KESADARAN DIRI MAHASISWA AKADEMI KEPERAW

KESADARAN DIRI MAHASISWA AKADEMI KEPERAWATAN X TENTANG
KESIAPAN MERAWAT INDIVIDU GANGGUAN JIWA
Lina Rahmawati
Akper Saifuddin Zuhri Indramayu
082128682855/lutfi_fadilah83@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini berjudul kesadaran diri Mahasiswa Akademi Keperawatan Saifuddin Zuhri
Indramayu tentang Kesiapan Merawat Individu Gangguan Jiwa. Teori yang digunakan adalah
konsep kesadaran diri Stuart Laraia. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Akademi
Keperawatan Saifuddin Zuhri Tingkat II Semester IV berjumlah 51 orang. Teknik sampling yang
digunakan adalah total sampling dimana seluruh mahasiswa dijadikan responden penelitian.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

deskriptif kuantitatif dengan menyebar

kuisioner yang dibagikan pada sampel sebagai instrument pengumpulan data. Teknik sampling
menggunakan total sampling yakni jumlah sampel yang diteliti adalah keseluruhan dari populasi
berjumlah 51 orang mahasiswa tingkat II Akper Saifuddin Zuhri. Teknik analisis data
menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian secara keseluruhan kesadaran diri mahasiswa
tingkat II Akper Saifuddin Zuhri terhadap kesiapan merawat individu gangguan jiwa adalah
positif yaitu 59,9 % temuan ini menunjukan bahwa kesiapan mahasiswa dalam merawat individu

gangguan jiwa sudah baik sehingga mampu menjadi penolong yang layak, dapat menjadi helper
bagi individu gangguan jiwa, dan memiliki kesadaran diri baik sehingga diharapkan mampu
melakukan komunikasi terapeutik dengan baik.
Kata kunci : Deskriptif kuantitatif, Kesiapan Merawat Gangguan Jiwa, Kesadaran Diri

Latar Belakang
Kontekstual penelitian ini berdasarkan diskusi mahasiswa Akademi Keperawatan X yang
sudah beberapa kali mendapatkan perkuliahan keperawatan jiwa yaitu konsep keperawatan dan
kesehatan jiwa. Stigma pasien gangguan jiwa begitu tinggi pada masyarakat, begitu juga
mahasiswa keperawatan sehingga keingintahuan sejauh mana kesadaran diri mahasiswa
keperawatan mengenai stigma dan kesembuhan klien gangguan jiwa.
Fenomena yang terjadi stigma pasien gangguan jiwa masih tinggi, tidak hanya dilakukan
masyarakat, akan tetapi dari tenaga kesehatan perawat khususnya masih menganggap klien
gangguan jiwa sulit sembuh, merepotkan keluarga, kotor dll. Untuk itu diperlukan upaya
meningkatkan kesadaran diri mahasiswa keperawatan mengenai stigma sehingga diharapkan
kedepannya menjadi perawat yang dapat menanamkan keyakinan bahwa klien gangguan jiwa
dapat sembuh walaupun dalam keterbatasan.
Stigma merupakan factor risiko lingkungan yang sangat penting bagi survivor
skizofrenia, untuk itu diperlukan pemahaman, pengalaman yang baik untuk memperbaiki stigma.
Kesadaran diri individu pada individu skizofrenia erat kaitannya dengan stigma. Untuk itu

