PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALITIK.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ……… i

PERNYATAAN ………. ii

ABSTRAK ……….. iii

KATA PENGANTAR ……… iv

DAFTAR ISI ………... vii

DAFTAR TABEL ………... ix

DAFTAR GAMBAR ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………... 10

C. Tujuan Penelitian ………. 11

D. Manfaat Penelitian ………... 11

E. Definisi Operasional ……… 12

F. Hipotesis Penelitian ………. 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 14 A. Pendekatan Matematika Realistik ………... 14

B. Komunikasi Matematik ………... 23

C. Kemandirian Belajar Siswa ……... 28

D. Teori Belajar yang Mendukung …... 34

E. Pembelajaran Langsung ………. 36

F. Hasil Penelitian yang Relevan ……… 37

BAB III METODE PENELITIAN 40 A. Desain Penelitian ………. 40

B. Populasi dan Sampel ………... 41

C. Instrumen Penelitian ……… 43

1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematik …... 43

2. Tes Kemandirian Belajar Siswa …... 53

3. Pedoman Wawancara …... 58

4. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 58


(2)

Halaman

E. Prosedur Penelitian ……….. 60

F. Teknik Analisis Data ………... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 63 A. Hasil Penelitian ………... 63

1. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ….... 63

2. Hasil Tes Kemandirian Belajar Siswa …... 75

3. Hasil Observasi …... 83

4. Tanggapan/Pendapat Guru ... 85

5. Deskripsi Pembelajaran Langsung ………... 87

B. Pembahasan ………. 87

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ………. 93

A. Simpulan ………. 93

B. Saran ……… 94

DAFTAR PUSTAKA ……… 96


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Uji Beda Ranking SMPN Tahun 2006/2007 dan 2007/2008 42 Tabel 3.2. Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik 44 Tabel 3.3. Hasil Analisis Reliabilitas Tes Komunikasi Matematik …….. 46 Tabel 3.4. Hasil Perhitungan Validitas Tes Kemampuan Komunikasi

Matematik ………... 47 Tabel 3.5. Hasil Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ……... 49 Tabel 3.6. Rekapitulasi Analisis Ujicoba Tes ………... 49 Tabel 3.7. Ringkasan Hasil Uji Kesesuaian Model Skor Kemampuan

Komunikasi Matematik ……… 50 Tabel 3.8. Rangkuman Analisis SEM Model Pengukuran Skor

Kemampuan Komunikasi Matematik ……….. 51 Tabel 3.9. Ringkasan Hasil Perhitungan Koefisien Bobot Faktor untuk

Menghitung Construct Reliability dan Variance Extracted Skor

Kemampuan Komunikasi Matematik ……….. 52 Tabel 3.10. Rangkuman Hasil Analisis Validitas, Reliabilitas, Daya

Pembeda, dan Tingkat Kesukaran ………... 53 Tabel 3.11. Ringkasan Hasil Uji Kesesuaian Model Skor Kemandirian

Belajar Siswa ………... 55

Tabel 3.12. Rangkuman Analisis SEM Model Pengukuran Skor

Kemandirian Belajar Siswa ………. 55 Tabel 3.13. Ringkasan Hasil Uji Kesesuaian Model Skor Kemandirian

Belajar Siswa ………... 57

Tabel 3.14. Keterkaitan Masalah, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik …….. 61 Tabel 4.1. Skor Tertinggi, Terendah, Rata-rata, dan Deviasi Standar Skor Pretes

Komunikasi Matematik ……… 63 Tabel 4.2. Pengujian Perbedaan Rerata Kemampuan Komunikasi

Matematik ... 65 Tabel 4.3. Skor Tertinggi, Terendah, Rata-rata, dan Deviasi Standar Skor Postes

Komunikasi Matematik ……… 66 Tabel 4.4. Pengujian Perbedaan Rerata Kemampuan Komunikasi

Matematik ... 68 Tabel 4.5. Perbandingan Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi

Matematik Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 68 Tabel 4.6. Rekapitulasi Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi

Matematik ...


(4)

69 Halaman Tabel 4.7. Pengujian Perbedaan Rerata N-Gain Kemampuan Komunikasi

Matematik ... 72 Tabel 4.8. Hasil Pengujian Normalitas Data ... 73 Tabel 4.9. Hasil Uji Homogenitas Jenis Komunikasi Expression dan

Written ... 74 Tabel 4.10. Skor Tertinggi, Terendah, Rata-rata, dan Deviasi Standar Skor Tes

Awal Kemandirian Belajar Siswa ………. 75 Tabel 4.11. Pengujian Perbedaan Rerata Kemandirian Belajar Siswa ... 77 Tabel 4.12. Skor Tertinggi, Terendah, Rata-rata, dan Deviasi Standar Skor Tes

Akhir Kemandirian Belajar Siswa ………. 77 Tabel 4.13. Pengujian Perbedaan Rerata Kemandirian Belajar Siswa ... 78 Tabel 4.14. Perbandingan Gain Ternormalisasi Kemandirian Belajar Siswa

Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 79 Tabel 4.15. Rekapitulasi Gain Ternormalisasi Kemandirian Belajar Siswa 80 Tabel 4.16. Pengujian Perbedaan Rerata N-Gain Kemandirian Belajar

Siswa ... 81 Tabel 4.17. Pengujian Perbedaan Rerata N-Gain Tiap Aspek Kemandirian


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Model Skematis Proses Matematisasi Konsep ……… 15 Gambar 4.1. Diagram Batang Rata-Rata Skor Pretes Kemampuan

Komunikasi Matematik ………... 64 Gambar 4.2. Diagram Batang Rata-Rata Skor Postes Kemampuan

Komunikasi Matematik ……… 66 Gambar 4.3. Diagram Batang Rata-Rata Skor Tes Awal Kemandirian

Belajar Siswa ……… 76

Gambar 4.4. Diagram Batang Rata-Rata Skor Tes Akhir Kemandirian


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A

Lampiran A-1 Hasil Ujicoba Kemampuan Komunikasi ……….. 99 Lampiran A-2 Hasil Ujicoba Kemandirian Belajar ……….. 107 Lampiran B

Lampiran B-1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ………. 121 Lampiran B-2 Lembar Aktivitas Siswa ………... 127 Lampiran B-3 Kisi-Kisi dan Soal Komunikasi Matematik ……... 142 Lampiran B-4 Kunci Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematik ….. 145 Lampiran B-5 Kisi-Kisi dan Skala Kemandirian Belajar Siswa dalam

Matematika ………... 150

Lampiran B-6 Daftar Isian untuk Guru ... 154 Lampiran B-7 Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran 157 Lampiran C

Lampiran C-1 Data Hasil Penelitian Kemampuan Komunikasi Matematik 158 Lampiran C-2 Data Hasil Penelitian Kemandirian Belajar Siswa ……… 160 Lampiran D

Lampiran D-1 Pengujian Hasil Pretes Komunikasi Matematik ………… 162 Lampiran D-2 Pengujian Hasil Postes Komunikasi Matematik ………… 164 Lampiran D-3 Pengujian Hipotesis 1 ……… 166 Lampiran D-4 Pengujian Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemandirian

Belajar Siswa …………

168 Lampiran D-4 Pengujian Hipotesis 2 ……… 169 Lampiran E Suasana Aktivitas Siswa ……….... 171 Lampiran F Riwayat Hidup ………... 172


(7)

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluhan masyarakat tentang hasil pendidikan yang belum memuaskan sudah berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang pendidikan yang sering berganti-ganti, namun situasi masih tetap sama. Usaha perbaikan sudah banyak dilakukan antara lain dengan mengadakan perubahan pada kurikulum, pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kemampuan tenaga pendidik, dan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan. Masyarakat kelihatannya belum merasa puas dengan perubahan-perubahan yang dilakukan pemerintah. Hal ini terbukti dengan banyaknya dan berkelanjutannya keluhan-keluhan dari masyarakat, ditambah lagi dengan adanya anggapan tentang daya saing bangsa yang kurang menggembirakan. Menurut Hamalik (2006) sistem pendidikan yang dimiliki dan dilaksanakan sampai saat ini belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan teknologi, sehingga dunia pendidikan belum dapat menghasilkan tenaga-tenaga terampil, kreatif, aktif, dan kritis yang sesuai dengan tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Salah satu tolok ukur untuk melihat mutu pendidikan adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika yang sampai sekarang masih menjadi suatu permasalahan yang sering diperdebatkan baik oleh orang tua siswa maupun oleh para pakar pendidikan matematika. Penelitian Suryanto dan Somerset (Zulkardi, 2001) terhadap 16 SLTP pada beberapa propinsi di Indonesia juga menemukan bahwa hasil tes mata pelajaran matematika siswa sangat rendah, utamanya pada soal cerita matematika (aplikasi matematika). Demikian juga dengan hasil


(9)

penelitian Suryadi (2005) yang menemukan bahwa siswa kelas dua SMP di kota dan kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam kemampuan mengajukan argumentasi serta menemukan pola dan pengajuan bentuk umumnya.

Laporan The Third International Mathematics Science Study (TIMSS) tahun 1999 (Herman, 2006) menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas dua SMP (eighth grade) Indonesia relatif lebih baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan prosedur. Akan tetapi siswa-siswa ini sangat lemah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang berkaitan dengan jastifikasi atau pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematika, menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data atau fakta yang diberikan. Sedangkan hasil penelitian Dahlan (2003) menunjukkan bahwa siswa masih berpikir linier, hanya sebagian kecil siswa yang mampu menunjukkan berbagai kemungkinan jawaban, sedangkan sebagian lainnya masih berpikir bahwa soal-soal matematika itu mempunyai jawaban tunggal.

