HUKUM AGRARIA HAK ATAS KESEJAHTERAAN DAL

ZURAHMAH 15B02122

HUKUM AGRARIA

HAK ATAS KESEJAHTERAAN DALAM
MASALAH HUKUM AGRARIA

ZURAHMAH (15B02122)

PENDIDIKAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016

Page 1 of 13

ZURAHMAH 15B02122

PENDAHULUAN
Agraria masih menjadi permasalahan klasik yang sangat serius hingga kini. Tumpang tindihnya aturan
agraria adalah salah satu pemicu maraknya konflik horizontal dan vertikal di segala penjuru nusantara.

Pemerintah pun seolah dijepit oleh dua pihak yang berseteru, yaitu rakyat dan pemilik modal.1
Dalam prakteknya, terdapat tiga persoalan pokok untuk melakukan reforma agraria ini.
Pertama adalah ketimpangan penguasaan tanah negara. Ketimpangan ini terjadi karena proses historis di masa

lalu, di mana pelaku kekuatan ekonomi raksasa mendapatkan hak pengelolaan lahan dalam skala besar,
sementara rakyat di kelas bawah makin kehilangan lahan mereka. Indikator yang paling nyata bagaimana
ketimpangan ini terjadi adalah penguasaan hutan konsesi seluas 35,8 juta hektar oleh hanya 531 perusahaan
pemegang konsesi hutan. Sebaliknya, terdapat lebih kurang 31.951 desa berada dalam status ketidakjelasan
karena berada di kawasan hutan. Indikator yang lain adalah lebih dari separuh jumlah petani, yakni sebesar
56%, memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar.
Persoalan kedua adalah timbulnya konflik-konflik agraria, yang dipicu oleh tumpang tindihnya
kebijakan distribusi lahan pada masa lalu, di mana lahan-lahan negara yang diberi izin untuk dikelola, ternyata
tidak seluruhnya merupakan lahan negara yang bebas kepemilikan. Sepanjang periode 2004-2015, tak kurang
dari 1.772 konflik agraria terjadi akibat ketidakjelasan status tanah dan tumpang tindihnya peraturan di
lapangan. Konflik ini setidak-tidaknya melibatkan sekitar 1,1 juta rakyat, dan luasan yang menjadi pokok
konflik mencapai kurang lebih 6,9 juta hektar.
Soal yang ketiga , timbulnya krisis sosial dan ekologi di pedesaan. Krisis ini diindikasikan dengan
makin terdegradasinya kualitas lahan pertanian di pedesaan, makin menyempitnya lahan untuk pertanian yang
dimiliki oleh para petani, dan makin berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor produksi
pertanian, dan lebih banyak bertumpu pada pekerjaan di sektor jasa. Sebanyak 15,5 juta penerima beras untuk

rakyat prasejahtera yang tinggal di pedesaan adalah salah satu indikator timbulnya krisis sosial di pedesaan.
Sedangkan krisis ekologi di pedesaan salah satunya ditandai oleh keberadaan desa dengan status rawan air di
15.775 desa dan kekeringan di 1.235 desa.
Untuk menghindari terulangnya proses ketimpangan struktural dalam redistribusi lahan, salah satu
kuncinya adalah menghidupkan dan menggerakkan kembali sistem-sistem produksi pertanian di pedesaan
berbasis pada sistem pengelolaan model koperasi. Apabila tahap demi tahap proses reforma agraria ini
dikerjakan dan dikontrol, maka redistribusi lahan sebagai substansi terpenting dari reformasi agraria, akan
dapat menjadi instrumen untuk meredistribusi kesejahteraan di masyarakat.2

1
2

http://indonesianreview.com/ardi-nuswantoro/masalah-agraria-mengancam
http://presidenri.go.id/topik-aktual/reforma-agraria-redistribusi-lahan-redistribusi-kesejahteraan.html

