Penetapan Kadar Furosemida Secara Spektrofotometri Ultraviolet

(1)

PENETAPAN KADAR FUROSEMIDA SECARA

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

TUGAS AKHIR

OLEH:

DEVI RIATI

NIM 102410021

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah: “Penetapan Kadar Furosemida Secara Spektrofotometri Ultraviolet“ yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada kedua orangtua, Ayahanda Ardi dan Ibunda Parni tercinta, saudara kandung penulis, serta kepada seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan moril maupun materiil, motivasi, dan nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis telah mendapatkan banyak bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


(4)

3. Bapak Prof. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas semua didikan dan bimbingannya selama ini.

5. Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes., Apt., sebagai Koordinator Pembimbing Praktik Kerja Lapangan di Balai Besar POM Medan.

6. Sahabat-sahabat yang saya sayangi Lia, Anisa, Rahman, Sakinah, Ulfah, teman teman Analis Farmasi Makanan dan Minuman stambuk 2010, kakak dan abang ekstensi 2010, serta teman-teman cahthob yang semuanya tidak dapat disebut satu persatu namanya namun tidak mengurangi keberadaan mereka terimakasih atas kebersamaan dan dukungannya dalam penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amiin.

Medan, April 2013 Penulis


(5)

PENETAPAN KADAR FUROSEMIDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Intisari

Furosemida adalah obat diuretika kuat yang sering digunakan untuk pengobatan edema yang berasal dari jantung, hati atau ginjal dan dapat pula untuk pengobatan hipertensi ringan. Diuretik Furosemida merupakan zat yang paling banyak digunakan, terutama karena sangat bermanfaat jika diperlukan kerja yang cepat dan intensif. Tujuan analisis ini adalah untuk memastikan kadar Furosemida dalam tablet yang beredar dipasaran sesuai persyaratan yang tercantum dalam monografinya. Penentuan kadar Furosemida dalam tablet dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratoriun obat dan bahan berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan Medan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar Furosemida pada kedua sampel yang diperiksa mengandung kadar furosemide sebanyak K1 = 96,44% dan K2 = 102,32%, hasil ini memenuhi persyaratan sesuai British Pharmacopoeia Volume 3, yakni tablet furosemida mengandung furosemidatidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket


(6)

CONTENT DETERMINATION OF FUROSEMIDE ULTRAVIOLET SPECTROPHOTOMETRICALLY

Abstract

Furosemide is a powerful diuretic drug that is often used for the treatment of edema from heart, liver or kidneys and can also for the treatment of mild hypertension. Diuretic furosemide is the most widely used substances, mainly because it is very useful if you need a quick and intensive work. The purpose of this analysis is to determine levels of furosemide in tablets in the market whether it is appropriate requirements listed in monografinya. Determination of Furosemide in tablet ultraviolet spectrophotometry conducted in accordance with the procedures and tools used in laboratory medicine and hazardous materials and Drug Administration Food Medan. The analysis showed that the levels of furosemide in both samples tested contained levels of furosemide as K1 = K2 = 96.44% and 102.32%, these results meet the requirements according to British Pharmacopoeia Volume 3, namely furosemide tablets furosemide contain not less than 95.0 % and not more than 105.0% of the amount listed on the label.


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif (pencegahan), diagnosa (mengetahui penyakit), terapi (pengobatan), dan rehabilitasi (pemulihan) terhadap suatu penyakit pada manusia maupun hewan. Zat aktif yang dipergunakan sebagai obat terlebih dahulu dibuat dalam bentuk sediaan seperti pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, dan salep (Jas, 2007).

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapi yang diharapkan. Salah satu persyaratan mutu adalah kadar yang dikandung harus memenuhi persyaratan kadar seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya (Ditjen POM, 1979).

Obat-obatan yang menyebabkan meningkatnya aliran urin disebut diuretik. Penggunaan diuretika, digunakan khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Fungsi utama diuretika adalah untuk memobilisasi cairan edema, yakni mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal (Gan, 1995).


