PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK USIA DINI: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN JEAN PIAGET DAN IBNU QOYYIM AL-JAUZY.

(1)

PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK USIA DINI

(Studi Komparasi Pemikiran Jean Piaget dan Ibnu Qoyyim Al-Jauzy)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

FUROIDATUL ASHRIYYAH F03212030

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya:

Nama : Furoidatul Ashriyyah

NIM : F03212030

Program : Magister (S-2)

Institusi : Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

dengan ini menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa TESIS ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 24 Juli 2016 Saya yang menyatakan,


(3)

PERSETUJUAN

Tesis Furoidatul Ashriyyah ini telah disetujui Pada tanggal 8 Juni 2016

Oleh Pembimbing


(4)

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Tesis oleh Furoidatul Ashriyyah ini telah diuji pada tanggal 26 Agustus 2016

Tim Penguji:

1. Prof. Masdar Hilmy, MA., Ph.D (Ketua/Penguji ) : ………

2. Dr. Hisbullah Huda, M.Ag (Penguji Utama) :……….

3. Dr. H. Ah. Zakki Fuad, M.Ag. (Pembimbing/Penguji) : ………

Surabaya, 14 Oktober 2016 Direktur,

Prof. Dr. H. Husein Aziz, M.Ag. NIP. 195601031985031002


(5)

(6)

ABSTRAK

Akhlak adalah pondasi utama agar manusia menjadi manusia yang sesungguhnya. Akhlak adalah tanda pengenal manusia terutama ummat Islam sebagai identitas muslim sejati sebagaimana yang diajarkan Rosulullah sebagai nabi dan Rosul yang diutus untuk menyempurnakan akhlak. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Qoyyim Al-Jauzy bahwa akhlak dalam Islam dibangun atas pondasi kebaikan dan keburukan. Sedangkan kebaikan dan keburukan itu berada pada fitrah yang selamat dan akal yang lurus, maka segala sesuatu yang dianggap baik oleh fitrah dan akal yang lurus , ia termasuk bagian dari akhlak yang baik dan mulia, dan setiap sesuatu yang dianggap jelek, maka ia termasuk akhlak yang buruk. Karena akal dan fitrah itu mempunyai kemampuan yang terabatas, maka perlu adanya bimbingan dan petunjuk lainnya yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah. Anak Usia Dini adalah masa keemasan dalam perkembangan otak manusia. Dalam masa usia dini potensi kebaikan dan keburukan sang anak untuk pertama kalinya dibangun. Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sopan dan beradab, ihkas dan jujur. Karenanya sangat penting memulai pendidikan akhlak sejak masa usia dini.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), dimana pengumpulan datanya menggunakan sumber-sumber primer berupa karya-karya tokoh yang dijadikan acuan penulis dalam penelitian ini. Dengan metode yang dilakukan adalah metode komparasi yakni dengan membandingkan pendapat kedua tokoh sesuai dengan tema yang diambil dalam penelitian ini.

Jean Piaget sebagai salah satu tokoh psikologi kognitif yang banyak melakukan penelitian dibidang perkembangan otak manusia disandingkan dengan Ibnu Qoyyim Al-Jauzy yang banyak menulis tentang pendidikan akhlak terutama bagi anak usia dini.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... iii

PENGESAHAN DIREKTUR ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penulisan... 11

E. Kegunaan Peulisan ... 12

F. Landasan Teori... 12

G. Penelitian Terdahulu ... 23

H. Metode Penelitian... 25


(8)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Pendidikan ... 31

b. Tujuan Pendidikan ... 33

c. Akhlak ... 35

d. Dasar Pendidikan Akhlak... 41

e. Macam-macam Akhlak ... 42

f. Tujuan Pendidikan Akhlak... 52

g. Urgensi pendidikan Akhlak... 54

B. Anak Usia Dini ... 55

BAB III BIOGRAFI JEAN PIAGET dan IBNU QOYYIM AL-JAUZY A. Jean Piaget 1. Riwayat hidup Jean Piaget ... 59

2. Karya-karya Jean Piaget... 70

3. Konsep Teoritis Jean Piaget ... 72

4. Pandangan Jean Piaget tentang Pendidikan Akhlak pada Anak Usia Dini ... 83

B. Ibnu Qoyyim Al-Jauzy 1. Riwayat Hidup Ibnu Qoyyim Al-Jauzy ... 88


(9)

3. Pandangan Ibnu Qoyyim tentang Pendidikan Akhlak pada Anak Usia Dini ... 98

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK USIA DINI

A. Telaah Pemikiran Jean Piaget dan Ibnu Qoyyim Al-Jauzy

tentang Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Dini ... 109 B. Relevansi Pendidikan Akhlak pada Anak Usia Dini dalam

Pemikiran Kedua Tokoh dengan Pendidikan Saat ini ... 123

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 129 B. Saran... 132


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hidup di zaman yang serba canggih seperti saat ini tidak dapat dipungkiri anak-anak berhadapan dengan berbagai perubahan yang sangat pesat. Seiring dengan perubahan zaman yang semakin maju sehingga pola pikir dan pola hidup manusi banyak mengalami perubahan. Salah satu masalah yang sangat menghawatirkan adalah munculnya berbagai media massa dan stasiun-stasiun televisi yang beraneka macam dengan menyiarkan acara yang kurang mendidik dan cenderung mengajak kepada kerendahan moral sehingga dengan cepat akan ditiru oleh anak-anak yang masih polos dimana sifat anak-anak adalah meng-copy apa yang mereka lihat.

Perkembangan zaman memilik dampak yang sangat besar pada peradaban manusia dalam tatanan kehidupan. Dengan derasnya budaya asing yang masuk dan telah menggeser sedikit demi sedikit karakter ataupun tabiat dikalangan anak-anak terutama para remaja. Sebagai contoh banyaknya terjadi tawuran siswa antar sekolah,dimana baru-baru ini juga ditayangkan tentang perkelahian antar siswa yang disaksikan oleh teman-temannya bahkan oleh gurunya sendiri dan mereka membiarkannya seolah-olah menonton sebuah pertandingan.

Contoh lainnya, tentang anak yang tega membunuh temannya sendiri hanya karena masalah sepeleh, pergaulan bebas,narkoba, bahkan ada anak yang berani melakukan pembunuhan terhadap orang tuanya sendiri hanya


(11)

2

karena tidak dibelikan barang yang dia inginkan. Oleh sebab itu, maka pendidikan akhlak yang bersumber pada agama Islam sangat penting diterapkan pada anak-anak sejak dini. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar sepanjang rentang pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia, karena pada usia dini semua potensi anak berkembang sangat cepat.

Menghadapi perkembangan zaman yang cukup pesat seperti saat ini, maka pendidikan terhadap peserta didik perlu menekankan pada hal-hal yang bersifat urgent. Pendidikan dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk meningkatkan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan Islam tidak hanya membentuk anak yang beriman, berakhlak mulia, beramal saleh, tetapi juga menjadikan anak tersebut berilmu pengetahuan dan berteknologi, juga berketerampilan dan berpengalaman sehingga ia menjadi orang yang mandiri yang berguna bagi dirinya, agama, orang tua serta negaranya.1

Pendidikan menjadi penting karena pendidikan merupakan sarana pembentuk pola pikir dan tingkah laku seseorang. Itulah mengapa pendidikan akhlak menjadi sangat utama sehingga menjadikan titik fokus penulis dalam menyusun tesis ini. Pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan agama

1


(12)

3

Islam. Pencapaian akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tujuan dari pendidikan akhlak ialah untuk membentuk orang-orang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana,sopan dan beradab, ikhlas jujur dan suci.2

Pendidikan akhlak itu menyangkut dengan tarbiyah, karena tarbiyah adalah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak sejak kecil sampai ia menjadi orang yang kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri.3 Pendidikan akhlak adalah usaha sadar, teratur, dan sistematis di dalam memberikan bimbingan atau pimpinan oleh pendidik kepada peserta didik menuju terbentuknya kebiasaan, kehendak ( akhlak), dan terbentuknya kepribadian yang utama ( budi pekerti). Pendidikan akhlak ini tidak hanya menghantarkan kebaikan sikap kepada sesama, melainkan juga kepada Tuhan, lingkungan, dan diri sendiri.

Terdapat dua potensi yang dimiliki oleh manusia. Kedua potensi tersebut dapat menjadi bagian identitas seorang manusia. Bila potensi baik yang lebih subur, dia akan menjadi orang yang baik, sebaliknya bila potensi buruk yang subur, ia akan menjadi orang yang buruk. Kecenderungan manusia dalam melakukan akhlak baik atau buruk merupakan bentuk dari proses, dari baik ke yang buruk dan kembali lagi kepada yang baik, atau tetap dalam keburukan dan dari baik tetap kepada yang baik. Proses inilah yang 2

M. Athiyah al-Abrasyi,Dasar-dasarPokok Pendidikan Islam, (Jakarta.Bulan Bintang. 1970),104

3

Musthofa al-Ghoyani,Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur, (Semarang. Thaha Putra, 1976), 315


(13)

4

sebenarnya sangat berperan dalam membentuk terminal akhir dari kecenderungan manusia. Proses ini yang kemudian dijadikan oleh para ahli pendidikan untuk mengonsep agar manusia tetap bertahan dalam kebaikan yaitu melalui pendidikan. Inilah letak urgensi pendidikan akhlak tersebut, terutama kepada anak-anak. Sebab untuk mewujudkan generasi yang berakhlak mulia, cara yang paling efektif adalah dengan pendidikan. Lebih daripada itu, jiwa dari pendidikan Islam ialah pendidikan moral dan akhlak.

Dalam perspektif Islam, anak mendapat tempat strategis terhadap keberlangsungan hidup manusia di dunia dalam terus membangun peradaban. Dalam mewujudkannya, keberadaan anak dalam konteks pemeliharaan dan perlindungan menekankan pada pentingnya rasa cinta dan kasih sayang oleh orang dewasa, sehingga anak dapat tumbuhdan berkembang secara baik, termasuk mendapatkan pendidikan yang layak dan beradab.

Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apapun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Namun sejalan dengan bertambahnya usia sang anak, muncul “ agenda persoalan” yang tiada

kunjung habisnya. Ketika beranjak dewasa, anak dapat menampakkan wajah manis dan santun penuh bakti kepada orang tua,berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan masyarakatnya, tetapi dilain pihak, dapa pula terjadi sebaliknya. Perilaku semakin tidak terkendali, bentuk kenakalan berubah menjadi kejahatan dan orang tuapun selalu cemas memikirkannya. Sementara itu, pendidikan yang disampaikan sekolah belum dapat menjamin perilaku anak sesuai dengan harapan orang tua dan pendidik.


(14)

5

Nilai yang diberikan oleh pendidik bukanlah wujud nyata sebagai cerminan akhlak yang baik bagi anak (peserta didik) dalam kehidupan. Usia anak-anak berkisar antara 6-12 tahun, pada masa ini orang tua mulai menyerahkan pendidikan anaknya ke sekolah sehingga guru menggantikan peran orang tua dalam pendidikan anak. Karena itu, guru perlu mempersonifikasikan dirinya sebagai orang tuanya sendiri, dan anak yang dihadapi ( seolah-olah) sebagai anaknya sendiri.4

Perkembangan anak usia 0 hingga 8 tahun merupakan masa keemasan dimana anak mulai mengenal dunia dan akan menentukan bagaimana dia tumbuh, berkembang, hidup dan berkreasi dalam menjalani kehidupannya. Masa ini hanya terjadi sekali kehidupan dan berdampak luar biasa ketika anak tersebut beranjak dewasa, pada masa ini anak juga akan mengalami kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Pendidikan bagi anak usia dini sebaiknya diimplementasikan ketika mereka berumur 0 tahun, karena semenjak lahir seorang anak memiliki berbagai kemampuan dan potensi genetik yang akan sangat baik sekali dan terasa manfaatnya di masa yang akan datang jika potensi tersebut diasah dan dikembangkan, namun pada kenyataannya banyak sekali orang tua yang tidak menyadari hal tersebut. Selain itu perkembangan ini juga memerlukan keadaan lingkungan yang memungkinkan mereka agar dapat berkembang dan membantu pertumbuhannya dalam memahami diri, kepribadian, kemampuan, sikap, tingkah laku, serta sarafnya. Itulah mengapa dalam rentang masa usia ini,

4


(15)

6

pendidikan yang menunjang dalam kehidupan seorang anak nantinya sangat dianjurkan. Pendidikan akhlak sebagai dasar dan tujuan utama adanya Pendidikan Islam akan mempunyai peran yang besar jika ditanamkan sejak usia dini.

Jean Piaget adalah seorang epistimolog dan psikolog berkebangsaan Swiss yang tertarik kepada dunia pendidikan karena merasa tidak puas dengan teori para ahli pendidikan yang sudah ada. Sebagai seorang epistimolog, Piaget mempelajari pola berpikir anak yang akhirnya bisa diketahui bagaimana pengetahuan seseorang bisa diperoleh. Atas dasar pemikiran dan ketertarikan Jean Piaget terhadap dunia anak-anak itulah yang melatarbelakangi penulis untuk dapat menggali lebih dalam tentang teori-teori Jean Piaget sehingga bisa diperoleh gambaran yang utuh tentang bagaimana melakukan tahapan-tahapan pendidikan terhadap anak usia dini sehingga pembelajaran dapat dilakukan dengan maksimal.

Sebagaimana pemikiran Jean Piaget bahwa organisme itu bukan suatu penyebab yang pasif dalam perkembangan genetik. Jelasnya, perubahan genetik bukan kejadian kebetulan yang menyebabkan makhluk tetap bertahan hidup oleh proses seleksi yang dikuasai lingkungan. Alih-alih adaptasi biologi dan karena itu soal tetap hidupnya makhluk itu merupakan proses interaksi antara organisme dan lingkungan. Mengenai perkembangan biologi ini juga memberikan hal dasar mengenai perkembangan intelek. Kecerdasan, seperti halnya sistem hidup yang lain, ialah adaptasi terhadap lingkungan. Struktur kognitif, seperti halnya struktur biologi, “ bukan ketentuan yang sudah ada


(16)

7

sebelumnya, tidak didalam fikiran orang maupun di dunia luar sebagaimana kita lihat”5,dari pemikiran Piaget ini dapat diambil garis lurus bahwa proses belajar dan pendidikan seorang individu, lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup besar.

Menurut Piaget bahwa, “Human Intellegence is Subject to The Action of social Life at All Levels of Development from The First to The Last Day of Life”.6 Yang berarti bahwa intellegensi manusia adalah suatu tindakan yang terjadi pada semua level perkembangan7 yang terus menerus. Intellegensi menurut Piaget merupakan pernyataan dari tingkah laku adaptif yang terarah kepada kontak dengan lingkungan dan kepada penyusunan pemikiran.8 Bagi Piaget, interaksi yang terus menerus antara individu dan lingkungan itulah pengetahuan. Artinya, pengetahuan itu suatu proses, bukannya suatu

“barang”. Karena itu untuk memahami pengetahuan, orang dituntut untuk

mengenali dan menjelaskan berbagai cara bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungan.9 Piaget menganggap relasi adaptif antara organisme dengan lingkungannya sebagai suatu kesatuan dinamis, bertolak dengan organisme yang aktif. Organisme ( atau subjek) tidak pernah terpisah dari lingkungannya. Relasi antara organisme dengan lingkungan lebih bersifat interaksi timbal balik.

5

Margaret E. Bell Gredler, Belajar dan Membelajarkan, (Jakarta: Rajawali. 1991), 305-306

6

Leslie Smith, Julie Dockrell and Peter Tomlison, Piaget, Vygotsky and Beyond,Future Issues for Developmental Psychology and Education, (London: Routledge, 1997), 4

7

Siti Partini suardiman,Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: tp, 1990), 63-64

8

Agus cremers,Antara tindakan dan Pikiran, (Jakarta: Gramedia.1988), 59

9


(17)

8

Setiap perkembngan merupakan hasil “dialektis” pengaruh timbal

balik antara organisme dan lingkungannya. Di dalam interaksi ini organisme bersifat sangat aktif menciptakan struktur-struktur kognitifnya, dan dengan bantuan struktur-struktur kognitif ini subjek menyusun pengertiannya mengenai realitasnya.

Interaksi kognitif atau pengertian realitas baru mungkin terjadi sejauh

“ realitas” disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subjek (

anak) sendiri. Tentu struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme sendiriyang sedang berubah. Adaptasi selalu bersifat proses penyesuaian kembali yang terus menerus atau lebih tepatnya suatu proses rekontruksi struktur kognitif tanpa henti. Jadi anak memahami lingkungan hanya melalui perbuatan ( melakuka sesuatu terhadap lingkungan). Intelegensi lebih merupakan proses daripada tempat penyimpanan informasi yang statis.10 Dengan kata lain untuk mendapatkan suatu pengetahuan seseorang harus mengkontruksikan sendiri pengetahuan itu dalam pikirannya. Hal ini karena menurut Piaget, pengetahuan adalah suatu kontruksi ( bentukan) dari kegiatan atau tindakan seseorang.

Dari berbagai pandangannya, Piaget juga menekankan pentingnya pembentukan tingkah laku terhadap individu dalam proses belajarnya. Sejalan dengan hal ini penulis ingin meneliti lebih lanjut dan menghubungkan antara pemikiran Jean Piaget tentang Pendidikan akhlak pada anak usia dini dengan tokoh Muslim Ibnu Qoyyim Al-Jauzy. Ibnu Qoyyim Al-Jauzy 10

H. Syamsu Yusuf LM,Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosdakarya.2000), 5


(18)

9

memperhatikan tiga unsur yang ada pada diri manusia yaitu unsur jasmani (psikomotorik) yang meliputi pembinaan badan, keterampilan (skill) dan pendidikan seksual, unsur ruhani (afektif) yang meliputi pembinaan iman, akhlak dan iradah (kehendak), unsur akal (kognitif) yang meliputi pembinaan kecerdasan dan pemberian pengetahuan.

Ketiga unsur ini saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga manusia tidak bisa dinilai kelebihannya kalau hanya dari sisi akal saja, sebab masih ada unsur ruh dan jasad, demikian jugakalau dinilainya hanya dari unsur ruh saja.

Di dalam Islam ketiga unsur ini harus diperhatikan, dididik dan dibina. Unsur ruh diberi petuah-petuah tentang kebaikan-kebaikan dengan tidak mengesampingkan kebutuhan akal, juga kebutuhan jasad, karena jasad merupakan wadah yang dapat menampung ruh dan akal. Bila ita cermati tentang unsur penciptaan manusia tadi, maka dapat kita pahami bahwa yang menjadi objek sasaran pendidikan tidak bisa lepas dari tiga unsur itu, yakni ruh, akal, dan jasad. Adapun tesis ini adalah lebih terfokus kepada pendidikan akhlak yang menjadi pola tingkah laku perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Suatu keniscayaan bagi manusia sebagai makhluk sosial untuk berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya, karena manusia tidak bisa hidup sempurna tanpa keterlibatannya dengan orang lain. Agar dalam berinteraksi dengan orang lain tidak mengalami kendala maka setiap individu hendaknya menghiasi dirinya dengan akhlakul karimah yang dengannya


(19)

10

interaksi akan berjalan secara harmonis dan baik. Dengan demikian berarti akhlak secara hakikat merupakan kebutuhan dasar manusia.

Secara tidak langsung Jean Piaget dan Ibnu Qayyim Al-Jauzy adalah dua tokoh dengan ideologi yang berbeda yang sama-sama melihat pentingnya pembentukan tingkah laku ( akhlak) pada anak usia dini. Melihat hal ini penulis ingin menggali lebih dalam tentang pemikiran kedua tokoh tersebut sehingga menginspirasi penulis untuk menulis tesis dengan judul PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK USIA DINI ( Studi Komparasi Pemikiran Jean Piaget dan Ibnu Qayyim Al-Jauzy)

B. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami hasil dari penulisan tesis ini, maka penulis perlu menjelaskan batasan permasalahannya. Pada dasarnya penulisan tesis ini, berusaha mengeksplorasi pemikiran-pemikiran Jean Piaget dan Ibnu Qoyyim Al Jauzy tentang Pendidikan akhlak pada anak usia dini.

