Studi Peningkatan Laju Disolusi Furosemida dengan Sistem Dispersi Solida Furosemida - PVP K-17 PF Repository - UNAIR REPOSITORY

  M . N A S R U D 1N STUDI PENINGKATAN LAJU DISOLUSI FUROSEMIDA DENGAN SISTEM DISPERSI SOLIDA FUROSEMIDA - PVP K - 17 PF

  I una; _ _ _ S J

  F A K U L T A S F A R M A S I U N IV E R S 1 T A S A I R L A N G G A S U R A B A Y A 1 9 9 1 * > * i t .. t J U A H A V A ? / / / > / f '

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

S KR IP S I :

  

STUDI PENINGKATAN LAJU DISOLUSI FUROSEMIDA

DENGAN SISTEM DISPERSI SOLIDA

FUROSEMIDA - PVP K-17 PF

SKRIPSI

  

DISUSUN UNTUK MEMENUHI SYARAT

MENCAPAI GELAR SARJANA FARMASI

PADA FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

oleh

M . NASRUDIN

  (058510760)

  Telah disetujui oleh ;

DRS . SOEGIHARTO H

Pembimblng utama g serta Pembl

  

1

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  KATA PENGANT a R P uji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah S'JT, kare­ na hanya dengan rakhmat dan karunia kekuatan lahir dan ba - tin dari-Nya saya dapat menyeleseaikan naskah skripsi ini guna memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fa - kultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya .

  Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada : 1 . Bapak Drs. Soegiharto H Bapak Roesjdi Gawai SU . dan

  Bapak Drs . Moegihardjo yang telah memberikan bimbingan , pengarahan, saran dan nasehat serta dorongan moral da­ lam menyeleseaikan skripsi ini.

  2. Bapak Drs. Sadono Kepala Laboratorium Preskripsi dan Formulasi yang telah berkenan memberikan ijin pemakaian fasilitas alat - alat di laboratorium .

  3. Bapak Prof. Drs. Abdul Basir Kepala Laboratorium Dasar Bersama Universitas Airlangga yang telah berkenan membe­ rikan ijin pemakaian alat " DSC " dan Spektrofotometer

  Infra merah.

  4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Air langga yang telah banyak membantu kelancaran dalam me nyelesaikan skripsi ini .

  5. Kedua orang tua serta rekan - rekan mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang senantiasa memberikan dorongan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesai- kan . ii

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  D an akhimya kami mengucapkan terima kasih kepada se- mua pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu , yang telah memberikan bantuan dan informasi serta saran yang sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

  Semoga Allah SWT. memberikan balasan atas semua ban - tuan yang telah diberikan, dan harapan kami semoga peneli­ tian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu kefarmasian di masa yang akan datang. Amin.

  Surabaya, Januari 1991 Penyusun. iii

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  D an akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada se- mua pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu , yang telah memberikan bantuan dan informasi serta saran yang sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini ,

  Semoga Allah S'VT. memberikan balasan atas semua ban - tuan yang telah diberikan, dan harapan kami semoga peneli­ tian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu kefarmasian di masa yang akan datang. Amin.

  Surabaya, Januari 1991 Penyusun . iii

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

D A F T A R I S I

  H alaman PRAKATA ...............................................ii

  a

  DAFT R

  ISI ............................................iv DAFTAR TABEL ....................................... Viii DAFTAR GANBAR ....................................... Xii DAFTAR I.AMPIRAN ..................................... xv

  BAB I . PKNDAHULUAN .....................................1 BAB II . TINJAU m N PUS TAKA ............................... 5 1 . Furosemida ................ ................. 5 1 ,1 , Sifat fisika dan kimia .................

  6

  2. Laju disolusi ....... .......... ............ 7

  3 1 0 . Ukuran partikel dan luas permukaan ..........

  4. Kelarutan .................................. 13

   5.1 . Metoda pembuatan dispersi solida ...... 16 5 .1 .1 . Metoda Pelelehan ............... 16

  5 .1 .2 . Iletoda Pelarutan ............... 17 5.1 .3. Metoda pelelehan - pelarutan .... 17

  5.2. Mekanisme peningkatan laju disolusi .... 18

  5.3. Bahan pembawa ..... ........... ....... 22

  6

  . Polivinilpirolidon ( PVP ) ................. 23 6.1 . Sifat fisika kimia ........ ............23

  6

  .2 . Penggunaan ......... .................. 24

  BAB III . BAHAN, ALAT DrfN METODA KERJA ................. 25 1 . Bahan percobaan ......................... . 25 2 ♦ Alat - alat ............................... 25 i v

