PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN SIKAP POSITIF SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL.
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK
DAN SIKAP POSITIF SISWA SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA MELALUI PENDEKATAN
KONTEKSTUAL
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Megister Pendidikan Pada Program
Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
IRYANA MUHAMMAD
NIM. 8106171027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK
DAN SIKAP POSITIF SISWA SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA MELALUI PENDEKATAN
KONTEKSTUAL
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Megister Pendidikan Pada Program
Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
IRYANA MUHAMMAD
NIM. 8106171027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013
ABSTRAK
IRYANA MUHAMMAD. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik
dan Sikap Positif Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan
Kontekstual. Tesis. Medan: Program Pascasarjana UNIMED, 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa, peningkatan sikap positif siswa, interaksi antara penerapan
pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa serta untuk mengetahui
bagaimana proses penyelesaian masalah siswa. Populasi pada penelitian ini adalah
siswa SMP Negeri di kota Lhokseumawe yang berakreditasi B, dari hasil
pengambilan sampel secara acak diperoleh sampel yaitu siswa SMP Negeri 4 dan
siswa SMP Negeri 12 Lhokseumawe, menggunakan metode quasi eksperimen
dengan unit sampel sebanyak 73 siswa yang pengambilannya dilakukan
berdasarkan acak kelas. Instrumen penelitian berupa tes kemampuan komunikasi
matematik dan skala sikap. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari statistik
deskriptif N-Gain untuk menyajikan data dan statistik inferensial berupa uji-t dan
ANAVA dua jalur. Berdasarkan hasil analisis uji-t untuk hipotesis pertama dan
kedua diperoleh hasil penelitian: (1) peningkatan kemampuan komunikasi siswa
yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang diajarkan melalui pembelajaran biasa, dengan taraf signifikan 0,00; (2)
peningkatan sikap positif siswa yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan melalui pembelajaran
biasa dengan taraf signifikan 0,0005. Berdasarkan hasil analisis ANAVA dua jalur
untuk hipotesis ketiga dan keempat diperoleh hasil penelitian: (3) tidak terdapat
interaksi antara penerapan pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal
matematika siswa dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa
dengan nilai signifikan 0,864; (4) tidak terdapat interaksi antara penerapan
pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa dalam
meningkatkan sikap positif siswa dengan taraf signifikan 0,724. Proses
penyelesaian masalah yang dihasilkan oleh siswa pada pendekatan kontekstual
lebih tepat dan strategi penyelesaian yang digunakan lebih beragam dibandingkan
dengan siswa pada pembelajaran biasa. Dengan demikian yang menjadi saran dari
hasil penelitian ini adalah (1) pendekatan kontekstual sangat potensial untuk
diterapkan dalam pembelajaran matematika pada beberapa topik yang sesuai, (2)
pendekaan kontekstual akan sangat baik diterapkan dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik dan sikap positif siswa terhadap matematika
khususnya pada siswa yang berkategori kemampuan rendah, (3) baik digunakan
untuk meningkatkan kompetensi guru tentang berbagai jenis pendekatan
pembelajaran agar pembelajaran dapat memenuhi tujuan pembelajaran
matematika, dan (4) kepada peneliti selanjutnya disarankan agar kiranya dapat
melanjutkan penelitian ini ke arah yang lebih kompleks lagi, guna memperoleh
penemuan yang lebih terperinci.
Kata Kunci :
Kemampuan Komunikasi Matematik, Sikap Positif, dan
Pendekatan Kontekstual
ii
ABSTRACT
IRYANA MUHAMMAD. Improving Mathematical Communication Skills
And Positive Attitude Math of Students Junior High School Through
Contextual Approach. Thesis. Medan: Postgraduate Program of UNIMED,
2012.
The aims of this research is to know the improving students mathematical
communication skills and the improving of students positive attitude. The
interaction between an aplication of learning approach and the early students’
ability, to know how the prosess of students problem solving. The research
population are the students of SMPN in lhokseumawe city. The results of random
interpretation sample are: the students of SMPN 4 and SMPN 12 lhokseumawe
which uses experimental methode quasi with 73 students as the sample unit that
extracted based on a random class. The research instrument uses mathematical
communication skills test and attitude scale. The data analysis in this research
consists of N-GAIN descriptive statistics to present the data and inferential
statistics is t-test and two ways ANOVA analysis. Base on the result of t-test
analysis for the first and the second hypoteses they are : (1) the improving
students communication skills which taught through contextual approach were
higher than students who were taught through ordinary learning, with significant
level 0,00, (2) the improving students’ possitive attitude who were taught through
contextual approach were higher than students who were taught through ordinary
learning with significant level 0,0005 and based on the result of two ways
ANOVA analysis for third and fourth hypotheses they are: (3) there is no
interaction between the application of learning approach and early mathematical
ability of students in improving mathematical communication skills with
significant value 0,864. (4) there is no interaction between the application of
learning approach and early mathematical ability of student sin improving positive
attitude with significant level 0,724. The result of students’ problem solving
process with contextual approach is more accurate and more complex the
settlement strategy which used than students on ordinary learning. Thus, the
suggestion of this research they are: (1) contextual approach is very pontential to
apply in mathematical learning into some appropriate topics. (2) the contextual
approach will better to apply in improving mathematical communication skills
and students positive attitude for math, especially for the students who
categorized of low ability. (3) it ss good to be used to improve the teachers
competence on a veriety learning approach in order to achieve the good of
mathematical learning, and (4) the suggestion for the next reseachers areable to
continue for more complex research, to find more detail invention.
Key words : Mathematical Communication Skills, Positive Attitude, And
Contextual Approach.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan proposal tesisi ini dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Komunikasi Matematik dan Sikap Positif
Menengah Pertama Melalui
Siswa Sekolah
Pendekatan Kontekstual”. Salawat dan salam
penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah
ummat.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak
langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah Swt memberikan balasan
yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya
penulis sampaikan kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd dan Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd.,
M.A., M.Sc., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I dan II yang telah
meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan,
arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis.
2.
Ibu Dra. Ida Karnasih, M.Sc., Ed., Ph.D., Bapak Dr. Edi Syahputra M.Pd.,
dan Bapak Dr. Kms.,Muhammad Amin Fauzi, M.Pd selaku Narasumber yang
telah
banyak
memberikan
saran
penyempurnaan tesis ini.
iii
dan
masukan-masukan
dalam
3.
Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat
memberikan kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga bagi
penulis.
4.
Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED
yang
telah
memberikan
bantuan
dan
kesempatan
kepada
penulis
menyelesaikan tesis ini.
5.
Ayahanda Muhammad dan Ibunda Marliah, ananda ucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya atas semua kasih sayang dan doa yang telah
diberikan kepada penulis agar senantiasa tabah, sabar, semangat dalam
menyelesaikan pendidikan ini.
6.
Adik-adikku: Sitty Rahmah, Rizky Munazar dan Zawiel Ikram yang selalu
memberikan dorongan dan semangat selama penulis menempuh perkuliahan
dan merampungkan tesis ini.
7.
Kepala Sekolah SMP Negeri 4 dan Kepala Sekolah SMP Negeri 12
Lhokseumawe yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian lapangan, semua pihak serta rekan-rekan satu angkatan
PPs Program Studi Pendidikan Matematika angkatan XIX yang telah banyak
memberikan kontribusi dalam penyelesaian tesis ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini
dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat
memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi
inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Medan,
2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
DAFTAR TABEL.................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.....................................................................
1.2. Identifikasi Masalah ...........................................................................
1.3. Pembatasan Masalah ..........................................................................
1.4. Rumusan Masalah ..............................................................................
1.5. Tujuan Penelitian................................................................................
1.6. Manfaat Penelitian..............................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kemampuan Komunikasi ..................................................................
2.2. Kemampuan Komunikasi Matematik ................................................
2.3. Sikap...................................................................................................
2.4. Sikap Positif Terhadap Matematika ...................................................
2.5. Pendekatan Kontekstual .....................................................................
2.6. Pembelajaran Biasa ............................................................................
2.7. Perbedaan Pedagogik .........................................................................
2.8 Teorema Pythagoras...........................................................................
2.9. Penerapan Materi Teorema Pythagoras dengan Menggunakan
Pendekatan Kontektual.......................................................................
2.10. Teori Belajar yang Melandasi pendekatan Kontekstual.....................
2.11. Hasil Penelitian Yang Relevan ..........................................................
2.12. Kerangka Konseptual.........................................................................
2.13. Hipotesis Penelitian ...........................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ..................................................................................
3.2 Populasi dan Sampel ..........................................................................
3.3. Desain Penelitian................................................................................
3.4. Variabel Penelitian .............................................................................
3.5. Instrumen Penelitian...........................................................................
3.6. Analisis Butir Soal ............................................................................
3.7. Lembar Observasi Proses Pembelajaran ............................................
3.8. Teknik Analisis Data..........................................................................
v
i
iii
v
vii
ix
xi
1
12
13
14
15
15
17
19
23
27
33
41
43
44
48
52
56
57
65
66
66
69
71
71
76
79
80
3.9. Definisi Operasional...........................................................................
3.10. Prosedur Penelitian............................................................................
3.11. Waktu Pelaksanaan Penelitian dan Indikator Kinerja ........................
87
88
91
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian .................................................................................. 92
4.1.1 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Tes .... 93
4.1.2 Tes Kemampuan Awal Matematika.......................................... 94
4.1.3 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik................................. 95
4.1.4 Skala Sikap................................................................................ 97
4.1.5 Analisis Data Penelitian ............................................................ 98
4.1.6 Hasil Lembar Observasi Guru dan Siswa Selama Pembelajaran 131
4.1.7 Analisis Proses penyelesaian Masalah Siswa............................ 135
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................. 150
4.2.1 Faktor Pembelajaran.................................................................. 152
4.2.2 Faktor Kemampuan Komunikasi Matematik ............................ 157
4.2.3 Faktor Sikap Positif................................................................... 159
4.2.4 Faktor Interaksi ......................................................................... 159
4.2.5 Proses Penyelesaian Masalah Siswa ......................................... 160
4.3. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 162
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1. Simpulan ............................................................................................ 165
5.2 Implikasi............................................................................................. 166
5.3 Saran ................................................................................................... 167
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 169
LAMPIRAN.......................................................................................................... 172
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual...................................