(8)

Penetapan kadar Furosemida digunakan secara spektrofotometri ultraviolet karena memiliki gugus kromofor, mudah digunakan, penggunaannya cepat dan murah, serta memberikan hasil yang baik untuk pengukuran kuantitatif obat. Cara spektrofotometri merupakan cara yang tertera pada British Pharmacopoeia Vol 3 dan mempunyai panjang gelombang serapan maksimum 271 nm, oleh sebab itu dipilih cara spektrofotometri ultraviolet pada kisaran panjang gelombang 200-400 nm.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memastikan kadar Furosemida dalam sediaan tablet memenuhi persyaratan yang tertera pada British Pharmacopoeia Volume 3.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar Furosemida dalam sediaan tablet adalah agar menjamin bahwa sediaan tablet tersebut yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan yang tertera pada British Pharmacopoeia Volume 3 sehingga dapat melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi persyaratan. Hal ini perlu dilakukan karena kadar obat sangat berpengaruh pada efek terapinya.


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet

2.1.1 PengertianTablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa (Ditjen POM, 1995).

2.1.2 Komponen Tablet

Komponen dalam formulasi tablet adalah zat aktif dan zat tambahan. Zat tambahan pembuatan tablet antara lain:

a. Zat pengisi (diluent), dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya digunakan sakarum lactis, amilum manihot, salisi karbonas. b. Zat pengikat (binder), dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak,

dapat merekat. Misalnya, gelatin, glukosa, gom arab.

c. Zat penghancur (disintegrator), dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam lambung. Biasanya yang digunakan adalah gelatin, agar-agar, natrium alginat.

d. Zat pelicin (lubricant), dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya digunakan talkum 5%, asam stearate, magnesium stearat (Anief, 2000).


(10)

2.1.3 Syarat-syarat Tablet

Menurut Farmakope Edisi III persyaratan tablet sebagai berikut: a. Memenuhi keseragaman ukuran

b. Memenuhi keseragaman bobot

c. Memenuhi keseragaman zat brkhasiat d. Memenuhi waktu hancur

e. Memenuhi waktu larut

2.2 Diuretika

Menurut Mycek dan Harvey (2001), diuretika adalah obat-obatan yang menyebabkan meningkatnya aliran urine. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Perubahan osmotik dimana urine dalam tubulus menjadi meningkat karena natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal sehingga produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretik meningkatkan volume urine dan sering mengubah pH-nya serta komposisi ion didalam urin dan darah.

Secara umum diuretik dibagi menjadi dua golongan besar yaitu : (1) diuretik osmotik; (2) penghambat mekanisme transport elektrolit dalam tubuli ginjal. Contoh obat diuretik osmotik antara lain manitol dan gliserin. Salah satu


(11)

obat yang dapat menghambat transport elektrolit ginjal ialah diuretika kuat, misalnya furosemida dan bumetanid (Gan, 1995).

Diuretika kuat (high-ceiling diuretics) mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamnya dibagian epitel tebal lengkungan henle bagian menaik, kelompok ini disebut juga sebagai Loop diretics (Gan, 1995).

2.2.1 Proses Diuresis

Menurut Budiyanto urine terbentuk melalui 3 proses, yaitu: a. Filtrasi (penyaringan)

Proses ini terjadi didalam glomerulus. Disinilah dihasilkan urine primer. Pada proses ini darah akan disaring, tetapi penyaringan ini belum sempurna, sehingga kotoran-kotoran yang berpartikel kecil masih dapat lolos menuju kapsul bowman. Selain itu, di glomerulus juga terjadi pengikatan sel-sel darah, keping-keping darah, dan sebagian besar protein plasma agar tidak ikut dikeluarkan. b. Reabsorbsi (penyerapan kembali)

Di bagian inilah pertikel-partikel kecil tersebut akan di saring dan menghasilkan urine sekunder. Reabsorbsi terjadi di tubulus proksimal. Disini darah sudah betul-betul tersaring sehingga darah yang masih memiliki glukosa, asam amino, serta zat-zat yang masih diperlukan oleh tubuh akan diserap kembali dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah, sedangkan urine sekunder akan dilanjutkan ke proses augmentasi.