  3. Metod a kerja ..............................

  3.3. Pemeriksaan dispersi solida Furosemida- PVP K-17 PF .......................... 28

  3.4.4. Penentuan panjang gelombang mak- simum ............... ..........30 v

  3.4.3. Pembuatan larutan baku kerja Fu­ rosemida ...................... 30

  29

  3.4.2. Pembuatan larutan baku induk Fu- i rosemida

  3.4. Penentuan laju disolusi .............. 29 3.4.1 . Pembuatan media disolusi ...... 29

  3.3.2. Pemeriksaan dengan " Differenti­ al Scanning Calorimeter" (DSC) . 29

  3.3.1 . Pemeriksaan kromatografi lapisan tipis (TLC) ................. . 28

  3.2.2. Car a pembuatan dispersi. solida . 28

  2 6

  3.2.1 . Komposisi campuran Furosemida - PVP K-17 PF ................... 27

  3.2. Pembuatan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF .......................... 27

  ?7

  .3. Identifikasi kualitatif PVP K-17 PF

  2 6 3 . 1

  3 .1 .2 . Identifikasi kuantitatif Furose- raida

  2 6

  3,1 . Identifikasi bahan penelitian Furosemi­ da dan PVP K-17 PF ................... 26 3 .1 ,1 . Identifikasi kualitatif* Rirose - mida ««.....••*«..««•*«••«•*»»•«

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  3.4.

  5, Pembuatan kurva baku ..... ........... 30

  3.4.6. Penentuan laju disolusi .............. 30 3.^.7. Penentuan laju disolusi Furosemida Fu - rosemida dalam larutan PVP K-17 PF - media disolusi ....................... 31

  4. Penentuan solubility .... .............. .......32

  5. Pengolahan dan analisa data '................... 32 BAB TV , HASIL PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA ............. 33 1 . Identifikasi bahan penelitian Furosemida dan PVP

  K-17 PF ....................................... 33 1 .1 * Identifikasi kualitatif Furosemida ........33 1 .2. Identifikasi kuantitatif Furosemida ...... 35 1 .3. Identifikasi kualitatif PVP K-17 P F ....... 35

  2. Pemeriksaan dispersi solida Furosemida-PVP K-17 PF

  37 2.1 . Pemeriksaan kromatografi lapisan tipis(TLC) 37

  2.2. Pemeriksaan dengan " Differential Scanning Calorimeter " (DSC) ...................... 39

  3. Penentuan laju disolusi ....................... 52 3.1 . Penentuan panjang gelombang maksimum ..... 52 3 .2 . Pembuatan kurva baku ..................... 52

  3.3. Penentuan ]aju disolusi dispersi solida Fu­ rosemida PVP K-17 PF ..................... 56

  4. Penentuan solubility substansi Furosemida ..... 56

  5. Analisa data .................................. 56 BAB V . PEMB/iHASAN .......................................

  9 5

  BAB VI. KESIMPULAN ......................................100 BAB VII . 5 ARAN .........................................# 101 vi

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  RINGKASAN .............................................-|02 DAFTAR PUSTAKrt ........................................ 103 LAMPIRAN ..............................................107

  

vii

  TABEL H alamsn

  5 9

  ................................ 63 v L i i

  6 0

  62 XI . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 40 :

  X. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 50 i 50

  6 1

  6 0 ; 40 .............................

  IX..Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pa­ da komposisi

  VIII. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji diso - lusi sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 70 ; 30 ...................... 60

  2 0 ..........................

  X . Hasil Identifikasi kualitatif Furosemida .......... 33

  VII . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolu­ si sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 80 :

  1 0 5 8

  VI . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 90 i

  V. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi Furosemida............................... 57

  52 IV. Nilai absorpsi larutan Furosemida dari berbagai ka­ dar pada panjang gelombang maksimum 270 n m ........ 54

  III ♦ Nilai absorpsi larutan Furosemida pada berbagai P ■**njsng gcl.omtTni^

  DAFTAR t a b e l

  II . Hasil Identifikasi kualitatif PVP K-17 PF ........ 35

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  X II . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sis.tem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pa­ da komposisi 30 : 70 .......................... .

  64 XIII „ Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sistem dispersi solida FUrosemida - PVP K-17 PF pa­ da komposisi

  2 0

  : 80..*,.*...... *. *.... ...... . 65

  XIV „ Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pa­ da komposisi 10 : 9 0 ..... ........................

  6 6

  XV „ Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada kompo^ sisi 90 i 1;0..................................... 67

  XVI _ Kadar Furosemida terlarut (mg/L) Dalai* uji disulusi oal*pu**ar) fih-iy Pjrosemida - PVF K-17 PF Pada kcmp*-- 80 ;

  2 0 .....................................

  6 8

  XVII . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolu­ si campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 70 : 30 .............. .......... ..... 69

  XVIII , Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji diso­ lusi campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pa­ da komposisi 6 0 : 40 ............ ..............70

  XIX . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolu­ si campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 30 : 50 ............................... 71

  XX. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada kompo­ sisi 40 : 60 ...... *............................ *. 72

  XXI. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolu­ si campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada i x

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  i

  XXVIII. AITOVA pro'CRD dari efisiensi substansi Furosemi

  92 X

  91

  90

  89

  86 8 8

  75

  lb

  73

  XXX. Selisih dari harga efisiensi disolusi rata - rata dari uji aisblusi substansi Furosemida, dispersi

  pro CRD ) dari harga efisiensi disolusi substansi Furosemida, dispersi solida dan campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada berbagai komposisi.......... ....................

  a NOV a

  XXIX..Pingkasan Analisis vrriasi'dengan rancangan acak lengkap (

  da, dispersi solioa dan campuran fisis Furosemi da - PVP K-17 PF pada berbagai komposisi ......

  h-

  XXVII. Harga jiliisiensi disolusi (,i) dari uji disolusi Furosemida, dispersi solida dan campuran fisis Furosemida- - PVP K-17 PF pada berbagai komposisi

  komposisi 30 : 70......... ................

  l a r u t a n P V P

  XXl'I. Kauar Furosemida uorlarut (nitf/L) dr lam uji disolu si campuran fisis furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 20 : oO ........................ ......

