masalah maupun emosinya. Selanjutnya, di lingkungan tempat kerjanya ini,Ncenderung menggunakan kedua bentuk dari strategi coping sedangkanDGcenderung menggunakan bentukdaristrategi coping yang berpusat pada emosi. Lebih lanjut di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya, N dan DG menggunakan kedua bentuk strategi coping untuk mengatasi masalah gaynya ini.

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa bentuk strategi coping yang digunakan subjek, tergantung masalah yang sedang dihadapi. Subjek menggunakan strategi


(33)

95

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

coping yang berpusat pada pemecahan masalah jika masalahnya ini berkaitannya dengan sikap keluarganya terhadap subjek yang gay, sedangkan jika masalahnya mengenai keadaan dirinya gay yang membuat orang lain terus membicarakannya, maka subjek DG dan N menggunakan strategi coping yang berpusat pada emosi.

B. Saran

Dari hasil penelitian, beberapa hal yang perlu disarankan adalah sebagai berikut: 1. Bagi kaum gay, sebaiknya menggunakan strategi coping yang berpusat pada

pemecahanmasalah jika masalahnya iniberkaitan dengan sikap dari keluarga yangmeresponanggotakeluarganyayanggay,sedangkanjikamasalahnyaini mengenai menanggapi dirinya gay yang tidak diterima di lingkungan sosial, maka sebaiknya menggunakan strategi coping yang berpusat pada emosi. 2. Bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan orientasi seksual gay,

diharapkan terus memberikan dukungannya kepada mereka sehingga mereka mampu mengurangi sumber-sumber stres akibat keadaan gaynya tersebut. 3. Bagi lingkungan tempat kerja, dengan adanya penelitian ini juga diharapkan

dapatlebih memberikanperhatianterhadapkondisiemosinya subjek sehingga subjek dapat lebih baik dalam penyesuaian sosial di lingkungan tempat kerja. 4. Bagi masyarakat umum, adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan dukungan yang positif pada gay agar mereka mampu mengatasi masalahnya mengenai dirinya gay dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya ini. 5. Bagi psikolog, adanya penelitian ini memberikan pengetahuan dan informasi

mengenai masalah yang dihadapi oleh gay dalam penyesuaian sosialnya dan digunakan untuk kepentingan psikologi dalam mencari solusi masalah gay. 6. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menggunakan metode observasi

sebagai alat pengumpul data dan bukan hanya sebagai alat pendukung saja. Selain itu,diharapkannyajugamelakukanpengambilandatatambahan dengan melakukan wawancara tambahan dengan individu yang berkaitannya dengan subjek agarmendapatkan informasiyang lebih lengkap lagi mengenaisubjek.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Adesla, V. (2009). Resiko yang Rentan Dihadapi oleh Homoseksual. [Online]. Tersedia:http://www.e-psikologi.com/epsi/klinis_detail.asp?id=566. [13

Oktober 2011]

Adesla, V. (2009). Definisi dan Proses Homoseksual. [Online]. Tersedia:http://www.e-psikologi.com/epsi/Klinis_detail.asp?id=551. [13

Oktober 2011]

Afifuddin dan Saebani, B.A. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Al-Ghifari, A. (2004). Romantika Remaja. Bandung: Mujahid Press. Alloy, L. B. (2004). Abnormal Psychology. New York: McGraw-Hill.

Anonim. (2011). Nurani? orang yang disayangi? atau masa depan? (curhat serius). [Online]. Tersedia:http://gayindonesiaforum.com/gayfamily/nurani-orang-yang-disayangi-atau-masa-depan-curhat-serius-t2336.html. [19 Oktober 2012] Anoraga, P. (2005). Psikologi Kerja. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Ariyanto dan Triawan, R. (2008). Jadi, Kau Tak Merasa Bersalah? (Studi Kasus Diskriminasi dan Kekerasan terhadap LGBTI). Jakarta: Arus Pelangi & Yayasan Tifa.

