GAMBARAN UMUM AKTIVITAS PENCUCIAN BIJIH

GAMBARAN UMUM AKTIVITAS
PENCUCIAN BIJIH TIMAH DI UNIT
TINSHED PT. KOBA TIN
Rabu, 19 Maret 2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kerja Praktek merupakan bagian dari kurikulum yang berupa studi langsung mahasiswa
ke lapangan. Dalam menyelesaikan studi strata-1 (S-1), Mahasiswa Jurusan Teknik
Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung harus memenuhi berbagai
persyaratan yang harus ditempuh dan salah satu diantaranya adalah melaksanakan Kerja Praktek
(KP).
Pada hakikatnya Kerja Praktek sangat menguntungkan dan berguna bagi mahasiswa
karena dengan program ini mahasiswa berkesempatan untuk mengamati, mempelajari dan
mengaplikasikan secara langsung ilmu-ilmu teori dari kuliah, misalnya proses pencucian dan
pemisahan bijih timah, dan tentunya dengan bimbingan dari pembimbing di lapangan.
Bijih timah merupakan salah satu jenis bahan galian logam yang tidak dapat diperbaharui,
sehinggah

dengan


adanya

ekploitasi

secara

besar-besaran

dan

terus-menerus,

akan

mengakibatkan bijih timah akan habis. Seiring dengan menipisnya cadangan timah, permintaan
akan logam timah baik pasar dalam negeri maupun luar negeri terus meningkat. Mencermati
peluang tersebut di PT. Koba Tin berusaha terus meningkatkan kegiatan eksplorasi dan

eksploitasi di wilayah Kontak Karya (KK) yang terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung.
Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia pertambangan tidak dapat
dilepas dari kualitas sumber daya manusia yang menggunakannya itu sendiri. Disinilah letak
peranan lingkungan pendidikan terutama perguruan tinggi dalam mencetak tenaga-tenaga
terdidik, terampil dan siap dipakai. Disamping itu juga selama kerja praktek diharapkan menjadi
bekal dan pengalaman bagi mahasiswa untuk terjun langsung ke lapangan kerja yang sesuai
dengan disiplin ilmu yang ditempuh di bangku kuliah setelah menyelesaikan pendidikannya.
Berdasarkan uraian diatas dalam kegiatan kerja praktek ini yang melatar belakangi
Penulis untuk mengetahui dan mencoba meninjau aktivitas pencucian dan pemisahan bijih timah
di PT. Koba Tin
1.2.

Maksud dan Tujuan Kerja Praktek
Adapun maksud dan tujuan dari dilaksanakannya kegiatan kerja praktek (KP) ini adalah :

1.

Mempelajari dan memahami aplikasi ilmu pertambangan dan teknologi dalam dunia
pertambangan khusunya proses pencucian dan pemisahan bijih timah di PT. Koba Tin


2.

Agar mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu yang didapat di perkuliahan dengan keadaan
ataupun kondisi dilapangan terkait dengan aktifitas penambangan secara umum yang dilakukan
di PT. Koba Tin serta seluruh rangkaian proses pengolahan bijih timah.

1.3.

Pembatasan Masalah

Dalam kegiatan Kerja Praktek ini penulis meninjau tentang proses pengolahan bijih timah
dengan cara dua proses yaitu proses basah dan kering. Dimana kedua proses inilah yang menjadi
ciikal bakal aktivitas pencucian dan pemisahan bijih timah di Tinshed PT. Koba Tin.
1.4.

Manfaat Kerja Praktek

Manfaat dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah untuk memperoleh pengalaman praktis dari
aktifitas pencucian dan pemisahan bijih timah di PT. Koba Tin diunit Tinshed. Serta
mendapatkan wawasan tentang cara proses pencucian dan pengolahan bijih timah.


BAB II
KEADAAN UMUM

2.1.

Sejarah dan Gambaran Umum Perusahaan PT. Koba Tin

PT. Koba Tin adalah perusahaan penambangan timah yang beroperasi di Bangka
Belitung, khususnya di Kabupaten Bangka Tengah. PT. Koba Tin itu sendiri merupakan
perusahaan patungan antara pemerintah yang di wakili oleh PT. Timah ( persero ) dengan Negara
Australia yang diwakili oleh Kayuara Mining corporation Pty. LTd ( KMC ) yang seluruh
sahamnya dimiliki oleh Resion Goldfields Consolidated ( RGC ). Namum pada awal tahun 2002
pihak Malaysia melalui MSC ( Malaysia Smelter Corporation ) telah mengambil alih saham dari
KMC tersebut sampai dengan akhir kontrak tahun 2013.
Kontrak Karya PT. Koba Tin pertama kali disetujui pada tanggal 16 Oktober 1971
melalui Keppres B/12/Pres./1971. Saat itu luas kontraknya ± 113.000 Ha. Pada saat itu
eksplorasi dilakukan selama 2 tahun dan pada tahun 1973 siap untuk dieksploitasi. Kini luas
wilayah kontraknya dipersempit hingga ± 41.680,3 Ha ( 5 % dari luas Kepulauan Bangka ).
Wilayah penambangan PT Koba Tin yang saat ini beroperasi adalah Tambang Merbuk/

Nibung, Kenari, Bemban, dan Air Kepuh. Adapun metode penambangan timah yang digunakan
oleh PT. Koba Tin yaitu Tambang Semprot (gravel pump). Cara ini menggunakan alat monitor,
bulldozer dan pompa tanah. Bulldozer berfungsi untuk mendorong lapisan timah yang kemudian
dihancurkan monitor sampai terbentuk slurry yang dialirkan ke sump (sumuran), lalu dihisap
oleh pompa tanah ( gravel pump ) dan dialirkan ke tempat konsentrasi dengan bantuan pipa.
Kombinasi antara monitor, pompa tanah dan bulldozer dapat memindahkan tanah bertimah yang
ditambang rata-rata sebesar 55.000 m³/bulan.
Wilayah penambangan PT. Koba Tin yang saat ini adalah Tambang Pungguk, Kenari,
Bemban, dan Air Kepuh. Adapun sistem penambangan yang digunakan oleh PT. Koba Tin yaitu
tambang semprot ( Gravel pump ) dan Kapal Keruk ( dredge ).

Pada saat melakukan pengamatan kegiatan penambangan di PT. Koba Tin wilayah
pertambangan yang sedang beroperasi meliputi :
- Tambang Semprot yaitu:
Gravel pump Kenari, Gravel pump Air Kepuh 3,Gravel pump Air Kepuh 4 Gravel pump
Bemban North
- Kapal Keruk Bemban
- TRP ( Tailing Retreatment Plant )
Untuk pengupasan lapisan tanah penutup, dilakukan dengan membuat pit (open pit)
dan dilakukan back filling, dimana lapisan tanah penutup dibuang ke daerah bekas tambang.

Sehingga untuk kolong yang ditinggalkan hanya pada tambang terakhir, sehingga untuk
reklamasi dan rehabilitasi bekas tambang lebih sedikit.
2.2. Lokasi dan Topografi
PT. Koba Tin terletak di jalan Anggrek No. 141, Koba, Kecamatan Koba, Kabupaten
Bangka Tengah, Bangka Belitung. Wilayah Kontrak Karya penambangan PT. Koba Tin terletak
di Kabupaten Bangka Tengah dengan ibukota kabupaten Koba. Secara astronomis wilayah ini
berada pada posisi 1060 sampai 1070 Bujur Timur dan 20 sampai 30 Lintang Selatan.
Komplek PT. Koba Tin terletak di Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah dan
kurang lebih jarak berjalan 58 km dari Kota Pangkalpinang, ibukota Propinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Kondisi jalan yang menghubungkan antara kota Pangkalpinang dan wilayah Kabupaten
Bangka Tengah sudah diaspal dan sebagian besar dalam kondisi baik. Alat transportasi yang ada
berupa bus dan angkutan umum lainnya. Ruas jalan tambang dimulai dari batas jalan Propinsi
atau Kabupaten menujunke area tambang, secara umum ada 3 area tambang besar yaitu Air
Kepoh, Bemban, dan Pungguk ( Kenari ).