  XXIII. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji diso­ lusi campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pa­ da komposisi 10 : 9 0 ..........................

  X X I V . K a d a r F u r o s e m i d a t e r l a r u t ( m g / L ) d a l a m

  uji disolu i si

  s u b s t a n s i F u r o s e m i d a

  dalam

  K-17

  P F pada berbagai komposisi .... .

  P F m e d i a d i s o l u s i : ...................... .. ............ .. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

  X X V .

  Kadar Furosemida : terlarut ( mg/L ) dan harga AUC dari uji solubility substansi Furosemida ........

  XXVI. Ilarga AU C dari uji disolusi substansi Furosemida, sistem dispersi solida dan campuran fisis Furose­ mida -

  P V P

  K-17

  ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  sol ida dan campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada berbagai komposisi ..................... . 9 3

  XXXI. Hubungan antara jumlah PVP K-17 PF yang digunakan dalam dispersi solida dengan harga efisiensi di - solusi ..... ..................... ..............94 xi

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

D A F T A R G A M B AR

  H alaman GAMBAR I . Pengaruh ukuran partikel terhadap laju disolusi fena-

  1 0 setina ............................................

  2. Pengaruh ukuran partikel terhadap laju absorpsi fe-

  1 1 nasctina dalam plasma..............................

  3. Pengaruh ukuran partikel terhadap laju disolusi asam salisilat .......................................... 13

  4. Laju disolusi sulfamethoxazole dalam berbagai macam pemhawa dalam sistem dispersi solida dengan komposisi 50 : 50 ............................................20

  5. Pengaruh berat molekul pembawa (PEG) terhadap laju

  2 1

  disolusi diazepam «••«••»•••••••••••••••••••••••••••

  6. Laju disolusi dispersi solida griseofulvin - PVP pada

  2 1 bprbagai komposisi ................................

7 . Spektra infra merah dari Furosemida ............... 34

  8

  . Spektra infra merah dari Furosemida menurut pustaka 34

  9. Spektra infra merah dari PVP K-17 PF ............. 36

  10 Spektra infra merah dari PVP menurut pustaka .... 36

  II . Kromatogram dari Furosemida dan sistem dispersi so - lida Furosemida PVP K-17 PF ...................... 37

  12. Kromatogram dari Furosemida dan sistem dispersi so - lida Furosemida - PVP K-17 PF .................... 38

  13. Termogram DSC dispersi solida Furosemida-pvp K~1:7PF 39

  14. Termogram DSC campuran fisis Furosemida - PVP K-17 P F ................................................40

  15. Termogram DSC substansi Furosemida ............... 41 xii

  GAMBAR 16* Termogram DSC PVP K-17 PF ..... '.... .............42 17, Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17

  PF pada komposisi 90 : 10 ....................... 43

  18. Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 80 : 20 .......... .............44

  19, Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposi*si 70 : 30 ........................ 45

  20. Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 60 ; 40 ...................... 46 21 . Termogram *DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 50 : 50 ........... ........•. *. 47

  22. Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 40 : 60 ....................... 48

  23. Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 30 : 70 ............... ........ 49

  24. Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 20 : 80 ................. ...... 50

  25* Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 10 : 90 ....................... 51

  26. Kurv.a absorpsi terhadap panjang gelombang dari la - rutan Furosemida................................. 53

  27. Kurva absorpsi terhadap kadar larutan Furosemida pada panjang gelombang 270 n m .................. ,,55

  28. Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K

  t

  • 17 PF pada komposisi 90 : 10 .......................... 76

  29. Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran fisis dan dispersi solida Furosemida - PVF K-17 PF pada komposisi 80 : 20 .... ..................... 77 xiii

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  GAMBAR

  3 0 » Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran fists dan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada komposisi 70 ; 30 ........................... 78

  ?1 , Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF ^

  79 32, Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF

  6 0 pada komposisi : AO ............... .

  5 0 5 0

  pada komposisi : ........................... 80 33, Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF

  6 0

  pada komposisi 40 : ............... ............ 81 34, Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K-1'7 PF pada komposisi 30 : 70 ........................... 62 35 . Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF

  2 0 8 3 pada komposisi : 80 ............. .............

