Kecemburuan dalam Berpacaran Pada Gay Dewasa Dini

(1)

KECEMBURUAN DALAM BERPACARAN PADA GAY

DEWASA DINI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

JIMMI PRIMA P.

061301101

FAKULTAS PSIKOLOGI


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Kecemburuan dalam Berpacaran Pada Gay Dewasa Dini

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi mana pun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Desember 2010

JIMMI PRIMA P. 061301101


(3)

iii   

Kecemburuan Dalam Berpacaran Pada Gay Dewasa Dini Jimmi Prima P. dan Ika Sari Dewi, S.Psi., psikolog

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui dinamika kecemburuan dalam berpacaran pada gay dewasa dini. Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran riwayat hubungan berpacaran yang pernah dijalani, penyebab kecemburuan yang timbul, proses kecemburuan yang terjadi dan jenis kecemburuan yang dialami oleh gay dewasa dini yang berpacaran. Kecemburuan merupakan suatu reaksi emosi negatif yang kompleks yang dirasakan oleh individu terhadap munculnya ancaman akan hilangnya suatu hubungan yang bermakna dengan pasangannya, terhadap hadirnya pihak atau orang ketiga. Kecemburuan akan hadir pada setiap hubungan yang dijalin yang dirasakan bermakna oleh individu yang menjalaninya. Hubungan berpacaran merupakan salah satu aktivitas yang juga dilakukan oleh gay dewasa dini. Pacaran dilakukan oleh gay dewasa dini untuk menemukan teman hidup. Mencari pasangan hidup adalah sebagai salah satu tugas perkembangan dewasa dini pada umunya, termasuk di dalamnya adalah gay. Terpenuhinya tugas perkembangan tersebut akan memberikan kebermaknaan dalam diri gay dan tercapainya intimacy.

Responden dalam penelitian ini berjumlah 3 orang. Prosedur pengambilan responden penelitian dilakukan berdasarkan teori atau berdasarkan konstrak operasional (theory-based / operational construct sampling). Data diperoleh dengan metode wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Setelah data diperoleh kemudian dilakukan coding atau dikategorisasikan, kemudian dilakukan intepretasi atau analisa terhadap data dari masing-masing responden penelitian

Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa ketiga responden dalam penelitian ini memiliki pengalaman berpacaran lebih dari satu kali pada masa dewasa dini. Ketiga subjek juga mengalami hurt, fear, dan anxiety pada saat merasa cemburu. Penyebab kecemburuan yang bersifat internal seperti dependence, mate value, sexual exclusivity dan past experience ditemukan pada semua responden penelitian. Berdasarkan stimulus yang menyebabkan hadirnya kecemburuan, semua responden dalam penelitian ini mengalami kecemburuan emosional. Semua responden juga melewati semua tahap dari proses kecemburuan namun yang membedakan adalah peristiwa yang terdapat pada masing-masing tahapan. Ketiga responden juga mengalami baik suspicious jealousy maupun fait accomply / reactive jealousy dalam hubungan pacaran yang dijalin.


(4)

iv   

Jealousy in Gay Dating in Early Adulthood Jimmi Prima P. dan Ika Sari Dewi, S.Psi., psikolog

ABSTRACT

This research is a descriptive qualitative study aimed to determine the dynamics of jealousy in gay dating in early adulthood. Specifically, this study aims to find a picture history dating relationship has ever lived, the cause of jealousy that arises, the process of jealousy that occurred and the type of jealousy experienced by early adult gay dating. Jealousy is a complex negative emotional reaction is felt by individuals to emerging threats to the loss of a meaningful relationship with her / his partner, against the presence of parties or third persons. Jealousy will be present at every perceived relationship forged meaningful by individuals who live it. Dating relationship is one activity that is also done by early adult gay. Early adult gay dating done to find a life partner. Finding a life partner is as one of the tasks of early adult development in general, including in it are gay. Fulfillment of duties of these developments will provide significance in gay and achieving intimacy.

Respondents in this study amounted to 3 people. Respondents making procedure is based on theory-based / operational construct sampling. Data obtained by interview method using the interview guide. After the data obtained was then performed coding or categorized, and then performed the interpretation or analysis of data from each respondent research

The result of this research indicate that the three respondents in this study have experience dating more than one occasion in early adulthood. All three subjects also experienced hurt, fear, and anxiety at the time felt jealous. The cause of jealousy that are internal, such as dependence, mate value, sexual exclusivity and past experience was found in all study respondents. Based on the stimulus that causes the presence of jealousy, all the respondents in this study experienced emotional jealousy. All respondents were also passed all the stages of the process of jealousy but the difference is that there are events at each stage. The three respondents also experienced either suspicious jealousy or fait accomply / reactive jealousy in dating relationships are forged.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “Kecemburuan Dalam Berpacaran Pada Gay Dewasa Dini” ini dengan baik. Segala syukur dan pujian yang tertinggi bagi-Nya karena berkat penyertaan-Nya, penulis dapat menjalani tahap demi tahap penyelesaian skripsi ini dengan penuh pembelajaran dan suka cita.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada mama dan papa yang tidak henti-hentinya berdoa dan bersabar hingga skripsi ini rampung. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis juga mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU. 2. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi., psikolog selaku Dosen Pembimbing yang telah

bersedia untuk meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan untuk membimbing penulis. Terima kasih atas semua bimbingan, arahan, dan bantuan Ibu untuk penulis. Penulis sangat berterima kasih kepada Ibu. Semua kebaikan dan kesabaran Ibu dalam membimbing penulis tidak akan mampu penulis balas dengan apapun dan akan penulis kenang selalu. Terima kasih penulis untuk Ibu tidak akan cukup hanya dengan kata-kata.


(6)

vi   

3. Ibu Meidriani Ayu Siregar, S.Psi, M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji skripsi ini. Ibu juga selalu bersedia untuk memberikan informasi dan kritikan yang penulis butuhkan. Terima kasih Ibu.

4. Kak Silviana Realyta, M.Psi. selaku Dosen Penguji III dan Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah bersedia untuk membimbing penulis dan memberikan masukan dalam bidang akademik pada setiap semester perjalanan kuliah penulis. Kakak selalu memberikan motivasi dan saran yang positif untuk penulis sehingga dapat memberikan hasil yang terbaik. Terima kasih Kak.

5. Kepada Zaky yang telah memberikan banyak peneliti pengalaman pahit dan sukanya sehingga menginspirasi penulis untuk mengangkat judul penelitian ini. Terima kasih untuk setiap pengalamn yang telah diberikan kepada peneliti.

6. Kepada ketiga orang responden peneltian yang telah membantu peneliti. Kepada Vandi, Jonathan, dan Bagus, terima kasih banyak. Maaf telah banyak merepotkan kalian. Semoga Tuhan memberkati kalian di setiap langkahnya. 7. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan ilmu,

wawasan dan pengetahuan yang sangat berharga kepada penulis, dan seluruh pegawai di Fakultas Psikologi USU yang setia membantu penulis menyediakan segala keperluan selama perkuliahan, khususnya dalam penelitian ini.


(7)

vii   

kepada Tapi Yanda Sari yang telah memberikan peneliti sebuah jurnal penelitian yang sangat berdampak besar terhadap isi penelitian ini, terima kasih juga atas bantuannya untuk mau memeriksa dan memberikan masukannya. Kepada teman-teman Baby Club lainnya, Nella Rizka Zahara, terima kasih Nel atas informasi-informasi nya untuk mengusus semua persayaratan siding, Rizkia Maulida, terima kasih Ki udah mau membaca hasil penelitian ini, Henny Syahminda Nst. terima kasih Minda untuk dukungannya kepada peneliti pada saat sedang down. Helvira Rosalia, terima kasih ya Vir untuk informasi dan bantuannya dalam menyusun persyaratan sidang, Nurul Mahvira, Yu kami sangat merindukanmu, Suri Mutia Siregar, terima kasih atas dukungan dan perhatiannya yang selalu mengingatkan peneliti agar cepat sidang, dan kepada sahabat seperjuangan peneliti, Feny Dwi Maya Listianti, selalu semangat ya Fen dan jangan pernah putus asa. 9. Teman-teman angkatan 2006 Psikologi USU yang yang tidak mungkin

disebutkan satu per satu, terima kasih buat dukungan, semangat, kebahagiaan, dan kesulitan yang telah kita alami bersama.

10.Para senior dan juniorku di Fakultas Psikologi USU.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis terbuka untuk menerima semua saran dan kritik demi tercapainya penulisan yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Medan, Desember 2010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

COVER DALAM... ... i

LEMBAR PERNYATAAN... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 15

1. Manfaat teoritis... 15

2. Manfaat praktis... 15

E. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Kecemburuan ... 18


(9)

2. Penyebab Terjadinya Kecemburuan... 20

3. Tahap-Tahap Kecemburuan... 23

4. Jenis-Jenis Kecemburuan... 30

5. Jenis-Jenis kecemburuan... 28

B. Dewasa Dini ... 32

1. Pengertian Dewasa Dini... 32

2. Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Dini ... 33

3. Tugas Psikososial Dewasa Dini ... 34

C. Gay ... 37

1. Pengertian Gay ... 36

2. Jenis-Jenis Gay... 37

3. Tipe Hubungan Pada Gay... 38

4. Perkembangan Seseorang Menjadi Homoseksual... 40

D. Pacaran... 40

1. Pengertian Pacaran ... 40

2. Fungsi Pacaran………... 41

3. Tahap Pacaran... 42

4. Pacaran Pada Gay... 45

E. Kecemburuan dalam berpacaran pada gay dewasa dini ... 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Kualitatif ... 49

B. Metode Pengumpulan Data ... 50


(10)

x

1. Alat Perekam (Tape Recorder) ... 51

2. Pedoman Umum Wawancara... 52

D. Keabsahan Data... 52

E. Responden Penelitian... 56

1. Karakteristik Responden Penelitian... 56

2. Jumlah Subjek Penelitian... 57

3. Prosedur Pengambilan Responden Penelitian... 58

F. Prosedur Penelitian ... 58

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 58

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 59

3. Tahap Pencatatan Data ... 60

G. Metode Analisa Data... 60

1. Organisasi data... 60

2.Coding... 61

3. Pengujian terhadap dugaan... 61

4. Strategi analisis... 61

5. Tahapan intepretasi... 62

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Responden 1... 64

1. Deskripsi Umum Responden... 64

2. Data Observasi Selama Wawancara... 69


(11)

xi

B. Responden 2... 143

1. Deskripsi Umum Responden... 143

2. Data Observasi Selama Wawancara... 148

3. Data Wawancara... 151

4. Pembahasan... 197

C. Responden 3... 212

1. Deskripsi Umum Responden... 212

2. Data Observasi Selama Wawancara... 216

3. Data Wawancara... 221

4. Pembahasan... 279

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 310

B. Saran... 323

1. Saran Metodologis... 323

2. Saran Praktis... 324

DAFTAR PUSTAKA... 327 LAMPIRAN


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perilaku Coping Terhadap Kecemburuan... 26

Tabel 2 Jadwal Wawancara Responden 1... 64

Tabel 3 Gambaran Umum Responden 1... 64

Tabel 4 Jadwal Wawancara Responden 2... 143

Tabel 5 Gambaran Umum Responden 2... 143

Tabel 6 Jadwal Wawancara Responden 3... 212

Tabel 7 Gambaran Umum Responden 3... 212


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Figure 1 Dimensi dan Respon Kecemburuan pada Model EVLN

Rusbult...


