Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

(1)

KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA TERTINGGAL KECAMATAN PANGURURAN

KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2008

SKRIPSI

Oleh:

AGUSTARIA GINTING NIM. 061000212

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA

TERTINGGAL KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

TAHUN 2008

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

AGUSTARIA GINTING NIM. 061000212

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA

TERTINGGAL KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

TAHUN 2008

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh

AGUSTARIA GINTING NIM. 061000212

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 09 Januari 2009 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH drh. Hiswani, M.Kes NIP. 130702002 NIP. 132084988 Penguji II Penguji III

Drh. Rasmaliah, M.Kes Drs. Jemadi ,M.Kes NIP.390009523 NIP. 131996168

Medan, Maret 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

dr. Ria Masniari Lubis, MSi NIP: 131124053


(4)

ABSTRAK

Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang ditularkan melalui tanah, dengan dampak mengganggu perkembangan fisik, kecerdasan, mental, prestasi, dan menurunkan ketahanan tubuh. Hasil survei Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara di Sekolah Dasar ditemukan prevalensi kecacingan 68%. Survei Sub Program P2P dan PL Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir di 44 Sekolah Dasar ditemukan prevalensi kecacingan 25,49%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak SD Negeri di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Penelitian bersifat observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi 202 orang anak dan sampel adalah total sampling.

Hasil penelitian ditemukan prevalensi kecacingan 56,40%. Prevalensi

Ascaris lumbricoides 38,60%. Proporsi berdasarkan jenis infeksi campuran 47,40%. Proporsi kelompok umur 6-8 tahun 48,50%, laki-laki 57,40% dan makan obat cacing ≥ 6 bulan 81,70%. Proporsi tidak memiliki jamban 76,70%, tempat biasa pembuangan tinja di kebun 52,00%, personal higiene kategori sedang 68,30%. Proporsi Ascaris lumbricoides + Trichuris trichiura 40,70%. Derajat infestasi Ascaris lumbricoides ringan 89,74%, Trichuris trichiura ringan 100% dan

Hookworm ringan 95,12%. Prevalensi kelompok umur ≥ 12 tahun 65,50%,

perempuan 58,10%, dan makan obat cacing ≥ 6 bulan 68,50%. Hasil uji Chi Square Tidak ada hubungan bermakna antara faktor umur, jenis kelamin, kepemilikan jamban, tempat biasa buang air besar dengan kejadian kecacingan. Ada hubungan bermakna antara personal higiene, makan obat cacing dengan kejadian kecacingan (p < 0,05) .

Kepada pihak sekolah agar senantiasa memberikan pengetahuan pentingnya personal higiene dan penyediaan sarana air bersih serta jamban untuk mencegah terjadinya infeksi kecacingan. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir dan Puskesmas Buhit supaya meningkatkan pembinaan dan melaksanakan program penanggulangan kecacingan yang sudah berjalan.


(5)

ABSTRACT

Worm Infections is one of the soil transmitted diseases that have impacted in influencing physic, intelligence, and body resistance. The results of a survey have done by the Provincial of Health of North Sumatra at Elementary schools found that 68% of the pupils have infected by worms. A survey done by the CDC and Healthy Environment at District of Health Samosir found that from 44 Elementary schools 25.49% of school children have infected by worms.

This study was designed to determine the association of factors with the state of worm infection among the pupils at public elementary schools in undeveloped villages in the Sub-district of Pangururan, District of Samosir. The study was done by analytical observation using cross sectional study. Population consist of 202 children and sample is total sampling.

The results of the study showed that 56.40% of the pupils were infected by worms. The proportion of Ascaris lumbricoides was 38.60%. The proportion of mixed infections was 47.40%. The proportion of infected children in the age-group of 6-8 years was 48.50%, males 57.40%, and having taken medicine against worms > 6 months was 81.70%. The proportion of them not having access to a toilet was 76.70%. The proportion of them who usually defecate in the garden is 52.00%, have moderate personal hygiene 68.30%. The proportion of Ascaris lumbricoides and Trichuris trichiura 40.70%. Have infections of Ascaris lumbricoides 89.74%, Tirchuris trichiura 100% and Hookworm 95.12%. The prevalence rate of infections in the age group of > 12 years was 65.50%, female 58.10% and having taken medicine against worms > 6 months 68.50%. The results of the Chi square test showed that no significant association between the factors of age, sex, having access to a toilet, and the place of defecation, with being infected by worms. There was a significant association between personal hygiene and having taken medicine against worms with being infected by worms (p < 0.05).

Suggest to the school teachers to keep the personal hygiene of school children and to provide clean water and toilets to avoid infection by worms. The Department of Health at Samosir District and the Buhit Health Centre should have to increase their educational programs and to continue implementing their present programs in minimizing the worms infection.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Agustaria Ginting

Tempat/ Tanggal Lahir : Juhar, 15 Agustus 1972

Agama : Kristen Katolik

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Beringin III No. 9 Helvetia

Medan, Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan :

1. SD Impres No. 043944, Juhar Kab. Karo : Tahun 1979-1986

2. SLTP Negeri Juhar, Kab. Karo : Tahun 1986-1989

3. SLTA Negeri Tigabinanga, Kab. Karo : Tahun 1989-1992

4. Akademi Perawat St. Elisabet Medan : Tahun 1994-1997


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam Penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH, selaku Kepala Departemen Epidemiologi dan Pembimbing I yang telah membantu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu drh. Hiswani M.kes, selaku Dosen pembimbing II yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu drh. Rasmaliah M.Kes, selaku Dosen penguji I yang memberi saran dan kritik untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Jemadi M.Kes, selaku Dosen penguji II yang memberi saran dan kritik untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

6. Ibu dr. Halinda Sari Lubis M.KKK, selaku Pembimbing Akademik selama perkuliahan yang ikut berperan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Sumihar Sinaga selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri No. 137637 Sigumbang dan Ibu Kartini Sitanggang selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri No. 176385 Huta Tinggi Kecamatan Pangururan yang telah banyak membantu dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Manigor Simbolon SKM, sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir yang telah memberi dukungan dalam penelitian ini.

9. Ibu dr. Friska Situmorang sebagai Kepala Puskesmas serta Staf Puskesmas Buhit yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

10.Bapak Julianus Barus dan Ibu Agnes Sembiring selaku petugas laboratorium yang telah memberikan bantuan yang tak terhingga bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Ibu Veronika, dr. Endang, dr. Nimpan Karo-karo, Helpi Sitanggang, Natalia Sitinjak, Riama, Novi, Dosma, Rosmani Manihuruk, Susan Lumban Tobing terima kasih atas bantuan, dukungan dan doannya.

12.Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i di lingkungan Departemen Epidemiologi, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang juga ikut berperan dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(9)

Teristimewa ucapan terima kasih kepada orang tua tercinta, S. Ginting dan R. br. Tarigan, yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik penulis sejak kecil, serta Ordo dan Persaudaraan Kapusin Emmaus Helvetia yang senantiasa memberikan dukungan doa, materi, moral sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih perlu disempurnakan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun dan memperkaya materi skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu menyertai dan memberkati kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Medan, Januari 2009 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... iia ABSTRACT ... iib DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ……….. 5

1.4. Manfaat Penelitian ……… 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……….. 8

2.1. Definisi Kecacingan ... 8

2.2. Penyebab dan Morfologi ... 8

2.3. Daur Hidup ... 12

2.4. Epidemiologi Penyakit Kecacingan ... 15

2.4.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Kecacingan ... 15

2.4.2. Faktor Lingkungan ... 17

2.5. Cara Penularan ... 19

2.6. Diagnosa ... 20

2.7. Tanda dan Gejala ... 20

2.8. Upaya Pencegahan ... 20

2.8.1. Pencegahan Primer ... 20

2.8.2. Pencegahan Sekunder ... 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP ……….. 22

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 22

3.2. Definisi Operasional ... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 26

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 26

4.2.2. Waktu Penelitian ... 26

4.3. Populasi dan Sampel ... 27

4.3.1. Populasi ... 27


(11)

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 27

4.4.1. Data Primer ... 27

4.4.2. Data Sekunder ... 28

4.5. Aspek Pengukuran ... 28

4.6. Instrumen Penelitian ... 29

4.7. Teknis Analisa Data ... 30

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Data Sekunder ... 31

5.1.1. Kondisi Geografis ... 31

5.1.2. Demografi ... 32

5.1.2.1. Jumlah Penduduk ... ... 32

5.1.2.2. Sarana Kesehatan ... ... 33

5.1.2.3. Data Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Buhit... ... 33

5.1.2.4. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan ... .... 34

5.2. Data Primer ... 35

5.2.1. Prevalensi Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar ... 35

5.2.2. Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Pada Anak Sekolah Dasar ... ... 35