40
Tabel 2.2. Langkah-langkah Pembelajaran Biasa ..........................................
42
Tabel 2.3. Perbedaaan Pedagogik ..................................................................
43
Tabel 2.4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kelas VIII Semester 1 ...................................................................
48
Tabel 3.1. Daftar Sekolah Yang Terakreditasi Tingkat SMPN Tahun 2012 .
68
Tabel 3.2. Sampel Penelitian Berdasarkan Akreditasi Sekolah .....................
69
Tabel 3.3. Rancangan Penelitian....................................................................
70
Tabel 3.4. Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Variabel Bebas,
Terikat Dan Kontrol
(Kemampuan Matematika Siswa)............... 71
Tabel 3.5. Kriteria Pengelompokkan Kemampuan Matematika Siswa .........
72
Tabel 3.6. Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematik.............................
73
Tabel 3.7. Kriteria Penskoran Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik 74
Tabel 3.8. Kisi-kisi Angket Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika........
75
Tabel 3.9. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Uji Statistik yang
digunakan ......................................................................................
86
Tabel 3.10. Waktu Pelaksanaan Penelitian dan Indikator Kinerja...................
91
Tabel 4.1. Nilai Rata-rata Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ...............
93
Tabel 4.2. Hasil Analisis Data Uji Coba Kemampuan Awal Matematika.....
94
Tabel 4.3. Hasil Analisis Data Uji Coba Pretes Kemampuan Komunikasi
Matematik......................................................................................
Tabel 4.4. Hasil Analisi Data Uji Coba Postes Kemampuan
95
Komunikasi Matematik .................................................................
96
Tabel 4.5. Komposisi Skala Sikap Setelah Pengguguran ..............................
98
Tabel 4.6. Deskripsi Kemampuan Matematika Kelas Eksperimen dan
Kontrol Berdasarkan Nilai Tes Awal Siswa ................................
100
Tabel 4.7. Uji Normalitas Kemampuan Awal Matematika Siswa ...................
101
Tabel 4.8. Uji Homogenitas Varians Kemampuan Matematika Siswa
Antar Kelas ....................................................................................
vii
102
Tabel 4.9. Analisis Varians Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Matematika
Siswa antar Kelompok Data..........................................................
103
Tabel 4.10. Pengelompokkan Kemampuan Awal ........................................... 104
Tabel4.11. Deskripsi N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelompok
Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Kemampuan Matematika
Siswa ............................................................................................. 105
Tabel 4.12. Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik ................................................................ 111
Tabel4.13. Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik...................................................................................... 112
Tabel 4.14. Hasil Uji-t Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa............... 113
Tabel 4.15.Rangkuman Uji Anava Dua Jalur Kemampuan Komunikasi
Matematika.................................................................................... 115
Tabel4.16. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Kemampuan Komunikasi Matematik.......................................... 117
Tabel 4.17.Deskripsi N-Gain Sikap Positif Siswa Kelompok Eksperimen dan
Kontrol Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa ................. 118
Tabel 4.18. Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Sikap Positif Siswa
Terhadap Matematika.................................................................... 124
Tabel 4.19. Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Skala Sikap Positif............. 125
Tabel 4.20. Hasil Uji-t Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika ................. 126
Tabel 4.21. Rangkuman Uji Anava Dua Jalur Sikap Positif Terhadap
Matematika .......................................................................................... 128
Tabel 4.22. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Sikap Positif Siswa
Terhadap Matematika.................................................................... 130
Tabel 4.23. Rata-rata dan Persentase Hasil Observasi Kemampuan
Guru Mengelola Kelas Selama Pembelajaran ............................... 131
Tabel 4.24. Rata-rata dan Persentase Hasil Observasi Kemampuan
Guru Mengelola Kelas Selama Pembelajaran ............................... 133
Tabel 4.25.Nilai rata-rata Untuk Setiap Indikator Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran ........... 136
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Jawaban Siswa.. .........................................................................
6
Gambar 2.1. Skema Sikap...............................................................................
27
Gambar 3.1. Rangkuman Alur Penelitian .......................................................
94
Gambar 4.1 Diagram Batang Mean dan Standar Deviasi N-Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran ....... 106
Gambar 4.2 Rata-rata N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik
Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan
Matematika ................................................................................. 107
Gambar 4.3 Selisih Mean N-Gain Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran ............................ 108
Gambar4.4 Interaksi Faktor Pembelajaran dengan Faktor
Kemampuan Matematika siswa Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematik............................................................... 116
Gambar 4.5 Mean dan Standar Deviasi N-Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran ....... 119
Gambar 4.6 Rata-rata N-Gain Sikap Positif Siswa Berdasarkan
Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Matematika ................... 120
Gambar 4.7 Selisih Mean N-Gain Sikap Positif Siswa Terhadap
Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran ......................... 121
Gambar 4.8. Interaksi Faktor Pembelajaran dengan Faktor
Kemampuan Matematika siswa Terhadap Sikap Positif Siswa
129
Gambar 4.9 Diagram Batang Hasil Observasi Kemampuan Guru
Mengelola Pembelajaran............................................................. 131
Gambar 4.10 Diagram Batang Hasil Observasi Aktivitas Siswa..................... 134
Gambar 4.11 Rata-rata skor N-Gain Untuk setiap Indikator .......................... 137
Gambar 4.12. Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 1.. ...................................
139
Gambar 4.13 Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 2 .......................................
141
Gambar 4.14 Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 3 .......................................
143
ix
Gambar 4.15 Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 4 .......................................
144
Gambar 4.16 Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 5 .......................................
146
Gambar 4.17 Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 6 .......................................
148
Gambar 4.18 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik.................... 150
Gambar 4.19 Peningkatan Sikap Positif Siswa ............................................... 151
Gambar 4.20 Siswa Sedang Berdiskusi ......................................................... 153
Gambar 4.21 Proses Penyelesaian Masalah LAS ........................................... 155
Gambar 4.22 Siswa Sedang Menulis Hasil Kerja Kelompok Di Papan Tulis 156
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Orang yang
berpendidikan akan lebih berpengetahuan, terampil, inovatif dan produktif
dibandingkan mereka yang tidak berpendidikan. Pendidikan adalah segala kegiatan
pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan
kehidupan. Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan
hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam
diri individu sehingga menjadikan proses perubahan menuju pendewasaan,
pencerdasan dan pematangan diri. Sebagaimana yang termuat di dalam UndangUndang Pendidikan No 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif, mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah harus mempunyai tujuan,
sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dan siswa menuju pada apa yang
ingin dicapai, suasana belajar dan pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan
potensi anak didik, harapannya proses pendidikan haruslah berorientasi kepada siswa
dan akhir dari proses pendidikan itu adalah berujung kepada peningkatan sikap
positif, pengembangan kecerdasan intelektual serta pengembangan ketrampilan anak
1
2
sesuai dengan kebutuhan, sehingga diharapkan mampu mempersiapkan Sumber Daya
Manusia (SDM) berkualitas sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia.
Namun kenyataannya sebagaimana terlihat dari hasil tes PISA (Programme
for International Student Assesment) yang diselenggarakan pada tahun 2009
bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan komunikasi matematik siswa. Dari 65
negara yang ikut serta Indonesia berada pada peringkat 61, sedangkan Thailand (50),
Australia (15), Kazastan (53), Jepang (9), Singapura (2) dan Shanghai-Cina (1). Data
ini menunjukkan bahwa Negara kita, peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10
besar terbawah dari 65 negara. Dengan predikat ini bisa mencerminkan bagaimana
kemampuan komunikasi matematik siswa-siswa di Indonesia saat ini.
Suatu pendidikan dikatakan bermutu apabila proses pendidikan berlangsung
secara efektif dan menghasilkan individu-individu atau sumber daya manusia yang
bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan bangsa. Mengingat matematika
merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan
sains dan
teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan
terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, ilmu tentang cara berpikir untuk memahami
dunia sekitar. Dalam proses pembelajaran matematika harus menekankan kepada
siswa sebagai insan yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang, dan siswa
terlibat secara aktif dalam pencarian dan pembentukan pengetahuan oleh diri mereka
sendiri. Melalui belajar matematika, siswa mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan berpikir sistematis, logis dan kritis dalam mengkomunikasikan
gagasan atau penyelesaian dari suatu permasalahan matematika yang dihadapi.
3
Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 1989)
menyebutkan kemampuan dasar matematika meliputi kemampuan pemahaman,
pemecahan masalah, penalaran, koneksi dan komunikasi. Dalam kurikulum 2004
(Depdiknas, 2003) juga dinyatakan bahwa siswa harus memiliki seperangkat
kompetensi yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD
dan MI sampai SMA dan MA, yaitu:
1.
Menunjukkan pemahaman konsep yang matematika yang
dipelajari,
menjelaskan keterkaitan antar konsep atau logaritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.
Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik
atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
3.
Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika.
4.
Menunjukkan
kemampuan
strategis
dalam
membuat
(merumuskan),
menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.
5.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Berdasarkan standar kompetensi yang termuat dalam kurikulum tersebut maka
pembelajaran matematika di sekolah harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki
kemampuan komunikasi matematik sebagai bekal untuk menghadapi tantangan
perkembangan dan perubahan. Baroody (1993) menyebutkan sedikitnya ada dua
alasan
penting
mengapa
kemampuan
komunikasi
matematik
perlu
ditumbuhkembangkan dikalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya
4
matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk
menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi
matematika juga sebagai alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide
secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity;
artinya, sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga
sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa.
Hal serupa juga diungkapkan Greenes dan Schulman dalam Priyambodo (2008)
menjelaskan bahwa komunikasi matematik merupakan kekuatan sentral bagi siswa
dalam merumuskan konsep dan strategi matematika, sebagai modal keberhasilan
siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investasi
matematika, dan komunikasi sebagai wadah bagi siswa untuk memperoleh informasi
dan membagi pikiran, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain.
Para guru di sekolah masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan mata
pelajaran yang diberikan, seakan-akan mata pelajaran yang satu terlepas dari mata
pelajaran lainnya. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih belum dikaitkan
dengan cerita kontekstual, kurang terkait
dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Pembelajaran cenderung abstrak dan dengan metode ceramah sehingga konsepkonsep matematika masih kurang bisa atau sulit dipahami. Proses pembelajaran
seperti ini mengakibatkan ketertarikan siswa untuk mempelajari matematika sangat
kurang.