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Verbatim

Responden I Wawancara 1... 1

Responden I Wawancara 2... 23

Responden I Wawancara 3... 47

Responden I Wawancara 4... 69

Responden II Wawancara 1... 83

Responden II Wawancara 2... 113

Reponden II Wawancara 3... 125

Responden II Wawancara 4... 138

Responden III Wawancara 1... 145

Responden III Wawancara 2... 173

Responden III Wawancara 3... 191

Lampiran 2 INFORMED CONSENT INFORMED CONSENT Responden 1... 212

INFORMED CONSENT Responden 2... 213

INFORMED CONSENT Responden 3... 214

Lampiran 3 Lembar Observasi... 215

Lampiran 4 Pedoman Wawancara... 216


(15)

iii   

Kecemburuan Dalam Berpacaran Pada Gay Dewasa Dini Jimmi Prima P. dan Ika Sari Dewi, S.Psi., psikolog

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui dinamika kecemburuan dalam berpacaran pada gay dewasa dini. Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran riwayat hubungan berpacaran yang pernah dijalani, penyebab kecemburuan yang timbul, proses kecemburuan yang terjadi dan jenis kecemburuan yang dialami oleh gay dewasa dini yang berpacaran. Kecemburuan merupakan suatu reaksi emosi negatif yang kompleks yang dirasakan oleh individu terhadap munculnya ancaman akan hilangnya suatu hubungan yang bermakna dengan pasangannya, terhadap hadirnya pihak atau orang ketiga. Kecemburuan akan hadir pada setiap hubungan yang dijalin yang dirasakan bermakna oleh individu yang menjalaninya. Hubungan berpacaran merupakan salah satu aktivitas yang juga dilakukan oleh gay dewasa dini. Pacaran dilakukan oleh gay dewasa dini untuk menemukan teman hidup. Mencari pasangan hidup adalah sebagai salah satu tugas perkembangan dewasa dini pada umunya, termasuk di dalamnya adalah gay. Terpenuhinya tugas perkembangan tersebut akan memberikan kebermaknaan dalam diri gay dan tercapainya intimacy.

Responden dalam penelitian ini berjumlah 3 orang. Prosedur pengambilan responden penelitian dilakukan berdasarkan teori atau berdasarkan konstrak operasional (theory-based / operational construct sampling). Data diperoleh dengan metode wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Setelah data diperoleh kemudian dilakukan coding atau dikategorisasikan, kemudian dilakukan intepretasi atau analisa terhadap data dari masing-masing responden penelitian

Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa ketiga responden dalam penelitian ini memiliki pengalaman berpacaran lebih dari satu kali pada masa dewasa dini. Ketiga subjek juga mengalami hurt, fear, dan anxiety pada saat merasa cemburu. Penyebab kecemburuan yang bersifat internal seperti dependence, mate value, sexual exclusivity dan past experience ditemukan pada semua responden penelitian. Berdasarkan stimulus yang menyebabkan hadirnya kecemburuan, semua responden dalam penelitian ini mengalami kecemburuan emosional. Semua responden juga melewati semua tahap dari proses kecemburuan namun yang membedakan adalah peristiwa yang terdapat pada masing-masing tahapan. Ketiga responden juga mengalami baik suspicious jealousy maupun fait accomply / reactive jealousy dalam hubungan pacaran yang dijalin.


(16)

iv   

Jealousy in Gay Dating in Early Adulthood Jimmi Prima P. dan Ika Sari Dewi, S.Psi., psikolog

ABSTRACT

This research is a descriptive qualitative study aimed to determine the dynamics of jealousy in gay dating in early adulthood. Specifically, this study aims to find a picture history dating relationship has ever lived, the cause of jealousy that arises, the process of jealousy that occurred and the type of jealousy experienced by early adult gay dating. Jealousy is a complex negative emotional reaction is felt by individuals to emerging threats to the loss of a meaningful relationship with her / his partner, against the presence of parties or third persons. Jealousy will be present at every perceived relationship forged meaningful by individuals who live it. Dating relationship is one activity that is also done by early adult gay. Early adult gay dating done to find a life partner. Finding a life partner is as one of the tasks of early adult development in general, including in it are gay. Fulfillment of duties of these developments will provide significance in gay and achieving intimacy.

Respondents in this study amounted to 3 people. Respondents making procedure is based on theory-based / operational construct sampling. Data obtained by interview method using the interview guide. After the data obtained was then performed coding or categorized, and then performed the interpretation or analysis of data from each respondent research

The result of this research indicate that the three respondents in this study have experience dating more than one occasion in early adulthood. All three subjects also experienced hurt, fear, and anxiety at the time felt jealous. The cause of jealousy that are internal, such as dependence, mate value, sexual exclusivity and past experience was found in all study respondents. Based on the stimulus that causes the presence of jealousy, all the respondents in this study experienced emotional jealousy. All respondents were also passed all the stages of the process of jealousy but the difference is that there are events at each stage. The three respondents also experienced either suspicious jealousy or fait accomply / reactive jealousy in dating relationships are forged.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Mulai dari masa prenatal hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun psikologis. Perkembangan kehidupan manusia terjadi secara bertahap, dan setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik, tugas-tugas perkembangan serta risiko-risiko yang harus dihadapi. Setiap rentang kehidupan seseorang akan selalu berhadapan dengan tugas-tugas perkembangannya masing-masing dan setiap periode perkembangan dalam kehidupan manusia memiliki peranan yang sangat penting. Havighurst (dalam Hurlock, 1999) mengatakan tugas-tugas yang berhasil dilakukan akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kepada arah keberhasilan pada tugas perkembangan selanjutnya.

Erickson (dalam Bentley, 2007) membagi rentang kehidupan manusia ke dalam delapan tahap perkembangan. Salah satu tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Erickson adalah tahap perkembangan masa dewasa dini. Tahap perkembangan masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun hingga 40 tahun (Hurlock, 1999). Salah satu tugas perkembangan dewasa dini menurut Havighurst dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat dan mencakup untuk memilih pasangan atau memilih teman hidup. Pemilihan pasangan dapat dilakukan invidu dewasa dini melalui pacaran (Duvall, 1985).


(18)

2

Menurut Biran (2001), pada dasarnya hubungan pacaran merupakan sarana untuk semakin mengenal pasangan, meskipun pada masa pacaran kemungkinan untuk bertemu dengan orang yang lebih menarik tetap terbuka. Individu yang terlibat dalam suatu hubungan percintaan mempunyai harapan agar hubungan tersebut dapat bertahan lama dan terpelihara. Pendapat dari Duvall dan Biran tersebut memberikan batasan bahwa pacaran merupakan aktifitas yang terjadi hanya pada hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang memiliki jenis kelamin berbeda saja. Pendapat yang berbeda dinyatakan oleh Savin-Wiliam dan Cohen (1996) bahwa membentuk dan mengembangkan hubungan pacaran sebagai sesuatu hal yang penting bagi dewasa dini, dilakukan oleh semua orang tanpa memandang orientasi seksual mereka. Orientasi seksual merupakan istilah yang mengarah kepada jenis kelamin, dimana seseorang merasakan ketertarikan secara emosional, fisik, seksual dan cinta yang bertahan lama terhadap orang lain tersebut (Caroll, 2005 ).

Orientasi seksual terbagi tiga yaitu heteroseksual, homoseksual dan biseksual. Heteroseksual merujuk kepada ketertarikan terhadap jenis kelamin yang berbeda, sementara itu, homoseksual merujuk kepada ketertarikan terhadap jenis kelamin yang sama dan biseksual merujuk kepada ketertarikan kepada kedua jenis kelamin. Heteroseksual disebut juga dengan istilah straight, sedangkan pria homoseksual dikenal denga istilah gay, dan wanita homoseksual disebut dengan lesbian (Caroll, 2005)

Duvall (1985) menyatakan bahwa perilaku pacaran yang dilakukan oleh dewasa dini yang heteroseksual, memberikan cara bagi seorang dewasa dini untuk


(19)

berinteraksi dengan pasangan, belajar mengenai pasangan, dan membantu dewasa dini belajar mengenai apa yang disukai, dan diterima oleh pasangan. Masa dewasa dini merupakan waktu yang khusus untuk melakukan pacaran, karena pacaran akan dilakukan lebih sungguh-sungguh dalam hubungannya mencari pasangan hidup dan juga karena pada dewasa dini sudah mencapai kematangan seksual (Caroll, 2005)

Pacaran tetap akan dilakukan oleh seseorang yang menunda-nunda perkawinan sampai menemukan pasangan hidup, meski sudah memasuki usia 30-40 tahun. Setelah kehilangan pasangan pun, melalui kematian ataupun perceraian, orang-orang pada umumnya menjalin pacaran kembali dengan tujuan menemukan pasangan. Pacaran adalah sesuatu hal yang diharapkan oleh masyarakat, mengakibatkan dewasa dini melakukan hal yang sama, karena orang lain yang ada disekitar lingkungan melakukan hal yang sama (Duvall, 1985). Masyarakat akan menganggap ada yang salah dengan seseorang yang tidak berpacaran.

Pada gay dewasa dini, pacaran juga merupakan aktifitas yang tetap dilakukan. Pacaran tidak memandang orientasi seksual seseorang. Savin-William & Cohen (1996) menyatakan bahwa pacaran adalah saat dimana suatu hubungan romantis dibangun, dan dialami. Pacaran memberikan beberapa fungsi yang penting seperti hiburan, rekreasi dan sosialisasi, yang akan menggiring seseorang kepada makna dari sebuah hubungan. Isay (dalam Savin-William & Cohen) menyatakan bahwa jatuh cinta merupakan faktor yang penting dalam menolong seseorang gay untuk merasa nyaman dengan identitas dirinya sendiri. Menurut Silverstein, adanya pacaran pada gay akan membantu seorang gay dalam


(20)

pemilihan identitas diri sebagai seorang gay, dan membuat gay merasa lebih lengkap sebagai seorang gay (dalam Savin-Williams & Cohen, 1996). Gay yang memiliki pacar akan memiliki harga diri yang lebih tinggi, penerimaan diri yang lebih tinggi, dan akan lebih terbuka kepada lingkungan mengenai identitas diri sebagai seorang gay (Savin-Williams & Cohen, 1996).