Ruas jalan tambang yang dimulai dari batas jalan propinsi atau kabupaten menuju ke
objek produksi. Jalan-jalan menuju tambang tersebut sebagian telah diaspal. Tetapi untuk jalan
produksi sebagian besar diperkeras dengan menggunakan batuan hematite. Pola jaringan jalan
tambang mengikuti perpindahan lokasi objek produksi. Jalan-jalan tersebut ada yang melewati
pemukiman penduduk dan ada yang tidak karena objek produksi terletak pada daerah terpencil.


Rona awal dari wilayah tambang ini sebagian daratan dan sebagiannya berupa rawarawa yang ditumbuhi hutan gelam kecil, semak belukar dan terdapat perkebunan masyarakat.
Topografi daerah kontrak kerja PT. Koba Tin meliputi dataran yang relatif rendah mengikuti
pesisir pantai dengan ketinggian antara 0 – 36 meter di atas permukaan laut. Kemiringan ratarata mengarah sesuai dengan arah aliran sungai-sungainya. Pada bagian Selatan dari wilayah
kontrak kerja terdapat perbukitan dengan puncak Bukit Berbulu (653 m) dan Bukit Batang (288
m).

Gambar 2.1 Peta Pulau Bangka
Sumber : PT.Koba Tin, 2012
Daerah Kontrak Karya PT. Koba Tin sacara umum dapat dikatakan sebagai suatu daerah
yang hampir rata, diatas dataran ini muncul beberapa bukit yang letaknya saling terpisah dan
merupakan gunung terpencil atau “monad rock”. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa daerah
ini mencapai tingkatan tertua, karena itu wilayah terdiri dari satuan morfologi dataran rendah dan
morfologi perbukitan bergelombang.

a.

Morfologi dataran rendah
Satuan ini terdiri dari endapan alluvial, rawa dan pantai yang menempati bagian sebelah
barat, timur dan utara wilayah Pulau Bangka dengan luas sekitar 46% berketinggian kurang dari

50 meter di atas permukaan laut. Di bagian barat dataran alluvial ini cukup luas dengan lebar 
1 km dari pantai. Terdapat di sepanjang daerah sungai-sungai sepanjang pantai sebagai akibat
pengaruh pasang atau kenaikan permukaan laut. Sedangkan di bagian timur dan utara tidak
begitu luas lebarnya kurang dari 1 km dari pantai. Berdasarkan pola aliran sungai, wilayah
operasi PT. Koba Tin dibagi menjadi sebelas sistem lembah ( valley system ). Kesebelas sistem
lembah itu adalah sebagai berikut :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Sistem lembah Sungai Bangka Kota

Sistem lembah Sungai Balar
Sistem lembah Sungai Kurau
Sistem lembah Sungai Koba
Sistem lembah Sungai Kayu Ara
Sistem lembah Sungai Air Nadi
Sistem lembah Sungai Air Lingkop
Sistem lembah Air Rangau
Sistem lembah Lubuk Besar
Sistem lembah Air Kulur
Sistem lembah Cape Berikat
Kesebelas air atau sungai tersebut merupakan sumber air untuk kegiatan tambang –
tambang semprot yang ada. Karena sistem yang penambangan yang digunakan membutuhkan air
dalam jumlah besar.

a.

Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang
Satuan ini mempunyai ketinggian antara 50 – 70 m di atas muka laut sekitar 54% dari
luas wilayah Pulau Bangka, menempati bagian tengah dicirikan oleh : Bukit Penyabung (193 m),
Gunung Asam (181 m), Gunung Pelawan (267 m), Bukit Rebo (273 m), Gunung Mangkol (398

m), Bukit Batang (188 m), Bukit Berah (395 m), Bukit Bebulu (452 m), Gunung Muntai (292 m)
dan Gunung Maras (700 m) merupakan batuan intrusi, batuan malihan dan batuan sedimen.

2.3.

Stratigrafi dan Struktur geologi
Sebagian besar Pulau Bangka ditempati oleh formasi batuan sedimenter dan batuan

intrusif granit. Ada beberapa pendapat para ilmuwan tentang stratigrafi pulau Bangka yaitu :


Batuan tertua adalah batuan sedimen pra-tersier, terdiri dari selingan monoton antara lapisanlapisan serpih dan batupasir yang kebanyakan lempungan dan walaupun dalam jumlah kecil
terdapat sisipan lapisan - lapisan konglomerat, rijang, radiolaria, batugamping, tufa, breksi
vulkanik dan aglomerat. Secara lokal dijumpai pula batuan metamorf seperti filit dan schistserisit. Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan, lapisan batuan di atas diduga berumur karbon
sampai trias-bawah (Osberger, 1958 dan 1962).



Lapisan sedimen di atas diterobos oleh batuan intrusi yang berkomposisi gabro-diorit,
granodiorit, adamelit, dan granit diduga berumur karbon sampai trias-atas (Priem dkk, 1975).




Umur batuan granit di Pulau Bangka terbagi dalam dua kategori, satu diantaranya disebutkan
sebagai granit tua yang diperkirakan berumur pra-trias, sedangkan lainnya sebagai granit muda
yang diperkirakan berumur yura-atas. Granit muda yang dianggap sebagai pembawa casiterite
yang ekonomis (Katili, 1967 dan Sitanggang, 1974).
Secara stratigrafi Pulau Bangka disusun oleh urutan satuan batuan sebagai berikut:

1. Formasi Alluvium.
Formasi ini terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lempung, lumpur dan gambut. Pada
bagian selatan Pulau Bangka, formasi ini terdapat sebagai endapan sungai, rawa dan pantai. U
Koko (1984) mengemukakan salah satu bagian dari formasi alluvium ini adalah gravel yang kaya
akan timah dengan ketebalan mencapai 2 meter, bentuk butir menyudut tanggung, mengandung
fosil kayu, fosil buah-buahan dan fosil cangkang. Formasi ini diperkirakan berumur Tersier Atas
sampai Kuarter.

2. Formasi Ranggam.
Formasi ini terdapat secara terpisah pada bagian utara dan selatan Pulau Bangka. Pada
bagian utara, Formasi Ranggam merupakan perselingan batupasir, batulempung dan
batulempung tufan dengan sisipan tipis batu lanau dan bahan organik; berlapis baik, struktur
sedimen berupa perairan sejajar dan perlapisan silang-siur, tebal 150 m. Fosil yang dijumpai
antara lain moluska, Amonia sp., Quinqueloculina sp., dan Trilocullina sp., dan menunjukkan
umur relatif tidak tua dari Miosen Akhir.
Semetara itu, di bagian selatan Pulau Bangka, formasi ini terdiri dari perselingan
batupasir, batulempung dan konglomerat. Batupasir berwarna putih kotor, berbutir halus kasar,
menyudut-membundar tanggung, mudah diremas, berlapis baik, struktur sedimen pada batupasir
silang-siur, perairan sejajar dan perlapisan bersusun, ditemukan lensa-lensa batubara dengan
tebal 0,5 m dan mengandung sisa-sisa tumbuhan dan gambut. Di Desa Nibung ditemukan fosil
vertebrata (Stegodon) terdapat dalam konglomerat.
Dalam batupasir ditemukan fosil moluska terdiri dari Tuaritella terebra (Limonaceous),
Olivia tricineta Mart, Cypraea sonderava Mart, Arca cornea Reeva, tapes minosa Phil, dan
Venus squamosa Lam, sedangkan fosil foraminifera bentos antara lain Celanthus craticulatus,
Amonia sp., Brizalina sp., Quinqueloculina sp., dan Triloculina sp. Berdasarkan fosil-fosil
tersebut Formasi Ranggam diduga berumur Miosen Akhir-Plistosen Awal dan terendapkan di
lingkungan fluvial. Tebal formasi ini kira-kira 150 m (Cobbing, 1984).
3. Formasi Tanjung Genting