(12)

c. Augmentasi (penambahan zat sisa)

Proses inilah yang akan menjadi proses terakhir yakni menghasilkan urine. Urine sekunder yang menuju tubulus distal akan turun ke tubulus kolektivas, disinilah terjadi proses penambahan zat-zat sisa yang tidak bermanfaat lagi oleh tubuh yang selanjutnya urine akan di salurkan ke kantung kemih melalui saluran ureter. Kantung kemih merupakan tempat penyimpanan sementara urine. Jika kantung kemih sudah penuh, maka urine harus dikeluarkan oleh tubuh.

2.3 Furosemida 2.3.1 Uraian

Rumus bangun :

Rumus struktur : C12H11ClN2O5S

Nama Kimia : asam 4-kloro-5-sulfamoil antranilat Berat Molekul : 330,74

Pemerian : Serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton, dalam dimetilformamida, dan larutan alkali hidroksida; larut dalam metanol, agak sukar larut dalam etanol, sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam kloroform. Sinonim : Laxis, frusid, frumax (Clarke, 2005).


(13)

Furosemida adalah turunan sulfonamida merupakan diuretik kuat dan bertitik kerja di lengkungan henle di bagian menaik. Efektif pada keadaan edema di otak dan di paru-paru dan digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tan dan Rahardja, 1978).

Menurut Moffet (2005), uji furosemida secara spektrofotometri UV pada larutan asam—235 nm (A11=1333a), 274 nm (A11=600a), 342 nm; larutan basa— 271nm (A11=580a), 333 nm. Uji furosemida dapat dilakukan beberapa cara, seperti kromatografi cair kinerja tinggi, spektrofotometri inframerah, serta kromatografi gas.

2.3.2 Mekanisme Kerja

Furosemida adalah suatu derivat asam antranilat yang masih tergolong derivat sulfonamida, efektif sebagai diuretik. Mekanisme kerja furosemida adalah menghambat penyerapan kembali natrium, kalium dan klorida pada bagian menaik lengkungan henle. Sifat khas dari senyawa ini adalah kerjanya yang singkat dan intensif sehingga bermanfaat jika diperlukan (Tan dan Rahardja, 1978).

2.3.3 Farmakokinetik

Awal kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan masa kerja yang relatif pendek ± 6-8 jam. Absorpsi furosemida dalam saluran cerna sangat cepat, ketersediaan hayatinya 60-69% pada subyek normal, dan ± 91-99% obat terikat oleh plasma protein. Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh biologis ± 2 jam. Furosemida


(14)

digunakan untuk pengobatan hipertensi ringan karena dapat menurunkan tekanan darah (Siswandono, 2000).

2.3.4 Efek Samping

Efek samping yang terjadi mual, muntah, diare, ruam kulit, penglihatan kabur, pendengaran dapat terganggu. Pemakaian furosemida dengan dosis tinggi atau pemberian dengan jangka waktu lama dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan elektrolit seperti hipotensi, hipokalemia, hipokloremia, dan juga menimbulkan efek matabolik berupa hiperglikemia (Gan, 1995).

2.4 Spektrofotometri

2.4.1 Teori Spektrofotometri ultraviolet

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Spektrofotometri digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2008).

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia, teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, sinar tampak, inframerah, dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk


(15)

inframerah dekat 800-3000 nm, dan daerah serapan atom 2,5-40 µm atau 4000-250/cm (Ditjen POM, 1995).

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah untuk pemeriksaan kuantitatif. Apabila dalam spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi khas yang diabsorbsi oleh molekul adalah absorban yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar pemeriksaan kuantitatif (Satiadarma, 2004).

Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai gugus kromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak, penggunaanya cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya sampai 20 µg/ml,tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor (Satiadarma, 2004).

Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dengan daerah sinar tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Gugus fungsi seperti OH, NH, Cl yang mempunyai elektron-elektron valensi bukan ikatan disebut ausokrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu ausokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang


(16)

(efek batokrom) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek histokrom adalah suatu pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke pelarut polar (Cairns, 2004).

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorbsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron terkonyugasi menyebabkan transisi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Setiadarma, 2004).

Menurut Rohman (2007), metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak. Cara untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel.

Jika penetapan kadar atau pengujian menggunakan baku pembanding, lakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibuat dari baku pembanding menurut petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari zat uji. Lakukan pengukuran kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan kuvet dari kondisi pengujian yang sama. Kuvet atau sel yang dimaksudkan untuk diisi larutan uji dan cairan pelarut, bila diisi dengan pelarut yang sama, harus


(17)

yang digunakan adalah lebih kurang 0,005 cm. Kuvet harus dibersihkan dan diperlakukan dengan hati-hati (Ditjen POM, 1995).

Spektrum serapan cahaya merupakan fungsi dari panjang gelombang. Pengukuran konsentrasi dari serapan suatu senyawa biasa dilakukan dengan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004), yang ditulis Watson (2009) sebagai berikut:

Log I0/It = A = εbc

Dengan I0 adalah intensitas radiasi yang masuk; It adalah intensitas radiasi yang di transmisikan; A dikenal sebagai absorbans dan merupakan ukuran jumlah cahaya yang diserap oleh sampel; ε adalah tetapan yang dikenal sebgai koefisien ekstingsi molar dan merupakan absorbans larutan 1 M analit tersebut; b adalah panjang jalur sel dalm cm, biasanya 1 cm; dan c adalah konsentrasi analit dalam mol per liter. Dalam produk farmasi, konsentrasi dan jumlah biasanya dinyatakan dalam gram atau milligram dan bukan dengan mol sehingga untuk keperluan analisis produk ini, hukum Lambert-Beer ditulis dalam bentuk:

A = A (1%, 1 cm) bc

A adalah absorbans yang diukur; A (1%, 1 cm) adalah absorbans larutan 1% b/v (1g/100ml) dalam suatu sel berukuran 1 cm; b adalah panjang jalur dalam cm (biasanya 1 cm); c adalah konsentrasi sampel dalam 1g/100ml.

2.4.2 Peralatan Spektrofotometri

Menurut Khopkar (1990), suatu spektrofotometri tersusun dari :

1. Sumber, sumber yang biasa digunakan untuk daerah UV adalah lampu deuterium pada panjang gelombang 190-350 nm.


(18)

2. Mononokromator, digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma dirotasikan untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan.

3. Sel absorpsi, untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adala 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan.

4. Detektor, ini berperan dalam memberikan respons terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang, mempunyai kepekaan yang tinggi, dan juga mempunyai kestabilan yang cukup lama.


(19)

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar Furosemida pada tablet Furosemida dengan spektrofotometri ultraviolet dilakukan di Laboratorium Obat, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat-alat

Alat yang digunakan adalah batang pengaduk, beaker gelass 100 ml dan 2000 ml, lumpang dan alu, labu tentu ukur 50 ml dan 250 ml, neraca analitik, pipet tetes, pipet volume 1 ml, spektrofotometri ultraviolet.

3.2.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan adalah akuades, NaOH 0,1 M, baku pembanding Furosemidum BPFI, sampel obat furosemide 40 mg.

3.3 Prosedur

3.3.1 Pembuatan Pelarut NaOH 0,1 M

Ditimbang seksama ±8 gram kristal NaOH dan dilarutkan dalam 2000 ml akuades bebas CO2.