Aktifitas pacaran yang dilakukan oleh pasangan gay tidak jauh berbeda dengan pacaran yang dilakukan oleh pasangan straight, yang membedakan hanyalah penerimaan lingkungan terhadap hubungan tersebut (Caroll, 2005). Pacaran pada pasangan straight dapat ditunjukkan atau diberitahukan kepada lingkungan tanpa adanya rasa takut dan malu. Berbeda halnya dengan pasangan gay, mereka lebih memilih untuk menyembunyikan hubungan yang mereka jalani terhadap lingkungannya (Papalia, 2007). Beberapa lingkungan masyarakat masih menolak keberadaan kaum gay. Di Indonesia, secara formal ada stigma terhadap perilaku homoseksual yang mengharamkan hubungan sesama jenis (Oetomo, 2003). Masyarakat Indonesia secara umum masih berpijak pada budaya Timur yang masih sulit menerima keberadaan homoseksual. Kondisi penerimaan lingkungan terhadap hubungan gay menyebabkan hubungan yang dijalani dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Alasan ketakutan ketahuan oleh masyarakat, terutama di tempat kerja/sekolah/kuliah dan di tempat tinggal menjadi beban pacaran pada gay (Oetomo, 2003)

Biran (2001) menyatakan bahwa hubungan dengan pacar tentu saja tidak semulus yang diduga sebelumnya. Dalam menjalani suatu hubungan pasti banyak hal-hal yang menjadi faktor penghalang antara keduanya untuk menciptakan


(21)

hubungan yang harmonis, salah satunya adalah munculnya kecemburuan (jealousy) dan persaingan (Ahrnt, 2001). Kecemburuan paling sering muncul diantara dua orang yang memang sudah terlibat dalam suatu hubungan romantis (Hansen dalam Hendrick, 1992 ). Kecemburuan sering dilihat sebagai salah satu dari perasaan yang kuat, lazim dan juga menjemukan, yang terdapat di dalam suatu hubungan yang intim (Aune & Comstok dalam Demirtas, 2006). Kecemburuan juga merupakan masalah yang sering ditekankan dalam penelitian terhadap pernikahan dan terapi-terapinya (Buunk, dalam Demirtas, 2006). Dengan kata lain, dalam suatu hubungan, baik itu pacaran maupun dalam pernikahan, kecemburuan merupakan suatu emosi yang sering terjadi. Carol (2005) menyebutkan kecemburuan ini sebagai sisi gelap dari cinta (the dark side of love). Sama hal dengan berpacaran, perasaan cemburu tidak hanya dialami oleh kaum straight saja, tetapi kaum gay juga dapat mengalami hal yang sama (Buss, 2000).

Kecemburuan bukanlah suatu emosi yang sederhana. Pada dasarnya kecemburuan yang timbul adalah merupakan ketakutan akan kehilangan sesuatu atau seseorang dari suatu hubungan yang bermakna terhadap rival atau saingannya (Salovey, 1991). Perasaan cemburu dapat bervariasi pada masing-masing individu seperti merasakan takut atau cemas; yang lainnya merasa marah atau kesal. Kecemburuan dapat hadir dalam semua konteks budaya, tetapi apa yang membangkitkan perasaan cemburu itu, berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. Orang-orang yang mengalami sedikit kecemburuan dalam hubungan mereka ditemukan merasa lebih aman, dan keamanan dalam hubungan ini cenderung meningkat seiring dengan perkembangan hubungan pasangan,


(22)

sehingga semakin lama suatu hungan terjalin, maka kecenderungan untuk merasa cemburu akan semakin menurun (Knox, dalam Caroll, 2005)

Salovey (1991) menyatakan bahwa kecemburuan sebenarnya memiliki konstribusi positif yang cukup penting dalam suatu hubungan. Sebagai contoh kecemburuan ditemukan berhubungan dengan rasa cinta yang kuat dan juga dapat meningkatkan komitmen diantara pasangan (White, dalam Salovey, 1991). Preifer (2007) kemudian menambahkan bahwa kecemburuan dapat memiliki konsekuensi positif dan negatif terhadap suatu hubungan, tergantung kepada frekuensi kecemburuan yang dialami. Jika derajat frekuensi kecemburuan kecil, hal ini dapat meningkatkan kualitas hubungan antar pasangan jika itu dipersepsikan sebagai bentuk perhatian kepada pasangan bahkan dapat meningkatkan ketertarikan kepada pasangan. Sebaliknya, frekuensi yang tinggi atau berlebihan dari kecemburuan dapat mengarahkan individu kepada kecemburuan yang sifatnya merusak. Kecemburuan yang sifatnya merusak ini dapat mengarah kepada berakhirnya suatu hubungan, terjadinya berbagai macam bentuk kekerasan, dan bahkan dapat mengarah kepada pembunuhan, baik itu kepada diri sendiri, pasangan atau saingan (Buss, 2000)

Kaum gay berbeda dengan kaum straight dalam hal frekuensi hubungan seksual yang mereka jalani. Suatu studi mengatakan bahwa laki-laki gay tujuh kali lebih mungkin melakukan hubungan seksual di luar pasangan mereka, dan studi lainnya menyatakan bahwa ini merupakan temuan yang umum (Buss, 2000). Banyak gay yang walaupun sudah menjalin hubungan pacaran, perilaku promiscuous tetap ada pada diri mereka. Promiscuous merupakan keadaan pada


(23)

seseorang yang akan melakukan hubungan seksual dengan siapa saja tanpa ada pertimbangan. Gay akan melakukan hubungan seksual dengan pria mana saja yang disukai (Miracle, 2008). Hal ini berpengaruh kepada kecemburuan pada diri gay tersebut. Salovey (1991) dalam percobaanya menemukan bahwa kelompok laki-laki homoseksual ditemukan memiliki tingkat kecemburuan yang lebih rendah secara seksual dibandingkan dengan kelompok laki-laki heteroseksual. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Buunk (Dijkstra, 2001) bahwa semakin banyak seorang gay memiliki pasangan seksual pada masa lalunya, maka semakin rendahlah tingkat kecemburuan seksual yang ada dalam dirinya. Situasi akan berbeda ketika gay tersebut secara seksual permisif, atau tidak menujukkan perilaku promiscuous. Hal ini akan berdampak kepada kecemburuan yang mungkin timbul. Mengingat ada kecenderungan dalam diri gay untuk melakukan perilaku promiscuous, yang mungkin saja terdapat dalam pasangannya, kecemburuan yang ada di dalam diri gay tersebut akan semakin terbangkitkan ketika mereka dihadapkan kepada rival atau saingan mereka dan merasa terancam apabila pasangannya meninggalkan mereka (Silverstein, 2003). Atau sebaliknya, para pasangan gay menghilangkan kecemburuan mereka dengan cara sama-sama mengizinkan pasangannya untuk melakukan perilaku seksual dengan pihak lain (Buss, 2000). JR seorang gay 25 tahun menjelaskan persetujuan dalam pacaran yang mereka jalin :

”...kami menyadari bahwa kami jarang bertemu karena jarak kami yang cukup jauh. Kami sama-sama mengetahui bahwa suatu saat ketika nafsu memuncak, hal itu terkadang harus dilepaskan. Saya disini, dan dia disana, boleh bebas melakukan hubungan seksual dengan siapa saja daripada harus mati karena curigaan. Yang penting harus ingat selalu menggunakan kondom. Selain itu juga, dalam melakukan hubungan


(24)

seksual itu jangan sampai hal tersebut membuat kami jatuh cinta dengan selingkuhan kami itu...”

(Percakapan Personal, 12 Februari 2009, 16:00 WIB )

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa untuk menghindari kecurigaan serta kecemburuan yang berlebihan, JR dan pasangannya sama-sama melakukan persetujuan untuk dapat melakukan hubungan seks dengan orang lain selama hal tersebut tidak mengancam hubungan romantis diantara mereka. Keputusan ini tidak diambil secara satu pihak saja, sehingga antara JR dan pasangannya tidak terlalu menujukkan kecemburuan yang tinggi.

Buss (2000) menyatakan bahwa kecemburuan pada gay semakin memuncak ketika mereka dihadapkan kepada rival atau saingan mereka. Hal ini dikarenakan karena gay memiliki jumlah yang terbatas dalam pemilihan pasangan. Susahnya untuk menemukan pasangan tersebut berhubungan dengan jumlah gay yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pria straight yang ada (Miracle, 2008). Pendapat tersebut didukung oleh beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu diantaranya Kinsey (dalam Caroll, 2005) menemukan 37% dari jumlah pria yang menjadi sampel dalam penelitian tersebut mengaku pernah melakukan hubungan seksual dengan pria lain dalam hidupnya, namun hanya 4% yang benar-benar mengaku gay. Mackay (dalam Caroll, 2005) juga menyatakan bahwa antara 3 sampai 4% dari populasi pria di dunia, merupakan gay.

Jumlah gay yang sangat sedikit dibandingkan dengan kaum straight, membuat para gay harus bekerja keras dalam mempertahankan hubungan mereka (Kurdek, dalam Caroll 2005). Gay juga lebih susah menemukan pacar dan


(25)

mengembangkan hubungan seksualitas mereka, karena stigma mengenai gay dan tidak mudah menentukan pria mana yang memiliki potensi menjadi pasangan mereka (Caroll, 2005). Sehingga kecemburuan yang dirasakan lebih besar daripada pasangan straight dan bahkan mungkin memunculkan perilaku yang tidak lazim dalam mengatasi kecemburuan mereka, salah satunya adalah melakukan pembunuhan atau bunuh diri karena rasa cemburu (Pines-Ayala Malakh, 1998). Ada beberapa kasus yang telah terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan rasa cemburu ini. Diantaranya adalah sebagai berikut,

1) Veri Idham Henyansyah alias Ryan (29), melakukan pembunuhan serta mutilasi kepada Heri Santoso karena merasa cemburu dan tidak senang kepada korban yang menaruh hati atau menaksir pacar sesama jenisnya Novel (27). Pada awalnya korban meminta tolong kepada Ryan untuk dicarikan pasangan pria. Tapi, ketika melihat foto Novel, pria yang merupakan pasangan gay Ryan, Heri lantas menaruh hati. "Ih cakep juga tuh. Gue bayarin deh biar bisa tidur sama dia," kata Heri dari pengakuan Ryan. Tersinggung dengan ucapan Heri, Ryan langsung berang dan terjadi perkelahian. Kemudian Ryan memukul Heri dengan besi dan menusuknya dengan pisau. Belum puas dengan itu, Ryan memotong-motong tubuh Heri menjadi 7 potong lalu membuangnya (Edwin, 2008). Hal yang lebih mengejutkan adalah sebelumnya Ryan juga pernah melakukan pembunuhan dan mayat korbannya tersebut dikubur di belakang rumahnya di Jombang. Dari kesebelas korbannya, sembilan orang adalah gay dan dua diantaranya dibunuh karena alasan cemburu (Aditya, 2009)


(26)

2) Welington, yang merupakan gay, membunuh temannya di Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/12/2008). Tersangka membunuh karena cemburu melihat korban yang dianggap telah merebut kekasih prianya. Saat ditemukan, jasad Nopriadi, mahasiswa sekolah perhotelan ini dalam kondisi sekarat di tempat tidur di lantai dua rumahnya di Perumahan Bumi Panyileukan, Bandung. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, korban tak mampu bertahan hingga akhirnya tewas. Di lokasi kejadian, polisi menangkap Welington. Ia pun langsung dijadikan tersangka dalam kasus ini (Nurdin, 2008)

