SALAT LIMA WAKTU DI PONDOK PESANTREN LANGITAN WIDANG TUBAN.

SALAT LIMA WAKTU DI PONDOK PESANTREN LANGITAN
WIDANG TUBAN KAJIAN FENOMENOLOGI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagaian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh
Rizal Alfa Pratama
NIM: A0.22.12.096

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2016

i

ii

iii


iv

ABTRAKSI

Salat Lima Waktu Di Pondok Pesantren Langitan Widang Tuban.
Fokus penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam Karya Ilmiah Ini adalah (1) Bagaimana
keadaan pondok pesantren salaf di Langitan (2) Bangaimana pelaksanaan salat lima waktu di
Langitan(3) Bagaimana pedoman salat lima waktu di pondok Pesantren Langitan.
Dalam menjawab permasalahan tersebut penulis mengunakaan metode penelitian Kualitatif
dengan pendekatan Fenomenologi, yaitu yang mana Fenomenologi adalah suatu aliran yang
membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan diri,
selanjutnya penulis mencoba menangkap fenomena-fenomena yang ada dengan dan
menganalisisnya dan teorinya penulis juga menggunakan teori Fenomenologiyang ditemukan
oleh Edmund Husserl.
Keadaan pondok pesantren saat ini masih aktif dalam menjalankan proses belajar mengajar,
pondok pesantren ini adalah pondok pesantren tertua. Serta masih mempertahankan tradisional
yaitu dengan berpedoman kepada ulama salaf serta metode pengajaran yang dipakai seperti
sorogan, dan wetonan. Dalam pelaksanaannya salat lima waktu selalu mengedepankan jama’ah
karena jama’ah adalah suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan serta waktu pelaksanaan
salat di pondok pesantren Langitan selalu diakhir waktu dikarenakan adanya Arid (‫ )ارد‬yaitu

sesuatu perkara yang baru, suatu perkara yang mana para santri menggunakan waktunya untuk
beristirahat dan mandi disaat sebelum salat maka yang seperti ini diutamakan dari pada salat
lima waktu. Pedoman salat lima waktu di Langitan ada dua yaitu pedoman kepada kitab Fathul
Qorib dan juga berpedoman kepada pembelajaran Kiai terdahulu. Mengenai waktu subuh dan
Ashar mengapa di laksanakan di akhir di karenakan adanya pergantian malaikat diantara waktu
Subuh dan Ashar lalu dilaksanakannya salat supaya disaat gantinya malaikat hasilnya akan baik
dicatatan malaikat.

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ABSTRACT

Salat Five Time On Boarding School Langitan Widang Tuban.

The focus of research conducted by the author in this scientific work is (1) What is the situation
in Langitan salaf pesantren (2) How implementation of the five daily prayers in Langitan (3)
How guidelines five prayers in Islamic Schools Langitan
In answer to these problems the author take method of qualitative research approach to

phenomenology, ie which Phenomenology is a current talk about the phenomenon or anything
that looked or appeared, the author tries to capture the phenomena that exist with and analyze
and theory author also uses phenomenology that theory invented by Edmund Husserl.
State boarding school is still active in running the learning process, the boarding school is the
oldest boarding school. And still maintain a traditional that is the basis of the scholars of the
Salaf and teaching methods are used such as sorogan, and wetonan. In the implementation of
the five daily prayers always puts the congregation because the congregation is an obligation
that should not be abandoned as well as a time of prayer in the boarding school Langitan
always at the end of time due to the Arid (‫ )ارد‬is something new case, a case in which the
students use the time to rest and shower while before prayers so that this kind of precedence of
the five daily prayers. Guidelines for the five daily prayers in Langitan there are two guidelines
to book Fath Qorib and also guided by the learning Kiai earlier. About dawn Subuh and Asr
why it carried on in the final turn of the angels in because their time between dawn Subuh and
Asr prayers and then implemented so that when the angels instead the result will be good notes
of the angels.

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .........................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................iii
PNGESAHAAN TIM PENGUJI ...................................................................iv
MOTTO ...........................................................................................................vi
PERSEMBAHAN ...........................................................................................viii
ABSTRAK .......................................................................................................x
TRANSILTRASI ............................................................................................xii
DAFTAR ISI ..................................................................................................xiii
BAB I:PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................6
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................6
D. Kegunaan Penelitian............................ ...... ..................................7
E. Pendekatan dan Kerangka teori .....................................................8
F. Penelitian Terdahulu ......................................................................9
G. Metode Penelitian .........................................................................10
H. Sistematika Bahasan ......................................................................15


BAB II : PONDOK PESANTREN SALAF DI LANGITAN TUBAN
A. Lokasi dan Letak asal mula nama pondok pesantren Langitan .....17
B. Sejarah dan Perkembangan pondok pesantren Langitan ...............18
1. Masa awal berdirinya Pondok pesantren Langitan tahun
(1852-1870 ............................................................................ 19

xiii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Masa Perkembangan Pondok pesantren Langitan tahun
(1870-1921) ....................................................................................20
3. Masa pembaharuan pondok pesantren Langitan
(1921-Sekarang) .............................................................................21
4. Pengertian Salaf di Pondok Pesantren Langitan .......................29

BAB III : SALAT LIMA WAKTU DI PONDOK PESANTREN LANGITAN
A. Salat lima waktu di Pondok pesantren Langitan .........................34
B. Waktu Istiwa’ ..............................................................................35


BAB IV:PEDOMAN SALAT LIMA WAKTU DI PONDOK PESANTREN
LANGITAN
A. KitabFathulQorib .........................................................................46
1. Sejarah Singkat Kitab Fathul Qorib ..........................................46
2. TeksKitabFathulQorib ..............................................................47
B. TradisionalPondokPesantrenLangitan .........................................66
PedomanKiaiMengenaiSalatSubuhdanAshar ...........................66

BAB V: PENUTUP
A. SIMPULAN .................................................................................76
B. SARAN .......................................................................................78
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................79
LAMPIRAN

xiv

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
A. Latar Belakang Masalah

Didalam ajaran agama Islam, Ibadah salat adalah Ibadah yang sangat penting
sekali, manfaatnya untuk kehidupan didunia maupun kehidupan di akhirat. Yang paling
utama adalah Ibadah salat yang hukumnya wajib dilaksanakan setiap hari, yaitu Ibadah
salat lima waktu. Salat merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang erat dengan
waktu selama sehari semalam sebanyak lima kali. Waktu pelaksanaannya merupakan
bagian yang sangat penting dalam menentukan keabsahannya mengerjakan salat,
sehingga dalam mempelajari waktu salat serta mengetahuinya itu sangatlah penting.
Sesuai firman Allah SWT dalam Q.S. An Nisa’: 1031
‫فن اق يتم الصلوَفن كروال قين ًمنوقعودًاوعل جنو ب م فن اا أننت فنقي واالصلوَا الصلوَكننت على‬
)301(‫ال ؤمنين كتبًنموقوتًن‬
Artinya:
“Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salatmu, ingatlah Allah ketika

kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah
merasa aman, maka laksanakanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, salat itu
adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.

