18517 22565 1 PB

(1)

Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No. 5 Tahun 2016

ISSN :

2301-9085

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI SMP DITINJAU DARI LEVEL FUNGSI KOGNITIF

RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING Dhita Bella Pertiwi

Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail: dhitapertiwi@mhs.unesa.ac.id Dr. Pradnyo Wijayanti, M.Pd.

Dosen Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail: pradnyowijayanti @unesa.ac.id Abstrak

Kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan masalah merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk diketahui oleh pendidik terutama pada pembelajaran geometri SMP yang masih dianggap sulit oleh siswa. Hal ini didukung dengan masih rendahnya daya serap materi bangun datar pada UN SMP tahun 2014. Salah satu penyebab kegagalan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri yaitu kurangnya prasyarat kognitif umum dimana kognitif ini sendiri mempengaruhi bagaimana siswa menerima, mengolah, dan memanggil informasi kembali dalam penyelesaian masalah. Sedangkan dalam menyelesaikan suatu masalah, dibutuhkan kegiatan berpikir matematis rigor yang mengacu pada ketelitian dan kelogisan jawaban. Dalam berpikir matematis rigor atau biasa disebut dengan Rigorous Mathematical Thinking (RMT) terdapat 3 level fungsi kognitif yang digunakan yaitu level 1 – berpikir kualitatif, level 2 – berpikir kuantitatif dengan ketelitian, serta level – 3 berpikir logis relasional abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan kemampuan matematika siswa pada level 1, 2, dan 3 fungsi kognitif RMT dalam menyelesaikan masalah geometri SMP.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah tiga siswa kelas VII-D SMPN 1 Krian tahun ajaran 2015/2016 yang masing-masing mewakili level 1, 2, dan 3 fungsi kognitif RMT serta berjenis kelamin sama. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode tes dan wawancara. Data dianalisis berdasarkan indikator kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah serta kegiatan yang mungkin muncul pada saat subjek menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah geometri SMP dari ketiga subjek mulai dari subjek pada level berpikir kualitatif hingga subjek pada level berpikir logis relasional abstrak. Subjek pada level berpikir kualitatif hanya mampu memenuhi satu indikator saja yaitu memahami masalah. Subjek pada level berpikir kualitatif membuat sketsa yang tidak sesuai permasalahan, serta menggunakan rumus yang salah dan strategi yang tidak tepat. Subjek pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian juga hanya mampu memenuhi 1 indikator secara sempurna yaitu memahami masalah. Namun, subjek pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian sudah mampu merencanakan langkah penyelesaian yang tepat dalam penyelesaian masalah meskipun strategi yang dipilih dan diterapkan tidak sesuai sehingga jawaban yang dihasilkan salah. Sedangkan subjek pada level berpikir logis relasional abstrak mampu memenuhi keempat indikator kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah dengan baik. Subjek pada level berpikir logis relasional abstrak mampu memahami masalah secara lengkap, membuat sketsa yang sesuai dengan permasalahan asal, merencanakan strategi penyelesaian yang tepat, dan mampu memeriksa kembali hasil jawabannya dengan baik.

Kata Kunci: Kemampuan Penyelesaian Masalah, Rigorous Mathematical Thinking (RMT), Geometri, Level fungsi kognitif RMT

Abstract

Student’s mathematical ability to solve problem is one of the important ability that should be known by the teachers especially in learning junior high school’s geometry which is considered as a difficult matter for the students. This is supported by the low absorption on flat shapes material in junior high school’s national examination year 2014. The cause of student’s failure in solving geometric problems is the lack of general cognitive prerequisites which influences how students receive, process, and retrieve information in problem solving. Meanwhile, solving problem definitely needs rigorous mathematical thinking which refers to the accuracy and logical answers. In rigorous mathematical thinking or commonly referred as RMT, there are 3 levels of cognitive function used, those are level 1 – thinking qualitatively, level 2 – thinking quantitatively with accuracy, and level 3 – relational abstract logical thinking. This


(2)

Volume 3 No. 5 Tahun 2016 research aims to identify the mathematical abilities of students at level 1, 2, and 3 cognitive function of RMT in solving junior high school’s geometric problems.

This research is a descriptive research with qualitative approach. The subjects were three students of class VII-D SMPN 1 Krian school year 2015/2016, in which each of them represents level 1, 2, and 3 of RMT’s cognitive function with the same sex. Data collection method used in this research are tests and interviews. Data were analyzed based on the indicators of mathematical abilities in solving problems and activities that may arise when the subject solving the given problems.

The results showed that the mathematical abilities in solving geometric problems increased for each of the three subjects ranging from the subject at thinking qualitatively level to subject at thinking relational abstract logical level. Subject at qualitative thinking level only able to fulfilled one indicator that was understanding the problem. The sketch of subject at qualitative thinking level were incorrect, and she used the wrong formula for her answer and also her strategies were not proper for the problems. Subjects at the level of thinking quantitatively with accuracy also fulfilled only one indicator perfectly, that was understanding the problem. However, she abled to plan the right steps to solve the issue despite the strategy chosen and applied were incorrect and she produced the wrong answer. While the subject at relational abstract logical thinking level were abled to fulfilled all the four indicators of mathematical abilities in solving problems. She was abled to understanding the problem completely, made the correct sketch according to the original problem, abled to planned the proper strategies and using the correct formula, and she were abled to looking back the answers properly.

Keywords: Problem Solving Abilities, Rigorous Mathematical Thinking (RMT), Geometry, levels of cognitive function in RMT


(3)

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh negara demi terciptanya generasi bangsa yang berkualitas. Dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu diajarkan kepada siswa. Hal ini menunjukkan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang penting untuk diajarkan.

Permendikbud No. 58 tahun 2014 menyatakan perlunya mata pelajaran matematika diberikan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, inovatif dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Dengan belajar matematika, siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam menyelesaikan segala permasalahan dalam kehidupan.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000) mengungkapkan manfaat dari kegiatan pemecahan masalah sebagai berikut, “By solving mathematical problems, students acquire ways of thinking, habits of persistence and curiosity, and confidence in unfamiliar situations that serve them well outside the mathematics classroom”. Maksudnya adalah melalui pemecahan masalah matematika, siswa memperoleh berbagai cara berpikir, terbiasa dalam hal ketekunan dan rasa ingin tahu, dan kepercayaan diri dalam situasi asing yang sangat berguna bagi siswa dalam kehidupannya diluar sekolah. Sehingga, kegiatan pemecahan masalah sangat penting untuk dikuasai oleh siswa.

Berdasarkan laporan hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, pencapaian kompetensi untuk semua mata pelajaran yang diujikan pada UN tingkat SMP/MTs secara nasional masih di bawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan. Terutama mata pelajaran matematika yang presentase pencapaian kompetensinya paling rendah yaitu 60,90%. Data tersebut menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia untuk tingkat SMP masih kurang.

Salah satu materi yang dianggap sulit yaitu geometri. Geometri adalah cabang matematika yang bersangkutan dengan pertanyaan bentuk, ukuran, posisi relatif benda, dan sifat ruang (Wikipedia, ensiklopedia online). Dalam laporan hasil UN 2014 juga diungkapkan bahwa daya serap nasional untuk materi geometri tergolong rendah. Hal ini mungkin terjadi karena siswa cenderung menghafal materi yang diajarkan oleh guru bukannya memahami konsep yang diberikan. Akibatnya, siswa mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada

permasalahan-permasalahan geometri dengan bentuk soal yang berbeda dari biasanya.

Salah satu faktor kegagalan siswa dalam menyelesaikan masalah yaitu kesalahan konsep atau kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep yang berkaitan. Kinard & Kozulin (2008: 81) menyatakan bahwa, “Student’s difficulties with mathematical tasks often stem not from the lack of specific mathematical knowledge but from the absence of cognitive prerequisites of a more general nature”. Maksudnya adalah kesulitan siswa terhadap tugas-tugas geometri sering bukan dari kurangnya pengetahuan geometri tertentu, tetapi karena tidak adanya prasyarat kognitif yang lebih umum. Ketika siswa dihadapkan pada suatu masalah, mereka cenderung melihat masalah secara subjektif dan berambisi untuk menyelesaikannya dengan cara apapun, tanpa memperhatikan inti permasalahan yang sebenarnya disoroti.

Dalam menyelesaikan suatu permasalahan diperlukan kegiatan berpikir. Sedangkan berpikir itu sendiri memiliki kaitan erat dengan kognitif. Berpikir (thinking) adalah suatu proses yang melibatkan manipulasi informasi secara mental seperti pembentukan konsep-konsep yang abstrak, penyelesaian berbagai masalah, pengambilan keputusan, dan refleksi kritis atau pembentukan gagasan yang kreatif (King, 2014).