Hal ini dikarenakan pembelajaran matematika di beberapa sekolah di
Indonesia selama ini masih melaksanakan pembelajaran matematika konvensional,
5
yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum KTSP saat ini. Marpaung (2006) dalam
pernyataannya mengatakan bahwa:
Pembelajaran matematika yang lama (konvensional), sampai sekarang pada
umumnya masih berlangsung disekolah (kecuali sekolah mitra PMRI),
didominasi paradigm lama yaitu paradigm mengajar dengan ciri-ciri: (a) guru
aktif mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa; (b) siswa menerima
pengetahuan secara pasif (murid berusaha menghafalkan pengetahuan yang
diterimanya; (c) pembelajaran bersifat mekanistik; (d) pembelajaran dimulai
dari guru dengan menjelaskan konsep atau prosedur menyelesaikan soal,
member soal-soal latihan pada siswa; (e) guru memeriksa dan member skor
pada pekerjaan siswa, dan (f) jika siswa melakukan kesalahan guru member
hukuman dalam berbagai bentuk (pengaruh behavorisme).
Berdasarkan pembelajaran konvensional
yang selama ini berlangsung
mengakibatkan siswa beranggapan bahwa mempelajari matematika dianggap hanya
buang-buang waktu saja dan tiada bermanfaat. Hal ini mungkin terjadi karena siswa
tidak mengetahui apa tujuan mempelajari matematika? Esensi apa yang membuatnya
harus dipelajari? Kenapa matematika ada dan dianggap salah satu pelajaran yang
sangat penting dan diikutkan dalam UAN? Siswa tidak mampu mengaitkan
matematika dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari serta tidak mampu
mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari baik secara lisan maupun tulisan.
Mereka hanya menghafalkan rumus-rumus, mengerjakan soal-soal dengan rumusrumus yang telah mereka hafalkan lalu selesai.
Hal ini terlihat pada contoh kasus yang ditemukan peneliti di sebuah kelas
VIII/3 di SMP N 3 Lhokseumawe yang terdiri dari 32 siswa, kepada siswa tersebut
diberikan soal kemampuan komunikasi sebagai berikut:
Rayhan sedang bermain-main di atas tanah basah. Ia membuat jejak kaki. Rayhan
menapakkan kakinya ke arah Selatan sebanyak 8 kali, kemudian dilanjutkan ke arah
6
Timur sebanyak 6 kali. Dalam menapakkan kakinya, Rayhan menempelkan tumit
kaki kirinya pada ujung kaki kanannya, kemudian tumit kaki kanannya ditempelkan
pada ujung kaki kirinya, dan seterusnya. Berapa kali Rayhan harus menapakkan
kakinya jika ia mulai berjalan langsung tanpa berbelok dari tempat semula ke tempat
terakhir?
Dari hasil jawaban para siswa, terdapat 22 orang yang menjawab salah,
dengan pola jawaban yang tidak terdeskripsikan dalam bentuk segitiga siku-siku.
Sehingga mereka tidak tahu bahwa permasalahan diatas pada dasarnya dapat
diselesaikan dengan rumus pythagoras. Seperti jawaban siswa berikut ini
Kesalahan
mengkomunikasikan
maksud dari soal
Siswa tidak tahu bahwa
penyelesaiannya dapat
menggunakan teorema pythagoras
Penyelesaian tidak
terdeskripsi dalam
gambar
(segitiga siku-siku)
Gambar.1.1. Jawaban Siswa
Selanjutnya terdapat 4 siswa yang mampu mendeskripsikan dalam bentuk gambar
segetiga namun yang mereka cari buka sisi miring dari segitiga tetapi keliling segitiga
tersebut. Selanjutnya terdapat 6 siswa yang tidak menjawab sama sekali.
Maka berdasarkan kasus diatas, peneliti menyimpulkan bahwa permasalahan
yang terjadi saat ini adalah bahwa
siswa masih tidak mampu dalam
mengkomunikasikan maksud dari masalah. Hal ini dikarenakan siswa masih selalu
7
terpaku dengan angka-angka, sehingga bila suatu permasalahan matematika yang
disajikan berupa masalah yang berbentuk simbol atau analisis yang mendalam maka
siswa tidak mampu dalam menyelesaikannya. Maka dalam hal ini kemampuan
komunikasi matematik siswa masih sangat perlu ditingkatkan, atau dengan kata lain
kemampuan komunikasi matematik sungguh sangat di butuhkan.
Pada dasarnya rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa tidaklah
terlepas dari cara guru menyampaikan materi pelajaran di kelas. Yuwono (2001),
berpendapat pada umumnya guru mengajar hanya menyampaikan apa yang ada di
buku paket dan kurang mengakomodasi kemampuan siswanya. Dengan kata lain,
guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan
matematika yang akan menjadi milik siswa. Dengan kondisi yang demikian,
kemampuan komunikasi matematik siswa kurang berkembang, sehingga proses
penyelesaian jawaban siswa terhadap permasalahan yang diajukan oleh gurupun
tidak bervariasi.
Selain kemampuan komunikasi matematik terdapat satu hal penting lainnya
yang sangat berpengaruh dengan prestasi belajar matematika siswa, yaitu sikap positif
siswa terhadap matematika. Sebagaimana hasil observasi yang dilakukan peneliti
terhadap 32 siswa di kelas VIII/6 pada SMP N 4 Lhokseumawe bahwasanya dari data
yang diperoleh peneliti berdasarkan jawaban skala sikap yang diisi oleh siswa-siswa
tersebut. Presentasi sikap positif siswa terhadap matematika masih dibawah 50%
yaitu sebesar 43,28% dan siswa yang mempunyai sikap positif terhadap matematika
adalah siswa yang hanya memproleh
nilai matematika tinggi dari hasil rapor
semester sebelumnya. Oleh karena itu sikap positif siswa terhadap matematika
8
sungguh suatu hal yang harus ada dalam diri siswa guna utuk meningkatkan prestasi
siswa dalam matematika
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Saragih (2007) bahwa faktor lain
yang perlu diperhatikan dalam matematika adalah sikap positif siswa terhadap
matematika, hal ini penting karena sikap positif terhadap matematika berkorelasi
positif dengan prestasi belajar matematika (Ruseffendi, 1991), dan merupakan salah
satu tujuan pendidikan matematika yang dirumuskan dalam Kurikulum 2004, maupun
tujuan yang dirumuskan National Council of Teacher of Mathematics (2000). Sikap
merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak sesuatu,
konsep, kumpulan ide, atau kelompok individu. Karena matematika dapat diartikan
sebagai suatu konsep atau ide abstrak yang penalarannya dilakukan dengan cara
deduktif aksiomatik, sehingga matematika dapat disikapi oleh siswa secara berbedabeda, mungkin menerima dengan baik atau sebaliknya. Dengan demikian, sikap siswa
terhadap matematika adalah kecenderungan untuk menerima atau menolak
matematika.
Oleh karena itu sikap siswa terhadap matematika sangat erat kaitannya dengan
minat siswa terhadap matematika, bahkan sebagian dari sikap merupakan akibat dari
minat, misalnya siswa yang berminat terhadap matematika maka ia akan suka
mengerjakan tugas matematika, ini menandakan
bahwa siswa tersebut bersikap
positif terhadap matematika. Tanpa adanya minat sulit untuk menumbuhkan
keinginan dan kesenangan dalam belajar matematika, apalagi matematika tidak
mudah untuk dipelajari sehingga hampir seluruh siswa dari setiap jenjang pendidikan
kurang berminat dalam matematika.
9
Dengan demikian, untuk menumbuhkan sikap positif terhadap matematika,
perlu diperhatikan agar penyampaian matematika dapat menyenangkan, mudah
dipahami, tidak menakutkan, dan tunjukkan bahwa matematika banyak kegunaannya.
Oleh karena itu, materi harus dipilih dan disesuaikan dengan lingkungan yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan tingkat kognitif siswa.
Selain itu, perlu diingat bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang
berbeda dalam memahami matematika. Galton (dalam Ruseffendi, 1991) menyatakan
bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa
yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Menurut Ruseffendi (1991),
perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan
dari lahir, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan
lingkungan belajar khususnya pendekatan pembelajaran menjadi sangat penting untuk
dipertimbangkan
artinya
pemilihan
pendekatan
pembelajaran
harus
dapat
mengakomodasi kemampuan matematika siswa yang heterogen sehingga dapat
memaksimalkan hasil belajar siswa.
Suatu proses akan berjalan secara alami melalui tahap demi tahap menuju
kearah yang lebih baik. Kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran. Dengan
demikian dalam pembelajaran peristiwa salah yang dilakukan oleh siswa adalah suatu
hal alami, tidak perlu disalahkan , justru seharusnya guru memberikan perhatian lebih
karena ia telah melakukan (terlibat) aktif dalam proses pembelajaran. Guru jangan
selalu berharap kepada siswa mengemukakan hal yang benar saja, selama proses
pembelajaran berlangsung, tetapi guru harus mengharapkan agar para siswa terbuka
10
menyampaikan apa yang terkandung di dalam pikiran mereka. Dengan cara membuka
toleransi dan menghargai setiap usaha siswa dalam belajar siswa tidak akan takut
berbuat salah malahan akan tumbuh semangat untuk mencoba karena tidak takut lagi
disalahkan. Karena belajar adalah suatu proses, belajar bukan sekedar menghafal
konsep yang sudah jadi, akan tetapi belajar haruslah mengalami sendiri. Siswa
mengkonstruksi sendiri konsep secara bertahap, kemudian memberi makna konsep
tersebut melalui penerapannya pada konsep lain, bidang studi lain, atau bahkan dalam
kehidupan nyata yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa kemampuan komunikasi matematik
merupakan kemampuan yang diperlukan dalam belajar dan dalam matematika itu
sendiri, bahkan perlu bagi siswa dalam menghadapi masalah-masalah dalam
kehidupan siswa hari ini dan pada hari yang akan datang. Untuk itu dalam
pembelajaran matematika perlu dipertimbangkan tugas serta suasana belajar yang
mendukung untuk menumbuh kembangkan kemampuan tersebut dan sikap positif
siswa terhadap matematikapun menjadi sesuatu hal yang tidak kalah pentingnya
untuk menjadi perhatian.