  36, Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran fisis dan dispersi solida Furosemida PVP K-17 PF pada komposisi 10 : 90 ................... ,...... 84

  37, Profil laju disolusi dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada Verhagai komposisi .............. 85

  38, Profil laju disolusi substansi Furosemida dalam la­ rutan PVP K-17 PF - Media disolusi .............. 87 xiv

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

D A F T A R L A M P I R A N

  LAM PIRAN Halaman

  I . Sertifikat analisis substansi Furosemida ........ 107

  II . Sertifikat analisis substansi Furosemida ....... 108

  III . Sertifikat analisis PVP K-17 PF ............... 109

  IV. Tabel harga koefisien korelasi (r) pada derajat

  5

  1 1 1 0 kepercayaan % dan % ........................

  V. Cara perhitungan untuk memperoleh kadar Furosemida

  1 1 1 terlarut (mg/L) .................................

  VI. Cara perhitungan untuk memperoleh harga AUC .... 112

  VII. Cara perhitungan analisis statistik ANOVA pro CRD113

  VIII. Cara perhitungan uji HSD dari Tukey .......... 114 xv

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  BAB

  I M 1 JL I K.

  FI.i\> ‘ ■ '.X.-; PENDAHULUAN / •.U t L A N G O A "

  S .» ii A Y A

  Efek obat umumnya diasumsikan dengan jumlah dan kece- patan bahan obat aktif mencapai tempat aksinya. Pada umum­ nya obat yang diberikan secara oral, harus diabsorpsi ter- lebih dahulu ke dalam sirkulasi sistemik sebelura mencapai tempat aksinya. Sebelum diabsorpsi bahan obat harus berada dalam bentuk terlarut dan tidak terionkan agar lebih mudah diabsorpsi lewat membran sel. Pada umumnya bahan obat me - ngalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses * Proses tersebut meliputi : (a) disintegrasi (b) disolusi dan (c) absorpsi melewati membran sel. Dari berbagai pro­ ses ini kecepatan bahan obat mencapai sirkulasi sistemik

  (

  1 ditentukan oleh tahapan yang paling lambat ) .

  Untuk bahan obat yang sukar larut, laju disolusi me - rupakan suatu tahap penentu dari seluruh proses kinetik. Karena jumlah bahan obat dalam bentuk terlarut yang terse- dia di tempat absorpsi sedikit. Ini berarti bahwa laju di- solusinya rendah dan absorpsinya cenderung lambat dan ti - dak sempuma . Dan sebaliknya, makin t-inggi laju disolusi-

  (

  1 nya, absorpsinya juga makin cepat dan sempuma ) .

  Banyak bahan obat yang digunakan adalah bahan obat yang sukar larut. Oleh karena itu banyak usaha yang telah dilakukan untuk memodifikasi sifat disolusi dari bahan o - bat agar diperoleh absorpsi yang lebih cepat dan lebih sempuma #

  1

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  2 C ara - cara yang biasanya digunakan untuk memperbaiki laju disolusi digambarkan secara matematis dari persamaan

  Noyes dan Whitney. Pada persamaan tersebut parameter yang diubah untuk meningkatkan laju disolusi dalam kaitannya dengan formulas! adalah luas permukaan partikel dan kela - rutan bahan obat. Salah satu usaha yang telah banyak dila­ kukan adalah dengan memperkecil ukuran partikel. Dengan memperkecil ukuran partikel, maka permukaan partikel yang berhubungan dengan pelarut akan bertambah luas, sehingga kelarutannya akan bertambah besar dan laju disolusinya a - kan meningkat. Sebagai contoh, ukuran partikel fenasetina dan fenobarbital yang semakin kecil mengakibatkan pening - katan laju disolusinya ( k » 5 ) . Contoh lain adalah griseo- fulvin dan spironolakton yang dibuat dalam bentuk " micro- nized ", dosis terapinya dapat diturunkan sampai 50 per -

  (

  6

  sen ) , Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memper - kecil ukuran partikel, antara lain : penggerusan secara

  11

  11

  konvensional, penggunaan ball milling , mikronisasi dengan " fluid energy mill » , pengendapan kembali dengan mengubah pelarut dan suhu, pembuatan dispersi solida. Di - banding dengan cara - cara pengecilan ukuran partikel di - atas, ternyata sistem dispersi solida lebih menguntungkan karena kemungkinan terjadinya agregasi dan aglomerasi an - tar partikel adalah kecil, hal ini disebabkan tiap parti - bahan obat akan terdispersi di dalam pembawa yang mengeli-

  6 linginya ( f17 ) .

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  3 Sistem dispe rsi solida adalah dispersi yang sangat halus dari bahan obat di dalara pembawa padat inert yang mudah larut air. Metoda ini pertama kali dikeraukakan o - leh Sekiguchi dan Obi pada tahun 1961, dengan pembentuk- an campuran eutektik dari sulfathiazol dengan urea. Con­ toh lain dari pemakaian dispersi solida adalah : reser - pine - PVP, griseofulvin - asaro suksinat, Indomethasin -

  (

  solida tergantung beberapa faktor antara lain : jenis pembawa, berat molekul pembawa, perbandingan bahan obat dengan pembawa, dan cara pembuatannya. Pemilihan pembawa harus memenuhi kriteria tertentu seperti : mudah larut air, inert, dapat campur dengan bahan obat, tidak toksik dan lain - lain ( 2,3,6,17 ) .