Page 2 of 13

ZURAHMAH 15B02122

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hak atas Kesejahteraan Masalah Hukum Agraria
Hak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hak diberi arti 1. Benar 2. Milik 3. Kewenangan 4.
Kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan undang-undang, aturan, dsb) 5.
Kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu 6. Derajat atau martabat 7. Huk
wewenang menurut hukum.3
Kesejahteraan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sejahtera diberi arti aman sentosa dan makmur; selamat
(terlepas dari segala macam gangguan); Sedangkan Kesejahteraan diberi arti hal atau keadaan
sejahtera; keamanan, keselamatan, ketenteraman;4
Masalah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Masalah diberi arti sesuatu yang harus diselesaikan
(dipecahkan); soal; persoalan.5
Hukum Agraria
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hukum Agraria adalah keseluruhan kaidah hukum, baik
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur agraria; hukum yang mengatur tentang pemanfaatan
bumi, air dan ruang angkasa;6
Jadi, Hak atas Kesejahteraan dalam Masalah Hukum Agraria dapat disimpulkan kekuasaan
untuk menuntut keadaan yang aman sentosa dan makmur yang terlepas dari berbagai persoalan
yang bertentangan dengan hukum yang mengatur tentang pemanfaatan bumi, air dan ruang

angkasa.

Kesejahteraan Sosial menurut Pasal 1 UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya.7

3

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , Jakarta: Balai Pustaka, hal. 381-382.
Op. Cit., hal. 1011.
5
Op. Cit., hal. 719.
6
Op. Cit., hal. 410.
7
UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
4

Page 3 of 13


ZURAHMAH 15B02122

B. Landasan Yuridis Hak atas Kesejahteraan
Hak atas Kesejahteraan diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yaitu
sebagai berikut:
Hak atas Kesejahteraan
Pasal 36
1) Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi
pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.
2) Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.
3) Hak milik mempunyai fungsi sosial.
Pasal 37
1) Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya diperbolehkan dengan
mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Apabila suatu benda berdasarkan ketentuan hukum demi kepentingan umum harus dimusnahkan atau
tidak diberdayakan baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu maka hal itu dilakukan
dengan mengganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali
ditentukan lain.

Pasal 38
1) Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang
layak.
2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syaratsyarat ketenagakerjaan yang adil.
3) Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau
serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.
4) Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat
kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin
kelangsungan kehidupan keluarganya.
Pasal 39
Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya
demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 40
Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.

Page 4 of 13

ZURAHMAH 15B02122


Pasal 41
1) Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk
perkembangan pribadinya secara utuh.
2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh
kemudahan dan perlakuan khusus.
Pasal 42
Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai
dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.8

8

UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Page 5 of 13

ZURAHMAH 15B02122

ANALISA PEMBAHASAN

A. Kasus Agraria
Warga Majalengka yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Sukamulya masih gigih
dalam penolakan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat. Saat ini perjuangan mereka sudah
sampai tahap Audiensi dengan pihak BPN dengan didampingi oleh KPA. Kondisi teraktual saat ini
sudah ada landasan-landasan pacu pesawat terbang yang akan mengambil 11 desa di wilayah
Majalengka tersebut. Sehingga mungkin upaya-upaya damai untuk menghentikan pembangunan BIJB
yang sudah mengambil lahan dari warga ini dapat dikatakan terlambat.
Kasus ini pertama kali mencuat pada tahun 2004, ketika secara sepihak 11 kepala desa
menandatangani surat pernyataan yang menyatakan “Kami dan seluruh warga masyarakat Desa kami
sepenuhnya mendukung atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat Seluas ±5000
Ha, Jumlah KK: 1305 KK, yang terletak di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka ”. Surat

tersebut ditandatangani pada 14 Oktober 2004. Padahal hingga saat ini, hanya terdapat 300 KK yang
mendukung pembangunan BIJB. Sementara 1005 KK atau mayoritas warga di 11 Desa tersebut
menolak adanya pembangunan Bandara internasional tersebut. Masyarakat menduga ada permainan
antara Pemerintah Kabupaten Majalengka dengan 11 Kepala Desa terkait.
Kejanggalan dari persyaratan pembangunan BIJB ini tidak hanya berhenti di persetujuan 11
Kades. Berlanjut menyusul pembuatan Analisa Mengenai Dampak lingkungan (AMDAL) yang
menyatakan bahwa lahan di Desa Sukamulya adalah lahan tandus yang tidak produktif yang hanya
bisa panen 1 kali dalam satu tahun dengan produksi gabah kering giling sebanyak 6 Kwintal / Ha.