Salah
satu
pendekatan
yang
dapat
dilakukan
oleh
guru
dalam
menumbuhkembangkan kemampuan komukasi matematik dan sikap positif siswa
terhadap matematika adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual
merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi dengan situasi dunia
nyata siswa, sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Menurut Depdiknas (2007) pendekatan kontesktual adalah suatu
11
proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultur), sehingga
siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Dengan demikian dalam pendekatan kontekstual
pembelajaran yang dimulai dari konteks
membuat skenario
kehidupan nyata siswa (daily life),
selanjutnya guru memfasilitasi siswa untuk mengangkat objek dalam kehidupan
nyata itu ke dalam konsep matematika, dengan melalui tanya-jawab, diskusi, inkuiri,
sehingga siswa dapat mengkonstruksi konsep tersebut dalam pikirannya. Karena
pengetahuan
matematika
anak
tumbuh
dan
berkembang
bukan
melalui
pemberitahuan, akan tetapi melalui proses inkuiri, proses konstruktivisme, proses
tanya-jawab, dan semacamnya yang dimulai dari pengamatan pada kehidupan seharihari yang dialami secara nyata, sehingga dengan tidak langsung melalui pendekatan
kontekstual siswa terlatih untuk terbiasa mengaitkan pengetahuan yang telah
diperoleh berdasarkan pengamatan sehari-harinya terhadap konsep matematika yang
sedang dipelajari dengan demikian siswa akan mampu mengkomunikasikan gagasangagasan yang ada dalam pemikiran mereka secara tertulis ke dalam ide matematika,
gambar, grafik, simbol ataupun tabel.
Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa pendekatan kontekstual
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa
akan lebih aktif ketika proses pembelajaran berlangsung, suasana dan masalah
matematika yang ajukan oleh gurupun bukan menjadi suatu hal yang menjenuhkan
12
bagi siswa,
sehingga kecemasan dan kesulitan dalam belajar matematika akan
berkurang dalam diri siswa akan tetapi kepercayaan diri, kesenangan dan
keberhasilan siswa dalam belajar matematika meningkat, maka dengan tidak
langsung hal inilah yang mengantarkan siswa untuk memiliki dan meningkatkan
sikap positif siswa terhadap matematika. Dengan demikian diterapkannya pendekatan
kontekstual dalam pelajaran matematika diyakini dapat menjadi benang merah untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan sikap positif siswa terhadap
matematika.
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan
pembelajaran kontekstual dikelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme
(contruktivisme), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar
(learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflektion), dan penilaian
sebenarnya (authentic assement). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengangkat judul penelitian ini sebagai berikut: “Peningkatan
Kemampuan Komunikasi Matematik dan Sikap Positif Siswa Sekolah Menengah
Pertama Melalui Pendekatan Kontekstual.”
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat diidentifikasi masalah
antara lain:
1.
Rendahnya
kemampuan
komunikasi
matematik
siswa
SMP
di
kota
Lhokseumawe untuk menuliskan gagasan ke dalam ide matematika dan gambar.
13
2.
Pembelajaran di sekolah-sekolah SMP di kota Lhokseumawe cenderung abstrak
dan masih bersifat konvensional.
3.
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru matematika SMP di kota
Lhokseumawe kurang bervariasi.
4.
Pembelajaran yang dilakukan oleh guru matematika SMP di kota Lhokseumawe
umumnya belum mengaitkan dengan cerita kontekstual.
5.
Guru matematika SMP di kota Lhokseumawe belum mengakomodasi
kemampuan siswa.
6.
Siswa SMP di kota Lhokseumawe masih beranganggapan matematika adalah
matapelajaran yang sulit dipelajari sehingga sikap positif siswa terhadap
matematika masih kurang.
7.
Rendahnya sikap positif siswa sehingga mengakibatkan kurangnya minat dan
prestasi belajar siswa.
8.
Proses pembelajaran masih terjadi dalam satu arah sehingga aktivitas siswa untuk
terlibat pembelajaran masih rendah.
9.
1.3.
Proses penyelesaian masalah matematika siswa yang belum bervariasi.
Pembatasan Masalah
Mengingat keluasan ruang lingkup permasalahan dalam pembelajaran
matematika seperti yang telah diidentifikasi di atas, maka penelitian ini perlu dibatasi
supaya apa yang diteliti menjadi lebih terfokus pada permasalahan yang mendasar
dan memberikan dampak yang luas terhadap hasil belajar apabila permasalahan ini
diteliti. Penelitian ini dibatasi pada permasalahan (1) kemampuan komunikasi
14
matematik siswa; (2) sikap positif siswa terhadap matematika; (3) penerapan
pendekatan kontekstual; (4) Interaksi antara pendekatan pembelajaran dan
kemampuan awal matematika terhadap kemampuan komunikasi dan sikap posistif
siswa dan (5) Proses penyelesaian masalah yang dihasilkan siswa. Penelitian ini
dibatasi juga pada pokok bahasan pythagoras kelas VIII pada SMP N 4 dan SMP N
12 di Kota Lhokseumawe.
1.4.
Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah yang ada, maka rumusan masalah yang dibuat
adalah:
1.
Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan
dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi daripada yang diajarkan dengan
pembelajaran biasa ?
2.
Apakah peningkatan sikap positif siswa terhadap matematika yang diajarkan
dengan pendekatan kontektual lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran biasa?
3.
Apakah terdapat interaksi antara penerapan pendekatan pembelajaran dengan
kemampuan awal matematika siswa dalam
meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik siswa ?
4.
Apakah terdapat interaksi antara penerapan pendekatan pembelajaran dengan
kemampuan awal matematika siswa dalam meningkatkan sikap positif siswa ?
15
5.
Bagaimanakah proses penyelesaian masalah siswa yang dihasilkan oleh siswa
dalam menyelesaikan masalah pada pendekatan kontekstual dan pembelajaran
biasa
1.5.
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa
yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi daripada yang
diajarkan dengan pembelajaran biasa.
2.
Untuk mengetahui apakah peningkatan sikap positif siswa terhadap matematika
yang diajarkan dengan pendekatan kontektual lebih tinggi daripada siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran biasa.
3.
Untuk mengetahui apakah terdapat
interaksi antara penerapan pendekatan
pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik siswa.
4.
Untuk mengetahui apakah terdapat
interaksi antara penerapan pendekatan
pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa dalam meningkatkan
sikap positif siswa.
5.
Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian masalah yang dihasilkan oleh
siswa dalam menyelesaikan masalah pada pendekatan kontekstual dan
pembelajaran biasa
16
1.6.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1.
Bagi guru, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya
merancang
pendekatan pembelajaran kontekstual pada pokok bahasan
matematika lainnya yang sesuai dengan kompetensi dan tujuan yang diharapkan,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika dan sikap
positif siswa.
2.
Bagi siswa, diharapkan dapat menumbuhkembangkan atau meningkatkan
kemampuan meningkatkan kemampuan komunikasi matematika
dan sikap
positif siswa
3.
Bagi peneliti, diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya.
4.
Bagi para pengambil kebijakan pendidikan, dapat dijadikan sebagai sebuah
rujukan dalam meningkatkan kemampuan kompetensi dasar matematika siswa
pada umumnya.
17
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada
bagian terdahulu dapat diambil beberapa simpulan yang berkaitan dengan faktor
pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematik dan sikap positif siswa
terhadap matematika. Adapun simpulan-simpulan tersebut sebagai berikut:
1.
Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan
pendekatan kontekstual lebih tinggi untuk semua indikator dibandingkan siswa
yang diajarkan dengan pembelajaran biasa
2.
Peningkatan sikap positif siswa terhadap matematika yang diajarkan dengan
pendekatan kontekstual lebih tinggi untuk semua indikator dibandingkan siswa
yang diajarkan dengan pembelajaran biasa
3.
Tidak terdapat interaksi antara penerapan pendekaan pembelajaran dengan
kemampuan
awal
matematika
siswa
dalam
meningkatkan
kemampuan
komunikasi matematik siswa. Hal ini dikarenakan pendekatan pembelajaran dan
kemampuan awal matematika siswa tidak memberikan pengaruh secara bersamasama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik
siswa. Perbedaan peningkatakan kemampuan komunikasi matematik siswa
disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang diterapkan bukan
karena kemampuan awal matematika siswa.
165
166
4.
Tidak terdapat interaksi antara penerapan pendekaan pembelajaran dengan
kemampuan awal matematika siswa dalam meningkatkan sikap positif siswa
terhadap matematika. Hal ini dikarenakan pendekatan pembelajaran dan
kemampuan awal matematika siswa tidak memberikan pengaruh secara bersamasama yang signifikan terhadap peningkatan sikap positif siswa. Perbedaan
peningkatakan sikap positif
siswa disebabkan oleh perbedaan pendekatan
pembelajaran yang diterapkan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.
5.
Proses
penyelesaian
siswa
dalam
menyelesaikan
masalah
kemampuan
komunikasi matematik pada pendekatan kontekstual lebih tepat dan strategi
penyelesaian yang digunakan lebih bervariasi dibandingkan dengan proses
penyelesaian yang dihasilkan oleh siswa pada pembelajaran biasa. Hal ini dapat
ditemukan pada lembar jawaban postes kemampuan komunikasi matematik
siswa.
5.2
Implikasi
Penemuan dalam penelitian menunjukkan kemampuan komunikasi matematik
siswa yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang diajarkan melalui pembelajaran biasa. Hal ini berimplikasi pada pemilihan
pendekatan pembelajaran oleh guru matematika. Guru matematika di sekolah
menengah pertama harus mempunyai cukup pengetahuan teoretis maupun
keterampilan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang mampu mengubah siswa
lebih aktif, mengkontruksi pengetahuan sendiri, memberikan kesempatan kepada
siswa untuk lebih leluasa menjawab permasalahan dengan caranya sendiri,
167
mempunyai pengalaman secara matematis dan mampu melatih komunikasi
matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat mengubah siswa ke arah
yang lebih positif tersebut adalah pendekatan kontekstual. Perubahan itu sendiri akan
mampu melatih kemampuan komunikasi matematik siswa sejak dini.