Berpikir matematis terjadi ketika seseorang menerjemahkan informasi yang ada menjadi simbol-simbol yang selanjutnya diproses sesuai dengan aturan yang ada dalam matematika secara tepat dan logis. Syarat untuk menjadi tepat dan logis itu sendiri adalah adanya keketatan (rigorous), sehingga dapat disimpulkan bahwa berpikir matematis secara rigor sangat dibutuhkan dalam mencari penyelesaian suatu masalah terutama masalah matematika.

Berpikir matematis rigor atau Rigorous Mathematical Thinking (RMT) dicirikan dengan adanya fungsi kognitif. Fungsi-fungsi kognitif yang digunakan untuk berpikir matematis dalam paradigma RMT dibagi menjadi 3 level yaitu, 1) fungsi kognitif untuk berpikir kualitatif, 2) fungsi kognitif untuk berpikir kuantitatif dengan ketelitian, dan 3) fungsi kognitif untuk berpikir logis relasional abstrak dalam budaya matematika. Ketiga fungsi kognitif tersebut menunjukkan peningkatan penggunaan fungsi kognitif umum ke fungsi kognitif khusus yang lebih terstruktur dalam berpikir matematis. Penting bagi guru untuk mengetahui sejauh mana kemampuan matematika siswanya dalam menyelesaikan masalah. Dengan mengetahui kemampuan matematika 104


(4)

Volume 3 No. 5 Tahun 2016 siswa yang berada pada level 1 sampai dengan level 3

dalam menyelesaikan masalah, guru dapat menentukan strategi yang tepat dalam pembelajarannya dan mengevaluasi pembelajaran yang sudah diterapkan.

Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai “Identifikasi kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan masalah geometri SMP ditinjau dari level fungsi kognitif RMT” untuk membantu guru menentukan strategi yang tepat dalam mengajarkan dan mengembangkan kemampuan geometri siswa secara optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan penyelesaian masalah geometri SMP siswa ditinjau dari level fungsi kognitif RigorousMathematical Thinking. Diharapkan hasil penelitian ini memberi tambahan informasi bagi guru dan peneliti lain.

Masalah Geometri

Masalah adalah hal yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Suharnan (2005) dalam bukunya ‘Psikologi Kognitif’ menyatakan, hampir semua ahli psikologi kognitif sepakat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang (original state) dengan situasi yang akan datang (desired goal atau final state) atau tujuan yang diinginkan. Sedangkan Siswono (2008) menyatakan bahwa masalah adalah situasi atau pertanyaan yang dihadapi seorang individu atau kelompok ketika mereka tidak mempunyai aturan, algoritma/prosedur tertentu atau hukum yang segera dapat digunakan untuk menentukan jawaban.

Hudojo (2001:163) mengemukakan 2 syarat agar suatu pertanyaan merupakan masalah bagi siswa yaitu: (a) pertanyaan tersebut harus dapat dimengerti oleh siswa, namun merupakan tantangan (challenge) baginya untuk menjawabnya, (b) pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa.

Sedangkan, geometri adalah cabang matematika yang bersangkutan dengan pertanyaan bentuk, ukuran, posisi relatif benda, dan sifat ruang (Wikipedia). Kata ‘geometri’ berasal dari bahasa Yunani yaitu geo yang artinya bumi dan metro yang artinya mengukur. Jadi, arti geometri menurut istilah Yunani adalah segala hal yang mencakup mengukur segala sesuatu yang ada di bumi.

Dalam penelitian ini, masalah geometri yang diberikan kepada siswa berupa soal bentuk esai materi segiempat. Soal esai dapat digunakan untuk menilai penguasaan siswa terhadap materi, tingkat keterampilan berpikir yang lebih tinggi, kemampuan mengatur informasi, dan juga keterampilan dalam mengungkapkan

gagasan dalam bentuk kata-kata atau tulisan (Santrock, 2014).

Berdasarkan pemaparan mengenai definisi masalah serta geometri yang dipaparkan di atas, maka penulis menyimpulkan definisi dari masalah geometri sebagai suatu persoalan mengenai titik, garis, bidang, ukuran beserta sifat-sifat dan hubungannya yang mengandung tantangan bagi siswa dan tidak dapat segera dipecahkan melalui prosedur rutin.

Kemampuan Mathematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah

Colquitt, dkk (2009: 336) menyatakan “ability refers to the relatively stable capabilities people have to perform a particular range of different but related activities”. Maksudnya adalah kemampuan mengacu kepada kecakapan relatif stabil yang dipunyai seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan berbeda yang berkaitan. Dalam menyelesaikan masalah matematika tentunya dibutuhkan kegiatan berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam diri siswa. Kemampuan yang akan diidentifikasi pada penelitian ini merupakan kemampuan kognitif atau kemampuan pengetahuan dan penerapan yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah.

NCTM (2000) mengungkapkan bahwa salah satu standar proses dalam matematika adalah problem solving (memecahkan masalah). Tujuan dari pengajaran pemecahan masalah kepada siswa adalah untuk (1) membangun pengetahuan matematika baru, (2) memecahkan masalah yang muncul dalam matematika dan pada konteks lainnya, (3) menerapkan dan menyesuaikan berbagai strategi yang sesuai untuk memecahkan permasalahan dan (4) memantau dan merefleksikan proses pemecahan masalah matematika. Sedangkan menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004, indikator dalam pemecahan masalah adalah mampu:

1. Menunjukkan pemahaman masalah

2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah

3. Menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk

4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat

5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah 6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari

suatu masalah, dan

7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin

Hal serupa juga diungkapkan oleh Polya (1957) dengan teorinya mengenai pemecahan masalah yang terkenal melalui bukunya ‘How to Solve It’. Teori 105


(5)

mengenai kemampuan pemecahan masalah yang diungkapkan oleh Polya (1957:16) tersebut terdiri dari: 1. Understanding the Problem (memahami masalah)

Memahami masalah berarti mengetahui apa yang ditanyakan, mengetahui informasi apa saja yang diberikan pada soal, kondisi apa yang diberikan di soal dan apakah kondisi yang diberikan sudah cukup untuk menyelesaikan masalah, serta mampu menjelaskan kembali permasalahan dengan pernyataan sendiri.

2. Devising a Plan (merencanakan strategi penyelesaian)

Dalam merencanakan strategi penyelesaian dilakukan dengan mengetahui permasalahan sama yang pernah dikerjakan sebelumnya atau permasalahan yang mirip dengan yang dihadapi, mengetahui teorema atau rumus yang dapat digunakan, serta mampu memilih strategi yang tepat dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. 3. Carrying the Plan (melaksanakan rencana

penyelesaian)

Kemampuan dalam melaksanakan rencana penyelesaian termasuk dalam kemampuan untuk menggunakan konsep dan rumus yang sudah direncanakan untuk menyelesaikan soal dan memastikan bahwa setiap langkah yang dilakukan sudah benar.

4. Looking Back (memeriksa Kembali)

Setelah menyelesaikan suatu masalah dilanjutkan dengan memeriksa hasil yang telah diperoleh secara keseluruhan, mengetahui strategi mana yang berhasil digunakan untuk menyelesaikan masalah dan mana yang tidak sehingga dapat diterapkan dalam menghadapi permasalahan yang akan datang.

Berdasarkan penjelasan indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Polya (1957) tersebut, peneliti menggunakan keempat indikator di atas sebagai indikator untuk mengetahui kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan masalah pada peneilitian ini. Berikut indikator yang akan digunakan peneliti.

Tabel 1 Indikator Kemampuan Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah

Kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan

masalah geometri

Indikator

Memahami masalah  Menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal  Mengumpulkan

informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan

Merencanakan strategi penyelesaian

 Menggambar sketsa bangun untuk memudahkan pengerjaan soal

 Merencanakan rumus dan aturan yang dapat digunakan

Melaksanakan rencana penyelesaian

 Menggunakan rumus atau aturan matematika yang tepat dalam menyelesaikan soal

 Menggunakan pernyataan atau konsep matematika yang sesuai

Kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan

masalah geometri

Indikator

Memeriksa kembali  Menuliskan urutan langkah penyelesaian yang benar  Mengecek hasil jawaban yang

diperoleh

 Menghasilkan solusi yang benar

Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif menurut istilah adalah penggunaan bahasa untuk penalaran akal (KBBI). Sedangkan menurut Kinard (2008: 9) “cognitive function is a specific and deliberate thinking action that the students executes with awareness and intention”. Intinya bahwa fungsi kognitif merupakan tindakan pemikiran tertentu, sebuah proses mental yang memiliki makna khusus. Makna khusus tersebut termasuk dalam mengolah dan membangun informasi baru, serta menggunakan informasi baru tersebut pada situasi yang lebih kompleks. Rizzo, et al (2004), menyatakan bahwa fungsi kognitif merupakan aktivitas mental secara sadar meliputi berpikir, belajar, dan menggunakan bahasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam menyelesaikan sebuah permasalahan yang notabenenya melibatkan aktivitas berpikir, termasuk dalam penggunaan fungsi kognitif.