penting untuk diteliti bagaimana pengalaman stigma dan kesadaran diri seseorang mengenai
kesembuhan individu skizofrenia. Penelitian Zeltz (2014) mengungkapkan orang dengan tingkat
kepercayaan diri lebih tinggi memiliki kesadaran diri yang kurang pada individu gangguan jiwa.
Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran diri dan menghilangkan stigma pada
individu gangguan jiwa khususnya pada tenaga kesehatan.
Kesadaran diri merupakan keadaan seseorang secara sadar dalam melakukan identifikasi,
memproses, dan sadar mengenai dirinya. Fungsi dari kesadaran diri bagi individu yaitu perhatian
pada diri sendiri, evaluasi diri, pengalaman, peningkatan pengtehuan tentan diri, bagaimana
mengatur diri sendiri dan kondisi mental individu tersebut. Kesadaran diri juga dapat diartikan
interaksi individu, bagaimana individu menilai diri sendiri, ungkapan batin, dan citra individu
terhadap dirinya sendiri (Morin Alain, 2011)
Sunny (2009) mengatakan bahwa kesadaran diri merupakan suatu proses bagaimana
individu mengenali motivasi, pilihan dan kepribadian, menyadar bahwa factor-faktor yang
berpengaruh terhadap hal tersebut atas penilaian, keputusan dan interaksi kita dengan orang lain.
Goleman (2001) mengungkapkan bahwa kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan

pada saat mengambil keputusan. Kesadaran diri juga berate tolak ukur yang realistis atas
kemampuan dan kepercayaan diri yang kuat.
Menurut Suryati dan IKA (2004) menambahkan semakin kita mengenal diri kita maka
semakin memahami apa yang dirasakan dan dilakukan. Pemahaman tersebut memberikan

kesempatan atau kebebasan untuk mengubah hal-hal yang ingin kita ubah mengenai diri kita dan
menciptakan kehidupan yang kita inginkan. Kesadaran diri memungkinkan kita berhubungan
dengan emosi, pikiran dan tindakan.
Manfaat kesadaran diri menurut (Bimo, 2008) antara lain memahami diri dalam relasi
dengan orang lain, menyusun tujuan hidup dan karir, membangun relasi dengan orang lain,
memahami nilai-nilai keberagaman, memimpin orang lain secara efektif, meningkatkan
produktifitas dan meningkatkan kontribusi pada perusahaan, masyarakat dan keluarga.
Kesadaran diri sangat penting dimiliki perawat karena perawatan merupakan alat efektif
dalam merawat pasin sehingga diperlukan kesadaran diri, penggunaan diri secara terapeutik
melalui komunikasi terapeutik. Perawat harus menciptakan rasa percaya diri (trust) agar pasien
dapat mempercayai perawat sebagai tempat berkeluh kesah tentang masalah kesehatan pasien.
Perawat harus dapat menggunakan dirinya sebagai penolong (helper). Salah satu cara menjadi
seorang helper yaitu perawat harus memiliki kesadaran diri seperti kualitas personal, kunikasi
fasilitatif, dimensi respon, dimensi tindakan dan hambatan dalam berkomunikasi.
Penelitian

ini

mengenai


pengalaman

mahasiswa

keperawatan

secara

umum

mengambarkan kesadaran dirinya dalam menghadapi klien gangguan jiwa, stigma dan
kesembuhan klien gangguan jiwa. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagaimana
kesadaran diri mahasiswa keperawatan dalam menghadapi klien gangguan jiwa. Hasil penelitian
ini dapat menjadi masukan bagi dosen keperawatan jiwa maupun perawat dalam menanamkan
keyakinan kesembuhan klien gangguan jiwa.
Perilaku berhubungan dengan kesadaran diri. Skiner (1975) berpendapat kesadaran diri
dihasilkan oleh lingkungan. Kesadaran diri dan pengaruh social mempengaruhi perilaku
seseorang. Kesadaran diri merupakan kondisi dimana individu sadar akan karakter, perasaan dan
motivasi diri sendiri. individu merasa sadar akan fikiran, perasaan, fissik dan mental. Kesadaran
diri seseorang tidak tampak atau tidak dapat dilihat, akan tetaapi dapat dianalisis, diobservasi,

dinilai melalui respon, dipelajari sehingga dapat merubah perilaku seseorang.