  Furosemida adalah suatu obat diuretika dari golong- an sulfonamida yang mempunyai sifat sedikit larut dalam

  6 5 ( 1 2

  air dan bioavailabilitasnya sekitar persen ) , Ql>h kar®na itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan laju disolusi Furosemida untuk tujuan efektivitas pengo- batan. Pada penelitian terdahulu, dibuat sistem dispersi solida Furosemida dengan menggunakan pembawa PVP K-25 >

  1 rVP K30 dan PVP K-90 ( 3 ) .

  PVP merupakan suatu polimer yang mempunyai sifat mudah larut dalam air dan bersifat inert. . bordasarkan kelarutannya, PVP dibedakan menjadi dua macam, yaitu : PVP yang larut dalam air, contohnya adalah ; PVP K-17PF, FVP K-17 PF, PVP K-25, PVP K30, PVP K-90. Dan satiinyp

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  4 adalah PVP yang tidak larut air, contohnya adalah ; FVP

  Pada penelitian ini dibuat sistem dispersi solida Furosemida dengan menggunakan pembawa PVP K-17 PF. Dasar pemilihan PVP K-17 PF sebagai pembawa adalah kelarutannya dalam air yang lebih besar bila dibandingkan dengan PVP K-25, PVP K-30 dan PVP K-90, disamping sifat - sifat PVP yang lain seperti : tidak toksik, dapat bercampur dengan pembawa dan inert. Dengan harapan, dispersi solida Furo - semida - PVP K-17 PF akan dapat meningkatkan laju disolu­ si Furosemida. Dengan demikian diharapkan pula penelitian ini dapat mendukung penelitian terdahulu dan memberikan informasi tambahan yang berguna untuk pengembangan formu­ las! lebih lanjut,

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  BAB

  II TINJAUAN PUSTAKA

  1. Furosemida Furosemida adalah suatu diuretika dari golongan sul fonamida yang mempunyai sifat sedikit larut air. Furo - semlda mempunyai efek langsung pada pengangkutan elek - trolit pada distal tubuli, menghambat reabsorpsi Na dan

  Cl pada ansa henle dan tubuli ginjal sehingga ekskresi

  j ^ 1 0 ion - ion ini bertambah ( ).

  furosemida banyak digunakan untuk terapi edema yang disebabkan oleh kegagnl^n jantung kongesti, cirrhosis hati, kerusakari ginjal termasuk sindroma nephrotik, e ~ dema paru - paru dan otak, hipertensi arterial. Dosis

  lnzim yang digunakan adalah miligram, sedang do

  • 2 0 ^*0

  

2 ( 1 0

sis maksimumnya gram sehari ).

  Pada pemakaian oral furosemida diabsorpsi cukup ce­

  6 5 1 0 1 2

  pat dengan bioavailabilitas sekitar persen ( , ), Sedang pada penelitian yang dilakukan oleh G.J. Yakatan et al, tentang absorpsi; distribusi; metabolisme; dan

  2 6

  ekskresi furosemida pada anjing dan kera ( ), menun- jukkan bahwa furosemida yang diabsorpsi lewat saluran pencernaan dari sediaan oral adalah sekitar 50 sampai

  6 0 persen.

  Pada percobaan tentang sistem dispersi solida dari furosemida yang dilakukan oleh J. Akbuga et al ( 13 )> menunjukkanibahwa pembuatan sistem dispersi solida fu - i

  

5

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  6 roseraida dengan pembawa PVP K-25; PVP K-30; PVP K - 9 0 dapat meningkatkan laju disolusi dari furosemida. Pe - ningkatan laju disolusi ini terutama disebabkan oleh peningkatan pembasahannya dan efek solubilisasi dari obat oleh pembawa. r>edang faktor - faktor yang lain a- dalah terjadinya bentuk amorf dan pembentukan kompleks antara obat dengan pembawa. Dan pada penelitian ini ju ga telah diamati tentang pengaruh penyiropanan terhadap kestabilan sistem dispersi solida furosemida - PVP, di mana pengaruh penyimpanan ternyata tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan dari laju disolusi dan pola difraksi sinar X yang menunjukkan tidak ter - jadi pertumbuhan kristal.

  m n u 1.1. Sifat Pisika kim.ia (1T,12).

  II h m s ,

  H o

  Cl

  Rumus molekul 0, ^ C I N - ^ S

  Berat molekul 330,7

  Nama lain

  • Benzoic acidt 5-(amino sulfonyl)

  4-chloro-2-((

  2 -furanyl methyl )

  amino)

  5

  • A-Chloro-N-furfuryl- -sulfamoyl anthranilic acid
  • Lasix, Aluzine, Diural, Impuga Diuresal, Frusetic, Fruseraide.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  7 Pem erian : Serbuk kristal berwama keku- ningan . Kelarutan : Praktis tidak larut air dan chloroform, larut dalam 75 ml alkohol, larut dalam 15 ml a-

  8 5 0

  ceton, larut dalam ml e - ter, sangat mudah larut dalam dimetil formamide dan larutan alkali . Titik leleh 2 0 6 : ° C. 2 . La.ju Disolusi

  Bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan jumlah bahan obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik, se- hingga oleh karena itu bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi daya terapetik, aktivitas klinik dan ak - tivitas toksik obat. Pada pemberian obat secara oral , bahan obat mengalfemi absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses. Proses tersebut meliputi : (a) dis- integrasi (b) disolusi dan (c) absorpsi melewati mem - bran sel, Dari berbagai proses ini, kecepatan bahan o- bat aktif mencapai sirkulasi sistemik ditentukan oleh tahapan yang paling lambat. Tahap ini dinamakan tahap

  1 penentu kecepatan ( rate limiting step ) ( ) .