Baron, R. A. dan Byrne, D. (2004). Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.

Basrowi. (2005). Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Boellstorff, T. (2006). Gay dan Lesbian Indonesia serta Gagasan Nasionalisme. [Online].

Tersedia:http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBcQFj AA&url=http%3A%2F%2Fwww.fisip.ui.ac.id%2Fantropologi%2Fhttpdocs%2 Fjurnal%2F2006%2F01%2Ftom.pdf&rct=j&q=gay%20dan%20lesbian%20indo nesia%20serta%20gagasan%20nasionalisme%20tom%20boellstorff&ei=rJGbT

p2fMMfqrAejy-WKBA&usg=AFQjCNHIWWnGHP3zEjBt7pLLXQyFcPFC7A&cad=rja. [17


(35)

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Brinkmann, S. (2004). Health Risks of The Homosexual Lifestyle. [Online]. Tersedia:http://www.catholiceducation.org/articles/homosexuality/ho0088.html. [13 Oktober 2011]

Caplin, J. P. (2008). Kamus Lengkap Psikologi (Penerjemah: Dr. Kartini Kartono). Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Carter, M. (2010). Stres Meningkatkan Resiko HIV pada Pria Gay. [Online]. Tersedia:http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=2123 [13 Oktober 2011] Dariyo, A. (2008). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.

Davison, G. C., Neale, J. M., dan Kring, A. M. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Departemen Agama Republik Indonesia. (2007). Al-Hikmah Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro.

Demartoto, A. (2010). Mengerti, Memahami, dan Menerima Fenomena Homoseksual. [Online].

Tersedia:http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=mengerti%252C%2Bmem ahami%252C%2Bdan%2Bmenerima%2Bfenomena%2Bhomoseksual%2Bargy o&source=web&cd=1&ved=0CBcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fargyo.staff.u

ns.ac.id%2Ffiles%2F2010%2F08%2Fseksualitas-

undip.pdf&ei=zWS_To_YJoXkrAfK-P3BAQ&usg=AFQjCNEwfFw29xCqb3jg7OjRov7TXsJ4jw&cad=rja. [2 November 2011]

Direktorat Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (1985). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia. Edisi II 1983 (Repisi). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Friedman, H. S. dan Schustack, M. W. (2008). Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern. Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Gerungan, W. A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Gunadi, H. dkk. (2003). Jalan Berliku Kaum Homo Menuju Pelaminan: Gatra, Laporan Utama, Edisi 46. [Online]. Tersedia:http://arsip.gatra.com/2003-09-26/versi_cetak.php?id=31335. [14 Oktober 2011]

Henslin, J. M. (2006). Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Edisi 6 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.


(36)

Herdiansyah, H. (2008). Kecemasan dan Strategi Coping Waria Pelacur.

Horton, P. B. dan Hunt, C. L. (1984). Sosiologi. Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Hyde, J. S. (1979). Understanding Human Sexuality. New York: Mc Graw-Hill Book Company.

Ilham. (2002). Kisah Hijrah Samuel Wattimena. [Online]. Tersedia:http://hijrah.blogspot.com/2002_12_15_archive.html#86315515. [14 Oktober 2011]

Kadir, H. A. (2007). Tangan Kuasa dalam Kelamin “Telaah Homoseks, Pekerja

Seks, dan Seks Bebas di Indonesia”. Yogyakarta: INSISTPress.

Kartono, K. (1989). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Maju.