Formasi batuan yang terluas ini memanjang dari barat laut hingga tenggara Pulau Bangka.
Pada bagian barat laut atau pada Peta Geologi Lembar Bangka Utara, formasi ini terdiri dari
perselingan batupasir malihan, batupasir, batupasir lempungan dan batulempung dengan lensa
batugamping, setempat dijumpai oksida besi. Berlapis baik, terlipat kuat, terkekarkan dan
tersesarkan, tebalnya antara 250 – 1.250 m. Lokasi tipe terdapat di Tanjung Genting dan dapat
dikorelasikan dengan Formasi Bintan.
Pada bagian tenggara atau Peta Geologi Lembar Bangka Selatan, formasi ini terdiri dari
perselingan batupasir dan batulempung. Batupasir, kelabu kecoklatan, berbutir halus-sedang,
terpilah baik, tebal lapisan 2 – 60 cm dengan struktur sedimen silang-siur dan laminasi
bergelombang. Pada daerah setempat ditemukan lensa batugamping setebal 1,5 m. Batulempung,
kelabu kecoklatan, berlapis baik dengan tebal 1,5 m, pada daerah setempat dijumpai lensa
batupasir halus yang kontak dengan granit ditemukan di Lembar Utara.
Dalam lensa batugamping, Osberger menemukan fosil Montlivaultia molukkana J.
Wanner, Peronidella G. Willkens, Entrochus sp., dan Encrinus sp., yang menunjukkan umur
Trias. Berdasarkan fosil-fosil tersebut Formasi Tanjung Genting diduga berumur Trias Awal dan
terendapkan di lingkungan laut dangkal.
4. Formasi Granit Klabat
Sama seperti Formasi Ranggam, formasi ini tersebar secara terpisah di utara hingga selatan
Pulau Bangka. Pada penyebaran di bagian utara, formasi ini terdiri dari granit, granodiorit, diorit
kurasa. Pada penyebaran di bagian selatan Pulau Bangka, formasi ini terdiri dari Granit biotit,
Granodiorit dan Granit genesan. Granit biotit berwarna kelabu, tekstur porfiritik, dengan butiran
kristal-kristal berukuran sedang-kasar, fenokris felspar panjangnya mencapai 4 cm dan
memperlihatkan struktur foliasi. Granodiorit berwarna putih kotor, berbintik hitam. Granit

genesan berwarna kelabu dan berstruktur perdaunan. Nama satuan ini berasal dari lokasi tipenya
di Teluk Klabat, Bangka Utara. Umur satuan Granit ini adalah Trias Akhir-Yura Awal dan
menerobos Formasi Tanjung Genting dan Kompleks Malihan Pemali.
5. Formasi Kompleks Pemali.
Formasi Kompleks Pemali ini sebagian besar tersebar secara terpisah di bagian utara Pulau
Bangka, dan sedikit tersebar di selatan Pulau Bangka. Formasi batuan di bagian utara terdiri dari
filit dan sekis dengan sisipan kuarsit dan lensa batugamping, terkekarkan, terlipatkan, tersesarkan
dan diterobos oleh Granit Klabat (T Jkg). De Roever (1951) menjumpai fosil berumur Perm pada
batugamping. Ditemukan di dekat Air Duren sebelah selatan-tenggara Pemali. Umur satuan ini
diduga Perm dengan lokasi tipe di daerah Pemali. Formasi batuan di bagian selatan terdiri dari
filit, sekis dan kuarsit. Filit berwarna kelabu kecolatan, struktur mendaun dan berurat kuarsa.
Sekis, kelabu kehijauan, struktur mendaun, terkekarkan, setempat rekahannya terisi kuarsa atau
oksida besi, berselingan dengan kuarsit. Kuarsit berwarna putih kotor, kecoklatan, keras tersusun
oleh kuarsa dan felspar, halus sedang, perlapisannya mencapai tebal 1 cm.
Tabel 2.1 Stratigrafi Regional Pulau Bangka

Sumber : Osberger, 1965.

Umur satuan ini tidak diketahui dengan pasti tetapi diduga Prem atau Karbon (Cissar
dan Baum dalam Osberger, 1965).
6. Formasi Diabas Penyambung
Formasi batuan terkecil di Pulau Bangka ini hanya terdapat di sebelah timur Gunung
Penyabung, pantai barat laut Pulau Bangka. Formasi ini terdiri dari diabas yang terkekarkan dan
tersesarkan, diterobos oleh Granit Klabat dan menerobos Kompleks Malihan Pemali .Umur
diperkirakan Perm.
Jadi, stratigrafi regional Pulau Bangka dibagi menjadi enam formasi, berurutan dari
berumur paling tua sampai berumur muda yaitu : Formasi Kompleks Pemali, Formasi Diabas
Penyambung, Formasi Tanjung Genting, Formasi Granit Klabat, Formasi Ranggam dan Formasi
Alluvium berdasarkan(Osberger 1965).
2.4.

Genesa Endapan Timah
Terbentuknya mineral casiterite erat hubungannya dengan aktivitas magma. Aktivitas

magmatis Permo-carbon sampai dengan Kapur di Sumatera menyambung ke Malaysia dan
Birma. Mineralisasi timah di jalur timah terjadi mulai Trias Atas-Awal Kapur. Aktivitas magma
pembawa logam dasar mulai dari Permo-Karbon. Kandungan logam tersebut diperkaya oleh
aktivitas magma Jura, Kapur dan Tersier.
Hubungan timah dan granit mempunyai pengertian bahwa kehadiran timah ( cassiterite
) berhubungan dengan granit. Berawal pada tahun 1885 oleh M Von Micluco – Moclay yang
diperkuat oleh Beck tahun 1900, dengan penelitiannya bahwa timah di Bangka-Belitung
berhubungan dengan granit setempat.

