Fenomena sosial analisis semiologi tentang

Kemiskinan, Pangkal Masalah Sosial di
Indonesia
on Dec 15, 2014 at 20:47 WIB


Share



Comment (0)
Kemiskinan yang kian tinggi tak mengurungkan niat mereka untuk menjadikan kolong

jembatan sebagai tempat tinggal, Jakarta, Senin (16/6/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Kemiskinan adalah pangkal masalah sosial di Indonesia. Untuk menjangkau
masalah itu, Kementerian Sosial menggelar Lintas Batas Kesetiakawanan
Sosial (LBKS) 2014.
“Selain melakukan penjangkauan masalah sosial, tim LBKS juga melakukan
upaya sebagai bagian dari solusi permaslahan tersebut,” kata Menteri Sosial
Khofifah Indar Parawansa di Lampung, Senin (15/12/2014).
Saat ini, Tim LBKS sampai di Kalianda, Provinsi Lampung, setelah
sebelumnya secara resmi dilepas oleh Mensos di Silang Monas Selatan,

Jakarta, pada Sabtu (13/12/2014) dan melanjutkan ke Pandeglang, Banten.
Tim LBKS melanjutkan penjangkauan ke Lahat, Sumatera Selatan, sebelum
berakhir di Jambi sebagai rangkaian Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional
(HKSN), yang diperingati setiap tanggal 20 Desember. “Tahun ini, HKSN bakal
digelar di Provinsi Jambi,” tandasnya.
Pemilihan tempat tersebut, berdasarkan analisis peta masalah sosial yang
paling beresiko dan perlu penanganan segera, seperti pemasangan kaki dan
tangan palsu bagi penyandang disabilitas, santunan dan bantuan sembako
bagi kelompok marjinal, donor darah, Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak
Huni, serta penyuluhan sosial.
“Tim LBKS bisa menjadi bagian dari solusi terhadap berbagai permasalah
bangsa dan meneguhkan peran negara hadir. Juga, pengungkit lahirnya
kecintaan terhadap jati diri bangsa,” harapnya.
Maraknya konflik sosial membuat miris semua pihak. Konflik sosial bisa
berujung pada bencana sosial dan dampaknya tidak main-main, bahkan jauh
lebih berat dibandingkan bencana alam.

“Konflik sosial bisa berujung pada bencana sosial, tidak hanya menimbulkan
korban jiwa, harta benda, tapi juga bisa menjadi awal kemiskinan baru,”
katanya.

Peduli, berbagi dan toleransi adalah sikap yang harus dikuatkan dengan
pendampingan dan revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal. Misalnya, rukun
agawe santoso di Jawa Tengah; silih asih, silih asah, silih asuh di Jawa Barat;
tuah tanah sakato di Sumatera Barat; dan pela gandong di Maluku.
Kondisi dari nilai-nilai kearifan lokal yang memudar, krisis saling percaya,
rentannya komunikasi dan kohesivitas sosial antarwarga menjadi tugas
bersama untuk mengatasinya.
“LBKS juga merupakan upaya merekatkan integrasi sosial antarwarga
menuju integrasi bangsa,” tandas Mensos.
http://health.liputan6.com/read/2147848/kemiskinan-pangkal-masalah-sosial-diindonesia

PR Besar Pemerintah Hadapi Masalah Sosial
on Nov 29, 2014 at 11:48 WIB


Share



Comment (0)

Pengemis di Jakarta

Liputan6.com, Jakarta Kemiskinan merupakan akar dari semua masalah sosial. Maka,
dibutuhkan seperangkat program dan kegiatan yang mengarah pada upaya pengentasan dalam
satu nafas dan satu visi.
"Berbagai masalah sosial manjadi pekerjaan rumah pemerintah yang membutuhkan perjuangan
dan dukungan semua pihak terkait demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat, ” kata Menteri
Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam acara, “Sinergi Program Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial” di Jakarta, Rabu (26/11/2014).
Saat ini, Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) relatif masih tinggi. Pada saat
bersamaan, kemampuan pemerintah untuk menyelesaikan PMKS relatif rendah.