Keliat, B. A. (1998). Gangguan Koping, Citra Tubuh, dan Seksual pada Klien Kanker. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Seks, Seksualitas, dan Jender. [Online].Tersedia:http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=membahas%2B seksualitas%2Bidentitas%2Bgender%252C%2Borientasi%2Bseksual%252C %2Bperilaku%2Bseksual&source=web&cd=5&ved=0CDUQFjAE&url=http %3A%2F%2Fwww.pppl.depkes.go.id%2F_asset%2F_download%2FModul_ B-3_-Seks%2C_Seksualitas_dan_Jender_-_min.pdf&ei=Yq2sTpD6N8-emQXZiMHnDg&usg=AFQjCNFxxn5Em6YEvW09BWXiHZiOzXqKlw&c ad=rja. [30 oktober 2011]

Keogh, P. (2001). How to be a Healthy Homosexual: A Study of CHAPS HIV Health Promotion With Gay Men. [Online].

Tersedia:http://www.sigmaresearch.org.uk/files/report2001b.pdf 14 Oktober 2011]

Kirven, S., Eguren, L. E., dan Caraj, M. (2010). Panduan Perlindungan Untuk Pembela LGBTI. Jakarta: Protection International dan Perkumpulan Arus Pelangi 2010.


(37)

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Koespradono, G. (2008). Kick Andy: Menonton dengan Hati. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Koeswara, E. (1991). Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco.

Latipun. (2008). Psikologi Eksperimen. Edisi Kedua. Malang: UMM Press.

Lazarus, R. S. and Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Spinger Publishing Company.

Marching, S. T. (2007). Lesbian Begitu Tabunya. [Online]. Tersedia:http://jurnalperempuan.multiply.com/journal/item/6. [13 Oktober 2011]

Masters, W. H., Johnson, V. E., and Kolodny, R. C. (1992). Human Sexuality. New York: Harper Collins Publishers.

Matsumoto, D. (2008). Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI-Press.

Moleong, Lexy J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Refisi. Bandung: PT. Remaja Rodakarya.

Mulyani, S. R. dkk. (2009). Tinjauan Psikososial, Agama, Hukum dan Budaya

terhadap Keberadaan Kaum Gay di Indonesia. [Online].

Tersedia:http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=2&ved=0CB0Q FjAB&url=http%3A%2F%2Frepository.ipb.ac.id%2Fbitstream%2Fhandle%2 F123456789%2F28162%2Fjurnal%2520baru.pdf&rct=j&q=TINJAUAN%20 PSIKOSOSIAL%2C%20AGAMA%2C%20HUKUM%20DAN%20BUDAY A%20TERHADAP%20KEBERADAAN%20KAUM%20GAY%20DI%20IN DONESIA%20(%20Kasus%20%3A%20Mahasiswa%20Institut%20Pertanian %20Bogor)&ei=9F9oTqq3OYHwrQfJybXMCg&usg=AFQjCNEYi44i-QyX02eKKUMRUho_7O1YsA&cad=rja [8 September 2011]

Nandrie, A. F. (2008). Upaya Penyesuaian Diri Sosial Pria dengan Orientasi Seksual Sejenis (Studi Kasus pada Dua Orang Pria Dewasa Awal dengan Orientasi Seksual Sejenis di kota Bandung, Tahun 2008). Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.


(38)

Nevid, J. S., Rathus, S. A., dan Greene B. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Oetomo, D. (1991). Homoseksualitas di Indonesia. [Online]. Tersedia:http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBcQ FjAA&url=http%3A%2F%2Fstaff.ui.ac.id%2Finternal%2F131882269%2Fm

aterial%2FDede-Oetomo.pdf&rct=j&q=Homoseksual%20di%20Indonesia%20dede%20oetom

o&ei=-ZGWTrf8OMb5rAf2xdmABA&usg=AFQjCNFlekmvog_I6fGWPX3KslvcS EH_zw&cad=rja [13 Oktober 2011]

Oetomo, D. (2003). Memberi Suara pada yang Bisu. Yogyakarta: Pusaka Marwa. Papalia, D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D. (2009). Human Development

Perkembangan Manusia. Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika.

Papalia, D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D. (2009). Human Development Perkembangan Manusia. Edisi 10 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Rini, L. E. (2010). Coping Strategy pada Individu yang Mengalami Gangguan Identitas Gender (Waria). Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.