Genesa pembentukan dari timah itu sendiri berawal dari pembentukan batuan dari
proses awal sampai terbentuknya batuan. Batuan plutonik yang bersuhu sangat tinggi menerobos
batuan yang ada disekitarnya sehingga terbentuk proses metamorfosis yang luas.
Menurut Daubree, endapan timah primer terbentuk dari proses pneumatolitis. Pada
proses ini mineral timah ditransportasi dari magma chamber sebagai gas Tin-chloride (SnCl4)
atau Tin-flouride (SnF4) yang kemudian bereaksi dengan air membentuk Tin-oxide (SnO2 )
atau casiterite dan asam klorida atau asam flourida seperti reaksi sebagai berikut :
SnCl4(g) + 2H2O(l) -------------------- SnO2(s) + HCl(g)
SnF4(g) + 2H2O(l) ---------------------- SnO2(s) + 4HF(g)
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa pada proses ini akan terbentuk casiterite sebagai
padatan dan asam chloride atau asam fluoride sebagai gas. Secara regional mineralisasi timah di
Indonesia dan Malaysia terikat pada sabuk granit (granite belt) Asia Tenggara yang memanjang
dari Yunan (China) melalui Myanmar, Thailand, Semenanjung Melayu sampai pada kepulauan
Indonesia. Dari gambar 2.2. dapat kita lihat bahwa Pulau Bangka termasuk bagian tengah dari
“Tin Mayor South East Asian Tin Belt”

Gambar 2.2.Tin Mayor South East Asian Granite Belt
Sumber : Arsip PT. Koba Tin Koba, Survey And Geology Departement, 2007.
“Tin Mayor South East Asian Tin Belt”, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Sabuk Timah Bagian Barat (Western Range)
Pada “western range”, terdapat 2 jenis granit yaitu tipe I dan tipe S. Granit ini umumnya
mempunyai butir granular walaupun kadang ditemukan juga megakristal hornblend. Sebagian
besar granit mempunyai tipe I, namun demikian beberapa granit tipe S juga dijumpai.
2. Sabuk Timah Bagian Tengah ( Main Range)
Granit tipe “main range “, umumnya mempunyai ciri-ciri : megakristal (terutama KFeldspar) dan terjadi mineralisasi timah serta mineral asosiasinya seperti monasit dan wolframit.
Granit ini umumnya terdiri atas granit biotit dan granit muskovit yang semuanya merupakan tipe
S, diperkirakan umurnya Trias.
Central Belt
Eastern belt
Western belt

Gambar 2.3. Skema Rekonstruksi Sabuk Timah
Sumber : PT. Koba Tin, Survey And Geology Departement, 2007

3. Sabuk Timah Bagian Timur (Eastern Range)
Granit tipe “eastern range”, mempunyai komposisi bervariasi dari diorite, gabro,
monzogabro, dan granit. Pada granit ini umumnya ditemukan megakristal hornblend. Granit
yang dijumpai adalah tipe I. Umurnya diperkirakan Permo-Trias. Endapan timah sekunder
terbentuk oleh proses pelapukan, erosi, transportasi dan pengendapan kembali disuatu tempat
dan erat kaitannya dengan proses sedimentasi.
Terdapat 3 (tiga) kategori endapan placer timah ( timah sekunder ) di pulau Bangka
yang dibedakan berdasarkan letaknya dari permukaan yaitu : konsentrasi residual eluvial pada
lereng-lereng sungai dan lembah ( kulit ), placer para-alochton ( kaksa ) yang langsung
menutupi batuan induk termineralisasi dan alluvial alochton ( mincan ) yang membentuk lapisan
dalam sedimen pengisi lembah-lembah. Endapan pertama dan kedua berhubungan langsung
dengan mineralisasi primer yang berasosiasi dengan terobosan granit, sementara kategori ketiga
merupakan hasil rombakan dari batuan induk dan mineralisasi primer. Batuan yang merupakan
sumber bahan galian timah adalah batuan dasar granit berumur Trias hingga batuan sedimen
karbonan berumur Perm, dan juga batuan sedimen berumur Tersier. Bahkan sekuen batuan
sedimen di bagian tenggara Bangka didominasi oleh Kelompok Ranggam dengan kandungan
timah alluvial yang berasal dari hasil erosi terobosan granit tipe ‘S’ berumur Jura. Sumber daya
dan cadangan bijih timah berasal dari endapan placer yang tersebar di darat dalam wilayah
Kontrak Karya Pertambangan PT. Koba Tin, dengan mineral utama casiterite dan mineralmineral ikutan terdiri dari : monazit, xenotim, ilmenit, turmalin, zirkon dan kuarsa .

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Pengertian Pengolahan Bahan Galian
Mineral sesuai dengan definisinya adalah endapan alam atau bahan alam anorganik yang
mempunyai komposisi kimia dan struktur/susunan atom tertentu. Tetapi dalam Pengolahan
Bahan Galian, pengertian mineral dikembangkan menjadi bahan galian, yaitu semua bentukan
alam berupa unsur-unsur kimia, batuan, mineral, dan mineral bahan bakar yang merupakan
endapan-endapan yang cara memperolehnya dangan kegiatan menggali atau mengebor. Jadi
bahan galian merupakan hasil tambang baik berupa bahan anorganik maupun bahan organik
yang terbentuk dan terdapat di alam pada kulit bumi atau sebagai endapan di dasar laut yang
dapat diambil dan dimanfaatkan secara ekonomis.
Pengolahan Bahan Galian adalah istilah umum yang biasa dipergunakan untuk mengolah
semua jenis bahan galian hasil tambang yang berupa mineral, batuan, bijih atau bahan galiannya
yang ditambang dari endapan-endapan alam pada kulit bumi untuk dipisahkan menjadi produkproduk berupa satu macam atau lebih bagian mineral yang dikehendaki dan bagian lain yang
tidak dikehendaki yang terdapatnya barsama-sama di alam. Mineral yang dikehendaki biasanya
disebut juga mineral berharga karena nilai ekonominya. Pada akhir proses pengolahan akan

diperoleh dua macam hasil yaitu konsentrat yang sebaguan besar terdiri dari mineral berharga
dan tailing yaitu terdiri dari mineral tidak berharga.
Dilihat dari segi pamanfaatannya, mineral (bahan galian) dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu :
1. Mineral Logam (Mineral Bijih)
Adalah bahan galian dari mana dapat diambil satu macam logam atau lebih secara
ekonomis. Adapun jenis-jenis logam antara lain :
 Logam mulia (precious metal): emas, perak, platina, dan lain-lain.
 Logam dasar (base metal) : tembaga, timbal, seng, dan platina.
 Logam ferous (steel industry): besi, nikal, chromium, tungsten, vanadium.
 Logam radioactive : uranium, thorium, radium.

2. Mineral Non-Logam (Mineral Industri)
Adalah mineral yang bukan penghasil sumber logam maupun energi, tetapi bahan galian
yang dapat dipakai langsung atau sebagai bahan baku untuk industri, contohnya :
 Isolator : mika dan asbes.
 Refractory material : silika, alumina, zirkon, dan grafit.
 Abrasive mineral : corundum, garnet, intan dan topaz.
 General Industrial Mineral : fosfat, belerang, batugamping, garam, barit, feldspar, magnesit,
gypsum, clay, dan lain-lain.

3. Mneral Energi

Adalah bahan galian yang dipakai sebagai sumber energi primer (fuel mineral),
contohnya :
 Solid : batubara.
 Liquid : minyak bumi.

3.2. Sifat Fisik Bahan Galian
Untuk mengetahui proses pengolahan bahan galian yang sesuai untuk suatu jenis mineral
tertentu, perlu lebih dahulu diketahui sifat-sifat fisik dan kimia dari mineral tersebut serta
mineral pengotornya.
Sifat-sifat fisik mineral sangat penting untuk diteliti dan dipelajari sebagai dasar
pengambilan keputusan untuk menentukan proses pengolahan yang bagaimana yang cocok untuk
dilakukan guna mendapatkan konsentrat mineral yang diinginkan. Mengingat proses pengolahan
bahan galian merupakan jembatan antara proses penambangan proses ekstraksi logam mineral
industri lainnya, maka pengenalan sifat-sifat bahan galian sangat diperlukan. Keberhasilan suatu
proses pengolahan bahan galian sangat tergantung pada kelengkapan dan ketelitian dalam
menentukan data atau informasi mineral atau kualitas bahan galian tersebut.
Beberapa sifat fisik bahan galian yang umumnya digunakan dalam proses pengolahan,
antara lain :

1. Kekerasan (Hardness)
Sifat fisik mineral ini pada umumnya sudah dikenal oleh masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari, terutama yang erat kaitannya dengan keperluan hidupnya. Misalnya untuk memecah
batuan, penduduk menggunakan yang lebih keras dari batu itu, seperti pahat dan palu.