5.2.3. Proporsi kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing... ... 36

5.2.4. Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Campuran... ... 36

5.2.5. Karakteristik Anak Sekolah Dasar ... . 37

5.2.6. Lingkungan Anak Sekolah Dasar ... 38

5.2.7. Kejadian Kecacingan Berdasarkan Berat Ringannya Infeksi Kecacingan ... 39

5.2.8. Analisis Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan . 40

5.2.9. Analisis Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Kecacingan ... 41

5.2.10.Analisis Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Kecacingan ... 42

5.2.11.Analisis Hubungan Tempat Biasa Pembuangan Tinja Dengan Kejadian Kecacingan... ... 43

5.2.12.Analisis Hubungan Personal Higiene Dengan Kejadian Kecacingan ... .. 44

5.2.13.Analisis Hubungan Frekuensi Makan Obat Cacing Dengan Infeksi Kecacingan ... ... 45

BAB 6 PEMBAHASAN ………... 46

6.1. Prevalensi Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar …. ... 46

6.2. Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Anak Sekolah Dasar ... 47


(12)

6.3. Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi

Cacing Anak Sekolah Dasar ... .. 49

6.4. Proporsi Kejadian Kecacingan berdasarkan Jenis Infeksi Cacing Campuran Anak Sekolah Dasar ... .... 51

6.5. Karakteristik Anak Sekolah Dasar ... 53

6.6. Lingkungan Anak Sekolah Dasar ... 55

6.7. Berat Ringannya Infeksi Kecacingan Anak Sekolah Dasar ... 59

6.8. Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar ... ... 61

6.9. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar ... ... 63

6.10.Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar... ... 64

6.11.Hubungan Tempat Biasa Pembuangan Tinja Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar ... 66

6.12.Hubungan Personal Higiene Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar ... 68

6.13.Hubungan Frekuensi Makan Obat Cacing Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar ………. .. 70

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

7.1. Kesimpulan ... 73

7.2. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian

2. Hasil Pemeriksaan Feses Anak SD Negeri Kecamatan Pangururan 3. Master Data Hasil Penelitian

4. Hasil Output Analisis Univariat dan Bivariat 5. Surat Izin Penelitian

6. Surat Keterangan Selesai Penelitian

7. Klasifikasi Kelurahan Kecamatan Pangururan 8. Surat Keputusan Bupati Samosir

9. Jawaban Atas Pertanyaan 10.Peta Kecamatan Pangururan


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2007 . ... 32 Tabel 5.2. Jumlah Sarana Kesehatan Di Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2007 . ... 33 Tabel 5.3. Jenis Penyakit dan Jumlah Penderita di Puskesmas Buhit

Tahun 2007. ... 33 Tabel 5.4. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Buhit

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2007. ... 34 Tabel 5.5. Distribusi Prevalensi Kejadian Kecacingan Pada Anak SD di

Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

Tahun 2008 ... 35 Tabel 5.6. Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing

Pada Anak SD di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 35 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis

Infeksi Cacing di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 36 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis

Infeksi Cacing Campuran Pada Anak SD di Desa Tertinggal

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 ... 36 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan

Karakteristik di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 37 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan

Lingkungan di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 38 Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan

Berat Ringannya Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworm Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir


(14)

Tabel 5.12. Tabulasi Silang Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan

Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 40 Tabel 5.13. Tabulasi Silang Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian

Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 41 Tabel 5.14. Tabulasi Silang Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan

Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2008... ... 42 Tabel 5.15. Tabulasi Silang Hubungan Tempat Biasa Pembuang Tinja

Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2008... ... 43 Tabel 5.16. Tabulasi Silang Hubungan Personal Higiene Dengan Kejadian

Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2008... ... 44 Tabel 5.17. Tabulasi Silang Hubungan Frekuensi Makan Obat Cacing

Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Cacing Ascaris lumbricoides Dewasa. ... 9

Gambar 2.2. Ascaris lumbricoides: A. Betina; B; Jantan. ... 10

Gambar 2.3. Cacing Trichuris trichiura dewasa (Kiri : Betina, Kanan : Jantan)... ... 10

Gambar 2.4. Cacing Ancylostoma duodenale Dewasa. ... 11

Gambar 2.5. Cacing Necator americanus Dewasa. ... 12

Gambar 2.6. Siklus hidup Cacing Ascaris lumbricoides ... 13

Gambar 2.7. Siklus Hidup Cacing Trichuris trichiura. ... 14

Gambar 2.8. Siklus hidup Cacing Hookworm.. ... 15

Gambar 6.1. Distribusi Prevalensi Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 46

Gambar 6.2. Distribusi Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 ... 48

Gambar 6.3. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 50

Gambar 6.4. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Campuran Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 51

Gambar 6.5. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan umur di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 53

Gambar 6.6. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 54

Gambar 6.7. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Frekuensi Makan Obat Cacing di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 55


(16)

Gambar 6.8. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Kepemilikan Jamban di Desa Tertinggal Kecamatan

Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 56 Gambar 6.9. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Tempat

Biasa Pembuangan Tinja di Desa Tertinggal Kecamatan

Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 ... 57 Gambar 6.10. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Personal

Higiene di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten

Samosir Tahun 2008 ... 58 Gambar 6.11. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Kejadian

Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 ... 61 Gambar 6.12. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Dengan

Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 ... 63 Gambar 6.13. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Kepemilikan Jamban

Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2008... 64 Gambar 6.14. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Tempat Biasa

Pembuangan Tinja Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2008... 66 Gambar 6.15. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Personal Higiene

Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2008... 68 Gambar 6.16. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Frekuensi Makan Obat

Cacing Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar Negeri di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten


(17)

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 termaktub tujuan bangsa Indonesia, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan pardamaian abadi dan kehidupan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah, termasuk di dalamnya pembangunan bidang kesehatan.1

Kebijakan pembangunan kesehatan telah ditetapkan beberapa program dan salah satu program yang mendukung bidang kesehatan ialah program upaya kesehatan masyarakat. Adapun tujuan program ini antara lain meningkatkan mutu kesehatan, mencegah terjadinya penyebaran penyakit menular, menurunkan angka kesakitan, kematian, yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.2

Pencegahan dan pengobatan penyakit menular seperti infeksi kecacingan, pemerintah dan masyarakat telah bersama-sama melaksanakan berbagai program pemberantasan infeksi kecacingan, terutama di sekolah dasar. Kegiatan tersebut meliputi penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, higiene keluarga dan higiene pribadi. 3

Infestasi cacing pada manusia banyak dipengaruhi faktor perilaku, lingkungan tempat tinggal dan manipulasi terhadap lingkungan. Penyakit kecacingan


(18)

banyak ditemukan di daerah dengan kelembaban tinggi dan terutama mengenai kelompok masyarakat dengan personal higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.4

Kerugian dan dampak akibat infeksi kecacingan tidak menyebabkan manusia mati mendadak akan tetapi dapat mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan dan metabolisme makanan. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan, mental, prestasi, dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lain.5

Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminths yang sering dijumpai pada anak usia Sekolah Dasar yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm.6

WHO tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing Hookworm.7

Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia menurut jenis cacing tahun 2002–2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura 21,0% dan Hookworm 0,6%.Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2% dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2% dan Hookworm 1,6% dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura 24,2% dan Hookworm 1,0%. 8


(19)

Berdasarkan Survei Seksi P2ML Sub Dinas P2P & PL, Dinas Kesehatan Tingkat I Sumatera Utara pada anak Sekolah Dasar di tiga belas Kabupaten/Kota tahun 2003-2006 diperoleh hasil yaitu prevalensi Ascaris lumbricoides 39%, Trichuris trichiura 24%, dan Hookworm 5%.9

Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Samosir (2004) penderita kecacingan sebanyak 790 orang dan penyakit ini berada pada urutan ke 10 dari sepuluh penyakit terbesar. Menurut laporan Bidang Yankes Kabupaten Samosir (2006) ditemukan penderita kecacingan sebanyak 2.252 orang dan penyakit ini berada pada urutan ke 6 dari 10 penyakit terbesar. Angka penderita kecacingan tahun 2007 sebanyak 2.352 orang dan berada pada urutan 7 dari 10 penyakit terbesar. Hasil survei kecacingan yang dilaksanakan oleh Sub Program P2P dan PL Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir (2007) di 44 Sekolah Dasar diperoleh prevalensi cacing Ascaris lumbricoides 23%, Trichuris trichiura 2% dan Hookworm 0,49%. 10, 11, 12,13