Implikasi lainnya yang perlu mendapat perhatian guru adalah dengan
pendekatan pembelajaran konte
DAN SIKAP POSITIF SISWA SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA MELALUI PENDEKATAN
KONTEKSTUAL
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Megister Pendidikan Pada Program
Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
IRYANA MUHAMMAD
NIM. 8106171027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK
DAN SIKAP POSITIF SISWA SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA MELALUI PENDEKATAN
KONTEKSTUAL
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Megister Pendidikan Pada Program
Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
IRYANA MUHAMMAD
NIM. 8106171027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013
ABSTRAK
IRYANA MUHAMMAD. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik
dan Sikap Positif Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan
Kontekstual. Tesis. Medan: Program Pascasarjana UNIMED, 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa, peningkatan sikap positif siswa, interaksi antara penerapan
pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa serta untuk mengetahui
bagaimana proses penyelesaian masalah siswa. Populasi pada penelitian ini adalah
siswa SMP Negeri di kota Lhokseumawe yang berakreditasi B, dari hasil
pengambilan sampel secara acak diperoleh sampel yaitu siswa SMP Negeri 4 dan
siswa SMP Negeri 12 Lhokseumawe, menggunakan metode quasi eksperimen
dengan unit sampel sebanyak 73 siswa yang pengambilannya dilakukan
berdasarkan acak kelas. Instrumen penelitian berupa tes kemampuan komunikasi
matematik dan skala sikap. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari statistik
deskriptif N-Gain untuk menyajikan data dan statistik inferensial berupa uji-t dan
ANAVA dua jalur. Berdasarkan hasil analisis uji-t untuk hipotesis pertama dan
kedua diperoleh hasil penelitian: (1) peningkatan kemampuan komunikasi siswa
yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang diajarkan melalui pembelajaran biasa, dengan taraf signifikan 0,00; (2)
peningkatan sikap positif siswa yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan melalui pembelajaran
biasa dengan taraf signifikan 0,0005. Berdasarkan hasil analisis ANAVA dua jalur
untuk hipotesis ketiga dan keempat diperoleh hasil penelitian: (3) tidak terdapat
interaksi antara penerapan pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal
matematika siswa dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa
dengan nilai signifikan 0,864; (4) tidak terdapat interaksi antara penerapan
pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa dalam
meningkatkan sikap positif siswa dengan taraf signifikan 0,724. Proses
penyelesaian masalah yang dihasilkan oleh siswa pada pendekatan kontekstual
lebih tepat dan strategi penyelesaian yang digunakan lebih beragam dibandingkan
dengan siswa pada pembelajaran biasa. Dengan demikian yang menjadi saran dari
hasil penelitian ini adalah (1) pendekatan kontekstual sangat potensial untuk
diterapkan dalam pembelajaran matematika pada beberapa topik yang sesuai, (2)
pendekaan kontekstual akan sangat baik diterapkan dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik dan sikap positif siswa terhadap matematika
khususnya pada siswa yang berkategori kemampuan rendah, (3) baik digunakan
untuk meningkatkan kompetensi guru tentang berbagai jenis pendekatan
pembelajaran agar pembelajaran dapat memenuhi tujuan pembelajaran
matematika, dan (4) kepada peneliti selanjutnya disarankan agar kiranya dapat
melanjutkan penelitian ini ke arah yang lebih kompleks lagi, guna memperoleh
penemuan yang lebih terperinci.
Kata Kunci :
Kemampuan Komunikasi Matematik, Sikap Positif, dan
Pendekatan Kontekstual
ii
ABSTRACT
IRYANA MUHAMMAD. Improving Mathematical Communication Skills
And Positive Attitude Math of Students Junior High School Through
Contextual Approach. Thesis. Medan: Postgraduate Program of UNIMED,
2012.
The aims of this research is to know the improving students mathematical
communication skills and the improving of students positive attitude. The
interaction between an aplication of learning approach and the early students’
ability, to know how the prosess of students problem solving. The research
population are the students of SMPN in lhokseumawe city. The results of random
interpretation sample are: the students of SMPN 4 and SMPN 12 lhokseumawe
which uses experimental methode quasi with 73 students as the sample unit that
extracted based on a random class. The research instrument uses mathematical
communication skills test and attitude scale. The data analysis in this research
consists of N-GAIN descriptive statistics to present the data and inferential
statistics is t-test and two ways ANOVA analysis. Base on the result of t-test
analysis for the first and the second hypoteses they are : (1) the improving
students communication skills which taught through contextual approach were
higher than students who were taught through ordinary learning, with significant
level 0,00, (2) the improving students’ possitive attitude who were taught through
contextual approach were higher than students who were taught through ordinary
learning with significant level 0,0005 and based on the result of two ways
ANOVA analysis for third and fourth hypotheses they are: (3) there is no
interaction between the application of learning approach and early mathematical
ability of students in improving mathematical communication skills with
significant value 0,864. (4) there is no interaction between the application of
learning approach and early mathematical ability of student sin improving positive
attitude with significant level 0,724. The result of students’ problem solving
process with contextual approach is more accurate and more complex the
settlement strategy which used than students on ordinary learning. Thus, the
suggestion of this research they are: (1) contextual approach is very pontential to
apply in mathematical learning into some appropriate topics. (2) the contextual
approach will better to apply in improving mathematical communication skills
and students positive attitude for math, especially for the students who
categorized of low ability. (3) it ss good to be used to improve the teachers
competence on a veriety learning approach in order to achieve the good of
mathematical learning, and (4) the suggestion for the next reseachers areable to
continue for more complex research, to find more detail invention.
Key words : Mathematical Communication Skills, Positive Attitude, And
Contextual Approach.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan proposal tesisi ini dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Komunikasi Matematik dan Sikap Positif
Menengah Pertama Melalui
Siswa Sekolah
Pendekatan Kontekstual”. Salawat dan salam
penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah
ummat.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak
langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah Swt memberikan balasan
yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya
penulis sampaikan kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd dan Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd.,
M.A., M.Sc., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I dan II yang telah
meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan,
arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis.
2.
Ibu Dra. Ida Karnasih, M.Sc., Ed., Ph.D., Bapak Dr. Edi Syahputra M.Pd.,
dan Bapak Dr. Kms.,Muhammad Amin Fauzi, M.Pd selaku Narasumber yang
telah
banyak
memberikan
saran
penyempurnaan tesis ini.
iii
dan
masukan-masukan
dalam
3.
Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat
memberikan kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga bagi
penulis.
4.
Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED
yang
telah
memberikan
bantuan
dan
kesempatan
kepada
penulis
menyelesaikan tesis ini.
5.
Ayahanda Muhammad dan Ibunda Marliah, ananda ucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya atas semua kasih sayang dan doa yang telah
diberikan kepada penulis agar senantiasa tabah, sabar, semangat dalam
menyelesaikan pendidikan ini.
6.
Adik-adikku: Sitty Rahmah, Rizky Munazar dan Zawiel Ikram yang selalu
memberikan dorongan dan semangat selama penulis menempuh perkuliahan
dan merampungkan tesis ini.
7.
Kepala Sekolah SMP Negeri 4 dan Kepala Sekolah SMP Negeri 12
Lhokseumawe yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian lapangan, semua pihak serta rekan-rekan satu angkatan
PPs Program Studi Pendidikan Matematika angkatan XIX yang telah banyak
memberikan kontribusi dalam penyelesaian tesis ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini
dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat
memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi
inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Medan,
2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
DAFTAR TABEL.................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.....................................................................
1.2. Identifikasi Masalah ...........................................................................
1.3. Pembatasan Masalah ..........................................................................
1.4. Rumusan Masalah ..............................................................................
1.5. Tujuan Penelitian................................................................................
1.6. Manfaat Penelitian..............................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kemampuan Komunikasi ..................................................................
2.2. Kemampuan Komunikasi Matematik ................................................
2.3. Sikap...................................................................................................
2.4. Sikap Positif Terhadap Matematika ...................................................
2.5. Pendekatan Kontekstual .....................................................................
2.6. Pembelajaran Biasa ............................................................................
2.7. Perbedaan Pedagogik .........................................................................
2.8 Teorema Pythagoras...........................................................................
2.9. Penerapan Materi Teorema Pythagoras dengan Menggunakan
Pendekatan Kontektual.......................................................................
2.10. Teori Belajar yang Melandasi pendekatan Kontekstual.....................
2.11. Hasil Penelitian Yang Relevan ..........................................................
2.12. Kerangka Konseptual.........................................................................
2.13. Hipotesis Penelitian ...........................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ..................................................................................
3.2 Populasi dan Sampel ..........................................................................
3.3. Desain Penelitian................................................................................
3.4. Variabel Penelitian .............................................................................
3.5. Instrumen Penelitian...........................................................................
3.6. Analisis Butir Soal ............................................................................
3.7. Lembar Observasi Proses Pembelajaran ............................................
3.8. Teknik Analisis Data..........................................................................
v
i
iii
v
vii
ix
xi
1
12
13
14
15
15
17
19
23
27
33
41
43
44
48
52
56
57
65
66
66
69
71
71
76
79
80
3.9. Definisi Operasional...........................................................................
3.10. Prosedur Penelitian............................................................................
3.11. Waktu Pelaksanaan Penelitian dan Indikator Kinerja ........................
87
88
91
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian .................................................................................. 92
4.1.1 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Tes .... 93
4.1.2 Tes Kemampuan Awal Matematika.......................................... 94
4.1.3 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik................................. 95
4.1.4 Skala Sikap................................................................................ 97
4.1.5 Analisis Data Penelitian ............................................................ 98
4.1.6 Hasil Lembar Observasi Guru dan Siswa Selama Pembelajaran 131
4.1.7 Analisis Proses penyelesaian Masalah Siswa............................ 135
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................. 150
4.2.1 Faktor Pembelajaran.................................................................. 152
4.2.2 Faktor Kemampuan Komunikasi Matematik ............................ 157
4.2.3 Faktor Sikap Positif................................................................... 159
4.2.4 Faktor Interaksi ......................................................................... 159
4.2.5 Proses Penyelesaian Masalah Siswa ......................................... 160
4.3. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 162
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1. Simpulan ............................................................................................ 165
5.2 Implikasi............................................................................................. 166
5.3 Saran ................................................................................................... 167
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 169
LAMPIRAN.......................................................................................................... 172
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual...................................