Pentingnya kesadaran diri seorang mahasiswa keperawatan yang kelak akan menjadi
tenaga kesehatan khususnya perawat yang memiliki perilaku baik dan positif pada individu
gangguan jiwa, maka diperlukan analisis mengenai kesadaran diri dan upaya untuk
meningkatkan kesadaran diri tersebut agar kedepannya masalah kesehatan jiwa dapat teratasi
dari berbagai lini.
Rumusan masalah
“ Bagaimana kesadaran diri mahasiswa Akademi Keperawatan Saifuddin Zuhri tentang
kesembuhan individu gangguan jiwa?”.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara umum kesadaran diri
mahasiswa Akademi Keperawatan Saifuddin Zuhri tentang kesembuhan individu gangguan jiwa.
Metode Penelitian
Desain penelitian adalah deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara sistematis dan
terukur pada keseluruhan objek penelitian mengenai persepsi mahasiswa terhadap kesembuhan
individu gangguan jiwa. Menurut Kriyantoro (2010) metode penelitian deskriptif kuantitatif
adalah metode penelitian yang menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat
digeneralisasikan dengan sistematis dan terukur. Penelitian deskriptif mampu menggambarkan
fenomena pada populasi tertentu. Lokasi penelitian dilakukan di Akademi Keperawatan

Saifuddin Zuhri Indramayu.
Populasi adalah kesleuruhan objek penelitian yang berupa manusia, hewan, tumbuhtumbuhan, udara, gejala-gejala, nilai test, peristiwa-peristiwa dan sebagainya sebagai sumber
data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian (Bungin, 2001 ). Populasi dalam
penelitian ini adalah mahasiswa Akademi Keperawatan Saifuddin Zuhri Indramayu Program DIII
Keperawatan Tingkat II yang masih aktif berjumlah 51 orang.
Sampel adalah sebAgian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati (Kriyantoro,
2010). Ukuran sampel dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu keseluruhan mahasiswa
tingkat II dijadikan sampel penelitian berjumlah 51 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pertama melakukan studi
kepustakaan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan literature yang relevan yang
mendukung penelitian (Sarwono, 2006). Kedua penelitian dimulai dengan memperoleh izin dari

pimpinan Akademi Keperawatan Saifuddin Zuhri dan melaksanakan penelitian di pertengahan
perkuliahan keperawatan jiwa semester genap tahun akademik 2016/2017. Peneliti meminta izi
terlebih dahulu pada responden dan bertanya apakah seluruh responden bersedia dijadikan
responden. Keempat peneliti mempersiapkan kuisioner dan melakukan penyebaran kuisioner
dengan membagikan langsung pada tiap-tiap responden. Penyebaran kuisioner dilaksanakan
selama 2 jam.
Tinjauan Teoritis

Kesadaran diri
Kesadaran diri merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki perawat. Perawat harus
dapat mengkaji perasaan, reaksi dan perilaku secara pribadi maupun sebagai suber pelayanan.
Kesadaran diri akan membuat perawat menerima perbedaan dan keunikan klien termasuk
keyakinan akan kesembuhan dari kondisi gangguan mental (Johari Window, 1998).
Kesadaran diri merupakan salah satu komponen dari kecerdasan emosional, kesadaran
diri pada mahasiswa diperlukan untuk memahami akan pentingnya pemahaman mengenai
kesembuhan individu gangguan jiwa, hasil tersebut akan dimaknai bahwa semakin tinggi
kesadaran diri maka akan semakin baik (Hen & Goroshi, 2014).
Individu gangguan jiwa
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara
khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam
satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologic, dan
gangguan itu hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat
(Maslim, 2002, Maramis, 2004).
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis table tunggal. Analisis data tunggal
bertujuan untuk melihat gambaran secara umum bagaimana kesadaran diri mahasiswa Akademi
Keperawatan Saifuddin Zuhri tentang individu gangguan jiwa.
Pada tahap ini, peneliti akan menyajikan data dari hasil penyebaran kusioner yang telah diisi

responden. Kuisioner penelitian ini tidak dilakukan uji validitas karena kuisioner tersebut sudah
baku. Hasil tangggapan responden melalui kuisioner inni dikelompokan kemudian diolah untuk
menemukan perolehan total skor terhadap konsep yang akan diukur. Nilai rata-rata perolehan
skor responden akan dikelompokan kedalam kategori negative dan positif sebagai berikut :