1

al-Qur’an, An-Nisa’:103.


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Didalam salah kitab Fathul qorib telah di jelaskan pengertian dari sholat lima
waktu, yaitu:
‫وهى لغةً ال ّد عنءوشر عًنك نقن الرافع ّى اقوا وافعن مفتتحة بن لت بير م تت ة بن لتسليم بشراء م صو‬
.‫صة‬
Artinya:
Pengertian “ṣalāt” dari tinjauan bahasa adalah berdoa. Sedangkan pengertian

“ṣalāt” menurut tinjauan Syara’, ialah beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali
dengan ucapan takbir dan diakhiri dengan ucapan salam, hal mana telah dikerjakan
dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.2

Di pondok pesantren Langitan tepatnya didaerah Widang Tuban memiliki ciri
khas tersendiri yang unik dalam melaksanakan salat. Tetapi tidak terlepas dari peranan
kitab Fathul Qorib dan tradisi para kiai yang menjadi dasar dalam melaksanakan salat
lima waktu.
Kitab fathul qorib yang ada di pondok pesantren Langitan merupakan kitab
kedua yang diajarkan kepada santri ditingkat Madrasah Tsanawiyah atau setingkat

sekolah menenah pertama dalam membentuk pola aturan prilaku kehidupan yang sesuai
dengan aturan Islam (fiqih) di dalam prakteknya pondok pesantren wajib
menerapkannya baik ustad, pengurus pondok, maupun santrinya.
Khusus santri mustho atau Mts Pengajian kitab fathul qorib dilaksanakan di pagi
hari. Diharapkan dalam penerapan kitab fathul qorib terhadap santri adalah agar santri
2

Fathul Qorib Terjemahan,112.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

selalu memiliki aturan kehidupan yang baik sesuai dengan tata cara Islam saat beribadah
kepada Alloh swt, bergaul antar sesama manusia, dan lain sebagainya, tujuan niatan
yang dipupuk kepada santri adalah mengharap barokah ilmu dari kitab fathul qorib.3
Pondok pesantren salaf Langitan sendiri tergolong pondok pesantren tertua di
Indonesia berdiri sejak tahun 1852 Lembaga pendidikan yang sekarang ini dihuni oleh
lebih dari 5500 santri yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan sebagian
Malaysia.
Terletak di Dusun Mandungan Desa Widang Kecamatan Widang Kabupaten Tuban
Jawa Timur. Komplek bangunan Pondok Pesantren Langitan juga terletak di samping

Bengawan Solo dan berada di atas areal tanah seluas kurang lebih sekitar 7 hektar serta
pada ketinggian kira-kira tujuh meter di atas permukaan laut. Letak Lokasi pondok
pesantren beradakira-kira empat ratus meter sebelah selatan ibukota Kecamatan
Widang, atau kurang lebih 30 km sebelah selatan ibukota Kabupaten Tuban, pondok
pesantren Langitan juga berbatasan langsung dengan Desa Babat kecamatan Babat
Kabupaten Lamongan dengan jarak kurang lebih kira-kira satu kilo meter.
Karena letak lokasi yang sangat strategis ini Pondok Pesantren Langitan menjadi sangat
mudah untuk dijangkau melalui sarana angkutan umum, baik sarana transportasi bus,
kereta api, atau sarana yang lain. Adapun nama Langitan tersebut adalah merupakan
perubahan dari kata Plangitan, kombinasi dari kata plang (jawa) yang berarti papan
nama dan wetan (jawa) yang berarti timur. Memang di sekitar daerah Widang dahulu,

3

Adi, Wawancara, Langitan Widang Tuban, 02 Maret 2016.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

tatkala Pondok Pesantren Langitan ini didirikan pernah berdiri dua buah plang atau
papan nama, masing-masing terletak di timur dan barat.

Kemudian di dekat plang sebelah wetan dibangunlah sebuah lembaga pendidikan ini,
yang kelak karena kebiasaan para pengunjung menjadikan plang wetan sebagai tanda
untuk memudahkan orang mencari, mendata dan mengunjungi pondok pesantren, maka
secara alamiyah pondok pesantren ini diberi nama Plangitan dan selanjutnya populer
menjadi Langitan. Kebenaran kata Plangitan tersebut dikuatkan oleh sebuah cap
bertuliskan kata Plangitan dalam huruf Arab dan berbahasa Melayu yang tertera dalam
kitab Fathul Mu’in yang selesai ditulis tangan oleh KH. Ahmad Sholeh, pada hari Selasa
29 Robiul Akhir 1297 Hijriyah.4
Alasan penulis menulis judul ini karena terlihat dari sisi keunikan pondok pesantren
langitan yang berbeda dengan pondok pesantren lain. Pondok pesantren Langitan
memiliki ciri keunikan kebudayaan dan model pembelajaran yang berbeda, kebudayaan
di pondok pesantren ini yaitu menerapkan segala aturan (Fiqih) baik didalam pondok
maupun diluar pondok yang diharapkan menjadi bekal hidup khususnya bagi santri yang
menimba ilmu disana.
Kitab fathul qorib merupakan kajian yang wajib dipelajari serta menjadi pedoman hidup
para santri dalam melakukan kegiatan sehari-hari, disamping itu banyak sekali manfaat
yang diambil dari kitab fathul qorib ini dalam membangun kebudayaan di pondok
pesantren langitan.