Kaum gay di Indonesia masih merupakan kaum minoritas. Rendahnya populasi kaum gay menyebabkan rasa cemburu dan posesif menjai sifat dasar gay saat menjalin hubungan dengan sesamnya. Mereka akan sangat marah jika pasangannya terlihat kencan dengan orang lain (Aditya, 2009)

Buss (dalam Caroll, 2005) menyatakan bahwa dalam pasangan heteroseksual, laki-laki lebih memiliki kecemburuan seksual (sexual jealousy) yang lebih tinggi yaitu dimana ketika mereka meyakini bahwa pasangan wanitanya melakukan hubungan seksual dengan pria lain, sementara itu wanita lebih berfokus pada kecemburuan emosional (emotional jealousy). Pria straight memiliki kecemburuan seksual yang lebih tinggi kepada pasangan wanitanya dikarenakan pria straight menyakini bahwasannya wanita bisa jatuh cinta kepada seseorang tanpa melakukan hubungan seksual, tetapi ketika seorang wanita telah melakukan hubungan seksual dengan pria lain, ini mengartikan bahwa wanita tersebut pasti telah jatuh cinta kepada pria selingkuhannya. Begitu juga halnya


(27)

dengan wanita straight, memiliki kecemburuan emosional yang lebih tinggi kepada pasangan prianya, karena mereka meyakini bahwa pria dapat melakukan hubungan seksual dengan tanpa harus jatuh cinta dengan pasangannya, tetapi ketika seorang pria sudah jatuh cinta dengan wanita lain, pria tersebut sudah pasti melakukan hubungan seksual dengannya (Dijkstra, 2001)

Robert Bringle (dalam Buss, 2000) menyatakan bahwa untuk pasangan gay yang melibatkan dua orang laki-laki, memiliki kecemburuan seksual yang lebih rendah. Dia juga menemukan bahwa laki-laki gay dalam penelitiannya melaporkan hanya sedikit kecemburuan yang terjadi ketika mereka melihat pasangan mereka berciuman atau melakukan perselingkuhan dengan laki-laki lain. Hal tersebut juga didukung oleh Michael Bailey (dalam Caroll 2005) yang menyatakan bahwa laki-laki gay merasa lebih kecewa ketika mengetahui pengkianatan emosional yang dilakukan pasangannya. Pendapat dari Buss dan Michael tersebut, bertolak belakang dengan kedua kasus di atas. Dimana Ryan dan Wellington melakukan pembunuhan karena merasa cemburu pasangannya akan melakukan hubungan seksual dengan para korban.

Peneliti juga menemukan fenomena yang lain sehubungan dengan kecemburuan seksual. Peneliti telah melakukan percakapan personal dengan AN (29) dan WJ (20) yang merupakan seorang gay yang telah memiliki pacar. AN telah 3 bulan lebih menjalani hubungan dengan IV (24). Berikut pernyataan dari AN terhadap hubungannya dengan IV,

”’Saya tahu kalau dia itu udah punya pacar juga, namanya IQ . Saya juga tahu hampir tiap malam si IQ itu menemaninya tidur. Bagi saya, tidak masalah dia mau melakukan hubungan seks dengan si IQ, karena saya juga sadar, saya tidak selalu ada untuk menemaninya tidur, berada di


(28)

sampingnya tiap malam, karena aktifitas saya yang padat. Tetapi satu hal yang saya minta darinya, ketika saya butuh dirinya untuk berbagi, dia harus ada untuk saya. Meskipun itu hanya melalui telepon. Walaupun saya tahu dia pasti melakukan hubungan seksual, saya hanya bisa berpesan sambil bercanda, ”Jangan nakal ya disana.” Haya itu yang saya katakan kepadanya.”

(Percakapan Personal, 13 Juni 2009, 23:15 WIB)

Melalui percakapan di atas dapat dilihat bahwa AN sama sekali tidak menujukkan adanya masalah walaupun pacarnya telah memiliki pacar lain yang telah melakukan hubungan seksual dengan rivalnya. Serupa dengan apa yang dinyatakan AN, WJ menyatakan :

”... bagiku lebih baik jika pacarku melakukan hubungan seksual dengan yang lain jika dibandingkan apabila pacarku jatuh cinta dan menaruh perhatian yang hampir sama seperti yang diberikan pacarku. Yah, karena aku juga melakukan hal yang sama dan aku tidak mau munafik...”

(Percakapan Personal, 28 Agustus 2009)

Berdasarkan wawawancara diatas dapat dilihat, sama seperti AN, WJ juga menunjukkan kecemburuan yang lebih tinggi secara emosional daripada secara seksual. Buss (2000) menyatakan bahwa bagi pasangan gay, kedekatan emosional yang dilakukan pasangannya dengan orang lain, dirasakan lebih mengancam bagi gay tersebut. Hubungan yang telah dibangun akan dapat berakhir dikarenakan pasangannya telah jatuh cinta dengan orang lain meskipun mungkin tanpa adanya hubungan seksual sebelumnya antara pasangannya dengan pihak ketiga tersebut.

Kecemburuan juga dapat termanifestasikan melalui perilaku-perilaku seperti perilaku detective dan protective yang berusaha untuk mencari-cari tahu apa yang telah pasangannya lakukan (Preifer, 2007). Hal tersebut dilakukan oleh seorang individu untuk membenarkan perasaan curiga yang ada dalam diri


(29)

mereka. Hal ini disebut sebagai suspicious jealousy (Salovey, 1991). Hasil observasi awal mengenai kecemburuan yang ditampakkan oleh T (23) terhadap pasangannya R (22) yaitu dengan cara memeriksa pesan-pesan singkat yang terdapat di handphone R, selalu bertanya jika terdapat nomor baru yang tidak dikenalnya, dan sering untuk menelepon secara tiba-tiba untuk memastikan bahwa pasangannya tidak berselingkuh. Berdasarkan pengakuan R (22) terhadap peneliti, R menyatakan :

”... abang merasa T itu sangat cemburu dan posesif. Entah mengapa terkadang kecurigaannya memang benar terhadap abang, tetapi terkadang itu membuat kami sering bertengkar karena tuduhan-tuduhan nya yang kelewatan. Dia suka sekali memeriksa sms di hp ku dan hanya karena sms di hp saja, kami bisa berantem dek. Kalau udah berantam, diam-diaman, baru T itu bilang tidak mau kehilangan abang, tidak rela abang jadi milik orang lain. Terkdang suka terlintas pikiran untuk meninggalkannya tetapi terkadang tidak sampai hati juga”

(Percakapan Personal, 22 Juli 2009, 22:00 WIB )

Berdasarkan wawancara di atas dapat dilihat bahwa T yang merupakan pasangan dari R menujukkan perilaku-perilaku yang sifatnya mencurigai pasangannya. R mengakui bahwa pasangannya memiliki pikiran-pikiran yang negatif terhadap dirinya. Hal ini mengindikasikan adanya suspicious jealousy pada diri T. Suspicious jealousy yang berlebihan yang ada pada diri T membuat R jenuh dengan hubungan yang ia jalin dengan T

Berdasarkan fenomena di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kaum gay juga mengalami kecemburuan dalam hubungan yang mereka jalani. Kecemburuan yang dialami gay berbeda antara satu dengan yang lainnya. Beberapa menunjukkan kecemburuan seksual yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecemburuan emosional. Pada pasangan gay lainya menujukkan bahwa


(30)

ketidaksetiaan emosional yang dilakukan pasangannya dirasakan lebih mengancam bagi hubungan mereka, sehingga beberapa pasangan gay merasakan kecemburuan emosional yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecemburuan seksual. Fenomena lainnya juga memperlihatkan, meskipun pasangan tidak melakukan perselingkuhan, kecurigaan-kecurigaan yang berlebihan kepada pasangannya tersebut yang akhirnya mengarah kepada suspicious jealosy, juga dialami oleh beberapa pasangan gay. Untuk itulah peneliti tertarik untuk melihat bagaimana kecemburuanfd yang ada pada gay yang berpacaran.

B. Rumusan Masalah

Peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu bagaimana dinamika kecemburuan dalam berpacaran pada gay dewasa dini yang memiliki pacar, yang mencakup :

1. Bagaimanakah gambaran riwayat hubungan pacaran yang pernah dijalani gay dewasa dini?

2. Apa penyebab kecemburuan yang ada pada gay dewasa dini yang berpacaran?

3. Bagaimanakah proses kecemburuan yang dialami oleh gay dewasa dini yang berpacaran?

4. Apa jenis kecemburuan yang dialami oleh gay dewasa dini yang berpacaran?


(31)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika kecemburuan yang dirasakan oleh gay dewasa dini yang berpacaran yang meliputi:

1. Untuk mengetahui gambaran riwayat hubungan pacaran yang pernah dijalani gay dewasa dini

2. Untuk mengetahui penyebab kecemburuan yang ada pada gay dewasa dini yang berpacaran

3. Untuk mengetahui proses kecemburuan yang dialami oleh gay dewasa dini yang berpacaran

4. Untuk mengetahui jenis kecemburuan yang dialami oleh gay dewasa dini yang berpacaran

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam memberikan informasi dan perluasan teori di bidang psikologi perkembangan, yakni mengenai kecemburuan pada gay dewasa dini yang berpacaran. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan penelitian di bidang psikologi perkembangan, sehingga hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan penunjang untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

a) Pada gay yang berpacaran

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada gay dewasa dini yang berpacaran tentang dinamika kecemburuan yang terjadi pada hubungan


(32)

sesama jenis yang mereka masing-masing jalani sehingga dapat lebih memahami pasangannya masing-masing serta mengetahui bagaimana mengatasi rasa kecemburuan yang dirasakan secara konstruktif

b) Pada masyarakat luas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat luas tentang bagaimana kecemburuan yang dirasakan oleh gay yang berpacaran khususnya kepada individu yang memiliki sahabat, kenalan, atapun keluarga yang memiliki orientasi seksual sebagai gay, mengetahui penyebab kecemburuan, serta dapat memberikan dukungan sosial maupun moril kepada kerabat atau keluarga mereka. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat mengurangi stigma dan ketakutan yang berlebihan terhadap kaum gay khususnya terhadap kecemburuan yang terdapat dalam hubungan gay.

c) Pada penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi peneliti-peneliti lainnya yang berminat meneliti lebih lanjut mengenai kecemburuan pada gay dewasa dini yang berpacaran & menambah pengetahuan tentang kecemburuan pada gay berpacaran jika tidak tercakup di dalam penelitian ini.

d) Pada Konselor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi aplikasi dalam gay counseling, konselor dapat mengetahui hal-hala apa saja yang biasa menyebabkan kecemburuan pada gay sehingga para konselor dapat mengenbangkan upaya intervensi yang tepat.


(33)

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan tentang tinjaun teoritis dan penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian-penelitian, diakhiri dengan pembuat paradigma penelitian.