1. Karakteristik responden berdasakan jenis kelamin, usia dan budaya
Gambaran karakteristik mahasiswa Akademi Keperawatan Saifuddin Zuhri Indramayu
Tingkat II Tahun 2017 adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Distribusi Karakteristik Mahasiswa Keperawatan Akper Saifuddin Zuhri
Indramayu Tingkat II Tahun 2017

No.

Karakteristik
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Usia
a. 19 tahun
b. 20 tahun

c. 21 tahun
d. 22 tahun
Budayaa
a. Sunda
b. Jawa

1
2

3

Frekuensi

Presentase %

9
30

23 %
77 %


30
2
3
4

77 %
5%
8%
10 %

30
9

77 %
23 %

Sumber : Data primer 2017
Distribusi karakteristik responden mahasiswa Akademi Keperawatan Saifuddin Zuhri Indramayu
Tingkat II Tahun 2017 pada table 1 menunjukan distribusi berdasarkan jenis kelamin, usia dan

budaya. Distribusi jenis kelamin responden mahasiswa Akademi Keperawatan Saifuddin Zuhri
Tingkat II Tahun 2017 menunjukan sebagian besar adalah perempuan yaitu 30 orang (77 %).
Distribusi usia adalah 19 tahun (77%). Distribusi budaya adalah jawa yaitu 30 orang (77%).
2. Kesadaran diri terkait kesiapan mahasiswa dalam merawat pasien gangguan jiwa di
Rumah Sakit Jiwa.
Secara umum gambaran kesadaran diri mahasiswa Akademi Keperawatan Saifuddin
Zuhri Indramayu sebagai berikut :
Table 2 Distribusi Kesadaran Diri Mahasiswa Akademi Keperawatan Saifuddin Zuhri
Indramayu Tingkat II Tahun 2017 dalam Merawat pasien Gangguan Jiwa di Rumah
Sakit Jiwa.

No.
1

2

Kesadaran Diri
Memandang diri sendiri
sebagai orang yang dipercaya
serta dapat dijadikan
pegangan bagi pasien?
Merasa cukup ekspresif

Kategori
Positif
Negatif

Frekuensi
33
6

Presentase %
72 %
18%

Positif

27

69 %

Negatif
3
Bersikap positif, hangat,
Positif
perhatian, menyukai, menaruh Negatif
perhatian, dan respek pada
pasien?
4
Merasa cukup stabil untuk
Positif
berpisah dengan seseorang?
Negatif
5
Dapat membiarkan diri
Positif
sepenuhnya masuk dalam
Negatif
urusan orang lain dan
menerima pasien apa adanya?
6
Perilaku diri tidak dianggap
Positif
sebagai ancaman bagi orang
Negatif
lain?
7
Dapat membebaskan pasien
Positif
dari perasaan terancam dari
Negatif
penilaian negatif?
8
Menerima individu/pasien
Positif
sebagai seseorang yang baru
Negatif
terlepas dari masa lalunya.
Sumber : Data Primer diolah 2017