Jean Piaget dan Ibnu Qayyim Al Jauzy yang concern dengan pendidikan anak usia dini dan juga akhlak dimaksudkan menjadi rujukan utama ( term of reference) dalam penulisan tesis ini. Sebagai bahasan utama, pendidikan akhlak pada anak usia dini akan dikaji secara mendalam sehingga dapat menghasilkan konsep yang diinginkan secara utuh tentang pendidikan akhlak pada anak usai dini.


(20)

11

C. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas maka fokus masalah yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak pada anak usia dini menurut pemikiran Jean Piaget ?

2. Bagaimana konsep pendidikan akhlak pada anak usia dini menurut pemikiran Ibnu Qoyyim Al Jauzy ?

3. Bagaimana perbandingan konsep pendidikan akhlak pada anak usia dini antara pemikiran Jean Piaget dan Ibnu Qoyyim Al Jauzy ?

4. Bagaimana relevansi pendidikan akhlak pada anak usia dini dalam pemikiran Jean Piaget dan Ibnu Qoyyim Al-Jauzy dengan pendidikan saat ini?

D. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan konsep pendidikan akhlak pada anak usia dini menurut pemikiran Jean Piaget

2. Menjelaskan konsep pendidikan akhlak pada anak usia dini menurut pemikiran Ibnu Qoyyim Al-Jauzy

3. Menjelaskan perbandingan konsep pendidikan akhlak pada anak usia dini antara pemikiran Jean Piaget dan Ibnu Qoyyim Al Jauzy

4. Menjelaskan relevansi pendidikan akhlak pada anak usia dini dalam pemikiran Jean Piaget dan Ibnu Qoyyim Al-Jauzy dengan pendidikan saat ini


(21)

12

E. Kegunaan Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan tesis ini antara lain adalah:

1. Kajian pendidikan akhlak pada anak usia dini ini bermaksud memberikan sumbangsih pemikiran terhadap dunia pendidikan Islam yang berkaitan dengan upaya mengembalikan pendidikan jiwa yang sesungguhnya. 2. Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan mutu pendidikan sekaligus

kualitas sumber daya manusia. Karena memang, pada hakekatnya pendidikan dirancang untuk mengembangkan potensi yang dimiliki manusia, sehingga sumber daya manusia menjadi berkualitas. Sebagai upaya penumbuhan potensi peserta didik, maka diperlukan sebuah konsep pendidikan yang mampu merealisasikan yakni pendidikan akhlak. Oleh karena itu, penulisan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan pendidikan akhlak pada peserta didik.

3. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat luas berupa informasi secara teoritik-historis tentang perkembangan pendidikan dan pembeharuannya dalam upaya menjawab tantangan masa depan umat manusia.

F. Landasan Teori

1. Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak terdiri dari dua kata, yakni pendidikan dan akhlak. Sebelum menuju kepada pengertian pendidikan akhlak akan


(22)

13

penulis kupas terlebih dahulu pengertian masing-masing dari pendidikan dan akhlak.

Pendidikan, arti pendidikan secara etimologi “ Paedogogie” berasal dari bahasa yunani, terdiri dari kata “ PAIS”, artinya anak, dan “ AGAIN”,

diterjemahkan membimbing. Jadi Paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak.11 Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba, bahwa

“Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.12 Menurut M. Arifin mengutip pendapatnya Mortimer J. Adler mengartikan, “ Pendidikan adalah proses

dengan nama semua kemampuan manusia ( bakat kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan baik.13

Dari beberapa pendapat ahli pendidikan di atas,maka di sini penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah suatu proses bimbingan secara sadar dari pendidik untuk mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar siswa agar membuahkan hasil yang baik, jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan, cerdas serta pandai, hatinya penuh iman kepada Allah SWT dan membentuk kepribadian utama.

11

Ahmad Rohani dan Abu Ahma,Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cpta. 1991), 64

12

Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Maarif. 1989), 19

13


(23)

14

Akhlak, menurut Ibnu Maskawih, akhlak didefinisikan sebagai “

keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan melalui pertimbangan pikiran ( terlebih dahulu).14 Sedangkan menurut

Al-Ghazali, akhlak adalah “ suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari

sifat itu timbul perbuatan –perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran( terlebih dahulu).15Sedangkan di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan ( kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sifat jiwa yang benar terhadap khaliqnya dan sesama manusia.

Setelah kita mengetahui pengertian satu persatu daripada pendidikan dan akhlak, maka kiranya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pendidikan akhlak adalah suatu proses bimbingan atau pertolongan pendidik secara sadar kepada kepada anak didik agar dalam jiwa anak tersebut tertanam dan tumbuh sikap serta tingkah laku atau perbuatan yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohaninya mampu membiasakan perbuatan baik dengan mudah tanpa melalui pertimbangan terlebih dahulu, akan tetapi perbuatannya didasarkan pada keimanan, dan juga terbentuklah kepribadian yang utama.

2. Anak Usia Dini

14

Humaidi Tatapangsara, TIM Dosen Agama Islam,Pendidikan Agama Islam untuk Mahasiswi, (Malang: IKIP Malang. 1990), 223

15 ibid


(24)

15

Yang dimaksud anak usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun ( di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Menurut para pakar pendidikan, anak yaitu kelompok manusia yang berusia 0-8 tahun. Jadi anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan ( koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi ( daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial emosional ( sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan pada pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia dini dibagi menjadi empat tahapan, yaitu: pertama, masa bayi lahir sampai usia 12 bulan, kedua, masa balita usia 1 sampai 3 tahun, ketiga, masa prasekolah usia 3 sampai 6 tahun, dan keempat,masakelas awal sekolah dasar usia 6-8 tahun.

Anak pada masa usia dini memiliki ciri-ciri tertentu diantaranya sebagai berikut:

a. Bersifat egosentris na’if

Anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dari pengetahuan dan pemahamannya sendiri, serta dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Anak sangat terpengaruh oleh akalnya yang masih sangat sederhana sehingga tidak mampu menyelami perasaan dan pikiran orang lain. Anak belum memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan


(25)

16

dirinya ke dalam kehidupan atau pikiran orang lain. Anak sangat terikat pada dirinya sendiri, ia menganggap bahwa pribadinya adalah satu dan terpadu erat dengan lingkungannya. Ia juga belum mampu memisahkan dirinya dari lingkungannya.

b. Relasi sosial yang primitive

Ciri ini ditandai dengan kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara keadaan dirinya dengan keadaan lingkungan sosial sekitarnya. Artinya, anak belum dapat membedakan antara kondisi dirinya dengan kondisi orang lain atauanak lain diluar dirinya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda dan peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Dengan kata lain anak membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya sendiri. c. Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan

Anak belum dapat membedakan keduanya. Isi jasmani dan rohani anak masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku maupun bahasanya. Anak tidak dapat berbohong atau bertingkah laku pura-pura. Anak mengekspresikan segala sesuatu yang dirasakannya secara terbuka. d. Sikap hidup yang fisiognomis

Artnya anak secara langsung memberikan atribut/ sifat lahiriyah atau sifat kongkrit, nyata terhadap apa yang dihadapinya. Kondisi ini disebabkan oleh pemahaman anak terhadap apa yang dihadapinya


(26)

17

masih bersifat menyatu ( totaliter) antara jasmani dan rohani. Anak belum dapatmembedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala sesuatu yang ada di sekitarnya dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang memiliki jasmani dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri. Oleh karena itu, anak pada usia ini sering bercakap-cakap dengan binatang atau boneka.

Pendidikan anak usia dini dapat dimaknakan sebagai semua proses yang mengarah pada bantuan pemeliharaan jiwa manusia untuk selalu berada dalam kemaslahatanhidup baik di dunia maupun di akhirat, dan membantu agar fitrah yang merupakan kecakapan potensial yang dibawa sejak kelahirannya dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ketentuan dalam syariat Islam.16

3. Jean Piaget

Jean Piaget adalah salah satu tokoh dibidang psikologi kognitif dengan teorinya yang terkenal dengan konsep belajar. Piaget dilahirkan pada tanggal 6 Agustus 1896 di Neuchatel, pusat kota dari sebuah daerah kecil yang berada diantara Swiss dan Prancis.17 Dan meninggal pada tanggal 16 September 1980 di Jenava Swiss,18 ayahnya Arthur Piaget19, seorang ahli sejarah di universitas Neuchatel, dan digambarkan sebagai

16

Nana Syaodih Sukmadinata,Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Roesdakarya. Cet 2. 2004), 92

17

Anne-Nelly Perret-Clermont,Revisiting Young Jean Piaget in Neuchatel among his Partner in Learningdalam Leslie Smith, Julie Dockrell dan Peter Tomlison (eds), (London: Routledge. 1997), 95

18

Singgih D. Gunarso,Dasar dan Teori Perkembangan Anak, (Jakarta: Gunung Mulia.1981), 136

19

C. George Boerse,” Jean Piaget ( 1896-1980)”,www.ship-edu/-C.G Boere/Gennsy Piaget-html-1bk, 3


(27)

18

seorang yang rasional dan sistematik dalam cara berpikir, Piaget banyak meniru ayahnya, sebaliknya ibunya, Rebecca Jackson yang sangat cerdas dan energik.