Kecamatan Pangururan mempunyai luas wilayah 121,43 km2, dengan 28 desa. Pekerjaan penduduk sebahagian besar mempunyai mata pencaharian petani dan berkebun. Daerah ini masih banyak dijumpai pemukiman yang belum memenuhi sanitasi lingkungan, faktor utamanya ialah tingkat sosial ekonomi dan pendidikan yang masih rendah. Beberapa desa seperti desa Parmonangan, Aek Nauli, Pardomuan Nauli, Parbaba Dolok, Huta Tinggi, Parhorasan, berada pada daerah atau desa yang tertinggal. Daerah atau desa tertinggal ialah daerah atau desa yang relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah atau desa lain dalam sekala nasional. Adapun kriterianya ialah (1) Secara geografis yaitu: sulit dijangkau karena letaknya perbukitan/pegunungan oleh transportasi, (2) Sumber daya alam yaitu:


(20)

sumber daya alam yang terbatas, (3) Sumber daya Manusia yaitu: daerah ini mempunyai tingkat pendidikan yang rendah serta keterampilan yang relatif rendah, (4) Prasarana dan Sarana yaitu: keterbatasan transportasi, pendidikan, irigasi dan air bersih, (5) Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial yaitu seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial dan (6) Kebijakan Pembangunan yang kurang memihak pembangunan daerah.14,15

Jumlah penduduk Kecamatan Pangururan 28.553 jiwa, 4.213 orang merupakan anak Sekolah Dasar yang terdaftar di 37 Sekolah Dasar Negeri dan 208 terdaftar di Sekolah Dasar Swasta. Sekolah Dasar Negeri No. 173763 Sigumbang desa Parhorasan dan SD Negeri No. 176385 desa Huta Tinggi berada pada daerah atau desa tertinggal dengan sanitasi lingkungan kurang baik dengan kriteria WC belum ada / tidak berfungsi dengan baik, air bersih yang kurang, beberapa lantai rungan Sekolah Dasar Negeri tersebut sudah terkelupas dan berdebu. Pada tahun 2006 penyakit kecacingan di kecamatan ini berada pada urutan ke delapan dari 10 penyakit terbesar dengan jumlah sebanyak 1.127 orang dan pada tahun 2007 penyakit kecacingan berada pada urutan ke 4 dengan jumlah sebanyak 578 orang.

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal dan sanitasi lingkungannya yang kurang baik.


(21)

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2008.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2008.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prevalensi kejadian kecacingan pada anak SD di desa tertinggal tahun 2008.

b. Untuk mengetahui prevalensi kejadian kecacingan berdasarkan jenis cacing pada anak SD di desa tertinggal.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi kejadian kecacingan berdasarkan jenis infeksi cacing pada anak SD di desa tertinggal.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi kejadian kecacingan berdasarkan jenis cacing campuran pada SD di desa tertinggal.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi anak sekolah dasar berdasarkan karakteristik (umur, jenis kelamin, frekuensi makan obat cacing) pada anak SD di desa tertinggal.


(22)

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi anak sekolah dasar berdasarkan lingkungan (kepemilikan jamban, tempat biasa pembuangan tinja, personal higiene) pada anak SD di desa tertinggal.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi kejadian kecacingan berdasarkan berat ringannya infeksi cacing usus pada anak SD di desa tertinggal.

h. Untuk mengetahui prevalensi kejadian kecacingan berdasarkan karakteristik (umur, jenis kelamin, frekuensi makan obat cacing) pada anak SD di desa tertinggal.

i. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kejadian kecacingan pada anak SD di desa tertinggal.

j. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian kecacingan pada anak SD di desa tertinggal.

k. Untuk mengetahui hubungan kepemilikan jamban dengan kejadian kecacingan pada anak SD di desa tertinggal.

l. Untuk mengetahui hubungan tempat biasa pembuangan tinja dengan kejadian kecacingan pada anak SD di desa tertinggal.

m. Untuk mengetahui hubungan personal higiene dengan kejadian penyakit kecacingan anak SD di desa tertinggal.

n. Untuk mengetahui hubungan frekuensi makan obat cacing dengan kejadian kecacingan pada anak SD di desa tertinggal.


(23)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi staf pengajar di Sekolah Dasar agar dapat memberikan pengarahan/penyuluhan tentang pencegahan penyakit kecacingan di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

2. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap upaya penanggulangan penyakit kecacingan serta bahan evaluasi dalam program penanggulangan penyakit kecacingan pemerintah khususnya Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Kecacingan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung arti menderita atau mengalami kejadian. Dengan demikian, kata kecacingan berarti seseorang yang mengalami kecacingan. Sedangkan Menurut Dinkes Jawa Timur (2003) Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa cacing) ke dalam tubuh manusia.16,17

2.2. Penyebab dan Morfologi

Helmint (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan manusia. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua yaitu:

1. Nemathelminthes (cacing gilik) 2. Plathyhelminthes (cacing pipih)

Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu kelas Nemotoda yang terdiri dari Nematode usus dan Nematoda jaringan. Sedangkan yang termasuk Plathyhelminthes adalah kelas Trematoda dan Cestoda.18

Namun yang akan dibahas di bawah ini adalah kelompok Nematoda usus. Sebab sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan penyebab kecacingan yang sering dijumpai pada masyarakat Indonesia khususnya pada usia Sekolah Dasar. Diantara Nematoda usus ini yang sering menginfeksi manusia ditularkan melalui tanah atau disebut ”soil transmitted helminths” yakni :


(25)

a. Ascaris lumbricoides b. Trichuris trichiura

c. Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)19

a. Ascaris lumbricoides

Cacing Ascaris lumbricoides salah satu penyebab kecacingan pada manusia yang disebut penyakit askariasis. Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar di antara Nematodaintestinalis yang lain. Bentuknya silindris (bulat panjang), ujung anterior lancip. Bagian anterior dilengkapi oleh tiga bibir yang tumbuh dengan sempurna.18,20 Cacing betina berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan cacing jantan, dengan ukuran panjangnya 20-35 cm. Pada cacing betina bagian posteriornya membulat dan lurus. Tubuhnya berwarna putih sampai kekuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Cacing jantan panjangnya 10-30 cm, warna putih kemerah-merahan. Pada cacing jantan ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah spekulum berukuran 2 mm. 19,20,21


(26)

Gam bar 2.2. Ascaris lum bricoides: A. Bet ina; B; Jant an31 b. Trichuris trichiura

Dalam bahasa Indonesia cacing ini dinamakan cacing cambuk karena secara menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Hospes defenitifnya adalah manusia. Cacing ini lebih sering ditemukan bersama-sama dengan cacing Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia terutama di daerah sekum dan kolon. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis. 18,20

Telur Trichuris trichiura berbentuk bulat panjang dan memiliki “sumbat” yang menonjol di kedua ujungnya, dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mucus yang jernih. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron. Kulit luar telur berwarna kuning tengguli dan bagian dalam jernih. Cacing jantan panjangnya ± 4 cm, dan cacing betina penjangnya ± 5 cm.19,21


(27)

c.Hookworm

Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik, namun yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia. Dan kedua cacing ini menyebabkan penyakit Nekatoriasis dan Ankilostomiasis.20

Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam tinja disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang. Bentuk telurnya oval, dinding tipis dan rata, warna putih. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang sulit dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut terbuka. Larva pada stadium filariform (Infective larvae) panjangnya 700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang oesophagus 1/3 dari panjang badan.19,21

Cacing dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10 sampai 13 mm. Cacing Necator americanus betina dapat bertelur ±9.000 butir/hari sedangkan cacing Ancylostoma duodenale betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari. 18,21


(28)

Gambar 2.5. Cacing Necator americanus Dewasa 31

2.3. Daur Hidup

a. Ascaris lumbricoides

Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi makanan, minuman yang terkontaminasi telur cacing yang telah berkembang. Telur yang telah berkembang tadi menetas menjadi larva di dalam usus halus. Selanjutnya larva tadi akan bergerak menembus pembuluh darah dan limfe di usus untuk kemudian mengikuti aliran darah ke hati atau aliran limfe ke ductus thoracicus menuju ke jantung. Setelah sampai di jantung larva ini akan dipompakan ke seluruh tubuh antara lain ke paru-paru. Larva di dalam paru-paru ini mencapai alveoli dan tinggal selama 10 hari untuk berkembang lebih lanjut. Bila larva ini telah mencapai ukuran 1,5 mm, ia mulai bermigrasi ke saluran nafas, ke epiglotis dan kemudian ke esofagus, lambung akhirnya kembali ke usus halus dan menjadi dewasa yang berukuran 15-35 cm.22