Rogelberg, S. G. (2007). Encyclopedia of Industrial and Organizational Psychology. California: SAGE Publications, Inc.

Ronosulistyo, H. (2005). Menjawab Problematika Realitas Seks. Jakarta: Granada. Sadarjoen, S. S. (2005). Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung:

Refika Aditama.

Sanderson, C.A. (2004). Health Psychology. United States of America: John Wiley and Sons.

Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Holt, Rinehart and Winston.


(39)

Agus Waluyo, 2013

Strategi Coping Pada Gay Dalam Penyesuaian Sosial (Studi Kasus terhadap Dua Orang Gay Usia Dewasa Muda di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Silverman, D. (2005). Doing Qualitative Research: A Practical Handbook. India: The Cromwell Press.

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo. Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Soekanto, S. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Solihin, O. (2002). Jangan Jadi Bebek. Jakarta: Gema Insani Press.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Taylor, S. E. (1995). Health Psychology. (Third Edition). New York: McGraw Hill International Editions.

Walgito, B. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Wiramihardja, S. A. (2007). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika Aditama.

Yin, R. (2009). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Rajawali Press.

Yusuf, S. (2009). Mental Hygiene terapi psikospiritual untuk hidup sehat berkualitas. Bandung: Maestro.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adesla, V. (2009). Resiko yang Rentan Dihadapi oleh Homoseksual. [Online]. Tersedia:http://www.e-psikologi.com/epsi/klinis_detail.asp?id=566. [13 Oktober 2011]

Adesla, V. (2009). Definisi dan Proses Homoseksual. [Online]. Tersedia:http://www.e-psikologi.com/epsi/Klinis_detail.asp?id=551. [13 Oktober 2011]

Afifuddin dan Saebani, B.A. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Al-Ghifari, A. (2004). Romantika Remaja. Bandung: Mujahid Press. Alloy, L. B. (2004). Abnormal Psychology. New York: McGraw-Hill.

Anonim. (2011). Nurani? orang yang disayangi? atau masa depan? (curhat serius). [Online]. Tersedia:http://gayindonesiaforum.com/gayfamily/nurani-orang-yang-disayangi-atau-masa-depan-curhat-serius-t2336.html. [19 Oktober 2012] Anoraga, P. (2005). Psikologi Kerja. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Ariyanto dan Triawan, R. (2008). Jadi, Kau Tak Merasa Bersalah? (Studi Kasus

Diskriminasi dan Kekerasan terhadap LGBTI). Jakarta: Arus Pelangi &

Yayasan Tifa.

Baron, R. A. dan Byrne, D. (2004). Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.

Basrowi. (2005). Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Boellstorff, T. (2006). Gay dan Lesbian Indonesia serta Gagasan Nasionalisme. [Online].

Tersedia:http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBcQFj AA&url=http%3A%2F%2Fwww.fisip.ui.ac.id%2Fantropologi%2Fhttpdocs%2 Fjurnal%2F2006%2F01%2Ftom.pdf&rct=j&q=gay%20dan%20lesbian%20indo nesia%20serta%20gagasan%20nasionalisme%20tom%20boellstorff&ei=rJGbT

p2fMMfqrAejy-WKBA&usg=AFQjCNHIWWnGHP3zEjBt7pLLXQyFcPFC7A&cad=rja. [17 Oktober 2011]


(2)

Brinkmann, S. (2004). Health Risks of The Homosexual Lifestyle. [Online]. Tersedia:http://www.catholiceducation.org/articles/homosexuality/ho0088.html. [13 Oktober 2011]

Caplin, J. P. (2008). Kamus Lengkap Psikologi (Penerjemah: Dr. Kartini Kartono). Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Carter, M. (2010). Stres Meningkatkan Resiko HIV pada Pria Gay. [Online]. Tersedia:http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=2123 [13 Oktober 2011] Dariyo, A. (2008). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.