4

.http:/www.langitan. Net. (14 Mei 2016)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Kitab fathul qorib yang berbahasa arab maupun yang terjemahannya juga memiliki
tujuan yang sama yaitu membangun kebudayaan pesantren melalui ilmu fiqih, baik itu
pondok pesantren salaf maupun pondok pesantren modern dalam hal ini acuan dasar
dalam membentuk peraturan baik itu hukum yang mencakup tata cara beribadah,
berhubungan dengan orang lain, maupun muamalah semuanya berawal dari kitab fathul
qorib ini.
Bisa di ambil kesimpulan bahwa setiap pondok pesantren salaf maupun modern selalu
memakai kitab yang sama akan tetapi yang menjadi beda adalah penerapannya atau
Implementasinya kepada santri-santrinya, yang mana hasil dari penerapan tersebut
menjadi ciri khas dari pondok pesantren Langitan.

B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan proposal skripsi ini yang berjudul “Salat Lima Waktu Di Pondok
Pesantren Langitan Widang Tuban”, penulis perlu dalam hali ini membatasi ruang
lingkup pembahasan yakni menjelaskan pedoman kitab fathul qorib serta implementasi
dari isi kitab fathul qorib dalam membangun kebudayaan pondok pesantren Langitan.
1. Bagaimana keadaan pondok pesantren salaf di Langitan?
2. Bagaimana pelaksanaan salat lima waktu di Langitan?
3. Bagaimana pedoman salat lima waktu di pondok Pesantren Langitan?
C. Tujuan Penelitian
Selain apa yang telah dipaparkan didalam latar belakang diatas, penulis juga
mempunyai tujuan antara lain:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1. Untuk mengetahui bagaimana keadaan pondok pesantren Langitan dari dahulu hingga
sekarang
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan salat lima waktu serta keunikan apa dipakai
dalam waktu melaksanakan salat lima waktu di Langitan.
3. Untuk mengetahui pedoman saja yang dipakai pondok pesantren Langitan dalam
salat lima waktu.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun praktis.
Mengingat ruang lingkupnya, dalam penelitian ini akan memiliki kontribusi atau
kegunaan sebagai berikut ini:
1. Secara Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap ilmu
pengetahuan khususnya dibidang Sejarah dan Kebudayaan Islam.
2. Secara Praktis
Bagi penulis, menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang Salat
lima waktu di pondok pesantren langitan. Diharapkan dapat menjadi masukan dan
refrensi bagi pondok pesantren Langitan. Penulis sangat berharap memberikan
kontribusi dalam dunia pendidikan khusunya dalam pendidikan kebudayaan, Dalam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

prespektif mikro sosial mengamati secara penuh efek tindakan sosial pelaku
meskipun dalam lingkungan makro.5
Memang khusus Pondok pesantren Langitan memiliki cara dan penerapan
tersendiri dalam menerapkan salat lima waktu yaitu melewati kajian kitab fathul
qorib dalam membentuk aturan-arturan hidup (Fiqih) yang dipraktekkan langsung
didalam kehidupan pondok pesantren Langitan, serta tradisi-tradisi kiai terdahulu
dalam menentukan waktu salat supaya menjadikan pedoman para santri untuk bekal
kehidupannya kelak inilah yang menjadi keunikan tersendiri yang tidak dimiliki
Pondok pesantren lainnya.
E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Sesuai dengan judul skripsi yang penulis teliti “ Salat Lima Waktu Di Pondok
Pesantren Langitan Widang Tuban” Penulis tidak berangkat dari pemikiran sendiri akan
tetapi penulis mencoba menangkap fenomena-fenomena yang ada dengan menggunakan
pendekatan Fenomenologis. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau
sesuatu yang menampakkan. Kata “fenomena”, dalam bahasa Inggris, “phenomenon”
bentuk pluralnya “phenomena” dari kata Yunani”phainomenon” dari kata “to

phainesthai” yang berarti “to appear”, atau “phainein” yang berarti “to show”, dalam
kata Inggris. Secara istilah, fenomena merujuk pada fenomena fisik dan fenomena
mental. Fenomena fisik merupakan obyek persepsi sedangkan fenomena mental menjadi
obyek introspeksi.6

5

Mudji Hendar, Teori-teori Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisisus, 2005), 74.

6

Abdullah Khozin Afandi, Fenomenologi Pemahaman terhadap pikiran-pikiran Edmund Husserl, (Surabaya: elkaf,
2007), 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Maka dengan adanya pendekatan Fenomenologi akan diketahui fenomenafenomena yang terjadi didalam pondok pesantren mengenai kebiasaan dalam
melaksanakan salat lima waktu yang ada di pondok pesantren Langitan.
Sedangkan untuk teorinya penulis memakai teori Fenomenologi yang
dikemukakan oleh Edmund Husserl. Secara istilah, Fenomenologi adalah suatu aliran
yang membicarakan

fenomena atau segala sesuatu yang tampak atau yang

menampakkan diri.7 Dengan tokoh Husserl dalam kaitanya dengan filsafat dan Weber,
gejala yang tampak merupakan representasi segala sesuatu yang ada didalam pikiran
para pelaku. Oleh karena itu, peneliti perlu juga memahami latar belakang pelaku, yaitu
dengan cara menafsirkannya (verstehen).8
F. Penelitian terdahulu
Dari hasil peninjauan penulis terhadap beberapa tulisan-tulisan yang ada, maka ada
beberapa tulisan penelitian yang hampir sama dalam bentuk tulisannya yaitu
diantaranya:
1. Naila Azizah, Kafa’ah dalam Prespektif Kiai Pondok Pesantren Langitan

Kecamatanm Widang Kabupaten Tuban Propinsi Jawa Timur. Fakultas Adab
Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.
2. M. Shodiq,

Perencanaan Strategi Usaha Koperasi Pondok Pesantren Langitan

Kecamatan Widang Kabupaten Tuban Jawa Timur. Fakultas Adab Jurusan Sejarah
dan Peradaban Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.