2. Berat Jenis (Specific Gravity)
Setiap mineral mempunyai berat jenis yang berbeda-beda. Berat jenis mineral ini sangat
penting untuk menentukan proses yang akan digunakan dalam pengolahan bahan galian,
terutama dalam proses konsentrasi gravitasi.

3. Kemagnetan (Magnetic Suseptibility)
Ada beberapa mineral dapat dipengaruhi oleh medan magnet. Sifat kemagnetan suatu
mineral sangat berguna dalam proses pemisahan mineral bersifat magnit dan mineral yang
bersifat non-magnit. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan dalam komposisi mineral yang
dikandungnya.

4. Kelistrikan (Electric Conductivity)
Proses konsentrasi mineral juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan sifat konduktivitas
listrik dari suatu mineral. Pada umumnya mineral sulfida metalnya mempunyai konduktivitas
yang baik, gangue mineral pada umumnya mempunyai konduktivitas yang jelek.

5. Bidang Belah
Sifat bidang belah ini banyak digunakan dalam proses peremukan dalam meningkatkan
derajat liberasi mineral. Separti mineral galena, pirit, dan kalsit jika diremuk akan mengikuti
bidang belahnya, sehingga derajat liberasinya tinggi. Sedangkan kuarsa tidak mempunyai bidang
belah, hanya hancur saja tidak mengikiti arah bidang tertentu.

6. Kehancuran (Fracture)
Adalah sifat remuk yang tidak mengikuti bidang belah. Ada kehancuran yang tidak
berbentuk dan kasar, ada yang berupa plat tipis ataupun berbentuk ulir. Sifat kehancuran ini
digunakan dalam proses premukan dan penggerusan, dimana mineral yang mudah hancur waktu
yang diperlukan untuk menggiling lebih singkat.

7. Warna
Mineral yang satu mempunyai warna yang berbeda dengan mineral yang lain. Kerena
perbedaan warna ini dapat pula digunakan untuk prinsip pemisahan. Pengambilan dengan tangan
dari mineral tertentu karena perbedaan warna disebut hand picking dan hand sorting.

8. Perubahan Sifat Mineral karena Pemanasan
Beberapa mineral bila dipanaskan akan kehilangan beberapa unsur karena menguap,
sehingga menjadi porous. Karena itu berat jenisnya menjadi berkurang, hal ini akan membantu
dalam proses konsentrasi.
9. Perubahan Sifat Permukaan Mineral
Beberapa mineral dapat dipengaruhi sifat permukaan apabila terkena bahan kimia tertentu,
misalnya yang tadinya mudah dibasahi air menjadi susah, misalnya pada proses flotasi.
3.3. Proses Pengolahan Bahan Galian
Secara umum Proses Pengolahan Bahan Galian terdiri dari beberapa langkah operasi, yaitu
:
1. Comminution

Adalah poses pengecilan ukuran, dilakukan dengan cara memecah bongkah batuan besar
yang diperoleh dari tambang menjadi butiran-butiran yang lebih kecil sehingga terjadi pelepasan
(liberasi) dari mineral-mineral yang berbeda atau yang diperoleh ukuran butiran yang digunakan.
2. Sizing
Adalah proses pemisahan butiran mineral-mineral menjadi bagian-bagian (fraksi) yang
berbeda dalam ukurannya, sehingga setiap fraksi terdiri dari butiran-butiran yang hampir sama
ukurannya.
3. Concentration
Adalah proses untuk memisahkan butiran-butiran mineral berharga dari mineral
pengotornya yang kurang berharga, yang terdapat bersama-sama. Berdasarkan perbedaan sifat
fisik dari mineral-mineral maka proses konsentrasi dibagi dalam 4 macam, yaitu :
1.

Konsentrasi Gravimetri, adalah pemisahan berdasarkan perbedaan gaya berat.

2.

Konsentrasi Magnetis, adalah pemisahan berdasarkan perbedaan sifat magnet.

3.

Konsentrasi Elektostatis, adalah pemisahan berdasarkan perbedaan sifat daya hantar listrik.

4.

Konsentrasi secara Flotasi, adalah pemisahan berdasarkan perbedaan sifat fisik permukaan
mineral terhadap pengaruh bahan kimia.

4. Dewatering
Adalah proses untuk mengurangi /menghilangkan kandungan air dari hasil akhir porses
pengolahan bahan galian yang menggunakan air dalam operasinya.

3.4. Peralatan Pemisahan Bahan Galian
Peralatan yang digunakan dalam proses pemisahan/pengkonsentrasian bahan galian
dipengaruhi oleh jenis pemisahan. Jenis pemisahan ada 4 macam, yaitu :

a.

Gravity Concentration (pemisahan berdasarkan berat jenis). Alat yang digunakan adalah jig,
humphrey spiral, shaking table, dan air table.

b.

Electrostatic Concentration (pemisahan berdasarkan sifat konduktifitas listriknya). Alat yang
digunakan adalah HTS (High Tension Separator).

c.

Magnetic Separation, pemisahan berdasarkan sifat magnetiknya. Alat yang digunakan CBMS
(Cross Belt Magnetic Separator). dan IRM (Induction Roll Magnetic).

d. Flotasi Concentration, alat yang digunakan adalah flotasi.
Selain peralatan-peralatan diatas, ada peralatan yang digunakan untuk mendukung kerja
dari peralatan tersebut, yaitu:
a.

Rod mill, alat yang digunakan dalam proses pengecilan ukuran.

b.

Kasson, alat yang digunakan untuk memisahkan material berdasarkan ukuran dengan getaran,
karena di dalamnya terdapat screen.

c.

Willoughby, alat yang digunakan untuk memisahkan material berupa kasar dan halus.

d. Hidrosizer, alat yang digunakan untuk membagi feed agar tersebar merata di setiap alat.
e.

Pompa, alat yang digunakan untuk mengalirkan fluida.

f.

Splitter, alat untuk memisahkan konsentrat, middling dan tailing.

g. Bucket Elevator, merupakan alat yang digunakan sebagai perantara antar alat pada proses kering.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Proses Pengolahan Bijih Timah
Proses pengolahan bijih timah PT. Koba Tin di Tinshed bertujuan untuk memperoleh
konsentrat cassiterite sebanyak mungkin dengan kadar minimal 72 % Sn ( masih berupa bijih ).
Sedangkan timah yang berasal dari tambang memiliki kadar 20 – 30 % Sn. Oleh karena itu
diperlukan proses untuk meningkatkan kadar Sn dengan cara memisahkan cassiterite dari
mineral-mineral ikutannya semaksimal mungkin. Produk yang dihasilkan dari tinshed berupa
konsentrat, middling, tailing. Konsentrat merupakan mineral yang berharga dan bernilai
ekonomis untuk ditambang, sedangkan middling merupakan produk yang masih mengandung
mineral berharga, dan tailing merupakan mineral yang tidak berharga.
Proses pemisahan bijih timah dari mineral ikutan yang dilakukan oleh Tinshed PT.
Koba Tin disesuaikan dengan perbedaan sifat-sifat antara timah dengan mineral ikutannya.
Proses ini menggunakan tiga jenis pemisahan yaitu:
a. Gravity Concentration
Yaitu pemisahan berdasarkan berat jenis. Alat yang digunakan adalah jig, humprey spiral,
shaking table, dan air table.

b. Elektrostatic Concentration
Yaitu pemisahan berdasarkan sifat konduktifitas listriknya. Alat yang digunakan adalah HTS
( High Tension Separator )
c. Magnetic Separator
Yaitu pemisahan berdasarkan sifat kemagnetiknya. Alat yang digunakan adalah CBMS ( Cross
Belt Magnetic Separator ), dan IRM ( Iducation Roll Magnetic ).