Rendahnya hasil belajar matematika merupakan suatu hal yang wajar jika dilihat dari aktivitas pembelajaran di kelas yang selama ini lebih sarat dengan aktivitas guru sementara siswa secara pasif mendengarkan dan mencatat, sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab, guru memberi contoh soal dilanjutkan dengan memberi soal latihan yang sifatnya rutin kurang melatih daya nalar, kemudian guru memberikan penilaian. Aktivitas pembelajaran yang biasa dilakukan mengakibatkan terjadinya proses penghafalan terhadap konsep atau prosedur, pemahaman konsep matematika rendah, dan jika siswa dihadapkan pada permasalahan yang kompleks mereka cenderung tidak dapat menggunakannya. Siswa hanya mengikuti aturan atau prosedur yang berlaku, akibatnya pembelajaran bermakna yang diharapkan tidak terjadi.


(10)

Laporan hasil studi Suryadi (2005) mendukung pendapat di atas, bahwa sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan penalaran matematik atau kemampuan berpikir logis siswa. Sedangkan menurut Herman (2006), kegiatan pembelajaran seperti ini tidak mendorong pengembangan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, penalaran, koneksi, dan komunikasi matematis.

Salah satu kemampuan berpikir matematik yang masih rendah adalah kemampuan komunikasi. Hasil penelitian Rohaeti dan Wihatma (Herawati, 2006) menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi siswa berada pada kualifikasi kurang, terutama dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika kurang sekali. Hal ini berakibat siswa jarang memberikan tanggapan karena belum mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan baik. Siswa jarang bertanya karena belum mampu membuat/ menyusun pertanyaan tentang matematika yang dipelajari dan siswa kurang mampu membuat kesimpulan dari materi matematika yang dipelajari. Melalui kemampuan komunikasi matematik yang baik, diharapkan siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis secara lisan maupun tulisan.

Menurut Collins (Asikin, 2002), salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa untuk mengembangkan dan mengintegrasikan keterampilan berkomunikasi melalui lisan maupun tulisan, modeling, speaking, writing, talking, drawing serta mempresentasikan apa yang telah dipelajari. Hal yang sama juga tertuang dalam tujuan yang dirumuskan National Council of Teachers of Mathematics (2000) dan Kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003).


(11)

Menurut Baroody (1993) ada dua alasan mengapa komunikasi matematik penting, yaitu: (1) mathematics as language, maksudnya adalah matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah, akan tetapi matematika juga an invaluable tool for communicating a variety of ideas clearly, precisely, and succintly dan (2) mathematics learning as social activity, maksudnya adalah sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, seperti halnya interaksi antar siswa, komunikasi guru dengan siswa merupakan bagian penting pada pembelajaran matematika dalam upaya membimbing siswa memahami konsep atau mencari solusi dari suatu masalah.

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa adalah menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain. Pada kompetensi umum bahan kajian matematika disebutkan bahwa dengan belajar matematika siswa diharapkan memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik untuk memperjelas keadaan atau masalah. Karena kemampuan komunikasi matematik penting untuk dimiliki siswa, maka guru harus memberikan permasalahan-permasalahan yang dapat melatih kemampuan komunikasi dengan memperhatikan karakteristik model pembelajaran yang digunakan. Menurut Baroody (1993), pada pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional, kemampuan komunikasi siswa masih sangat terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru. Cai dan Patricia (2000) berpendapat guru dapat mempercepat peningkatan komunikasi matematik dengan cara memberikan tugas matematika dalam berbagai variasi. Komunikasi matematik akan berperan efektif manakala guru mengkondisikan siswa agar mendengarkan secara aktif (listen actively) sebaik mereka mempercakapkannya. Oleh karena itu perubahan pandangan belajar


(12)

dari guru mengajar ke siswa belajar sudah harus menjadi fokus utama dalam setiap kegiatan pembelajaran matematika.

Sesuai kurikulum 2006, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika yang terkandung dalam masalah kontekstual itu. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.

Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan KTSP berbeda dengan kurikulum sebelumnya, dimana pada kurikulum 2006 dituntut adanya upaya antisipasi dari berbagai pihak. Upaya yang harus segera dilakukan adalah mempelajari isi kurikulum secara menyeluruh, karena sejumlah perubahan yang tercakup dalam kurikulum tersebut cukup mendasar yang tidak mudah untuk dipahami dan dilaksanakan di lapangan. Pihak sekolah memiliki kewenangan yang sangat dominan dalam menentukan kurikulum yang akan digunakan, sehingga diperlukan sumber daya yang handal untuk membuat kurikulum yang akan digunakan (sesuai kebutuhan di lapangan).

Kecakapan matematika yang tertuang dalam standar kompetensi dalam kurikulum 2006 meliputi kemampuan pemahaman, koneksi, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi, serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Kemampuan komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam pembelajaran matematika, menurut Lindquist (NCTM, 1999) yang mengemukakan bahwa kita akan memerlukan komunikasi dalam matematika jika hendak meraih secara penuh tujuan sosial seperti melek matematika, belajar seumur hidup, dan matematika untuk semua orang. Pressini dan Bassett (NCTM, 1996) berpendapat bahwa tanpa


(13)

komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika.

Komunikasi dalam matematika merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki siswa dan guru selama belajar, mengajar, dan mengevaluasi matematika. Melalui komunikasi siswa memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan dan mengekspresikan pemahaman tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari.

Agar standar kompetensi yang telah ditetapkan dapat tercapai, maka guru dituntut untuk menjabarkan kegiatan belajar mengajar dalam bentuk rencana pembelajaran dengan mempertimbangkan beberapa hal penting, seperti: pengurutan kompetensi dasar; menentukan indikator pencapaian belajar, seperti kemampuan pemahaman, koneksi, penalaran, pemecahan masalah, dan komunikasi matematik; menetapkan tujuan pembelajaran; perlu perhatian yang menyeluruh terhadap semua siswa (pandai, sedang, dan lemah); dan pembahasan konsep matematika dimulai dengan masalah yang kontekstual.

Menyikapi permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika sekolah, terutama yang berkaitan dengan pentingnya kemampuan pemahaman, koneksi, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi, dan sikap positif dalam matematika, yang akhirnya mengakibatkan rendahnya hasil pembelajaran matematika, timbul pertanyaan pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat mendorong peningkatan kemampuan-kemampuan di atas?

Cooney (Sumarmo, 2005) menyarankan reformasi pembelajaran matematika dari pembelajaran belajar meniru (menghapal) ke belajar pemahaman yang berlandaskan pada pendapat knowing mathematics is doing mathematics yaitu pembelajaran yang menekankan pada doing atau proses dibandingkan dengan knowing


(14)

that. Perubahan pandangan pembelajaran di atas dimaksudkan agar pembelajaran matematika lebih memfokuskan pada proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk menemukan kembali (reinvent) konsep-konsep, melakukan refleksi, abstraksi, formalisasi dan aplikasi. Proses mengaktifkan siswa ini dapat dikembangkan dengan cara membiasakan siswa agar berpikir logis atau membudayakan penalarannya untuk memecahkan masalah dalam setiap kegiatan belajarnya. Kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang akan membentuk karakter siswa tentang bagaimana berpikir, bagaimana berbuat dan bagaimana bertindak sebagai perwujudan aplikasi pemahaman untuk menjawab segala bentuk kebutuhan dan persoalan yang dihadapinya.

Selain itu, proses pembelajaran matematika juga perlu memperhatikan kenyamanan dan perasaan menyenangkan bagi siswa, hal ini dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan sikap ramah dalam menanggapi berbagai kesalahan siswa, hindari sikap guru yang menyeramkan (tidak bersahabat), mengusahakan agar siswa dikondisikan untuk bersikap terbuka, usahakan materi matematika disajikan dalam bentuk yang lebih kongkrit, dan gunakan metode serta pembelajaran yang bervariasi. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan minat siswa terhadap matematika yang merupakan modal utama untuk menumbuhkan keinginan dan kesenangan belajar matematika, tanpa minat yang baik dalam diri siswa akan sulit tercipta suasana belajar seperti yang diharapkan. Dari Tumbuhnya minat siswa untuk belajar matematika diharapkan muncul kecenderungan sikap positif terhadap matematika. Tujuan di atas sesuai dengan standar kompetensi yang dirumuskan dalam Kurikulum 2006 mencakup pemahaman konsep matematika, koneksi matematis, komunikasi matematis, penalaran, pemecahan masalah, serta sikap positif terhadap matematika.

Pendekatan matematika realistik adalah salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan perubahan paradigma pembelajaran. Hal ini sesuai


(15)

dengan pandangan Freudenthal (Soedjadi, 2004) yang menyatakan bahwa matematika merupakan kegiatan manusia yang lebih menekankan aktivitas siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan sehingga pembelajaran menjadi terpusat pada siswa.