7

K.Bertens, Filsafat Barat Abad XX:Inggris-Jerman (Jakarta: Gramedia,1981),109.
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian, Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), 87.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3. M. Hanan Tantowi, Kitab Alala Dalam Pembangun Pondok Pesantren Salaf

Dilangitan (Kajian Implementatif dan Kebudayaan). Fakultas Adab Jurusan Sejarah
dan Peradaban Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.
4. Naila Azizah, Kafa’ah Dalam Prespektif Kyai Pondok Pesantren Langitan

Kecamatan Widang Tuban Propinsi Jawa Timur. UIN Sunan Kali Jaga Surabaya.
5. Masyhudi, Keterikatan Pemikiran Terhadap Fiqih Diantara Madzab 4 Di Pondok

Pesantren Langitan Widang Tuban. Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Dari beberapa penelitian mengenai Pondok Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur
terdahulu yang disebutkan diatas, penulis menyimpulkan bahwa pembahasan
tentang Salat Lima Waktu Di Pondok Pesantren Langitan Widang Tuban , bahwa
belum pernah diteliti.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, secara Etimologis
metode kualitaif dari kata (qualitatif) berasal dari kualitas (Quality) berarti nilai.9 Juga
dengan menggunakan pendekatan deskriptif dan fenomenologis (yang berusaha mengerti
dan memahami kejadian/peristiwa dalam situasi tertentu yang Nampak).10 Guna
mengumpulkan data mengenai praktek salat lima waktu di pondok pesantren Langitan
Penulis memakai Metode Etnografi. Serta menggunakan ilmu bantu filologi, karena
filologi merupakan disiplin ilmu yang meneliti naskah, baik keberadaan fisiknya maupun

9

Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian, Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), 94.
10
Lexi.J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remadja Karya, 1989).10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

kandungan isinya yang memberikan informasi tentang kebudayaan suatu masyarakat.11
Penulis memakai ilmu bantu filologi kaitannya dalam mengungkap isi teks Kitab Fath}ul

Qorib.
1. Survei
Survei adalah pengamatan mengenai Fenomena-fenomena yang terjadi di pondok
pesantren Langitan sesuai dengan judul (Salat Lima Waktu Di Pondok Pesantren
Langitan) yang disertai analisis mendalam. Survei dapat dilakukan dengan cara
mencari informasi dari Pelaku seni dan penonton seni. Tujuan salat Lima waktu di
pondok pesantren Langitan belum ada yang membahas maka dari itu meneliti dan
mengkaji melalui Kegiatan survei. Dalam pengamatan tersebut penulis mengunakan
sumber sebagai berikut:
a. Pengamatan
Pengamatan diperoleh dari mengamati secara langsung kegiatan keseharian
salat lima waktu di pondok pesantren Langitan dari waktu subuh pagi hari
hingga Isya malam harinya. Ini adalah sumber fakta dilapangan secara
langsung dengan pengamatan secara langsung, dan daftar pustaka.
b. Wawancara/ Interview
Pengamatan diambil dari, wawancara dengan orang – orang yang mengerti
tentang skripsi ini, pada bagian ini digunakan pengambilan data yang melalui
kegiatan komunikasi dalam bentuk terstruktur. yaitu data yang diperoleh
melalui wawancara dengan cara tanya jawab secara langsung guna

11

Uka Tjandrasasmita, Naskah Klasik Dan Penerapan Bagi Kajian Sejarah Islam di Indonesia (Jakarta: Puslitbang
Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, 2012),5.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

mendapatkan informasi dengan informan.12 Interview yang tersetruktur
merupakan bentuk interview yang sudah diarahkan oleh sejumlah pertanyaan
pendaftar yang ketat. Yaitu proses Tanya jawab dengan orang – orang yang
paham dan mengerti tentang waktu salat yang ada di pondok pesantren
Langitan. Yang berhubungan dengan skripsi ini.
c. Dokumen
yaitu kajian yang mana prioritas objeknya bersumber dari pengamatan, dan
kitab fath}ul qorib yang ada di pondok pesantren Langitan Tuban. Maka
dengan interaksi langsung dalam proses komunikasi data lapangan dengan
sendirinya menyediakan informasi yang jauh lebih kaya.13 Pengamatan
diambil dari dokumen (Sumber Data) dari buku/kitab, skripsi, tesis, internet
mengenai Waktu salat sumber data tertulis buku/kitab, skripsi, tesis, internet.
d. Observasi
yaitu merupakan salah satu teknik yang paling penting serta wajib dan
banyak dilakukan didalam penelitian, baik penelitian

kualitatif maupun

kuantitatif, baik penelitian sosial maupun humaniora.14
2. Deskripsi
Menyajikan tulisan sesuai kenyataan yang ada penelitian lapangan. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel keadaan terjadi
saat penelitian yang berjalan dan menyuguhkan apa adanya. Penelitian deskriptif
kulitatif mengunakan metode fenomenologi yaitu yang tampak dan tidak tampak.
12

Mardalis, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 64.
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian, Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), 189.
14
Ibid.,217.
13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Dan deskripsi tulisan skripsi ini di fokuskan pada: (1) yang tampak pada waktu salat
yaitu unsur- unsur penentu waktu salat dimana sisi estetis yang di tampilkan
mengarah pada nilai-nilai agama (2) tidak tampak pada salat lima waktu yaitu pada
waktu

pelaksanaannya

serta

kegiatan-kegiatan

sebelum

salat

lima

waktu

dilaksanakan.
3. Analisis
Informasi Analisa adalah bentuk penyajian penulis dalam bentuk data dari hasil
analisis penulis meliputi kegiatan pengumpulan data, penarikan kesimpulan dan
verifikasi terhadap data tersebut. Sehingga membentuk suatu kesimpulan yang mana
hasil dari kesimpulan tersebut akan diterangkan oleh penulis. Setiap kesimpulan yang
diterangkan penulis memuat semua isi dari Skripsi ini.
4. Interpretasi
Pada tahap ini penulis mencari hubungan data – data yang dikemukan, pengamatan
dan peran serta dalam penelitian kemudian ditafsirkan. Selain data yang diperoleh
dirangkai dan dihubungkan menjadi satu kesatuan harmonis dan masuk akal.
Dengan melakukan interpretasi di sutu pihak akan menghidup suatu objek penelitian
dan dilain pihak akan mengiring data – data pada tema topik yang lain. Selain itu,
sejarawan dan budayawan tetap ada di bawah bimbingan metodelogi sejarah dan
kebudayaan sehingga subyektivitas dapat dieleminasi metodologi mengharuskan
sejarawan mencantumkan sumber datanya. Hal ini yang dimaksutkan agar pembaca
mengecek kebenaran dan konsisten dengan interpretasinya.15
5. Historiografi
15