12
34
5

31 %
87 %
13 %

18
21
28
11

47 %
53 %
72 %
28 %

31
8

80 %
20 %

28
11

72 %
28 %

35
4

90 %
10 %

Pada table 2 didapatkan hasil bahwa dari 8 item kesadaran diri mahasiswa mayoritas item
“menerima individu/pasien sebagai seseorang yang baru terlepas dari masa lalu” memiliki
persentase tinggi sebanyak 90 % sedangkan persentase terendah sebanyak 47 % pada item
“ merasa cukup stabil untuk berpisah dengan seseorang” .
PEEMBAAHASAN
Karakteristik responden
Dalam penelitian ini terdapat 3 jenis karakteristik yang diteliti dengan hasil sebagai berikut :
a. Jenis kelamin
Berdasarkan karakteristik responden pada table 1 jenis kelamin terbanyak adalah
perempuan dengan 30 responden (77%) sedangkan responden laki-laki 9 responden
(23%). Menurut Martina (2012) jenis kelamin perempuan mempunyai respon fisiologi
aktifitas beberapa hormo, neurotransmitter dan hormon prolactin lebih tinggi dibanding
laki laki sehingga memiliki perbedaan kognitif walaupun secara umum kecerdasan laki
laki dan perempuan kurang lebih sama. Daya ingat perempuan lebih baik dibandingkan
laki laki pada ingatan jangka panjang sedangkan laki laki pada ingatan jangka pendek.

Hal ini disebabkan perempuan memiliki kebutuhan afeksi tinggi, sehingga mempengaruhi
pengetahuan (Sulistyo, 2013).
b. Usia
Rentang usia responden dalam penelitian ini yaitu antara 19 sampai 22 tahun. Usia
responden terbanyak adalah usia 19 tahun dengan jumlah 30 responden sedangkan usia
tersedikit adalah usia 20 tahun dengan jumlah 2 responden. Harlock (2007)
mengungkapkan usia 21-40 tahun yaitu dewasa awal memiliki kemampuan mencapai
puncak dalam menganalisis, menalar, dan berfikir kreatif sehingga pengetahuan yang
didapatkan secara tidak langsung akan diterapkan. Dasilva (2015) lebih lanjut
mengungkapkan bahwa pada fase dewasa awal merupakan fase yang sempurna secara
pertumbuhan dan perkembangan, memiliki kemampuan keseimbangan fungsi fisiologis,
dan mampu dalam bertingkah laku sesuai dengan tuntutan sosial, moral dan intelektual
serta mengalami perubahan secara kognitif dan emosional. Semakin cukup usia
seseorang, maka semakin meningkaat kemampuan, pengetahuan dan kekuatan seseorang,
dan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Seseorang yang lebih dewasa mempunyai
kecenderungan lebih dipercaya daripada yang belum cukup tinggi dusianya.
c. Budaya
Budaya yang dimiliki oleh responden 77 % adalah Jawa. Menurut Pamadhi (2008)
Budaya merupakan satuan pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan yang bersifat relatif;
bergantung pada kemampuan manusia dalam belajar dan menyebarkannya ke yang lain.
Budaya juga dapat diartikan sebagai kebiasaan dari kepercayaan, tatanan sosial dan
kebiasaan dari kelompok ras, kepercayaan atau kelompok sosial. Menurut Zuhriy (2011)
mengungkapkan bahwa budaya merupakan suatu kompleks dari ide ide, gagasan, nilai
nilai, norma peraturan dan sebagainya, budaya juga sebagai wujud kompleks aktivitas,
kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan budaya juga sebagai benda benda
hasil karya manusia sehingga budaya seseorang akan mempengaruhi pengetahuan dan
sikap seseorang untuk menjalankan sehari hari.
Kesadaran Diri
Hasil kesadaran diri mahasiswa Akper Saifuddin Zuhri Indramayu Tingkat II Tahun 2017 dalam
penelitian ini dapat dilihat pada table 2 didapatkan bahwa :
1. Kesadaran Diri