BAB III : Metodologi Penelitian

Pada bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kualitatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian.

BAB IV : Hasil Analisa Data

Bab ini menguraikan tentang deskrispsi identitas diri, data hasil wawancara dan observasi, dan analisa data masing-masing responden.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menguraikan kesimpulan penelitian serta saran praktis dan metodologis.


(34)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kecemburuan (Jealousy)

1. Pengertian Kecemburuan

Kata kecemburuan (jealousy) berasal dari bahasa Yunani yaitu zelos yang menunjukkan kepada suatu usaha untuk menyamai atau melebihi, menujukkan semangat serta intensitas dari perasaan (Pines, 1998). Knox (dalam Caroll, 2005) mendefinisikan kecemburuan (jealousy) sebagai suatu reaksi emosional terhadap suatu hubungan yang dirasakan terancam hilang. Salovey (1991) kemudian menambahkan bahwa kecemburuan merupakan suatu pengalaman emosi ketika seseorang merasa terancam hilangnya suatu hubungan yang penting atau bermakna dengan orang lain (pasangannya) terhadap ”rival” atau saingannya. Psikolog Gordon Clanton (dalam Buss, 2000) mendefinisikan kecemburuan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang mengekspresikan ketakutan akan kehilangan pasangan atau ketidaknyamanan atas suatu pengalaman nyata ataupun pengalaman imaginasi terhadap pasangannya yang membentuk hubungan dengan pihak atau orang ketiga. Martin Daly dan Margo Wilson (dalam Buss 2000) mendefinisikan kecemburuan sebagai suatu keadaan (state) yang terbangkitkan oleh suatu ancaman yang dirasakan terhadap suatu hubungan, yang kemudian memotivasi munculnya perilaku yang bertujuan untuk membalas kecemburuan tersebut


(35)

Pengertian kecemburuan dari Gordon Clanton di atas, memberikan dua inti dari kecemburuan yaitu ancaman dari hilangnya pasangan dan hadirnya pihak ketiga. Sedangkan pengertian kecemburuan yang dikemukakan oleh Martin Daily dan Margo Wilson, menambahkan ada tiga faset dari kecemburuan. Pertama, kecemburuan merupakan suatu keadaan, yang berarti bersifat sementara atau episodik, bukan merupakan suatu penderitaan yang permanen. Kedua, kecemburuan merupakan suatu respon terhadap suatu ancaman kepada hubungan yang berarti. Ketiga, kecemburuan memotivasi perilaku tertentu dalam mengahdapi ancaman, misalnya memberikan ancaman seksual atau ancaman finansial

Dari definisi diatas, kecemburuan bukanlah suatu konsep yang sederhana dan bukanlah suatu emosi tunggal, tetapi merupakan kombinasi dari emosi- emosi negatif (Bringle & Bunk 1985). Namun tiga hal yang paling tepat dalam mendefiniskan kecemburuan adalah hurt, anger, dan fear. Hurt terjadi karena adanya persepsi bahwa pasangan tidak menghargai komitmen yang telah disepakati bersama dalam menjalin hubungan, sedangkan fear dan anxiety dihasilkan dari kemungkinan yang mengerikan akan ditingalkan dan kehilangan pasangan. (Guerrero & Andersen, 1998 dalam Brehm, 2002)

Dari penjelasan mengenai kecemburuan tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan mengenai pengertian kecemburuan yaitu merupakan suatu reaksi emosi negatif yang kompleks yang dirasakan oleh individu terhadap munculnya ancaman akan hilangnya suatu hubungan yang bermakna dengan pasangannya terhadap hadirnya pihak atau orang ketiga.


(36)

2. Penyebab Terjadinya Kecemburuan

Brehm (2002) menyatakan ada dua aspek yang dapat menyebabkan seseorang merasakan kecemburuan. Kedua aspek tersebut adalah :

a) Faktor Personal

Baik pria maupun wanita pada dasarnya tidak berbeda dalam kecenderungannya untuk merasakan kecemburuan, tetapi terdapat perbedaan-perbedaan individual yang dapat menyebabkan seseorang lebih mudah dan intens dalam merasakan kecemburuan, diantaranya sebagai berikut :

1) Dependence

Berscheid (dalam Brehm,1992) menyatakan bahwa individu yang sangat tergantung terhadap pasangannya - menyakini bahwa hanya pasangannya saja yang dapat membuat dirinya bahagia dan tidak ada orang lain yang dapat menggantikannya- maka akan semakin besar pula lah rasa kecemburuan yang dialami individu tersebut. Sikap dependence ini juga menjelaskan alasan mengapa beberapa orang tetap mempertahankan hubungan yang mereka jalin meskipun menyakitkan bagi mereka dikarenakan individu tersebut berfikir bahwa mereka tidak memiliki alternatif lain di luar hubungan yang mereka jalin (Choice & Lamke dalam Miller, 2002). Sikap dependence juga erat kaitannya dengan sikap posesif yang hadir, dimana seseorang yang bergantung dengan pacarnya akan berusaha sekuat mungkin untuk menjaga dan mengawasi setiap gerak-gerik dari pasangannya (Caroll, 2005 dan Pinto & Hollandsworth dalam Brehm, 1992 )


(37)

2) Mate Value

Seseorang yang menganggap pasangannya sebagai individu yang akan disukai banyak orang- misalnya penampilan fisik yang menarik, kaya, sejahtera ataupun berbakat- dibandingkan dirinya, seseorang tersebut akan lebih mudah merasakan kecemasan, andaikata ada orang lain yang lebih baik dari dirinya yang dapat mendampingi pacarnya tersebut. Mate value juga dapat berarti ketika seseorang menganggap bahwa dalam diri pasangannya terdapat kriteria-kriteria yang ia sukai dan sangat cocok dengan dirinya, maka hal ini dapat membuat individu tersebut semakin takut kehilangan pasangannya. Hal ini juga dapat menjadi suatu ancaman ketika individu menyadari bahwa pacarnya tersebut dapat melakukan atau mendapatkan orang lain yang lebih baik dari mereka.

3) Sexual Exclusivity

Individu yang menganut nilai sexual exclusivity, yang menginginkan dan mengharapkan pasangannya tetap setia hanya kepada dirinya saja, dan tidak memperbolehkan pasangannya untuk melakukan hubungan seksual dengan orang lain dan aktivitas intim lainnya, semakin besar kemungkinan dirinya untuk mengalami kecemburuan.

4) Past Experience

Pengalaman berpacaran seseorang dapat mempengaruhi munculnya kecemburuan pada hubungan yang akan dan sedang dijalin. Individu yang dulunya memiliki pasangan yang tidak setia dan mengalami


(38)

kekecewaan pada hubungan sebelumnya, dapat menurunkan kepercayaan individu tersebut kepada pasangannya yang sekarang. Hal ini akan menyebabkan individu tersebut lebih mudah untuk merasa cemburu dan curiga, karena semakin rendah kepercayaan individu terhadap pasangannya,maka akan semakin mudah individu tersebut untuk merasakan kecemburuan. (Knox, 1984)

b) Berdasarkan Sifat Stimulus Terjadinya Kecemburuan

Buss (dalam Brehm 2002) menyatakan bahwa stimulus yang dapat menimbulkan kecemburuan, pada dasarnya diakibatkan oleh ketidaksetiaan (infidelity) yang dilakukan oleh pasangan. Buss membagi stimulus tersebut dalam dua bentuk, yaitu :

1) Kecemburuan Seksual

Kecemburuan seksual memaksudkan bahwa kecemburuan yang terjadi dikarenakan adanya ketidaksetiaan seksual yang dilakukan pasangan. Ketidaksetiaan seksual adalah ketidaksetiaan yang dilakukan pasangan bersama pihak ketiga yang di dalamnya melibatkan hubungan fisik, seperti pelukan, ciuman dan hubungan seksual

2) Kecemburuan Emosional

Kecemburuan emosional memaksudkan bahwa kecemburuan yang timbul dikarenakan adanya ketidaksetiaan emosional yang dilakukan pasangan. Ketidaksetiaan emosional adalah ketidaksetiaan yang dilakukan pasangan terhadap pihak ketiga tanpa melibatkan hubungan


(39)

fisik, melainkan lebih menekankan kepada keakraban suatu hubungan, seperti rindu atau ingin selalu berbicara dengan pihak ketiga tersebut. 3. Tahap- Tahap Kecemburuan

Kecemburuan yang dialami oleh seseorang melalui suatu proses dengan melalui tahapan-tahapan. Menurut White (dalam Brehm, 1992) proses kecemburuan melewati lima tahap dibwah ini :

a. Tahap awal (primary appraisal)

Saat seseorang merasakan adanya ancaman pada hubungan percintannya, maka dimulailah tahap ini. Tahap ini pula lah yang menunjukkan ambang kecemburuan seseorang. Setiap orang memiliki ambang kecemburuan yang berbeda-beda. Ambang kecemburuan merupakan suatu titik ketika seseorang merasa cemburu. Satu ambang kecemburuan terdiri dari beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu kualitas dari hubungan itu sendiri (mis : apakah seseorang merasa insecure atau dependence di dalam hubungan yang ia jalin), jenis dari hubungan yang dijalin (kecemburuan akan lebih sering hadir di dalam hubungan pacaran daripada hubungan pertemanan) dan juga severity of threat (mis : karakteristik fisik yang disukai oleh pasangan terhadap pada diri rival).

Dalam tahap awal ini, pandangan seseorang tentang hubungan percintaan dan ancaman yang ada saling mempengaruhi. Orang yang memandang hubungannya secure, membutuhkan ancaman yang sangat kuat untuk dapat membuatnya cemburu. Namun, bagi individu yang merasa insecure pada suatu hubungan, kecemburuan bisa saja muncul meskipun ancamannya sangat lemah.


(40)

b. Tahap kedua (secondary appraisal)

Pada tahap kedua ini, individu berusaha untuk memahami situasi dengan lebih baik dan berpikir mengenai cara mengatasi rasa cemburunya. Namun, seringkali pada tahap ini melibatkan pula pikiran catatstrophic, yaitu pengambilan kesimpulan secara ekstrem dan berdasarkan kemungkinan yang terburuk. Contohnya adalah seseorang yang sedang cemburu karena pasangannya tidak membalas SMS, dalam tahap ini megambil kesimpulan bahwa pasangannya sedang bermesraan dengan orang lain, padahal pasangannya tersebut sedang ada kegiatan yang tidak dapat diganngu.