40
Tabel 2.2. Langkah-langkah Pembelajaran Biasa ..........................................
42
Tabel 2.3. Perbedaaan Pedagogik ..................................................................
43
Tabel 2.4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kelas VIII Semester 1 ...................................................................
48
Tabel 3.1. Daftar Sekolah Yang Terakreditasi Tingkat SMPN Tahun 2012 .
68
Tabel 3.2. Sampel Penelitian Berdasarkan Akreditasi Sekolah .....................
69
Tabel 3.3. Rancangan Penelitian....................................................................
70
Tabel 3.4. Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Variabel Bebas,
Terikat Dan Kontrol
(Kemampuan Matematika Siswa)............... 71
Tabel 3.5. Kriteria Pengelompokkan Kemampuan Matematika Siswa .........
72
Tabel 3.6. Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematik.............................
73
Tabel 3.7. Kriteria Penskoran Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik 74
Tabel 3.8. Kisi-kisi Angket Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika........
75
Tabel 3.9. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Uji Statistik yang
digunakan ......................................................................................
86
Tabel 3.10. Waktu Pelaksanaan Penelitian dan Indikator Kinerja...................
91
Tabel 4.1. Nilai Rata-rata Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ...............
93
Tabel 4.2. Hasil Analisis Data Uji Coba Kemampuan Awal Matematika.....
94
Tabel 4.3. Hasil Analisis Data Uji Coba Pretes Kemampuan Komunikasi
Matematik......................................................................................
Tabel 4.4. Hasil Analisi Data Uji Coba Postes Kemampuan
95
Komunikasi Matematik .................................................................
96
Tabel 4.5. Komposisi Skala Sikap Setelah Pengguguran ..............................
98
Tabel 4.6. Deskripsi Kemampuan Matematika Kelas Eksperimen dan
Kontrol Berdasarkan Nilai Tes Awal Siswa ................................
100
Tabel 4.7. Uji Normalitas Kemampuan Awal Matematika Siswa ...................
101
Tabel 4.8. Uji Homogenitas Varians Kemampuan Matematika Siswa
Antar Kelas ....................................................................................
vii
102
Tabel 4.9. Analisis Varians Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Matematika
Siswa antar Kelompok Data..........................................................
103
Tabel 4.10. Pengelompokkan Kemampuan Awal ........................................... 104
Tabel4.11. Deskripsi N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelompok
Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Kemampuan Matematika
Siswa ............................................................................................. 105
Tabel 4.12. Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik ................................................................ 111
Tabel4.13. Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik...................................................................................... 112
Tabel 4.14. Hasil Uji-t Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa............... 113
Tabel 4.15.Rangkuman Uji Anava Dua Jalur Kemampuan Komunikasi
Matematika.................................................................................... 115
Tabel4.16. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Kemampuan Komunikasi Matematik.......................................... 117
Tabel 4.17.Deskripsi N-Gain Sikap Positif Siswa Kelompok Eksperimen dan
Kontrol Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa ................. 118
Tabel 4.18. Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Sikap Positif Siswa
Terhadap Matematika.................................................................... 124
Tabel 4.19. Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Skala Sikap Positif............. 125
Tabel 4.20. Hasil Uji-t Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika ................. 126
Tabel 4.21. Rangkuman Uji Anava Dua Jalur Sikap Positif Terhadap
Matematika .......................................................................................... 128
Tabel 4.22. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Sikap Positif Siswa
Terhadap Matematika.................................................................... 130
Tabel 4.23. Rata-rata dan Persentase Hasil Observasi Kemampuan
Guru Mengelola Kelas Selama Pembelajaran ............................... 131
Tabel 4.24. Rata-rata dan Persentase Hasil Observasi Kemampuan
Guru Mengelola Kelas Selama Pembelajaran ............................... 133
Tabel 4.25.Nilai rata-rata Untuk Setiap Indikator Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran ........... 136
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Jawaban Siswa.. .........................................................................
6
Gambar 2.1. Skema Sikap...............................................................................
27
Gambar 3.1. Rangkuman Alur Penelitian .......................................................
94
Gambar 4.1 Diagram Batang Mean dan Standar Deviasi N-Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran ....... 106
Gambar 4.2 Rata-rata N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik
Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan
Matematika ................................................................................. 107
Gambar 4.3 Selisih Mean N-Gain Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran ............................ 108
Gambar4.4 Interaksi Faktor Pembelajaran dengan Faktor
Kemampuan Matematika siswa Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematik............................................................... 116
Gambar 4.5 Mean dan Standar Deviasi N-Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran ....... 119
Gambar 4.6 Rata-rata N-Gain Sikap Positif Siswa Berdasarkan
Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Matematika ................... 120
Gambar 4.7 Selisih Mean N-Gain Sikap Positif Siswa Terhadap
Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran ......................... 121
Gambar 4.8. Interaksi Faktor Pembelajaran dengan Faktor
Kemampuan Matematika siswa Terhadap Sikap Positif Siswa
129
Gambar 4.9 Diagram Batang Hasil Observasi Kemampuan Guru
Mengelola Pembelajaran............................................................. 131
Gambar 4.10 Diagram Batang Hasil Observasi Aktivitas Siswa..................... 134
Gambar 4.11 Rata-rata skor N-Gain Untuk setiap Indikator .......................... 137
Gambar 4.12. Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 1.. ...................................
139
Gambar 4.13 Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 2 .......................................
141
Gambar 4.14 Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 3 .......................................
143
ix
Gambar 4.15 Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 4 .......................................
144
Gambar 4.16 Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 5 .......................................
146
Gambar 4.17 Interpretasi Jawaban Siswa Soal No 6 .......................................
148
Gambar 4.18 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik.................... 150
Gambar 4.19 Peningkatan Sikap Positif Siswa ............................................... 151
Gambar 4.20 Siswa Sedang Berdiskusi ......................................................... 153
Gambar 4.21 Proses Penyelesaian Masalah LAS ........................................... 155
Gambar 4.22 Siswa Sedang Menulis Hasil Kerja Kelompok Di Papan Tulis 156
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Orang yang
berpendidikan akan lebih berpengetahuan, terampil, inovatif dan produktif
dibandingkan mereka yang tidak berpendidikan. Pendidikan adalah segala kegiatan
pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan
kehidupan. Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan
hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam
diri individu sehingga menjadikan proses perubahan menuju pendewasaan,
pencerdasan dan pematangan diri. Sebagaimana yang termuat di dalam UndangUndang Pendidikan No 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif, mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah harus mempunyai tujuan,
sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dan siswa menuju pada apa yang
ingin dicapai, suasana belajar dan pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan
potensi anak didik, harapannya proses pendidikan haruslah berorientasi kepada siswa
dan akhir dari proses pendidikan itu adalah berujung kepada peningkatan sikap
positif, pengembangan kecerdasan intelektual serta pengembangan ketrampilan anak
1
2
sesuai dengan kebutuhan, sehingga diharapkan mampu mempersiapkan Sumber Daya
Manusia (SDM) berkualitas sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia.
Namun kenyataannya sebagaimana terlihat dari hasil tes PISA (Programme
for International Student Assesment) yang diselenggarakan pada tahun 2009
bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan komunikasi matematik siswa. Dari 65
negara yang ikut serta Indonesia berada pada peringkat 61, sedangkan Thailand (50),
Australia (15), Kazastan (53), Jepang (9), Singapura (2) dan Shanghai-Cina (1). Data
ini menunjukkan bahwa Negara kita, peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10
besar terbawah dari 65 negara. Dengan predikat ini bisa mencerminkan bagaimana
kemampuan komunikasi matematik siswa-siswa di Indonesia saat ini.
Suatu pendidikan dikatakan bermutu apabila proses pendidikan berlangsung
secara efektif dan menghasilkan individu-individu atau sumber daya manusia yang
bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan bangsa. Mengingat matematika
merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan
sains dan
teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan
terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, ilmu tentang cara berpikir untuk memahami
dunia sekitar. Dalam proses pembelajaran matematika harus menekankan kepada
siswa sebagai insan yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang, dan siswa
terlibat secara aktif dalam pencarian dan pembentukan pengetahuan oleh diri mereka
sendiri. Melalui belajar matematika, siswa mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan berpikir sistematis, logis dan kritis dalam mengkomunikasikan
gagasan atau penyelesaian dari suatu permasalahan matematika yang dihadapi.
3
Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 1989)
menyebutkan kemampuan dasar matematika meliputi kemampuan pemahaman,
pemecahan masalah, penalaran, koneksi dan komunikasi. Dalam kurikulum 2004
(Depdiknas, 2003) juga dinyatakan bahwa siswa harus memiliki seperangkat
kompetensi yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD
dan MI sampai SMA dan MA, yaitu:
1.
Menunjukkan pemahaman konsep yang matematika yang
dipelajari,
menjelaskan keterkaitan antar konsep atau logaritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.
Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik
atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
3.
Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika.
4.
Menunjukkan
kemampuan
strategis
dalam
membuat
(merumuskan),
menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.
5.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Berdasarkan standar kompetensi yang termuat dalam kurikulum tersebut maka
pembelajaran matematika di sekolah harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki
kemampuan komunikasi matematik sebagai bekal untuk menghadapi tantangan
perkembangan dan perubahan. Baroody (1993) menyebutkan sedikitnya ada dua
alasan
penting
mengapa
kemampuan
komunikasi
matematik
perlu
ditumbuhkembangkan dikalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya
4
matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk
menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi
matematika juga sebagai alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide
secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity;
artinya, sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga
sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa.
Hal serupa juga diungkapkan Greenes dan Schulman dalam Priyambodo (2008)
menjelaskan bahwa komunikasi matematik merupakan kekuatan sentral bagi siswa
dalam merumuskan konsep dan strategi matematika, sebagai modal keberhasilan
siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investasi
matematika, dan komunikasi sebagai wadah bagi siswa untuk memperoleh informasi
dan membagi pikiran, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain.
Para guru di sekolah masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan mata
pelajaran yang diberikan, seakan-akan mata pelajaran yang satu terlepas dari mata
pelajaran lainnya. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih belum dikaitkan
dengan cerita kontekstual, kurang terkait
dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Pembelajaran cenderung abstrak dan dengan metode ceramah sehingga konsepkonsep matematika masih kurang bisa atau sulit dipahami. Proses pembelajaran
seperti ini mengakibatkan ketertarikan siswa untuk mempelajari matematika sangat
kurang.
