Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PETUGAS RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2014

TESIS

Oleh

ARI SANTI MARISSA 127032123/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PETUGAS RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARI SANTI MARISSA 127032123/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PETUGAS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Ari Santi Marissa Nomor Induk Mahasiswa : 127032123

Program studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi pembimbing

(Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si) (Hj. Masnelly Lubis, S.Kep, M.A.R.S

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 09 Oktober 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si Anggota : 1. Masnelly Lubis, S.Kep, M.A.R.S

2. Dr. Juanita, S.E, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PETUGAS RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

Ari Santi Marissa 127032123/IKM


(6)

ABSTRAK

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian, karena kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang besar pada tindakan seseorang/karyawan dalam bekerja. Apabila seseorang merasakan kepuasan kerja, ia akan berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan optimal. Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi dan manajemen konflik.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.

Jenis penelitian adalah survey explanatory. Populasi adalah petugas rawat inap sebanyak 108 orang dan sampel sebanyak 51 orang. Data diperoleh melalui kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa variabel budaya organisasi di RSUD Kota Padangsidimpuan dalam kategori baik sebesar 54,9% dan variabel manajemen konflik dalam kategori baik sebesar 66,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi dan manajemen konflik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Kedua variabel mampu menjelaskan sebesar 63,8% dan sisanya sebesar 36,2% dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa budaya organisasi yang berpengaruh terbesar terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Disarankan kepada manajemen RSUD Kota Padangsidimpuan hendaknya tetap mempertahankan nilai-nilai budaya organisasi dan manajemen konflik yang sudah baik, serta menguatkan pengamalan nilai-nilai budaya organisasi yang masih lemah seperti meningkatkan sikap tulus dan ikhlas, keramahan dan kerja sama. Diharapkan juga mengurangi manajemen konflik menghindar (avoiding) agar terjalin kompromi untuk menyelesaikan masalah yang timbul terutama mengenai kepuasan kerja petugas rawat inap.


(7)

ABSTRACT

Job satisfaction is one of the factors that need to get attention, because job satisfaction has a significant influence on the actions of a person / employee in the work. When someone takes the job satisfaction, it will work with all possessed the ability to complete the work by optimally. Officers at Fort Padangsidimpuan RSUD complain about the lack of cooperation and understanding of the respective tufoksi up sometimes problems often occur in the interaction force until the performance is not optimal visible at rs performance indicators are not ideal.

The purpose of this study to analyze the influence of organizational culture and conflict management, job satisfaction inpatient staff in the District General Hospital Kota Padangsidimpuan.

Type of research is the Explanatory survey. Inpatient staff population of 108 persons and a sample of 51 people. Data were obtained through interviews guided by a questionnaire and analyzed with multiple linear regression.

The results showed that the variables of organizational culture in the City RSUD Padangsidimpuan in good category of 54.9% and a variable conflict management in the good category of 66.7%. Test results found multiple linear variable conflict management, organizational culture and significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan. R square of 0.504, meaning that the ability variable and conflict management, organizational culture can explain the variable effects on job satisfaction in the District General Hospital Kota Padangsidimpuan of 50.4%, the remaining 50.6% is explained by other variables that were not examined. Partial variable organizational culture and conflict management are also significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan.

The conclusion is that organizational culture and conflict management, significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan. Recommended to management RSUD Padangsidimpuan City should evaluate the monitoring of the running system and conflict management, organizational culture to improve job satisfaction and inpatient staff to the vision and mission of RS could be implemented.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkah dan rahmatNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan tesis ini mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

5. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan Masnelly Lubis, S.Kep, M.A.R.S., selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Juanita, S.E, M.Kes, dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Andar Amin Harahap, S.S.T.P, M.Si selaku Walikota Kota Padangsidimpuan yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan tugas belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. Drs. Zulkarnaen Nasution, M.M, selaku mantan Walikota Padangsidimpuan, yang pada masa kepemimpinannya telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan tugas belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

9. dr. Aminuddin selaku Direktur RSUD Kota Padangsidimpuan yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan


(10)

pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

10.Wakil Direktur Bidang Pendidikan dan Pelatihan beserta staf, Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medis dan Perawatan RSUD Kota Padangsidimpuan beserta staf, rekan-rekan sejawat khususnya petugas rawat inap yang memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

11.Staf dosen dan pegawai Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang mendukung penulis menyelesaikan pendidikan tepat waktu.

12.Kak Ema yang telah mendukung penulis di saat-saat sulit.

13.Ayahanda, Asal Tambunan, S.Pd, dan Ibunda, Riasih, S.Pd atas segala restunya dan do’a untuk penulis sampai saat ini mendapat pendidikan yang terbaik.

14.Kakanda, Samsul Rizal, S.P, S.Pd, dan Riski Wanda, S.Pd serta adinda, Melati Indah Sari, S.S.T, Nanda Budi Satria, dan Riri Rosa Apriannisa yang selalu sabar dan menyemangati penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu. 15.Namboru tersayang, Hj. Yatina Tambunan, S.K.M, dan Dra. Hj. Sari Bulan

Tambunan, MMA beserta Amangboru, H. Achmad Arifin Rangkuti yang senantiasa berdo’a dan mendukung penulis melanjutkan pendidikan ini.


(11)

16.M. Ali Basa Siregar, teman yang selalu menyemangati penulis di saat sedih dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan pendidikan tepat waktu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2014

Penulis

Ari Santi Marissa 127032123/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Ari Santi Marissa, lahir di Padangsidimpuan pada tanggal 08 Pebruari 1986, anak ketiga dari 6 bersaudara, anak dari pasangan Asal Tambunan, S.Pd dan Riasih, S.Pd.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Tingkat Kanak-kanak Aisiyah Padangsidimpuan selesai pada tahun 1992, Sekolah Dasar Negeri 15/142431 Padangsidimpuan selesai pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Padangsidimpuan selesai pada tahun 2001, Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Padangsidimpuan selesai pada tahun 2004, Program Studi Kebidanan Padangsidimpuan Politeknik Kesehatan Depkes RI Medan selesai pada tahun 2007, Program Studi D IV Bidan Pendidik Politeknik Kesehatan Depkes RI Medan selesai pada tahun 2009.