Seekor cacing betina mampu menghasilkan 200.000-250.000 telur perhari. Telur yang telah dibuahi akan menjadi matang di tanah yang lembab dalam waktu ±3


(29)

minggu dan dapat hidup lama serta tahan terhadap pengaruh cuaca buruk. Keseluruhan siklus hidup ini berlangsung kurang lebih 2-3 bulan. Cacing dewasa ini akan tahan hidup di dalam rongga usus halus hospes selama 9-12 bulan.18,22

Gam bar 2.6. Siklus hidup Cacing Ascar is lum br icoides31

b. Trichuris trichiura

Manusia terinfeksi cacing ini melalui makanan yang terkontaminasi telur cacing yang telah berembrio. Telur yang tertelan akan menetas di duodenum dan larva yang keluar akan melekat di villi usus. Untuk perkembangan larvanya cacing ini tidak mempunyai siklus paru-paru. Larva ini akan tetap tinggal di villi usus selama 20-30 hari untuk kemudian bergerak ke coecum dan kolon bagian proximal. Pada infeksi yang berat, cacing dapat pula ditemukan di ileum, appendix, bahkan seluruh usus besar. Cacing dewasa membenamkan bagian anteriornya di mukosa


(30)

usus dan mulai memproduksi telur sebanyak 2000-7000 telur perhari. Telur yang dihasilkan cacing ini akan keluar dari tubuh bersama tinja. Di luar tubuh, di tempat yang lembab dan hangat, telur ini akan mengalami pematangan dalam waktu 2- 4 minggu dan siap menginfeksi host lain. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan mulai dari telur sampai menjadi dewasa adalah ± 1-3 bulan.20,22

Gambar 2.7. Siklus Hidup Cacing Trichuris trichiura32 Sumber : Prof. Dr. Sri Oemijati

c. Hookworm

Cacing jantan dan betina dewasa berhabitat di usus kecil terutama jejenum, tetapi pada infeksi yang berat, cacing ini dapat pula ditemukan di lambung. Telur yang dihasilkan betinanya akan dikeluarkan bersama-sama tinja, 2-3 hari kemudian menetas dan keluar larva rhabditiform, selama 2 hari larva rhabditiform tumbuh menjadi larva filariform (infektif) yang tahan terhadap perubahan iklim dan dapat


(31)

hidup selama 7-8 minggu di tanah lembab. Larva filariform menembus kulit, masuk ke pembuluh darah kapiler dan mengikuti peredaran darah masuk ke jantung kanan, kemudian paru-paru, lalu ke pharynx, kemudian ke usus halus dan di sana menjadi dewasa.19

Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi Ancylostoma duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform.20

Gambar 2.8. Siklus hidup Hookworm32

2.4. Epidemiologi Penyakit Kecacingan

2.4.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Kecacingan a. Orang

Penyakit kecacingan dapat menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin. Menurut Depkes RI (2004) infeksi kecacingan yang disebabkan cacing


(32)

soil transmitted helminths” terjadi pada semua golongan umur sebesar 40%-60%, sedangkan pada usia Sekolah Dasar (7-15 tahun) sebesar 60%-80%. 3

Menurut penelitian Ginting (2001-2002) pada anak Sekolah Dasar di Kabupaten Tanah Karo dari 120 sampel ditemukan 84 orang yang positif kecacingan dengan rincian anak laki-laki sebanyak 51orang (60,7%) dan anak perempuan sebanyak 33 orang (39,3%). 23

Sejak tahun 2002 angka kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar terlihat mengalami fluktuasi yaitu dari 33,3%, menurun menjadi 33,0% pada tahun 2003, tahun 2004 meningkat menjadi 46,8%, kemudian menurun lagi tahun 2005 yaitu 28,4%, dan pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 32,6%. 8

b. Tempat

Penyakit kecacingan umumnya terjadi pada daerah yang mempunyai sanitasi lingkungan yang jelek dan kurang tersedianya air bersih dan sosial ekonomi yang rendah. Dari hasil penelitian Hiswani (1997) di Nias menemukan prevalensi cacing yang ditularkan melalui tanah ”soil transmitted helminths” masih cukup tinggi yaitu Ascaris lumbricoides sebesar 35% sedangkan prevalensi cacing Trichuris trichiura 5,7%.20,24

Pada tahun 2002 prevalensi kecacingan dari hasil survei di 10 propinsi Indonesia dengan sasaran anak Sekolah Dasar sangat bervariasi yaitu 4,8%-83,0% dengan prevalensi tertinggi di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan diikuti Propinsi Sumatera Utara, sedangkan yang terkecil di Propinsi Jawa Timur. Hasil survei prevalensi kecacingan tahun 2003 dengan sasaran dan lokasi yang sama pada tahun 2002 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Prevalensi cacingan keseluruhan


(33)

42,26% dengan rincian Ascaris lumbricoides 22,26%, Trichuris trichiura 20,30% dan Hookworm 0,7%.25

c. Waktu

Penyakit Kecacingan menunjukkan fluktuasi musiman. Biasanya insiden meningkat pada permulaan musim hujan, karena curah hujan sangat erat kaitannya dengan kelembaban tanah tempat telur cacing berkembang biak. Lingkungan tanah liat sangat menguntungkan bagi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura sedangkan lingkungan yang mengandung pasir sangat menguntungkan bagi cacing Hookworm.22

2.4.2. Faktor Lingkungan

Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan oleh karena itu pemberantasan penyakit cacing ini harus melibatkan berbagai pihak. Faktor lingkungan seperti tanah, air, tempat pembuangan tinja tercemar oleh telur atau larva cacing serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu personal higiene maka dapat menimbulkan kejadian kecacingan. 3,26

Keadaan lingkungan yang menyebabkan faktor penyebab kejadian kecacingan adalah

a. Sumber air

Air merupakan sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci


(34)

(bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Supaya air tetap sehat dan terhindar dari kuman maka air yang digunakan harus diolah terlebih dahulu.27

Adapun sumber dan cara pengolahan air yang sering digunakan oleh masyarakat yaitu:

i. Sumber air : air hujan, air permukaan (sungai, danau, mata air, air sungai), air tanah (sumur dangkal, sumur dalam)

ii. Pengolahan air (seperti pembuangan benda-benda yang terapung/melayang, pengendapan, penyaringan, penyimpanan) 28

b. Jamban

Jamban adalah salah satu sarana dari pembuang tinja manusia yang penting, karena tinja manusia merupakan sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara seperti air, tangan, lalat, tanah, makanan dan minuman sehingga menyebakan penyakit. Jadi bila pengolahan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah tersebar. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, kolera dan bermacam-macam cacing. Maka untuk menghindari penyebaran penyakit lewat tinja ini setiap orang diharapkan menggunakan jamban sebagai penampung tinjanya27

c. Personal Higiene

Kebersihan diri yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan dan perilaku individu yang tidak sehat. Pengetahuan penduduk yang masih rendah dan kebersihan yang kurang baik mempunyai kemungkinan lebih besar terkena infeksi cacing.


(35)

Usaha kesehatan pribadi (personal higiene) adalah daya upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri meliputi:

i. Memelihara kebersihan diri (mandi 2x/hari, cuci tangan sebelum dan sesudah makan), pakaian, rumah dan lingkungannya (BAB pada tempatnya).

ii. Memakan makanan yang sehat dan bebas dari bibit penyakit. iii. Cara hidup yang teratur.

iv. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani. v. Menghindari terjadinya kontak dengan sumber penyakit.

vi. Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat seperti sumber air yang baik, kakus yang sehat.

vii. Pemeriksaan kesehatan.29

2.5. Cara Penularan

Cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm dikelompokkan sebagai cacing yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths) karena cara penularannya pada setiap orang sama yaitu melalui tanah. Secara gambaran epidemiologi, ”soil transmitted helminths” biasa terdapat di daerah beriklim tropis dan daerah beriklim sedang dan perbedaannya hanya terletak pada jenis spesies dan beratnya penyakit yang ditimbulkan. Adapun cara cacing ini menginfeksi manusia yakni dengan menembus kulit manusia oleh larva infectious (larva matang) atau menelan telur cacing yang lengket pada makanan atau minuman yang tidak dimasak dengan matang.19,22


(36)

2.6. Diagnosa

Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm. Dan pada cacing Ascaris lumbricoides dewasa dapat keluar melalui mulut, hidung, maupun anus.19,22

2.7. Tanda dan Gejala

a. Terdapat ”loeffler sindrome” dengan gejala: demam, batuk, infiltrasi paru-paru, malaise, bahkan pneumonitis.

