BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014
Organisasi rumah sakit merupakan organisasi yang unik dan kompleks. Unik karena di rumah sakit terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa perhotelan sekaligus jasa medis dan perawatan dalam bentuk pelayanan kepada pasien yang rawat inap maupun berobat jalan. Kompleks karena terdapat permasalahan yang sangat rumit. Rumah sakit merupakan suatu organisasi padat karya dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Di dalamnya ada berbagai macam fasilitas pengobatan dan berbagai macam peralatan. Kemudian, orang yang dihadapi adalah orang-orang beremosi labil, tegang dan emosional karena sedang dalam keadaan sakit, termasuk keluarga pasien (Supriyanto, 2010).
Setiap kelompok dalam suatu organisasi, dimana di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Adanya konflik terjadi akibat komunikasi yang tidak lancar, tidak adanya kepercayaan serta tidak adanya sifat keterbukaan dari pihak-pihak yang saling berhubungan. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja yang sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja (Sumaryanto, 2010).
Semakin besar suatu ukuran organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber daya potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja (Juanita, 2002).
Menurut Gunawan (2010) dalam organisasi rumah sakit, tidak semua pekerja atau karyawan bekerja secara optimal. Hal ini tampak bahwa tidak semua karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seperti yang diharapkan rumah sakit. Kondisi kepuasan kerja yang rendah dapat menyebabkan karyawan bosan dengan tugas-tugasnya cepat atau lambat tidak dapat diandalkan, menjadi mangkir atau buruk prestasi kerjanya.
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian, karena kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang besar pada tindakan seseorang/karyawan dalam bekerja. Sikap terhadap pekerjaan menjadi indikator ketepatan aspirasi sikap anggota suatu organisasi sebagai imbas berbagai pendekatan kebijakan organisasi. Apabila karyawan bekerja tidak produktif artinya karyawan memiliki tidak semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan mempunyai moral rendah maka roda organisasi tidak akan bisa berjalan dengan baik.
Apabila seseorang merasakan kepuasan kerja, ia akan berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan optimal. Namun dalam kenyataannya di Indonesia dan juga di beberapa negara lain, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat maksimal (Johan, 2002).
Penelitian Huffman, dkk dalam Posig dan Kickul (2004) bahwa 70% pekerja mengaku tidak puas terhadap pekerjaannya karena adanya konflik dalam keseimbangan karir dan keluarganya. Penelitian Sahyuni (2009) 51,3% responden menyatakan tidak puas terhadap pekerjaannya, terutama pada faktor kompensasi dan hubungan karyawan dengan pihak manajemen.
Terpenuhinya kebutuhan karyawan memberikan dampak terhadap kepuasan. Keinginan organisasi dengan keinginan karyawan harus terjadi kesesuaian, sehingga pemenuhan kebutuhan karyawan harus dilakukan karena memberi dampak pada kepuasan kerja (Sunarso, 2009).
Temuan Tepeci (2001) yang dikutip Sopiah (2008) mengungkapkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja. Penelitian Utami (2005) menemukan ada hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap dengan mayoritas 70,3% perawat mempunyai kepuasan kerja sedang. Penelitian Koesmono (2005) menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Chasanah (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Suhanto (2009) menemukan bahwa iklim organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, dan kepuasan kerja mampu menurunkan niat untuk pindah. Penelitian Widyarini (2009) menyatakan bahwa budaya organisasi birokrasi mempunyai pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja, budaya inovasi dan budaya suportif mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja.
Idrus (2006) menyatakan bahwa iklim organisasi memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap setiap individu di organisasi, yang pada ujung-ujungnya akan berpengaruh pula terhadap kualitas kerja. Kepuasan kerja dan kualitas kerja antara satu individu dengan individu lainnya dapat berbeda, dikarenakan perbedaan dalam mempersepsi iklim organisasi tempat dirinya bekerja. Bagi mereka yang mempersepsi secara positif, maka dengan sendirinya akan tercipta rasa nyaman dan nikmat dalam bekerja, dan pada akhirnya akan menghasilkan kualitas kehidupan kerja yang baik. Sebaliknya, mereka yang mempersepsi iklim organisasi secara negatif, maka akan menyebabkan rasa bosan dalam bekerja, menurunnya gairah kerja, jika sudah demikian yang terjadi adalah meningkatnya kemangkiran dalam bekerja, produktivitas kerja yang rendah dan akhirnya indikasi kesejahteraan ataupun kualitas kehidupan kerja yang baik tidak dapat dicapai dengan sempurna.
Berbagai fenomena di Jakarta seperti adanya unjuk rasa karyawan atau perawat pada rumah sakit dan adanya angka keluar masuk perawat yang tinggi, semuanya ini menandakan adanya keresahan karyawan rumah sakit terhadap kebijakan manajemen rumah sakit.