Padahal data dari Dinas Pertanian Kab. Majalengka, tahun 2005 dan BPS Kabupaten Majalengka
adalah 52,35 Kwintal / Ha.
Dari persyaratan tersebut kemudian terbitlah Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan No.:
KM 34 Tahun 2005 Tentang Penetapan Lokasi Bandar Udara di Kecamatan Kertajati Kabupaten
Majalengka Propinsi Jawa Barat. Peraturan Menteri Perhubungan tersebut ditetapkan di Jakarta pada
Tanggal 17 Mei 2005 dan ditandatangani oleh Menteri Perhubungan M. Hatta Rajasa. Permen inilah
yang sejatinya mendasari pembuatan BIJB secara hukum.
Penolakan warga Majalengka terhadap pembangunan BIJB bukanlah sebuah harga mati.
Terlihat dari banyaknya upaya damai dan lobi-lobi, mulai dari mengunjungi Pejabat setempat hingga
Anggota DPR RI di Senayan. Warga menyatakan, “bahwa kami tidak menolak pembangunan BIJB
dengan syarat HARGA YANG JELAS, RELOKASI DAN SOSIALISASI TERLEBIH DAHULU ,”

sewaktu menemui Kepala Bappeda Jawa Barat pada Maret 2012.
Page 6 of 13

ZURAHMAH 15B02122

Sejak tahun 2004 hingga saat ini, 2016, sempat terjadi satu kali kekerasan fisik yang melibatkan
aparat keamanan dengan warga. Pada tanggal 18 November pukul 09.00 WIB terdengar kabar bahwa
SATPOL PP, POLRI,SATGAS BIJB DAN TNI mengawal juru ukur sudah berada di wilayah desa

Sukakerta untuk melakukan pengukuran di wilayah desa Sukakerta dan Sukamulya, masyarakat desa
Sukamulya yang mengetahui berita itu spontan datang ke lokasi. Kemudian bertemulah antara petugas
dengan warga di perjalanan dan terjadilah dialog diantaranya menanyakan surat tugas dan kenapa tidak
ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada warga.
45 menit kemudian terdengar perintah untuk merampas barang bawaan yang berupa senjata
tajam dan lainya disusul lemparan batu dari arah aparat kepada warga. Dalam bentrokan tersebut
banyak warga yang terluka karena dipukul, diinjak-injak, diseret dan ditembak peluru karet dan gas
air mata. Setidaknya 5 (lima) orang di tangkap antara lain Andi, Hadun, Nana, dan dua orang lainnya
warga Sukakerta dalam peristiwa itu.
Untuk itu, KPA akan mengawal tuntutan Warga Majalengka yang tergabung dalam Front
Perjuangan Rakyat Sukamulya (FPRS) dalam penolakan pembangunan BIJB selama belum ada
pengukuran tanah yang jelas dan ganti rugi yang layak. Pemerintah dituntut harus ekstra berhati-hati
menangani kasus-kasus serupa agar tidak timbul korban jiwa seperti kasus-kasus pembebasan lahan
yang sudah-sudah. Melalui audiensi dengan Kementerian ATR/BPN diharapkan pula penyelesaianpenyelesaian yang adil dari konflik-konflik tanah dan pembebasan lahan yang terjadi, khususnya
lahan-lahan produktif milik warga.9
Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam keterangan persnya, 16 orang juga
mengalami luka akibat terkena serpihan material gas air mata yang ditembakan oleh polisi. Sekitar 70
hektare lahan warga turut rusak akibat terinjak-injak.
Berikut, kronologi konflik antara ribuan personel gabungan dengan ratusan petani di
Majalengka berdasarkan versi KPA.