Brehm (1992) menyatakan bahwa dalam tahap pertama (primary appraisal) dan tahap kedua (secondary appraisal), melibatkan faktor kognitif ketika seseorang mengalami kecemburuan. White (dalam Brehm 1992 & Pines 1998) menambahkan bahwa faktor kognitif merupakan salah satu komponen yang membentuk kecemburuan. Komponen kognitif dalam kecemburuan meliputi pemikiran seperti self-blame / menyalahkan diri sendiri (mis: ”Bagaimana mungkin aku bisa sebuta ini, aku merasa aku begitu bodoh?”), membandingkan diri dengan saingan (mis: ”Saya merasa saya tidak menarik, sexy, intelek, dan sukses), berfokus kepada satu pandangan publik (mis: ” Setiap orang mengetahui dan tertawa kepadaku”), mengasihani diri sendiri/self-pity (mis : ”Aku merasa sendirian di dunia ini, tidak satupun yang mencintaiku”), rasa tidak percaya (mis : ”Bagaimana mungkin kamu membohongi aku seperti ini?”), posesif, pemikiran akan disingkirkan, pemikiran mengenai balas dendam, dan pemikiran untuk mengalah.


(41)

c. Tahap ketiga (emotional reaction)

Tahap ketiga ini melibatkan reaksi emosional. Seseorang yang sedang mengalami kecemburuan biasanya tidak menyadari bahwa yang mereka pikirkan adalah hal yang tidak rasional. Jenis-jenis emosi yang dirasakan saat seseorang sedang mengalami kecemburuan antara lain adalah marah terhadap paangan dan,atau orang ketiga, cemas akan kehilangan hubungan percintannya, depresi dan sedih akan kehilangan yang dialami.

Brehm (1992) menyatakan bahwa tahap ketiga (emotional reaction) sama halnya dengan komponen kecemburuan yang diungkapkan oleh White. Komponen emosi merupakan salah satu komponen yang membentuk kecemburuan seseorang (Whire, dalam Brehm 1992). White (dalam Pines 1998) kemudian menambahkan komponen emosi yang berhubungan dengan kecemburuan meliputi kesedihan, sakit hati, agresi, putus asa, marah-marah, takut, iri hati, dan peraasan terhina.

d. Tahap keempat (coping response)

Menurut Bryson (dalam Brehm,1992), perilaku coping terhadap kecemburuan dapat dibagi ke dalam dua orientasi tujuan yaitu mempertahankan hubungan (relationship maintaining) dan mempertahankan self-esteem (self-esteem maintaining). Dari dua orientasi tujuan besar tersebut, terbagi lagi ke dalam empat kategori perilaku yang dapat diambil seorang individu untuk mengatasi kecemburuannya (Bryson dalam Salovey, 1991). Pertama, apabila seseorang memiliki keinginan untuk mempertahankan hubungannya dan juga mempertahankan self-esteem dirinya, maka perilaku yang mungkin terjadi adalah


(42)

membicarakan masalah tersebut dan sama–sama mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Kedua, apabila seseorang memiliki keinginan untuk lebih mempertahankan self-esteem nya daripada mempertahankan hubungan yang ada, maka perilaku yang mungkin terjadi adalah mengancam untuk mengakhiri hubungan atau sama sekali memang mengakhiri hubungan yang telah dijalin, dan menyerang pasangan secara fisik atau verbal. Ketiga, apabila seseorang lebih memprioritaskan hubungan yang ada, namun bersedia untuk mengorbankan self-esteem nya, maka perilaku yang mungkin terjadi adalah memohon kepada pasangan untuk tetap bersama dirinya (hadirnya sikap dependence), menujukkan tingkah laku seolah-olah tidak ada masalah yang terjadi, serta membuat pasangannya berfikir bahwa ia tidak lagi perduli terhadap dirinya (impression

management). Keempat, apabila seseorang tidak terdorong untuk

mempertahankan hubungan yang ada dan juga tidak termotivasi untuk mempertahankan self-esteem nya, maka perilaku yang mungkin terjadi adalah menyalahkan diri sendiri, menyakiti diri sendiri dan hanya berharap semoga pasangnnya berhenti menyakiti dirinya.

Tabel 1. Perilaku Coping Terhadap Kecemburuan (Analisis dual-motivation oleh Bryson, 1977)

MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN

(RELATIONSHIP MAINTAINING)

Yes No

MEMPERTAHANKAN

SELF-ESTEEM (SELF-ESTEEM MAINTAINING)

Yes Negotiating a mutually

acceptable solution

Verbal/physical attacks against the partner

Terimination relationship

No Clinging to the

relationship

Self-destructive behaviors Intropunitiveness


(43)

Model coping response yang dikemukakan oleh Bryson di atas, belum dapat melihat arah dari perilaku yang diambil, bersifat konstruktif atau destruktif. Maka, Rusbult (dalam Salovey, 1991) kemudian mengembangkan model coping response terhadap kecemburuan dari model Rusbult di atas dengan menyertakan dua dimensi yaitu constructive-destructive dan active-passive. Kedua dimensi ini digabungkan untuk menjelaskan empat kelas respon yang berbeda yaitu exit, voice, loyalty, dan neglect (EVLN). Dimensi constructive-destructive lebih menekankan kepada bagaimana hubungan itu dipertahankan atau dipelihara, apakan melalui cara yang constructive (membangun) atau destructive (merusak), sedangkan dimensi active-passive lebih merujuk kepada sifat respon yang dimunculkan.

Active

Constructive

EXIT VOICE

LOYALTY NEGLECT

Passive

Destructive


(44)

Berikut adalah penjelasan dari keempat kelas respon :

1) Voice (active/constructive) : mengekspresikan ketidakpuasan dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi (pada model Bryson, mempertahankan hubungan dan mempertahankan self-esteem) 2) Exit (active/destructive) : mengakhiri atau mengancam akan

mengakhiri hubungan (pada model Bryson, mempertahankan self-esteem namun tidak mempertahankan hubungan)

3) Loyalty (passive/constructive) : menunggu dan berharap bahwa kondisi akan kembali baik dengan sendirinya (pada model Bryson, lebih memprioritaskan mempertahankan hubungan daripada mempertahankan self-esteem)

4) Neglect (passive/destructive) : mengabaikan dan tidak akan berusaha untuk memperbaiki hubungan lagi (pada model Bryson, sama-sama tidak berorientasi untuk mepertahankan hubungan atau self-esteem)

Tahap keempat (the coping response) yang dikemukakan oleh Bryson dan Rusbult di atas merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang ketika mengalami kecemburuan. White (dalam Brehm,1992) menambahkan bahwa komponen perilaku juga merupakan salah satu komponen yang membentuk kecemburuan dalam diri seseorang. Komponen perilaku merupakan bagian dari komponen eksternal kecemburuan, yang lebih mudah untuk dilihat dan diekspresikan dalam beberapa bentuk perilaku. White ( dalam Priefer, 2007) menambahkan bahwa komponen ini mencakup dua bentuk perilaku yaitu


(45)

detective dan protective. Tindakan detective mencakup bertanya, dan mencari tahu dengan siapa pasangannya lebih dekat. Sedangkan tindakan protective mencakup segala macam bentuk tindakan yang dilakukan untuk memastikan agar keintiman antara pasangan dan saingannya tidak terjadi. Adapun bentuk dari perilaku ini seperti menghina atau menjelek-jelekkan saingannya, atau ikut bergabung ketika pasangan dan saingannya terlibat dalam percakapan. Pines (1998) menambahkan tindakan-tindakan seperti : berbicara secara terbuka mengenai masalah yang dihadapi, berteriak, menangis, mengabaikan masalah, menggunakan candaan/humor, membalas dendam, meninggalkan pasangan atau menujukkan kekerasan juga merupakan bentuk dari komponen perilaku

e. Tahap kelima (the outcome)

Tahap kelima adalah hasil dari perilaku coping. Perilaku coping yang konstruktif terhadap kecemburuan akan segera mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh rasa cemburu dan berguna juga untuk efek jangka panjang seperti kesejahteraan orang-orang yang terlibat dan kualitas hubungan tersebut. Hasil dari perilaku coping yang ditunjukka individu dapat dilihat melalui tiga hal. Pertama, apa dampak dari coping yang dilakukan terhadap hal yang dianggap ancaman? Apakah individu tersebut mampu untuk mengurangi ancaman? Kedua, apa dampak coping yang dilakukan terhadap individu-individu yang terlibat dalam hubungan tersebut : diri nya sendiri, pasangan, dan individu lainya? Ketiga, bagaiman perilaku coping yang ditunjukkan berdampak terhadap hubungan yang dijalin. Apakah keadaan hubungan sama dengan sebelumnya, berubah atau berakhir?


(46)

4. Jenis – jenis kecemburuan

Berdasarkan situasi yang memicu munculnya kecemburuan, Salovey (1991) membagi kecemburuan dalam dua bentuk yaitu :

a. Suspicious Jealousy

Suspicious jealousy memaksudkan bahwa kecemburuan yang timbul terjadi ketika individu melihat ancaman yang dapat merusak hubungan mereka, hanyalah didasari pada kecurigaan semata ataupun ketika ancaman tersebut tidak nyata hadir di hadapan mereka. Suspicious jealousy terjadi ketika seorang individu meyakini bahwa pasangannya mengalihkan perhatian yang seharusnya untuk dirinya kepada rival atau saingannya ataupun kepada pihak ketiga. Brinkle & Buunk (1991, dalam Brehm, 2002) menambahkan bahwa suspicious jealousy terjadi ketika salah satu orang dari pasangan tidak berbuat kesalahan dan salah seorang lainnya merasa curiga namun tidak memiliki bukti. Suspicious jealousy meliputi beberapa atribut berikut :

1) Kecemasan, ketakutan, keraguan, kecurigaan dan pikiran-pikiran negatif yang berlebihan mengenai apa yang mungkin telah dilakukan pasangannya.

2) Ketidakpercayaan/kecurigaan yang terus menerus terhadap pasangan (obsesive mistrust of the partner), tidak mampu untuk berkonsentrasi kepada hal lainnya, merenung, dan berfantasi bahwa pasangan dan rivalnya menikmati suatu hubungan yang membahagiakan.

3) Perilaku-perilaku yang mencakup memata-matai pasangan, memeriksa petunjuk-petunjuk (clues) yang mungkin dapat membenarkan


(47)

kecurigaan mereka dan berusaha untuk mengatur tingkah laku pasangan.

b. Fait Accompli/Reactive Jealousy

Fait accompli/reactive jealousy terjadi ketika suatu ancaman terhadap hubungan itu benar-benar muncul dalam kehidupan nyata, jelas, tidak ambigu, dan sifatnya merusak. Ancaman yang hadir dalam jenis kecemburuan ini adalah ancaman yang memang bersifat fakta, sesuatu yang diketahui telah terjadi, bukan hanya sekedar imajinasi/khayalan. Karakteristik pengalaman dari fait accompli/reactive jealousy ini sangat bergantung kepada fokus daripada perhatian. Ketika fokus perhatian tertuju kepada hilangnya suatu hubungan, hal yang dirasakan adalah kesedihan (sadness); ketika fokus perhatian terletak pada pelanggaran komitmen atau pengkhiatan dari pasangan atau rivalnya, maka hal yang dialami adalah marah (anger); ketika fokus perhatian tertuju kepada kelemahan pribadi, maka hal yang dialmi adalah depresi dan cemas (depresion and anxiety); dan ketika fokus terletak pada superioritas yang dimiliki oleh rivalnya, maka hal yang dialami adalah perasaan iri (envy).