Sejak kecil Piaget sudah memperlihatkan bakat-bakatnyasebagai ilmuwan, senang mengamati dan memperlihatkan kehidupan yang ada disekitarnya dan melakukan penelatian-penelitian. Pada umur 10 tahun ia bisa menulis sebuah artikel ilmiah disuatu majalah Journal of Natural

History of Neuchatel, mengenai Biologi. Berdasarkan tulisan ini,ia tadinya akan diangkat sebagai dewan kurator di Museum, tetapi pengangkatan itu dibatalkan ketika diketahui penulisnya adalah seorang anak yang masih duduk dibangku sekolah menengah.20 Tahun 1912-1914 terjadi sebuah perkembangan yang penting. Perkembangan intelektual pemuda itu dipengaruhi oleh seorang sarjana Swiss bernama Samuel Cornut yang karena mencemaskan adanya bahaya minat biologis yang terlalu sepihak pada Piaget, lalu mengenalkan Piaget pada filsafat Bergson, yang dalam karyanya berjudul “ Evolution Creative” membahas masalah adaptasi biologis.21 Itulah pertama kalinya Jean Piaget mendengar filsafat yang didiskusikan oleh seseorang yang bukan seorang theolog. Piaget

mengalami shock yang menyangkut segi intelektual. Persoalan “ mengetahui” ( atau lebih tepat “persoalan epistemologis”) tiba-tiba nampak padanya dalam perspektif yang sama sekali baru dan sebagai topik studiyang mengasyikkan. Hal inilah yang mendorong Piaget memutuskan 20

Singgih D. Gunarso,Dasar dan Teori Perkembangan Anak,.138

21


(28)

19

untuk mengabdikan hidupnya pada soal penjelasan biologis tentang pengetahuan.22 Pada tanggal 16 September 1980 Piaget meninggal dalam umur 84 tahundi kota Jeneva yang tidak jauh dari Neuchatel tempat kelahirannya. Tokoh yang masih tetap produktif sampai akhir hayatnya ini adalah tokoh yang sangat penting dalam psikologi perkembangan.

Jean Piget termasuk salah satu tokoh Psikologi yang tertarik dalam hal perkembangan anak. Hal ini dibuktikan dengan berbagai karyanya yang berhubungan dengan anak usia dini. Menurut Piaget, manusai memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi. Selain itu Piaget juga mengatakan bahwa perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau 22

Jean Piaget, “Jean Piaget: Auto Biografi dalam Agus Cremes (ed) Antara Tindakan dan Pikiran, (Jakarta: Gramedia.1988), 95


(29)

20

mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Uraian singkat menunjukkan bahwa Piaget adalah salah satu tokoh yang mendalami Psikologi kognitif dan menekankan pada aspek perkembangan anak usia dini.

Piaget termasuk ilmuwan yang produktif, sampai saat meninggal, Piaget bekerja terus mencari fakta-fakta dan berdasarkan fakta-fakta itu ia secara terus menerus memperdalam pemahamannya. Piaget sebagai seorang ilmuwan setian hari menulis kira-kira 5 halaman karya ilmiah, dan orang mengatakan Piaget menulis lebih cepat daripada orang awam yang membaca karya raksasanya, lebih dari 50 buku, monografi, serta ratusan artikel yang dihasilkannya selama berkecimpung dalam kegiatan ilmiah kira-kira 70 tahun, ditaksir sekitar lebih dari 24.000 halaman. Diantara karya-karya Jean Piaget yang terkenal adalahPlay, Dreams, and Imitation in Childhood, The Origin of The Idea of Change in Children, The Psychology of The Child,danThe Child”s Conception of Space,

4. Ibnu Qayyim Al-Jauzy

Ibnu Qoyyim dilahirkan pada tanggal 7 Shafar tahun 691 H/ 29 Januari 1292. Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Syamsuddin Muhammad Abu Bakr bin Ayyub bin Sa’d bin Huraiz bin Makk Zainuddin az-Zuraid-Dimasyqi dan dikenal dengan nama Ibnu Qoyyim Al-Jauzy.23 Dia tumbuh dewasa dalam suasana ilmiah yang kondusif. Ayahnya adalah kepala sekolah al-Jauziyah di Dimasyq ( Damaskus) selama beberapa

23


(30)

21

tahun. Karena itulah, sang ayah digelari Qayyim al-Jauziyah. Sebab itu pula sang anak dikenal di kalangan ulama dengan nama Ibnu Qayyimal-Jauziyah. Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, wafat pada malam Kamis, tanggal 13 Rajab tahun 752 H/ 26 September 1350 M. Ia dishalatkan di Mesjid Jami’ Al- Umawi dan setelah itu di Masjid Jami’ Jarrah, kemudian dikuburkan di perkuburan Babush Shagir.

Ibnu Qoyyim hidup pada periode pertengahan yaitu abad ketujuh hingga pertengahan abad kedelapan hijriyah atau akhir abad ketigabelas hingga pertengahan abad keempat belas Masehi. Kondisi umat Islam pada saat itu sangat memprihatinkan, karena negara Islam dijadikan negara boneka oleh bangsa Barat.24 Situasi semacam ini disebabkan oleh adanya perang salib yang terjadi secara konstan antara kaum Muslim dan orang-orang Kristenyang dipimpin oleh paus di Roma, raja Prancis dan raja Inggris. Kondisi semacam ini diperparah lagi dengan adanya serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan yang berhasil menguasai Baghdad pada tahun 1258 M.25

Menurut Ibnu Qayyim, akhlak dalam Islam dibangun atas pondasi kebaikan dan keburukan. Sedangkan kebaikan dan keburukan itu berada dalam fitrah yang selamat dan akal yang lurus, maka segala sesuatu yang dianggap baik oleh fitrah dan akal yang lurus, ia termasuk bagian dari akhlak yang baik dan mulia. Dan setiap sesuatu yang dianggap jelek, maka ia termasuk akhlak yang buruk. Karena akal dan fitrah itu mempunyai 24

Ibnu Katsir,Al-Bidayah wa al-Nihayah, (Beirut: Dar al-Fikr.tt.Juz IV), 176

25


(31)

22

kemampuan yang terbatas, maka perlu adanya bimbingan dan petunjuk yang lainnya yaitu al-Quran dan as-Sunnah.26 Akhlak yang baik menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzy didasarkan kepada empat pondasi sebagai berikut: Al-Shabru ( sabar), yaitu menguasai diri, menahan amarah, tidak mengganggu orang lain, lemah lembut, dan tidak gegabah, serta tidak tergesa-gesa. Akhlak manusia kepada Allah SWT membutuhkan rasa cinta kepada-Nya dan menunjukkan ketakwaa manusia sebagai khalifah di Bumi.sedangkan akhlak manusia kepada sesama menunjukkan kemuliaannya, karena mengoptimalkan potensi yang dibekalkan kepadanya sebagai khalifah. Selain akhlak yang baik, terdapat juga empat sumber yang menjadi dasar akhlak tercela, sebagai berikut: Al-Jahl

(kebodohan), Adz-Dzolim (Kedzoliman), As-Syahwat (Syahwat), Al-Ghadlab(kemarahan).

Akhlak yang baik diperoleh melalui dua cara yaitu cara takliyah

(pengosongan) dan cara tahalliyah (menghiasi diri). Implementasi dari kedua cara ini adalah dengan cara mengosongkan diri dari akhlak tercela dan menghiasi diri dengan akhlak mulia. Ibnu Qayyim Al-Jauzy mengatakan “ agar suatu tempat diisi oleh sesuatu, maka ia harus

dikosongkan dari sesuatu yang menjadi kebalikannya”. Sebagaimana hati, jika hati telah dipenuhi kebatilan, baik dalam bentuk i’tikad atau dalam

26

Hasan bin Ali, Al-Fikrut Tarabawy Inda Ibnu Qayyim( Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim), terj. Muziadi Hasbullah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.2001), 202-203


(32)

23

bentuk kecintaan, maka tiada tempat lagi didalamnya untuk i’tikad yang benar dan kecintaan terhadapnya.27

Ibnu Qoyyim termasuk salah satu cendikiawan Muslim yang banyak menghasilkan karya-karya dibidang tasawuf yang berhubungan dengan akhlak. Diantara karya-karya beliau yang terkenal adalah Tuhfat al-Maudud bi Ahkami al-Maulud, Miftah Darus Sa’adah, Ighasatul Lahfan min Mashidis Syaithan, dan masih banyak yang lainnya.

G. Penelitian Terdahulu

Diakui atau tidak, dalam dunia pendidikan pembahasan mengenai tokoh yang berperan didalamnya pasti telah banyak dibahas dan dibicarakan. Sebagaimana penelitian tentang Jean Piaget sebagai salah satu tokoh psikologi yang berhubungan dengan konsep belajar yang cukup termasyhur. Ataupun penelitian terhadap Ibnu Qayyim Al-Jauzy sebagai salah satu tokoh pendidikan akhlak. Disamping itu, pembahasan mengenai akhlak di zaman modern seperti saat ini juga cukup banyak dibicarakan. Namun seberapa banyakpun berbicara mengenai akhlak penulis rasa tidak akan ada habisnya.

Sebagaimana tesis yang ditulis oleh Iing Sarkim, IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2012, dengan judul Konsep Pendidikan Akhlak Bagi Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam. Dalam tesis tersebut Iing menjelaskan bagaimana tuntutan pendidikan akhlak dalam Islam serta urgensi pendidikan akhlak bagi anak usia dini. Dalam hal ini, Iing masih menuliskan dalam

27


(33)

24

pandangan Islam secara global karena tidak menyandingkan dengan terhadap tokoh manapun.

Disamping itu terdapat pula tesis yang ditulis oleh Tatang Haerul Anwar, IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2012, dengan judul Konsep Pendidikan Akhlak menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzyah. Dalam tesis tersebut Tatang menjelaskan tentang pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauzy tentang pendidikan akhlak secara global.

Selain tesis di atas juga terdapat Jurnal Yang ditulis oleh Sudaryanti dari Universitas Negeri Yogyakarta yang diterbitkan oleh Jurnal Pendidikan Anak, volume 1 edisi 1 tahun 2012 dengan judul Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini. Dalam jurnal tersebut Sudaryanti menjelaskan konsep pendidikan karakter pada anak usia dini, langkah-langkah pembentukan karakter pada anak, serta pentingnya pendidikan karakter pada anak usia dini.