Pembelajaran yang merupakan manifestasi dari kondisi tersebut adalah pembelajaran yang bersifat mengembangkan model, situasi, dan skema pemikiran siswa. Dalam pembelajaran, siswa tidak terima jadi suatu konsep atau generalisasi, melainkan harus terlibat aktif mengkonstruksi secara produktif melalui interaksi dalam bentuk partisipasi aktif selama pembelajaran berlangsung. Pembelajaran matematika realistik merupakan aktivitas sosial sehingga komunikasi dapat terjalin secara optimal, siswa melakukan tidak hanya mendengarkan dan melihat, titik tolak pembelajaran dari kondisi realitas kehidupan siswa, pendekatan yang digunakan dari informal ke formal, konsep yang satu jelas keterkaitannya dengan konsep yang lain, dan siswa beraktivitas dengan bantuan guru.

Dalam pembelajaran matematika realistik, kemampuan siswa untuk melakukan aktivitas perlu dilatih dan dibiasakan melalui bimbingan, sehingga siswa mampu menemukan suatu pola atau konsep dengan cara membangun sendiri konsep tersebut. Dengan demikian, prinsip pembelajaran matematika tidaklah terletak pada matematika sebagai suatu sistem tertutup yang kaku, melainkan pada aktivitasnya yang lebih dikenal sebagai suatu proses matematisasi. Proses matematisasi dalam konteks pendidikan matematika, ada dua tipe yakni matematisasi horizontal dan vertikal. Matematika vertikal yang dipelajari siswa, yaitu keterkaitan antar konsep matematika, kemampuan pemecahan masalah dan pelatihan kemampuan berpikir abstrak, siswa juga dibiasakan belajar matematika horizontal yaitu belajar menggunakan kemampuan


(16)

matematika dalam bidang studi dan kehidupan sehari-hari, seperti berpikir rasional-rinci-sistematis dan penalaran.

Pada dasarnya pendekatan matematika realistik membimbing siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep yang pernah ditemukan oleh para ahli matematika. Materi matematika yang disajikan guru dihubungkan dengan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari, siswa diberi kesempatan untuk menafsirkan dan mengemukakan gagasan yang mereka temukan. Siswa diberikan kebebasan dalam menyampaikan ide-ide dalam diskusi kelompok, sehingga diharapkan siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Guru hanya memfasilitasi pembelajaran, siswa yang harus berperan aktif menyumbangkan pikirannya dalam memecahkan permasalahan yang beraneka ragam. Dengan demikian, diharapkan akan meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar dalam matematika.

Sumarmo (2004) menyatakan bahwa individu yang belajar matematika dituntut memiliki disposisi matematis yang tinggi, kemudian dengan adanya disposisi ini akan menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang diharapkan. Disposisi matematis yang dimaksud antara lain terlukis pada karakteristik kemandirian siswa belajar matematika. Menurut Zimmerman (1989) menyatakan bahwa kemandirian belajar telah merubah perspektif fokus analisis keberhasilan belajar dari kemampuan belajar siswa atau potensi belajar siswa dan lingkungan belajar di sekolah atau di rumah sebagai suatu entitas yang “fixed”; kini digantikan oleh kesanggupan siswa secara personal untuk merancang sendiri strategi belajar dalam upaya meningkatkan pencapaian hasil belajar dan kesanggupannya untuk mengelola lingkungan yang kondusif untuk belajar. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi dalam matematika diasumsikan memiliki kemandirian belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan sedang dan rendah. Siswa yang memiliki


(17)

kemampuan tinggi lebih mampu mengatur waktu dan mengontrol diri dalam berpikir, merencanakan strategi, kemudian melaksanakannya, serta mengevaluasi atau mengadakan refleksi. Hal ini didukung oleh hasil studi Darr dan Fisher (2004) yang menghasilkan bahwa kemampuan belajar mandiri berkorelasi tinggi dengan keberhasilan belajar siswa. Hasil penelitian lain disampaikan oleh Hisyam (2006) dan Hastutiningsih (2007) bahwa terdapat hubungan positif antara kemandirian belajar dengan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang memfokuskan pada penerapan pendekatan matematika realistik terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa sekolah menengah pertama.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini difokuskan pada apakah penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa? Untuk lebih jelasnya, maka masalah penelitian dirumuskan seperti:

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran langsung? Bagaimanakah kualitas penguasaan siswa setelah pembelajaran?

2. Apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan


(18)

peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran langsung? Bagaimanakah kualitas kemandirian belajar siswa setelah pembelajaran?

3. Bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik?

4. Bagaimana tanggapan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung. Mendeskripsikan kualitas penguasaan siswa setelah pembelajaran.

2. Menganalisis peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung. Mendeskripsikan kualitas kemandirian belajar siswa setelah pembelajaran.

3. Mendeskripsikan dan menginterpretasikan aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik.

4. Mendeskripsikan dan menginterpretasikan tanggapan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat:

1. Untuk siswa, penerapan model pembelajaran matematika realistik pada pelajaran matematika sebagai sarana untuk melibatkan aktivitas secara optimal, serta


(19)

sebagai wahana dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematik dan untuk mengembangkan kemandirian dalam belajar.

2. Untuk guru, model pembelajaran matematika realistik yang diterapkan pada pelajaran matematika dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan sehari-hari untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa.

3. Untuk Peneliti, merupakan pengalaman yang berharga sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa pada berbagai jenjang pendidikan.

E. Definisi Operasional

Beberapa variabel dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai berikut:

1. Pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah pembelajaran yang memiliki karakteristik: menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi dan produksi siswa, terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran, saling terkait dan terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya. 2. Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan menggunakan matematika

sebagai bahasa tulisan yaitu kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata, notasi, dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Kemampuan komunikasi matematik diungkap dalam tiga kategori: (a) pemunculan model konseptual, seperti gambar, diagramn tabel dan grafik (aspek drawing), (b) membentuk model matematik atau persamaan aljabar (aspek mathematical expressions), dan (c) argumentasi verbal yang didasarkan pada analisis terhadap gambar dan konsep-konsep formal (aspek written texts).


(20)

3. Kemandirian belajar adalah suatu kebiasaan dalam belajar yang memuat aspek/komponen: inisiatif belajar, mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan tujuan belajar, memonitor dan mengatur belajar, mengatur dan mengontrol kognisi, memandang kesulitan sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, memilih dan menerapkan strategi belajar yang tepat, mengevaluasi proses dan hasil belajar, dan konsep diri.

4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar ditentukan dari nilai gain ternormalisasi (normalized gain) dari skor pretes dan postes, yang dihitung dengan rumus:

score pretest score

score pretest score

postest gain

Normalized

− − =

.

max (Meltzer, 2002)

F. Hipotesis

Berdasarkan kajian permasalahan yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran langsung.

2. Peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran langsung.


(21)

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung. Tujuan penelitian lainnya adalah mendeskripsikan aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan tanggapan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik.

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini bersifat eksperimen dengan desain eksperimen yang digunakan adalah desain kelompok kontrol pretes-postes. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik. Kelompok kontrol merupakan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran langsung secara kelompok yaitu cara biasa yang digunakan di kelas tersebut. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatam matematika realistik dan pembelajaran langsung, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa.

Desain eksperimen yang digunakan adalah:

A O X O

A O O

Keterangan: A = pemilihan kelas secara acak dari kelas yang ada pada sekolah yang ditetapkan

X= pembelajaran matematika realistik

O = pretes dan postes kemampuan komunikasi matematik siswa dan kemandirian belajar


(23)

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa pada satu sekolah menengah pertama (SMP) Negeri di Kota Tasikmalaya pada level menengah yang ditetapkan dengan pertimbangan bahwa tingkat perkembangan kognitif siswa SMP masih pada tahap peralihan dari operasi kongkrit ke operasi formal, sehingga cocok untuk diterapkan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik.

Sekolah yang dipilih untuk kepentingan penelitian ini adalah sekolah dengan level menengah karena pada level menengah kemampuan akademik siswa heterogen, mulai dari siswa yang berkemampuan terendah sampai dengan yang berkemampuan tertinggi. Menurut Darhim (2004) sekolah yang berasal dari level tinggi (baik) cenderung memiliki hasil belajar yang lebih baik tetapi baiknya itu bisa terjadi bukan akibat baiknya pembelajaran yang dilakukan. Sekolah yang berasal dari level rendah (kurang), cenderung hasil belajarnya akan kurang (jelek) dan kurangnya (jelek) itu bisa terjadi bukan akibat kurang baiknya pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, sekolah dengan level baik dan level rendah tidak dipilih sebagai subyek penelitian. Kriteria ranking sekolah berdasarkan nilai ujian nasional dari tahun 2007 sampai dengan 2008 yang secara resmi dikeluarkan Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya.

Untuk melihat konsistensi urutan ranking 21 SMP Negeri yang ada di Kota Tasikmalaya dilakukan pengujian konsistensi urutan ranking dengan menggunakan uji rank Wilcoxon. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran, sedangkan rangkuman hasil perhitungan disajikan pada Tabel 3.1 berikut.


(24)

Tabel 3.1

Uji Beda Ranking SMPN Tahun 2006/2007 dan 2007/2008

N Mean Rank Sum of Ranks

PERINGKAT-08 - PERINGKAT-07

Negative Ranks 5(a) 12.50 62.50 Positive Ranks 12(b) 7.54 90.50

Ties 4(c)

Total 21

Test Statistics(b)

PERINGKAT-08

PERINGKAT-07

Z -.664(a)

Asymp. Sig. (2-tailed) .507

Ho: tidak terdapat perbedaan urutan rangking antara tahun 2007 dengan 2008 H1: terdapat perbedaan urutan rangking antara tahun 2007 dengan 2008

Dari hasil perhitungan di atas diperoleh Z hitung -0,664 dengan nilai asimtotik signifikan 0,507. Nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, sehingga hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat perbedaan rangking dari kedua tahun ajaran tersebut diterima. Dengan demikian, urutan ranking 21 SMPN se Kota Tasikmalaya antara tahun 2007 dengan 2008 konsisten.