Salovey (1991) kemudian menambahkan bahwa dalam fait accompli/reactive jealousy ini, seseorang akan sering melihat hubungan baru yang dibentuk pasangannya dengan rivalnya sebagai sesuatu hubungan yang bahagia. Seseorang akan sering membandingkan kesepian yang dialaminya dengan kebahagiaan yang tampak pada mantan pasangannya; seseorang juga akan sering membandingkan ketergantungan dan kerinduan yang dialami kepada mantan pasangannya terhadap kurangnya kebutuhan akan dirinya oleh pasangannya.


(48)

Kedua jenis kecemburuan ini dapat berdiri sendiri dari stimulus yang menyertainya, namun kadangkala dapat terjadi tumpang tindih antara suspicious jealousy dan reactive jealousy pada saat reactive jealousy menghasilkan suspicious jealousy. Meskipun seorang individu telah secara jelas mengetahui dan mendapati peristiwa yang membuat ia cemburu hadirnya di depannya, namun terkadang hal tersebut masih meninggalkan banyak sekali pertanyaan dan ketidakjelasan. Pertanyaan seperti mengapa hal tersebut terjadi, apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana rival yang ia hadapi sebenarnya, apa yang telah mereka lakukan bersama dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang merupakan bagian dari suspicious jealousy. Hal yang mungkin terjadi juga adalah sebaliknya, dimana suspicious jealousy menghasilkan reactive jealousy. Perilaku-perilaku yang menunjukkan kecurigaan seperti mengawasi, memeriksa, berusaha mengatur perilaku pasangan akhirnya dapat menjadi reactive jealousy ketika individu tersebut berhasil membuktikkan kecurigaannya tersebut (Salovey, 1991).

B. Dewasa Dini

1. Pengertian Dewasa Dini

Kata adult berasal dari bahasa Latin, yang berarti tumbuh menjadi dewasa, jadi orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999). Setiap kebudayaan memiliki perbedaan tersendiri dalam memberikan batasan usia kapan seseorang dikatakan dewasa. Pada sebagaian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai atau hampir selesai dan apabila organ


(49)

reproduksi anak sudah berkembang dan mampu bereproduksi. Hurlock (1999) membedakan masa dewasa dalam 3 bagian, yaitu:

1. Masa dewasa dini (18 – 40 tahun )

Masa ini ditandai dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang disertai berkurangnya kemampuan produktif.

2. Masa dewasa madya (40 – 60 tahun)

Masa menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang tampak jelas pada setiap orang.

3. Masa dewasa lanjut (Usia lanjut)

Dimulai dari usia 60 tahun sampai kematian. Pasa masa ini kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun, tetapi teknik pengobatan modern, serta upaya dalam hal berpakaian serta dandanan memungkinkan pria dan wanita berpenampilan, bertindak, dan berperasaan seperti saat mereka masih lebih muda.

2. Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Dini

Havighurst (dalam Lenfrancois, 1990) menyatakan bahwa tugas perkembangan adalah tuntutan yang diberikan kepada individu oleh lingkungan atau masyarakat sekitar terhadap diri individu tersebut, yang mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia. Menurut Havigrust, dewasa dini memiliki tugas perkembangan sebagai berikut:

1. Memilih pasangan

2. Belajar untuk hidup bahagia dengan pasangan


(50)

4. Mengasuh anak

5. Mengelola rumah tangga 6. Mulai bekerja dan meniti karir

7. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara 8. Membangun hubungan sosial

3. Tugas Psikososial Dewasa Dini

Erikson mengatakan bahwa tahap perkembangan psikososial dewasa dini adalah intimacy versus isolation, sebagai salah satu tugas yang penting bagi dewasa dini (dalam Papalia, 2004). Intimacy akan muncul saat seseorang sudah mencapai atau menemukan cara untuk membentuk dan mempertahankan identitas secara menetap, yang dilakukan dalam masa remaja. Intimacy merupakan kemampuan seseorang untuk menyatukan identitas diri yang sudah ditemukan di masa remaja dengan identitas diri orang lain (Feist & Feist, 2002). Erikson menggambarkan intimacy sebagai sebuah proses menemukan identitas diri dan juga kehilangan identitas diri pada orang lain (dalam Santrock,1998). Newman (2006) kemudian menambahkan bahwa intimacy merupakan kemampuan seseorang untuk mengalami, baik itu menerima atupun memberi, suatu hubungan yang terbuka, saling mendukung dan hubungan yang penuh kasih dengan orang lain tanpa adanya ketakutan kehilangan identitas diri di dalam proses tersebut. Intimacy pada dewasa dini dapat ditemukan melalui hubungan intim yang

dibentuk dengan pasangan romantisnya (pacar, suami atau istri) dan juga dengan sahabat (Papalia,2004). Newman (2006) kemudian menambahkan bahwa salah


(51)

satu tugas perkembangan pada dewasa dini adalah membangun hubungan yang intim dengan seseorang di luar dari anggota keluarganya.

Suatu hubungan yang intim memiliki komponen kognitif dan afektif. Seseorang akan mampu untuk memahami pandangan dan pemikiran dari pasangannya. Individu biasanya juga akan mengalami suatu rasa kepercayaan diri dan saling memberikan perhatian yang merefleksikan kasih sayang mereka terhadap pasangannya. Intimacy juga akan mendorong individu unuk terbuka dengan perasaannya sehingga memungkinkan individu tersebut untuk berbagi ide-ide dan rencana dengan pasangannya (Newman, 2006)

Individu dewasa dini yang tidak berhasil melaksanakan tugas perkembangan psikosialnya, dalam menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy akan mengalami isolasi. Isolasi merupakan keadaan individu

yang tidak memiliki kemampuan untuk menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy yang sebenarnya (Erikson dalam Feist & Feist, 2002). Ketidakmampuan untuk

membangun hubungan yang bermakna dengan orang lain dapat berbahaya bagi kepribadian individu. Hal ini memungkinkan individu untuk menolak, mengabaikan, atau menyerang orang-orang yang mereka anggap dapat membuat mereka frustasi (Santrock, 1995). Newman (2006) kemudian menambahkan bahwa ada beberapa yang dapat dialami oleh individu yang mengalami isolasi seperti: kesepian, depresi, identitas diri yang kaku dan gangguan seksual.


(52)

C. Gay

1. Pengertian Gay

Istilah gay digunakan secara umum untuk menggambarkan seorang pria yang tertarik secara seksual dengan pria lain dan menunjukkan komunitas yang berkembang diantara orang-orang yang memiliki orientasi seksual yang sama. Caroll (2005) mengatakan bahwa orientasi seksual merupakan ketertarikan seseorang pada jenis kelamin tertentu secara emosional, fisik, seksual dan cinta. Caroll kemudian menambahkan bahwa teori-teori yang berhubungan dengan orientasi seksual dapat dibagi dalam dua tipe yang dasar : yaitu essential dan constructionist. Pada paham esentialisme menekankan bahwa homoseksual secara pembawaan berbeda dengan heteroseksual, hasil dari faktor biologis dan proses perkembangan. Teori essential mula-mula mengimplikasikan bahwa homoseksualitas merupakan sebuah abnormalitas dalam perkembangan., yang memberikan kontribusi bahwa homoseksual ini adalah suatu penyakit. Sedangkan paham constructionist sebaliknya menekankan bahwa homoseksulitas merupakan suatu peran sosial yang telah berkembang secara berbeda dalam kebudayaan yang berbeda dan waktu yang berbeda juga dan untuk ini dapat dikatakan bahwa homoseksualitas secara pembawaan, tidak berbeda dengan heteroseksualitas.


(53)

2. Jenis-Jenis Gay

Bell dan Weinberg (dalam Masters, 1992) mengelompokkan homoseksual ke dalam 5 kelompok, yaitu:

a. Close-couple

Homoseksual yang hidup dengan pasangannya, dan melakukan aktifitas yang hampir sama dengan pernikahan yang dilakukan oleh kaum heteroseksual. Homoseksual jenis ini memiliki masalah yang lebih sedikit, pasangan seksual yang lebih sedikit, dan frekuensi yang lebih rendah dalam mencari pasangan seks dibandingkan jenis homoseksual yang lain.

b. Open-couple

Homoseksual jenis ini memiliki pasangan dan tinggal bersama, tetapi memiliki pasangan seksual yang banyak, dan menghabiskan waktu yang lebih banyak untuk mencari pasangan seks. Homoseksual ini memiliki permasalahan seksual yang lebih banyak dibandingkan close-couple homoseksual.

c. Functional

Homoseksual jenis ini tidak memiliki pasangan, dan memiliki pasangan seks yang banyak, tetapi dengan sedikit masalah seksualitas. Individu homoseksual ini kebanyakan individu muda, yang belum menerima orientasi seksualnya, dan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap seksualitas.


(54)

d. Dysfunctional

Tidak memiliki pasangan menetap, memiliki jumlah pasangan seksual yang banyak, dan jumlah permasalahan seksual yang banyak.

e. Asexual

Ketertarikan terhadap aktifitas seksual rendah pada kelompok ini, dan cenderung untuk menutup-nutupi orientasi seksualnya.

3. Tipe Hubungan Pada Gay

Berdasarkan pendekatan sosiokultural, David Sonenschein (dalam Hogan, 1980) mengidentifikasikan ada enam tipe hubungan sosioseksual yang terdapat pada gay. Adapun keenam tipe tersebut anatara lain :

a. Permanent Social Relationship

Pada bentuk hubungan ini, tidak terdapat adanya aktifitas seksual. Individu-individu akan menjelasakan diri mereka sebagai ” teman atau sahabat dekat ” yang dimana persahabatan ini dijaga dari waktu ke waktu.

b. Nonpermanent Social Relationship

Pada bentuk hubungan ini, individu-individu menyatakan diri mereka sebagai teman baik, tetapi di luar kelompok (clique) tidak ada kontak yang berlanjut. Hubungan seksual/genital sangat jarang terjadi pada bentuk hubungan ini

c. Permanent Sexual Relationship

Permanent Sexual Relationship mencakup ”dipertahankan” dan hubungan didasarkan kepada sifat materialisitik. Keterlibatan seksual dan emosional dengan pasangan tidaklah terlalu dalam dan sifatnya terpakasa. Bentuk


(55)

hubungan ini mungkin mencakup seorang individu yang lebih muda ’dipelihara’ oleh individu yang lebih tua, yang memiliki kekayaan yang lebih yang mengharapkan permanensi dalam hubungan tersebut. Bentuk hubungan ini sangat tidak stabil daan kemungkinan untuk terjadinya ketidaksetiaan oleh individu yang lebih muda tersebut lebih besar.

d. Nonpermanent Sexual Relationship

Nonpermanent Sexual Relationship (”one night stand”) merupakan tipe hubungan yang paling sering terjadi. Individu akan melakukan hubungan seksual dengan orang yang tidak terlalu mereka kenal dan tujuan utama mereka hanyalah aktifitas seksual dan orgasme. Perilaku promiscuous ini bisa disebabkan karena faktor psikodinamik seperti penghindaran terhadap komitmen interpersonal seperti keintiman dan tanggung jawab serta faktor sosiologis.

e. Permanent Sociosexual Relationship

Literatur psikologi menunjukkan bahwa mempunyai pasangan seksual yang tetap merupakan tujuan yang paling banyak dimiliki pada banyak gay. Seiring dengan bertambahnya umur (sekitar 30 tahun) menemukan pasangan menjadi hal yang sangat penting. Hubungan ini didasarkan pada konsep cinta, bukan hanya seksual. Individu mulai berbagi dan dan menyamakan nilai-nilai dan minat masing-masing.

f. Nonpermanent sociosexual Relationship

Pada tipe hubungan ini, individu mengidentifikasikan dirinya sebagai ”teman” tetapi juga sebagai pasangan seksual yang potensial. Berbeda


(56)

dengan nonpermanent sexual relationship, dimana aktivitas seksual terjadi terlebih dulu, sedangkan pada nonpermanent sociosexual relationship, interaksi sosial terjadi terlebih dahulu sebelum aktifitas seksual.