Ridwan Bagus Saputra “Kray Miftahul Lutfi Muhammad dan Penus MTI di Tambak Bening Surabaya”, (Skripsi,
IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2014), 15- 16.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Historigrafi merupakan harapan akhir dari penelitian. Historiografi adalah
menyajikan hasil penafsiran atau interpestasi fakta sejarah dalam bentuk lisan dam
bentuk tulisan menjadi kisah. Adapun pola penyajian adalah sebagai berikut ini:
a) Informatif deskriptif yaitu penyajian tulisan yang sesuai dengan aslinya
sebagaimana dari sumber – sumber yang diteliti, seperti kutipan langsung
dari buku, skripsi, tesis, internet, melihat secara langsung pelaksannan waktu
salat di lapangan dan ucapan langsung dari wawancara.
b) Informatif interprestatif yaitu penyajian dengan menggunakan analisis untuk
memperoleh kesimpulan yang sebenarnya.16
Dalam penelitian skripsi ini penulis mengunakan metode fenomenologi yang bersifat
kualitatif, yaitu penelitian yang difokuskan pada gelaja- gejala yang tampak dan yang
tidak tampak yang ada pada saat melaksanakan salat lima waktu. Pada tahap ini
melakukan penafsiran analisis data yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara
dengan orang terkait tentang prakteknya dalam salat lima waktu yang ada di Langitan.
H. Sistematika Pembahasan
Bab pertama yaitu Pendahuluan, didalam isi pendahuluan terdapat latar belakang
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, selanjutnya ada juga pendekatan dan
kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, sistematika pembahasan.
Bab kedua yaitu menerangkan sejarah dan perkembangan berdirinya pondok
pesantren langitan, penulis juga menjelaskan letak berdirinya keadaan pondok
pesantren Langitan.

16

Ibid., 16.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Bab ketiga yaitu penulis menerangkan penentuan yang digunakan dalam
menentukan waktu salat lima waktu di pondok pesantren Langitan dalam hal ini
patokan khusus yang digunakan dalam melaksanakan salat serta kegiatan-kegiatan
yang wajib dilakukan santri saat menungu salat lima waktu dalam hal ini untuk
mengetahui fenomena yang terjadi.
Bab keempat yaitu penulis menjelaskan isi dari Kitab fath}ul qorib yang
membahas tentang keutamaan waktu salat dalam melaksanakan salat lima waktu, serta
tradisi kiai-kiai terdahulu yang ikut serta dalam melangkapi pelaksanaan salat lima
waktu di pondok pesantren Langitan serta pelarangan rokok dan dampaknya terhadap
jama’ah salat.
Bab kelima yaitu penutup bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran-saran dari
penulis.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Bab II
PONDOK PESANTREN SALAF DI LANGITAN TUBAN
A. Lokasi dan Letak Serta Asal mula nama Pondok Pesantren Langitan
Pondok pesantren Langitan adalah termasuk salah satu lembaga pendidikan Islam
tertua di Indonesia. Berdirinya jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu tepatnya pada
tahun 1852, di Dusun Mandungan, Desa Widang, Kecamatan Widang, Kabupaten
Tuban, Provinsi Jawa Timur. Komplek Pondok Pesantren Langitan terletak di utara
Bengawan Solo dan berada diatas areal tanah seluas kurang lebih 7 hektar serta pada
ketinggian kira-kira 7 meter diatas permukaan laut. Lokasi pondok berada sekitar 400
meter sebelah selatan kecamatan Widang, atau kurang lebih 30 kilometer arah selatan
Kota Tuban, yang sekaligus berbatasan dengan Desa Babat, Kecamatan Babat,
Kabupaten Lamongan dan hanya terpisah oleh jembatan yang melintas bengawan Solo. 1
Lokasinya yang strategis, membuat Pondok Pesantren Langitan sangat mudah untuk
dijangkau dari berbagai macam alat transportasi baik bus, kereta api, atau sarana yang
lain.2 Adapun nama “Langitan” sendiri merupakan perubahan dari kata Plangitan,
perpaduan dua suku kata Plang (Jawa).
Berarti papan nama dan Wetan (Jawa) yang berarti timur. Memang di sekitar daerah
Widang dahulu, tatkala Pondok Pesantren Langitan ini didirikan pernah berdiri dua buah
plang atau papan nama, masing-masing terletak di timur dan barat.

1

Tim Redaksi, “History Lantany”, dalam SAHEEBA,” Tanpa Penerbit (2010), 16.

2

Adji Kurniawan “ Kabar Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur” http://www.kabarpesantren.blogspot.com,. (14
Mei 2016)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Sejarah kebenaran nama Pondok Pesantren Langitan berasal dari kata Plangitan tersebut
dikuatkan oleh sebuah cap bertuliskan kata Plangitan dalam tulisan yang bertuliskan
huruf Arab dan berbahasa melayu yang tertera dalam kitab “Fathul Mu’in” yang selesai
ditulis oleh KH. Ahmad Sholeh