b. Pada infeksi ringan gangguan Gastro Intestinal ringan.

c. Pada infeksi berat dapat meyebabkan gejala mual, muntah, anoreksia bahkan ileus. d. Menimbulkan penyakit ”Ground itch” (cotaneous larva migrans) dengan gejala :

gatal-gatal, erythema, papula, erupsi dan vesicula pada kulit.

e. Badan terasa lemah, neusea, sakit perut, lesu, anemia, penurunan berat badan dan kadang-kadang diare dengan tinja berwarna hitam.

f. Menimbulkan anemia pada penderita.19,21,22

2.8. Upaya Pencegahan 2.8.1. Pencegahan Primer

Pencegahan cacing usus ini dapat dilakukan dengan memutuskan rantai daur hidup dengan cara: berdefekasi di kakus, menjaga kebersihan, cukup air di kakus, mandi dan cuci tangan secara teratur. Melakukan Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan personal higiene serta cara menghindari infeksi cacing seperti : tidak membuang tinja di tanah, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman, membiasakan mencuci tangan sebelum


(37)

makan, membiasakan menggunting kuku secara teratur, membiasakan diri buang air besar di jamban, membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air besar, membiasakan diri memakai alas kaki bila keluar rumah, membiasakan diri mencuci semua makanan lalapan mentah dengan air yang bersih.18,20,22,30

2.8.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder cacing usus ini dapat dilakukan dengan memeriksakan diri secara teratur ke Puskesmas, Rumah Sakit serta menganjurkan makan obat cacing 6 bulan sekali khususnya masyarakat yang rentan terinfeksi cacing.20,30


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2Definisi Operasional

3.2.1. Infeksi kecacingan ialah ditemukannya satu atau lebih telur cacing usus pada responden melalui pemeriksaan tinja dengan menggunakan metode Kato Katz dan dikelompokkan menjadi:

1. Positif (+) mengandung telur cacing 2. Negatif (-) mengandung telur cacing

Karakteristik Anak

1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Makan Obat Cacing

Lingkungan

1. Kepemilikan Jamban 2. Tempat Biasa

Pembuangan Tinja. 3. Personal Higiene

Penyakit Kecacingan Agent

1. Ascaris lumbricoides 2. Trichuris trichiura

3. Hookworm


(39)

3.2.2. Jenis cacing ialah cacing yang termasuk ke dalam kelas Nematoda yang menginfeksi responden dan dikelompokkan menjadi:

1. Ascaris lumbricoides 2. Trichuris trichiura

3. Hookworm

4. Campuran

3.2.3. Umur adalah umur responden dihitung sejak ia lahir sampai penelitian ini dilakukan dan dikelompokkan menjadi :

1. 6 - 8 tahun 2. 9 - 11 tahun 3. ≥ 12 tahun

3.2.4. Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden berdasarkan data di SD dan dikelompokkan menjadi:

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.5. Makan obat cacing adalah waktu responden makan obat cacing dalam 6 bulan terakhir dan dikelompokkan menjadi:

1. ≥ 6 bulan 2. < 6 Bulan

3.2.6. Kepemilikan jamban adalah ketersediaan jamban yang digunakan responden setiap kali BAB dan dikelompokkan menjadi:

1. Tidak ada 2. Ada


(40)

3.2.7. Tempat biasa pembuangan tinja adalah tempat pembuangan tinja yang biasa digunakan responden sebagai tempat buang air besar dan dikelompokkan menjadi:

1. Kebun 2. Sembarangan

3. Jamban sendiri (WC)

3.2.8. Personal higiene ialah tindakan kesehatan personal responden terhadap penyakit kecacingan pada setiap responden dan dikelompokkan menjadi: 33 1. Baik (apabila skor >75%-100% bila nilai 29-38)

2. Sedang (apabila skor 45%-74% bila nilai 17-28) 3. Buruk (apabila skor ≤ 44%) bila nilai ≤ 16)

3.2.9. Jenis cacing campuran ialah cacing yang menginfeksi penderita lebih dari satu jenis cacing dan dikelompokkan menjadi:

1. Ascaris lumbricoides + Trichuris trichiura

2. Ascaris lumbricoides + Hookworm

3. Hookworm + Trichuris trichiura

4. Ascaris lumbricoides + Trichuris trichiura + Hookworm

3.2.10.Berat ringannya infeksi cacing Ascaris lumbricoides ialah infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides dengan ditemukan telur cacing pada tinja responden setelah diperiksa di laboratorium dan dikelompokkan menjadi:

1. Ringan (ditemukan telur cacing 1-5000 telur ) 2. Sedang (ditemukan telur cacing 5001-50.000 telur) 3. Berat (ditemukan telur cacing >50.000 telur)

3.2.11.Berat ringannya infeksi cacing Trichuris trichiura ialah infeksi yang disebabkan oleh cacing Trichuris trichiura dengan ditemukan telur cacing


(41)

pada tinja responden setelah diperiksa di laboratorium dan dikelompokkan menjadi:34

1. Ringan (ditemukan telur cacing 1-1000 telur) 2. Sedang (ditemukan telur cacing 1001-10.000 telur) 3. Berat (ditemukan telur cacing >10.000 telur)

3.2.12.Berat ringannya infeksi Hookworm ialah infeksi yang disebabkan oleh Hookworm dengan ditemukan telur cacing pada tinja responden setelah diperiksa di laboratorium dan dikelompokkan menjadi:34

1. Ringan (ditemukan telur cacing 1-2000 telur) 2. Sedang (ditemukan telur cacing 2001-7000 telur) 3. Berat (ditemukan telur cacing >7000 telur)

3.2.13.Prevalensi kecacingan adalah jumlah positif infeksi kecacingan dibagi dengan jumlah spesimen yang diperiksa. Angka prevalensi kecacingan dirinci seluruh jenis cacing dan tiap jenis cacing.

 Prevalensi seluruh kecacingan =

Jumlah specimen positif infeksi cacing Jumlah specimen yang diperiksa

 Prevalensi Ascaris lumbricoide

Jumlah specimen positif telur Ascaris lumbricoides Jumlah specimen yang diperiksa

 Prevalensi Trichuris trichiura

Jumlah specimen positif telur Trichuris trichiura Jumlah specimen yang diperiksa

 Prevalensi Hookwoorm

Jumlah specimen positif telur Hookworm Jumlah specimen yang diperiksa

x 100%

x 100%

x 100%


(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah dilaksanakan di SD Negeri No. 173763 di dusun III (Sigumbang) desa parhorasan. SD Negeri No. 176385 berada di dusun I desa Huta Tinggi. Jarak tempuh anak sekolah dasar dari tempat tinggal penduduk bervariasi, yakni antara ±300 meter sampai ±3 km. Ke dua lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dengan alasan bahwa Sekolah Dasar Negeri tersebut berada di desa yang tertinggal dari semua desa yang ada di Kecamatan Pangururan (data terlampir). Sekolah Dasar Negeri tersebut terletak di daerah pertanian dan mayoritas penduduknya adalah petani, serta Sekolah Dasar Negeri tersebut tidak mempunyai sumber air bersih.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2008 - Januari 2009, dimulai survei awal, bimbingan proposal, pengumpulan data, penulisan skripsi sampai dengan ujian skripsi.


(43)

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas I-VI SD Negeri No. 173763 Sigumbang desa Parhorasan dan SD Negeri No. 176385 desa Huta Tinggi di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2008, yang berjumlah 204 orang.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah seluruh murid kelas I-VI SD Negeri No. 173763 Sigumbang desa Parhorasan dan SD Negeri No. 176385 desa Huta Tinggi Kecamatan Pangururan tahun 2008, di mana besar sampel sama dengan jumlah populasi. Selama penelitian 2 orang tidak diikutkan sebagai sampel karena sakit, maka jumlah sampel seluruhnya adalah 202 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari anak SD secara langsung dengan metode wawancara yang menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya dan observasi terhadap lingkungan. Dalam kunjungan ke sekolah peneliti dibantu oleh 4 orang tenaga kesehatan (AKBID) yang membantu wawancara dan observasi langsung. Wawancara dengan menggunakan kuesioner di sekolah dan mengadakan observasi ke tempat tinggal anak Sekolah Dasar dengan panduan daftar pertanyaan. Pemeriksaan feses dilakukan dilaboratorium Poliklinik Bersalin Santa Elisabet Pangururan oleh tenaga analis Rumah Sakit Santa Elisabet Medan.


(44)

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari :

1. SD Negeri No. 173763 Sigumbang desa Parhorasan dan SD Negeri No. 176385 Huta Tinggi, Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2008.

2. Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2006. 3. Kantor Camat Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2007.

4.5. Aspek Pengukuran

a. Personal Higiene

Item-item pertanyaan tentang personal higiene bervariasi yaitu; Kebiasaan mencuci tangan dan mandi sebanyak 6, Kebiasaan kontak dengan tanah sebanyak 3, Penggunaan alas kaki sebanyak 2, kebersihan kuku 3, dan sanitasi lingkungan 5 pertanyaan, dengan kriteria baik, sedang, buruk. Skor jawaban buruk adalah 0, skor jawaban sedang adalah 1 dan skor jawaban baik adalah 2 sehingga didapat aspek pengukuran personal higiene sebagai berikut:

1. Baik (skor ≥ 75%) bila nilai 29-38. 2. Sedang (skor 45%-74%) bila nilai 17-28 3. Buruk (skor ≤ 44% ) bila nilai ≤ 16 33 b. Penilaian Berat Ringannya Infeksi Cacing Usus.

Untuk jenis infestasi cacing dilihat keberadaan cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm pada hasil pemeriksaan telur cacing. Sedangkan


(45)

derajat infestasi cacing ditentukan oleh banyaknya jumlah telur cacing/gram tinja yang diperoleh dari hasil pemeriksaan.

Pengkategorian berat ringannya infeksi cacing usus yang dibuat oleh WHO tahun 2003 adalah sebagai berikut:34

Jenis Cacing Ringan Sedang Berat

Ascaris lumbricoides 1-5000 5001-50.000 > 50.000

Trichuris trichiura 1-1000 1001-10.000 >10.000

Hookworm 1-2000 2001-7000 > 7000

4.6. Instrumen Penelitian

a. Kuesioner

Kuesioner yang ditujukan kepada anak Sekolah Dasar mencakup identitas diri anak (umur, jenis kelamin), daftar pertanyaan yang menyangkut kepemilikan jamban, tempat pembuangan tinja, personal higiene, makan obat cacing terhadap infeksi kecacingan.

b. Metode Kato-katz

Peralatan dan bahan; 1. Mikroskop

2. Slide atau gelas objek

3. Kertas cellophane yang telah direndam dengan larutan Kato.

4. Karton yang tebalnya 1.37 mm dan alat pelobang kertas berdiameter 6 mm. Karton ini dilobangi dengan pelobang kertas tersebut yang gunanya sebagai alat ukur tinja yang diperiksa. Berat tinja dalam satu lobang ini diperkirakan kira-kira 48 mg.


(46)

5. Kawat kasa yang halus 2x2 cm, untuk menyaring tinja. 6. Kertas tissue untuk mengisap cairan tinja yang encer. 7. Lidi untuk mengambil tinja.

Teknik Pemeriksaaan:

1. Kepermukaan object glass diletakkan karton yang telah berlobang, diatasnya diletakkan saringan kawat kasa, tinja diletakkan keatas kawat kasa di atas lobang dan disaring dengan mengoles sampai lobang tersebut penuh.

2. Karton dan kawat kasa dibuang sehingga tinja tertinggal pada object glass sebanyak isi lobang karton.

3. Tinja ditutup dengan sepotong kertas cellophan kato dan diratakan. 4. Ditunggu selama kira-kira 15 menit.

5. Hitung telur cacing yang ditemukan x 21 (1000:48) maka didapatlah jumlah telur di dalam 1 gram tinja.35,36

4.7. Teknis Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer SPSS 12.0 for Windows. Analisa data dilakukan terhadap data primer dengan menggunakan perhitungan statistik (Chi Square). Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan grafik.


(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN 5.1. Data Sekunder

5.1.1. Kondisi Geografis

Kecamatan Pangururan berada di Wilayah Pemerintahan Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Luas Wilayah Kecamatan Pangururan 121,43 Km2, luas Danau Toba 50,37 Km2, dengan ketinggian 900-1414 meter dari permukaan laut. Terdiri dari dataran tinggi dan rendah. Adapun batas-batas Wilayah Kecamatan Pangururan adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Simanindo - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Palipi

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sianjur Mulamula - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ronggur Nihuta

Secara Administrasi Wilayah Kecamatan Pangururan terdiri dari 3 kelurahan dan 25 desa. Adapun kelurahan yang di Kecamatan Pangururan yaitu Kelurahan Pangururan, Siogung-Ogung dan Pintu Sona. Kemudian yang termasuk desa di Kecamatan Panguruan yaitu: desa Rianiate, Parmonangan, Huta Namora, Pardomuan I, Tanjung Bunga, Parsaoran I, Sait Nihuta, Lumban Pinggol, Sianting-Anting, Parlondut, Aek Nauli, Pardugul, Panampangan, Sitoluhuta, Sinabulan, Siopat Sosor, Huta Bolon, Situngkir, Sialanguan, Pardomuan Nauli, Lumban Suhi-Suhi Dolok, Lumban Suhi-Suhi Toruan, Parbaba Dolok, Parhorasan dan Huta Tinggi.

Sekolah Dasar Negeri No. 173763 Sigumbang berada di desa Parhorasan. Jumlah murid sebanyak 86 orang, Guru sebanyak 10 orang, kelas sebanyak 6 ruangan, luas


(48)

tanah 4200 m2 dan luas bangunan 594 m2. Sekolah Dasar Negeri No.176385 berada di desa Huta Tinggi. Jumlah murid sebanyak 118 orang, Guru sebanyak 12 orang, kelas sebanyak 6 ruangan, luas tanah 5000 m2, luas bangunan 315 m2.

5.1.2. Demografi

5.1.2.1. Jumlah Penduduk

Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Pangururan Tahun 2007

No Golongan Umur (Tahun)

Jenis Kelamin f %

Laki-laki Perempuan

1 0-4 1.529 1.782 3.311 11,60

2 5-9 1.737 1.752 3.489 12,22

3 10-14 1.807 1.605 3.412 11,95

4 15-19 1.827 2.041 3.868 13,55

5 20-24 1.347 799 2.146 7,52

6 25-29 967 851 1.818 6,36

7 30-34 723 992 1.715 6,01

8 35-39 514 614 1.128 3,95

9 40-44 691 696 1.387 4,85

10 45-49 541 684 1.225 4,29

11 50-54 707 878 1.585 5,55

12 55-59 480 529 1.009 3,53

13 60-64 401 592 993 3,48

14 >64 743 724 1.467 5,14

Total 14.014 14.539 28.553 100

Sumber : BPS Kab.Samosir 2007

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Pangururan pada tahun 2007 adalah 28.553 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 14014 jiwa sedangkan perempuan 14.539 jiwa. Kelompok umur yang paling banyak adalah golongan umur 15-19 tahun, diikuti dengan golongan umur 5-9 tahun dan paling sedikit pada golongan umur 60-64 tahun.


(49)

5.1.2.2. Sarana Kesehatan

Tabel 5.2. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2007

No Sarana Kesehatan f

1. Rumah Sakit Umum 1

2. Puskesmas 1

3. Puskesmas Pembantu 5

4. Posyandu 48

5. Balai Pengobatan 1

6. Praktek Dokter Umum 4

8. Bidan Praktek 1

9. Apotik 1

10. Toko Obat 6

Total 68

Sumber BPS Kecamatan Samosir tahun 2007.

Berdasarkan tabel 5.2. dapat diketahui bahwa sarana kesehatan yang paling banyak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir adalah Posyandu sebanyak 48.

5.1.2.3. Data Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Buhit

Tabel 5.3. Jenis Penyakit dan Jumlah Penderita di Puskesmas Buhit Tahun 2007

No Jenis Penyakit f

1 Infeksi Saluran Pernafasan Atas 6.928

2 Tukak Lambung 1.115

3 Hipertensi 900

4 Cacingan 578

5 Disentri 510

6 Bronchitis 415

7 Scabies 404

8 Diare 384

9 Rematik 238

10 TB Paru 83

Total 11.555


(50)

Berdasarkan tabel 5.3. dapat diketahui bahwa penyakit terbesar pada tahun 2007 adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas sebanyak 6.928 orang dan penyakit kecacingan berada pada urutan ke empat sebanyak 578 orang, serta penyakit yang terkecil yaitu penyakit TB Paru sebanyak 83 orang.

5.1.2.4. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan

Tabel 5.4. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2007

Sumber: Profil Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Tahun 2007

Berdasarkan tabel 5.4. dapat diketahui bahwa jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang paling banyak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir adalah Akademi Bidan sebanyak 27 orang.