Selanjutnya untuk menentukan level sekolah digunakan cara sebagai berikut: level menengah sebanyak 50% dan untuk sekolah yang berada pada level tinggi dan bawah ditetapkan masing-masing sebanyak 25%. Pengambilan populasi dilakukan secara acak dari sekolah level menengah dan terpilih SMP Negeri 4 Kota Tasikmalaya sebagai populasi penelitian.

Subyek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 4 Tasikmalaya berdasarkan pada pertimbangan: (1) Siswa kelas VII merupakan siswa baru yang masih berada dalam masa transisi dari SD ke SMP, sehingga lebih mudah diarahkan;


(25)

(2) Materi matematika di kelas VII cocok menggunakan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik. Siswa kelas VIII kurang diandalkan untuk penelitian ini karena gaya belajarnya sudah terbentuk sehingga lebih sulit untuk diarahkan, sedangkan siswa kelas IX sedang dalam persiapan mengikuti ujian nasional.

Peneliti tidak mungkin mengambil siswa secara acak untuk membentuk kelas baru maka peneliti mengambil unit sampling terkecilnya adalah kelas. Setelah dilakukan pengambilan secara acak kelas terpilih dua kelas yang menjadi sampel penelitian yaitu kelas VII F sebagai kelompok eksperimen dan kelas VII D sebagai kelompok kontrol.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu tes dan non-tes. Tes berupa seperangkat soal tes kemampuan komunikasi matematik, sedangkan non-tes terdiri dari angket tentang kemandirian belajar, pedoman wawancara, dan lembar observasi. Soal tes kemampuan komunikasi matematik, sebelum digunakan terlebih dahulu diujicobakan secara empiris, tetapi sebelumnya divalidasi oleh beberapa validator. Angket digunakan untuk mengungkap tentang kemandirian belajar siswa. Pedoman wawancara digunakan sebagai pedoman mewawancarai guru dan siswa untuk menggali lebih dalam tanggapannya terhadap pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik. Lembar observasi digunakan oleh observer pada waktu proses pembelajaran untuk melihat aktivitas siswa.

1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik siswa, yang diberikan pada awal dan akhir pelajaran dengan bentuk tes uraian. Tes ini disusun berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran yang dituangkan dalam kisi-kisi tes.


(26)

Penyusunan soal kemampuan komunikasi matematik merujuk pada definisi operasional yang menuntut siswa memberikan jawaban berupa menggambar (drawing), ekspresi matematis (mathematical expression), dan menuliskan jawaban dengan bahasa sendiri (written texts). Instrumen lengkap pada lampiran B-3 (142-144).

Pada bagian berikut disajikan tabel pemberian skor tes komunikasi matematik yang mengadopsi penskoran holistic scoring rubrics dari Cai, Lane, dan Jacabcsin (1996) dan Ansari (2003) seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik

Skor Kategori Kualitatif Kategori Kuantitatif Representasi

0 Jawaban salah dan tidak cukup detil

Jawaban diberikan menunjukkan tidak memahami konsep, sehingga tidak cukup detil informasi yang diberikan

Written texts, Drawing, dan Mathematical expression 1 Jawaban samar-samar

dan procedural

Menunjukkan pemahaman yang terbatas mengenai isi tulisan, diagram, gambar atau tabel maupun model matematika dan perhitungan

Written texts, Drawing, dan Mathematical expression 2 Jawaban sebagian

lengkap dan benar

Penjelasan secara matematika masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar

Written texts

Melukiskan diagram, gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar

Drawing

Menggunakan persamaan aljabar atau model matematika dan melakukan perhitungan, namun hanya sebagian benar dan lengkap

Mathematical expression

3 Jawaban hampir lengkap dan benar, serta lancar dalam memberikan bermacam-macam jawaban benar yang berbeda

Penjelasan secara matematika masuk akal dan benar, namun ada sedikit kesalahan

Written texts

Melukiskan diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar namun ada sedikit kesalahan

Drawing

Menggunakan persamaan aljabar atau model matematika dan melakukan perhitungan, namun ada sedikit kesalahan

Mathematical expression

4 Jawaban lengkap dan benar, serta lancar dalam memberikan bermacam-macam jawaban benar yang berbeda

Penjelasan secara matematika masuk akal dan benar

Written texts Melukiskan diagram, gambar, atau

tabel secara lengkap dan benar

Drawing Menggunakan persamaan aljabar

atau model matematika dan

Mathematical expression


(27)

melakukan perhitungan secara lengkap dan benar

Untuk menilai validitas isi soal komunikasi matematik, dilakukan pertimbangan oleh teman kuliah dan rekan kerja di Universitas Siliwangi Tasikmalaya yang selanjutnya dikoreksi oleh dosen pembimbing. Validitas isi ditetapkan berdasarkan kesesuaian antara indikator dan butir soal, kejelasan bahasa atau gambar dalam soal, kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa kelas VII SMP, dan kebenaran materi atau konsep. Instrumen yang telah teruji validitas isi diujicobakan secara terbatas kepada tiga orang siswa kelas VIII di luar sampel, dengan tujuan untuk mengetahui apakah soal-soal tersebut dapat dipahami dengan baik.

Setelah direvisi, semua perangkat tes dinilai memadai dan kemudian instrumen tersebut diujicobakan kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Kota Tasikmalaya. Tujuan ujicoba instrumen untuk mengetahui validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Data hasil ujicoba dianalisis dengan menggunakan program SPSS, Anates, dan Lisrel. Hasil analisis pada lampiran A-1 (hal. 99-106). a. Reliabilitas

Reliabilitas tes digunakan untuk mengetahui tingkat keajegan perangkat tes tersebut. Untuk menghitung koefisien reliabilitas seperangkat alat tes yang berbentuk uraian digunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu:

        Σ −       −

= 22

11 1 1 t i n n r σ σ 11

r = koefisien reliabilitas n = banyaknya butir item

2

i σ

Σ = jumlah varians skor tiap-tiap item

2

t


(28)

Klasifikasi besarnya koefisien reliabilitas dimodifikasi dari Guilford (Ruseffendi, 1994: 144), sehingga memperoleh klasifikasi:

0,00 ≤ r11 < 0,20 : Tingkat reliabilitas kecil

0,20 ≤ r11 < 0,40 : Tingkat reliabilitas rendah

0,40 ≤ r11 < 0,70 : Tingkat reliabilitas sedang

0,70 ≤ r11 < 0,90 : Tingkat reliabilitas tinggi

0,90 ≤ r11 < 1,00 : Tingkat reliabilitas sangat tinggi

Hasil perhitungan menggunakan SPSS 15.0 memberikan hasil sebagai berikut: Tabel 3.3

Hasil Analisis Reliabilitas Tes Komunikasi Matematik Cronbach's

Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items

N of Items

.793 .819 6

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,793, dengan demikian seperangkat instrumen tes komunikasi matematik memiliki tingkat reliabilitas tinggi.

b. Validitas Butir Soal

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui tingkat ketetapan suatu butir soal. Untuk menghitung koefisien validitas butir soal digunakan cara, skor pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah butir soal memiliki validitas yang tinggi, jika skor butir soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Validitas butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi dari product moment Pearson.

Interpretasi besarnya koefisien validitas butir soal merujuk pada klasifikasi koefisien reliabilitas. Untuk menguji validitas butir soal digunakan uji-t dengan rumus berikut:


(29)

t = 2 1

2 r N r

− −

Keterangan: N = Jumlah subjek r = Koefisien korelasi

Pengujian dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara skor butir soal dengan skor total. Hipotesis statistik yang diujikan adalah:

H0 : r = 0

Tidak terdapat hubungan antara skor butir soal dengan skor total H1 : r≠0

Terdapat hubungan antara skor butir soal dengan skor total

Kriteria pengujian untuk taraf signifikan α = 0,05, H0 diterima jika -ttabel <

hitung

t < ttabel dengan dk = (n-2), dalam hal lainnya H0 ditolak.

Untuk tes kemampuan komunikasi matematik dengan n = 42 dan taraf kepercayaan 95% diperoleh ttabel = 2,021. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel

3.4 berikut:

Tabel 3.4

Hasil Perhitungan Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Jenis Tes Nomor

Soal

Koef Korelasi (rxy)

Interpretasi

Validitas thitung Keterangan

Kemampuan Komunikasi Matematik

1 0,702 Tinggi 6,171 Valid

2 0,643 Sedang 5,462 Valid

3 0,737 Tinggi 6,898 Valid

4 0,753 Tinggi 7,122 Valid

5 0,756 Tinggi 7,114 Valid

6 0,728 Tinggi 4,547 Valid

Ternyata semua butir soal menghasilkan thitung > ttabel, sehingga H0 ditolak.