(salah satu pengasuh Pondok Pesantren Langitan

Periode kedua) pada hari Selasa 29 Robiul Akhir 1297 Hijriyah.
B. Sejarah dan perkembangan pondok pesantren Langitan di Widang Tuban
Lembaga pendidikan Islam berbasis pesantren salaf yang sekarang ini dihuni sekitar
kurang lebih 5500 santri putra dan putri yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia,
maupun dari negara asing yaitu sebagian dari Malaysia dan Kamboja, dahulunya KH.
Muhammad Nur membabat alas Widang dan mendirikan sebuah Surau atau Mushollah
kecil sebagai tempat Ibadah dan menyebarkan agama Islam, KH. Muhammad Nur
mengajarkan ilmunya serta menggembleng keluarga dan tetangga sekitar guna
meneruskan perjuangan dalam mengusir penjajah Belanda dari tanah jawa. KH.
Muhammad Nur sendiri sebagai pendiri awal Pesantren, telah mengasuh pondok ini kirakira selama 18 tahun (1852-1870M). Kepengasuhan pondok pesantren selanjutnya
dipegang oleh putranya KH. Ahmad Sholeh, dalam kepengasuhan KH. Ahmad Sholeh
atau lebih dikenal mbah Sholeh belum terstruktur sebagai mana layaknya tempat
pendidikan sebuah pondok pesantren, setelah kira-kira 32 tahun mengasuh pondok
pesantren Langitan (1870-1902M) setelah beliau wafat kepengasuhan selanjutnya
dilanjutkan oleh putra menantu KH. Muhammad Khozin. Beliau sendiri mengasuh
pondok ini selama kurang lebih 19 tahun (1902-1921M). sepeninggal beliau mata rantai
kepengasuhan selanjutnya dilanjutkan oleh KH. Abdul Hadi Zahid selama kurang lebih
50 tahun (1921-1971M). Setelah itu kepengasuhan diamanahkan kepada adik kandung

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Beliau yaitu KH. Ahamad Marzuqi Zahid dan keponakan beliau KH. Abdulloh Faqih
tahun (1971-2000M). Berikut sejarah Pondok pesantren Langitan secara lengkap dan
kami paparkan sejak awal perintisan hingga perkembangannya:
1. Masa awal berdirinya Pondok pesantren Langitan tahun (1852-1870)
Pondok pesantren Langitan ini termasuk ke dalam pondok pesantren tertua di Indonesia,
pondok ini menyelenggarakan sistem pembelajaran dengan pendekatan tradisional, maka
pondok ini disebut pondok Salafiyah sebagaimana telah berlangsung sejak awal
pertumbuhannya.3
Dulu Pondok Pesantren langitan masih berupa surau kecil yang di asuh dan didirikan
oleh K.H. Muhammad Nur Jauh sebelum Negara Indonesia merdeka lebih tepatnya
sekitar tahun 1852 M Tepatnya didesa Mandungan, kecamatan Widang, Kabupaten
Tuban.4

Dahulu pondok pesantren ini masih berupa Musholah kecil/Surau yang dibangun oleh
K.H.Muhammad Nur. Lalu beliau mengajarkan ilmunya kepada keluarga dan tetangga
dekat beliau untuk meneruskan perjuangan melawan serta mengusir penjajah dari tanah
jawa. Beliau adalah pendiri pertama sekaligus pengasuh pondok pesantren, beliau
mengasuh pondok pesentren kurang lebih 18tahun yaitu antara tahun (1852-1870).
Setelah kepengasuhan K.H.Mummad Nur lalu dilanjutkan oleh K.H.Muhammad Sholeh.
2. Masa Perkembangan Pondok pesantren Langitan tahun (1870-1921).

3
4

Tim Penulis Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. 29
Tim Redaksi, “History Lantany”.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Di masa kepemimpinan K.H.Muhammad Sholeh pondok pesantren mengalami
peningkatan yang sangat pesat, akan tetapi meskipun dengan peralatan yang sangat
minim K.H.Muhammad Sholeh mulai membangun perbaikan Langgar/Musholah dan
pembangunan fisik pondok pesantren. Perkembangan juga terasa di dalam segi kuantitas
maupun kualitas. Beliau mengasuh pesantren selama kurang lebih 20 tahun, kemudian ia
wafat pada tahun 1921 M. Bukti perkembangan yang dilakukan oleh Beliau, Maka
memunculkan nama-nama besar Ulama seperti K.H.Muhammad Kholil (BangkalanMadura), K.H.Wahab Hasbulloh (Jombang), K.H.Zainudin (Mojosari-Nganjuk), K.H.
Umar Dahlan (Pesantren Sarang-Lasem), K.H. Wahab Hasbulloh (Tambak BerasJombang), K.H. Muhammad Shidiq (Jember).5

K.H. Ammad Sholeh mengasuh kurang 32 tahun antara (1870-1902).beliau wafat 1320
H, bertepatan dengan tahun 1902 M. Setelah itu masa kepemimpianan diserah oleh
menantu

beliau

yang

bernama

K.H.

Ahamad

Khozin,

dahulu

bangunan

Langgar/Musholah Langitan terletak ditepi sungai bengawan solo, lalu Langgar tersebut
dipindahkan ke arah Utara tanggul bengawan Solo akibat bencana banjir.6 Di masa
kepemimpinan K.H. Ahmad Khozin banyak sekali perubahan fisik pondok pesantren
diantaranya dibangunnya 4 bangunan yaitu pondok kidul yang sekarang disebut pondok
Al Ghozali, pondok Lor yang terkenal dengan nama Al Maliki, pondok Kulon saat ini
dikenal dengan nama pondok As Syafi’i dan Pondok Wetan yang juga dikenal dengan
sebutan pondok Al Hanafiyah.
5

Tim BPS Pondok Pesantren Langitan, Buku Penuntun Santri (Tuban: Majlis Idaroh Ammah Putra Pondok
Pesantren Langitan, 2015), 44.
6
Masyhudi, “Manuskrip “Nazham Nashi Hun” Abad XIX Koleksi Kiai Haji Ahmad Shalih dari
Pondok Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur” (Laporan Penelitian Individual, Surabaya, 2004), 36.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3. Masa pembaharuan pondok pesantren Langitan (1921-Sekarang)
Kepengasuhan akhirnya diserahkan kepada K.H. Abdul Hadi Zahid beliau adalah
menantu K.H. Khozin. Dimasa kepemimpinan beliau, pondok pesantren Langitan
mengalami banyak sekali perubahan diantara perubahan di dalam segi pendidikan
beserta segi fisik banguna pesantren. Didalam pendidikan kegiatan rutinitas yang
dilakukan berupa pengajian kitab dengan sistem Sorogan maupun sistem Weton dalam
hal ini masih dilestarikan dan dikembangkan. Serta dikembangkan metode Klasikal yang
dahulu belum dikenal, dengan cara mendirikan madrasah Ibtida’iyah dan madrasah