No Jenis Tenaga Kesehatan f

1. Doker Umum 3

2. Dokter Gigi 1

3. Akademi Bidan 27

4. Akademi Perawat 8

5. Akademi Gizi 1

6. Akademi Kesling 1

7. Akademi Analis 1

8. Akademi Farmasi 1

9. Bidan 11

10. Perawat 8

11. Perawat Gigi 1

12. Pekarya Kesehatan 2


(51)

5.2. Data Primer

Berdasarkan hasil pengumpulan data mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar Negeri No.173763 dan No.176385 di desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir diperoleh hasil sebagai berikut:

5.2.1. Prevalensi Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar

Tabel 5.5. Distribusi Prevalensi Kejadian Kecacingan Pada Anak SD di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0 Kejadian Kecacingan f %

1 Positif 114 56,4

2 Negatif 88 43,6

Total 202 100

Berdasarkan tabel 5.5. dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan feses anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir menunjukkan bahwa anak Sekolah Dasar yang positif infeksi kecacingan sebanyak 114 orang (56,4%) dan negatif sebanyak 88 orang (43,6%).

5.2.2. Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Pada Anak Sekolah Dasar

Tabel 5.6. Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Pada Anak SD di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0 Jenis Cacing

Kejadian Kecacingan Total Positif (+) Negatif (-)

f % f % f %

1 Ascaris lumbricoides 78 38,6 124 61,4 202 100

2 Trichuris trichiura 57 28,2 145 71,8 202 100

3 Hookworm 41 20,3 161 79,7 202 100


(52)

Berdasarkan tabel 5.6. dapat diketahui bahwa kejadian kecacingan berdasarkan jenis cacing pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan adalah Ascaris lumbricoides sebanyak 78 orang (38,6%), Trichuris trichiura 57 orang (28,2%), Hookworm sebanyak 41 orang (20,3%), campuran 54 orang (26,7%).

5.2.3. Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0 Jenis Infeksi f %

1 Ascaris lumbricoides 30 26,3

2 Trichuris trichiura 21 18,4

3 Hookworm 9 7,9

4 Campuran 54 47,4

Total 114 100

Berdasarkan tabel 5.7. dapat diketahui bahwa kejadian kecacingan berdasarkan jenis infeksi cacing pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan adalah infeksi Ascaris lumbricoides sebanyak 30 orang (26,3%), Trichuris trichiura sebanyak 21 orang (18,4%), Hookworm sebanyak 9 orang (7,9%) dan infeksi campuran sebanyak 54 orang (47,4%).

5.2.4. Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Campuran Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi

Cacing Campuran Pada Anak SD di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0 Jenis Cacing Campuran f %

1 Ascaris +Trichuris 22 40,70

2 Ascaris + Hookworm 18 33,30

3 Ascaris +Trichuris +Hookworm 8 14,80

4 Trichuris+ Hookworm 6 11,20


(53)

Berdasarkan tabel 5.8. dapat diketahui bahwa kejadian kecacingan berdasarkan jenis infeksi cacing campuran ditemukan cacing Ascaris lumbricoides + Trichuris trichuris sebesar 40,70%, Ascaris lumbricoides+ Hookworm sebesar 33,30%, Ascaris lumbricoides + Trichuris trichuris+ Hookworm sebesar 14,80%, sementara Trichuris trichuris+Hookworm sebesar 11,20% pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

5.2.5. Karakteristik Anak Sekolah Dasar

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Karakteristik di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

1 Umur (Tahun) f %

6- 8 9-11 ≥ 12 98 80 24 48,5 39.6 11.9

Total 202 100

2 Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan 116 86 57,4 42,6

Total 202 100

3 Makan Obat Cacing

≥ 6 bulan

< 6 bulan

165 37

81,7 18,3

Total 202 100

Berdasarkan tabel 5.9. dapat diketahui bahwa hasil wawancara dari 202 responden didapatkan bahwa kelompok umur 6-8 tahun sebanyak 98 orang (48,5%), kelompok umur 9-11 tahun sebanyak 80 orang (39,6%) dan kelompok umur ≥ 12 tahun sebanyak 24 orang (11,9%).

Jenis kelamin responden terbanyak laki-laki sebanyak 116 (57,4%), perempuan sebanyak 86 orang (42,6%).


(54)

Responden yang makan obat cacing ≥ 6 bulan terakhir sebanyak 165 orang (81,7%) sedangkan makan obat cacing < 6 bulan terakhir ini sebanyak 37 orang (18,4%) pada anak Sekolah Dasar di desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

5.2.6. Lingkungan Anak Sekolah Dasar

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Lingkungan di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

1 Kepemilikan Jamban f %

Tidak Ada Ada 155 47 76,7 23,3

Total 202 100

2 Tempat Biasa Pembuangan Tinja Kebun Sembarangan Jamban Sendiri 105 58 39 52,0 28,7 19,3

Total 202 100

3 Personal Higiene

Baik Sedang Buruk 20 138 44 9,9 68,3 21,8

Total 202 100

Berdasarkan tabel 5.10. dapat diketahui bahwa hasil wawancara dari 202 responden yang tidak memiliki jamban didapatkan sebanyak 155 orang (76,7%) sedangkan responden yang memiliki jamban sebanyak 47 orang (23,3%). Tempat responden biasa membuang tinja ditemukan paling banyak di kebun sebanyak 105 orang (52,0%) dan paling sedikit di jamban sendiri 39 orang (19,3%). Kebersihan responden sebagian besar berada pada personal higiene kategori sedang yaitu


(55)

sebanyak 138 orang (68,3%) sedangkan paling sedikit ditemukan dengan personal higiene kategori baik yaitu sebanyak 20 orang (9,9%).

5.2.7. Kejadian Kecacingan Berdasarkan Berat Ringannya Infeksi Kecacingan Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Berat

Ringannya Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,

Hookworm Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

1 Ascaris lumbricoides f %

Ringan Sedang

70 8

89,74 10,26

Total 78 100

2 Trichuris trichiura

Ringan 57 100

Total 57 100

3 Hookworm

Ringan Sedang

39 2

95,12 4,88

Total 41 100

Berdasarkan tabel 5.11. dapat diketahui bahwa infeksi kecacingan berdasarkan berat ringannya infeksi menunjukkan bahwa pada cacing Ascaris lumbricoides ditemukan infeksi ringan sebanyak 70 orang (89,74%) dan infeksi sedang sebanyak 8 orang (10,26%) sementara infeksi berat tidak ditemukan. Pada cacing Trichuris trichiura ditemukan hanya infeksi ringan sebanyak 57 orang (100%) sementara infeksi sedang dan berat tidak ditemukan. Pada cacing Hookworm ditemukan infeksi ringan sebanyak 39 orang (95,12%) dan infeksi sedang sebanyak 2 orang 4,88% namun infeksi berat tidak ditemukan.


(56)

5.2.8. Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan

Tabel 5.12. Tabulasi Silang Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0

Kelompok Umur (tahun)

Kejadian Kecacingan Total

Positif (+) Negatif (-)

f % f % f %

1 6-8 51 52,0 47 48,0 98 100

2 9-11 48 60,0 32 40,0 80 100

3 ≥ 12 15 62,5 9 37,5 24 100

χ2 = 1,542 df= 2 p= 0,462

Berdasarkan tabel 5.12. dapat diketahui hasil tabulasi silang antara umur dengan kejadian kecacingan pada anak SD Negeri di desa tertinggal Kecamatan Pangururan menunjukkan bahwa 98 orang berada pada kelompok umur 6-8 tahun ditemukan positif infeksi kecacingan sebanyak 51 orang (52,0%) sedangkan negatif sebanyak 47 orang (48,0%). Pada kelompok umur 9-11 tahun berjumlah 80 orang ditemukan positif infeksi kecacingan sebanyak 48 orang (60,0%) sedangkan negatif sebanyak 32 orang (40,0%). Pada kelompok umur ≥ 12 tahun berjumlah 24 orang ditemukan positif infeksi kecacingan sebanyak 15 orang (62,5%) sedangkan negatif sebanyak 9 orang (37,5%)

Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur responden dengan kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.