Mulai bekerja sebagai bidan Pegawai Tidak Tetap pada Pemerintah Kota Padangsidimpuan dari Juli 2009 sampai April 2010. Penulis kemudian diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal sejak 2010 ditugaskan di Puskesmas Simpang Gambir sampai tahun 2012. Pada Juni 2012 penulis berpindah tugas ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan sampai penulis melanjutkan pendidikan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulis pernah bekerja sebagai dosen pada Akademi Kebidanan Darmais Padangsidimpuan, Akademi Kebidanan Namira Madina Panyabungan, Madina Husada Panyabungan dan Armina Center Panyabungan dari tahun 2009 sampai tahun 2012.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ………... ii

KATA PENGANTAR ………. iii

RIWAYAT HIDUP ………. iv

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR TABEL ……… vi

DAFTAR GAMBAR ……… vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

BAB 1. PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Permasalahan……….. 11

1.3. Tujuan Penelitian………. 11

1.4. Hipotesis……….. 11

1.5. Manfaat Penelitian……… 11

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA……… 13

2.1. Budaya Organisasi ……….. 13

2.2. Manajemen Konflik ……… 17

2.3. Kepuasan Kerja ……….. 27

2.4. Landasan Teori ..……… 34

2.5. Kerangka Konsep ……… 36

BAB 3. METODE PENELITIAN……….. 37

3.1. Jenis Penelitian ………. 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 37

3.3. Populasi dan Sampel ……… 38

3.4. Metode Pengumpulan Data ………. 39

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ………. 43

3.6. Metode Pengukuran ……… 44

3.7. Metode AnalisisData ……….. 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ……… 49

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………. 49


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ……….. 69

5.1. Pengaruh Variabel Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ………. 69

5.2. Pengaruh Variabel Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ……… 71

5.3. Kepuasan Kerja ……….. 73

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 76

6.1. Kesimpulan ………. 76

6.2. Saran ………... 76

DAFTAR PUSTAKA……… 78


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Daftar Absensi Pegawai RSUD Kota Padangsidimpuan ….. 7 1.2. Utilitas Rawat Inap ……..………. 8 3.1. Jumlah Populasi Dan Sampel Petugas PNS Di Ruang Rawat

Inap RSUD Kota Padangsidimpuan ….………

39

3.2 Hasil Uji Validitas Kuesioner ……… 41 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ……… 42 3.4. Metode Pengukuran Variabel Penelitian ………... 47 4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Petugas

Rawat Inap di RSUD Kota Padangsidimpuan ………..

52

4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Responden terhadap Variabel Budaya Organisasi ………..

55

4.3. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Budaya Organisasi ………

56

4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Responden terhadap Variabel Manajemen Konflik ……….

58

4.5. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Manajemen Konflik ………..

61

4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Responden terhadap Variabel Kepuasan Kerja ………

62

4.7. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Kepuasan Kerja ……….

64

4.8. Hubungan Variabel Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di RSUD Kota

Padangsidimpuan ………..


(16)

4.9. Hubungan Hubungan Variabel Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di RSUD Kota

Padangsidimpuan ………..

65

4.10. Model Summary ……… 66 4.11. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda ..………. 67


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja ……….. 32 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ………. 36


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pengantar Kuesioner Penelitian ……….. 84

2. Kuesioner Penelitian ….………. 85

3. Master Data ……… 91

4. Analisis Univariat ………... 96

5. Analisis Bivariat ………. 113

6. Analisis Multivariat ………. 116 7. Surat Izin Uji Kuesioner dan Izin Penelitian dari Fakultas

Kesehatan Masyarakat ……….

119

8. Surat Balasan Izin Kuesioner dan Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ……….


(19)

ABSTRAK

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian, karena kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang besar pada tindakan seseorang/karyawan dalam bekerja. Apabila seseorang merasakan kepuasan kerja, ia akan berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan optimal. Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi dan manajemen konflik.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.

Jenis penelitian adalah survey explanatory. Populasi adalah petugas rawat inap sebanyak 108 orang dan sampel sebanyak 51 orang. Data diperoleh melalui kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa variabel budaya organisasi di RSUD Kota Padangsidimpuan dalam kategori baik sebesar 54,9% dan variabel manajemen konflik dalam kategori baik sebesar 66,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi dan manajemen konflik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Kedua variabel mampu menjelaskan sebesar 63,8% dan sisanya sebesar 36,2% dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa budaya organisasi yang berpengaruh terbesar terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Disarankan kepada manajemen RSUD Kota Padangsidimpuan hendaknya tetap mempertahankan nilai-nilai budaya organisasi dan manajemen konflik yang sudah baik, serta menguatkan pengamalan nilai-nilai budaya organisasi yang masih lemah seperti meningkatkan sikap tulus dan ikhlas, keramahan dan kerja sama. Diharapkan juga mengurangi manajemen konflik menghindar (avoiding) agar terjalin kompromi untuk menyelesaikan masalah yang timbul terutama mengenai kepuasan kerja petugas rawat inap.


(20)

ABSTRACT

Job satisfaction is one of the factors that need to get attention, because job satisfaction has a significant influence on the actions of a person / employee in the work. When someone takes the job satisfaction, it will work with all possessed the ability to complete the work by optimally. Officers at Fort Padangsidimpuan RSUD complain about the lack of cooperation and understanding of the respective tufoksi up sometimes problems often occur in the interaction force until the performance is not optimal visible at rs performance indicators are not ideal.

The purpose of this study to analyze the influence of organizational culture and conflict management, job satisfaction inpatient staff in the District General Hospital Kota Padangsidimpuan.

Type of research is the Explanatory survey. Inpatient staff population of 108 persons and a sample of 51 people. Data were obtained through interviews guided by a questionnaire and analyzed with multiple linear regression.

The results showed that the variables of organizational culture in the City RSUD Padangsidimpuan in good category of 54.9% and a variable conflict management in the good category of 66.7%. Test results found multiple linear variable conflict management, organizational culture and significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan. R square of 0.504, meaning that the ability variable and conflict management, organizational culture can explain the variable effects on job satisfaction in the District General Hospital Kota Padangsidimpuan of 50.4%, the remaining 50.6% is explained by other variables that were not examined. Partial variable organizational culture and conflict management are also significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan.