Artinya terdapat hubungan antara skor butir soal dengan skor total. Dengan demikian, semua butir soal memiliki ketepatan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian. c. Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran


(30)

Untuk menghitung daya pembeda dan tingkat kesukaran sebuah butir soal digunakan teknik belah dua, yaitu kelompok atas (27%) dan kelompok bawah (27%). Menurut To, Karno (1996: 15) rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda sebuah butir soal adalah:

A B A

I S S

DP= −

Keterangan:

DP = Indeks daya pembeda

SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = Jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang diolah

Klasifikasi indeks daya pembeda yang digunakan adalah kriteria menurut To, Karno (1996: 15), yaitu:

DP < 10% : Sangat Jelek 10% ≤ DP ≤ 19% : Jelek

20% ≤ DP ≤ 29% : Cukup 30% ≤ DP ≤ 49% : Baik 50% ≤ DP ≤ 100% : Baik Sekali

Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran menurut To, Karno (1996: 16) adalah:

B A

B A

I I

S S TK

+ + =

Keterangan:

TK = Indeks tingkat kesukaran

SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah


(31)

IB = Jumlah skor ideal kelompok bawah pada butir soal yang diolah

Klasifikasi indeks tingkat kesukaran yang digunakan adalah kriteria menurut To, Karno (1996: 16), yaitu:

TK ≤ 15% : Sangat Sukar 16% ≤ TK ≤ 30% : Sukar

31% ≤ TK ≤ 70% : Sedang 71% ≤ TK ≤ 85% : Mudah

86% ≤ TK ≤ 100% : Sangat Mudah

Hasil perhitungan daya pembeda dan tingkat kesukaran setiap butir soal pada kemampuan komunikasi matematik, sebagai berikut:

Tabel 3.5

Hasil Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran No Soal Daya Pembeda (DP) (%) Tingkat Kesukaran (TK) (%) Keterangan

DP TK

1 34,09 65,91 Baik Sedang

2 25,00 64,77 Cukup Sedang

3 25,00 54,55 Cukup Sedang

4 27,27 45,45 Cukup Sedang

5 47,73 39,77 Baik Sedang

6 21,59 27,84 Cukup Sukar

Secara keseluruhan hasil analisis ujicoba soal tes kemampuan komunikasi matematik disajikan pada Tabel 3.6, berikut:

Tabel 3.6

Rekapitulasi Analisis Ujicoba Tes

Jenis Tes Nomor

Soal Interpretasi DP Interpretasi TK Interpretasi

Validitas Reliabitas

Kemampuan Komunikasi Matematik

1 Baik Sedang Tinggi 0,793

(Tinggi)

2 Cukup Sedang Sedang

3 Cukup Sedang Tinggi

4 Cukup Sedang Tinggi

5 Baik Sedang Tinggi

6 Cukup Sukar Tinggi

d. Analisis Reliabilitas dan Validitas Butir Soal dengan Menggunakan Lisrel 1) Uji Kesesuaian Model


(32)

Metode analisis model persamaan struktural, disebut juga latent variavel analysis, covariance struktural analysis, linear struktural relationships (LISREL), atau lebih populer dikenal dengan sebutan struktural equation modeling (SEM). SEM adalah metode analisis data multivariat yang bertujuan untuk menguji model pengukuran dan model struktural variabel laten (Kusnendi, 2008: 270). SEM merupakan gabungan teknik analisis faktor konfirmatori dan analisis jalur dengan tujuan mengkonfirmasikan atau menguji secara empiris dan simultan model pengukuran dan struktural yang dibangun atas dasar kajian teoritis.

SEM juga menguji model yang diusulkan (proposed) secara keseluruhan (overall model fit test) yaitu melalui uji kesesuaian model. Persamaan struktural skor uji coba, sebagai berikut:

ξ1 = ρξ1X1 + ρξ1X2 + ρξ1X3 + …… + ρξ1X6 + ξ1δ1

Persamaan pengukuran skor uji coba, sebagai berikut: X1 = λ1ξ1 + δ1

X2 = λ2ξ1 + δ2

X3 = λ3ξ1 + δ3

X4 = λ4ξ1 + δ4

X5 = λ5ξ1 + δ5

X6 = λ6ξ1 + δ6

Untuk mengetahui apakah model yang diusulkan pada ujicoba sesuai atau tidak dapat dilihat pada hasil uji kesesuain model yang disajikan pada Tabel 3.7 berikut: (Hasil analisis pada lampiran A-1 hal. 102-106)

Tabel 3.7

Ringkasan Hasil Uji Kesesuaian Model Skor Kemampuan Komunikasi Matematik


(33)

Chi-Square (df = 9) 14,5649 Ditinjau dari Nilai P dan CFI model fit, tetapi jika dilihat dari nilai RMSEA, GFI, AGFI, dan NFI model kurang fit

Nilai P 0,1036

RMSEA 0,1228

GFI 0,8941

AGFI 0,7530

NFI 0,8822

CFI 0,9438

Tabel 3.7 menunjukkan model fit ditinjau dari nilai P karena nilai P = 0,1036 lebih besar dari 0,05 dan nilai CFI = 0,9438 lebih besar dari 0,90. Tetapi kurang fit jika ditinjau dari RMSEA, GFI, AGFI, dan NFI. Nilai RMSEA = 0,1228 lebih besar dari 0,08 dan seharusnya nilai GFI, AGFI dan NFI ≥ 0,90. Karena GFI, AGFI, dan NFI mendekati 0,90 dan RMSEA mendekati 0,08 maka model yang diusulkan dapat digunakan.

2) Validitas Butir Soal

Tes kemampuan komunikasi matematik terdiri dari 6 butir soal. Untuk mengetahui apakah seluruh butir soal tes kemampuan komunikasi matematik valid atau tidak disajikan pada rangkuman hasil analisis SEM model pengukuran Tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8

Rangkuman Analisis SEM Model Pengukuran Skor Kemampuan Komunikasi Matematik (N=42)

Model Pengukuran Koefisien

Bobot Faktor (Standarized) Standard Error (SE) Nilai t Hitung Hasil Uji =

0,05) R2 Variabel Laten Variabel Manifes

KOM X1 0,6140 1,9674 2,5355 Valid 0,1608

X2 0,4421 2,1163 1,7994 Tdk Valid 0,0846

X3 0,8236 0,4558 5,6378 Valid 0,5981

X4 1,0047 0,3216 6,6987 Valid 0,7584

X5 0,8254 0,2594 6,4721 Valid 0,7243

X6 0,6723 0,6242 4,4416 Valid 0,4200

Tabel 3.8 menunjukkan bahwa hasil uji pada α = 0,05, kelima soal yaitu X1, X3, X4, X5, dan X6 membangun atau membentuk tes kemampuan komunikasi matematik (KOM) secara signifikan atau valid. Sedangkan soal X2 tidak membangun


(34)

tes kemampuan komunikasi matematik (KOM) secara signifikan atau tidak valid, tetapi kontribusi terhadap variabel laten mendekati 10% sehingga soal tersebut bisa digunakan.

3) Reliabilitas Tes

Reliabilitas menunjukkan kemantapan dan kekonsistenan suatu instrumen. Reliabilitas diindikasikan oleh dua ukuran, yaitu construct reliability dan variance extracted. Perhitungan construct reliability dan variance extracted disajikan pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Ringkasan Hasil Perhitungan Koefisien Bobot Faktor untuk Menghitung Construct Reliability dan Variance Extracted Skor Kemampuan Komunikasi Matematik

(N=42)

Butir Soal Koefisien Bobot

Faktor (λ = SL) SL

2 Standard Error (SE

= ε)

X1 0,6140 0.3770 1,9674

X2 0,4421 0.1955 2,1163

X3 0,8236 0.6783 0,4558

X4 1,0047 1.0094 0,3216

X5 0,8254 0.6813 0,2594

X6 0,6723 0.4520 0,6242

Jumlah (Σ) 4.3821 3.3935 5.7447

Construct Reliability =

j SL SL ε ∑ + ∑ ∑ 2 2 ) ( ) ( = 7447 , 5 ) 3821 . 4 ( ) 3821 . 4 ( 2 2

+ = 0,7697

Variance Extracted = k SL ) ( 2 ∑ = 6 3935 . 3 = 0,5656


(35)

Construct reliability = 0,7697 lebih besar dari 0,70 dan variance extracted = 0,5656 lebih besar dari 0,50 artinya secara komposit indikator-indikator yang terdapat dalam model pengukuran kemampuan komunikasi matematik memiliki konsistensi internal yang memadai dalam mengukur variabel konstruk yang diukur.

Untuk memperjelas hasil analisis butir soal, berikut ini disajikan rangkuman analisis validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda dan tingkat kesukaran.

Tabel 3.10

Rangkuman Hasil Analisis Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran

Analisis Butir Soal

K1 K2 K3 K4 K5 K6

SPSS 15.0

Reliabilitas 0,793 (Tinggi)

Validitas Butir Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Analisis Butir Soal

K1 K2 K3 K4 K5 K6

ANATES

Daya Pembeda Baik Cukup Cukup Cukup Baik Cukup Tingkat Kesukaran Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sukar

Validitas Signifkn Signifkn S.Sig S.Sig S.Sig S.Sig LISREL

Reliabilitas 0,7697 (Tinggi)

Validitas Butir Valid TdkValid Valid Valid Valid Valid R2 0,1608 0,0846 0,5981 0,7584 0,7243 0,4200 Kesimpulan Pakai Revisi Pakai Pakai Pakai Pakai

Berdasarkan rangkuman analisis butir soal dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan untuk mengungkap kemampuan komunikasi matematik terdiri dari enam butir soal, dimana butir soal kedua harus dilakukan perbaikan sebelum digunakan.