“PMKS harus diatasi dalam waktu tidak terlalu lama. Untuk itu, harus segera menetapkan fokus
sasaran, sehingga bisa menjadi solusi dalam penanganan masalah sosial lainnya, ” ujarnya.
Berbagai masalah sosial tersebut, di antaranya kebencanaan, ketunaan, keterlantaran, kecacatan,
keterpencilan, kekerasan dan eksploitasi, yang membutuhkan sentuhan penanganan di tengah isu
global terkait dengan kemiskinan.
Kejelian dan data membaca realitas di lapangan menjadi sebuah keniscayaan. Hal itu, tentu saja
bisa membantu untuk menentukan keberhasilan implementasi berbagia program dan kegiatan.
“Berbagai program dianggap berhasil, jika dalam pelaksanaannya bisa dilihat, dihitung,

dilaksanakan, serta bsia dipertanggungjawabkan, ” tegas Mensos.
Peran dari dinas sosial (Dinsos), sebagai mitra strategis di lapangan perlu keterpaduan tindakan,
menggunakan parameter yang sahih untuk mengukur dan menetapkan sasaran.
Kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah terkait penyelenggaraan kesejateraan sosial
(kesos) tidak semata bicara dana dekonsentrasi maupun tugas pembantuan. Tetapi, yang
terpenting adalah menetapkan strategi implementasi platform penyelenggaraan kesos.
Juga, diharapkan kerja sama pusat dan daerah bisa membangun pemahaman, kerangka tindakan
yang terukur dan terarah. Misalnya, implementasi KIP, KIS, KKS, KSKS, PSKS agar dimengerti
sebagai langkah penting untuk menopang stabilitas ekonomi keluarga di tengah pengurangan
subsidi BBM dan fluktuasi harga.
“Penanganan masalah sosial ada prosedur standar pelaksanaan yang mengacu pada tipologi,
geografi, serta budaya masyarakat,” katanya.

http://health.liputan6.com/read/2140221/pr-besar-pemerintah-hadapi-masalahsosial

Ahli Peksos Harus Tunjukkan Bisa Atasi
Masalah Sosial
on Oct 14, 2014 at 21:13 WIB



Share



Comment (0)

Permasalahan sosial semakin kompleks dan dinamis menuntut tersedianya Sumber Daya
Manusia (SDM) handal di bidang pekerjaan sosial (peksos).
Liputan6.com, Jakarta Permasalahan sosial semakin kompleks dan dinamis menuntut
tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) handal di bidang pekerjaan sosial (peksos).
“Peksos menjadi faktor strategis dalam perubahan sosial masyarakat, sehingga dalam pegaulan
global yang difasilitasi organisasi-organisasi internasional telah mendorong pendidikan peksos
melibatkan diri dalam perubahan tersebut, ” kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri pada
Wisuda Magister Pekerjaan Sosial Spesialis ke-7 dan Sarjana Sains Terapan Pekerjaan Sosial Ke48 Tahun Akademik 2014/2015 di STKS Bandung, Selasa (14/10/2014).
Menghadapi hal itu, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) dituntut meningkatkan kualitas
agar mampu menghasilkan peksos berkompeten dan profesional.
Calon peksos mesti memiliki keyakinan dan kesungguhan mempraktikan ilmunya secara
profesional. Dengan kemampunan itu, peksos bisa bekerja tidak hanya di lembaga pemerintah,
juga di berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO) nasional dan internasional.
“STKS harus mengembangkan pendidikan yang responsif terhadap kebutuhan yang bisa

menyentuh permasalahan di masyarakat, “ ujarnya.
Selain itu, STKS harus meningkatkan kualitas pendidikan dan produktivitasnya, khususnya
mengembangkan kompetensi pendidikan peksos sesuai kebutuhan dalam konteks lokal, nasional
maupun internasional.
Salah satunya, yang cukup signifikan melalui praktik peksos dengan meningkatnya tuntutan
akuntabilitas terhadap implementasi program-program pelayanan kesejahteraan sosial (kesos)
dan berbagai tuntutan perlu direspon STKS secara positif.
Bagi para dosen, mahasiswa dan para lulusan perlu juga selalu melakukan kajian atau penelitian
yang lebih inovatif tentang berbagai metode penanganan masalah kesos serta melakukan praktek
berbasis bukti Evidence Based Practice (EBP).
Wisuda kali ini, bagitu istimewa karena bertepatan dengan 50 tahun STKS Bandung. Sebuah
perjalanan yang membanggakan di tengah persaingan hadirnya lembaga pendidikan. STKS
mampu bersaing dengan berbagai perguruan tinggi lain yang menyelenggarakan pendidikan
peksos.
Hingga kini, STKS telah memenuhi kebutuhan peksos hampir 12.000, termasuk yang diwisuda
kali ini dari kebutuhan peksos 155.000 orang. Sebagai bagian dari Kementerian Sosial
(Kemensos) prestasi tersebut turut menyumbang atas kinerja secara keseluruhan.