Pukul 08.25 WIB
Polisi dan warga mulai berhadap-hadapan di lahan persawahan, pintu masuk ke desa.

Pukul 10.40 WIB
Aparat kepolisian memasuki area persawahan. Masyarakat melakukan aksi penolakan pengukuran.
Negosiasi terjadi di tengah sawah antara polisi dan warga.

9

http://www.kpa.or.id/news/blog/warga-sukamulya-menolak-pembangunan-bjib/#

Page 7 of 13

ZURAHMAH 15B02122

Pukul 12.36 WIB
Terus mendapat pengadangan dari warga, polisi mulai melakukan pemukulan dan menembakkan gas
air mata. Warga pun terpukul mundur dan berlarian. Akibatnya, 16 orang terluka akibat serpihan gas
air mata dan enam orang ditahan.

Pukul 15.00 WIB
Polisi terus masuk ke pemukiman. Jalur masuk ke Desa Sukamulya diblokade oleh personel gabungan.

Pukul 20.00 WIB
Polisi mendirikan tenda di wilayah pemukiman warga ditemani 11 truk yang mengangkut mereka.
Warga ketakutan dan memutuskan berkumpul di balai desa.10

Rugikan Rakyat
Ali menjelaskan, proyek pembangunan BIJB merupakan bagian dari percepatan pelaksanaan
proyek strategis nasional yang menjadi program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun,
proyek BIJB itu ditolak petani setempat karena justru tak memberikan apa pun manfaat bagi mereka.
"Menurut data BPS tahun 2015, jumlah penduduk di daerah itu mencapai 4.693 Jiwa dengan
1595 keluarga. Mereka lah yang terancam kehilangan tanah serta mata pencarian sebagai petani atas
nama pembangunan BIJB," terang Ali.

Desa Sukamulya berada di lahan seluas 740 ha. Total luas tersebut, 618 ha di antaranya
berkapasitas produksi 8.652 ton GKB/tahun; 23 ha lahan perladangan; 13, 5 ha perkebunan rakyat; 13,
56 ha tanah kas desa; dan, 72 ha adalah pemukiman. "Semua ini akan lenyap karena proyek
pembangunan bandara itu," imbuhnya.11

10

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161118085655-20-173482/detik-detik-ribuan-aparat-serbu-petani-majalengka/
http://www.tribunnews.com/regional/2016/11/17/tolak-penggusuran-lahan-untuk-bandara-11-petani-majalengka-luka-dan-8ditangkap-polisi
11

Page 8 of 13

ZURAHMAH 15B02122

B. Analisis
Berdasarkan kasus agraria di atas, jika dihubungkan dengan Hak atas Kesejahteraan yang diatur
dalam pasal 36-42 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan pasal 1 UU No. 11 Tahun
2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, maka ada beberapa hal menjadi perhatian penulis, yaitu sebagai
berikut:
1. Berdasarkan pasal 36 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, tindakan
pemerintah atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) kepada warga
Majalengka, secara yuridis dianggap merupakan perbuatan sewenang-wenang dan melawan
hukum sebab pemerintah dalam hal ini mengambil alih secara paksa hak milik warga Majalengka
atas lahan mereka yang disertai kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat keamanan kepada
warga Majalengka saat melakukan pengukuran lahan. Hal ini memicu amarah petani karena tidak
adanya pemberitahuan terlebih dahulu atas pengukuran lahan sehingga bentrok tersebut berujung
penangkapan beberapa orang petani dan beberapa lainnya luka-luka akibat insiden tersebut.
2. Berdasarkan pasal 37 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, tindakan
pemerintah atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) kepada warga
Majalengka, secara yuridis dianggap tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab,
seharusnya pemerintah dalam hal ini harus memberikan ganti kerugian secara wajar baik secara
materiil maupun immateriil kepada warga Majalengka atas lahan mereka yang diambil alih guna
kepentingan umum atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB).
3. Berdasarkan pasal 38 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, tindakan
pemerintah atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) kepada warga
Majalengka, secara yuridis merupakan pelanggaran HAM terhadap para petani Majalengka atas
haknya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak demi kelangsungan hidupnya. Sebab, dengan
diambil alihnya lahan pertanian mereka yang notabene merupakan sumber penghasilan mereka
tentunya akan berdampak terhadap kelangsungan hidup mereka kedepannya.
4. Berdasarkan pasal 40 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, tindakan
pemerintah atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) kepada warga
Majalengka, secara yuridis dianggap merupakan pelanggaran HAM terhadap para petani
Majalengka yang hak-haknya dirugikan akibat rencana pembangunan BIJB tersebut dalam hal ini
untuk bertempat tinggal dan memperoleh penghidupan yang layak sebagai Warga Negara
Indonesia. Sebab, dengan diambil alihnya lahan pertanian mereka dan juga lahan pemukiman
mereka tentunya akan sulit untuk mendapatkan kehidupan yang layak sesuai yang diharapkan.
5. Berdasarkan Pasal 1 UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, tindakan
pemerintah atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) kepada warga
Page 9 of 13