Fungsi kognitif dalam penelitian ini diamati melalui kegiatan mental yang dilakukan oleh siswa ketika diberikan sebuah soal geometri materi segiempat dan segitiga. Berdasarkan pengertian kognitif dan kajian dari fungsi kognitif di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi kognitif adalah proses mental yang dilakukan oleh seseorang dalam menyelesaikan permasalahan, meliputi kegiatan menerima dan mengolah informasi yang diberikan serta memanggil pengetahuan sebelumnya yang berkaitan untuk mendapatkan solusi yang benar.

Fungsi Kognitif RMT

Rigorous Mathematical Thinking (RMT) atau dalam istilah Indonesia dapat diartikan sebagai ‘Berpikir 106


(6)

Volume 3 No. 5 Tahun 2016 Matematis Rigor’ merupakan sebuah teori yang

dicetuskan pertama kali oleh James T. Kinard dalam sebuah naskah yang tidak dipublikasikan pada tahun 2000. Terdapat perbedaan antara berpikir matematis dengan berpikir matematis rigor dimana berpikir matematis rigor membutuhkan tingkat kecermatan dan ketelitian yang lebih tinggi serta fungsi kognitif khusus yang lebih terstruktur.

RMT ini didasarkan pada dua teori, yaitu teori peralatan psikologis Vygotsky dan teori MLE (Mediated Learning Experience) dari Feuerstein. Dua konsep dalam teori sosio-kultural Vygotsky yang penting adalah peralatan psikologis dan zona perkembangan terdekat (ZPD). Di dalam paradigma RMT, ada tiga aspek fungsi kognitif yang bekerja dalam hubungan satu sama lain untuk menyediakan fungsi kognitif dengan integritasnya sebagai aktivitas mental atau proses psikologis (Kinard & Kozulin, 2008:84). Ketiga aspek itu adalah komponen konseptual, komponen tindakan, dan komponen motivasi. Fungsi kognitif pada paradigma RMT dibagi menjadi tiga level, yaitu (1) level berpikir kualitatif, (2) level berpikir kuantitatif dengan ketelitian, (3) level berpikir logis relasional abstrak. Ketiga level tersebut mendefinisikan proses mental yang meluas mulai dari keterampilan kognitif umum ke fungsi matematis khusus yang lebih tinggi. Berdasarkan uraian di atas, fungsi kognitif RMT adalah proses mental seseorang dalam menerima, mengolah, dan memanggil informasi kembali berdasarkan aktivitas berpikir matematis yang ketat (rigor).

Level Fungsi Kognitif RMT

Dalam berpikir matematis rigor, dibutuhkan tiga level fungsi kognitif. Ketiga level tersebut mendefinisikan proses mental yang meluas mulai dari keterampilan kognitif umum ke fungsi matematis khusus yang lebih tinggi. Berikut adalah uraian ketiga level fungsi kognitif tersebut.

1. Level 1: Berpikir Kualitatif

Level pertama ini terdiri dari fungsi kognitif umum yang diperlukan dalam berpikir kualitatif ketika seseorang dihadapkan pada suatu tugas. Sebelum seseorang berhubungan dengan penalaran konseptual yang rigor, proses kognitif yang terjadi umumnya hanya pada level konkret dan didominasi oleh fungsi psikologis alami yang sudah dipunyai. Interaksi seseorang dengan dunia sekitarnya secara umum hanya memfokuskan pada objek atau kejadian-kejadian yang pernah dialami sebelumnya. Fungsi kognitif yang muncul pada level ini terbentuk dari

konsep spontan sehari-hari seseorang yang mungkin kaya akan pengalaman namun biasanya bersifat episodik, tidak sistematis, dan juga tidak rigor.

Kualitatif dalam bahasa Indonesia memiliki arti berdasarkan mutu atau kualitas. Data kualitatif berhubungan dengan deskripsi, data yang dapat diamati tetapi tidak dapat diukur seperti warna, tekstur, bau, penampilan, dan sebagainya. Sehingga, berdasarkan pemaparan tersebut berpikir kualitatif berhubungan dengan apa yang menjadi karakteristik atau ciri-ciri yang teramati secara fisik. Sedangkan berpikir dalam arti kata Indonesia adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Strauss (2006) menyatakan bahwa berpikir kualitatif adalah suatu kemampuan yang berguna ketika kita sedang membutuhkan ide-ide, kemungkinan-kemungkinan, dan solusi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi kognitif dalam berpikir kualitatif adalah fungsi kognitif umum yang berhubungan dengan proses mental seseorang dalam mengambil, mengolah, dan memanggil informasi berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik yang teramati secara mutu atau kualitasnya saja. Kinard & Kozulin (2008) memaparkan fungsi kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitatif yaitu: 1) Pelabelan, 2) Visualisasi, 3) Pembandingan, 4) Pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi, 5) Penggunaan lebih dari satu sumber informasi, 6) Penyandian, dan 7) Pemecahan kode. 2. Level 2: Berpikir Kuantitatif dengan Ketelitian

Level kedua dalam paradigma RMT terdiri dari fungsi kognitif untuk berpikir kuantitatif dan ketelitian. Fungsi ini mempunyai struktur lebih dibandingkan dengan fungsi kognitif umum karena keduanya berbagi keterkaitan yang besar dalam konsep dasar kuantitas. Dengan kata lain, fungsi kognitif umum memberikan landasan penting dalam pembentukan berpikir kuantitatif.

Kuantitatif sendiri dalam arti kata Indonesia adalah berdasarkan jumlah atau banyaknya. Data kuantitatif berhubungan dengan angka, data yang dapat diukur seperti panjang, tinggi, volume, kecepatan, harga, umur, dan sebagainya. Berdasarkan Strauss (2006), berpikir kuantitatif adalah suatu kemampuan yang berguna saat kita ingin melakukan validasi dari sebuah ide, asumsi, dan rencana. Hal ini dapat diartikan bahwa berpikir kuantitatif mengutamakan kejelasan metode yang digunakan. Misalnya ketika dihadapkan pada permasalahan fisika dan diminta untuk mencari kecepatan suatu benda, 107


(7)

rumus yang digunakan harus sesuai dengan fakta yang diberikan untuk mendapat solusi yang benar.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa fungsi kognitif untuk berpikir kuantitatif dengan ketelitian adalah fungsi kognitif yang berhubungan dengan proses mental dalam menerima, mengolah, dan memanggil informasi berupa angka yang dilakukan secara sistematis dan cermat. Kinard & Kozulin (2008) memaparkan fungsi kognitif yang digunakan dalam berpikir kuantitatif dengan ketelitian yaitu: 1) Pengawetan ketetapan, 2) Pengukuran ruang dan hubungan spasial, 3) Pengukuran waktu dan hubungan sementara, 4) Penganalisisan dan pengintegrasian, 5) Penggeneralisasian, dan 6) Ketelitian.

3. Level 3: Berpikir Logis Relasional Abstrak

Level fungsi kognitif yang ketiga ini mengintegrasikan proses yang berhubungan dengan kuantitas dan ketepatatan kedalam suatu rangkaian logika dan pemikiran relasional abstrak tergeneralisasi yang secara spesifik dibutuhkan dalam budaya matematika.

Menurut bahasa, berpikir logis relasional abstrak terdiri dari empat kata yang bergabung membentuk arti baru. Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Logis berarti masuk akal atau dapat diterima oleh akal manusia. Relasional berasal dari kata dasar relasi yang artinya hubungan, sedangkan abstrak artinya adalah tidak berwujud atau tidak berbentuk (KBBI). Berpikir relasional sendiri adalah bahasan yang telah lama menjadi perhatian dari ahli pendidikan, begitu pula dengan berpikir logis yang sangat ditekankan pada pembelajaran matematika terutama dalam pengambilan keputusan pada saat menyelesaikan soal matematika. Sedangkan kajian matematika itu sendiri banyak yang merupakan hal abstrak atau tidak tampak dalam kehidupan nyata seperti angka dan sebagainya.