Mahasiswa yang memandang diri sebagai orang yang dipercaya serta dapat dijadikan
pegangan bagi pasien berjumlah 33 responden (72 %) sedangkan yang tidak memandang diti
sebagai orang yang dipercaya serta dapat dijadikan pegangan bagi pasien berjumlah 6 orang
(18 %). Menurut Watloly (2001) kesadaran diri merupakan fikiran positif yang membangun
sikap dan tanggung jawab pada diri seseorang. Kesadaran diri melahirkan kemajuan berfikir
dan mampu memimpin dirinya. Lebih lanjut Irianto (2011) menambahkan orang yang
memiliki kesadaran diri akan kompeten dalam melaksanakan suatu tugas dengan penuh
kedisiplinan dan tanggung jawab. Mahasiswa yang memiliki kesadaran diri akan mampu
bertanggung jawab terhadap pasien, bersikap dan berfikir positif pada pasien gangguan jiwa,
dan mampu memimpin dirinya sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien
gangguan jiwa dengan baik.
2. Merasa Cukup Ekspresif
Mahasiswa yang merasa cukup ekspresif berjumlah 27 responden (69%) sedangkan
yang tidak merasa cukup ekspresif berjumlahh 12 responden (31%). Menurut Isac Kerlow
(2009) ekspresi wajah merupakan gambaran kepribadian/karakter seseorang. Kepribadian
baik digambarkan dengan mudah senyum, ceria, dan riang gembira. Nilai kepribadian
seseorang disampaikan melalui ekspresi. Mahasiswa yang merasa memiliki ekspresi cukup
maka diharapkan memiliki kepribadian yang baik, mudah senyum, dan ceria pada pasien
gangguan jiwa, sehingga pasien merasa senang pula.
3. Berfikir Positif
Mahasiswa yang bersikap positif, hangat, perhatian, menyukai, menaruh perhatian
dan respek pada pasien gangguan jiwa sebanyak 34 responden (87%) sedangkan yang tidak 5
responden (13 %). Menurut Azwar (2007) sikap adalah kesiapan seseorang bertindak
terhadap hal-hal tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap yang terdapat pada individu akan
memberikan warna atau corak tingkah laku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan.
Sikap juga merupakan reaksi atau objek (Notoatmodjo, 2003). Mahasiswa yang memiliki
sikap positif diharapkan memiliki perilaku positif pada pasien dan siap dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa.
4. Merasa Cukup Stabil untuk Berpisah
Mahasiswa yang merasa cukup stabil untuk berpisah dengan seseorang yaitu 18
responden (47%) dan yang tidak merasa cukup stabil untuk berpisah dengan seseorang yaitu

21 responden (53%). Menurut Arikunto (2001) kestabilan seseorang untuk berpisah salah
satunya dipengaruhi oleh kesiapan mental. Kesiapan mental adalah kondisi kepribadian
seseorang secara keseluruhan hasil dari tumbuh kembang sepanjang hidup dan pengalaman
hidup sehari-hari. Mahasiswa yang merasa cukup stabil berati memiliki kesiapan mental yang
baik dalam menghadapi perpisahan.
5. Membiarkan Diri Sepenuhnya Masuk dalam Urusan Orang Lain dan Menerima
Apa Adanya
Mahasiswa yang membiarkan diri sepenuhnya masuk dalam urusan orang lain dan
menerima apa adanya berjumlah 28 responden (72%) sedangkan yang tidak berjumlah 11
responden (28%). Membiarkan diri sepenuhnya masuk dalam urusan orang lain dan
menerima apa adanya dapat diartikan empati. Menurut Johnson (dalam Sari dan Elisa, 2003)
adalah kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan pikiran orang lain. Seseorang
yang berempati digambarkan sebagai individu yang toleran, ramah, mampu mengendalikan
diri dan humanistik. Mahasiswa yang dapat menerima pasien apa adanya diartikan memiliki
empati sehingga mampu memahami apa yang dirasakan pasien , toleran, ramah dan mampu
mengendalikan diri.
6. Menganggap dirinya bukan ancaman bagi orang lain
Mahasiswa yang menganggap dirinya bukan ancaman bagi orang lain berjumlah 31
responden (80%) dan yang tidak berjumlah 8 responden (20%). Menganggap diri bukan
ancaman bagi pasien dapat diartikan membuat pasien aman dan nyaman. Kenyaman1.an
adalah keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang bersifat individual dan holistic.
Dengan terpenuhinya kenyamanan dapat menyebabkan perasaan sejahtera pada individu
Kolcaba 2003). Mahasiswa yang menganggap dirinya bukan ancaman, maka akan berusaha
membuat pasien nyaman, memenuhi kebutuhan dasar sehingga pasien merasa sejahtera.
7. Membebaskan Diri dari Perasaan Terancam dan Perasaan Negatif
Mahasiswa

