BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untu membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah terdiri dari: 1)
Pajak provinsi, yang terdiri dari: a.
Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok
2) Pajak kabupaten/kota, yang terdiri dari: a.
Pajak hotel b. Pajak restoran c. Pajak hiburan d. Pajak reklame e. Pajak penerangan jalan f. Pajak mineral bukan logam dan dan batuan g.
Pajak parkir h. Pajak air tanah i. Pajak sarang burung walet j. Pajak Bumi dan Bangunan pedesaan dan perkotaan k.
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
2.1.2 Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan”.
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, objek retribusi daerah meliputi:
1. Jasa umum, yaitu retribusi atas pelayanan yang disediakan atau diberikan
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh rang pribadi atau Badan. Retribusi jasa umum terdiri dari: a.
Retribusi pelayanan kesehatan b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan c. Retribusi penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta
Catatan Sipil d. Retribusi pemakaman dan pengabuan mayat e.
Retribusi penepian parkir di jalan umum f. Retribusi pelayanan pasar g.
Retribusi pengujian kendaraan bermotor h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran i. Retribusi penggantian biaya cetak peta j. Retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus k.
Retribusi pengolahan limbah cair l. Retribusi pelayanan tera/tera ulang m.
Retribusi pelayanan pendidikan n. Retribusi pengendalian menara telekomunikasi 2.
Jasa usaha, yaitu retribusi pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: a. pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau b. pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadaioleh pihak swasta.
Retribusi jasa usaha terdiri dari: a.
Retribusi pemakaian kekayaan daerah b. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan c. Retribusi tempat pelelangan d. Retribusi terminal e. Retribusi tempat khusus parkir f. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa g.
Retribusi rumah potong hewan h. Retribusi pelayanan kepelabuhan i. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga j. Retribusi penyebrangan di air k.
Retribusi penjualan produksi daerah 3. Perizinan tertentu, yaitu retribusi atas pelayanan perizinan tertentu oleh
Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Retribusi perizinan tertentu meliputi: a.
Retribusi izin mendirikan bangunan b. Retribusi izin penjualan minuman beralkohol c. Retribusi izin gangguan d. Retribusi izin trayek e. Retribusi izin usaha perikanan
2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah “dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi”.
Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan ditetapkan dalam APBN, dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto. b.
Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.
c.
Jika penentuan proporsi tersebut belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% dan 90%.
DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (antara lain kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan). Setiap kebutuhan pendanaan tersebut diukur secara berturut-turut menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB, dan IPM, sedangkan kapasitas fiskal daerah dihitung berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil.
2.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah “dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional”. Dalam Nordiawan, dkk. (2008), daerah tertentu adalah “daerah yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis."
Kriteria umum adalah perumusan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Krtiteria khusus dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah serta berdasarkan indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang didanai dari DAK.
2.1.5 Belanja Modal
Belanja modal adalah belanja yang digunakan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Dalam Erlina, dan Rasdianto (2013), nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan.
Syaiful (2006) menjelaskan bahwa belanja modal dapat dikategorikan menjadi 5 (lima) kategori utama, yaitu: a.
Belanja tanah Belanja tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
b.
Belanja peralatan dan mesin Belanja peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
c.
Belanja gedung dan bangunan Belanja gedung dan bangunan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
d.
Belanja jalan, irigasi, dan jaringan Belanja jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
e.
Belanja fisik lainnya Belanja Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan.
2.2 Penelitian Terdahulu
2. DAU Dependen: Belanja Daerah
Secara simultan, DAU dan DAK, PAD dan PDRB berpengaruh terhadap belanja modal pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Secara parsial, DAU, DAK, dan PAD berpengaruh postif terhadap alokasi belanja modal daerah kabupaten/kota di Indonesia. Sementara PDRB tidak berpengaruh.
4. PDRB Dependen: Belanja Modal
3. PAD
2. DAK
1. DAU
Independen:
Pengaruh DAU, DAK, PAD, dan PDRB terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia
Askam Tuasikal (2008)
PAD dan DAU secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Daerah. Namun, PAD dan DAU secara simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Daerah
Tabel 2.1 Daftar Penelitian TerdahuluPeneliti Judul Penelitian Variabel yang Digunakan
Independen:
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah Sumsel
Steven Yansen (2013)
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal
3. DAK Dependen: Belanja Modal
2. DAU
1. PAD
Independen:
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal pada Kabupaten Buleleng tahun 2006 -2012
Hasil Penelitian Ni Luh Dina Selvia Martini, Wayan Cipta, I Wayan Suwendra (2014)
1. PAD Dewina Putri Br. Ginting (2014)
Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara
Independen:
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah Dependen: Belanja Modal
Secara parsial baik Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat Belanja Modal. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal.
Agave Sianturi (2010)
Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Independen:
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah Dependen: Belanja Modal
Secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap belanja modal pada kabupaten/kota di Sumatera Utara. Secara parsial pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada kabupaten/kota di Sumatera Utara. Sedangkan retribusi daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Dwi Handayani, Elva Nuraina (2012)
Pengaruh Pajak Daerah dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah Kabupaten Madiun
Independen:
1. Pajak Daerah
2. DAK Dependen: Belanja Daerah
Pajak daerah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap alokasi belanja daerah. Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi belanja daerah. Pajak daerah dan dana alokasi khusus secara simultan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap alokasi belanja daerah.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu: 1. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan seluruh unsur Pendapatan
Asli Daerah (PAD) sebagai variabel independen, sedangkan penelitian ini hanya menggunakan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai variabel independen.
2. Penelitian ini menambahkan variabel independen baru yaitu Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk melihat pengaruhnya terhadap Belanja Modal, sedangkan penelitian terdahulu hanya menggunakan pajak daerah dan retribusi daerah.
2.3 Kerangka Konseptual
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menghasilkan pendapatannya secara mandiri agar dapat membangun sarana prasarana publik yang biayanya berasal dari anggaran belanja modal. Sumber pendapatan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan, dan PAD lain-lain yang sah.
Pajak daerah merupakan PAD yang tarif pemungutannya telah diatur dalam undang-undang yang berlaku. Dari pajak daerah ini, pemerintah daerah dapat megalokasikan pendapatannya ke dalam belanja modal.
Meskipun pajak daerah berperan penting dalam pembangunan daerah, pemerintah perlu meningkatkan lagi pendapatannya untuk memenuhi pelayanan kebutuhan publik, yaitu dari hasil pemungutan atas pemberian izin atas jasa tertentu berbentuk retribusi daerah. Pengalokasian belanja modal dapat meningkat seiring dengan meningkatnya retribusi daerah.
Sumber pendapatan pemerintah daerah yang turut membantu pembangunan selain PAD adalah dana perimbangan, terutama dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana perimbangan merupakan dana yang ditransfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah untuk melakukan pembangunan. Namun pada kenyataannya, pemerintah daerah masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap pemerintah pusat, sehingga DAU dan DAK memiliki peran penting dalam pembangunan daerah.
Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal
Pajak Daerah (X
1 )
Retribusi Daerah (X
2 )
Belanja Modal (Y) Dana Alokasi Umum (X
3 )
Dana Alokasi Khusus (X
4 )
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka konseptual, maka hipotesis dari penelitian ini adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Alokasi Belanja Modal.