Dalam berpikir relasional siswa terlibat dengan hubungan antara angka dan bagaimana hubungan tersebut dapat digunakan untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan. Berpikir relasional juga dihubungkan dengan belajar bermakna dimana siswa benar-benar memahami konsep yang sedang dipelajarinya sehingga dapat menerapkan konsep tersebut pada permasalahan-permasalahan matematika yang relevan. Sedangkan berpikir logis erat hubungannya dengan pengambilan keputusan yang masuk akal. Hal ini menunjukkan bahwa

berpikir logis sangat dibutuhkan dalam berpikir relasional.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi kognitif dalam berpikir logis relasional abstrak adalah fungsi kognitif yang berhubungan dengan proses mental dalam pengambilan keputusan berdasarkan hubungan keseluruhan yang masuk akal. Sementara itu, Kinard & Kozulin (2008) menjabarkan fungsi kognitif dalam berpikir logis relasional abstrak yaitu: 1) Pengaktifan pengetahuan matematika sebelumnya, 2) Penyediaan bukti matematika logis, 3) Pengartikulasian (pelafalan) kejadian matematika logis, 4) Pendefinisian masalah, 5) Berpikir hipotesis, 6) Berpikir inferensial, 7) Pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan, 8) Pembentukan hubungan kuantitatif proporsional, 9) Berpikir induktif matematis, 10) Berpikir deduktif matematis, 11) Berpikir relasional matematis, 12) Penjabaran aktivitas matematika melalui kategori kognitif. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di kelas VII SMP Negeri 1 Krian pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Subjek penelitian ini adalah tiga siswa berjenis kelamin sama dengan rincian masing-masing mewakili level 1, 2, dan 3 fungsi kognitif RMT. Pemetaan level fungsi kognitif RMT siswa dilakukan dengan memberikan Tes Level Fungsi Kognitif (TLFK) pada kelas penelitian yang kemudian dianalisis dengan menggunakan indikator yang telah dibuat peneliti. Ketiga subjek yang terpilih selanjutnya diberi Tes Penyelesaian Masalah (TPM) kemudian diwawancarai. Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan indikator kemampuan penyelesaian masalah di setiap tahap penyelesaian masalah Polya.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pemberian TLFK, TPM, dan wawancara. Data TLFK dan TPM yang didapat dianalisis dengan cara analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan berdasarkan hasil tertulis yang dihasilkan subjek dan indikator yang telah dibuat peneliti. Begitupula dengan analisis hasil wawancara yang dilakukan dengan mereduksi data hasil wawancara, menyajikan data, dan penarikan kesimpulan sesuai indikator.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TLFK diberikan kepada 36 siswa kelas VII-D SMPN 1 Krian dengan hasil 13 siswa berada pada level 108


(8)

Volume 3 No. 5 Tahun 2016 berpikir kualitatif, 1 siswa berada pada level berpikir

kuantitatif dengan ketelitian, dan 1 siswa berada pada level berpikir logis relasional abstrak, sedangkan 21 siswa yang lain belum tergolong pada salah satu kategori level fungsi kognitif RMT. Dari hasil TLFk tersebut, dipilihlah tiga subjek dengan jenis kelamin yang sama dari masing-masing level. Ketiga siswa tersebut yaitu satu subjek pada level berpikir kualitatif (SL1), subjek pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian (SL2), dan subjek pada level berpikir logis relasional abstrak (SL3). Ketiga subjek yang dipilih diberikan tes penyelesaian masalah dan dilakukan wawancara.

Analisis Kemampuan Siswa pada Level Berpikir Kualitatif dalam Menyelesaikan Masalah Geometri SMP

1. Memahami Masalah

Siswa mampu menyebutkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dengan baik serta dapat menjelaskan kembali maksud dari permasalahan yang diberikan menggunakan kalimatnya sendiri.

2. Merencanakan Strategi Penyelesaian

Siswa belum mampu membuat model matematik yang sesuai dengan permasalahan karena sketsa yang dibuat ukurannya tidak sesuai dan tidak logis serta merencanakan strategi yang salah dengan mencari panjang sisi bangunan menggunakan perkiraan panjang gambar di sketsa.

3. Melaksanakan Rencana Penyelesaian

Siswa belum mampu melaksanakan strategi yang tepat dan cenderung menjawab secara asal (ngawur). Ia menggunakan rumus keliling untuk mencari luas dan menggunakan panjang sisi serta ukuran yang tidak sesuai dengan informasi yang diberikan pada permasalahan.

4. Memeriksa Kembali

Siswa belum mampu memeriksa kembali hasil jawabannya dan tidak mampu memperbaiki alternatif pekerjaannya yang dianggap tidak benar.

Analisis Kemampuan Siswa pada Level Berpikir Kuantitatif dengan Ketelitian dalam Menyelesaikan Masalah Geometri SMP

1. Memahami Masalah

Siswa mampu menyebutkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dengan baik serta dapat menjelaskan kembali maksud dari permasalahan yang diberikan dengan baik pula.

2. Merencanakan Strategi Penyelesaian

Siswa belum mampu membuat model matematik yang sesuai dengan permasalahan karena

sketsa yang dibuat hanya memenuhi beberapa informasi saja. Selain itu ia merencanakan strategi yang tepat dalam mencari luas tanah namun melewatkan beberapa informasi penting sehingga menghasilkan ukuran panjang sisi yang tidak sesuai. 3. Melaksanakan Rencana Penyelesaian

Siswa mampu menerapkan rumus dan rencana penyelesaian yang tepat namun belum mampu melaksanakan strateginya dengan baik sehingga menghasilkan jawaban yang salah.

4. Memeriksa Kembali

Siswa belum mampu memeriksa kembali jawabannya karena melewatkan informasi penting serta tidak melakukan pemeriksaan ulang terhadap hasil pekerjaannya sehingga menghasilkan jawaban yang salah.

Analisis Kemampuan Siswa pada Level Berpikir Logis Relasional Abstrak dalam Menyelesaikan Masalah Geometri SMP

1. Memamahi Masalah

Siswa telah mampu menyebutkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dengan baik dan lengkap serta dapat menjelaskan kembali maksud dari permasalahan yang diberikan dengan baik dan jelas. 2. Merencanakan Strategi Penyelesaian

Siswa mampu membuat model matematik yang sesuai dengan permasalahan karena sketsa yang dibuat memenuhi informasi yang diberikan dan merencanakan strategi yang tepat.

3. Melaksanakan Rencana Penyelesaian

Siswa telah mengetahui rumus dan langkah penyelesaian yang tepat serta mampu melaksanakan dan menghasilkan jawaban yang benar. Ia menuliskan penyelesaiannya dengan baik dan sesuai dengan hasil wawancara.

4. Memeriksa Kembali

Siswa telah mampu menjelaskan langkah penyelesaian serta memeriksa kembali hasil jawabannya dengan baik.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, siswa pada level berpikir kualitatif tidak dapat menghasilkan jawaban yang benar sesuai dengan alternatif jawaban dari TPM yang dibuat oleh peneliti. Siswa hanya mampu memenuhi satu indikator dari total empat indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan masalah. Indikator yang dipenuhi adalah kemampuan dalam memahami masalah, dimana siswa mampu menyebutkan informasi-informasi yang 109


(9)

diberikan pada TPM yang diketahui dengan benar serta menyebutkan apa yang ditanyakan pada TPM. Namun, siswa belum mampu merencanakan strategi penyelesaian yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan sehingga tidak mampu menentukan panjang-panjang sisi yang tepat dari bangunan pada permasalahan tersebut. Selain itu, siswa belum mampu melaksanakan rencana penyelesaian permasalahan yang diberikan sehingga cenderung menghasilkan jawaban melalui terkaan (ngawur) yang tidak logis serta menggunakan rumus yang salah. Siswa juga tidak mampu memeriksa kembali hasil jawabannya karena meskipun tidak yakin dengan kebenaran jawabannya, namun ia tidak memperbaiki jawabannya yang salah dengan alternatif yang menurutnya lebih benar. Hal ini sesuai dengan teori dari Kinard & Kozulin (2008) dimana salah satu fungsi kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitatif adalah pencarian sistematis untuk mengumpulkan informasi. Siswa pada level berpikir kualitatif mampu mengumpulkan informasi-informasi dalam bentuk kualitatif yang disajikan dalam permasalahan namun tidak mampu menggunakan fungsi kognitif yang lebih tinggi dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.

Sementara itu, siswa pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian mampu memenuhi indikator pertama dengan baik, sedangkan untuk indikator yang lain belum terpenuhi secara sempurna. Siswa mampu memahami masalah dengan menyebutkan informasi-informasi yang diberikan pada permasalahan. Sedangkan dalam merencanakan strategi penyelesaian yang sesuai dengan permasalahan, siswa belum mampu melakukannya dengan sempurna karena meskipun sketsa ukuran panjang sisi yang dibuat memenuhi syarat informasi keliling yang diberikan, namun ia melewatkan informasi penting bahwa terdapat sisi yang sama antara bangunan toko dan gudang. Siswa juga belum mampu melaksanakan rencana penyelesaian permasalahan yang diberikan karena strategi yang digunakannya dalam mencari panjang-panjang sisi bangunan kurang tepat yaitu melalui perbandingan panjang sisi berdasarkan sketsa, bahkan ia sempat merencanakan untuk mengukur panjang sisi sketsa dengan penggaris. Dan siswa juga belum mampu memeriksa kembali hasil jawabannya dengan baik sehingga tidak dapat memperbaiki kesalahan yang dilakukannya dalam mencari penyelesaian. Dari pembahasan sebelumnya, siswa menunjukkan kemampuannya dalam mengoperasikan informasi-informasi yang ada secara kuantitatif namun belum mampu berpikir relasional sehingga mengabaikan bentuk bangunan dan beberapa sisi bangunan yang ternyata

sama. Hal ini sesuai dengan teori Kinard & Kozulin (2008) bahwa pada level dua fungsi kognitif yang digunakan pengukuran hubungan ruang dan spasial dimana siswa pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian mampu menentukan sisi-sisi bangunan yang jika ditambahkan menghasilkan ukuran keliling yang benar, ia juga menunjukkan ketelitian dalam perhitungannya, meskipun strategi yang digunakannya salah.