dapat membebaskan pasien dari perasaan terancam dari penilaian

negative berjumlah 28 responden (72%) sedangkan yang tidak berjumlah 11 responden
(28%). Penilaian negative pada pasien gangguan jiwa dapat diartikan stigma. Stigma adalah
atribut yang sangat luas yang dapat membuat individu kehilangan kepercayaan dan dapat
menjadi suatu hal yang menakutkan (Goffman dalam Major & O’Brien, 2005), mahasiswa
yang dapat membebaskan pasien dari penilaian negatif berati dapat menghilangkan stigma.

Stigma tidak boleh sedikitpun doberikan pada pasien gangguan jiwa, apalagi petugas
kesehatan/perawat. Stigma harus dihapuskan untuk meningkatkan kepercayaan diri pasien
sehingga dapat sembuh.
8. Menerima pasien sebagai individu baru yang terlepas dari masa lalu
Mahasiswa yang menerima pasien sebagai individu baru dan terlepas dari masa
lalunya berjumlah 35 responden (90%) sedangkan yang tidak 4 responden (10%). Menurut
Sullivan (1971) dalam Suryani (2005) seorang perawat harus mampu menjadi seorang helper
yang efektif memiliki kemampuan menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa
diterima, maka akan merasa aman dalam menjalin hubungan.

Mahasiswa harus dapat

menerima pasien apa adanya terlepas dari kehidupan masa lalu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini antara lain :
a. Sebagian besar besar mahasiswa memandang dirinya dapat dipercaya dan dijadikan
pegangan bagi pasien
b. Sebagian besar mahasisa merasa cukup ekspresif
c. Sebagian besar mahasiswa memiliki sikap positif, hangat, menaruh perhatian dan respek
pada pasien gangguan jiwa dengan kategori 33 responden (82 %)
d. Sebagian besar mahasiswwa membiarkan diri sepenuhnya masuk dalam urusan orag lain
(pasien) dan menerima apa adanya dengan kategori 27 responden (69 %)
e. Sebagian besar mahasiswa menganggap dirinya bukan ancaman bagi orang lain dengan
kategori 34 responden (87 %)
f. Sebagian besar mahasiswa dapat membebaskan dari perasaan terancam dan penilaian
negative pada pasien 28 responden (72 %)
g. Sebagian besar mahasiswa menerima pasien sebagai individu baru dan terlepas dari masa
lalunya dengan kategori 35 responden (90 %).
Saran
Hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan peneliti, maka peneliti memberikan saran :
1. Magi mahasiswa keperawatan
Mahasiswa Akademi Keperawatan Saifuddin Zuhri Tingkat II Tahun 2017 dapat
mempertahankan dan meningkatkan kesadaran diri dalam kesiapan merawat pasien
gangguan jiwa.

2. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Institusi pendidikan keperawatan dapat mengembangkan kurikulum keperawatan jiwa
khususnya mengenai konsep diri mahasiswa dalam kesiapan merawat pasien gangguan
jiwa. Mahasiswa tidak memberikan stigma pada pasien gangguan jiwa.
3. Persatuan perawat nasional Indonesia
Organisasi perawat nasional dapat memberikan sosialisasi terkait stigma dan kesembuhan
pasien gangguan jiwa pada petugas kesehatan khususnya perawat. Perawat tidak boleh
memberikan stigma negatif pada pasien dan menanamkan keyakinan kesembuhan.
4. Peneliti lain
Peneliti diharapkan mampu mengembangkan penelitian terkait upaya menurunkan stigma
dan meningkatkan upaya kesembuhan pasien gangguan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Aedil Muhammad, dkk. 2013. Perilaku Petugas kesehatan dalam Perawatan pasien Gangguan
Jiwa Skizofrenia di Rumah Sakit Khusus daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2013. Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS.
Anthony WA. 1993. Toward a Vision of Recovery for Mental Health and Psychiatric
Rehabilitation Services. Psychosocial Rehabilitation Journal. Vol 16 (4); 11-23
Ariwidiyanto, Dedy. 2015. Hubungan antara Persepsi Perawat Tentang Perilaku Agresif dengan
Sikap Perawat pada Pasien Skizofrenia di Ruang Akut RSJD Surakarta. Skripsi
Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Azwar, S. 2002. Sikap Manusia Edisi II. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya : Universitas Airlangga.
Catrine Van Zelts et all. 2014. Stereotype Awareness, Self Esteem and Psychopathology in
People With Psychosis. Plos One. Open Access Freely Available Online. Vol 9