  Skema berikut menunjukkan proses - proses yang terjadi bila tablet atau kapsul diberikan di bawah kondisi yang sesuai ( in vitro ) atau di saluran pen - cemaan ( in vivo ) :

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  8

  d i u i n t o t f r o u i d i s i r i t e g r a s i T a b } n t / l u i p r n j 1 ---------- •--------------- > G r n n u l ----------------------------- > S e r b u l c absorpsi D a l i a n o b a t d a l a m d a r a h , j a r i n g a n d a n c n i r a n t u b u h l a i n v

  Dari skema tersebut terlihat bahwa disolusi dari bahan obat yang terjadi tidak hanya dari serbuk atau partikel halus saja, tetapi juga dari sediaan yang langsung kon- tak dengan pelarut sebelum terjadi disintegrasi dan da­ ri fragmen - fragmen dan agloroerat yang dihasilkan se -

  1 6 telah disintegrasi ( ).

  Apabila proses disolusi sangat lambat ( misalnya

  1 / 2 0

  kurang dari dari proses disintegrasi, deagregasi f dan proses absorpsi ), maka disolusi memegang peranan penting dalam kontrol laju absorpsinya ( 3 2 ) # Dan un­ tuk bahan obat yang mempunyai kelarutan kecil d.alara air, laju disolusi sering raerupakan tahap yang paling lambat, sehingga raerupakan tahap penentu kecepatan ab -

  1

  sorpsinya ( ) ♦

  9 Disol usi merupakan proses diraana suatu bahan ki­ mia atau bahan obat dari bentuk padatnya menjad:? ter­ larut dalam suatu pelarut ( 1 ). Ke'seluruhan laju disolusi bahan obat dapat; digambarkan oleh persamaan

  Noyes dan Whitney (4,5 ) : dC ’■) A / y-, \ / * \

  K --- -p p (

  Cs

  • c ) persamaan (1).

  dC - Laju disolusi dt D = Konstanta kecepatan difusi

  A «s Luas permukaan partikel v s Volume media disolusi h « Tebal lapisan difus C * Konsentrasi larutan jenuh obat s

  C » Konsentrasi obat pada waktu t Pada kondisi percobaan, umumnya konsentrasi bahan o - bat ( C ) jauh lebih kecil dari pada konsentrasi la - rutan jenuh bahan obat ( C_ ), sehingga C dapat dia - b baikan terhadap Cs ( 4 ). Dan apabila kondisi yang- lain seperti : volume pelarut, suhu dan kecepatan pe- ngadukan dibuat konstan, maka akan didapat persamaan yang leb.ih sederbann :

  == K A C persamaan (2) . \ I w • > Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa laju di - solus.i suatu bahan obat berbanding lurus dengan luas permukann partikel. buhan obat ( A ) dan konsentrasi larutan jenuh atau kelarutan bahan obat ( C ) terse- o but ( ^

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  10

  Berdasarkan persamaan (1) dan (2), laju disolusi ba ban obat akan berbanding Xurus dengan luas permukaan hahan obat yang berbubimgan dengan pelarut (A)«D£ng~

  an

  m^nperkeci! ukuran partikel bahan obat, maka Inns p' rnuk^an sper.ifik ^ban obnt yang bcrhubungan dengan patarut akan b^tarnb ->h bes^r, sehingga laju di so.lusi-

  • 3

  ny ?-k?>n {reningkar.. Hal ini terutama berpengaruh pada bnb'in obat yang sukar larut ( 4,5 ).

  P*n£oruh ukuran partikel. terhadap lsju disolusi.

  1

  lapat dilihat pada sjju disolusi fenasetina dalam ber

  

1

  hagai ukuran ( garobar ). dimana ukuran partikel ter kecil menunjukkan laju disolusi. yang terbesar ( 5,181

  1

  gambar . Iengaruh ukuran partikel terha - dap laju disolusi fenasetina.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  11 Dengan memperkecil ukuran partikel dapat niening- katkan laju disolusi bahan obat yang sukar larut, se- hingga bi.oavail.abi i i tar. dari bahan obat tersebut di - harapkan akan ineningkat pula. Pengaruh ukuran parti - ke.l terhadap bioavailabilitas obat dapat dilihat pada gambar 2. Pada pemberian fenesetina dalam berbagai rna cam ukuran partikel p'enunjukkan bahwa makin kecil u - kurnn partikel fenasetinn akan menghasilkan kadar ba­ han obat da1am darah yang makin besar meskipun dosis 3 yang diberikan am a (5*18). gambar 2. Pengaruh ukuran partikel terhadap la­ ju absorpsi fenasetina dalam plasma. Ket<3Tangan : 0__0 : 75 mikron

  __fl__a : 75 mikron + 0,1 % tweenSO 4

  • s 150 - 180 mikron _x ~ k • 250 mikron

  Cara - cara yang dapat dipakai untuk memperkecil ukuran partikel adalah sebagai berikut ( 7 ) : 3 1, Pcngg^rusan eearn konvensional •

  2 . Peiggunaan " ball milling " .