Dari beberapa penelitian terdahulu yang dapat penulis sampaikan, terdapat perbedaan yang cukup luas dengan tesis yang akan penulis teliti. Diantara perbedaan tersebut adalah penulis menekankan pendidikan akhlak pada anak usia dini sebagai masa golden age, penulis juga mengkomparasikan pemikiran dua tokoh, barat dan Islam. Sehingga diharapkan mampu mendapat komparasi yang indah tentang pendidikan akhlak terutama pada anak usia dini, sehingga menjadi wacana baik bagi para pendidik maupun orang tua dalam menyikapi degradasi moral anak zaman sekarang.


(34)

25

H. Metode Penelitian

1. Jenis dan pendekatan penelitian

Berdasarkan jenis penelitiannya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan cara mengadakan study secara teliti literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Penelitian ini juga bersifat komparasi, dimana menurut Sugiyono adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan.28

Dalam buku metode penelitian karangan M. Nazir terdapat keunggulan dan kelemahan dari metode penelitian komparatif. Keunggulannya adalah sebagai berikut29:

a. Metode komparatif dapat mensubtitusikan metode eksperimental karena beberapa alasan: jika sukar diadakan kontrol terhadap salah satu faktor yang ingin diketahui atau diselidiki hubungan sebab akibatnya; apabila teknik untuk mengadakan variabel kontrol dapat menghalangi penampilan fenomena secara normal ataupun tidak memungkinkan adanya interaksi secara normal; penggunaan laboratorium untuk penelitian untuk dimungkinkan, baik karena kendala teknik, keuangan, maupun etika dan moral.

28

Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2009), 11

29


(35)

26

b. Dengan adanya teknik yang lebih mutakhir serta alat statistik yang lebih

maju, membuat penelitian komparatif dapat mengadakan estimasi terhadap parameter-parameter hubungan kausal secara lebih efektif.

c. Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut:

d. Penelitian komparatif yang bersifat ex post facto, mengakibatkan penelitian tersebut tidak mempunyai kontrol terhadap variabel bebas

e. Sukar memperoleh kepastian, apakah faktor-faktor penyebab suatu hubungan kausal yang diselidiki benar-benar relevan.

f. Interaksi antarfaktor-faktor tunggal sebagai penyebab atau akibat terjadinya suatu fenomena menjadi sukar untuk diketahui.

g. Ada kalanya dua atau lebih faktor memperlihatkan adanya hubungan,

tetapi belum tentu bahwa hubungan yang diperlihatkan adalah hubungan sebab akibat.

h. Mengkategorisasikan subjek dalam dikhotomi untuk tujuan

perbandingan dapat menjurus pada pengambilan keputusan dan kesimpulan yang salah, akibatnya kategori dikhotomi yang dibuat mempunyai sifat kabur, bervariasi, samar, menghendaki value judgement dan tidak kokoh.

Beberapa langkah pokok dalam studi komparatif, yaitu30: a. Rumuskan dan definisikan masalah

b. Jajaki dan teliti literatur yang ada

30 Ibid, 70


(36)

27

c. Rumuskan kerangka teoritis dan hipotesa-hipotesa serta asumsi-asumsi yang dipakai

d. Buatlah rancangan penelitian dengan cara memilih subjek yang digunakan dengan teknik pengumpulan data yang diinginkan, dan mengkategorikan sifat-sifat atau atribut-atribut atau hal-hal lain yang sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan, untuk mempermudah analisa sebab akibat

e. Uji hipotesa, membuat interpretasi terhadap hubungan dengan teknik statistik yang tepat

f. Membuat generalisasi, kesimpulan, serta implikasi kebijakan g. Menyusun laporan dengan cara penulisan ilmiah.

Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah hermeneutika. Secara etimologis, kata hermeneutika berasal dari Yunani hermeneuein yang berarti menafsirkan. Hermeneia merupakan kata bendanya. Secara harfiah, hermeneia dapat diartikan penafsiran atau interpretasi,sedangkan penafsir disebut hermeneut.31

Pendekatan ini tidak sekedar berupa “ penafsiran”, tapi juga “ penelusuran” pemikiran tokoh baik dari sisi historis maupun dalam dimensi kontek. Jadi, secara sederhana pendekatan ini melibatkan tiga unsur besar: pengarang, teks,dan pembaca. Siapa yang menulis, bagaimana situasi sosio historis yang mewarnai teks tersebut, serta bagaimana pandangan pembaca terhadap teks tersebut.

31


(37)

28

Dengan demikian, pendekatan ini bersifat ganda. Disamping berguna bagi penulis dalam menelusuri pemikiran Jean Piaget dan Ibnu Qayyim Al-Jauzy juga berguna dalam mencari relevansi dan aktualisasi pemikiran bagi dunia pendidikan Islam terutama dalam hal pendidikan akhlak yang sesuai dengan konteks sekarang.

2. Teknik pengumpulan data

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library research)32 yang mendasarkan datanya berdasarkan hasil karya Jean Piaget maupun Ibnu Qayyim Al-Jauzy. Karya yang dihasilkan atau pernah ditulis oleh Jean Piaget seperti The Moral Judgment of The Child, The Child’s

Conception of The World, The Construction of Reality in The Child, dan karya Ibnu Qayyim Al-Jauzy seperti Tuhfat Maudud bi Ahkami al-Maulud, Miftah Darus Sa’adah, dan karya lain yang akan menjadi data primer dalam penelitian ini.

Adapun data sekunder meliputi berbagai bahan yang tidak secara langsung berkaitan dengan pemikiran pendidikan akhlak Jean Piaget dan Ibnu Qayyim Al-Jauzy.

Teknik ini berguna bagi penulis dalam mengkaji bahan-bahan yang langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan pemikiran kedua tokoh tersebut dalam pendidikan akhlak pada anak usia dini.

32


(38)

29

3. Teknik analisis data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.33 Agar data-data menjadi kualitatif memerlukan teknik-teknik di dalam menganalisanya. Adapun teknik yang digunakan adalah:

a. Kesinambungan Historis, yaitu metode untuk mendeskripsikan riwayat hidup tokoh, pendidikannya, perkembangan pemikirannya, pengaruh yang diterimanya, keadaan sosio-politik zaman yang dilalui tokoh.34 b. Analisis taksonomi, yaitu analisis yang hanya memusatkan perhatian

pada tema tertentu yang sangat berguna untuk menggambarkan masalah yang menjadi sasaran studi, kemudian melacaknya dan menjelaskannya secara lebih mendalam.35 Dalam hal ini tema difokuskan pada pendidikan akhlak pada anak usia dini dalam pemikiran kedua tokoh ( Jean Piaget dan Ibnu Qoyyim Al-Jauzy)

c. Interpretasi, yaitu metode memahami pemikiran tokoh untuk menangkap arti dan nuansa yang dimaksud tokoh secara paradigmatik.36

33

Ibid,103

34

Anton Bakkers dan Achmad Chairis Zubair,Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 64

35

Arief Furchan dan Agus Maimun, Study Tokoh:Metode Penelitian Mengenai Tokoh, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1999), 65-67

36


(39)

30

I. Sistematika Pembahasan

Bab satu, pendahuluan, dalam bab ini memuat pendahuluan yang terdiri dari Sembilan sub bab yakni, latar belakang masalah yang melatarbelakangi penelitian ini, dilanjutkan dengan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian mulai dari tujuan akademis maupun praktis, lalu telaah kajian pustaka sebagai tolak ukur untuk mengetahui kedudukan penelitian yang telah ada. Kemudian kerangka teoritik sebagai frame atau bingkai pemikiran bagi peneliti, dilanjutkan pembahasan tentang metode penelitian sebagai pisau bedah dalam penelitian, dan terakhir memuat sistematika pembahasan.

Bab dua, Kajian teori, yang terdiri dari dua sub bab yakni pendidikan akhlak dan anak usia dini

Bab tiga, Biografi Jean Piaget dan Ibnu Qayyim Al-Jauzy yang terdiri dari dua sub bab yakni Jean Piaget serta pemikirannya tentang Pendidikan akhlak pada anak usia dini dan Ibnu Qoyyim AL-Jauzy serta pemikirannya tentang pendidikan akhlak pada anak usia dini

Bab empat, Analisis, membahas tentang analisis pendidikan akhlak pada anak usia dini dalam pandangan kedua tokoh dalam perspektif umum serta implikasinya dalam dunia pendidikan di Indonesia.


(40)

31

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan, arti pendidikan secara etimologi “ Paedogogie” berasal dari bahasa yunani, terdiri dari kata “ PAIS”, artinya anak, dan “ AGAIN”, diterjemahkan membimbing. Jadi Paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak.1 Sedangkan kata pendidikan yang umum kita gunakan sekarang dari Bahasa Arab yaitu tarbiyah,

dengan kata kerja rabba, yang artinya pengajaran. Kata pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah ta’lim, dengan kata kerjanya ’allama, yang berartipendidikan. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya tarbiyah wa ta’lim.2 Kata rabba yang berarti mendidik sudah digunakan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini digunakan juga untuk Tuhan, karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara bahkan mencipta.3

Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba, bahwa “

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik

1

Ahmad Rohani dan Abu Ahma,Ilmu Pendidikan,( Jakarta: Rineka Cpta. 1991), 64

2

Zakiyah Daradjat (et al),Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, 25

3 Ibid, 26


(41)

32

menuju terbentuknya kepribadian yang utama.4 Menurut M. Arifin mengutip pendapatnya Mortimer J. Adler mengartikan, “ Pendidikan

adalah proses dengan nama semua kemampuan manusia ( bakat kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan baik.5 Menurut M. Noor Syam, pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani dan jasmani.

Prof. Khursyid Ahmad berpendapat bahwa pendidikan dalam istilah Inggrisnya adalah Education yang berasal dari kata latin Ex

(lepas dari) dan ducere yang berarti memimpin. Secara harfiyah berarti mengumpulkan keterangan dan menarik bakat ke luar.6

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.7

4

Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, ( bandung: Al-Maarif. 1989), 19

5

M. Arifin,Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta: Bumi Aksara.2000), 20

6

M. Hafi Anshari,Pengantar Ilmu Pendidikan(Surabaya:Usaha Nasional, 1983) 27.

7


(42)

33

Dari beberapa pendapat ahli pendidikan di atas,maka di sini penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah suatu proses bimbingan secara sadar dari pendidik untuk mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar siswa agar membuahkan hasil yang baik, jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan, cerdas serta pandai, hatinya penuh iman kepada Allah SWT dan membentuk kepribadian utama. Hakekat pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, sistematis, penuh tanggung jawab dan dilakukan oleh orang dewasa kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat dewasa.

b. Tujuan Pendidikan

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai.8 Jadi tujuan pendidikan adalah target yang ingin dicapai suatu proses pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan dapat mempengaruhiperformancemanusia.