“Alumni STKS sudah cukup banyak, namun masih butuh upaya agar ketersediaan alumni sesuai
tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Juga, menjadi pekerjaan rumah dan tantangan bagi STKS

dan para alumni, ” tandasnya.
Berbagai pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai peksos selama menempuh pendidikan di STKS
Bandung diharapkan menjadi bekal untuk bersaing di dunia kerja. Berbagai tantangan tersebut,
lebih berat dibandingkan di kampus, salah satunya pasar kerja, baik pemerintah, swasta dan
masyarakat.
Tantangan pertama berasal dari pasar kerja. Peksos memiliki tugas meyakinkan pasar kerja dan
masyarakat, bahwa alumni peksos adalah sarjana profesional yang mampu mengatasi masalah
sosial, menjadi agen perubahan, serta memberdayakan masyarakat.
“Dengan bekal ilmu yang dimiliki menjadikan peksos orang-orang yang tepat bekerja untuk
membangun kesejahteraan masyarakat, ” ujarnya.
Perlu diingat, bahwa STKS telah melengkapi peksos dengan ilmu peksos yang memadai. Saat
ini, beberapa lembaga pemerintah atau swasta yang menafikan keberadaan peksos, maka peksos
harus saling bahu membahu dengan STKS, Kemensos dan mitra peksos lainnya agar peksos
tidak tertinggal dari profesi lainnya.
Tantangan kedua adalah soal penerimaan masyarakat. Peksos berbeda dengan profesi lain yang
lebih dulu dikenal masyarakat, banyak masyarakat belum mengenal fungsi dan tugas peksos.
Padahal hasil kerja peksos yang tidak kasat mata, membuat warga masyarakat tidak dengan
segera mengenali hasil kerja para peksos dan berbeda dengan dokter yang terkenal di
masyarakat.
Bila masyarakat memahami esensi peksos, maka profesi ini akan melekat di hati masyarakat

sama dengan kedokteran. Sebagai alumni baru peksos harus berusaha keras untuk turut
memastikan masyarakat paham.
“Dua tantangan di atas, bisa diatasi dengan meningkatkan kualitas pribadi, kesiapan mental dan
jaringan. Peningkatkan kualitas diri bisa dengan menempuh pendidikan lebih tinggi serta
meningkatkan soft skill, ” ucapnya.
Tahun depan, diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Setiap peksos dan STKS
sebagai bagian dari MEA dituntut bisa berperan aktif di lingkup global dan tidak bisa
menghindar tapi harus dihadapi sebagai bagian dari perubahan, tantangan dan peluang.Dalam
MEA diterapkan sektor-sektor prioritas yang disebut arus bebas tenaga kerja terampil.
Penduduk dari negara ASEAN bisa dengan mudah dan bebas memilih lokasi pekerjaan yang
mereka inginkan. Pencari kerja akan memiliki kesempatan yang lebih besar, karena lapangan
kerja tersedia dengan berbagai kebutuhan keahlian yang beragam.

“MEA sebagai momen penting bagi keberadaan profesi peksos. Peluang dan tantangan yang
besar bagi peksos Indonesia untuk memasuki area peksos internasional dengan syarat mampu
meningkatkan kapasitas kompetitif, ” katanya.
Para ahli peksos di berbagai negara melihat pentingnya praktik berbasis bukti. Berbagai
penelitian, kepuasaan para penerima manfaat turut meningkat, serta mendorong peksos
profesional melakukan perbaikan terhadap kualitas pelayanan dan program yang dirancang untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

http://health.liputan6.com/read/2119100/ahli-peksos-harus-tunjukkan-bisa-atasimasalah-sosial



Home



Health



Info Sehat

Masalah Sosial? Perguruan Tinggi Mesti
Berperan
on Sep 12, 2014 at 19:30 WIB


Share




Comment (3)
Sejak tahun 2000 sampai dengan wisuda hari ini Universitas Timor telah meluluskan

4591 sarjana dari berbagai disiplin ilmu
Liputan6.com, Jakarta Peran Perguruan Tinggi (PT) bisa menjadi jembatan percepatan
penanganan masalah sosial. Dalam Tri Dharma PT berfungsi sebagai alat praktik keilmuan dan
melatih kepekaan sosial.
“PT adalah tempat untuk menimba ilmu, akhlak, ilmu pengetahuan, serta melatih kepekaan
sosial, “ kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri saat memberi kuliah umum di Universitas
Sultan Agung Semarang, Jawa Tengah, Jumat (12/9/2014).
Permasalahan sosial terbagi dalm 7 kategori besar, yaitu kebencanaan, kemiskinan, keterlantaran,

kecacatan, ketunaan, keperpencilan, tindak kekerasan. Secara statistik angkanya masih tinggi,
sehingga sebuah negara dikatakan sejahtera bila angka permasalahan sosialnya rendah.
“Kesejahteraan terukur dari cukup sandang, pangan, serta rasa aman. Saat ini, rasa aman menjadi
sebuah keniscayaan dan rakyat membutuhkan ketenangan dalam menjalankan aktifitasnya, ”
ujarnya.