The conclusion is that organizational culture and conflict management, significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan. Recommended to management RSUD Padangsidimpuan City should evaluate the monitoring of the running system and conflict management, organizational culture to improve job satisfaction and inpatient staff to the vision and mission of RS could be implemented.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Organisasi rumah sakit merupakan organisasi yang unik dan kompleks. Unik karena di rumah sakit terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa perhotelan sekaligus jasa medis dan perawatan dalam bentuk pelayanan kepada pasien yang rawat inap maupun berobat jalan. Kompleks karena terdapat permasalahan yang sangat rumit. Rumah sakit merupakan suatu organisasi padat karya dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Di dalamnya ada berbagai macam fasilitas pengobatan dan berbagai macam peralatan. Kemudian, orang yang dihadapi adalah orang-orang beremosi labil, tegang dan emosional karena sedang dalam keadaan sakit, termasuk keluarga pasien (Supriyanto, 2010).

Setiap kelompok dalam suatu organisasi, dimana di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Adanya konflik terjadi akibat komunikasi yang tidak lancar, tidak adanya kepercayaan serta tidak adanya sifat keterbukaan dari pihak-pihak yang saling berhubungan. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja yang sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung


(22)

dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja (Sumaryanto, 2010).

Semakin besar suatu ukuran organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber daya potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja (Juanita, 2002).

Menurut Gunawan (2010) dalam organisasi rumah sakit, tidak semua pekerja atau karyawan bekerja secara optimal. Hal ini tampak bahwa tidak semua karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seperti yang diharapkan rumah sakit. Kondisi kepuasan kerja yang rendah dapat menyebabkan karyawan bosan dengan tugas-tugasnya cepat atau lambat tidak dapat diandalkan, menjadi mangkir atau buruk prestasi kerjanya.

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian, karena kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang besar pada tindakan seseorang/karyawan dalam bekerja. Sikap terhadap pekerjaan menjadi indikator ketepatan aspirasi sikap anggota suatu organisasi sebagai imbas berbagai pendekatan kebijakan organisasi. Apabila karyawan bekerja tidak produktif artinya karyawan memiliki tidak semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan mempunyai moral rendah maka roda organisasi tidak akan bisa berjalan dengan baik.


(23)

Apabila seseorang merasakan kepuasan kerja, ia akan berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan optimal. Namun dalam kenyataannya di Indonesia dan juga di beberapa negara lain, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat maksimal (Johan, 2002).

Penelitian Huffman, dkk dalam Posig dan Kickul (2004) bahwa 70% pekerja mengaku tidak puas terhadap pekerjaannya karena adanya konflik dalam keseimbangan karir dan keluarganya. Penelitian Sahyuni (2009) 51,3% responden menyatakan tidak puas terhadap pekerjaannya, terutama pada faktor kompensasi dan hubungan karyawan dengan pihak manajemen.

Terpenuhinya kebutuhan karyawan memberikan dampak terhadap kepuasan. Keinginan organisasi dengan keinginan karyawan harus terjadi kesesuaian, sehingga pemenuhan kebutuhan karyawan harus dilakukan karena memberi dampak pada kepuasan kerja (Sunarso, 2009).

Temuan Tepeci (2001) yang dikutip Sopiah (2008) mengungkapkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja. Penelitian Utami (2005) menemukan ada hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap dengan mayoritas 70,3% perawat mempunyai kepuasan kerja sedang. Penelitian Koesmono (2005) menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Chasanah (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Suhanto (2009) menemukan bahwa iklim organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap


(24)

kepuasan kerja, dan kepuasan kerja mampu menurunkan niat untuk pindah. Penelitian Widyarini (2009) menyatakan bahwa budaya organisasi birokrasi mempunyai pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja, budaya inovasi dan budaya suportif mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

Idrus (2006) menyatakan bahwa iklim organisasi memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap setiap individu di organisasi, yang pada ujung-ujungnya akan berpengaruh pula terhadap kualitas kerja. Kepuasan kerja dan kualitas kerja antara satu individu dengan individu lainnya dapat berbeda, dikarenakan perbedaan dalam mempersepsi iklim organisasi tempat dirinya bekerja. Bagi mereka yang mempersepsi secara positif, maka dengan sendirinya akan tercipta rasa nyaman dan nikmat dalam bekerja, dan pada akhirnya akan menghasilkan kualitas kehidupan kerja yang baik. Sebaliknya, mereka yang mempersepsi iklim organisasi secara negatif, maka akan menyebabkan rasa bosan dalam bekerja, menurunnya gairah kerja, jika sudah demikian yang terjadi adalah meningkatnya kemangkiran dalam bekerja, produktivitas kerja yang rendah dan akhirnya indikasi kesejahteraan ataupun kualitas kehidupan kerja yang baik tidak dapat dicapai dengan sempurna.

Berbagai fenomena di Jakarta seperti adanya unjuk rasa karyawan atau perawat pada rumah sakit dan adanya angka keluar masuk perawat yang tinggi, semuanya ini menandakan adanya keresahan karyawan rumah sakit terhadap kebijakan manajemen rumah sakit.

Penelitian Setyawardani dan Noermijati (2012) mengenai proses terjadinya konflik dalam organisasi menyatakan bahwa proses konflik terjadi ketika terdapat


(25)

pemicu konflik baik pada level individu maupun level organisasi. Pemicu konflik tersebut akan membentuk persepsi atas konflik dan akhirnya akan membentuk konflik. Hasil akhir dari proses terjadinya konflik akan memberikan dampak yang negatif. Hasil penelitian Alfiah (2013) membuktikan bahwa konflik memiliki dampak yang signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja. Penelitian Lathifah (2008) membuktikan bahwa konflik pekerjaan mengintervensi keluarga berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover intentions. Menurut Husein (2008) konflik peran yang dirasakan oleh akuntan manajemen tidak mempengaruhi kepuasan kerjanya.

Penelitian Laksmi dan Hadi (2012) menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja, maka kepuasan kerja semakin rendah. Penelitian Agustina (2009) menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari variabel konflik peran secara parsial terhadap kepuasan kerja. Penelitian Rantika dan Sunjoyo (2011) mengenai pengaruh konflik terhadap komitmen organisasional yang dimediasi oleh kepuasan kerja pada profesi perawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menemukan bahwa work interfening with the family

(WIF) memengaruhi kepuasan kerja secara negatif (γ = - 0,324; p < 0,01) dan kepuasan kerja memengaruhi komitmen organisasional secara positif (γ = 0,839; p < 0,05).