Siswa pada level berpikir logis relasional abstrak mampu memenuhi keempat indikator kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah yang dibuat oleh peneliti. Diantara ketiga subjek yang diteliti, ia adalah satu-satunya subjek dengan hasil jawaban yang benar. Siswa mampu memahami masalah dengan menyebutkan semua informasi yang diberikan pada soal dengan jelas dan lengkap. Dalam merencanakan strategi penyelesaian yang sesuai dengan permasalahan asal, siswa menggunakan infromasi-informasi yang diberikan tanpa melewatkan satupun sehingga ukuran panjang-panjang sisi bangunan yang di tuliskannya pada lembar jawaban sesuai dengan alternatif penyelesaian yang benar. Selain itu, ia merupakan satu-satunya subjek yang menambahkan keterangan panjang-panjang sisi yang sama pada sketsa dengan memberi simbol ‘sama panjang’ pada geometri. Siswa juga mampu melaksanakan rencana penyelesaiannya dengan tepat dengan mencari panjang-panjang sisi menggunakan sifat-sifat dari bangunan pada sketsa dan memanfaatkan ukuran-ukuran sisi yang sama untuk memperoleh panjang sisi bangunan dengan tepat. Siswa mengambil strategi yang berbeda dengan alternatif penyelesaian yang dibuat oleh peneliti namun strategi yang dipilihnya merupakan strategi yang benar. Dan secara keseluruhan siswa mampu menginterpretasikan hasil dan memeriksa kembali hasil jawabannya dengan baik sehingga menghasilkan jawaban yang benar. Hal ini sesuai dengan teori Kinard & Kozulin mengenai fungsi kognitif RMT dimana pada level 3 siswa sudah mampu berpikir relasional yaitu menghubungkan beberapa informasi yang diberikan hingga memperoleh kesimpulan yang benar. Siswa pada level berpikir logis relasional abstrak juga mampu berpikir secara abstrak dan menghasilkan jawaban yang logis dan sesuai dengan kaidah matematika.

Secara umum kemampuan matematika subjek dalam menyelesaikan masalah geometri SMP berbeda dan meningkat mulai dari siswa pada level berpikir kualitatif ke siswa pada level berpikir logis relasional abstrak. Siswa pada level berpikir kualitatif memiliki 110


(10)

Volume 3 No. 5 Tahun 2016 kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah

yang paling rendah jika dibandingkan dengan kedua subjek yang lain, sedangkan siswa pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian meskipun pada dasarnya hanya memenuhi satu indikator saja secara sempurna namun menunjukkan beberapa perbedaan kemampuan matematika. Diantaranya adalah siswa pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian mampu membuat ukuran sketsa bangun yang sesuai dengan keliling yang diberikan, ia juga merencanakan langkah penyelesaian yang tepat meskipun pada akhirnya jawaban yang dihasilkan salah karena ia melewatkan informasi penting pada soal. Sedangkan siswa pada level berpikir kualitatif menggunakan rumus yang salah dan tidak sesuai dengan permintaan pada soal.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang dibahas sebelumnya, maka dapat diidentifikasi kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan masalah geometri SMP ditinjau dari level fungsi kognitif RMT sebagai berikut.

1. Kemampuan matematika siswa pada level berpikir kualitatif dalam menyelesaikan masalah geometri SMP adalah siswa mampu memenuhi satu indikator kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah yaitu memahami masalah dengan menyebutkan informasi apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal dengan benar. Kemampuan matematika siswa dalam merencanakan strategi penyelesaian masih rendah karena belum mampu membuat sketsa dan strategi yang sesuai. Kemampuan matematika siswa dalam melaksanakan rencana penyelesaian juga cenderung rendah dan bahkan siswa menggunakan rumus yang salah dalam menentukan luas persegipanjang. Sedangkan kemampuan siswa dalam memeriksa kembali hasil jawabannya secara keseluruhan masih rendah karena siswa belum mampu memeriksa kebenaran hasil jawabannya dengan baik dan tidak mampu memperbaiki kesalahan rumus yang digunakan. 2. Kemampuan matematika siswa pada level berpikir

kuantitatif dalam menyelesaikan masalah geometri SMP adalah siswa mampu memenuhi satu indikator kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah yaitu memahami masalah dengan menyebutkan informasi apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal dengan benar. Kemampuan matematika siswa dalam merencanakan strategi penyelesaian cenderung rendah karena belum

mampu membuat sketsa yang sesuai meskipun strategi yang digunakannya untuk mencari solusi mendekati benar. Kemampuan matematika siswa dalam melaksanakan rencana penyelesaian lumayan baik karena meskipun hasil akhir yang diperoleh salah namun siswa sudah menggunakan rumus yang benar dan langkah penyelesaian yang tepat dalam menentukan luas persegipanjang. Sedangkan kemampuan siswa dalam menginterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan asal secara keseluruhan masih rendah dan belum mampu memeriksa kebenaran hasil jawabannya dengan baik.

3. Kemampuan matematika siswa pada level berpikir logis relasional abstrak dalam menyelesaikan masalah geometri SMP adalah siswa mampu memenuhi semua indikator kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah dengan baik. Siswa mampu memahami masalah dengan menyebutkan informasi apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal dengan benar. Kemampuan matematika siswa dalam merencanakan strategi penyelesaian sangat baik karena mampu membuat sketsa yang sesuai dengan semua informasi yang diberikan pada permasalahan dan menuliskannya dengan jelas serta memilih strategi yang tepat. Dalam melaksanakan rencana penyelesaian, siswa dapat melakukannya dengan baik dan menghasilkan hasil akhir yang benar. Sedangkan dalam kemampuan siswa dalam memeriksa kembali hasil jawabannya secara keseluruhan sangat baik dan mampu memeriksa kebenaran jawabannya dengan baik pula karena tidak terdapat kesalahan baik perhitungan, rumus, maupun konsep pada jawabannya.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan masalah geometri di SMP masih cenderung rendah, sehingga peneliti memberikan saran kepada pendidik untuk melatihkan dan melibatkan siswanya dalam kegiatan pemecahan masalah matematik agar siswa terbiasa menghadapi segala jenis permasalahan dan mampu menangani masalah-masalah lain yang akan dihadapinya di masa mendatang. Selain itu, hasil pemetaan level fungsi kognitif RMT siswa juga masih terdapat lebih dari separuh kelas yang belum memenuhi indikator untuk semua level sehingga perlu dijadikan perhatian bagi guru untuk lebih meningkatkan fungsi kognitif siswanya dengan memberikan latihan-latihan yang sesuai.


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. tanpa tahun. Geometri. diakses pada

https://id.wikipedia.org/wiki/ Geometri pada

17 Oktober 2015 pukul 09.30 WIB.

Colquitt, Jason. A. dkk. 2009. Organizational Behavior: Improving Performance and Commitment in the Workplace. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Hudojo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Malang: Universitas Negeri Malang.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Departmen Pendidikan Nasional Edisi ke-3.Balai Pustaka, Jakarta: Gramedia

Kinard, J. T & Kozulin, A. 2008. Rigorous Mathematical Thinking: Conceptual Formation in the Mathematics Classroom. New York: Cambridge University Press.

King, Laura. A. 2014. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.

National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM

Polya, G. 1957. How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method (2nd ed.). New York: Ddoubleday & Company, Inc.

Rizzo, Matthew and Eslinger, Paul J. 2004. Principles and Practice of Behavioral Neurology and Neuropsychology. Pennsylvania: Elsevier Inc. Santrock, J. W. 2014. Psikologi Pendidikan. Edisi 5,

Buku 2.Jakarta: Salemba Humanika.