Tujuan pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu aspekkognitif, yang meliputi pembinaan nalar, seperti kecerdasan, kepandaiaan dan daya pikir; aspek afektif, yang meliputi pembinaan hati, seperti pengembangan rasa, kalbu dan rohani; dan aspekpsikomotorik, yaitu pembinaan jasmani, seperti kesehatan badan dan keterampilan.9

8

Asrorun Niam Sholeh,Reorientasi Pendidikan Islam Mengurai Relevansi Konsep al-Ghazali dalam Konteks Kekinian (Jakarta: eLSAS, 2006), 78

9


(43)

34

Dalam hal tujuan, D. Marimba membagi fungsi tujuan ke dalam empat fungsi:

1) Mengakhiri usaha. 2) Mengarahkan usaha.

3) Merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, baik merupakan tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan yang pertama.

4) Memberi nilai (sifat) pada usaha itu.10

Kohnstamm berpendapat bahwa tujuan pendidikan ialah menolong manusia yang sedang berkembang supaya ia dapat memperoleh kedamaian batin yang sedalam-dalamnya, tanpa mengganggu atau menjadi beban orang lain. Sedangkan Langeveld berkeyakinan bahwa satu-satunya tujuan pendidikan adalah mencapai kedewasaan bagi anak didik.11

Dalam Bab II Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

10

HM. Hafi Anshari,Pengantar...,48

11


(44)

35

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.12

Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa tujuan dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, melainkan mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah

(keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya dengan penuh keikhlasan dan kejujuran. Imam al-Ghozali berpendapat bahwa tujuan dari pendidikan adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan pangkat dan bermegah-megahan.13

Al-Ghozali secara eksplisit menempatkan dua hal penting sebagai orientasi pendidikan, pertama, mencapai kesempurnaan manusia untuk secara kualitatif mendekatkan diri kepada Allah SWT dan kedua, mencapai kesempurnaan manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.14

c. Akhlak

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi mazid af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), al-thabi’ah

12

http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf.

13

Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam (Pustaka Setia: Bandung, 2003), 13-14.

14


(45)

36

(kelakuan, tabiat, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman),

al-maru’ah(peradaban yang baik), danal-din(agama).

Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagaimana tersebut di atas tampaknya kurang pas, sebabisim mashdardari kataakhlaqa

bukan akhlaq tapi ikhlaq. Berkenaan dengan ini maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistik kata akhlaq

merupakan isim jamid atau isim ghairu musytaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.15

Menurut Prof. Dr. Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi kata ‘akhlak’ berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, demikian pula dengan

makhluqunyang berarti yang diciptakan.16

Ibn Athir menjelaskan bahwa hakikat makna khuluk itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya).

Dari uraian di atas, bahwa kata al-khalqu mengandung arti kejadian yang bersifat lahiriyah, seperti wajah tampan, cantik, kulit

15

Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf(Jakarta: RajaGrafindo Persada,1997), 1-2

16


(46)

37

putih atau hitam, rambut keriting atau lurus dan lain sebagainya. Sedangkan kata al-khuluqu mengandung arti budi pekerti atau pribadi yang bersifat rohaniyah, seperti sabar, pemaaf, sombong, iri dan lain sebagainya.

Akhlak berasal dari bahasa arab khuluq yang secara etimologis berarti budi pekerti, perangai tingkah laku, atau tabiat. Istilah akhlak mengandung arti persesuaian dengan khalq yang berarti pencipta, dan makhluq yang berarti yang diciptakan,17 yang berarti baik kata akhlak atau khuluq kedua-duanya dapat dijumpai di dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang

luhur”(Q.S. Al-Qolam:4)

Adapun secara terminologi yang dikemukakan oleh ulama akhlak adalah sebagai berikut:“Akhlak ialah Munculnya perbuatan

manusia atas dasar cahaya batasan manusia untuk munculnya suatu

perkara yang baik dan buruk”.

Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin yang dikutip dalam bukunya Asmaran as mengatakan bahwa akhlak adalah kebiasaan kehendak. Ini berarti kehendak itu bisa dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak. Contohnya: bila kehendaknya itu dibiasakan memberi, maka kebiasaannya itu adalah akhlak

17


(47)

38

dermawan.18Akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.19

Dalam ensiklopedia Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliqnya dan terhadap sesama manusia.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1989) budi pekerti ialah tingkah laku, perangai, akhlak. Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana dan manusiawi. Di dalam perkataan itu tercermin sifat, watak seseorang dalam perbuatan sehari-hari. Budi pekerti sendiri mengandung pengertian yang positif.20

Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu kesatuan tingkah laku yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelauan itu lahirlah perasaan moral yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana

18

Asmaran as,Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1994) 2

19

Agus Sudjanto,Psikologi Kepribadian(Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 12.

20


(48)

39

yang buruk, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak.21 Menurut Ibn Maskawai, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.22

Imam Ghazali menjelaskan bahwa akhlak itu ialah suatu istilah tentang bentuk batin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah laku), bukan karena suatu pemikiran dan bukan pula karena suatu pertimbangan.

Seorang ulama mendefinikan akhlak sebagai berikut: sesungguhnya akhlak itu ialah kemamuan (azimah) yang kuat tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi adat yang membudaya, yang mengarah pada kebaikan atau keburukan. Terkadang adat itu terjadi secara kebetulan tanpa disengaja atau dikehendaki mengenai yang baik atau yang buruk.23

Yang dimaksud dengan kehendak dan kebiasaan di atas adalah bahwa kehendak merupakan ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan itu mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar, dan kekuatan yang besar itulah yang disebut dengan akhlak.

21

Zakiah daradjat, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: Ruhama, 1995), 10

22

Abudin Nata,Akhlak Tasawuf(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 3

23


(49)

40

Definisi di atas meskipun berbeda redaksinya, tetapi tidak berbeda jauh maksudnya. Akhlak dapat didefinisikan sebagai sifat yang telah tertanam dalam jiwa manusia yang dapat menimbulkan perbuatan tanpa perlu adanya pemikiran dan pertimbangan karena perbuatan tersebut telah dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga telah menjadi sebuah kebiasaan. Jadi akhlak bukanlah perbuatan, melainkan gambaran jiwa yang tersembunyi.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat dimengerti bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.

Obyek pembahasan ilmu akhlak adalah tindakan-tindakan seseorang yang dapat diberikan nilai baik atau buruk, yaitu perkataan dan perbuatan yang termasuk dalam katagori perbuatan akhlak.

Dalam hal ini mengecualikan perbuatan alami, sebab perbuatan yang alami tidak menjadikan pelakunya layak terpuji. Misalnya seseorang ketika merasa lapar, dia akan makan, dan ketika dia dalam keadaan haus dia akan mencari air untuk mengobati kehausannya itu, atau ketika dia dihina orang lain dia akan berupaya membela diri dan memelihara hak-haknya.24

24


(50)

41

Setelah kita mengetahui pengertian satu persatu daripada pengertian pendidikan dan akhlak, maka kiranya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pendidikan akhlak adalah suatu proses bimbingan atau pertolongan pendidik secara sadar kepada kepada anak didik agar dalam jiwa anak tersebut tertanam dan tumbuh sikap serta tingkah laku atau perbuatan yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohaninya mampu membiasakan perbuatan baik dengan mudah tanpa melalui pertimbangan terlebih dahulu, akan tetapi perbuatannya didasarkan pada keimanan, dan juga terbentuklah kepribadian yang utama

d. Dasar Pendidikan Akhlak

Dasar pendidikan akhlak secara spesifik dalam al-Quran dan Hadits. Kedua sumber hukum Islam ini yang berkenaan dengan pentingnya pendidikan akhlak bagi anak didik.

Pendidikan akhlak dapat dikembangkan melalui beberapa cara, diantaranya:

1) Menumbuhkembangkan dorongan dari dalam, yang bersumber pada iman dan takwa, untuk ini perlu pendidikan agama

2) Meningkatkan pengetahuan tentang akhlak lewat ilmu pengetahuan, pengamalan, dan latihan, agar dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk

3) Meningkatkan pendidikan kemauan, yang menumbuhkan pada manusia kebebasan memilih yang baik dan melaksanakannya.


(51)

42

Selanjutnya kemauan itu akan mempengaruhi pikiran dan perasaan.

4) Latihan untuk melakukan yang baik serta mengajak orang lain untuk bersama-sama melakukan perbuatan baik tanpa paksaan. 5) Pembiasaan dan pengulangan melakukan yang baik, sehingga

perbuatan baik itu menjadi keharusan moral dan perbuatan akhlak terpuji, kebiasaan yang mendalam tumbuh dan berkembang secara wajar dalam diri manusia.25

e. Macam-macam Akhlak

Ada 2 (dua) penggolongan akhlak secara garis besar yaitu: akhlak mahmudah (fadilah) dan akhlak mazmumah (qabihah). Di samping istilah tersebut Imam al-Ghozali menggunakan juga istilah ‘munjiyat’ untuk akhlak mahmudah dan ‘muhlikhat’ untuk yang mazmumah.26

1) Akhlak Mazmumah (Akhlak Tercela)

Pembahasan akhlak tercela didahulukan dengan maksud agar dapat melakukan terlebih dahulu usaha takhalli, yaitu mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela sambil mengisinya (tahalli) dengan sifat-sifat terpuji. Kemudian melakukan tajalli, yaitu tersingkapnya tabir sehingga diperoleh pancaran Nur Ilahi.27

25

Zakiah Daradjat,Pendidikan..., 11

26

A. Mustofa,Akhlak..., 197

27


(52)

43

Pada dasarnya sifat dan perbuatan tercela dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a) Maksiat lahir

Maksiat artinya melakukan perbuatan yang dilarang dan meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syari’at Islam, dan perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang berakal, baligh dan tidak dalam keadaan terpaksa.