(20)

3.3.2 Pembuatan Larutan Baku Furosemide BPFI

Ditimbang teliti 8 mg baku Furosemidum BPFI, dimasukkan ke dalam labu tentu ukur 10 ml, ditambahkan 5 ml pelarut NaOH 0,1 M, Disonikasi selama 15 menit, ditambahkan pelarut sampai garis tanda, dihomogenkan, dipipet 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentu ukur 100 ml, ditambahkan pelarut sampai garis tanda.

3.3.3 Pembuatan Larutan Uji

Ditimbang 20 tablet @ 40 mg Furosemida, diserbukkan dengan lumpang sampai halus, ditimbang serbuk secara kuantitatif yang setara dengan 100 mg furosemide, dimasukkan ke dalam labu tentu ukur 250 ml, ditambahkan NaOH 0,1 M, disonikasi selama 15 menit, ditambahkan lagi NaOH 0,1 M sampai garis tanda, dihomogenkan. Dipipet 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentu ukur 50 ml, di tambahkan dengan NaOH 0,1 M sampai garis tanda.

3.4.4 Cara Penetapan Kadar

Ditetapkan panjang gelombang maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu dan selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi larutan uji.

3.4.5 Perhitungan Kadar

Perhitungan kadar dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :

K = Ab Au

x Bu Bb

x Ke Br

x fb fu


(21)

Ab: area baku (absorbansi baku) Bb: bobot baku

Bu: bobot uji

Br: bobot rata-rata sampel uji Ke: kadar etiket pada baku BPFI fu: faktor pengenceran uji fb: faktor pengenceran baku

3.4.6. Persyaratan

Persyaratan: Tablet furosemide mengandung Furosemida tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket (British Pharmacopoeia, 2007).


(22)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil

Penetapan kadar Furosemida dalam sediaan tablet dengan spektrofotometri ultraviolet, diperoleh kadar sebagai berikut (dilihat pada tabel 1 dan tabel 2): Tabel 1. Kadar yang diperoleh sampel 1

Tabel 2. Kadar yang diperoleh sampel 2

Kadar Furosemida dalam tablet pada masing-masing sampel adalah memenuhi persyaratan British Pharmacopoeia Volume 3.

No. sampel Absorbansi Kadar (%) Sampel 1 0,4428 95,23% Sampel 1 0,4488 96,75% Kadar rata-rata (K1) 95,99%

No. sampel Absorbansi Kadar (%) Sampel 2 0,4776 101,30% Sampel 2 0,4691 99.66% Kadar rata-rata (K2) 100,48%


(23)

4.2 Pembahasan

Dari hasil penetapan kadar tablet Furosemida secara spektrofotometri ultraviolet yang dilakukan terhadap 2 bets, diperoleh kadar sebagai berikut: K1 = 95,99% dan K2 = 100,48%. Kadar furosemide tersebut sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam British Pharmacopoeia Volume 3, yaitu tablet Furosemide mengandung furosemide tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari percobaan untuk furosemide baku adalah 270.6 nm, sedangkan dari literatur panjang gelombang maksimum furosemide adalah 271.0 nm. Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang jauh dari panjang gelombang yang diperoleh dari percobaan dengan literatur.

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapi yang diharapkan. Salah satu persyaratan mutu adalah kadar yang dikandung harus memenuhi persyaratan kadar seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya (Ditjen POM, 1979).


(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penetapan kadar secara spektrofotometri ultraviolet, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua sampel tablet Furosemida yaitu K1 = 95,99% dan K2 = 100.48% dalam hal ini berarti kedua sampel memenuhi persyaratan, karena kadar furosemida yang ditetapkan oleh British Pharmacopoeia persyaratannya adalah mengandung furosemide tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

Sebaiknya penetapan kadar Furosemida dalam tablet Furosemida tidak hanya dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet saja, dapat juga dilakukan dengan metode volumetri, seperti nitrimetri dan argentometri , serta kromatografi cair kinerja tinggi untuk menjadi perbandingan agar mendapatkan hasil yang benar-benar akurat.