Penelitian Setyawardani dan Noermijati (2012) mengenai proses terjadinya konflik dalam organisasi menyatakan bahwa proses konflik terjadi ketika terdapat pemicu konflik baik pada level individu maupun level organisasi. Pemicu konflik tersebut akan membentuk persepsi atas konflik dan akhirnya akan membentuk konflik. Hasil akhir dari proses terjadinya konflik akan memberikan dampak yang negatif. Hasil penelitian Alfiah (2013) membuktikan bahwa konflik memiliki dampak yang signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja. Penelitian Lathifah (2008) membuktikan bahwa konflik pekerjaan mengintervensi keluarga berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover
intentions . Menurut Husein (2008) konflik peran yang dirasakan oleh akuntan
manajemen tidak mempengaruhi kepuasan kerjanya.Penelitian Laksmi dan Hadi (2012) menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja, maka kepuasan kerja semakin rendah. Penelitian Agustina (2009) menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari variabel konflik peran secara parsial terhadap kepuasan kerja.
Penelitian Rantika dan Sunjoyo (2011) mengenai pengaruh konflik terhadap komitmen organisasional yang dimediasi oleh kepuasan kerja pada profesi perawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menemukan bahwa work interfening with the family (WIF) memengaruhi kepuasan kerja secara negatif (γ = - 0,324; p < 0,01) dan kepuasan kerja memengaruhi komitmen organisasional secara positi f (γ = 0,839; p < 0,05).
Wirawan (2009) mendefenisikan manajemen konflik sebagai proses yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan. Penelitian Raditya (2012) menyatakan bahwa kepuasan kerja para staf fungional umum mempunyai hubungan signifikan dengan manajemen konflik yaitu obliging (kerelaan untuk membantu) dan avoiding (menghindar). Penelitian Utami, dkk (2013) tentang manajemen konflik interpersonal pada karyawan kontrak di bank Syariah Mandiri Cabang Padang menemukan bahwa yang paling dominan dipakai gaya manajemen konflik kolaborasi, kompromi dan menghindar.
Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis (Depkes RI, 2001). Menurut Suroso (2011) bahwa evaluasi terhadap penerapan sistem jenjang karir berdasar kompetensi di beberapa rumah sakit di Indonesia terbukti secara klinik dan riset, dapat meningkatkan kepuasan kerja dan mutu pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan keperawatan.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan penulis terhadap 20 orang petugas rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan pada bulan Januari 2014, diperoleh keterangan sementara bahwa sebagian besar yaitu 8 (delapan) orang atau 40% menyatakan kurangnya kerjasama dan pengertian akan tupoksi masing-masing sehingga terkadang sering terjadi masalah dalam interaksi antar petugas, seperti kurang jelasnya operan pergantian dinas, ketidakdisiplinan waktu seperti permisi ke kantin, ada urusan sebentar dan telat masuk dinas yang telah ditentukan (pagi jam 08.00 s.d 15.00 WIB, sore jam 15.00 s.d 21.30 WIB, malam jam 21.30 s.d 08.00), ketidakhadiran dinas, pengantaran pasien dari ruang rawatan ke ruangan fisioterapi, pembagian uang jasa yang dirasa tidak sesuai dengan beban kerja di ruangan (berdasarkan jumlah pasien per ruangan, bukan didasarkan kinerja petugas) dan lainnya yang dapat menimbulkan konflik.
Tabel 1.1. Daftar Absensi Pegawai RSUD Kota Padangsidimpuan
Tahun Sakit Ijin Alpha Total
2012 263 3 220 486 2013 464 8 264 736
Sumber : Kepegawaian RSUD Kota Padangsidimpuan, 2014
Dari Tabel 1.1. di atas dapat kita lihat terjadi peningkatan absensi yang meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Robbins (2003) masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas besar kemungkinannya untuk tidak masuk kerja.
Berdasarkan analisa SWOT identifikasi kelemahan faktor internal lingkungan strategis RSUD Kota Padangsidimpuan tahun 2013, ditemukan diantaranya penempatan pegawai banyak yang tidak sesuai kompetensinya, reward dan
punishment belum sepenuhnya dilaksanakan, koordinasi antar bidang di RS belum
optimal, jenjang karier belum berdasarkan evaluasi kinerja, sarana dan prasana belum lengkap, sistim informasi RS belum terlaksana, program pendidikan dan pelatihan staff di RS belum terlaksana, pengawasan dan evaluasi kinerja di masing-masing bidang belum optimal.
Menurut Dalimunthe (2003) bahwa dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun kelompok saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lainnya.
Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam. Harahap (2012) menemukan kurangnya variabel kepemimpinan sebesar 70,2% dan variabel komunikasi sebesar 56,1% sehingga mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Padangsidimpuan.
Data Rekam Medik RSUD Kota Padangsidimpuan (2014) indikator kinerja rawat inap berupa BOR 2009 (36%), BOR 2010 (44,0%), BOR 2011 (35,83%), dan BOR 2012 (47,18%). Dapat dilihat jumlah pasien rawat inap berdasarkan indikator BOR (Bed Occupancy Rate) mengalami fluktuasi dan cenderung rendah, padahal BOR ideal rumah sakit secara nasional di Indonesia seharusnya berada dalam kisaran 75%-85% (Muninjaya, 2004).
Tabel 1.2. Utilitas Rawat Inap Rawat Inap Askes 2013 Rawat Inap BPJS 2014
Bulan Jumlah Bulan Jumlah
Januari 160 Januari 269 Pebruari 162 Pebruari 276
Maret 161 Maret 317 April 155 April 335
Mei 156 Mei 388 Juni 148 Juni 446
Juli 157 Agustus 112
September 182 Oktober 139
Nopember 177 Desember 197 Sumber : RSUD Kota Padangsidimpuan, 2014.
Dari Tabel 1.2. dapat dilihat kecenderungan peningkatan utilitas rawat inap pada tahun 2014 yang sebelumnya naik turun di tahun 2013. Dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menarik minat masyarakat untuk memeriksakan kesehatan diri pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah termasuk RSUD Kota Padangsidimpuan dan tampaknya RSUD Kota Padangsidimpuan mulai berhasil mewujudkan visi menjadi rumah sakit umum yang diminati oleh masyarakat.
Peneliti memperhatikan adanya kotak saran yang terpasang di dinding salah satu sudut ruangan rawat inap yang sering dilalui, tetapi letaknya kurang menarik perhatian pengunjung. Menurut salah satu petugas rawat inap, kotak saran tersebut tidak selalu dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga. Evaluasi kotak saran pun jarang dilakukan.
Untuk mengetahui kinerja petugas rawat inap peneliti juga mewawancarai 20 orang pasien dan keluarganya, diperoleh hasil sementara bahwa sebanyak 5 orang atau 25% merasa kurang puas, 13 orang atau 65% merasa cukup puas, dan 2 orang atau 10% merasa sangat puas terhadap pelayanan petugas. Mereka yang menyatakan kurang puas disebabkan menurut mereka petugas kurang ramah dan tidak selalu tanggap terhadap keluhan pasien dan keluarga.
Menurut Ilyas (2012) bahwa kinerja adalah penampilan hasil karya personal baik kuantitas maupun kualitas organisasi. Terdapat tujuh indikator kinerja. Dua di antaranya mempunyai peran yang sangat penting yaitu tujuan dan motif. Kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk melakukannya diperlukan motif. Tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan. Dengan demikian, tujuan dan motif menjadi indikator utama dari kinerja. Namun kinerja juga memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar, dan umpan balik (Wibowo, 2012).
Kusumawati (2008) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa budaya organisasi secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan. Indrawati (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan dan kepuasan pelanggan pada rumah sakit swasta di kota Denpasar, memperoleh hasil bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kinerja karyawan. Menurut Nur (2013) bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai artinya semakin tinggi tingkat kepuasan kerja akan memberikan dampak positif dalam meningkatkan kinerja pegawai.
Penelitian Mariam (2009) menyatakan budaya organisasi dan gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan. Hasil penelitian Matalia (2012) menunjukkan bahwa kepemimpinan dan hubungan kerja karyawan mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengembangan karir, hubungan kerja dan pengembangan karir berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
Abubakar (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh manajemen konflik pada kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, menunjukkan bahwa ada peningkatan yang bermakna pada kinerja perawat pelaksana sesudah dibimbing kepala ruangan yang telah dilatih dan dibimbing (p value
≤ 0,05). Maka kinerja berhubungan dengan kepuasan kerja, kepuasan kerja berhubungan dengan kebijakan yang berlaku di organisasi termasuk budaya organisasi dan manajemen konflik.
1.2.Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang, peneliti menduga bahwa budaya organisasi dan manajemen konflik yang tidak baik akan membentuk persepsi ketidakpuasan kerja petugas rawat inap, sehingga permasalahan penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.
1.4. Hipotesis
Budaya organisasi dan manajemen konflik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Sebagai bahan masukan kepada RSUD Kota Padangsidimpuan untuk meningkatkan kebijakan manajemen keperawatan di rumah sakit.
2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit yang berhubungan dengan kepuasan kerja petugas rawat inap di rumah sakit.
3. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk penelitian sejenis selanjutnya.