Hal ini dikarenakan pembelajaran matematika di beberapa sekolah di
Indonesia selama ini masih melaksanakan pembelajaran matematika konvensional,
5
yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum KTSP saat ini. Marpaung (2006) dalam
pernyataannya mengatakan bahwa:
Pembelajaran matematika yang lama (konvensional), sampai sekarang pada
umumnya masih berlangsung disekolah (kecuali sekolah mitra PMRI),
didominasi paradigm lama yaitu paradigm mengajar dengan ciri-ciri: (a) guru
aktif mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa; (b) siswa menerima
pengetahuan secara pasif (murid berusaha menghafalkan pengetahuan yang
diterimanya; (c) pembelajaran bersifat mekanistik; (d) pembelajaran dimulai
dari guru dengan menjelaskan konsep atau prosedur menyelesaikan soal,
member soal-soal latihan pada siswa; (e) guru memeriksa dan member skor
pada pekerjaan siswa, dan (f) jika siswa melakukan kesalahan guru member
hukuman dalam berbagai bentuk (pengaruh behavorisme).
Berdasarkan pembelajaran konvensional
yang selama ini berlangsung
mengakibatkan siswa beranggapan bahwa mempelajari matematika dianggap hanya
buang-buang waktu saja dan tiada bermanfaat. Hal ini mungkin terjadi karena siswa
tidak mengetahui apa tujuan mempelajari matematika? Esensi apa yang membuatnya
harus dipelajari? Kenapa matematika ada dan dianggap salah satu pelajaran yang
sangat penting dan diikutkan dalam UAN? Siswa tidak mampu mengaitkan
matematika dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari serta tidak mampu
mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari baik secara lisan maupun tulisan.
Mereka hanya menghafalkan rumus-rumus, mengerjakan soal-soal dengan rumusrumus yang telah mereka hafalkan lalu selesai.
Hal ini terlihat pada contoh kasus yang ditemukan peneliti di sebuah kelas
VIII/3 di SMP N 3 Lhokseumawe yang terdiri dari 32 siswa, kepada siswa tersebut
diberikan soal kemampuan komunikasi sebagai berikut:
Rayhan sedang bermain-main di atas tanah basah. Ia membuat jejak kaki. Rayhan
menapakkan kakinya ke arah Selatan sebanyak 8 kali, kemudian dilanjutkan ke arah
6
Timur sebanyak 6 kali. Dalam menapakkan kakinya, Rayhan menempelkan tumit
kaki kirinya pada ujung kaki kanannya, kemudian tumit kaki kanannya ditempelkan
pada ujung kaki kirinya, dan seterusnya. Berapa kali Rayhan harus menapakkan
kakinya jika ia mulai berjalan langsung tanpa berbelok dari tempat semula ke tempat
terakhir?
Dari hasil jawaban para siswa, terdapat 22 orang yang menjawab salah,
dengan pola jawaban yang tidak terdeskripsikan dalam bentuk segitiga siku-siku.
Sehingga mereka tidak tahu bahwa permasalahan diatas pada dasarnya dapat
diselesaikan dengan rumus pythagoras. Seperti jawaban siswa berikut ini
Kesalahan
mengkomunikasikan
maksud dari soal
Siswa tidak tahu bahwa
penyelesaiannya dapat
menggunakan teorema pythagoras
Penyelesaian tidak
terdeskripsi dalam
gambar
(segitiga siku-siku)
Gambar.1.1. Jawaban Siswa
Selanjutnya terdapat 4 siswa yang mampu mendeskripsikan dalam bentuk gambar
segetiga namun yang mereka cari buka sisi miring dari segitiga tetapi keliling segitiga
tersebut. Selanjutnya terdapat 6 siswa yang tidak menjawab sama sekali.
Maka berdasarkan kasus diatas, peneliti menyimpulkan bahwa permasalahan
yang terjadi saat ini adalah bahwa
siswa masih tidak mampu dalam
mengkomunikasikan maksud dari masalah. Hal ini dikarenakan siswa masih selalu
7
terpaku dengan angka-angka, sehingga bila suatu permasalahan matematika yang
disajikan berupa masalah yang berbentuk simbol atau analisis yang mendalam maka
siswa tidak mampu dalam menyelesaikannya. Maka dalam hal ini kemampuan
komunikasi matematik siswa masih sangat perlu ditingkatkan, atau dengan kata lain
kemampuan komunikasi matematik sungguh sangat di butuhkan.
Pada dasarnya rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa tidaklah
terlepas dari cara guru menyampaikan materi pelajaran di kelas. Yuwono (2001),
berpendapat pada umumnya guru mengajar hanya menyampaikan apa yang ada di
buku paket dan kurang mengakomodasi kemampuan siswanya. Dengan kata lain,
guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan
matematika yang akan menjadi milik siswa. Dengan kondisi yang demikian,
kemampuan komunikasi matematik siswa kurang berkembang, sehingga proses
penyelesaian jawaban siswa terhadap permasalahan yang diajukan oleh gurupun
tidak bervariasi.
Selain kemampuan komunikasi matematik terdapat satu hal penting lainnya
yang sangat berpengaruh dengan prestasi belajar matematika siswa, yaitu sikap positif
siswa terhadap matematika. Sebagaimana hasil observasi yang dilakukan peneliti
terhadap 32 siswa di kelas VIII/6 pada SMP N 4 Lhokseumawe bahwasanya dari data
yang diperoleh peneliti berdasarkan jawaban skala sikap yang diisi oleh siswa-siswa
tersebut. Presentasi sikap positif siswa terhadap matematika masih dibawah 50%
yaitu sebesar 43,28% dan siswa yang mempunyai sikap positif terhadap matematika
adalah siswa yang hanya memproleh
nilai matematika tinggi dari hasil rapor
semester sebelumnya. Oleh karena itu sikap positif siswa terhadap matematika
8
sungguh suatu hal yang harus ada dalam diri siswa guna utuk meningkatkan prestasi
siswa dalam matematika
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Saragih (2007) bahwa faktor lain
yang perlu diperhatikan dalam matematika adalah sikap positif siswa terhadap
matematika, hal ini penting karena sikap positif terhadap matematika berkorelasi
positif dengan prestasi belajar matematika (Ruseffendi, 1991), dan merupakan salah
satu tujuan pendidikan matematika yang dirumuskan dalam Kurikulum 2004, maupun
tujuan yang dirumuskan National Council of Teacher of Mathematics (2000). Sikap
merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak sesuatu,
konsep, kumpulan ide, atau kelompok individu. Karena matematika dapat diartikan
sebagai suatu konsep atau ide abstrak yang penalarannya dilakukan dengan cara
deduktif aksiomatik, sehingga matematika dapat disikapi oleh siswa secara berbedabeda, mungkin menerima dengan baik atau sebaliknya. Dengan demikian, sikap siswa
terhadap matematika adalah kecenderungan untuk menerima atau menolak
matematika.
Oleh karena itu sikap siswa terhadap matematika sangat erat kaitannya dengan
minat siswa terhadap matematika, bahkan sebagian dari sikap merupakan akibat dari
minat, misalnya siswa yang berminat terhadap matematika maka ia akan suka
mengerjakan tugas matematika, ini menandakan
bahwa siswa tersebut bersikap
positif terhadap matematika. Tanpa adanya minat sulit untuk menumbuhkan
keinginan dan kesenangan dalam belajar matematika, apalagi matematika tidak
mudah untuk dipelajari sehingga hampir seluruh siswa dari setiap jenjang pendidikan
kurang berminat dalam matematika.
9
Dengan demikian, untuk menumbuhkan sikap positif terhadap matematika,
perlu diperhatikan agar penyampaian matematika dapat menyenangkan, mudah
dipahami, tidak menakutkan, dan tunjukkan bahwa matematika banyak kegunaannya.
Oleh karena itu, materi harus dipilih dan disesuaikan dengan lingkungan yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan tingkat kognitif siswa.
Selain itu, perlu diingat bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang
berbeda dalam memahami matematika. Galton (dalam Ruseffendi, 1991) menyatakan
bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa
yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Menurut Ruseffendi (1991),
perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan
dari lahir, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan
lingkungan belajar khususnya pendekatan pembelajaran menjadi sangat penting untuk
dipertimbangkan
artinya
pemilihan
pendekatan
pembelajaran
harus
dapat
mengakomodasi kemampuan matematika siswa yang heterogen sehingga dapat
memaksimalkan hasil belajar siswa.
Suatu proses akan berjalan secara alami melalui tahap demi tahap menuju
kearah yang lebih baik. Kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran. Dengan
demikian dalam pembelajaran peristiwa salah yang dilakukan oleh siswa adalah suatu
hal alami, tidak perlu disalahkan , justru seharusnya guru memberikan perhatian lebih
karena ia telah melakukan (terlibat) aktif dalam proses pembelajaran. Guru jangan
selalu berharap kepada siswa mengemukakan hal yang benar saja, selama proses
pembelajaran berlangsung, tetapi guru harus mengharapkan agar para siswa terbuka
10
menyampaikan apa yang terkandung di dalam pikiran mereka. Dengan cara membuka
toleransi dan menghargai setiap usaha siswa dalam belajar siswa tidak akan takut
berbuat salah malahan akan tumbuh semangat untuk mencoba karena tidak takut lagi
disalahkan. Karena belajar adalah suatu proses, belajar bukan sekedar menghafal
konsep yang sudah jadi, akan tetapi belajar haruslah mengalami sendiri. Siswa
mengkonstruksi sendiri konsep secara bertahap, kemudian memberi makna konsep
tersebut melalui penerapannya pada konsep lain, bidang studi lain, atau bahkan dalam
kehidupan nyata yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa kemampuan komunikasi matematik
merupakan kemampuan yang diperlukan dalam belajar dan dalam matematika itu
sendiri, bahkan perlu bagi siswa dalam menghadapi masalah-masalah dalam
kehidupan siswa hari ini dan pada hari yang akan datang. Untuk itu dalam
pembelajaran matematika perlu dipertimbangkan tugas serta suasana belajar yang
mendukung untuk menumbuh kembangkan kemampuan tersebut dan sikap positif
siswa terhadap matematikapun menjadi sesuatu hal yang tidak kalah pentingnya
untuk menjadi perhatian.