4. Perkembangan Seseorang Menjadi Homoseksual

Salah satu model teori mencoba menjelaskan perkembangan seseorang hingga menjadi kaum homoseksual. Tahapan perkembangan tersebut menurut Papalia, Olds, dan Feldam (2007) adalah : 1) Kesadaran akan adanya ketertarikan pada sesama jenis, antara umur 8-11 tahun. 2) Perilaku seksual sesama jenis, antara umur 12-15 tahun. 3) Identifikasi sebagai gay atau lesbian, antara umur 15-18 tahun. 4) Kedekatan dengan sesama jenis, antara umur 17-19 tahun. 5) Pengembangan hubungan romantis sesama jenis, antara umur 18-20 tahun.

Namun model ini tidak bisa secara akurat mereflesikan pengalaman yang mungkin saja dialami oleh kaum homoseksual yang lebih muda. Banyak diantara mereka yang merasa lebih bebas daripada masa sebelumnya untuk mendeklarasikan identitasnya (Diamond, 1998 dalam Papalia, 2007).

D. Pacaran

1. Pengertian Pacaran

Pacaran merupakan salah satu aktifitas dalam memilih dan menetapkan pasangan. Menurut Papalia (2004), pacaran adalah kegiatan bagi dewasa dini untuk menemukan keintiman. Saxton (dalam Bowman & Spainer, 1978) menggambarkan pacaran sebagai sebuah istilah yang digunakan masyarakat untuk menggambarkan sebuah perencanaan kegiatan, termasuk di dalamnya adalah melakukan aktifitas bersama anatar dua orang yang biasanya belum menikah dan


(57)

berjenis kelamin berbeda. Proses pacaran tersebut dapat direncanakan untuk beberapa bulan atau bisa juga dalam beberapa menit. Pacaran hanya terjadi saat seseorang mengajak orang lain untuk melakukan aktifitas pacaran tersebut.

Keduanya membentuk sebuah hubungan dan memberitahukan kepada umum. Hubungan tersebut bisa saja bersifat bebas, tanpa disengaja dan sementara, bahkan bisa juga bertahan lama dan ekslusif.

Hurlock (1999) menambahkan bahwa banyak dewasa muda lebih menyukai pasangan tetap daripada berganti-ganti, tetapi meskipun demikian, mempunyai pasangan tetap tidak harus perlu melibatkan rencana untuk masa depan dan berjanji menikah. Namun hal itu memperbolehkan dilakukannya bentuk-bentuk perilaku seksual lebih lanjut. Duval (1985) menyatakan bahwa pacaran memiliki 3 elemen yaitu (1) ada kegiatan/aktifitas, (2) dilakukan bersama, (3) oleh dua orang yang berjenis kelamin berbeda.

2. Fungsi Pacaran

Win dan Naas (dalam Bowman & Spainer, 1978) mengatakan bahwa pacaran memiliki beberapa fungsi, yaitu :

a. Pacaran sebagai bentuk rekreasi

Pacaran memberikan hiburan bagi individu yang melakukan pacaran dan sebagai sumber kesenangan

b. Pacaran sebagai bentuk sosialisasi

Pacaran memberikan kesempatan pada individu untuk saling mengenal, belajar menyesuaikan satu sama lain, dan mengembangkan tehnik interaksi yang sesuai dengan pasangan.


(58)

c. Pacaran sebagai bentuk prestasi

Melalui pacaran seseorang akan bisa terlihat bersama dengan seseorang yang diinginkan oleh teman-teman sebaya, dimana hal ini dapat memberikan kebanggan dan martabat.

d. Pacaran adalah untuk saling mengenal

Pacaran memberikan kesempatan bagi mereka yang belum menikah untuk berhubungan dengan orang lain dengan tujuan untuk memilih pasangan dengan siapa seseorang akan menikah

3. Tahap pacaran

Menurut Adam (dalam Newman, 2006), pemilihan pasangan atau pacaran memilki 4 tahap, yaitu:

a. Fase I : Original Attraction

Proses yang terdapat dalam tahap ini adalah pengidentifikasian pasangan. Prinsip homogami yang terdapat dalam tahap ini menjelaskan bahwa seseorang akan tertarik dengan individu lain yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Karakteristik-karakteristik demografik seperti tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan nilai-nilai keagaamaan yang sama antar satu individu dengan individu yang lainnya, akan semakin meningkatkan ketertarikan pada kedua individu tersebut. Selain karakteristik demografik yang sama, penampilan fisik serta status sosial juga akan mempengaruhi seseorang dalam memilih pasangannya. Buss (dalam Newman, 2006) menyatakan bahwa laki-laki lebih menekankan kepada penampilan fisik dan kemudaan dari pasangannya sementara wanita lebih menekankan


(59)

kepada prospek finansial, kemandirian dan ketekunan dari pasangannya. Individu akan mencari orang-orang yang yang dapat mendukung tujuan mereka, yang dapat memberikan harapan yang pasti dan yang mampu untuk berbagi pengalaman dengan dirinya (Sanders dalam Newman, 2006) b. Fase II : Deeper Attraction

Pada tahap ini pasangan lebih membuka diri serta memberikan informasi mengenai dirinya sendiri melalui interaksi hubungan yang lebih dalam dan mulai untuk menemukan kesamaan-kesamaan yang sifatnya lebih penting. Setiap orang memiliki nilai-nilai serta karakterisitk yang berbeda yang digunakan sebagai filter dalam memilih pasangannya, apakah pasangannya tersebut memenuhi syarat bagi dirinya. Bagi beberapa orang, kriteria-kriteria ini digunakan sebagai pembatas dalam memilih pasangan nikahnya seperti agama, ras, latar belakang pendidikan dan sejarah keluarga dari pasangannya. Kebanyakan individu akan mencari pasangan yang akan dapat memahami mereka dan dapat memberikan dukungan emosional. Individu-individu tersebut tidak akan tertarik dengan individu lain yang memiliki pandangan yang berbeda, yang berasal dari latar belakang keluarga yang jauh berbeda ataupun memiliki kualitas temperamen yang tidak mereka sukai. Semakin baik suatu pasangan dapat melihat perbedaan dan persamaan yang ada di dalam diri mereka dan pasangannya, hal ini dapat meningkatkan keintiman di dalam hubungan mereka.


(1)

LEMBAR OBSERVASI

Nama subjek :

Usia :

Waktu :

Tanggal/hari : Tempat : Wawancara ke :

Hal-hal yang diobservasi: 1. Penampilan fisik subjek

2. Perilaku yang ditampakkan subjek 3. Setting lingkungan

4. Hal-hal yang mengganggu wawancara

5. Hal-hal unik, menarik dan tidak biasa dalam wawancara 6. Hal-hal yang sering dilakukan subjek selama wawancara 7. Sikap subjek kepada pewawancara


(2)

LAMPIRAN 4


(3)

PEDOMAN WAWANCARA

1. Kehidupan Pacaran Responden dengan Pasangan

a. Bagaimana pengalaman pacaran yang dialami oleh responden? b. Bagaimana awal terbentuknya hubungan pacaran?

c. Aktivitas apa saja yang dilakukan dalam berpacaran?

2. Penyebab Kecemburuan yang Timbul Terhadap Pasangan

a. Bagaimana responden memandang dirinya sendiri sebagai suatu pribadi b. Bagaimana responden memandang pasangannya?

c. Bagaimana pandangan responden terhadap perilaku seks bebas yang dominan dalam kehidupan gay?

d. Bagaimana wuud perasaan cinta yang diperlihatkan responden terhadap pasangannya?

e. Bagaimana penilaian responden tentang ekspresi cinta yang diperlihatkan pasangan kepada dirinya?

f. Usaha-usaha apa sajakah yang dilakukan oleh responden untuk menjaga kelanggengan hubungan dengan pasangan?

g. Hal-hal apa saja yang biasanya membuat responden cemburu kepada pasangannya?

3. Proses Kecemburuan yang Dialami oleh Gay dalam Hubungan Pacaran

a. Bagaimana gambaran pikiran responden ketika sedang cemburu terhadap pasangannya?


(4)

217 

 

b. Bagaimana perasaan responden ketika sedang cemburu kepada pasangannya? c. Bagaimana gambaran perilaku / tindakan yang dilakukan oleh responden

ketika merasa cemburu terhadap : dirinya sendiri, pasangannya, rivalnya dan juga orang lain?

d. Bagaimana pasangan menanggapi kecemburuan yang dirasakan oleh responden?

e. Bagaimana keadaan hubungan sewaktu responden telah melakukan tindakan untuk mengatasi kecemburuannya?


(5)

LAMPIRAN 5

PARADIGMA PENELITIAN


(6)

                                          Ho Lesbia

1. De 2. M 3. Se Ex Fakto

Ket:      : terbagi,

     : mempen moseksual G an Penyebab T Kecemb ependence Mate Value exual xclusivity or Personal meliputi ngaruhi Orientasi S Biseks Gay • Perilak • Sulit n

(Popul Terjadinya buruan Sifat Stim 1. Seksu 2. Emosi Seksual sual M ku Promiscuo nya menemuk lasi gay yang

mulus al ional PARADIG DE Heteroseksu Masalah-Mas ous kan pasangan g rendah) KEC JENI KECEM 1. Suspicio 2. Reactive

PACARAN GMA PEN EWASA DI ual salah Berpaca n •St •Pe •Pe CEMBURU IS-JENIS MBURUAN ous Jealousy e Jealousy N 218 NELITIAN INI    

Tugas PPerkembanga

aran Pada Ga tigma Masya engalaman p erasaan takut UAN N PR Memili ay arakat acaran sebel t kehilangan ROSES KE Ta The O Ta Coping Ta Emotion Ta Seconda Ta Primary ih Pasangan an n Tugas Psikososial Membaangun Intima umnya ECEMBUR ahap 5 Outcome ahap 4 g Response ahap 3 nal Reaction ahap 2 ry Appraisal ahap 1 y Appraisal RUAN l n l acy