2. Tes Kemandirian Belajar Siswa

Kemandirian belajar siswa dalam matematika diperoleh berdasarkan informasi yang dijaring melalui angket tertutup yang disusun dan dikembangkan berdasarkan sepuluh aspek kemandirian belajar yaitu inisiatif belajar; mendiagnosis kebutuhan


(36)

belajar; menetapkan tujuan belajar; mengatur dan mengontrol kinerja atau belajar; mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi, perilaku (diri); memandang kesulitan sebagai tantangan; mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang relevan; memilih dan menerapkan strategi belajar; mengevaluasi proses dan hasil belajar; serta self-eficacy (konsep diri).

Skala kemandirian belajar siswa dalam matematika terdiri atas 50 item pernyataan dengan menggunakan lima pilihan yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral diisi bila tidak yakin atau tidak tahu), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Instrumen skala kemandirian belajar diberikan kepada siswa sebelum dan setelah pembelajaran berlangsung terhadap kelompok eksperimen dan kontrol.

Sebelum instrumen ini digunakan untuk mengungkap kemandirian belajar siswa, terlebih dahulu dilakukan ujicoba secara empiris dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan uji terbatas terhadap tiga orang siswa diluar sampel tetapi setarap. Tujuan dilakukan ujicoba terbatas, untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan sekaligus memperoleh gambaran apakah pernyataan dari skala kemandirian belajar dapat dipahami oleh siswa dengan baik. Berdasarkan hasil ujicoba terbatas, ternyata diperoleh gambaran bahwa semua pernyataan dapat dipahami dengan baik oleh siswa, namun masih perlu dilakukan perbaikan seperlunya, terutama dalam struktur kalimat untuk setiap pernyataan. Instrumen lengkap pada lampiran B-5 (hal. 150-153).

Setelah instrumen skala kemandirian belajar siswa pada matematika dinyatakan layak digunakan, kemudian dilakukan ujicoba tahap kedua pada siswa kelas VIII SMPN 4 Kota Tasikmalaya sebanyak 42 orang. Pengujian hasil ujicoba dilakukan analisis model persamaan struktural menggunakan program komputer Lisrel. Hasil analisis pada lampiran A-2 (hal. 107-120).


(37)

SEM menguji model yang diusulkan (proposed) secara keseluruhan (overall model fit test) yaitu melalui uji kesesuaian model. Persamaan struktural skor uji coba, sebagai berikut:

ξ1 = ρξ1X1 + ρξ1X2 + ρξ1X3 + …… + ρξ1X50 + ξ1δ1

Persamaan pengukuran skor uji coba, sebagai berikut: X1 = λ1ξ1 + δ1

X2 = λ2ξ1 + δ2

X3 = λ3ξ1 + δ3

X4 = λ4ξ1 + δ4

………..

X50 = λ50ξ1 + δ50

Untuk mengetahui apakah model yang diusulkan pada ujicoba sesuai atau tidak dapat dilihat pada hasil uji kesesuain model yang disajikan pada Tabel 3.11 berikut:

Tabel 3.11

Ringkasan Hasil Uji Kesesuaian Model Skor Kemandirian Belajar Siswa (N=42)

Ukuran GOF Estimasi Hasil Uji

Chi-Square (df = 1130) 338.6433 Ditinjau dari Nilai P dan RMSEA model fit, tetapi jika dilihat dari nilai GFI, AGFI, dan NFI model kurang fit

Nilai P 1.000

RMSEA 0.000

GFI 0.7517

AGFI 0.7198

NFI 0.6018

Tabel 3.11 menunjukkan model fit ditinjau dari nilai P karena nilai P = 1.000 lebih besar dari 0,05 dan nilai RMSEA = 0,000 lebih kecil dari 0,08. Tetapi kurang fit jika ditinjau dari GFI, AGFI, dan NFI. Nilai GFI, AGFI dan NFI seharusnya ≥ 0,90. b)Validitas Butir Soal

Tes kemandirian belajar siswa terdiri dari 50 butir pernyataan. Untuk mengetahui apakah seluruh butir pernyataan skala kemandirian belajar valid atau tidak


(38)

disajikan pada rangkuman hasil analisis SEM model pengukuran pada Tabel 3.12 berikut:

Tabel 3.12

Rangkuman Analisis SEM Model Pengukuran Skor Kemandirian Belajar Siswa (N=42)

Model Pengukuran Koefisien

Bobot Faktor (Standarized) Standard Error (SE) Nilai t Hitung Hasil Uji =

0,05) R2 Variabel Laten Variabel Manifes

INS M1 0.8934 1.2019 4.2583 Valid 0.3990

M2 0.8525 1.2732 4.0236 Valid 0.3634

M3 0.8793 1.2269 4.1767 Valid 0.3866

M4 0.9160 1.1610 4.3907 Valid 0.4195

KEB M5 0.9086 1.1745 4.3512 Valid 0.4128

M6 0.9245 1.1452 4.4463 Valid 0.4274

M7 0.7552 1.4296 3.4867 Valid 0.2852

M8 0.8132 1.3387 3.8034 Valid 0.3306

M9 0.7639 1.4165 3.5333 Valid 0.2918

TUJ M10 0.8169 1.3327 3.3248 Valid 0.3337

M11 0.2409 1.9420 0.9271 Tdk Valid 0.0290

M12 0.9489 1.0996 3.8603 Valid 0.4502

M13 0.7142 1.4900 2.8772 Valid 0.2550

KIN M14 0.7201 1.4814 3.0516 Valid 0.2593

M15 0.8448 1.2863 3.6411 Valid 0.3569

M16 0.7176 1.4850 3.0400 Valid 0.2575

M17 0.2064 1.9574 0.8285 Tdk Valid 0.0213

M18 0.5639 1.6820 2.3376 Valid 0.1590

M19 0.4417 1.8049 1.8052 Tdk Valid 0.0976 M20 0.2241 1.9498 0.9004 Tdk Valid 0.0251

KOG M21 0.7003 1.5096 3.1616 Valid 0.2452

M22 0.6656 1.5570 2.9855 Valid 0.2215

M23 0.8675 1.2474 4.0647 Valid 0.3763

M24 0.9164 1.1602 4.3468 Valid 0.4199

M25 0.8884 1.2108 4.1841 Valid 0.3946

KES M26 0.9024 1.1856 4.3112 Valid 0.4072

M27 0.8444 1.2870 3.9782 Valid 0.3565

M28 0.8582 1.2635 4.0561 Valid 0.3682

M29 0.9197 1.1542 4.4125 Valid 0.4229

SMB M30 0.7656 1.4139 3.3827 Valid 0.2931

M31 0.8037 1.3540 3.5814 Valid 0.3230

M32 0.8965 1.1962 4.0837 Valid 0.4019

M33 0.7444 1.4459 3.2741 Valid 0.2771

M34 0.9108 1.1704 4.1634 Valid 0.4148

STR M35 0.8041 1.3534 3.5589 Valid 0.3233

M36 0.8517 1.2746 3.8102 Valid 0.3627

M37 0.7155 1.4880 3.1087 Valid 0.2560

M38 0.8749 1.2345 3.9350 Valid 0.3828

M39 0.8215 1.3251 3.6500 Valid 0.3374

EVA M40 0.8141 1.3372 3.7013 Valid 0.3314


(39)

M42 0.6168 1.6196 2.7281 Valid 0.1902

M43 0.8408 1.2931 3.8366 Valid 0.3534

M44 0.7195 1.4823 3.2271 Valid 0.2589

EFI M45 0.4996 1.7504 2.0938 Valid 0.1248

M46 0.4409 1.8056 1.8382 Tdk Valid 0.0972

M47 0.5769 1.6672 2.4365 Valid 0.1664

M48 0.8714 1.2407 3.7671 Valid 0.3796

M49 0.6254 1.6089 2.6546 Valid 0.1956

M50 0.2615 1.9316 1.0767 Tdk Valid 0.0342 Tabel 3.12 menunjukkan bahwa hasil uji pada α = 0,05, terdapat tujuh butir pernyataan yang tidak membangun atau membentuk tes kemandirian belajar siswa (MDR) secara signifikan atau tidak valid. Tetapi butir pernyataan nomor 19 dan 46 memiliki kontribusi mendekati 10%, sehingga kedua butir pernyataan masih dapat digunakan. Butir pernyataan nomor 11, 17, 20, 41, dan 50 dibuang dari instrumen penelitian karena tidak valid, dengan demikian instrumen skala kemandirian belajar siswa terdiri dari 45 butir pernyataan.

Setelah kelima butir pernyataan dibuang dari instrumen penelitian, maka dilakukan pengujian ulang terhadap 45 butir pernyataan untuk mengetahui kesesuaian model pengukuran, validitas, dan reliabilitasnya. Hasil pengujian terhadap 45 butir pernyataan dapat dilihat pada Tabel 3.13.