(25)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2000). Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 3.

British Pharmacopoeia. (2007). Volume 3. London: The Stationary Office. Halaman 2608-2609.

Budiyanto. (2013). Proses Pembentukan Urine pada Ginjal. Available from:

Cairns, D. (2004). Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 151-152.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Halaman 5.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 8.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 4, 402.

Gan, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 380, 389.

Jas, A. (2004). Perihal Obat Dengan Berbagi Bentuk Sediaan. Medan: USU Press. Halaman 2-3, 25.

Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Halaman 225-227.

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe, P.C. (1997). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Widya Medika. Halaman 230-231.

Moffat, A.C., Osselton, M.D., dan Widdop, B. (2005). Clarke's Analysis of Drugs and Poisons. Edisi Ketiga. London: Pharmaceutical Press. Electronic Version.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 246.


(26)

Satiadarma, K., Mulja, M., dan Tjahjono, D.H. (2004). Azas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi I. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 87-94.

Tan, H.T., dan Kirana, R. (1978). Obat-Obat Penting. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Halaman 489, 492-493.

Watson, G.D. (2007). Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi Dan Praktisi Kimia Farmasi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 109-110.


(27)

(28)

Lampiran 2. Hasil pengujian penetapan kadar Furosemida dalam sediaan tablet dengan Spektrofotometri Ultraviolet

Sampel 1 Tablet Furosemida 40 mg No Reg : GKL 9807105210 A1 No Batch : 010423

Nama Industri : PT. First Medipharma Exp Date : Maret 2017

Baku Pembanding BPFI Furosemidum Kadar Etiket : 99.95% No. Kontrol : 205150 Berat yang Ditimbang : 9,391mg

%Kadar Baku : 99,95 99,85 100 % 100 = − x Sp %

Kadar Furosemida dihitung dengan rumus:

AreaBaku AreaUji x BobotUji BobotBaku x tiket KandunganE Rata BobotRata− x nBaku pengencera nUji Pengencera

x %Kadar Baku

Data penimbangan sampel sebagai berikut: Tabel 3. Data penimbangan sampel 1

No. sampel Penimbangan Bobot (g)

Sampel 1 I 0,47238


(29)

Kadar I Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 5422 , 0 4428 , 0 x g mg 47238 , 0 391 , 9 x mg g 40 17109 , 0 x 1000 12500

x 99,85 %

= 95,23% Kadar II Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 5422 , 0 4488 , 0 x g mg 47128 , 0 391 , 9 x mg g 40 17109 , 0 x 1000 12500

x 99,85 %

= 96,75 %

Kadar Rata-rata 2 % 75 , 96 % 23 , 95 + = 95,99%

Sampel 2 Tablet Furosemida 40 mg

No Reg : GKL 8920904910 A1 No Batch : 1108017

Nama Industri : PT Indofarma Exp Date : Desember 2015 Baku Pembanding BPFI Furosemidum Kadar Etiket : 99.95% No. Kontrol : 205150 Berat yang Ditimbang : 9,391mg


(30)

%Kadar Baku : 99,95 99,85 100 % 100 = − x Sp %

Kadar Furosemida dihitung dengan rumus:

AreaBaku AreaUji x BobotUji BobotBaku x tiket KandunganE Rata BobotRata− x nBaku pengencera nUji Pengencera

x %Kadar Baku

Tabel 4. Data Penimbangan sampel 2

Kadar I

Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 5422 , 0 4776 , 0 x g mg 42802 , 0 391 , 9 x mg g 40 17109 , 0 x 1000 12500

x 99,85 %

= 101,30% Kadar II Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 5422 , 0 4691 , 0 x g mg 42735 , 0 391 , 9 x mg g 40 17109 , 0 x 1000 12500

x 99,85 %

= 99.66% Kadar Rata-rata % 66 , 99 % 30 , 101 +

No. sampel Penimbangan Bobot (g)

Sampel 2 I 0,42802


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2000). Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 3.