Wirawan (2009) mendefenisikan manajemen konflik sebagai proses yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan. Penelitian


(26)

Raditya (2012) menyatakan bahwa kepuasan kerja para staf fungional umum mempunyai hubungan signifikan dengan manajemen konflik yaitu obliging (kerelaan untuk membantu) dan avoiding (menghindar). Penelitian Utami, dkk (2013) tentang manajemen konflik interpersonal pada karyawan kontrak di bank Syariah Mandiri Cabang Padang menemukan bahwa yang paling dominan dipakai gaya manajemen konflik kolaborasi, kompromi dan menghindar.

Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis (Depkes RI, 2001). Menurut Suroso (2011) bahwa evaluasi terhadap penerapan sistem jenjang karir berdasar kompetensi di beberapa rumah sakit di Indonesia terbukti secara klinik dan riset, dapat meningkatkan kepuasan kerja dan mutu pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan keperawatan.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan penulis terhadap 20 orang petugas rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan pada bulan Januari 2014, diperoleh keterangan sementara bahwa sebagian besar yaitu 8 (delapan) orang atau 40% menyatakan kurangnya kerjasama dan pengertian akan tupoksi masing-masing sehingga terkadang sering terjadi masalah dalam interaksi antar petugas, seperti kurang jelasnya operan pergantian dinas, ketidakdisiplinan waktu seperti permisi ke kantin, ada urusan sebentar dan telat masuk dinas yang telah ditentukan (pagi jam 08.00 s.d 15.00 WIB, sore jam 15.00 s.d 21.30 WIB, malam jam 21.30 s.d 08.00), ketidakhadiran dinas, pengantaran pasien dari ruang rawatan ke ruangan fisioterapi, pembagian uang jasa yang dirasa


(27)

tidak sesuai dengan beban kerja di ruangan (berdasarkan jumlah pasien per ruangan, bukan didasarkan kinerja petugas) dan lainnya yang dapat menimbulkan konflik.

Tabel 1.1. Daftar Absensi Pegawai RSUD Kota Padangsidimpuan

Tahun Sakit Ijin Alpha Total

2012 263 3 220 486

2013 464 8 264 736

Sumber :Kepegawaian RSUD Kota Padangsidimpuan, 2014

Dari Tabel 1.1. di atas dapat kita lihat terjadi peningkatan absensi yang meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Robbins (2003) masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas besar kemungkinannya untuk tidak masuk kerja.

Berdasarkan analisa SWOT identifikasi kelemahan faktor internal lingkungan strategis RSUD Kota Padangsidimpuan tahun 2013, ditemukan diantaranya penempatan pegawai banyak yang tidak sesuai kompetensinya, reward dan

punishment belum sepenuhnya dilaksanakan, koordinasi antar bidang di RS belum optimal, jenjang karier belum berdasarkan evaluasi kinerja, sarana dan prasana belum lengkap, sistim informasi RS belum terlaksana, program pendidikan dan pelatihan staff di RS belum terlaksana, pengawasan dan evaluasi kinerja di masing-masing bidang belum optimal.

Menurut Dalimunthe (2003) bahwa dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun kelompok saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lainnya. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi


(28)

kambing hitam. Harahap (2012) menemukan kurangnya variabel kepemimpinan sebesar 70,2% dan variabel komunikasi sebesar 56,1% sehingga mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Padangsidimpuan.

Data Rekam Medik RSUD Kota Padangsidimpuan (2014) indikator kinerja rawat inap berupa BOR 2009 (36%), BOR 2010 (44,0%), BOR 2011 (35,83%), dan BOR 2012 (47,18%). Dapat dilihat jumlah pasien rawat inap berdasarkan indikator BOR (Bed Occupancy Rate) mengalami fluktuasi dan cenderung rendah, padahal BOR ideal rumah sakit secara nasional di Indonesia seharusnya berada dalam kisaran 75%-85% (Muninjaya, 2004).

Tabel 1.2. Utilitas Rawat Inap

Rawat Inap Askes 2013 Rawat Inap BPJS 2014

Bulan Jumlah Bulan Jumlah

Januari 160 Januari 269

Pebruari 162 Pebruari 276

Maret 161 Maret 317

April 155 April 335

Mei 156 Mei 388

Juni 148 Juni 446

Juli 157

Agustus 112

September 182

Oktober 139

Nopember 177 Desember 197

Sumber :RSUD Kota Padangsidimpuan, 2014.

Dari Tabel 1.2. dapat dilihat kecenderungan peningkatan utilitas rawat inap pada tahun 2014 yang sebelumnya naik turun di tahun 2013. Dengan adanya Jaminan


(29)

Kesehatan Nasional (JKN) menarik minat masyarakat untuk memeriksakan kesehatan diri pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah termasuk RSUD Kota Padangsidimpuan dan tampaknya RSUD Kota Padangsidimpuan mulai berhasil mewujudkan visi menjadi rumah sakit umum yang diminati oleh masyarakat.

Peneliti memperhatikan adanya kotak saran yang terpasang di dinding salah satu sudut ruangan rawat inap yang sering dilalui, tetapi letaknya kurang menarik perhatian pengunjung. Menurut salah satu petugas rawat inap, kotak saran tersebut tidak selalu dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga. Evaluasi kotak saran pun jarang dilakukan.

Untuk mengetahui kinerja petugas rawat inap peneliti juga mewawancarai 20 orang pasien dan keluarganya, diperoleh hasil sementara bahwa sebanyak 5 orang atau 25% merasa kurang puas, 13 orang atau 65% merasa cukup puas, dan 2 orang atau 10% merasa sangat puas terhadap pelayanan petugas. Mereka yang menyatakan kurang puas disebabkan menurut mereka petugas kurang ramah dan tidak selalu tanggap terhadap keluhan pasien dan keluarga.

Menurut Ilyas (2012) bahwa kinerja adalah penampilan hasil karya personal baik kuantitas maupun kualitas organisasi. Terdapat tujuh indikator kinerja. Dua di antaranya mempunyai peran yang sangat penting yaitu tujuan dan motif. Kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk melakukannya diperlukan motif. Tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan. Dengan demikian, tujuan dan motif menjadi indikator utama dari kinerja. Namun


(30)

kinerja juga memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar, dan umpan balik (Wibowo, 2012).