Tabel 3.13

Ringkasan Hasil Uji Kesesuaian Model Skor Kemandirian Belajar Siswa (N=42)

Ukuran GOF Estimasi Hasil Uji

Chi-Square (df = 900) 245.9133 Ditinjau dari Nilai P dan RMSEA model fit, tetapi jika dilihat dari nilai GFI, AGFI, dan NFI model kurang fit

Nilai P 1.000

RMSEA 0.000

GFI 0.7900

AGFI 0,7585

NFI 0.6686

Tabel 3.12 menunjukkan model fit ditinjau dari nilai P karena nilai P = 1.000 lebih besar dari 0,05 dan nilai RMSEA = 0,000 lebih kecil dari 0,08. Tetapi kurang fit jika ditinjau dari GFI, AGFI, dan NFI. Nilai GFI, AGFI dan NFI seharusnya ≥ 0,90. Uji validitas menunjukkan bahwa semua butir pernyataan dinyatakan valid kecuali


(40)

butir nomor 19 dinyatakan tidak valid, tetapi memiliki kontribusi sebesar 9,58% karena mendekati 10% maka butir tersebut dapat digunakan sebagai instrumen penelitian. Dengan demikian, instrumen penelitian untuk mengungkap kemandirian belajar siswa dalam matematika terdiri dari 45 butir pernyataan.

c) Reliabilitas Tes

Reliabilitas menunjukkan kemantapan dan kekonsistenan suatu instrumen. Reliabilitas diindikasikan oleh dua ukuran, yaitu construct reliability dan variance extracted. Perhitungan construct reliability dan variance extracted disajikan berikut:

Construct Reliability =

j SL SL ε ∑ + ∑ ∑ 2 2 ) ( ) ( = 6657 . 61 ) 2317 . 35 ( ) 2317 . 35 ( 2 2

+ = 0,9527 Variance Extracted =

k SL ) ( 2 ∑ = 45 3342 . 28 = 0,6296

Construct reliability = 0,9527 lebih besar dari 0,70 dan variance extracted = 0,6296 lebih besar dari 0,50 artinya secara komposit indikator-indikator yang terdapat dalam model pengukuran kemandirian belajar siswa dalam matematika memiliki konsistensi internal yang memadai dalam mengukur variabel konstruk yang diukur dan menunjukkan kecocokan model dengan data dan reliabilitas konstruk yang sangat tinggi.

3. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara ini berupa daftar isian yang diberikan kepada guru (di luar peneliti) setelah selesai pembelajaran dengan menggunakan pendekatan


(41)

matematika realistik. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengungkap pendapat guru atau tanggapan guru mengenai proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan matematika realistik dan bentuk soal yang diberikan kepada siswa. Pedoman lengkapnya terdapat pada lampiran B-6 (hal. 154-156).

4. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi diberikan kepada observer dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara langsung aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Observer pada penelitian ini terdiri dari guru matematika kelas VII dan teman sejawat peneliti. Pengamatan dilakukan dari mulai awal pembelajaran sampai pembelajaran berakhir. Lembar observasi terdapat pada lampiran B-6 hal. 157.

D. Bahan Ajar dan Pengembangannya

Bahan ajar merupakan bagian yang penting dari proses pembelajaran, yang disesuaikan dengan model pembelajaran yang diterapkan serta kemampuan siswa yang akan dicapai. Dalam penelitian ini digunakan bahan ajar yang didesain secara khusus disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik serta untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematik.

Bahan ajar digunakan agar siswa memiliki peran dalam upaya memahami, mengembangkan, menemukan, serta menerapkan baik konsep, prosedur maupun prinsip dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Peran guru bersifat sebagai fasilitator yang harus senantiasa memfasilitasi setiap perkembangan yang terjadi pada diri siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Sebelum digunakan pada kelas eksprimen terlebih dahulu dilakukan validasi oleh berbagai pihak yang berkompeten yakni pembimbing dan teman sejawat yang memiliki keahlian dalam bidang matematika realistik. Bahan ajar yang digunakan


(42)

dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk Rencana Pembelajaran dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Instrumen lengkap pada lampiran B-1 (hal. 120-141).

Adapun materi yang dipilih adalah materi kelas VII SMP yaitu materi Skala dan Perbandingan, materi skala dan perbandingan adalah sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

Untuk pengembangan bahan ajar, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Kesesuaian materi pada bahan ajar dan LAS serta soal-soal yang diberikan kepada siswa didasarkan pada pertimbangan dosen pembimbing.

2. Ujicoba bahan ajar dilakukan terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Kota Tasikmalaya (di luar sampel), dengan tujuan untuk mengukur waktu yang diperlukan siswa dalam memahami bahan ajar dan untuk mengetahui apakah petunjuk yang ada pada bahan ajar dan LAS dapat dipahami atau tidak.

E. Prosedur Penelitian

Secara garis besarnya, penelitian ini direncanakan meliputi dua tahapan yaitu tahap pendahuluan yang merupakan tahap identifikasi dan pengembangan komponen-komponen pembelajaran, kemudian dilanjutkan dengan tahap berikutnya yaitu eksperimen. Pada tahap pendahuluan akan melakukan: pembuatan dan pengembangan instrumen; mengujicobakan instrumen pada siswa di luar sampel tetapi sudah mendapatkan materi yang digunakan penelitian; mensosialisasikan rancangan pembelajaran yang akan diterapkan kepada guru-guru, melatih guru yang dilibatkan dalam penelitian. Untuk tahapan selanjutnya, setelah diperkirakan semuanya sudah siap, kemudian melaksanakan eksperimen.


(43)

Penelitian yang bersifat eksperimen memerlukan adanya alat dalam menjastifikasi hasil-hasil penelitian yang diperolehnya. Analisa yang dilakukan tidak cukup hanya melihat secara deskripsi dari hasil perlakuan-perlakuan yang telah dilakukan, akan tetapi memerlukan kajian yang bersifat inferensi untuk pengambilan suatu kesimpulan.

Dalam penelitian ini, pengujian yang dilakukan menyangkut dua hal, yaitu peningkatan kemampuan komunikasi matematik dan peningkatan kemandirian belajar siswa dengan variabel bebasnya pembelajaran yang menggunakan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung. Dengan demikian, uji statistika yang digunakan adalah uji perbedaan dua rerata yaitu menggunakan uji-t.

Peningkatan kemampuan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-Gains) dengan rumus:

g =

pre maks

pre post

S S

s S

− −

(Hake dalam Meltzer, 2002) Keterangan:

Spost = Skor postes

Spre = Skor pretes

Smaks = Skor maksimum

Kriteria tingkat gain adalah : g ≥ 0,7 : tinggi 0,3 < g < 0,7 : sedang g < 0,3 : rendah

Tabel berikut ini menyajikan keterkaitan antara masalah, hipotesis, dan uji statistik yang digunakan.

Tabel 3.14

Keterkaitan Masalah, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik

Rumusan Masalah Hipotesis Jenis Uji

Statistik Apakah peningkatan kemampuan komunikasi

matematik siswa yang memperoleh pembelajaran 1

Uji perbedaan dua rerata


(44)

dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran langsung?

Apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran langsung?

2

Uji perbedaan dua rerata (uji

Mann-Whitney)

Secara rinci prosedur pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghitung statistika deskriptif dari kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa dan dilengkapi dengan sajian diagram dari masing-masing kelas pembelajaran.

2. Menghitung peningkatan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa.

3. Menguji kenormalan distribusi data kemampuan komunikasi matematik melalui uji Kolmogorov-Smirnov.

4. Menguji homogenitas varians menggunakan uji Levene.

5. Kedua data berdistribusi normal tetapi kedua varians tidak homogen, maka pengujian hipotesis menggunakan uji-t'.

6. Untuk menguji hipotesis 2 digunakan uji statistika non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney karena data yang diperoleh merupakan data ordinal.


(45)

(46)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bagian terdahulu mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa dan kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang belajar dengan pembelajaran langsung, aktivitas siswa selama pembelajaran, dan pandangan guru terhadap pembelajaran diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran langsung. Kualitas penguasaan siswa pada kelompok pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik penguasaanya hampir sedang dan pada kelompok pembelajaran langsung penguasaannya rendah.

2. Peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran langsung. Kualitas kemandirian belajar siswa positif, baik pada kelompok pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik maupun pada kelompok pembelajaran langsung. 3. Selama mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik siswa

terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi dan proses pembelajaran. Namun berdasarkan pengamatan selama pembelajaran terlihat bahwa sebagian besar siswa lambat beradaptasi dengan pembelajaran yang diterapkan kepada mereka. Pada


(47)

awal pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik tidak berjalan dengan lancar, kemudian pada pertemuan berikutnya aktivitas siswa semakin baik. Kegiatan diskusi terlihat sudah berjalan dengan baik pada setiap kelompok. Dalam diskusi siswa berani menyampaikan pertanyaan, menanggapi, maupun memberikan penjelasan kepada rekan sekelompoknya. Siswa aktif selama proses pembelajaran dengan pendekatan realistik, hal ini terlihat dari siswa mau bekerja sama, saling membantu dan saling memberikan pendapat dalam menyelesaikan tugas-tugas. 4. Guru mempunyai pandangan positif terhadap pembelajaran dengan pendekatan

matematika realistik, mereka berpendapat bahwa pembelajaran ini berpeluang untuk diterapkan. Namun menurut mereka dalam pelaksanaannya diperlukan persiapan guru yang matang terutama dalam merancang bahan ajar berupa LAS dan keheterogenan kemampuan anggota kelompok, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang dapat membantu siswa lain.

B. Saran

Berdasarkan temuan pada penelitian ini, penulis kemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Model pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika, dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan memberikan suasana baru dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa dalam matematika; melibatkan aktivitas siswa secara optimal; memfasilitasi siswa menemukan dan


(48)

membangun pengetahuannya; menciptakan suasana pembelajaran lebih kondusif, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk bebas melakukan eksplorasi. 2. Meningkatnya kemampuan komunikasi matematik siswa melalui pembelajaran

dengan pendekatan matematika realistik diharapkan dapat mengubah paradigm pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama, dari yang menekankan pada menerima hasil-hasil berpikir ke yang menekankan pada proses-proses berpikir.