Maksiat yang bersifat lahiriyah adakalanya berupa maksiat yang dilakukan oleh lisan, telinga, mata, tangan dan lain sebagainya, seperti berkata kotor, bohong, mendengarkan pembicaraan orang lain, mendengarkan orang yang sedang mengumpat, melihat aurat orang lain yang bukan mahram, menggunakan tangan untuk mencuri, merampas, mengurangi timbangan dan lain sebagainya.

b) Maksiat Batin

Maksiat batin berasal dari hati manusia atau digerakkan oleh tabiat hati. Hati memiliki kondisi yang labil, berubah-ubah, sesuai dengan keadaan yang mempengaruhinya, kadang baik, simpati dan penuh kasih sayang, tetapi di lain waktu menjadi jahat, pendendam, pemarah dan lain sebagainya.

Maksiat batin lebih berbahaya dibandingkan dengan maksiat lahir, karena bersifat abstrak dan lebih sulit untuk dihilangkan. Beberapa contoh penyakit batin adalah:


(53)

44

i. Takabbur (al-Kibru), yaitu sikap menyombongkan diri sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah di alam ini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang ada padanya.28

Takabbur juga berarti merasa atau mengakui diri lebih besar, tinggi atau mulia melebihi orang lain.29Perbuatan takabbur atau menjunjung diri akan membawa akibat yang sangat merugikan, mengurangi kedudukan dan martabat di mata umat manusia, serta menjadi penyebab mendapat murka Allah SWT.30

ii. Syirik, yaitu suatu sikap yang menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya, dengan cara menganggapnya bahwa ada suatu makhluk yang menyamai kekuasaan-Nya,31atau juga berarti kepercayaan terhadap suatu benda yang mempunyai kekuatan yang sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan pelakunya tidak diampuni dosanya.32

iii. Nifaq, yaitu suatu sikap yang menampilkan dirinya bertentangan dengan kemauan hatinya. Orangnya disebut munafiq. Dari sebab orang munafiq ini dapat timbul perbuatan tercela seperti riya’, menipu, berbohong, ingkar janji, curang, dan lain-lain.

28

Mahjuddin,Kuliah Akhlak Tasawuf (Jakarta: Kalam Mulia, 199), 15

29

Humaidi Tatapangarsa,Akhlak yang Mulia(Surabaya: Bina Ilmu), 158.

30

A. Mudjab Mahalli,Pembinaan Moral di Mata al-Ghozali(Yogyakarta: BPFE,1984), 54

31

Mahjuddin,Kuliah...,16

32

A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari,al-Islam 2 Muamalah dan Akhlak(Bandung: Pustaka Setia,1999), 101.


(54)

45

iv. Iri hati atau dengki (al-Hasadu ataual-Hiqdu), yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama sekali. Sifat ini sangat merugikan manusia dalam beragama dan bermasyarakat sebab bisa menjurus pada sifat rakus, egois, serakah atau tamak, suka mengancam, pendendam, dan sebagainya. Adakalanya orang yang dengki dan iri tersebut berharap agar nikmat yang diperoleh orang lain berpindah kepadanya, dan adakalanya hanya sekedar dengki dengan tidak berharap kenikmatan itu berpindah, tetapi kenikmatan yang diperoleh orang tersebut tidak menyamai atau melebihinya.

v. Mudah marah (al-Ghadhab), yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya sehingga menonjolkan sikap dan prilaku yang tidak menyenangkan orang lain.

Selain beberapa sifat tersebut di atas masih banyak sifat tercela lainnya.

Adapun obat untuk mengatasi akhlak tercela ada dua cara, yaitu:

i. Perbaikan pergaulan, seperti pendirian pusat pendidikan anak nakal, mencegah perzinahan, mabuk dan peredaran obat-obat terlarang.


(55)

46

ii. Memberikan hukuman. Dengan adanya hukuman akan muncul suatu ketakutan pada diri seseorang karena perbuatannya akan dibalas (dihukum). Hukuman ini pada akhirnya bertujuan untuk mencegah melakukan yang berikutnya, serta berusaha keras memperbaiki akhlaknya. 2) Akhlak Terpuji (al-Akhlak al-Mahmudah)

Yang dimaksud dengan akhlak terpuji adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (yang terpuji). Akhlak ini dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia.

Sedangkan berakhlak terpuji artinya menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan baik, melakukannya dan mencintainya.33

Akhlak terpuji berarti sifat-sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan norma atau ajaran Islam. Akhlak terpuji dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a) Taat lahir

Taat lahir berarti melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan Allah, termasuk berbuat baik kepada sesama

33


(56)

47

manusia dan lingkungan dan dikerjakan oleh anggota lahir. Beberapa perbuatan yang dikatagorikan taat lahir adalah: i. Tobat, yaitu sikap menyesali perbuatan buruk yang pernah

dilakukan dan berusaha menjauhinya serta melakukan perbuatan baik. Sifat ini dikategorikan sebagai taat lahir dilihat dari sikap dan tingkah laku seseorang, namun penyesalannya merupakan taat batin. Bertobat merupakan tahapan pertama dalam perjalanan menuju Allah. Tobat adalah kata yang mudah diucapkan, karena mudah dan terbiasa, inti makna yang dikandungnya menjadi tidak tampak, padahal kandungan maknanya tidak akan dapat direalisasikan hanya dengan perkataan lisan dan kebiasaan menyebutkannya.34

ii. Amar ma’ruf nahi munkar, yaitu perbuatan yang dilakukan kepada manusia untuk menjalankan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan dan kemungkaran sebagai implementasi perintah Allah.

Misi amar ma’ruf nahi munkar ini harus ditempuh seorang muslim sebagai aktor dakwah dengan bekal intelektual, metodologi dan dakwah. Modus operasinya beragam, bisa berupa reaksi fisik, yaitu melalui salah satu organ tubuh, atau berupa reaksi verbal, yaitu dilakukan jika yang

34

Noerhidayatullah,Insan Kamil Metode Memanusiakan Manusia(Bekasi: Intimedia dan Nalar, 2002), 34.


(57)

48

pertama tidak berjalan dengan cara mengemukakan pengertian tentang kebenaran. Bisa juga dengan reaksi psikologis, yaitu merespon fenomena-fenomena kemungkaran dengan kalbu. Reaksi ini merupakan tahapan terakhir dari modus amar ma’ruf nahi munkar.35

. Artinya:

“Siapa saja di antara kamu melihat kemungkaran, maka rubahlah itu dengan tangan, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisan dan jika tidak mampu maka rubahlah dengan hati dan itu tingkatan iman yang paling

lemah”.36

iii. Syukur, yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan sebaik-baiknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya, baik yang bersifat fisik maupun non fisik, lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada Allah SWT. Sikap ini dilakukan karena nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita begitu banyaknya sampai tidak bisa dihitung.

Disamping itu syukur adalah penyebab berlanjutnya nikmat-nikmat Allah yang sudah ada dan merupakan

35

Muhammad Ali al-Hasyimi, Sosok Pria Muslim, Terj. : Zaini Dahlan (Bandung: Trigenda Karya, 1996), 256-257.

36


(58)

49

wasilah guna memperoleh nikmat-nikmat-Nya yang lain yang belum tercapai.37

b) Taat Batin

Yaitu segala sifat yang baik (terpuji) yang dilakukan oleh anggota batin (hati). Adapun yang termasuk taat batin ini antara lain:

i. Tawakkal, yaitu menyerahkan segala persoalan kepada Allah setelah berusaha. Apabila kita telah berusaha sekuat tenaga dan masih saja mengalami kegagalan maka hendaklah bersabar dan berdo’a kepada Allah agar Dia membuka jalan keluarnya. ii. Sabar, yaitu suatu sikap yang betah atau dapat

menahan diri dari kesulitan yang dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi manusia. Makna sabar yang dimaksud adalah sikap yang diawali dengan ikhtiar, lalu diakhiri dengan ridha dan ikhlas bila seseorang dilanda suatu cobaan dari Tuhan. Sabar merupakan kunci segala macam persoalan.

Al-Ghozali membagi sabar menjadi tiga macam, yaitu:

37

Allamah Sayyid Abdullah Haddad,Thariqah Menuju Kebahagiaan (Bandung: Mizan,1998), 254.


(59)

50

ii.1. Sabar terhadap maksiat, yaitu menahan diri untuk menghindari perbuatan jahat, perbuatan mengumbar hawa nafsu dan menghindarkan diri dari semua perbuatan yang mempunyai kemungkinan untuk terjerumus ke dalam jurang kehinaan.

ii.2. Sabar dalam menjalankan ibadah. Sabar dalam menjalankan ibadah dasarnya adalah prinsip-prinsip Islam yang sudah lazim, pelaksanaannya perlu latihan yang tekun dan terus menerus, seperti shalat.

ii.3. Sabar dalam menahan diri dari kemunduran, yaitu menahan diri dari surut ke belakang dan tetap berusaha untuk mempertahankan sesuatu yang sudah diyakininya, misalnya membela kebenaran, melindungi kemaslahatan, menjaga nama baik dan lain sebagainya.38

iii. Qana’ah, yaitu menerima dengan rela apa yang ada atau merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Qana’ah dalam pengertian yang luas sebenarnya mengandung lima perkara, yaitu:Menerima dengan rela apa yang ada, memohon kepada, Tuhan tambahan yang pantas,

38

Imam Ghazali, Kiat Mempertajam mata Batin, Terj. : Ust. Labib Mz (Surabaya: Putra Jaya, 2007), 95-97


(1)

132

kepribadian seorang anak, tetapi

manusia memiliki filter untuk

menolak atau menerima pengaruh itu sesuai dengan sistem koordinasi otak yang ada pada dirinya.