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  12

  m i j

  77~& j r r - . - ■ ■ ' > F v

  3 . Mikronisasi dengan '-energy mill n .

  4. Pengendapan kembali dengan mengubah pelarut dan suhu .

  5. Pemakaian bentuk garamnya yang mudah larut yang akan mengendap kembali dalam bentuk partikel yang sangat halus di saluran pencernaan. Namun perlu diingat bahwa pengaruh pengecilan ukuran par tikel tersebut ada batasnya . Ukuran partikel yang terla- lu kecil ( kurang dari 1 0 mikron ) mungkin tidak akan memberikan efek memperbesar laju disolusi, tetapi justru menimbulkan efek yang berlawanan. Hal ini disebabkan ka- rena partikel yang sangat kecil mempunyai kecenderungan menyerap udara pada permukaannya. Udara yang teradsorpsi pada permukaan partikel dapat menghalangi pembasahan par tikel oleh pelarut yang mengelilinginya. Selain itu juga terdapatnya muatan listrik pada permukaannya, &**Mngga

  11

  dapat menyebabkan terjadinya " agregasi " dan aglome - rasi " yang mengakibatkan berkurangnya luas permukaan spesifik partikel yang berhubungan dengan pelarut di se- kitamya ( 5,6 ) . Finholt et al menunjukkan bahwa laju disolusi in vitro dari asam salisilat berkurang bila u - kuran partikelnya semakin kecil ( 5 ) • Sebagaimana ter - lihat dalam gambar 3.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  13 . w o k l u ( m e n i t )

  Gnmbar 3. Pengnruh ukuran partikel terhadap laju disolusi asam salisilat. o Koternnfjan : ---- o : 0,21 - 0,30 mm a : /\---- 0,30 - 0,50 mci n --- □ : 0,50 - 0,71 mm r---- o : 0,71 - 1,00 mm

  Sedangkan penggunaan bentuk garamnya yang mudah la­ rut pada bahan obat tertentu kurang menguntungkan, kare­ na bentuk garam dari obat yang bersifat asam at&u basa yang sukar larut dapa-t bereaksi dengan C02 dan air dari udara, sehingga bentuk garam ini terurai dan menghasil -

  6

  kan senyawa yang sukar larut ( ) * Hal ini akan menu - runkan laju disolusi dan absorpsinya.

  4. Kelarutan Kelarutan suatu bahan obat didefinisikan sebagai konsentrasi dari zat padat di dalam larutan yang seim - bang dengan fase padatnya. Pada larutan jenuh kecepatan perpindahan molekul dari fase padat ke fase larutan ada­ lah sama dengan kembaiinya molekul dari larutan ke fase

  1 6 padatnya ( ) .

  14 'art ners^mnn'i .iny^s dan W M tney dapat dij^la: V o n b i ' h ' n l a . j u d i s r - . l ; i - i ( ) t i d a k h a n y a b e r b a n d i n g

  R T ; Kelarutan dari partikel halus : Kelarutan dari partikel besar (bahan

  Pada persamaan di atas terlihat bahwa harga kelaru - tan bahan obat ( C ) dapat meningkat apabila ukuran s partikel berkurang .

  Temperatur Berat jenis Tegangan permukaan

  b T

  c ,r‘ r • it r

  W : Berat molekul r : Ukuran partikl R : Tetapan gas

  o b a t )

  rj3

  _dl; I’ln.T- d^nc.an lun& p^ri'iuk-’a.n r av't ikel ( A ) , tetapi. ,iu- rf !--n>.*.andlnf- luruL1 douran kol^'utan bahan obat ( C ) .

  exp ( g . y M )

  %

  Peningkatan dari kelarutan dapat diterangkan de- ^gan persamaan Kelvin ( 18 ) : .

  ga akan meningkat ( 4 ).

  b.i}a kelarutan bahan obat meningkat, yang ma- na untuk meninfkatknn kelarutan dapat dilakukan dengan imnnperkecil ukuran partikel, maka laju disolusinya ,ju-

  o

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  Sistem dispe rsi solida Pada tahun 1961, Sekiguchi dan Obi telah menemukan pembuatan sistem dispersi solida untuk memperkecil uku­ ran partikel dan meningkatkan laju disolusi serta ab - sorpsi dari bahan obat yang sukar larut ( Sulfathiazol) dengan membentuk campuran eutektik dengan bahan pembawa yang inert don mudah larut air ( Urea ). Sedangkan Gold berg et al melakukan percobaan yang lebih terperinci. foeroka inen£atakaji bahwa sistem dispersi solida tidak banya membentuk sistem eutektik saja. Tetapi juga mem - bentuk larutan padat, yaitu terjadinya dispersi molekul dari bahan obat yang tidak larut air di dalam pembawa padat yang mudah larut air. Dan pada tahun 1965 Tachi - bana dan Nakamura membuat sistem dispersi koloida deng­ an menggunakan bahan pembawa polimer yang mudah larut air. Sedangkan Chiou dan Riegelinans menggunakan PEG untuk pembontukan " glass solution " dalam upaya mening katkan laju disolusi ( 6 ), Jadi sistem dispersi solida adalah dispersi sangat halus bahan obat padat dalam pern bawa padat inert yang mudah larut air ( 7 ).