Salah
satu
pendekatan
yang
dapat
dilakukan
oleh
guru
dalam
menumbuhkembangkan kemampuan komukasi matematik dan sikap positif siswa
terhadap matematika adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual
merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi dengan situasi dunia
nyata siswa, sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Menurut Depdiknas (2007) pendekatan kontesktual adalah suatu
11
proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultur), sehingga
siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Dengan demikian dalam pendekatan kontekstual
pembelajaran yang dimulai dari konteks
membuat skenario
kehidupan nyata siswa (daily life),
selanjutnya guru memfasilitasi siswa untuk mengangkat objek dalam kehidupan
nyata itu ke dalam konsep matematika, dengan melalui tanya-jawab, diskusi, inkuiri,
sehingga siswa dapat mengkonstruksi konsep tersebut dalam pikirannya. Karena
pengetahuan
matematika
anak
tumbuh
dan
berkembang
bukan
melalui
pemberitahuan, akan tetapi melalui proses inkuiri, proses konstruktivisme, proses
tanya-jawab, dan semacamnya yang dimulai dari pengamatan pada kehidupan seharihari yang dialami secara nyata, sehingga dengan tidak langsung melalui pendekatan
kontekstual siswa terlatih untuk terbiasa mengaitkan pengetahuan yang telah
diperoleh berdasarkan pengamatan sehari-harinya terhadap konsep matematika yang
sedang dipelajari dengan demikian siswa akan mampu mengkomunikasikan gagasangagasan yang ada dalam pemikiran mereka secara tertulis ke dalam ide matematika,
gambar, grafik, simbol ataupun tabel.
Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa pendekatan kontekstual
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa
akan lebih aktif ketika proses pembelajaran berlangsung, suasana dan masalah
matematika yang ajukan oleh gurupun bukan menjadi suatu hal yang menjenuhkan
12
bagi siswa,
sehingga kecemasan dan kesulitan dalam belajar matematika akan
berkurang dalam diri siswa akan tetapi kepercayaan diri, kesenangan dan
keberhasilan siswa dalam belajar matematika meningkat, maka dengan tidak
langsung hal inilah yang mengantarkan siswa untuk memiliki dan meningkatkan
sikap positif siswa terhadap matematika. Dengan demikian diterapkannya pendekatan
kontekstual dalam pelajaran matematika diyakini dapat menjadi benang merah untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan sikap positif siswa terhadap
matematika.
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan
pembelajaran kontekstual dikelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme
(contruktivisme), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar
(learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflektion), dan penilaian
sebenarnya (authentic assement). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengangkat judul penelitian ini sebagai berikut: “Peningkatan
Kemampuan Komunikasi Matematik dan Sikap Positif Siswa Sekolah Menengah
Pertama Melalui Pendekatan Kontekstual.”
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat diidentifikasi masalah
antara lain:
1.
Rendahnya
kemampuan
komunikasi
matematik
siswa
SMP
di
kota
Lhokseumawe untuk menuliskan gagasan ke dalam ide matematika dan gambar.
13
2.
Pembelajaran di sekolah-sekolah SMP di kota Lhokseumawe cenderung abstrak
dan masih bersifat konvensional.
3.
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru matematika SMP di kota
Lhokseumawe kurang bervariasi.
4.
Pembelajaran yang dilakukan oleh guru matematika SMP di kota Lhokseumawe
umumnya belum mengaitkan dengan cerita kontekstual.
5.
Guru matematika SMP di kota Lhokseumawe belum mengakomodasi
kemampuan siswa.
6.
Siswa SMP di kota Lhokseumawe masih beranganggapan matematika adalah
matapelajaran yang sulit dipelajari sehingga sikap positif siswa terhadap
matematika masih kurang.
7.
Rendahnya sikap positif siswa sehingga mengakibatkan kurangnya minat dan
prestasi belajar siswa.
8.
Proses pembelajaran masih terjadi dalam satu arah sehingga aktivitas siswa untuk
terlibat pembelajaran masih rendah.
9.
1.3.
Proses penyelesaian masalah matematika siswa yang belum bervariasi.
Pembatasan Masalah
Mengingat keluasan ruang lingkup permasalahan dalam pembelajaran
matematika seperti yang telah diidentifikasi di atas, maka penelitian ini perlu dibatasi
supaya apa yang diteliti menjadi lebih terfokus pada permasalahan yang mendasar
dan memberikan dampak yang luas terhadap hasil belajar apabila permasalahan ini
diteliti. Penelitian ini dibatasi pada permasalahan (1) kemampuan komunikasi
14
matematik siswa; (2) sikap positif siswa terhadap matematika; (3) penerapan
pendekatan kontekstual; (4) Interaksi antara pendekatan pembelajaran dan
kemampuan awal matematika terhadap kemampuan komunikasi dan sikap posistif
siswa dan (5) Proses penyelesaian masalah yang dihasilkan siswa. Penelitian ini
dibatasi juga pada pokok bahasan pythagoras kelas VIII pada SMP N 4 dan SMP N
12 di Kota Lhokseumawe.
1.4.
Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah yang ada, maka rumusan masalah yang dibuat
adalah:
1.
Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan
dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi daripada yang diajarkan dengan
pembelajaran biasa ?
2.
Apakah peningkatan sikap positif siswa terhadap matematika yang diajarkan
dengan pendekatan kontektual lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran biasa?
3.
Apakah terdapat interaksi antara penerapan pendekatan pembelajaran dengan
kemampuan awal matematika siswa dalam
meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik siswa ?
4.
Apakah terdapat interaksi antara penerapan pendekatan pembelajaran dengan
kemampuan awal matematika siswa dalam meningkatkan sikap positif siswa ?
15
5.
Bagaimanakah proses penyelesaian masalah siswa yang dihasilkan oleh siswa
dalam menyelesaikan masalah pada pendekatan kontekstual dan pembelajaran
biasa
1.5.
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa
yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi daripada yang
diajarkan dengan pembelajaran biasa.
2.
Untuk mengetahui apakah peningkatan sikap positif siswa terhadap matematika
yang diajarkan dengan pendekatan kontektual lebih tinggi daripada siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran biasa.
3.
Untuk mengetahui apakah terdapat
interaksi antara penerapan pendekatan
pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik siswa.
4.
Untuk mengetahui apakah terdapat
interaksi antara penerapan pendekatan
pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa dalam meningkatkan
sikap positif siswa.
5.
Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian masalah yang dihasilkan oleh
siswa dalam menyelesaikan masalah pada pendekatan kontekstual dan
pembelajaran biasa
16
1.6.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1.
Bagi guru, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya
merancang
pendekatan pembelajaran kontekstual pada pokok bahasan
matematika lainnya yang sesuai dengan kompetensi dan tujuan yang diharapkan,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika dan sikap
positif siswa.
2.
Bagi siswa, diharapkan dapat menumbuhkembangkan atau meningkatkan
kemampuan meningkatkan kemampuan komunikasi matematika
dan sikap
positif siswa
3.
Bagi peneliti, diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya.
4.
Bagi para pengambil kebijakan pendidikan, dapat dijadikan sebagai sebuah
rujukan dalam meningkatkan kemampuan kompetensi dasar matematika siswa
pada umumnya.
17
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada
bagian terdahulu dapat diambil beberapa simpulan yang berkaitan dengan faktor
pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematik dan sikap positif siswa
terhadap matematika. Adapun simpulan-simpulan tersebut sebagai berikut:
1.
Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan
pendekatan kontekstual lebih tinggi untuk semua indikator dibandingkan siswa
yang diajarkan dengan pembelajaran biasa
2.
Peningkatan sikap positif siswa terhadap matematika yang diajarkan dengan
pendekatan kontekstual lebih tinggi untuk semua indikator dibandingkan siswa
yang diajarkan dengan pembelajaran biasa
3.
Tidak terdapat interaksi antara penerapan pendekaan pembelajaran dengan
kemampuan
awal
matematika
siswa
dalam
meningkatkan
kemampuan
komunikasi matematik siswa. Hal ini dikarenakan pendekatan pembelajaran dan
kemampuan awal matematika siswa tidak memberikan pengaruh secara bersamasama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik
siswa. Perbedaan peningkatakan kemampuan komunikasi matematik siswa
disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang diterapkan bukan
karena kemampuan awal matematika siswa.
165
166
4.
Tidak terdapat interaksi antara penerapan pendekaan pembelajaran dengan
kemampuan awal matematika siswa dalam meningkatkan sikap positif siswa
terhadap matematika. Hal ini dikarenakan pendekatan pembelajaran dan
kemampuan awal matematika siswa tidak memberikan pengaruh secara bersamasama yang signifikan terhadap peningkatan sikap positif siswa. Perbedaan
peningkatakan sikap positif
siswa disebabkan oleh perbedaan pendekatan
pembelajaran yang diterapkan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.
5.
Proses
penyelesaian
siswa
dalam
menyelesaikan
masalah
kemampuan
komunikasi matematik pada pendekatan kontekstual lebih tepat dan strategi
penyelesaian yang digunakan lebih bervariasi dibandingkan dengan proses
penyelesaian yang dihasilkan oleh siswa pada pembelajaran biasa. Hal ini dapat
ditemukan pada lembar jawaban postes kemampuan komunikasi matematik
siswa.
5.2
Implikasi
Penemuan dalam penelitian menunjukkan kemampuan komunikasi matematik
siswa yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang diajarkan melalui pembelajaran biasa. Hal ini berimplikasi pada pemilihan
pendekatan pembelajaran oleh guru matematika. Guru matematika di sekolah
menengah pertama harus mempunyai cukup pengetahuan teoretis maupun
keterampilan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang mampu mengubah siswa
lebih aktif, mengkontruksi pengetahuan sendiri, memberikan kesempatan kepada
siswa untuk lebih leluasa menjawab permasalahan dengan caranya sendiri,
167
mempunyai pengalaman secara matematis dan mampu melatih komunikasi
matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat mengubah siswa ke arah
yang lebih positif tersebut adalah pendekatan kontekstual. Perubahan itu sendiri akan
mampu melatih kemampuan komunikasi matematik siswa sejak dini.
Implikasi lainnya yang perlu mendapat perhatian guru adalah dengan
pendekatan pembelajaran konte