Da Silva Pereira, Belarmino. 2013. “Pengaruh Kompetensi dan Kompensasi Perawat Terhadap
Kinerja Perawat di Hospital Nacional Guido Valadares Timor Leste. Tesis
Manajemen di Universitas Padjajaran Bandung.
Giorgi, A & Giorgo, B. 2008. Phenomenology in J.A. Smith (Eds). Qualitative Psychology : A
Practical Guide to Research Methode (pp.26-51). London : Sage Publication
Goleman, D. 2000. Working With Emotional Intelligence. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Goleman, Daniel.2001.Kecerdasan Emosional untuk Mencapai Puncak Prestasi (terjemahkan
oleh Widodo). Jakarta: PT. Gramedia
Hen, M., & Goroshi, M. (2014). Self effficacy, emotional intellegence, GPA and academic
procrastination in higher education. Eurasian Journal of Social Sciences , 2 (1), 110.
Hurlock B.E, 2007. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Irianto Agus. 2008. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT Grasindo
Kerlow, Isaac. 2009. The Art of 3D Computer Animation and Effects. New Jersey: Jhon Willey
& Sons, Inc
Kriyantono, R. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Praktis Riset Media,
Pubic Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran.
Jakarta : Kencana.
Kriyantono, Rachmat. 2010.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Maramis. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga.
Martina , Adinda Devi. (2012). Hubungan Usia, Jenis Kelamin Dan Status Nutrisi Dengan
Kejadian Anemia Pada Pasien Tuberkulosis di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Naskah
Publikasi. Fakultas Kedokteran: Universitas Diponegoro.
Maslim, Rusdi. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta : FK Unika
Atmajaya.
Maslim. R., 2002. Gejala Depresi, Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari PPDGJ-III.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, 58-65
Morin Alain. 2011. Self Awareness Part 1 : Definition, Measures, Effects, Functions, and
Antecedents. Social and Personality Psychology Compas : 807-823. Blackwell
Publishing.

Rahmawati, Lina. 2015. Pengalaman Survivor Skizofrenia dalam Proses Recovery di
Kersamanah Kabupaten Garut. Bandung : Unisba.
Sarwono, 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Skinnet, B. F. (1974, reprinted 1993). About behaviorism. London: Penguin
Stuart dan Laraia, 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing 8 Th Edition. St. Louis :
Mosby.
Suryani . 2013. Pengalaman Penderita Skizofrenia tentang Proses Terjadinya Halusinasi.
Bandung : Jurnal Keperawatan Paadjadjaran Volume 1 No. 1 Hal 1-9
Suryati P, dan Ika N P. 2004. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Pemahaman Akutansi.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis.
Suryati P, dan Ika N P. 2004: Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman
Akuntansi. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Vol. 2, September 2004: 260 – 281.
Walgito, Bimo. 2008. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset.
Watloly, Aholiab. 2001. Tanggung Jawab Pengetahuan. Yogyakarta. Kanisius
Zuhriy, M. Syaifuddien. 2011. Budaya Pesantren dan Pendidikan Karakter Pada Pondok
Pesantren Salaf. Walisongo, Vol.19 No.2