Mu’allimin serta kegiatan ekstra kulikuler seperti Babtsul Masa’il Lil Waqi’yah,
Jam’iyatul Muballighin, Jam’iyatul Qurro’ Wal Huffadz dan lain-lain. Juga perbaikan
dan penambahan bangunan pondok pesantren diantaranya perbaikan Mushollah,
penambahan kamar mandi, serta perbaikan perpustakaan. Saat ini terselenggaranya
tingkatan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah Al Falahiyah.
Pondok pesantren Langitan terus mengalami perubahan cukup pesat hingga mencapai
tahap maksimal selain menjadi salah satu pondok pesantren terbesar di Jawa Timur,
pondok pesantren Langitan juga dikenal memiliki kualitas pendidikan berbasis
Internasional. Perubahan-perubahan tersebut juga nampak dengan dibangunnya
bangunan-bangunan baru seperti BUMP (Badan Usaha Milik Pondok) berupa Toko
Induk, Toko Pondok, Wartel An-Nur, madrasah al-Mujibiyah, madrasah Al-Roudhoh,
pusat pelatihan computer, TPQ, jurnalistik, dan Kantor Kesan yang membawahi majalah
Kaki langit dan produksi air minum, dan minimarket Smesco.7

7

Tim BPS Pondok Pesantren Langitan, Buku Penuntun Santri, 51.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Di dalam bidang pendidikan Pondok pesantren Langitan memakai dua Sistem dalam
pengajaran diantaranya yaitu:8
a) Sistem Klasikal (Madrasiyah)
Sistem pendidikan Klasikal (Madrasiyah) adalah sebuah model proses pembelajaran
yang dilaksanakan secara Formalistik. Orientasi pendidikan dan pengajaranya
terumuskan secara teratur dan sesuai Prosedur/ Prosedural, baik meliputi masa,
kurikulum, tingkatan, dan kegiatan-kegiatannya.
Pengertian Madrasiyah dalam hal ini adalah madrasah diniyah (yaitu sistem
pembelajaran yang mana tetap mempertahankan ilmu-ilmu agama dan bahasa
Arab)9 kurikulum yang diajarkan berpatokan kepada kitab-kitab tertentu dalam
cabang ilmu tertentu. Kitab-kitab yang ada dipondok pesantren biasanya terkenal
dengan sebutan kitab kuning.
Di pondok pesantren Langitan pendidikan madrasiyah berdiri 3 lembaga yaitu
diantaranya:
1) Lembaga pendidikan Madrasah Al-Falahiyah lembaga ini berada di
pondok putra dan berdiri tahun 1949 didirikan oleh KH. Abdul Hadi
Zahid. Awalnya lembaga pendidikan ini memulai jenjang pendidikannya
terdiri dari dua tingkatan, yaitu tingkatan Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan
Madrasah Tsanawiyah (MTs). Lalu setelah kepemimpinan KH. Abdullah
Faqih berdiri tingkatan PAUD, RA/TPQ, Madrasah Aliyah (MA), dan

Thassus.

8
9

Ibid., 34-37.
Tim Penulis Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, 15.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2) Lembaga pendidikan Madrasah Al-Mujibiyah didirikan oleh KH.
Abdullah Faqih yaitu pada tahun 1976, lembaga ini terletak di pondok
putri bagian barat terdiri atas beberapa tingkatan MI, MTs, MA, dan

Thassus masing-masing tiga tingkatan ini selama 3 tahun. Selain itu juga
berdiri tingkat PAUD yang baru saja didirikan tahun 2009.
3) Lembaga pendidikan Madrasah Al-Roudhoh didirikan oleh KH. Ahmad
Marzuki yaitu pada tahun 1982, lembaga ini terletak di pondok putri
bagian timur.
Tiga lembaga diatas satu sama lain memiliki kesamaan dan keserupaan hampir dalam
semua aspek termasuk juga kurikulumnya, karena ketiganya berada dibawah satu atap
yaitu pondok pesantren Langitan. Serta sebagai penunjang dan pelengkap kegiatan yang
berada di madrasah dan bersifat mengikat kepada semua peserta didik sebagai wahana
mempercepat proses pemahaman terhadap disiplin ilmu yang diajarkan, dipondok
pesantren Langitan juga diberlakukan ekstra kulikuler yang meliputi:
a. Musyawaroh atau Munadzoroh (diskusi)
Kegiatan Musyawaroh berlangsung setiap malam mengecualikan malam Rabu dan
malam Jumat. Metode ini dimaksudkan sebagai media bagi peserta didik untuk
menelaah, memahami dan mendalami suatu topik atau masalah yang terdapat dalam
masing-masing kitab kuning. Musyawaroh merupakan metode pembelajaran yang
lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan
jumlah tertentu membentuk halaqoh yang dipimpin langsung oleh kiai atau ustadz,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

atau mungkin juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan
yang telah ditentukan sebelumnya.10

b. Muhafadhoh (hafalan)
Metode muhafadhoh atau hafalan adalah sebuah sistem yang sangat identik
dengan pendidikan tradisional termasuk pondok pesantren. Kegiatan ini juga bersifat
mengikat kepada setiap peserta didik dan diadakan setiap malam selasa. Adapun
standard kitab yang dijadikan obyek hafalan (muhafadhoh) menurut tingkatannya
masing-masing adalah Alala, Ro’sun Sirah, Aqidah ,al-awam, Hidayah al-shibyan,

Tashrif al Istilahi dan Lughowi, Qowa’id al I’lal, Matan al-jurumiyah, Tuhfah alathfal, Arba’in al-nawawi,‘Imrithi, Maqshud, Idah al-farid, Alfiyah Ibnu
Malik,Jawahir al-maknun, Sulam al-munawaroq dan Qowaid al-fiqhiyah.
Dari tahun ke tahun dalam perkembangannya pondok pesantren Langitan mendirikan
TPQ (Taman Pendidikan Al-Quran) dan Madin (Madrasah Diniyah) yang sampai saat ini
telah mempunyai beberapa cabang. Pondok Pesantren Langitan akan terus melakukan
upaya perbaikan dan pembaharuan-pembaharuan khususnya dalam bidang pendidikan
dan manajemen dengan berpegang teguh pada kaidah “al-Muhafadzotul Alal Qodimis

Sholeh Wal Akhdu Bil Jadidil Ashlah” yaitu memelihara budaya-budaya klasik yang
baik dan mengambil budaya-budaya baru yang lebih baik.11