ZURAHMAH 15B02122

Majalengka, secara yuridis dianggap tidak memenuhi kesejahteraan sosial masyarakat khususnya
bagi warga Majalengka sebagai pihak yang merasakan imbas dari adanya rencana pembangunan
Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) ini disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga Majalengka agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
akibatnya warga Majalengka tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Berdasarkan pasal 36-42 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dimana
didalamnya mengatur tentang Hak atas Kesejahteraan. Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut
merupakan indikator kesejahteraan dalam perspektif Hak Asasi Manusia yang pada hakikatnya harus
dirasakan oleh seluruh Warga Negara Indonesia. Akan tetapi, harapan tidak selalu berbanding lurus
dengan kenyataan.
Masalah agraria merupakan salah satu masalah yang selalu mencederai Hak Asasi Manusia.
Dimana masalah agraria memiliki tendensi untuk menimbulkan konflik antara Pemerintah dan
Masyarakat. Salah satunya konflik agraria antara pemerintah dengan warga Majalengka atas rencana
pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB).
Rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) sebenarnya sudah ada sejak
tahun 2004 lalu. Sejak mencuat ke publik, rencana pembangunan tersebut banyak menuai pro dan
kontra. Alih-alih demi kepentingan umum, rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat
(BIJB) ini malah menyengsarakan rakyat, khususnya bagi warga Majalengka yang dirampas haknya
secara konstitusional. Hak mereka untuk melanjutkan hidup kini terancam sebagai imbas dari adanya
rencana pembangunan tersebut.
Jika dilihat dari perspektif Hak atas Kesejahteraan dan Kesejahteraan Sosial maka apa yang
dilakukan pemerintah terhadap warga Majalengka secara yuridis bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

Atas permasalahan tersebut, jalan keluar yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan sosialisasi yang persuasif kepada warga Majalengka sebagai pihak yang
memiliki hak atas lahan tersebut. Tindakan pemerintah yang menggunakan cara
kekerasan adalah cara yang tidak semestinya dilakukan. Sebab, warga Majalengka dalam
hal ini dalam posisi sedang mempertahankan haknya untuk hidup layak. Sesungguhnya
pemerintah dinilai telah mengusik ketenangan hidup warga. Dengan demikian, pendekatan
Page 10 of 13