Kusumawati (2008) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa budaya organisasi secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan. Indrawati (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan dan kepuasan pelanggan pada rumah sakit swasta di kota Denpasar, memperoleh hasil bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kinerja karyawan. Menurut Nur (2013) bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai artinya semakin tinggi tingkat kepuasan kerja akan memberikan dampak positif dalam meningkatkan kinerja pegawai.

Penelitian Mariam (2009) menyatakan budaya organisasi dan gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan. Hasil penelitian Matalia (2012) menunjukkan bahwa kepemimpinan dan hubungan kerja karyawan mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengembangan karir, hubungan kerja dan pengembangan karir berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.

Abubakar (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh manajemen konflik pada kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, menunjukkan bahwa ada peningkatan yang bermakna pada kinerja perawat pelaksana sesudah dibimbing kepala ruangan yang telah dilatih dan dibimbing (p value ≤ 0,05). Maka kinerja berhubungan dengan


(31)

kepuasan kerja, kepuasan kerja berhubungan dengan kebijakan yang berlaku di organisasi termasuk budaya organisasi dan manajemen konflik.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang, peneliti menduga bahwa budaya organisasi dan manajemen konflik yang tidak baik akan membentuk persepsi ketidakpuasan kerja petugas rawat inap, sehingga permasalahan penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.4. Hipotesis

Budaya organisasi dan manajemen konflik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan kepada RSUD Kota Padangsidimpuan untuk meningkatkan kebijakan manajemen keperawatan di rumah sakit.


(32)

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit yang berhubungan dengan kepuasan kerja petugas rawat inap di rumah sakit.

3. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk penelitian sejenis selanjutnya.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi

2.1.1. Defenisi Budaya Organisasi

Budaya organisasi dapat difenisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku atau disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku pemecahan masalah-masalah organisasinya (Sutrisno, 2011). Robbin dalam Sofiah, 2008 mendefenisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Budaya organisasi adalah seperangkat nilai-nilai, keyakinan, dan sikap utama yang diberlakukan di antara anggota organisasi (Darmawan, 2013). Budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan kebiasaan yang menjadi budaya kerja sumber daya manusia yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati dalam organisasi (Wibowo, 2008). Budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi dasar yang diciptakan dan dianut bersama untuk mengarahkan perilaku organisasional dalam beradaptasi dengan lingkungan luar maupun integrasi internal (Poerwanto, 2008). Budaya organisasi adalah seperangkat atau asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi


(34)

anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal (Mangkunegara, 2005 dalam Sembiring, 2012)

2.1.2. Karakteristik Budaya Organisasi

Karakteristik budaya organisasi berdasarkan defenisi budaya Robbins dan Judge (2007) dalam Sunyoto (2013) terdiri dari :

a. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didorong agar bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.

b. Perhatian pada hal-hal rinci/detail. Sejauh mana karyawan diharapkan karyawan diharapkan menjalankan kecermatan atau precision, analisis dan perhatian pada hal-hal detail.

c. Orientasi hasil. Sejauh mana pihak manajemen lebih fokus pada hasil daripada fokus teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

d. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut terhadap orang-orang yang ada di dalam organisasi.

e. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim daripada individu-individu.

f. Keagresifan atau aggressiveness. Sejauh mana orang bersikap agresif dan komprehensif daripada santai.

g. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan.


(35)

Pendapat Schein (2004) dalam Sembiring (2012) mengemukakan lima dimensi budaya organisasi sebagai berikut :

1. Assumptions about external adaption, meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan adaptasi lingkungan luar organisasi.

2. Assumptions about internal integration adalah semua fakta yang berkaitan dengan integrasi ke dalam organisasi.

3. Assumptions about reality and truth, meliputi segala sesuatu asumsi dasar tentang realitas dan kebenaran.

4. Assumptions about the nature of time and space, meliputi segala sesuatu mengenai sifat waktu dan sifat ruang yang dapat didayagunakan untuk mencapai kinerja anggota dan kinerja organisasi secara keseluruhan.

5. Assumptions about human nature, activity and relationship adalah faktor-faktor budaya yang berhubungan dengan hakikat sifat manusia, sifat aktivitas manusia dan sifat hubungan antar manusia.

Pendapat Sembiring (2012) tentang dimensi atau karakteristik budaya organisasi khususnya pada sektor publik atau birokrasi pemerintah adalah

1. Iman dan taqwa

Terdiri atas : hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa Pencipta Alam Semesta, menjalankan ibadah secara teratur, kesetiaan, saling menghormati, saling menolong, kejujuran, keadilan, netralitas, dan keteladanan yang baik di dalam dan di luar organisasi. Menurut Wahab (2011), organisasi agama dan kebatinan, merupakan contoh organisasi yang mempunyai budaya yang kuat dan selalu ada tingkat perasaan


(36)

bersama dan intensitas dan komunikasi melalui tingkat hierarki, dan menghindarkan resiko.

2. Profesionalisme

Terdiri atas : akuntabel, tranparansi, kedisiplinan, kemauan dan kemampuan integrasi internal dan adaptasi eksternal, efektif dan efisien, peningkatan kualitas terus menerus, dinamika, penegakan hukum dan visioner.

3. Orientasi masyarakat

Terdiri atas : pelayanan, pengaturan, pemberdayaan, ketanggapan keluhan, kesejahteraan, aspirasi, partisipasi, penghargaan, pengawasan, dan sanksi hukuman.

4. Orientasi kinerja

Terdiri atas : kerja keras, SOP, kuantitas, kualitas, sumber daya, tim kerja, kinerja tim, evaluasi dan pelaporan kinerja organisasi sektor publik.

5. Orientasi kesejahteraan pegawai

Terdiri atas : jaminan atas resiko pekerjaan, kompensasi, keseimbangan, pengembangan, dan jaminan pensiun.

2.1.3. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2006) dalam Sembiring (2012) yaitu menetapkan tapal batas artinya budaya organisasi menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lain, budaya memberikan rasa identitas organisasi ke anggota-anggota organisasi, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada


(37)

sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang, budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial atau mempersatukan anggota organisasi.

Schein mengemukakan fungsi budaya organisasi dalam tiga fase yaitu fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi, fase pertengahan hidup organisasi sebagai penyelamat krisis identitas dan membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan budaya organisasi, fase dewasa sebagai penghambat dalam berinovasi karena berorientasi pada kebesaran dan kemapanan masa lalu dan menjadi sumber nilai untuk berpuas diri.