Kondisi yang mengganggu rasa aman warga makin meningkat, seperti tawuran dan konflik sosial
antarwarga meningkat. Ada 42 titik konflik sosial di Indonesia. Potensi besar ada di PT untuk
terlibat aktif untuk mengatasi masalah sosial.
Salah satunya, dengan membantu membangun rumah layak huni bagi warga miskin, membantu
peningkatan ekonomi warga rawan sosial ekonomi. Saat ini, mengacu pada orientasi kebutuhan
pasar, jurusan jurusan menyesuaikan dengan keilmuan yang berkembang.
Tidak sedikit PT berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan tidak kalah
terkait kurikulum. Kepada jajaran civitas akademika Universitas Sultan Agung agar langsung
mengimplementasikan program Kementerian Sosial (Kemensos) di Desa Batur, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang.
“Kemensos di desa ini melakukan bedah kampung dalam program Rehabilitasi Sosial Rumah
Tidak Layak Huni sebagai salah satu model memotong mata rantai kemiskinan, ” tandasnya.
Para mahasiswa bisa menimba pengalaman, sekaligus mempraktikkan ilmu dengan melatih
kepekaan sosial agar tidak memandang negatif pada program pemerintah. Sebab, pengentasan
kemiskinan dan penyelesaian masalah sosial membutuhkan langkah untuk memperpendek waktu
penyelesaian.
Misalnya, untuk pengerjaan 1 unit rumah bisa dikerjakan oleh 100 orang dan membutuhkan
waktu 5 hari selesai. Di desa ini, akan dibedah 25 unit rumah, artinya dalam waktu 3 bulan sudah
selesai dan warga miskin memiliki rumah baru.
Bedah kampung adalah media untuk membedah masalah sosial lainnya, seperti kecacatan,
keterlantaran dan tindak kekerasan. Terobosan Kemensos untuk menahan laju urbanisasi melalui
kegiatan Desaku Menanti. PT bisa ikut serta dalam melakukan pendampingan atas dasar keahlian
para mahasiswa.
“Diserakhan paket bantuan dari Kemensos Rp 355 juta untuk membedah 25 RTLH, 2 Kelompok
Usaha Bersama (KUBE), 1 Sarana Lingkungan (Sarling), ” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Mensos Salim berpesan kepada Mensos baru untuk menyelesaikan
masalah kesejahteraan sosial sebagai sebuah keniscayaan. Artinya, tidak semata atas alasan
perundang undangan saja tetapi citra bangsa. “Kedigjayaan sebuah bangsa terukur dalam tiga
hal, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, ” katanya.
Selain itu, turut diserahkan paket bantuan RSTLH 100 unit Rp 1 miliar, Kelompok Usaha

Bersama Usaha Ekonomi Produktif (KUBE- UEP) 10 kelompok Rp 200 juta, 2 Sarana
Lingkungan (Sarling) Rp 100 juta dan bantuan alat bantu penyandang Disabilitas untuk 330
orang. Total bantuan untuk di Provinsi Jawa Tengah, Rp 1.773.525.000.
http://health.liputan6.com/read/2104607/masalah-sosial-perguruan-tinggi-mesti-berperan

Dokumen yang terkait

Konstruksi Media tentang Kontroversi Penerimaan Siswa Baru di Kota Malang (Analisis Framing pada Surat Kabar Radar Malang Periode 30 Juni – 3 Juli 2012)

0 72 56

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN PEMBENTUKAN CITRA POSITIF RUMAH SAKIT Studi pada Keluarga Pasien Rawat Jalan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang tentang Pelayanan Poliklinik

2 56 65

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta

7 158 123

Status sosial ekonomi orang tua dan hasil belajar matematika siswa si MI Lanatusshibyan 01 Waru Jaya Parung bogor

7 133 76

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145

Makna Kekerasan Pada Film Jagal (The Act Of Killing) (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Film Dokumenter "Jagal (The Act of Killing)" tentang Pembunuhan Anti-PKI pada Tahun 1965-1966, Karya Joshua Oppenheimer)

17 109 98

Rancangan media informasi tentang makanan tradisional Peyeum Bandung

5 77 1

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22