ZURAHMAH 15B02122

kekerasan dengan menggunakan alat kekuasaan menjadi sangat tidak mendasar.
Seharusnya cara musyawarah lebih dikedepankan, sebab sejatinya mereka hanya ingin
mendapatkan kepastian tentang masa depannya, bukan hanya sekedar harga tanahnya. Satu
hal yang perlu ingat, mereka yang diusik kehidupannya oleh pemerintah. Sehingga, sudah
sewajarnya pemerintah memilih cara-cara yang persuasif untuk menyelesaikan masalah ini.
2. Melakukan ganti kerugian baik secara materiil maupun immateriil terhadap petani
Majalengka yang menderita kerugian atas penggusuran lahan pertanian dan
pemukiman mereka. Pemerintah juga harus memikirkan penghidupan yang layak bagi
warga Majalengka kedepannya dari adanya rencana tersebut. Sebab, dengan diambil
alihnya lahan pertanian dan pemukiman mereka, bagaimana mungkin mereka bisa
mempertahankan kehidupannya.
3. Tidak melakukan penggusuran di Desa Sukamulya. Dalam peta BIJB, Desa Sukamulya
masuk area Aerocity bukan area bisnis utama BIJB. Kalaupun membutuhkan
pembangunan, pengembang seharusnya memilih lahan kosong dibandingkan menggusur
sebuah desa. Sebab pembangunan BIJB ini masih bisa tetap berjalan tanpa perlu menggusur
sebuah desa, karena desa tersebut termasuk subur dan mempunyai sumber daya alam yang
cukup melimpah, bisa saja memakai sisi pangkal runway yang ada lahan kosong atau
sawah. Jumlah penduduknya kurang lebih 5.500 jiwa dan luas wilayah 740 hektar. 700
hektar dari total luas wilayah desa adalah areal persawahan dan 40 hektar adalah
pemukiman penduduk. Dimana mayoritas warganya bertani, lahan pertanian di desa ini
sangat subur, Dari satu hektar sawah bisa menghasilkan padi 6-8 ton padi dalam satu kali
musim tanam dan dalam satu tahun bisa menanam dua kali padi dan satu kali cabai. Namun,
jika penggusuran tetap dilakukan bagaimana nasib mereka selanjutnya? Bagaimana
mereka bisa melanjutkan hidupnya?

Page 11 of 13

ZURAHMAH 15B02122

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) jika dilihat dari perspektif Hak
atas Kesejahteraan dan Kesejahteraan Sosial maka apa yang dilakukan pemerintah terhadap warga
Majalengka secara yuridis bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam hal ini Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undangundang No. 1 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.
2. Jalan keluar yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:
a. Melakukan sosialisasi yang persuasif kepada warga Majalengka sebagai pihak yang memiliki
hak atas lahan tersebut;
b. Melakukan ganti kerugian baik secara materiil maupun immateriil terhadap petani Majalengka
yang menderita kerugian atas penggusuran lahan pertanian dan pemukiman mereka;
c. Tidak melakukan penggusuran di Desa Sukamulya.
B. Saran
Dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan banyak
hal, khususnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Jangan sampai, kepentingan umum yang
diharapkan justru harus mengorbankan hak-hak segelintir orang. Pemerintah harus memikirkan cara
agar dalam mewujudkan kesejahteraan sosial berdasarkan pada hubungan yang simbiosis mutualisme.
Dimana semua pihak yang terlibat didalamnya harus merasakan keuntungan atau dampak positif dari
adanya rencana yang dicanangkan pemerintah tersebut.

Page 12 of 13

ZURAHMAH 15B02122

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga . Jakarta: Balai
Pustaka.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

Sumber Website:
http://indonesianreview.com/ardi-nuswantoro/masalah-agraria-mengancam,
November 2016.

diakses

hari

Sabtu,

19

http://presidenri.go.id/topik-aktual/reforma-agraria-redistribusi-lahan-redistribusi-kesejahteraan.html,
diakses hari Sabtu, 19 November 2016.
http://www.kpa.or.id/news/blog/warga-sukamulya-menolak-pembangunan-bjib/# , diakses hari Sabtu, 19
November 2016.
http://www.tribunnews.com/regional/2016/11/17/tolak-penggusuran-lahan-untuk-bandara-11-petanimajalengka-luka-dan-8-ditangkap-polisi, diakses hari Sabtu, 19 November 2016.
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161118085655-20-173482/detik-detik-ribuan-aparat-serbupetani-majalengka/, diakses hari Sabtu, 19 November 2016.

Page 13 of 13