2.2. Manajemen Konflik 2.2.1. Defenisi Konflik

Thomas (1992 dalam Robbins, 2003) mendefenisikan konflik merupakan proses yang bermula ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif. Marquis dan Huston (1998 dalam Asmuji, 2012) mengatakan konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dua orang atau lebih. Sedangkan menurut Handoko (1999 dalam Asmuji, 2012) konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua pihak atau lebih.

Menurut Ross yang dikutip Sumaryanto (2010) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau


(38)

tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.

2.2.2. Perubahan Pandangan tentang Konflik

Robbins dan Judge dalam Wibowo (2013) juga membedakan perkembangan pandangan tersebut dalam tiga kategori :

1. The traditional view of conflict.

Merupakan keyakinan bahwa semua konflik adalah menyakitkan dan harus dihindari. Konflik dipandang negatif dan didiskusikan dengan terminologi seperti kekerasan, perusakan, dan tidak rasional. Konflik bersifat disfungsional sebagai hasil dari buruknya komunikasi, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan di antara orang, dan kegagalan manajer merespon pada kebutuhan dan aspirasi pekerja. 2. The interaction view of conflict.

Merupakan keyakinan bahwa konflik tidak hanya merupakan kekuatan positif dalam kelompok, tetapi juga kebutuhan mutlak bagi kelompok untuk berkinerja secara efektif. Menurut pandangan ini tingkat konflik minimal dapat membantu kelompok bergairah, melakukan kritik diri, dan kreatif. Menurut pandangan

interactionist tidak semua konflik baik. Functional conflict yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja merupakan bentuk konflik yang konstruktif. Sedang konflik yang mengganggu kinerja kelompok bersifat destruktif dan dinamakan dysfunctional conflict.


(39)

3. Resolution focused view of conflict.

Merupakan pandangan bahwa konflik mungkin tidak dapat dihindarkan dikebanyakan organisasi dan lebih memfokus pada penyelesaian konflik produktif. Pandangan ini menemukan metode konstruktif untuk menyelesaikan konflik secara produktif sehingga pengaruh yang mengganggu dapat diminimalkan.

2.2.3. Sumber Konflik

Munculnya konflik dalam organisasi pelayanan tidak terlepas dari penyebab atau sumber konflik. Manajer harus mampu mengenali sumber konflik sehingga pemecahan masalah dapat dilakukan secara efektif. Sumber konflik dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Variabel komunikasi

Penyampaian informasi yang tidak jelas akibat kesalahan semantik, saluran informasi yang terganggu, dan kemampuan komunikasi menerima pesan dapat menyebabkan kesalahpahaman yang menjadi potensi konflik.

2. Variabel struktur

Konflik yang didasarkan atas variabel struktur adalah konflik yang terjadi antara bagian satu dan bagian yang lain, bukan didasarkan atas konflik pribadi. Menurut Robbins (2003 dalam Asmuji, 2012) struktur yang digunakan dalam konteks ini mencakup variabel ukuran kelompok, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan ke anggota kelompok, kecocokan anggota, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar-kelompok.


(40)

Semakin besar ukuran kelompok, semakin besar pula potensi konflik. Hal tersebut disebabkan semakin besar kelompok, semakin banyak ide dan kemauan sehingga semakin sulit untuk disatukan. Kelompok muda mempunyai potensi konflik lebih besar dibandingkan kelompok tua karena kelompok muda lebih idealis dan lebih menyukai tantangan. Ketidakjelasan peran dan tanggung jawab juga meningkatkan konflik dalam organisasi.

Gaya kepemimpinan menentukan pula timbulnya konflik. Gaya kepemimpinan tertutup dan pengamatan ketat secara terus-menerus dapat meningkatkan potensi konflik. Akan tetapi, gaya kepemimpinan yang terlalu mengandalkan partisipasi juga dapat merangsang konflik.

Ketidakadilan dalam sistem imbalan meningkatkan potensi konflik. Kelompok yang sangat tergantung dengan kelompok lain (tidak saling tergantung) merangsang timbulnya konflik.

3. Variabel pribadi

Sistem nilai dan karakteristik yang dimiliki setiap individu dapat menyebabkan timbulnya perbedaan antar-individu yang secara nyata dapat menyebabkan timbulnya konflik.


(41)

2.2.4. Jenis Konflik

Menurut Asmuji (2012) konflik dalam kehidupan berorganisasi dibagi menjadi lima jenis sebagai berikut.

1. Dalam diri individu (intrapersonal)

Konflik yang terjadi dalam diri individu dapat terjadi karena adanya ketidakcocokan antara keinginan dan kenyataan, status pekerjaan yang tidak pasti, ketidakmampuan individu untuk berbuat sesuai tanggung jawabnya, dan lain-lain. 2. Antara individu dan individu (interpersonal)

Kesalahpahaman, pertentangan dan perbedaan pendapat antar-individu dapat menyebabkan konflik.

3. Antara individu dan kelompok

Konflik ini dapat terjadi jika ketidakcocokan atau pertentangan antara keinginan individu dan kelompok. Individu melanggar kesepakatan kelompok juga dapat menyebabkan konflik.

4. Antara kelompok dan kelompok

Konflik ini dapat terjadi karena kesalahpahaman, pertentangan dan juga perbedaan pendapat antar-kelompok.

5. Antara organisasi dan organisasi

Konflik ini dapat ditimbulkan karena adanya persaingan terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh organisasi. Dengan adanya konflik ini, akan berdampak ke arah pengembangan produk yang dihasilkan. Organisasi akan bersaing untuk menghasilkan produk yang berkualitas, efisien dan terjangkau.


(42)

2.2.5. Proses Konflik

Proses konflik dalam Asmuji (2012) terdiri dari lima tahap berikut. 1. Tahap I : Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan

Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan munculnya konflik. Pada tahap ini, kondisi yang memengaruhi timbulnya konflik adalah variabel komunikasi, struktur, dan variabel individu. Variabel-variabel tersebut mendorong terjadinya konflik.

2. Tahap II : Kognisi dan Personalisasi

Tahap kedua merupakan wujud adanya oposisi dan ketidakcocokan pada kondisi anteseden. Pada tahap ini, terdapat dua macam konflik, yaitu konflik yang dipersepsikan dan konflik yang dirasakan. Kesadaran individu diperlukan untuk dapat memersepsikan adanya konflik.