Proses ini bertujuan untuk memperoleh konsentrat casiterite sebanyak mungkin dengan
kadar timah yang memenuhi persyaratan peleburan 72 %, sehinggah setelah dikeringkan dapat
langsung dikirim ke pusat peleburan, sedangkan tailing akhir yang sebagian besar terdiri dari
mineral-mineral pengotor langsung distock. Produk middling yang dihasilkan masih mengandung
timah yang cukup tinggi, yaitu antara 10 – 30 %. Untuk mendapatkan cassiterite yang terbawa
dalam produk middling tersebut, maka produk ini diproses ulang. Pada proses ini memakai
kombinasi pemisahan secara pemisahan gaya berat, elektrostatik, dan magnetic akan diperoleh
konsentrat timah dengan kadar 72 % Sn.

Tin Drum Sn 10-30%
Bagan alir sederhana proses pencucian timah di Tinshed dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Pengambilan Sample Lapangan
Ore
Bin
Tin
Smelter
Proses Pencucian
Proses Basah
Jig
Humprey
Spiral
Shaking Table

Pengambilan Sample selama proses
Analisa di Laboratorium
Untuk kontrol kualitas timah selama proses
Pengeringan
Proses Kering
Cone Filter
Rotary
Driver
HTS ( High Tension
separator )
MS ( Magnetic Separator )
Konsentrat 72 %

Gambar 4.1 Bagan Alir Proses Pencucian Bijih Timah
Sumber : Penulis, 2012

Proses pengolahan bijih timah di Tinshed ini dilakukan melalui 2 proses, yaitu proses
basah dan proses kering.
4.1.1. Proses Basah
Proses ini prinsipnya adalah pemisahan casiterite dari mineral pengotor berdasarkan
perbedaan berat jenis, peralatan yang digunakan antara lain :
1. Ore Bin

Gambar 4.2 Ore Bin
Sumber : Dokumen lapangan, 2012
Ore bin merupakan tempat penampungan bijih timah yang berasal dari tambang. Langkahlangkah pada ore bin antara lain :
a)

Membuka drum, drum yang berasal dari tambang dikirim dalam keadaan tersegel agar material
tidak tumpah dan tidak ada kecurangan.

b)

Membuang air dalam drum, material yang berasal dari tambang biasanya masih bercampur
dengan air.

c)

Sampling, pengambilan sampel dilakukan dengan pemboran pada drum sebanyak 7 titik. ,
kemudian material hasil pengeboran tiap titik dicampur dan diaduk hingga rata, kemudian
dimasukan ke plastik sampel untuk dibawa ke ruang sampling. Setelah itu sampel basah
ditimbang lalu dikeringkan dengan menggunakan tungku, lalu ditimbang kembali sehingga dari
perbandingan berat kering dengan berat basah didapatkan kadar air pada setiap drum atau fraksi

keringnya (fraction dry). Kemudian sampel yang telah kering dibawa ke laboratorium untuk
diketahui kadar Sn. Saat ini kadar yang berasal dari tambang berkisar 20%-30%.
Cara pengambilan sample dapat dilakukan dengan cara :
a. Perhitungan berat bersih (TPH) melalui tahapan sebagai berikut:
- Pengambilan conto dari Jig plant dengan menggunakan stopwatch
- Air yang terdapat dalam conto tersebut dibuang
- Conto ditimbang untuk diketahui beratnya
TPH = Berat Sample – Berat Plastik x 3600
Waktu

…( 4.1 )

- Kemudian conto dihitung berat bersih (TPH) nya dengan rumus

sebagai berikut :

b. Perhitungan kadar Sn dilaboratorium melalui tahapan sebagai berikut:
- Pengambilan conto dari Jig plant
- Conto dikeringkan
- Conto ditimbang untuk diketahui beratnya
- Setelah ditimbang, conto diayak dengan menggunakan Ro Top dengan ukuran 20#, 40#, 65#,
100#, dan 150#.
- Setelah diayak, tiap fraksi dihitung jumlah butiran masing-masing mineral
- Conto kemudian ditabur merata dan tipis di atas permukaan kaca ukuran 2 ½ cm x 2 ½ cm.

Kadar Mineral = jumlah butir x bj mineral yang bersangkutan x 100% …(4.2)
Jumlah butir x bj masing-masing mineral
- Kemudian conto dihitung kadarnya dengan rumus sebagai berikut:

d)

Penimbangan, agar diketahui berapa berat material tiap-tiap drum.

e)

Penuangan, setelah dilakukan penimbangan, material dituang ke DC (Dewatering Cone) untuk
diproses ke jig.
Setelah semua langkah-langkah diatas selesai, drum kosong dikirim ke tambang dalam keadaan
bersih, tertutup dan jumlah drum jelas

2. Jig Plant
Jig adalah suatu alat konsentrasi yang melakukan pemisahan mineral berdasarkan
perbedaan spesifik gravity. Pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan suatu lapisan
pemisahan yang disebut ragging yang berat jenisnya lebih rendah dari pada cassiterite tetapi
lebih tinggi dari pada mineral lain ( kwarsa misalnya ). Jadi berat jenisnya terletak diantara
cassiterite dan mineral pengotornya.

Gambar 4.3. Jig Plant
Sumber : Dokumen lapangan, 2012

A. DASAR PEMISAHAN JIG

Proses jigging merupakan proses pemisahan mineral berharga dari mineral pengotornya
berdasarkan perbedaan berat jenis dengan menggunkan air, sebagai media pemisahnya
menggunakan bantuan bed material. Ukuran butir yang dapat ditangkap dengan baik oleh jig
berkisar antara 10 – 14 #.
Pengoperasian jig harus selalu dioptimalkan agar pengendalian mutu pencucian pada jig
dapat terkendali, baik itu recovery tiap jig maupun kadar konsentrat akhir sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Pada pemisahan partikel mineral dalam proses jigging dipengaruhi tiga faktor, antara
lain :
a) Differential Acceleration
Differential Acceleration merupakan faktor perbedaan kecepatan jatuh partikel mineral ke
bed, karena adanya gerakan yang terjadi pada alat jig. Hal ini akan menyebabkan partikel
mineral yang memiliki berat jenis besar akan memiliki kecepatan jatuh yang lebih besar.
b) Hindered Settling
Hinderet Settling merupakan formasi jatuh atau pengendapan dari material yang specific
gravitasinya besar dengan ukuran kecil akan sama dengan material yang specific gravitasinya
kecil tapi ukuranya besar.
c) Consolidation Trackling
Consolidation Trackling merupakan suatu proses dimana partikel halus menerobos melalui
bed pada waktu akhir pulsion.
Terdiri dari 4 unit jig dan tipe jig tersebut adalah Pan American. Disini dihasilkan
konsentrat hingga 68% Sn.

Tabel 4.1 Proses Jig
Asal

No.

material

Jig

Undersize

Aliran material
Konsentrat

Middling

Tailing

Jig 1

DC6&7

DC14

DC3

Jig 2

Kompartemen A
DC6&7

Kompartemen B
DC14

DC3

16#
DC14

Jig 3

Kompartemen A
DC6&7

Kompartemen B
DC14

DC1→HG

Oversize

Jig 4

willoughby→ditam

Ke Kasson

Dibuang

pung

Undersize ke DC3

30#
Undersize

ke DC15

Oversize ke rod
mill→DC12→DC3
Sumber : Penulis, 2012
B.

Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Jig
Pada umumnya proses pencucian bijih timah menggunakan jig bertujuan untuk

meningkatkan kadar dengan perolehan recovery yang tinggi sehingga losses dapat ditekan
sekecil-kecilnya. Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi kinerja jig, antara lain:

1. Sifat-Sifat Umpan (Feed), yakni:
a. Bentuk dan Ukuran Feed

Semakin besar (kasar) ukuran butir mineral, maka recovery semakin tinggi. Tetapi ada satu
hal yang harus diperhatikan, makin besar ukuran partikel mineral makin makin cepat pula
pemadatan pada bed, sehingga terjadi kemantapan atau kebuntuhan yang mengakibatkan feed
yang masuk berikutnya tidak dapat menerobos melalui cela-cela bed.
Bentuk partikel mineral yang masuk sebagai feed juga sangat mempengaruhi dalam
perolehan recovery, terutama mineral-mineral ikutan yang tidak berharga seperti markasit.
Dengan bentuknya yang memanjang, dapat diartikan bahwa tekanan air dari underwater akan
berbeda karena adanya perbedaan penampang permukaan dari partikel tersebut yang
menyebabkan partikel tersebut terombang-ambing di dalam jig tank, sehingga akan mengganggu
mineral berharga yang lain untuk turun sebagai konsentrat.
b. Kadar Mineral
Makin tinggi atau kaya kadar mineral berharga yang masuk sebagai feed, maka recovery
akan semakin tinggi. Dan makin banyak kadar mineral pengganggu yang masuk sebagai feed
pemisahan semakin sulit, berarti perolehan recovery akan rendah.

c. Berat Jenis Mineral
Semakin tinggi berat jenis mineral berharga terhadap mineral pengganggu maka recovery
akan semakin tinggi.
2. Parameter – Parameter Jig
Pada proses pemisahan dengan menggunakan alat jig, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi efektifitas kerja jig. Adapun parameter yang mempengaruhi proses pemisahan
tersebut antara lain:
a. Amplitudo Membran atau Frekuensi Stroke

Amplitudo Membran adalah jarak yang ditempuh oleh torak atau membran dari awal
dorongan (pulsion) hingga akhir hisapan (suction), sedangkan frekuensi stroke merupakan
banyaknya dorongan per menit. Bila jumlah (rpm) pukulan besar (frekuensi stroke), maka
panjang langkahnya (amplitudo) lebih pendek, demikian sebaliknya.
Untuk mengatur panjang pukulan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. berat jenis
b. ukuran butir
c. jumlah mineral ikutan
d. kekayaan timah yang digali
Panjang pukulan berpengaruh terhadap recovery dan kadar konsentart, panjang pukulan
yang besar menyebabkan mineral pengotor (pasir) ikut turun yang mengakibatkan konsentrat
kotor, tetapi recovery akan meningkat. Sebaliknya panjang pukulan yang pendek konsentrat akan
bersih, tetapi casiterite tidak tertangkap semua terutama yang ukuran butir kasar dan akan lari ke
tailing sehingga recovery menjadi rendah.
b. Kecepatan Aliran Horizontal
Kecepatan aliran horizontal adalah kecepatan air yang mengalir di atas lapisan bed.
Kecepatan aliran horizontal yang terlalu besar, mineral berat yang berukuran halus akan ikut
terbuang sebagai tailing. Sedangkan kecepatan aliran horizontal yang lebih kecil dari kecepatan
pengendapan mineral ringan, maka akan mengendap diatas permukaan jig bed sehingga akan
menggangu proses jig.
c. Ketebalan Bed dan Ukuran Batu pada Lapisan Bed
Bed merupakan bahan padat yang terdiri dari lapisan batu hematite yang digunakan sebagai
media pemisah mineral berat pada jig. Ketebalan dan ukuran bed sangat mempengaruhi hasil

pemisahan dan tergantung kepada mineral yang akan dipisahkan. Semakin tebal dan besar
ukuran butir bed, maka akan semakin sulit kecepatan aliran vertical ke atas untuk mendorong
lapisan bed, sehingga semakin sedikit partikel mineral berharga yang mengendap sebagai
konsentrat. Sebaliknya semakin tipis dan kecil ukuran butir bed, maka ada kemungkinan aliran
vertical ke atas akan melontarkan bed, sehingga ruangan antara bed menjadi terlalu besar. Hal ini
menyebabkan mineral ringan yang berukuran besar akan menerobos lapisan bed dan mengendap
sebagai konsentrat, sehingga kadar konsentrat menjadi rendah.
Untuk memperoleh recovery dan kadar timah yang tinggi, ada beberapa persyaratan
tertentu mengenai jig bed, seperti :
1. Berat jenis bed berada diantara mineral berat dan mineral ringan, berbentuk bulat agar
diperoleh celah-celah yang baik guna memberikan kesempatan kepada mineral berat menerobos
jig bed dan masuk kedalam hutch sebagai konsentrat. Biasanya jig bed tersusun dari mineral
hematite yang berat jenisnya antara 4,5 -5,5 dengan kekerasan 6 menurut skala Mosh.
2. Ukuran butir tertentu dengan tujuan agar dapat terangkat lebih tinggi dari pada mineral berat
dan disamping itu untuk memperoleh besarnya celah-celah yang diinginkan. Variasi ukuran butir
dan ketebalan jig bed tergantung pada ukuran jumlah mineral-mineral berharga yang diinginkan
seperti kasiterit, ilmenit, monazite dan zircon. Maka seragam ukuran butir (bulat) dan makin
besar ukuran jig bed maka recovery semakin besar.

d. Volume Air Tambahan (Underwater)
Volume air tambahan adalah jumlah air yang dialirkan ke dalam jig yang berguna sebagai
air tambahan. Selama proses pemisahan berlangsung dengan baik sesuai rencana, air di dalam
tangki ada yang masuk ada pula yang keluar. Air yang masuk adalah air yang bercampur

bersama feed dan air yang berasal dari header tank (air tambahan). Sedangkan air yang keluar
adalah air yang keluar bersama-sama dengan tailing dan air yang keluar melalui spigot bersama
konsentrat.
Manfaat air tambahan ini adalah untuk mengimbangi hisapan, mengimbangi jangan terlalu
banyaknya aliran air diatas jig yang menuju ke dasar dapat terjadi apa yang dinamakan gerak
pulsasi (gerakan ketas dan hisapan ke bawah) dan menggantikan air yang keluar melalui lubang
spigot.
Underwater dapat dikatakan cukup apabila permukaan jig bed sudah terendam air tetapi
kecepatan aliran horizontal tidak terlalu deras, sehingga menimbulkan besar tekanan antara
pulsion dan suction tidak sama. Underwater dikatakan kurang apabila jig bed tidak terendap air
sepenuhnya yang ditandai dengan adanya gelembung-gelembung udara diatas permukaan jig
bed, dimana suction lebih besar dibandingkan dengan pulsion sehingga konsentrat yang
dihasilkan akan kotor. Begitu pula jika underwater berlebihan maka akan menyebabkan
kecepatan aliran horizontal sangat deras sehingga mineral berat yang berukuran halus akan ikut
terbawa aliran air, dimana pulsion lebih besar dibanding dengan suction sehingga recovery akan
rendah, walaupun kadar konsentrat yang dihasilkan tinggi.
Lubang spigot adalah suatu lubang yang berfungsi sebagai tempat keluarnya konsentrat
hasil pemisahan. Besarnya ukuran lubang spigot ini akan mempengaruhi volume air yang
terdapat dalam tangki jig. Apabila ukuran lubang spigot terlalu besar, maka volume air yang
keluar melalui lubang spigot akan menjadi besar. Hal ini akan mengakibatkan tangki jig menjadi
kosong, dan jig akan mengalami kekurangan air. Untuk menjaga keseimbangan air didalam jig,
maka ukuran lubang spigot diusahakan sekecil mungkin. Hali ini bertujuan agar pada proses
pemisahan berikutnya tidak terjadi kelebihan air dan pemakaian air tambahan dapat terjaga.