Davison, G. C., Neale, J. M., dan Kring, A. M. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Departemen Agama Republik Indonesia. (2007). Al-Hikmah Al-Quran dan

Terjemahnya. Bandung: Diponegoro.

Demartoto, A. (2010). Mengerti, Memahami, dan Menerima Fenomena

Homoseksual. [Online].

Tersedia:http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=mengerti%252C%2Bmem ahami%252C%2Bdan%2Bmenerima%2Bfenomena%2Bhomoseksual%2Bargy o&source=web&cd=1&ved=0CBcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fargyo.staff.u

ns.ac.id%2Ffiles%2F2010%2F08%2Fseksualitas-

undip.pdf&ei=zWS_To_YJoXkrAfK-P3BAQ&usg=AFQjCNEwfFw29xCqb3jg7OjRov7TXsJ4jw&cad=rja. [2 November 2011]

Direktorat Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (1985). Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia. Edisi II 1983

(Repisi). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Friedman, H. S. dan Schustack, M. W. (2008). Kepribadian Teori Klasik dan Riset

Modern. Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Gerungan, W. A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Gunadi, H. dkk. (2003). Jalan Berliku Kaum Homo Menuju Pelaminan: Gatra,

Laporan Utama, Edisi 46. [Online].

Tersedia:http://arsip.gatra.com/2003-09-26/versi_cetak.php?id=31335. [14 Oktober 2011]

Henslin, J. M. (2006). Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Edisi 6 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.


(3)

Herdiansyah, H. (2008). Kecemasan dan Strategi Coping Waria Pelacur.

Horton, P. B. dan Hunt, C. L. (1984). Sosiologi. Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Hyde, J. S. (1979). Understanding Human Sexuality. New York: Mc Graw-Hill Book Company.

Ilham. (2002). Kisah Hijrah Samuel Wattimena. [Online]. Tersedia:http://hijrah.blogspot.com/2002_12_15_archive.html#86315515. [14 Oktober 2011]

Kadir, H. A. (2007). Tangan Kuasa dalam Kelamin “Telaah Homoseks, Pekerja

Seks, dan Seks Bebas di Indonesia”. Yogyakarta: INSISTPress.

Kartono, K. (1989). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Maju.

Keliat, B. A. (1998). Gangguan Koping, Citra Tubuh, dan Seksual pada Klien

Kanker. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Seks, Seksualitas, dan Jender. [Online].Tersedia:http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=membahas%2B seksualitas%2Bidentitas%2Bgender%252C%2Borientasi%2Bseksual%252C %2Bperilaku%2Bseksual&source=web&cd=5&ved=0CDUQFjAE&url=http %3A%2F%2Fwww.pppl.depkes.go.id%2F_asset%2F_download%2FModul_ B-3_-Seks%2C_Seksualitas_dan_Jender_-_min.pdf&ei=Yq2sTpD6N8-emQXZiMHnDg&usg=AFQjCNFxxn5Em6YEvW09BWXiHZiOzXqKlw&c ad=rja. [30 oktober 2011]

Keogh, P. (2001). How to be a Healthy Homosexual: A Study of CHAPS HIV Health

Promotion With Gay Men. [Online].

Tersedia:http://www.sigmaresearch.org.uk/files/report2001b.pdf 14 Oktober 2011]

Kirven, S., Eguren, L. E., dan Caraj, M. (2010). Panduan Perlindungan Untuk

Pembela LGBTI. Jakarta: Protection International dan Perkumpulan Arus


(4)

Koespradono, G. (2008). Kick Andy: Menonton dengan Hati. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Koeswara, E. (1991). Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco.

Latipun. (2008). Psikologi Eksperimen. Edisi Kedua. Malang: UMM Press.

Lazarus, R. S. and Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Spinger Publishing Company.