3. Tahap III : Menentukan Maksud

Maksud (keinginan, niat) merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu guna menangani konflik yang dirasakan. Penanganan konflik yang dirasakan dan sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya dapat dilakukan dengan cara bersaing, kerja sama, berkompromi, menghindar, atau mengakomodasi. 4. Tahap IV : Perilaku

Tahap ini merupakan upaya-upaya nyata dari individu-individu yang mengalami konflik. Upaya ini dapat berupa pernyataan, tindakan, atau juga reaksi terhadap terjadinya konflik.


(43)

5. Tahap V : Hasil

Tahap ini menghasilkan konsekuensi yang telah dibuat oleh pihak yang terlibat konflik. Hasil yang diperoleh dapat bersifat fungsional (meningkatkan kinerja) atau disfungsional (merintangi kinerja kelompok).

2.2.6. Gaya Manajemen Konflik

Menurut Hendricks (2008) bahwa ada 5 (lima) gaya manajemen konflik yang dapat dilakukan untuk menangani konflik yaitu

1. Gaya penyelesaian konflik dengan mempersatukan (integrating)

Individu yang memilih gaya ini tukar menukar informasi. Di sini ada keinginan untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterima semua kelompok. Penyelesaian konflik dengan cara mempersatukan (integrating) mendorong tumbuhnya creative thingking (berpikir kreatif). Mengembangkan alternatif adalah salah satu kekuatan gaya integrating. Penyelesaian konflik dengan model mempersatukan menekankan diri sendiri dan orang lain dalam mensintesiskan informasi dari perspektif yang divergen (berbeda). Namun demikian, penyelesaian konflik gaya ini menjadi tidak efektif bila kelompok yang yang berselisih kurang memiliki komitmen atau bila waktu menjadi sesuatu yang sangat penting, karena penyelesaian konflik dengan cara mempersatukan itu membutuhkan waktu yang panjang. Penyelesaian cara ini juga dapat menjadi penyelesaian yang menimbulkan frustasi terutama dalam konflik tingkat tinggi karena penalaran dan pertimbangan rasional seringkali dikalahkan oleh komitmen emosional untuk suatu posisi.


(44)

2. Gaya penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu (obliging)

Kerelaan membantu menempatkan nilai yang tinggi untuk orang lain sementara dirinya sendiri dinilai rendah. Gaya ini mungkin mencerminkan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Gaya ini dapat juga dipakai sebagai strategi yang sengaja digunakan untuk mengangkat atau menghargai orang lain, membuat mereka merasa lebih baik dan senang terhadap suatu isu. Penggunaan gaya penyelesaian konflik “rela membantu orang lain” (obliging) dengan menaikkan status pihak lain adalah bermanfaat, terutama jika peran individu dalam organisasi secara politis tidak berada dalam posisi yang membahayakan.

Strategi rela membantu berperan dalam menyempitkan perbedaan antar kelompok dan mendorong mereka untuk mencari kesamaan dasar. Perhatian tinggi kepada orang lain menyebabkan seorang individu merasa puas dan merasa keinginannya terpenuhi oleh pihak lain, kadang-kadang mengorbakan sesuatu yang penting untuk dirinya sendiri. Gaya penyelesaian konflik “rela membantu orang lain”, bila digunakan secara efektif, dapat mengawetkan dan melanggengkan hubungan. Gaya ini dengan tidak disadari, dapat dengan cepat membuat orang untuk rela mengalah misalnya ungkapan yang bernada mengalah “tidak usah menunggu saya”. Dengan menggunakan gaya rela membantu, individu dapat menerima kekuasaan orang lain, luangkan waktu untuk memperkirakan situasi dan menyurvei kemungkinan-kemungkinan.


(45)

3. Gaya penyelesaian konflik dengan mendominasi (dominating)

Gaya ini tekanannya pada diri sendiri. Dimana kewajiban bisa diabaikan oleh keinginan pribadi, gaya mendominasi ini meremehkan kepentingan orang lain. Gaya ini adalah strategi yang efektif bila suatu keputusan yang cepat dibutuhkan atau jika persoalan tersebut kurang penting.

Strategi ini dapat menjadi reaksioner, yang digerakkan oleh mekanisme mempertahankan diri. Gaya ini tercermin dalam sebuah penyerangan untuk menang yang diekspresikan melalui falsafah “lebih baik menembak daripada ditembak”. Bila isu itu penting, gaya individu mendominasi akan memaksa orang lain untuk menaruh perhatian pada seperangkat kebutuhan spesifik.

Gaya mendominasi sangat membantu jika individu kurang pengetahuan atau keahlian tentang isu yang menjadi konflik. Ketidakmampuan untuk menyediakan tenaga ahli yang memberikan nasihat atau yang dengan tegas menyampaikan isu inilah pangkal gaya mendominasi. Gaya mendominasi juga paling banyak diasosiasikan dengan gertakan dan “hardball tactic” dari pialang kekuasaan.

Strategi penyelesaian konflik dengan gaya mendominasi paling baik dipakai bila dalam keadaan terpaksa. Dipergunakan sepanjang individu merasa memiliki hak dan sesuai dengan pertimbangan hati nurani individu.

4. Gaya penyelesaian konflik dengan menghindar (avoiding)

Para penghindar tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri atau orang lain. Gaya ini adalah gaya menghindar dari persoalan. Aspek negatif gaya menghindar termasuk diantaranya menghindar dari tanggungjawab atau mengelak dari suatu


(46)

isu. Bila suatu isu tidak penting, tindakan menangguhkan dibolehkan untuk mendinginkan konflik – inilah penggunaan gaya penyelesaian konflik menghindar yang paling efektif. Gaya ini juga efektif bila waktu memang dibutuhkan. Di lain pihak, gaya ini dapat membuat frustasi orang lain karena penyelesaian konflik demikian lambat. Rasa kecemasan biasanya berpangkal dari gaya penyelesaian konflik dengan menghindar, dan konflik cenderung meledak bila gaya ini dipakai. 5. Gaya penyelesaian konflik dengan kompromis (compromising)

Dalam gaya ini perhatian pada diri sendiri maupun pada orang lain berada dalam tingkat sedang. Ini adalah orientasi jalan tengah. Dalam kompromi, setiap orang memiliki sesuatu untuk diberikan dan menerima sesuatu. Kompromi akan menjadi salah bila salah satu sisi itu salah. Tapi kompromi akan menjadi kuat bila kedua sisi adalah benar.