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Promoting Creativity in Learning Mathematics Using Open-Ended Problems. The 3rd International Conference on Mathematics and Statistics (IcoMS-3) Institut Pertanian Bogor, Indonesia, 5 – 6 Agustus 2008. Strauss, Liz. 2006. Qualitative, Intuitive Thinkers vs

Quantitative, Data-Based Thinkers: How Not to Make Each Other Crazy. Diakses tanggal 30 Januari 2016 pada: http://www.successful-

blog.com/1/qualitative-intuitive- thinkers-vs-quantitative-data-based- thinkers-how-not-to-make-each-other-crazy/.

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif (Edisi Revisi). Surabaya: Srikandi.

Tim. 2014. Laporan Hasil Ujian Nasional Tahun 2014. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan – Balitbang Kemdikbud


(1)

Matematis Rigor’ merupakan sebuah teori yang dicetuskan pertama kali oleh James T. Kinard dalam sebuah naskah yang tidak dipublikasikan pada tahun 2000. Terdapat perbedaan antara berpikir matematis dengan berpikir matematis rigor dimana berpikir matematis rigor membutuhkan tingkat kecermatan dan ketelitian yang lebih tinggi serta fungsi kognitif khusus yang lebih terstruktur.

RMT ini didasarkan pada dua teori, yaitu teori peralatan psikologis Vygotsky dan teori MLE (Mediated Learning Experience) dari Feuerstein. Dua konsep dalam teori sosio-kultural Vygotsky yang penting adalah peralatan psikologis dan zona perkembangan terdekat (ZPD). Di dalam paradigma RMT, ada tiga aspek fungsi kognitif yang bekerja dalam hubungan satu sama lain untuk menyediakan fungsi kognitif dengan integritasnya sebagai aktivitas mental atau proses psikologis (Kinard & Kozulin, 2008:84). Ketiga aspek itu adalah komponen konseptual, komponen tindakan, dan komponen motivasi. Fungsi kognitif pada paradigma RMT dibagi menjadi tiga level, yaitu (1) level berpikir kualitatif, (2) level berpikir kuantitatif dengan ketelitian, (3) level berpikir logis relasional abstrak. Ketiga level tersebut mendefinisikan proses mental yang meluas mulai dari keterampilan kognitif umum ke fungsi matematis khusus yang lebih tinggi. Berdasarkan uraian di atas, fungsi kognitif RMT adalah proses mental seseorang dalam menerima, mengolah, dan memanggil informasi kembali berdasarkan aktivitas berpikir matematis yang ketat (rigor).

Level Fungsi Kognitif RMT

Dalam berpikir matematis rigor, dibutuhkan tiga level fungsi kognitif. Ketiga level tersebut mendefinisikan proses mental yang meluas mulai dari keterampilan kognitif umum ke fungsi matematis khusus yang lebih tinggi. Berikut adalah uraian ketiga level fungsi kognitif tersebut.

1. Level 1: Berpikir Kualitatif

Level pertama ini terdiri dari fungsi kognitif umum yang diperlukan dalam berpikir kualitatif ketika seseorang dihadapkan pada suatu tugas. Sebelum seseorang berhubungan dengan penalaran konseptual yang rigor, proses kognitif yang terjadi umumnya hanya pada level konkret dan didominasi oleh fungsi psikologis alami yang sudah dipunyai. Interaksi seseorang dengan dunia sekitarnya secara umum hanya memfokuskan pada objek atau kejadian-kejadian yang pernah dialami sebelumnya. Fungsi kognitif yang muncul pada level ini terbentuk dari

konsep spontan sehari-hari seseorang yang mungkin kaya akan pengalaman namun biasanya bersifat episodik, tidak sistematis, dan juga tidak rigor.

Kualitatif dalam bahasa Indonesia memiliki arti berdasarkan mutu atau kualitas. Data kualitatif berhubungan dengan deskripsi, data yang dapat diamati tetapi tidak dapat diukur seperti warna, tekstur, bau, penampilan, dan sebagainya. Sehingga, berdasarkan pemaparan tersebut berpikir kualitatif berhubungan dengan apa yang menjadi karakteristik atau ciri-ciri yang teramati secara fisik. Sedangkan berpikir dalam arti kata Indonesia adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Strauss (2006) menyatakan bahwa berpikir kualitatif adalah suatu kemampuan yang berguna ketika kita sedang membutuhkan ide-ide, kemungkinan-kemungkinan, dan solusi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi kognitif dalam berpikir kualitatif adalah fungsi kognitif umum yang berhubungan dengan proses mental seseorang dalam mengambil, mengolah, dan memanggil informasi berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik yang teramati secara mutu atau kualitasnya saja. Kinard & Kozulin (2008) memaparkan fungsi kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitatif yaitu: 1) Pelabelan, 2) Visualisasi, 3) Pembandingan, 4) Pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi, 5) Penggunaan lebih dari satu sumber informasi, 6) Penyandian, dan 7) Pemecahan kode. 2. Level 2: Berpikir Kuantitatif dengan Ketelitian

Level kedua dalam paradigma RMT terdiri dari fungsi kognitif untuk berpikir kuantitatif dan ketelitian. Fungsi ini mempunyai struktur lebih dibandingkan dengan fungsi kognitif umum karena keduanya berbagi keterkaitan yang besar dalam konsep dasar kuantitas. Dengan kata lain, fungsi kognitif umum memberikan landasan penting dalam pembentukan berpikir kuantitatif.

Kuantitatif sendiri dalam arti kata Indonesia adalah berdasarkan jumlah atau banyaknya. Data kuantitatif berhubungan dengan angka, data yang dapat diukur seperti panjang, tinggi, volume, kecepatan, harga, umur, dan sebagainya. Berdasarkan Strauss (2006), berpikir kuantitatif adalah suatu kemampuan yang berguna saat kita ingin melakukan validasi dari sebuah ide, asumsi, dan rencana. Hal ini dapat diartikan bahwa berpikir kuantitatif mengutamakan kejelasan metode yang digunakan. Misalnya ketika dihadapkan pada permasalahan fisika dan diminta untuk mencari kecepatan suatu benda,


(2)

rumus yang digunakan harus sesuai dengan fakta yang diberikan untuk mendapat solusi yang benar.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa fungsi kognitif untuk berpikir kuantitatif dengan ketelitian adalah fungsi kognitif yang berhubungan dengan proses mental dalam menerima, mengolah, dan memanggil informasi berupa angka yang dilakukan secara sistematis dan cermat. Kinard & Kozulin (2008) memaparkan fungsi kognitif yang digunakan dalam berpikir kuantitatif dengan ketelitian yaitu: 1) Pengawetan ketetapan, 2) Pengukuran ruang dan hubungan spasial, 3) Pengukuran waktu dan hubungan sementara, 4) Penganalisisan dan pengintegrasian, 5) Penggeneralisasian, dan 6) Ketelitian.

3. Level 3: Berpikir Logis Relasional Abstrak

Level fungsi kognitif yang ketiga ini mengintegrasikan proses yang berhubungan dengan kuantitas dan ketepatatan kedalam suatu rangkaian logika dan pemikiran relasional abstrak tergeneralisasi yang secara spesifik dibutuhkan dalam budaya matematika.

Menurut bahasa, berpikir logis relasional abstrak terdiri dari empat kata yang bergabung membentuk arti baru. Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Logis berarti masuk akal atau dapat diterima oleh akal manusia. Relasional berasal dari kata dasar relasi yang artinya hubungan, sedangkan abstrak artinya adalah tidak berwujud atau tidak berbentuk (KBBI). Berpikir relasional sendiri adalah bahasan yang telah lama menjadi perhatian dari ahli pendidikan, begitu pula dengan berpikir logis yang sangat ditekankan pada pembelajaran matematika terutama dalam pengambilan keputusan pada saat menyelesaikan soal matematika. Sedangkan kajian matematika itu sendiri banyak yang merupakan hal abstrak atau tidak tampak dalam kehidupan nyata seperti angka dan sebagainya.