British Pharmacopoeia. (2007). Volume 3. London: The Stationary Office. Halaman 2608-2609.

Budiyanto. (2013). Proses Pembentukan Urine pada Ginjal. Available from:

Cairns, D. (2004). Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 151-152.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Halaman 5.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 8.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 4, 402.

Gan, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 380, 389.

Jas, A. (2004). Perihal Obat Dengan Berbagi Bentuk Sediaan. Medan: USU Press. Halaman 2-3, 25.

Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Halaman 225-227.

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe, P.C. (1997). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Widya Medika. Halaman 230-231.

Moffat, A.C., Osselton, M.D., dan Widdop, B. (2005). Clarke's Analysis of Drugs and Poisons. Edisi Ketiga. London: Pharmaceutical Press. Electronic Version.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 246.


(2)

Satiadarma, K., Mulja, M., dan Tjahjono, D.H. (2004). Azas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi I. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 87-94.

Tan, H.T., dan Kirana, R. (1978). Obat-Obat Penting. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Halaman 489, 492-493.

Watson, G.D. (2007). Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi Dan Praktisi Kimia Farmasi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 109-110.


(3)

(4)

Lampiran 2. Hasil pengujian penetapan kadar Furosemida dalam sediaan tablet dengan Spektrofotometri Ultraviolet

Sampel 1 Tablet Furosemida 40 mg No Reg : GKL 9807105210 A1 No Batch : 010423

Nama Industri : PT. First Medipharma Exp Date : Maret 2017

Baku Pembanding BPFI Furosemidum Kadar Etiket : 99.95% No. Kontrol : 205150 Berat yang Ditimbang : 9,391mg

%Kadar Baku : 99,95 99,85 100

% 100

= −

x Sp

%

Kadar Furosemida dihitung dengan rumus:

AreaBaku AreaUji

x

BobotUji BobotBaku

x

tiket KandunganE

Rata BobotRata

x

nBaku pengencera

nUji Pengencera

x %Kadar Baku

Data penimbangan sampel sebagai berikut: Tabel 3. Data penimbangan sampel 1

No. sampel Penimbangan Bobot (g)

Sampel 1 I 0,47238


(5)

Kadar I Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 5422 , 0 4428 , 0 x g mg 47238 , 0 391 , 9 x mg g 40 17109 , 0 x 1000 12500

x 99,85 %

= 95,23% Kadar II Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 5422 , 0 4488 , 0 x g mg 47128 , 0 391 , 9 x mg g 40 17109 , 0 x 1000 12500

x 99,85 %

= 96,75 %

Kadar Rata-rata 2 % 75 , 96 % 23 , 95 + = 95,99%

Sampel 2 Tablet Furosemida 40 mg

No Reg : GKL 8920904910 A1 No Batch : 1108017

Nama Industri : PT Indofarma Exp Date : Desember 2015 Baku Pembanding BPFI Furosemidum Kadar Etiket : 99.95% No. Kontrol : 205150


(6)

%Kadar Baku : 99,95 99,85 100 % 100 = − x Sp %

Kadar Furosemida dihitung dengan rumus:

AreaBaku AreaUji x BobotUji BobotBaku x tiket KandunganE Rata BobotRata− x nBaku pengencera nUji Pengencera

x %Kadar Baku

Tabel 4. Data Penimbangan sampel 2

Kadar I

Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 5422 , 0 4776 , 0 x g mg 42802 , 0 391 , 9 x mg g 40 17109 , 0 x 1000 12500

x 99,85 %

= 101,30% Kadar II Ab Au x Bu Bb x Ke Br x Fb Fu

x % Kb

= 5422 , 0 4691 , 0 x g mg 42735 , 0 391 , 9 x mg g 40 17109 , 0 x 1000 12500

x 99,85 %

= 99.66% Kadar Rata-rata 2 % 66 , 99 % 30 , 101 +

= 100,48 %

No. sampel Penimbangan Bobot (g)

Sampel 2 I 0,42802