e. Feeding dan Proses Padatan
Feeding adalah proses pemasukan bahan baku campuran mineral baik bijih berharga atau
mineral lainnya dengan mengalir kepermukaan jig, yang disesuaikan dengan kapasitas alat
pencucian. Distribusi feed dipermukaan jig harus diatur dengan baik agar proses jigging dapat
berjalan dengan sempurna.
Penyebaran dan kekentalan (proses padatan) feed yang masuk kepermukaan jig perlu
diperhatikan. Penyebaran feed yang tidak merata mengakibatkan terjadinya penumpukan dan
kelebihan beban yang terlalu besar yang diterima oleh permukaan jig. Feed yang terlalu kental
akan menyebabkan penumpukan dan kecepatan aliran kecil, sebaliknya feed yang terlalu encer
akan menyebabkan kecepatan aliran yang besar sehingga banyak mineral berharga yang hilang
sebagai tailing.
f. Motor Jig
Motor jig merupakan motor penggerak stroke yang menyebabkan terjadinya pulsion dan
suction pada proses pemisahan. Penentuan daya atau HP motor yang digunakan berdasarkan
beban yang akan didorong pada saat pulsion, jumlah putaran gear box dan panjang pukul motor
yang digunakan.
g. Jig Screen
Jig screen merupakan saringan yang terbuat dari kawat (ketebalan kawat 1,5 mm) yang
dipasang diantara rooster bawah dan rooster atas. Posisi pemasangan jig screen berpengaruh
terhadap jumlah dan luas lubang bukaan jig screen tersebut.

h. Kecepatan Aliran didalam Jig Tank

Kecepatan aliran didalam tangki jig berpengaruh terhadap proses pengendapan mineral
berharga. Apabila kecepatan aliran vertikal keatas akibat pulsion lebih besar dari kecepatan jatuh
butir mineral berharga, maka mineral berharga tidak memiliki kesempatan untuk turun
mengendap sebagai konsentrat. Sebaliknya jika kecepatan aliran vertikal ke atas terlalu kecil
maka kadar konsentrat akan menjadi rendah. Hal ini disebabkan karena mineral pengotor yang
kecepatan jatuhnya juga kecil akan turun sebagai konsentrat.
i. Kemiringan Jig
Kemiringan jig biasanya sudah ditetapkan sesuai dengan disain yaitu berkisar 5 sampai 150.
Jig yang terlalu miring mengakibatkan aliran air terlalu cepat dan casiterite sukar mengendap,
terlalu datar juga menyebabkan umpan terlampau banyak terteumpuk diatas jig dan kuarsa
lambat mengalir ke tailing.

3. Humprey Spiral

Gambar 4.4. Humprey Spiral
Sumber : Dokumen lapangan, 2012
Spiral yang digunakan ada 3 macam, yaitu High Grade (HG), Low Grade (LG) 1 dan Low
Grade 2.
Tabel 4.2. Proses Humprey Spiral

Asal

Jenis

Material

Spiral

DC1

DC3

Aliran material
Konsentrat

Middling

Tailing

HG

DC2

DC3

DC3

LG 1

DC2

HG (sirkulasi)

LG2

LG 2

DC2

LG2 (sirkulasi)

Dibuang

Tailing
LG1

Sumber : Penulis, 2012
Spiral adalah alat konsentrasi yang tidak menggunakan mesin atau motor, terhadap slurry
hanya bekerja gaya gravitasi dan gaya sentrifugal bertujuan untuk memisahkan kuarsa. Partikel
akan jatuh ke bawah akibat gaya beratnya sendiri, karena bergerak spiral maka pada partikel
bekerja pula gaya sentripetal akibat partikel bergerak dalam arah melingkar dengan sumbu spiral
sebagai pusat lingkaran, sehingga berakibat mineral berat akan lebih cepat turun dan mendekati
sumbu spiral sedang mineral ringan lebih lambat dan menjauhi sumbu spiral. Pada ujung bawah
spiral terbagi menjadi tiga aliran bila dimulai dari yang paling dekat dari sumbu spiral adalah
konsentrat, middling, dan tailing.
Gaya-gaya yang berpengaruh dalam proses ini adalah gaya dorong air, gaya gesek, gaya
gravitasi dan gaya sentrifugal. Bentuk alatnya berupa lounder yang melingkar membentuk spiral,
makin panjang lounder maka konsentrat yang dihasilkan akan semakin tinggi kadarnya.
Terjadinya pemisahan di dalam humprey spiral sebagai berikut :
1. Feed dimasukkan ke dalam feed tank
2. Melalui pompa, feed dihisap masuk ke dalam cyclone.
3. Di dalam cyclone cairan dengan yang kental dipisahkan, selanjutnya yang encer dialirkan ke atas
ke dalam lounder sebagai wash water, sedang pulp yang kental melalui lounder dialirkan ke atas
menuju feed box sebagai umpan.

4. Karena bentuk lounder ini melingkar seperti spiral dari atas ke bawah, maka terjadi gerak arus
sentrifugal, sehingga material yang ringan sebagai tailing akan terletak dibagian luar..
5. Mineral-mineral berat akan mengalir terus dan masuk ke dalam port penampungan konsentrat
yang dihasilkan. Pada port dipasang splitter yang berfungsi untuk memisahkan material berupa
konsentrat, middling dan tailing..
Gaya-gaya yang berpengaruh dalam proses ini antara lain:
a.

Gaya dorong air
Dalam operasi, partikel dan cairan bergerak dengan kecepatan yang dipengaruhi oleh
kedalaman aliran cairan.

b. Gaya gesek
Dalam operasi ini, gaya gesek akan sebanding dengan selisih berat jenis partikel dengan berat
jenis fluida. Sehingga partikel yang berat jenisnya besar akan memiliki gaya gesek ya

Dokumen yang terkait

ANALISIS KINERJA UPT RUMAH SAKIT PARU JEMBER SEBELUM DAN SESUDAH BADAN LAYANAN UMUM (BLU)

24 263 20

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, AKTIVITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PERUBAHAN LABA DI MASA DATANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

18 254 20

STUDI PERTUKARAN WAKTU DAN BIAYA PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PERPUSTAKAAN UMUM KABUPATEN PAMEKASAN

5 158 1

UJI AKTIVITAS TONIKUM EKSTRAK ETANOL DAUN MANGKOKAN( Polyscias scutellaria Merr ) dan EKSTRAK ETANOL SEDIAAN SERBUK GINSENG TERHADAP DAYA TAHAN BERENANG MENCIT JANTAN (Musmusculus)

50 334 24

AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DENGAN METODE BIOAUTOGRAFI

55 262 32

HUBUNGAN ANTARA KONDISI EKONOMI WARGA BELAJAR KEJAR PAKET C DENGAN AKTIVITAS BELAJAR DI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

1 100 15

JUMLAH DANA DAN KREDIT DARI BANK TABUNGAN MENJADI BANK UMUM PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA ( PERSERO ) CABANG DENPASAR

3 91 12

PENGGUNAAN BAHASA JURNALISTIK PADA TERAS BERITA HEADLINE HARIAN UMUM GALAMEDIA

8 75 43

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM TERHADAP GAMBARAN DARAH PADA BROILER

12 105 39