  Sistem dispersi solida ini dapat diklasifikasikan monjadi enam golongan ( 6,7,9 ) : 1 . L-Attektik sederhana.

  3. "Glass solution " dan " Glass suspension

  U, Endapan amorf.

  5. Pembentukan senyawa komplek antara bahan obat dengan pembawa.

  6. Kombinasi dari golongan di atas.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  H 6

  5 , 1 . Meto

  da pembuatan dispersi solida Ada beberapa metoda yang digunakan untuk pembuatan sistem dispersi solida, yaitu : metoda pelelehan, me­ toda pelarutan dan kombinasi dari kedua metoda terse­ but ( 6,7,8,9 ) .

  5 .1 .1 . Metoda pelelehan Metoda ini pertama kali digunakan oleh Sekiguchi dan Obi dalam membuat sistem dispersi solida sulfa- thiazol - urea .

  Cara pembuatannya : Bahan obat yang sukar larut dalam air dan pem­ bawa yang mudah larut dalam air dicampur dan dipanaskan sampai meleleh,kemudian campuran i- ni didinginkan dengan cepat sambil terus dia - d u k , Massa padat yang terjadi kemudian digerus dan diayak untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam . Syarat metoda pelelehan ini adalah bahan obat dan pembawa harus saling campur pada keadaan meleleh dan stabil pada suhu tinggi , Keuntungan dari metoda ini adalah sederhana dan ekonomis , Sedang kerugian- nya adalah kemungkinan terjadinya peruraian atau penguapan bahan obat maupun pembawa selama proses pencampuran pada suhu tinggi . Seperti yeng terjadi pada campuran griseofulvin - asam suksinat, selama proses pencampuran dengan pemanasan, asam suksinat menguap dan terurai . Contoh dispersi solida yang dapat dibuat dengan metoda ini adalah sistem dis -

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  17 perai solida golongan steroida dan glikosida jan - tung dalam PEG, griseofulvin dalam pentaeritritol( ♦ <»

  6 ) .

  5 ,1 J2. • Metoda pelarutan Metoda ini pertama kali digunakan oleh Tachibana dan Nakamura . Metoda ini menggunakan pelarut orga- nik untuk' mencampur bahan obat dan pembawa.

  Cara pembuatannya : Campuran bahan obat dan pembawa dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, kemudian pelarut - nya diuapkan . Keuntungan dari metoda ini adalah kemungkinan ter- jadinya peruraian dari bahan obat dan pembawa pa - da suhu tinggi dapat dihindari . Karena selaraa pro­ ses penguapan pelarut hanya dibutuhkan suhu yang rendah. Sedang kerugiannya adalah biaya yang mahal dan kesulitan menghilangkan pelarut secara sempur- na . Kesulitan pemilihan pelarut dan kemungkinan terjadinya efek samping dari pemakaian pelarut yang berlebih. Contoh dispersi sollda ygng dapat dibuat dengan metoda ini adalah sistem dispersi solida sulfathiazol - PVP, reserpina - deoxycholic acid, beta caroten - PVP.

  , 1

  5 .3. Metoda pelelehan - pelarutan Metoda ini dibuat dengan cara melarutkan bahan o - bat dalam pelarut yang sesuai, kemudian dicampur -

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  18 kan segera ke dalam pembawa yang telah dilelehkan .

  Metoda ini kurang disukai karena karena pengerjaan- nya lebih.sulit. Contoh dispersi solida yang dibuat dengan metoda ini adalah sistem dispersi solida spironolakton - PEG 6000 dan griseofulvin - PEG 6000

  ( 6 ) . 5 *2 . Mekanlsme peningkatan la.iu disolusi

  Sistem dispersi solida dapat meningkatkan laju diso­ lusi dari bahan obat yang terdispersi dalam pemba­ wa karena adanya beberapa mekanlsme yang m m g k i n terjadi antara lain ;

  1 . Pengecilan ukuran partikel ( 6,17 )

  2. Adanya efek solubilisasi dari pembawa (6,17)

  3. Berkurangnya kemungkinan terjadi H agregasi" dan " aglomerasi " dari partikel - partikel bahan obat yang bersifat hidrofob ( 6,17 ) .

  4. Peningkatan kemampuan terbasahi dan terdis - persi d ri bahan obat karena adanya bahan pembawa yang mudah larut ( 6,17 ) .

  5. Bentuk polimorfisme bahan obat( 6,17 ) -

  6

  6