(1)

9. Crosstabs Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin * Infeksi kecacingan pada anak SD Crosstabulation

64

52

116

65.5

50.5

116.0

55.2%

44.8%

100.0%

56.1%

59.1%

57.4%

31.7%

25.7%

57.4%

50

36

86

48.5

37.5

86.0

58.1%

41.9%

100.0%

43.9%

40.9%

42.6%

24.8%

17.8%

42.6%

114

88

202

114.0

88.0

202.0

56.4%

43.6%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

56.4%

43.6%

100.0%

Count

Expected Count

% within Jenis kelamin

% within Infeksi

kecacingan pada anak

SD

% of Total

Count

Expected Count

% within Jenis kelamin

% within Infeksi

kecacingan pada anak

SD

% of Total

Count

Expected Count

% within Jenis kelamin

% within Infeksi

kecacingan pada anak

SD

% of Total

laki-laki

perempuan

Jenis kelamin

Total

Positif

Negatif

Infeksi kecacingan

pada anak SD

Total

Chi-Square Tests

.177

b

1

.674

.077

1

.782

.177

1

.674

.774

.391

.176

1

.675

202

Pearson Chi-Squar

Continuity Correctio

a

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Computed only for a 2x2 table

a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected co

47.


(2)

10. Crosstabs Kepemilikan Jamban Responden

Responden Yang mempunyai jamban (WC) * Infeksi kecacingan pada anak SD Crosstabulation

88 67 155

87.5 67.5 155.0

56.8% 43.2% 100.0%

77.2% 76.1% 76.7% 43.6% 33.2% 76.7%

26 21 47

26.5 20.5 47.0

55.3% 44.7% 100.0%

22.8% 23.9% 23.3% 12.9% 10.4% 23.3%

114 88 202

114.0 88.0 202.0

56.4% 43.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 56.4% 43.6% 100.0% Count

Expected Count % within Responden Yang mempunyai jamban (W C) % within Infeksi kecacingan pada anak SD % of Total Count

Expected Count % within Responden Yang mempunyai jamban (W C) % within Infeksi kecacingan pada anak SD % of Total Count

Expected Count % within Responden Yang mempunyai jamban (W C) % within Infeksi kecacingan pada anak SD % of Total Tidak Ada

Ada Responden Yang

mempunyai jamban (W C)

Total

Positif Negatif Infeksi kecacingan

pada anak SD

Total

Chi-Square Tests

.031b 1 .860

.000 1 .993

.031 1 .860

.868 .495

.031 1 .860

202 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20. 48.


(3)

11. Crosstabs Tempat Biasa Pembuangan Tinja

Tempat biasa pembuangan tinja * Infeksi kecacingan pada anak SD Crosstabulation

59 46 105

59.3 45.7 105.0

56.2% 43.8% 100.0%

51.8% 52.3% 52.0% 29.2% 22.8% 52.0%

36 22 58

32.7 25.3 58.0

62.1% 37.9% 100.0% 31.6% 25.0% 28.7% 17.8% 10.9% 28.7%

19 20 39

22.0 17.0 39.0

48.7% 51.3% 100.0%

16.7% 22.7% 19.3%

9.4% 9.9% 19.3%

114 88 202

114.0 88.0 202.0

56.4% 43.6% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 56.4% 43.6% 100.0% Count

Expected Count % within Tempat biasa pembuangan tinja % within Infeksi kecacingan pada anak SD

% of Total Count

Expected Count % within Tempat biasa pembuangan tinja % within Infeksi kecacingan pada anak SD

% of Total Count

Expected Count % within Tempat biasa pembuangan tinja % within Infeksi kecacingan pada anak SD

% of Total Count

Expected Count % within Tempat biasa pembuangan tinja % within Infeksi kecacingan pada anak SD

% of Total Kebun

Sembarangan

Jamban Sendiri Tempat biasa

pembuangan tinja

Total

Positif Negatif Infeksi kecacingan

pada anak SD

Total

Chi-Square Tests

1.696

a

2

.428

1.696

2

.428

.250

1

.617

202

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asymp. Sig.

(2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The

minimum expected count is 16.99.


(4)

12. Crosstabs Personal Higiene Responden

Total Personal Higiene * Infeksi kecacingan pada anak SD Crosstabulation

7 13 20

11.3 8.7 20.0

35.0% 65.0% 100.0%

6.1% 14.8% 9.9%

3.5% 6.4% 9.9%

71 67 138

77.9 60.1 138.0

51.4% 48.6% 100.0%

62.3% 76.1% 68.3%

35.1% 33.2% 68.3%

36 8 44

24.8 19.2 44.0

81.8% 18.2% 100.0%

31.6% 9.1% 21.8%

17.8% 4.0% 21.8%

114 88 202

114.0 88.0 202.0

56.4% 43.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

56.4% 43.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Total Personal Higiene % within Infeksi kecacingan pada anak SD % of Total Count

Expected Count % within Total Personal Higiene % within Infeksi kecacingan pada anak SD % of Total Count

Expected Count % within Total Personal Higiene % within Infeksi kecacingan pada anak SD % of Total Count

Expected Count % within Total Personal Higiene % within Infeksi kecacingan pada anak SD % of Total Baik

Sedang

Buruk Total Personal

Higiene

Total

Positif Negatif Infeksi kecacingan

pada anak SD

Total

Chi-Square Tests

16.664a 2 .000

17.861 2 .000

15.810 1 .000

202 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.71.


(5)

13. Crosstabs Makan Obat Cacing

Frekuensi makan obat cacing * Infeksi kecacingan pada anak SD Crosstabulation

113 52 165

93.1 71.9 165.0

68.5% 31.5% 100.0%

99.1% 59.1% 81.7%

55.9% 25.7% 81.7%

1 36 37

20.9 16.1 37.0

2.7% 97.3% 100.0%

.9% 40.9% 18.3%

.5% 17.8% 18.3%

114 88 202

114.0 88.0 202.0

56.4% 43.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

56.4% 43.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Frekuensi makan obat cacing % within Infeksi kecacingan pada anak SD

% of Total Count

Expected Count % within Frekuensi makan obat cacing % within Infeksi kecacingan pada anak SD

% of Total Count

Expected Count % within Frekuensi makan obat cacing % within Infeksi kecacingan pada anak SD

% of Total >= 6 bulan

< 6 bulan Frekuensi makan

obat cacing

Total

Positif Negatif

Infeksi kecacingan pada anak SD

Total

Chi-Square Tests

53.194b 1 .000

50.552 1 .000

61.838 1 .000

.000 .000

52.931 1 .000

202 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16. 12.


(6)

Jawaban Atas Pertanyaan Kuesioner

No

Pernyataan Atas Pertanyaan untuk

Personal Higiene

Jawaban

Total

A

B

C

Jlh

%

Jlh

%

Jlh

%

Jlh

%

1

Sebelum makan apakah adik mencuci

tangan?

118

93,1

12

5,9

2

1,0

202

100

2

Apakah sebelum makan adik mencuci

tangan dengan sabun?

13

6,4

51

25,3

138

68,3

202

100

3

Setelah buang air besar apakah adik

mencuci tangan?

58

28,7

58

28,7

86

42,6

202

100

4

Apakah setelah buang air besar adik

mencuci tangan dengan sabun?

13

6,4

46

22,8

143

70,8

202

100

5

Berapa kali adik mandi satu hari?

39

19,3

161

79,7

2

1,0

202

100

6

Setiap kali mandi apakah adik

menggunakan sabun?

173

85,6

24

11,9

5

2,5

202

100

7

Apakah adik sering makan sambil

bermain di tanah?

172

85,1

26

12,9

4

2,0

202

100

8

Setelah bermain di tanah apakah adik

membersihkan kaki dan tangan?

23

11,4

84

41,6

95

47,0

202

100

9

Apakah setelah bermain di tanah adik

mencuci kaki dan tangan dengan sabun?

13

6,4

48

23,8

141

69,8

202

100

10

Apakah adik menggunakan alas kaki

setiap bermain diluar rumah?

46

22,8

74

36,6

82

40,6

202

100

11

Pada waktu istirahat sekolah apakah adik

memakai sepatu setiap kali bermain?

125

61,9

69

34,1

8

4,0

202

100

12

Apakah seminggu sekali adik

memotong kuku?

45

22,3

66

32,7

91

45,0

202

100

13

Apakah adik sering menggigit kuku

ketika sedang bermain?

160

79,2

34

16,8

8

4,0

202

100

14

Lihat keadaan kuku anak (observasi)

51

25,2

94

46,5

57

28,2

202

100

15

Dari mana sumber air minum adik?

175

86,6

2

1,2

25

12,4

202

100

16

Lihat kondisi air bersih (tidak berbau,

tidak berasa, tidak berwarna) (observasi)

167

82,7

32

15,8

3

1,5

202

100

17

Lihat ketersediaan saluran pembuangan

air limbah di rumah. (observasi)

15

7,4

49

24,3

138

68,3

202

100

18

Lihat letak WC? (observasi)

26

12,9

21

10,4

155

76,7

202

100

19

Apakah adik selalu meminum air yang

sudah dimasak dengan matang?