10
11

Ibid.,43.
Tim BPS Pondok Pesantren Langitan, Buku Penuntun Santri, 33.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Istilah memelihara hal-hal lama yang baik (al-muhafadzoh ‘ala alqodim al-saleh) adalah
refleksi dari tradisi, sedang istilah mengambil halhal baru yang lebih baik (al-akhdu bi

al-jadid al-aslah) adalah refleksi dari penerimaan modernisasi.12
b) Sistem Non klasikal (Ma’hadiyah)
Pendidikan non klasikal dalam pondok pesantren Langitan ini menggunakan Metode

Weton atau Bandongan adalah Metode pengajian di mana sekelompok santri
mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan
seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid
memperhatikan bukunya masing-masing dan membuat catatan tentang kata-kata
atau buah pikiran yang sulit.13
Selain Metode Weton atau Bandongan, pondok pesantren Langitan juga memakai
sistem Sorogan adalah berlaku sebaliknya yaitu santri atau murid membaca
sedangkan kiai atau Ustadz mendengar sambil memberikan pembetulan-pembetulan,
komentar, atau bimbingan yang diperlukan.
Oleh karena itu kedua metode ini sama-sama memiliki nilai yang penting dan
memiliki ciri penekanan pada pemahaman sebuah disiplin ilmu, keduanya juga saling
melengkapi. Namun, sistem sorogan terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama
bagi seorang murid yang bercitacita menjadi seorang alim, karena sistem ini seorang
guru mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang
murid dalam menguasai bahasa Arab.14

12

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta:Erlangga,
tanpa tahun), 74.
13
Zamakhsyari Dhofier, Trasisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1994), 28.
14
Ibid., 29

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Dalam pelaksanaanya sistem non klasikal (Ma’hadiyah) ini dibagi menjadi dua
kelompok:
1) Kelompok Umum, yaitu program pendidikan non klasikal yang dilaksanakan
setiap hari (selain hari Selasa dan Jumat). Adapun waktunya beragam
menyesuaikan kegiatan di madrasah. Pendidikan ini diasuh oleh Majelis
Masyayikh, asatidz dan santri senior.
2) Kelompok Takhassus, yaitu program pendidikan khusus yang diproritaskan bagi
santri pasca Aliyah dan santri-santri lain yang dianggap telah memiliki
penguasaan ilmu-ilmu dasar seperti Nahwu, Shorof, Aqidah, Syariah. Program
ini lebih populer disebut Musyawirin, diasuh langsung oleh Majlis Masyayikh.
Majelis Masyayikh dipimpin oleh para Kiai:
a) KH. Abdullah Munif Marzuqi
b) KH. Ubaidillah Faqih
c) KH. Muhammad Ali Marzuqi
d) KH. Muhammad Faqih
e) KH. Abdullah Habib Faqih
f) KH. Abdurahman Faqih
Perjalanan pondok pesantren Langitan dari masa ke masa selanjutnya senantiasa
menunjukan grafik peningkatan yang dinamis dan signifikan, meski perkembangannya
terjadi secara gradual dan kondisional. Bermula dari K.H. Muhammad Nur yang
merupakan sebuah fase printisan, lalu diteruskan masa K.H. Ahmad Sholeh dan K.H.
Muhammad Khozin yang dapat dikategorikan priode perkembangan. Kemudian
berlanjut pada kepengasuhan K.H. Abdul Hadi Zahid, K.H. Ahmad Marzuqi Zahid dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

K.H. Abdulloh Faqih yang tidak lain adalah fase pembaharuan. Yang kemudian putraputra beliau yang mengasuh pondok pesantren Langitan yang semakin terdepan. Dengan
berpegang teguh pada kaidah “Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal Akhdu Bil

Jadidil Ashlah” (Mempertahankan budaya-budaya klasik yang baik dan mengambil
budaya-budaya yang baru yang konstruktif), pondok pesantren Langitan dalam
perjalanannya senantiasa melakukan upaya-upaya perbaikan dan kontektualisasi dalam
merekonstruksi bangunan-bangunan sosio-kultural, khususnya dalam hal pendidikan dan
manajemen.
Sarana dan Prasarana pondok pesantren Langitan Tuntutan bagi sebuah pencapaian Ilmu
sangatlah erat kaitannya dengan tersedianya sarana dan prasarana yang representatif.
Dalam hal ini upaya pihak pondok pesantren Langitan dengan melakukan penataan,
pelestarian, dan pengembangan dalam bidang sarana dan prasarana.
Adapun fasilitas atau sarana yang telah disediakan oeh pondok pesantren Langitan yaitu
antara lain:
a) Tempat tinggal/ asarama
b) Tempat Ibadah
c) Gedung tempat belajar mengajar
d) Kantin
e) Pusat perawatan (POSKESTREN)
f) Gedung perpustakaan
g) Laboratorium Bahasa dan Komputer
h) Laboratorium Sains
i) Wartel

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

j) Gedung Pelatihan dan Keterampilan
k) Lapangan olah raga
l) Simpusan (Simpanan untuk santri)

C. Pengertian Salaf di Pondok Pesantren Langitan
Tradisi pesantren merupakan kerangka sistem pendidikan Islam Tradisional di Jawa
dan Madura. Sebuah pesantren harus memiliki lima elemen, elemen tersebut adalah
adanya pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai. pesantren pada
dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana siswanya tinggal
bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal
dengan sebutan “Kiai” Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam lingkungan
komplek pesantren di mana kiai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah
masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang
lain. Tidak beda jauh dengan pondok yang lain di pondok pesantren langitan sudah
disinggung sebelumnya yaitu tetap selalu mengedepankan ajaran Tradisional dengan
berpegang teguh pada kaidah “Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal Akhdu Bil

Jadidil Ashlah” dengan tetap berpegang teguh mempertahankan budaya-budaya yang
klasik yang baik dan mengambil budaya-budaya yang baru yang konstruktif, jadi pondok
pesantren Langitan tetap mempertahankan sisi tradisional meski hidup di era serba

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

teknologi.15 Sisi tradisionalnya adalah sistem pembelajaran secara Salaf. Pengertian
Salaf seca