3. Pendekatan matematika realistik secara signifikan berkontribusi dalam meningkatkan kemandirian belajar siswa, karena itu pendekatan realistik dapat diterapkan untuk meningkatkan aspek afektif lainnya seperti sikap, minat, atau motivasi siswa dalam belajar matematika.

4. Berdasarkan temuan di lapangan, guru matematika hendaknya mengadakan perubahan secara bertahap dalam pembelajaran sehari-hari dengan cara mengkombinasikan beberapa model pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Misalnya, mengkombinasikan pendekatan matematika realistik dengan pembelajaran langsung, melalui cara seperti itu diharapkan pembelajaran tidak monoton dan membosankan.

5. Karena masih terdapat siswa yang lemah dalam merancang model matematika yang berkaitan dengan permasalahan matematika yang disajikan, kepada guru disarankan agar dalam menggunakan pendekatan matematika realistik hendaklah merancang beberapa macam permasalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa lebih terbiasa dalam merancang model matematika. 6. Perlu ditingkatkan lagi jenis kemampuan komunikasi ekspresi matematik siswa

dengan cara membiasakan siswa merancang model matematika, siswa diberikan soal-soal latihan yang lebih bervariasi.


(49)

7. Untuk peneliti lebih lanjut, disarankan untuk mengkaji aspek lain yang belum terjangkau dalam penelitian ini.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8. Helping Children think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company. Cai, J., Lane, S. & Jakabcsin, M.M. (1996). The Role of Open-Ended Task and Holistic

Scoring Rubrics: Assessing Students Mathematical Reasoning and Communication. In P.C. Elliott and M.J. Kenney (Eds). 1996 Yearbook Communication in Mathematical, K-12 and Beyond. USA: NCTM.

Dahlan, J.A. (2003). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa SLTP melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Darr, C dan Fisher, J. (2004). Self-Regulated Learning in Mathematics Class. [Online]. Tersedia:www.arb.nzcer.org.nz/nzcer3/research/Maths/2004SRLthinkingmodels. htm. [15 Juli 2008]

Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika. Disertasi Doktor pada PPS UPI.: Tidak Diterbitkan.

DeLange, J. (1996). Assessment: No Change Without Problems. The Netherlands: Freudenthal Institute.

Duren, P.,E. dan Cherrington, A. (1992). "The Effective of Cooperative Group Work Versus Independent Practice on the Learning of Some Problem Solving Strategies". Official Journal of School Science and Mathematics, 92(2). 80-83.

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. Hamisphere: The Parmer Press.

Fahinu. (2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemandirian Belajar Matematika pada Mahasiswa melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD-b Press. The Netherlands.

Hadi, S. (2005). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik terhadap Hasil Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.


(1)

membangun pengetahuannya; menciptakan suasana pembelajaran lebih kondusif, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk bebas melakukan eksplorasi. 2. Meningkatnya kemampuan komunikasi matematik siswa melalui pembelajaran

dengan pendekatan matematika realistik diharapkan dapat mengubah paradigm pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama, dari yang menekankan pada menerima hasil-hasil berpikir ke yang menekankan pada proses-proses berpikir.

3. Pendekatan matematika realistik secara signifikan berkontribusi dalam meningkatkan kemandirian belajar siswa, karena itu pendekatan realistik dapat diterapkan untuk meningkatkan aspek afektif lainnya seperti sikap, minat, atau motivasi siswa dalam belajar matematika.

4. Berdasarkan temuan di lapangan, guru matematika hendaknya mengadakan perubahan secara bertahap dalam pembelajaran sehari-hari dengan cara mengkombinasikan beberapa model pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Misalnya, mengkombinasikan pendekatan matematika realistik dengan pembelajaran langsung, melalui cara seperti itu diharapkan pembelajaran tidak monoton dan membosankan.

5. Karena masih terdapat siswa yang lemah dalam merancang model matematika yang berkaitan dengan permasalahan matematika yang disajikan, kepada guru disarankan agar dalam menggunakan pendekatan matematika realistik hendaklah merancang beberapa macam permasalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa lebih terbiasa dalam merancang model matematika. 6. Perlu ditingkatkan lagi jenis kemampuan komunikasi ekspresi matematik siswa

dengan cara membiasakan siswa merancang model matematika, siswa diberikan soal-soal latihan yang lebih bervariasi.


(2)

7. Untuk peneliti lebih lanjut, disarankan untuk mengkaji aspek lain yang belum terjangkau dalam penelitian ini.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8. Helping Children think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company. Cai, J., Lane, S. & Jakabcsin, M.M. (1996). The Role of Open-Ended Task and Holistic

Scoring Rubrics: Assessing Students Mathematical Reasoning and Communication. In P.C. Elliott and M.J. Kenney (Eds). 1996 Yearbook Communication in Mathematical, K-12 and Beyond. USA: NCTM.

Dahlan, J.A. (2003). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa SLTP melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Darr, C dan Fisher, J. (2004). Self-Regulated Learning in Mathematics Class. [Online]. Tersedia:www.arb.nzcer.org.nz/nzcer3/research/Maths/2004SRLthinkingmodels. htm. [15 Juli 2008]

Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika. Disertasi Doktor pada PPS UPI.: Tidak Diterbitkan.

DeLange, J. (1996). Assessment: No Change Without Problems. The Netherlands: Freudenthal Institute.

Duren, P.,E. dan Cherrington, A. (1992). "The Effective of Cooperative Group Work Versus Independent Practice on the Learning of Some Problem Solving Strategies". Official Journal of School Science and Mathematics, 92(2). 80-83.

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. Hamisphere: The Parmer Press.

Fahinu. (2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemandirian Belajar Matematika pada Mahasiswa melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD-b Press. The Netherlands.

Hadi, S. (2005). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik terhadap Hasil Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.


(4)

Helmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis siswa SLTP melalui Strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Herawati. (2006). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik dalam Kelompok Kecil. Tesis pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan. Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Kusnendi. (2008). Model-model Persamaan Struktural Satu dan Multigroup Sampel dengan Lisrel. Bandung: Alfabeta.

Meltzer, D.E. (2002). The Relationshif between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible Hidden Variabel in Diagnostic Pretest Score. Am. J. Phys. 70(12). American Association of Physics Teacher.

National Council of Teachers of Mathematics (1989). Assessment Standars for School Mathematics. USA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc. National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standards for

School Mathematics. [Online].

Tersedia:http://www.nctm.org/standars/overview.htm

Pape, S. J. et al. (2003). “Developing Mathematical Thinking and Self-Regulated Learning: Teaching Experiment in Seventh-Grade Mathematics Classroom”. Journal Educational Studies in Mathematics. 53, 179-202.

Paris, S. G. dan Winograd, P. (2004). The Role of Self-Regulated Learning in Contextual Teaching: Principles and Practices for Teacher Preparation 1[1]. [Online] Tersedia: http://www.ciera.org/library/archive/200104/ 0104parwin.htm Pintrich, P. R. (1999). The Role of Motivation in Promoting and Sustaining

Self-Regulated Learning. [Online].Tersedia:

www.ece.uncc.edu/succeed/journals/PDF-files/ijer-12.pdf

Puskur (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsyanawiyah (MTs). Jakarta: Depdiknas.


(5)

Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1979). Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru, dan SPG. Seri Kedua. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sehari: Penerapan Pendidikan Matematika Realistik pada Sekolah dan Madrasah, tgl 5 Nopember 2001, Medan: Tidak Diterbitkan.

Sandra, L.A. (1999). Listening to Students. Teaching Children Mathematics. Vol. 5 no 5. Januari. Hal 289-295.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Soedjadi, R. (2004). PMRI dan KBK dalam Era Otonomi Pendidikan. Buletin PMRI. Edisi III, Jan 2004. Bandung: KPPMT ITB.

Sumarmo, U. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah Disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Yogyakarta Tanggal 8 Juli 2004: tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berfikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) melalui Berbagai Pembelajaran Pembelajaran. Laporan Penelitian Lemlit UPI.: Tidak Diterbitkan.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pembelajaran Pembelajaran Tidak Langsung serta

Pembelajaran Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka

Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi

Doktor pada PPS UPI.: Tidak Diterbitkan.

Sriyono. (1992). Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: Rinika Cipta.

To, Karno. (1996). Mengenal Analisis Tes (Pengantar ke Program Komputer Anates). Bandung: FIP IKIP Bandung.

Turmudi. (2004). "Pengembangan Bahan Ajar Matematika realsitik di Sekolah Dasar". Makalah disampaikan pada Lokakarya Pembelajaran Matematika Realistik Bagi Guru SD di Kota Bandung, tanggal 7, 13 dan 14 Agustus 2004, UPI Bandung.


(6)

Zulkardi (2001). Realistics Mathematics Education (RME). Teori, Contoh Pembelajaran dan Teman Belajar di Internet. Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional pada tgl. 4 April 2001 di UPI.: Tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 3 24

PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN SIKAP POSITIF SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 2 35

PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

1 3 40

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN SIKAP POSITIF SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL.

0 2 41

PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 0 9

PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 2 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SELF-EFFICACY MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN PENGGUNAAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK.

1 6 69

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SELF-EFFICACY MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN PENGGUNAAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK.

0 1 69

PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 4 116

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METAPHORICAL THINKING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK, KOMUNIKASI MATEMATIK DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 0 54