Dalam berpikir relasional siswa terlibat dengan hubungan antara angka dan bagaimana hubungan tersebut dapat digunakan untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan. Berpikir relasional juga dihubungkan dengan belajar bermakna dimana siswa benar-benar memahami konsep yang sedang dipelajarinya sehingga dapat menerapkan konsep tersebut pada permasalahan-permasalahan matematika yang relevan. Sedangkan berpikir logis erat hubungannya dengan pengambilan keputusan yang masuk akal. Hal ini menunjukkan bahwa

berpikir logis sangat dibutuhkan dalam berpikir relasional.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi kognitif dalam berpikir logis relasional abstrak adalah fungsi kognitif yang berhubungan dengan proses mental dalam pengambilan keputusan berdasarkan hubungan keseluruhan yang masuk akal. Sementara itu, Kinard & Kozulin (2008) menjabarkan fungsi kognitif dalam berpikir logis relasional abstrak yaitu: 1) Pengaktifan pengetahuan matematika sebelumnya, 2) Penyediaan bukti matematika logis, 3) Pengartikulasian (pelafalan) kejadian matematika logis, 4) Pendefinisian masalah, 5) Berpikir hipotesis, 6) Berpikir inferensial, 7) Pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan, 8) Pembentukan hubungan kuantitatif proporsional, 9) Berpikir induktif matematis, 10) Berpikir deduktif matematis, 11) Berpikir relasional matematis, 12) Penjabaran aktivitas matematika melalui kategori kognitif. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di kelas VII SMP Negeri 1 Krian pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Subjek penelitian ini adalah tiga siswa berjenis kelamin sama dengan rincian masing-masing mewakili level 1, 2, dan 3 fungsi kognitif RMT. Pemetaan level fungsi kognitif RMT siswa dilakukan dengan memberikan Tes Level Fungsi Kognitif (TLFK) pada kelas penelitian yang kemudian dianalisis dengan menggunakan indikator yang telah dibuat peneliti. Ketiga subjek yang terpilih selanjutnya diberi Tes Penyelesaian Masalah (TPM) kemudian diwawancarai. Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan indikator kemampuan penyelesaian masalah di setiap tahap penyelesaian masalah Polya.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pemberian TLFK, TPM, dan wawancara. Data TLFK dan TPM yang didapat dianalisis dengan cara analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan berdasarkan hasil tertulis yang dihasilkan subjek dan indikator yang telah dibuat peneliti. Begitupula dengan analisis hasil wawancara yang dilakukan dengan mereduksi data hasil wawancara, menyajikan data, dan penarikan kesimpulan sesuai indikator.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TLFK diberikan kepada 36 siswa kelas VII-D SMPN 1 Krian dengan hasil 13 siswa berada pada level


(3)

berpikir kualitatif, 1 siswa berada pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian, dan 1 siswa berada pada level berpikir logis relasional abstrak, sedangkan 21 siswa yang lain belum tergolong pada salah satu kategori level fungsi kognitif RMT. Dari hasil TLFk tersebut, dipilihlah tiga subjek dengan jenis kelamin yang sama dari masing-masing level. Ketiga siswa tersebut yaitu satu subjek pada level berpikir kualitatif (SL1), subjek pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian (SL2), dan subjek pada level berpikir logis relasional abstrak (SL3). Ketiga subjek yang dipilih diberikan tes penyelesaian masalah dan dilakukan wawancara.

Analisis Kemampuan Siswa pada Level Berpikir Kualitatif dalam Menyelesaikan Masalah Geometri SMP

1. Memahami Masalah

Siswa mampu menyebutkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dengan baik serta dapat menjelaskan kembali maksud dari permasalahan yang diberikan menggunakan kalimatnya sendiri.

2. Merencanakan Strategi Penyelesaian

Siswa belum mampu membuat model matematik yang sesuai dengan permasalahan karena sketsa yang dibuat ukurannya tidak sesuai dan tidak logis serta merencanakan strategi yang salah dengan mencari panjang sisi bangunan menggunakan perkiraan panjang gambar di sketsa.

3. Melaksanakan Rencana Penyelesaian

Siswa belum mampu melaksanakan strategi yang tepat dan cenderung menjawab secara asal (ngawur). Ia menggunakan rumus keliling untuk mencari luas dan menggunakan panjang sisi serta ukuran yang tidak sesuai dengan informasi yang diberikan pada permasalahan.

4. Memeriksa Kembali

Siswa belum mampu memeriksa kembali hasil jawabannya dan tidak mampu memperbaiki alternatif pekerjaannya yang dianggap tidak benar.

Analisis Kemampuan Siswa pada Level Berpikir Kuantitatif dengan Ketelitian dalam Menyelesaikan Masalah Geometri SMP

1. Memahami Masalah

Siswa mampu menyebutkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dengan baik serta dapat menjelaskan kembali maksud dari permasalahan yang diberikan dengan baik pula.

2. Merencanakan Strategi Penyelesaian

Siswa belum mampu membuat model matematik yang sesuai dengan permasalahan karena

sketsa yang dibuat hanya memenuhi beberapa informasi saja. Selain itu ia merencanakan strategi yang tepat dalam mencari luas tanah namun melewatkan beberapa informasi penting sehingga menghasilkan ukuran panjang sisi yang tidak sesuai. 3. Melaksanakan Rencana Penyelesaian

Siswa mampu menerapkan rumus dan rencana penyelesaian yang tepat namun belum mampu melaksanakan strateginya dengan baik sehingga menghasilkan jawaban yang salah.

4. Memeriksa Kembali

Siswa belum mampu memeriksa kembali jawabannya karena melewatkan informasi penting serta tidak melakukan pemeriksaan ulang terhadap hasil pekerjaannya sehingga menghasilkan jawaban yang salah.

Analisis Kemampuan Siswa pada Level Berpikir Logis Relasional Abstrak dalam Menyelesaikan Masalah Geometri SMP

1. Memamahi Masalah

Siswa telah mampu menyebutkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dengan baik dan lengkap serta dapat menjelaskan kembali maksud dari permasalahan yang diberikan dengan baik dan jelas. 2. Merencanakan Strategi Penyelesaian

Siswa mampu membuat model matematik yang sesuai dengan permasalahan karena sketsa yang dibuat memenuhi informasi yang diberikan dan merencanakan strategi yang tepat.

3. Melaksanakan Rencana Penyelesaian

Siswa telah mengetahui rumus dan langkah penyelesaian yang tepat serta mampu melaksanakan dan menghasilkan jawaban yang benar. Ia menuliskan penyelesaiannya dengan baik dan sesuai dengan hasil wawancara.

4. Memeriksa Kembali

Siswa telah mampu menjelaskan langkah penyelesaian serta memeriksa kembali hasil jawabannya dengan baik.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, siswa pada level berpikir kualitatif tidak dapat menghasilkan jawaban yang benar sesuai dengan alternatif jawaban dari TPM yang dibuat oleh peneliti. Siswa hanya mampu memenuhi satu indikator dari total empat indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan masalah. Indikator yang dipenuhi adalah kemampuan dalam memahami masalah, dimana siswa mampu menyebutkan informasi-informasi yang


(4)

diberikan pada TPM yang diketahui dengan benar serta menyebutkan apa yang ditanyakan pada TPM. Namun, siswa belum mampu merencanakan strategi penyelesaian yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan sehingga tidak mampu menentukan panjang-panjang sisi yang tepat dari bangunan pada permasalahan tersebut. Selain itu, siswa belum mampu melaksanakan rencana penyelesaian permasalahan yang diberikan sehingga cenderung menghasilkan jawaban melalui terkaan (ngawur) yang tidak logis serta menggunakan rumus yang salah. Siswa juga tidak mampu memeriksa kembali hasil jawabannya karena meskipun tidak yakin dengan kebenaran jawabannya, namun ia tidak memperbaiki jawabannya yang salah dengan alternatif yang menurutnya lebih benar. Hal ini sesuai dengan teori dari Kinard & Kozulin (2008) dimana salah satu fungsi kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitatif adalah pencarian sistematis untuk mengumpulkan informasi. Siswa pada level berpikir kualitatif mampu mengumpulkan informasi-informasi dalam bentuk kualitatif yang disajikan dalam permasalahan namun tidak mampu menggunakan fungsi kognitif yang lebih tinggi dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.

Sementara itu, siswa pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian mampu memenuhi indikator pertama dengan baik, sedangkan untuk indikator yang lain belum terpenuhi secara sempurna. Siswa mampu memahami masalah dengan menyebutkan informasi-informasi yang diberikan pada permasalahan. Sedangkan dalam merencanakan strategi penyelesaian yang sesuai dengan permasalahan, siswa belum mampu melakukannya dengan sempurna karena meskipun sketsa ukuran panjang sisi yang dibuat memenuhi syarat informasi keliling yang diberikan, namun ia melewatkan informasi penting bahwa terdapat sisi yang sama antara bangunan toko dan gudang. Siswa juga belum mampu melaksanakan rencana penyelesaian permasalahan yang diberikan karena strategi yang digunakannya dalam mencari panjang-panjang sisi bangunan kurang tepat yaitu melalui perbandingan panjang sisi berdasarkan sketsa, bahkan ia sempat merencanakan untuk mengukur panjang sisi sketsa dengan penggaris. Dan siswa juga belum mampu memeriksa kembali hasil jawabannya dengan baik sehingga tidak dapat memperbaiki kesalahan yang dilakukannya dalam mencari penyelesaian. Dari pembahasan sebelumnya, siswa menunjukkan kemampuannya dalam mengoperasikan informasi-informasi yang ada secara kuantitatif namun belum mampu berpikir relasional sehingga mengabaikan bentuk bangunan dan beberapa sisi bangunan yang ternyata

sama. Hal ini sesuai dengan teori Kinard & Kozulin (2008) bahwa pada level dua fungsi kognitif yang digunakan pengukuran hubungan ruang dan spasial dimana siswa pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian mampu menentukan sisi-sisi bangunan yang jika ditambahkan menghasilkan ukuran keliling yang benar, ia juga menunjukkan ketelitian dalam perhitungannya, meskipun strategi yang digunakannya salah.