2. Menekankan pada faktor

manusia dan lingkungan

pada massa dimana

teknologi belum familiar

dan menjadi media

informasi terbesar seperti saat ini

Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa pendidikan hendaknya dimulai sejak bayi dalam kandungan ( pendidikan pranatal)

Jean Piaget membagi pendidikan kepada anak sejak usia 0 tahun, yakni sejak bayi dilahirkan.

3. Kedua tokoh sama-sama

menaruh perhatian penting pada usia golden age manusia,yakni masa usia dini.

4. Merelavansikan pemikiran ibnu Qoyyim dan Jean Piaget dalam pendidikan akhlak pada anak usia dini di era modern seperti saat ini sangatlah tepat. Pendidik bisa mengambil pondasi-pondasi pendidikan akhlak seperti yang dipaparkan oleh Ibnu Qoyyim Al-jauzy dengan sudut pandang pemikiran yang dipaparkan oleh Jean Piaget.

B. Saran

Setelah penulisan ini selesei, peneliti ingin menyampaikan saran-saran kepada para pembaca, para praktisi, dan pemerhati pendidikan, serta yang memiliki semangat untuk memajukan pendidikan nasional dengan


(2)

133

generasi yang berkarakter dan berakhlakul karimah. Saran tersebut diantaranya:

1. Pendidikan adalah proses pemanusiaan manusia, karenanya

pendidikan harus menempatkan peserta didik kepada fitrahnya. Pendidikan harus mampu menjadi landasan bertingkah laku yang baik bagi peserta didik. Pendidikan harusnya mampu menjadi benteng bagi peserta didik agar tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan luar yang dapat merusak moral dan akhlak peserta didik.

2. Guru, sebagai orang yang turut berproses langsung dengan peserta didik hendaknya mempunyai semangat dalam membentuk akhlak yang baik dengan menjadikan dirinya sebagai contoh yang layak ditiru peserta didik. Melihat peserta didik sebagai manusia yang layak dimanusiakan dengan budi pekerti yang baik.

3. Sudah saatnya pendidikan menjadikan akhlak sebagai tolak ukur keberhasilan dalam pendidikan. Pendidikan tidah hanya soal nilai dan kecerdasan kognitif, lebih dari itu kecerdasan emosional dan tingkah laku adalah modal utama agar bisa bertahan sebagai manusia di zaman teknologi seperti saat ini.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A Palmer , Joy (ed). 50 Pemikir Pendidikan Dari Piaget Sampai Masa Sekarang. terj.Farid Assifa. Yogyakarta: Penerbit Jendela. 2003

Ahmad bin Ali, Taqiyudin.al-Nail, juz IV. Mesir: tp., 1326 H.

Ahsan, Sayed Ibnu Qayyim al-Jauziyah, dalam Islam and the Modern Age, Vol. XII No. 4 November 1981. New Delhi : Zakir Husain Institut of Islamic Studies. 1981.

Athiyah Al-Abrasyi, Muhammad. Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam. Pustaka Setia: Bandung. 2003

Al-Ghoyani, Musthofa. Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur. Semarang: Thaha Putra. 1976

Ali al-Hasyimi, Muhammad. Sosok Pria Muslim, Terj. : Zaini Dahlan. Bandung: Trigenda Karya. 1996.

Anshari, M. Hafi.Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya:Usaha Nasional. 1983. Arifin, M.Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.2000

As , Asmaran.Pengantar Studi Akhlak. Jakarta :RajaGrafindo Persada.1994. Asmaran as.Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1994

Bahresy, Husen. Tasawuf Murni Moral Islam Menuju Pembangunan dan Hidup Bahagia dengan Landasan al-Qur’an dan al-Hadits. Surabaya : al-Ihsan. 1990.

Bakkers, Anton dan Achmad Chairis Zubair. Metode Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1990

Bell Gredler, Margaret E. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali. 1991

Bin Ali Hasan AL-Hijazy, Hasan. Manhaj Tarbiyah Ibnu Qoyyim. terj. Muzaidi Hasbullah. Jakarta: Al-Kautsar. 2001.

C. George Boerse,” Jean Piaget ( 1896-1980)”, www.ship-edu/-C.G Boere/Gennsy Piaget-html-1bk,

Cremers, Agus.Antara tindakan dan Pikiran. Jakarta: Gramedia.1988

D. Gunarso, Singgih.Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: Gunung Mulia.1981 D. Marimba, Ahmad.Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Maarif. 1989


(4)

Daradjat, Zakiah. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama, 1995

Daradjat, Zakiyah (et al).Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara: Jakarta. 1992. Daud Ali, Mohammad.Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Depag RI. Ensiklopedi Islam jilid II. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru VanHouve.1996 E. Bell Gredler, Margaret.Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali Press,1991.

Fakhry, Majid.Etika dalam Islam, terj. Zakiyuddin Baidhawy. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1996.

Furchan, Arief dan Agus Maimun. Study Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999

Ghazali, Imam. Kiat Mempertajam mata Batin. Terj. : Ust. Labib Mz. Surabaya: Putra Jaya. 2007.

http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf.

http://www.salafyoon.net/sirah/ibnul-qayyim-al-jauziyah.html

J. Moleong, Lexy.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1999.

Katsir, Ibnu.Al-Bidayah wa al-Nihayah. Beirut: Dar al-Fikr.tt.Juz IV

Leslie Smith, Julie Dockrell and Peter Tomlison, Piaget, Vygotsky and Beyond. Future Issues for Developmental Psychology and Education. London: Routledge, 1997

Lewis, B et.al.The Encyclopedy of Islam. Vol III. Leiden: E.J. Brill. 1990 M. Arifin,Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta: Bumi Aksara.2000), 20

Mahalli, A. Mudjab.Pembinaan Moral di Mata al-Ghozali. Yogyakarta: BPFE. 1984. Mahjuddin,Kuliah Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.

Mansur, Laily.Ajaran dan Teladan para Sufi. Jakarta : Raja Grafindo. 1996.

Mansur.Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: PT. Pustaka Belajar. 2005.

Masy’ari, Anwar.Akhlak al-Qur’an.Surabaya: Bina Ilmu. 2007.

MS, Suroso. Hand Out Psikologi Belajar Magister Psikologi Untag Surabaya. Surabaya: Untag. 2008.


(5)

Mustofa, A.Akhlak Tasawuf. Pustaka Setia:Bandung. 1999.

Nata, Abuddin.Akhlak Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1997

Nata, Abuddin. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di

Indonesia.Bogor: Kencana. 2003.

Nata,Abudin.Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012 Nazir.Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1988

Nelly, Anne. Perret-Clermont.Revisiting Young Jean Piaget in Neuchatel among his Partner in Learning dalam Leslie Smith, Julie Dockrell dan Peter Tomlison (eds). London: Routledge. 1997

Niam Sholeh, Asrorun.Reorientasi Pendidikan Islam Mengurai Relevansi Konsep al-Ghazali dalam Konteks Kekinian.Jakarta: eLSAS, 2006

Noerhidayatullah. Insan Kamil Metode Memanusiakan Manusia. Bekasi: Intimedia dan Nalar. 2002

Partini Suardiman. SitiPsikologi Perkembangan.Yogyakarta: tp 1990.

Piaget, Jean. “ Jean Piaget: Auto Biografi dalam Agus Cremes (ed) Antara Tindakan dan Pikiran. Jakarta: Gramedia.1988

Piaget, Jean.“Genetic Epistemology”,

www.maryists.org/reference/subject/philosophy/works/fr/Piaget/html. Piaget, Jean.Antara Tindakan dan Pikiran. Jakarta: Gramedia.1988

Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu. Miftahus Darus Saadah jilid kunci surga mencari kebahagiaan dengan ilmuterj. Abdul Matin dan Salim Rusydi Cahyono. Solo:Tiga Serangkai. 2009. Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu.Tuhfa al-Maudud bi Ahkam al-Maulud

Qayyim al-Jauzy, Ibnu Zad a l-Ma’ad, terj. Ahmd Sunarto dan Ainur Rofiq. Jakarta: Robbani Press. 1998.

Qayyim al-Jauzy, Ibnu.Madarij al-Salikin, juz II. Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 1988. Qayyim, Ibnu.al-Fawaid. Beirut: Dar al-Fikr.1993

Qoyyim Al-Jauziyah, Ibnu Al-Jawab. Al-Kahfi: Mengetuk Pintu Ampunan Maraih Berjuta Anugerah, terjemah Futuhal Arifin. Jakarta: Gema Madinah Makkah Pustaka. 2007. Ramayulis.Ilmu Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2006.


(6)

Sayyid Abdullah Haddad, Allamah.Thariqah Menuju Kebahagiaan. Bandung: Mizan. 1998. Smith, Leslie Julie Dockrell and Peter Tomlinson.Piaget, Vygotsky and Beyond, future issues

for developmental psychology and education. London: Routledge. 1997. Suardiman, Siti Partini.Psikologi Perkembangangan.Yogyakarta: tp. 1990

Sudarto,Metodologi Penelitian Filsafat, Edisi I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1996), 84 Sudjanto, Agus.Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara. 1997

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. 2009.

Sunartyo, Nano.Membentuk Kecerdasan Anak Sejak Dini. Yogyakarta: Penerbit Think. 2006 Suparno, Paul.Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.Yogyakarta: Kanisius. 2002. Syaodih Sukmadinata, Nana. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja

Roesdakarya. Cet 2. 2004

Syarafuddin an-Nawawi, Al-Imam.al-Arba’in an-Nawawiyyah.Surabaya: al-Miftah. Tatapangarsa, Humaidi. Akhlak yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu

Tatapangsara, Humaidi. TIM Dosen Agama Islam. Pendidikan Agama Islam untuk

Mahasiswi. Malang: IKIP Malang. 1990

Tebba, Sudirman.Seri Manusia Malaikat. Yogyakarta: Scripta Perenia. 2003

Thobroni, Muhammad. Arif Mustofa. Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. 2011.

Trim, Bambang.Menginstal Akhlak Anak. Jakarta: PT Grafindo Media Pratama. 2008

W. Sarwono, Sarlito. Berkenalan Dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. 2000.

Yusuf LM, H. Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya. 2000

Zainuddin, A. Muhammad Jamhari. al-Islam 2 Muamalah dan Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. 1999.