Marching, S. T. (2007). Lesbian Begitu Tabunya. [Online]. Tersedia:http://jurnalperempuan.multiply.com/journal/item/6. [13 Oktober 2011]

Masters, W. H., Johnson, V. E., and Kolodny, R. C. (1992). Human Sexuality. New York: Harper Collins Publishers.

Matsumoto, D. (2008). Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI-Press.

Moleong, Lexy J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Refisi. Bandung: PT. Remaja Rodakarya.

Mulyani, S. R. dkk. (2009). Tinjauan Psikososial, Agama, Hukum dan Budaya

terhadap Keberadaan Kaum Gay di Indonesia. [Online].

Tersedia:http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=2&ved=0CB0Q FjAB&url=http%3A%2F%2Frepository.ipb.ac.id%2Fbitstream%2Fhandle%2 F123456789%2F28162%2Fjurnal%2520baru.pdf&rct=j&q=TINJAUAN%20 PSIKOSOSIAL%2C%20AGAMA%2C%20HUKUM%20DAN%20BUDAY A%20TERHADAP%20KEBERADAAN%20KAUM%20GAY%20DI%20IN DONESIA%20(%20Kasus%20%3A%20Mahasiswa%20Institut%20Pertanian %20Bogor)&ei=9F9oTqq3OYHwrQfJybXMCg&usg=AFQjCNEYi44i-QyX02eKKUMRUho_7O1YsA&cad=rja [8 September 2011]

Nandrie, A. F. (2008). Upaya Penyesuaian Diri Sosial Pria dengan Orientasi Seksual Sejenis (Studi Kasus pada Dua Orang Pria Dewasa Awal dengan Orientasi

Seksual Sejenis di kota Bandung, Tahun 2008). Skripsi pada Jurusan Psikologi


(5)

Nevid, J. S., Rathus, S. A., dan Greene B. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Oetomo, D. (1991). Homoseksualitas di Indonesia. [Online]. Tersedia:http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBcQ FjAA&url=http%3A%2F%2Fstaff.ui.ac.id%2Finternal%2F131882269%2Fm

aterial%2FDede-Oetomo.pdf&rct=j&q=Homoseksual%20di%20Indonesia%20dede%20oetom

o&ei=-ZGWTrf8OMb5rAf2xdmABA&usg=AFQjCNFlekmvog_I6fGWPX3KslvcS EH_zw&cad=rja [13 Oktober 2011]

Oetomo, D. (2003). Memberi Suara pada yang Bisu. Yogyakarta: Pusaka Marwa. Papalia, D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D. (2009). Human Development

Perkembangan Manusia. Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika.

Papalia, D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D. (2009). Human Development

Perkembangan Manusia. Edisi 10 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Rini, L. E. (2010). Coping Strategy pada Individu yang Mengalami Gangguan

Identitas Gender (Waria). Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas

Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.

Rogelberg, S. G. (2007). Encyclopedia of Industrial and Organizational Psychology. California: SAGE Publications, Inc.

Ronosulistyo, H. (2005). Menjawab Problematika Realitas Seks. Jakarta: Granada. Sadarjoen, S. S. (2005). Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung:

Refika Aditama.

Sanderson, C.A. (2004). Health Psychology. United States of America: John Wiley and Sons.

Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Holt, Rinehart and Winston.


(6)

Silverman, D. (2005). Doing Qualitative Research: A Practical Handbook. India: The Cromwell Press.

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo. Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Soekanto, S. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Solihin, O. (2002). Jangan Jadi Bebek. Jakarta: Gema Insani Press.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Taylor, S. E. (1995). Health Psychology. (Third Edition). New York: McGraw Hill International Editions.

Walgito, B. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Wiramihardja, S. A. (2007). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika Aditama.

Yin, R. (2009). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Rajawali Press.

Yusuf, S. (2009). Mental Hygiene terapi psikospiritual untuk hidup sehat berkualitas. Bandung: Maestro.