Siswa pada level berpikir logis relasional abstrak mampu memenuhi keempat indikator kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah yang dibuat oleh peneliti. Diantara ketiga subjek yang diteliti, ia adalah satu-satunya subjek dengan hasil jawaban yang benar. Siswa mampu memahami masalah dengan menyebutkan semua informasi yang diberikan pada soal dengan jelas dan lengkap. Dalam merencanakan strategi penyelesaian yang sesuai dengan permasalahan asal, siswa menggunakan infromasi-informasi yang diberikan tanpa melewatkan satupun sehingga ukuran panjang-panjang sisi bangunan yang di tuliskannya pada lembar jawaban sesuai dengan alternatif penyelesaian yang benar. Selain itu, ia merupakan satu-satunya subjek yang menambahkan keterangan panjang-panjang sisi yang sama pada sketsa dengan memberi simbol ‘sama panjang’ pada geometri. Siswa juga mampu melaksanakan rencana penyelesaiannya dengan tepat dengan mencari panjang-panjang sisi menggunakan sifat-sifat dari bangunan pada sketsa dan memanfaatkan ukuran-ukuran sisi yang sama untuk memperoleh panjang sisi bangunan dengan tepat. Siswa mengambil strategi yang berbeda dengan alternatif penyelesaian yang dibuat oleh peneliti namun strategi yang dipilihnya merupakan strategi yang benar. Dan secara keseluruhan siswa mampu menginterpretasikan hasil dan memeriksa kembali hasil jawabannya dengan baik sehingga menghasilkan jawaban yang benar. Hal ini sesuai dengan teori Kinard & Kozulin mengenai fungsi kognitif RMT dimana pada level 3 siswa sudah mampu berpikir relasional yaitu menghubungkan beberapa informasi yang diberikan hingga memperoleh kesimpulan yang benar. Siswa pada level berpikir logis relasional abstrak juga mampu berpikir secara abstrak dan menghasilkan jawaban yang logis dan sesuai dengan kaidah matematika.

Secara umum kemampuan matematika subjek dalam menyelesaikan masalah geometri SMP berbeda dan meningkat mulai dari siswa pada level berpikir kualitatif ke siswa pada level berpikir logis relasional abstrak. Siswa pada level berpikir kualitatif memiliki


(5)

kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah yang paling rendah jika dibandingkan dengan kedua subjek yang lain, sedangkan siswa pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian meskipun pada dasarnya hanya memenuhi satu indikator saja secara sempurna namun menunjukkan beberapa perbedaan kemampuan matematika. Diantaranya adalah siswa pada level berpikir kuantitatif dengan ketelitian mampu membuat ukuran sketsa bangun yang sesuai dengan keliling yang diberikan, ia juga merencanakan langkah penyelesaian yang tepat meskipun pada akhirnya jawaban yang dihasilkan salah karena ia melewatkan informasi penting pada soal. Sedangkan siswa pada level berpikir kualitatif menggunakan rumus yang salah dan tidak sesuai dengan permintaan pada soal.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang dibahas sebelumnya, maka dapat diidentifikasi kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan masalah geometri SMP ditinjau dari level fungsi kognitif RMT sebagai berikut.

1. Kemampuan matematika siswa pada level berpikir kualitatif dalam menyelesaikan masalah geometri SMP adalah siswa mampu memenuhi satu indikator kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah yaitu memahami masalah dengan menyebutkan informasi apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal dengan benar. Kemampuan matematika siswa dalam merencanakan strategi penyelesaian masih rendah karena belum mampu membuat sketsa dan strategi yang sesuai. Kemampuan matematika siswa dalam melaksanakan rencana penyelesaian juga cenderung rendah dan bahkan siswa menggunakan rumus yang salah dalam menentukan luas persegipanjang. Sedangkan kemampuan siswa dalam memeriksa kembali hasil jawabannya secara keseluruhan masih rendah karena siswa belum mampu memeriksa kebenaran hasil jawabannya dengan baik dan tidak mampu memperbaiki kesalahan rumus yang digunakan. 2. Kemampuan matematika siswa pada level berpikir

kuantitatif dalam menyelesaikan masalah geometri SMP adalah siswa mampu memenuhi satu indikator kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah yaitu memahami masalah dengan menyebutkan informasi apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal dengan benar. Kemampuan matematika siswa dalam merencanakan strategi penyelesaian cenderung rendah karena belum

mampu membuat sketsa yang sesuai meskipun strategi yang digunakannya untuk mencari solusi mendekati benar. Kemampuan matematika siswa dalam melaksanakan rencana penyelesaian lumayan baik karena meskipun hasil akhir yang diperoleh salah namun siswa sudah menggunakan rumus yang benar dan langkah penyelesaian yang tepat dalam menentukan luas persegipanjang. Sedangkan kemampuan siswa dalam menginterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan asal secara keseluruhan masih rendah dan belum mampu memeriksa kebenaran hasil jawabannya dengan baik.

3. Kemampuan matematika siswa pada level berpikir logis relasional abstrak dalam menyelesaikan masalah geometri SMP adalah siswa mampu memenuhi semua indikator kemampuan matematika dalam menyelesaikan masalah dengan baik. Siswa mampu memahami masalah dengan menyebutkan informasi apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal dengan benar. Kemampuan matematika siswa dalam merencanakan strategi penyelesaian sangat baik karena mampu membuat sketsa yang sesuai dengan semua informasi yang diberikan pada permasalahan dan menuliskannya dengan jelas serta memilih strategi yang tepat. Dalam melaksanakan rencana penyelesaian, siswa dapat melakukannya dengan baik dan menghasilkan hasil akhir yang benar. Sedangkan dalam kemampuan siswa dalam memeriksa kembali hasil jawabannya secara keseluruhan sangat baik dan mampu memeriksa kebenaran jawabannya dengan baik pula karena tidak terdapat kesalahan baik perhitungan, rumus, maupun konsep pada jawabannya.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan masalah geometri di SMP masih cenderung rendah, sehingga peneliti memberikan saran kepada pendidik untuk melatihkan dan melibatkan siswanya dalam kegiatan pemecahan masalah matematik agar siswa terbiasa menghadapi segala jenis permasalahan dan mampu menangani masalah-masalah lain yang akan dihadapinya di masa mendatang. Selain itu, hasil pemetaan level fungsi kognitif RMT siswa juga masih terdapat lebih dari separuh kelas yang belum memenuhi indikator untuk semua level sehingga perlu dijadikan perhatian bagi guru untuk lebih meningkatkan fungsi kognitif siswanya dengan memberikan latihan-latihan yang sesuai.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. tanpa tahun. Geometri. diakses pada

https://id.wikipedia.org/wiki/ Geometri pada

17 Oktober 2015 pukul 09.30 WIB.

Colquitt, Jason. A. dkk. 2009. Organizational Behavior: Improving Performance and Commitment in the Workplace. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Hudojo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Malang: Universitas Negeri Malang.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Departmen Pendidikan Nasional Edisi ke-3.Balai Pustaka, Jakarta: Gramedia

Kinard, J. T & Kozulin, A. 2008. Rigorous Mathematical Thinking: Conceptual Formation in the Mathematics Classroom. New York: Cambridge University Press.

King, Laura. A. 2014. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.

National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM

Polya, G. 1957. How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method (2nd ed.). New York: Ddoubleday & Company, Inc.

Rizzo, Matthew and Eslinger, Paul J. 2004. Principles and Practice of Behavioral Neurology and Neuropsychology. Pennsylvania: Elsevier Inc. Santrock, J. W. 2014. Psikologi Pendidikan. Edisi 5,

Buku 2.Jakarta: Salemba Humanika.

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Promoting Creativity in Learning Mathematics Using Open-Ended Problems. The 3rd International Conference on Mathematics and Statistics (IcoMS-3) Institut Pertanian Bogor, Indonesia, 5 – 6 Agustus 2008. Strauss, Liz. 2006. Qualitative, Intuitive Thinkers vs

Quantitative, Data-Based Thinkers: How Not to Make Each Other Crazy. Diakses tanggal 30 Januari 2016 pada: http://www.successful-

blog.com/1/qualitative-intuitive- thinkers-vs-quantitative-data-based-

thinkers-how-not-to-make-each-other-crazy/.

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif (Edisi Revisi). Surabaya: Srikandi.

Tim. 2014. Laporan Hasil Ujian Nasional Tahun 2014. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan – Balitbang Kemdikbud