Kompromi adalah paling efektif sebagai alat bila isu kompleks atau bila ada keseimbangan kekuatan. Kompromi dapat menjadi pilihan bila metode lain gagal dan dua kelompok mencari penyelesaian jalan tengah. Kompromi bisa menjadi pemecah perbedaan atau pertukaran konsesi. Kompromi hampir selalu diarahkan oleh semua kelompok yang berselisih untuk memberikan sesuatu untuk mendapatkan jalan keluar atau pemecahan.


(47)

2.3. Kepuasan Kerja

2.3.1. Defenisi Kepuasan Kerja

Menurut Handoko dalam Darmawan (2013), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan ketika karyawan memandang pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Darmawan, kepuasan kerja adalah suatu tanggapan secara kognisi dan afeksi dari seorang karyawan terhadap hasil pekerjaan atau kondisi-kondisi lain yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti gaji, lingkungan kerja, rekan kerja, dan atasan.

2.3.2. Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Burt yang dikutip Sunyoto (2013) yakni 1) faktor hubungan antar karyawan (hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisik dan lingkungan kerja, sugesti dari teman sekerja); 2) faktor individual, hubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaan, usia dan jenis kelamin; 3) faktor keadaan keluarga karyawan; 4) rekreasi, meliputi pendidikan.

Menurut Ghiselli dan Brown yang dikutip Sunyoto (2013), faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yakni : 1) kedudukan, orang beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada yang berkedudukan lebih rendah; 2) pangkat, pada pekerjaan yang mendasar pada perbedaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Jika ada kenaikan upah, maka ada yang beranggapan sebagai kenaikan pangkat; 3) umur, dirasakan adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan


(48)

umur karyawan. Umur 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah umur yang biasa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaannya; 4) mutu pengawasan, kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan dan hubungan yang lebih baik dari pimpinan dan bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang terpenting dari organisasi kerja tersebut.

Pendapat Robbins (2001) dalam Darmawan (2013), bahwa seseorang tidak hanya sekedar melakukan pekerjaan, tetapi juga berhubungan dengan setiap aspek lain seperti interaksi dengan rekan sekerja, atasan, kebijakan organisasi, dan lingkungan kerja tertentu yang memungkinkan untuk tidak sesuai atau sesuai dengan dirinya. Pendapat tersebut menunjukkan kepuasan kerja seseorang dipengaruhi banyak faktor, tidak hanya dinilai dari gaji saja, namun juga berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri serta faktor lainnya seperti hubungan dengan atasan dan rekan sekerja (manajemen konflik) dan aturan-aturan (budaya organisasi).

2.3.3. Kategori Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja dapat mempunyai beberapa bentuk atau kategori. Colquitt, Lepine, Wesson (2011) dalam Wibowo (2013) mengemukakan adanya beberapa kategori kepuasan kerja.

1. Pay Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang bayaran mereka, termasuk apakah sebanyak yang mereka berhak mendapatkannya, diperoleh dengan aman dan kemewahan.


(49)

2. Promotion Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang kebijakan promosi perusahaan dan pelaksanaannya, termasuk apakah promosi sering diberikan, dilakukan dengan jujur, dan berdasar pada kemampuan.

3. Supervision Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang atasan mereka, termasuk apakah atasan mereka kompeten, sopan dan komunikator yang baik, dan bukannya bersifat malas, mengganggu, dan menjaga jarak.

4. Coworker Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang teman sekerja mereka, termasuk apakah rekan sekerja mereka cerdas, bertanggung jawab, membantu, menyenangkan, dan menarik. Pekerja mengharapkan rekan sekerjanya membantu dalam pekerjaan. Hal ini penting karena kebanyakan dalam batas tertentu mengandalkan pada rekan sekerja dalam menjalankan tugas pekerjaan.

5. Satisfaction with the work itself

Mencerminkan perasaan pekerja tentang tugas pekerjaan mereka sebenarnya, termasuk apabila tugasnya menantang, menarik, dihormati, dan memanfaatkan keterampilan penting daripada sifat pekerjaan yang menjemukan, berulang-ulang dan tidak nyaman.


(50)

6. Altruism

Altruism merupakan sifat suka membantu orang lain dan menjadi penyebab moral. Sifat ini antara lain ditunjukkan oleh kesediaan orang untuk membantu rekan sekerja ketika sedang menghadapi banyak tugas.

7. Status

Status menyangkut prestise, mempunyai kekuasaan atas orang lain, atau merasa memiliki popularitas.

8. Environment

Lingkungan menunjukkan perasaan nyaman dan aman. Lingkungan kerja yang baik dapat menciptakan quality of worklife di tempat pekerjaan.

2.3.4. Mengukur Kepuasan Kerja

Komponen atau unsur yang dapat dipergunakan untuk mengukur kepuasan kerja.

1. Pandangan Colquitt, Lepine, dan Wesson

Colquitt, Lepine, dan Wesson melihat adanya dua unsur yang terkandung dalam kepuasan kerja, yaitu Value Fulfillment atau pemenuhan nilai dan Satisfaction with the wok itself atau kepuasan atas pekerjaan itu sendiri.

2. Pandangan Kreitner dan Kinicki

Kreitner dan Kinicki memberikan wawasan tentang cara yang dapat dipakai untuk meningkatkan kepuasan kerja pekerja, yaitu need fulfillment/pemenuhan kebutuhan, discrepancies/ketidaksesuaian, value attainment/pencapaian nilai,


(51)

3. Pandangan Schermerhon, Jr., John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn, dan Mary Uhl-Bien

Schermerhon, Jr., John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn, dan Mary Uhl-Bien (2011) dalam Wibowo (2013) mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat diketahui melalui observasi dan interpetasi secara berhati-hati tentang apa yang dikatakan dan dilakukan orang sambil melakukan pekerjaannya. Mereka menyebutnya kompenen kepuasan kerja. Dalam hal ini ada dua model yang disarankan dapat dipergunakan, yaitu The Minnesota Satisfaction Quesitionaire dan Job Descriptive Index.

The Minnesota Satisfaction Quesitionaire (MSQ) mengukur kepuasan antara lain dengan (a) working condition, kondisi kerja, (b) chances for advancement, kesempatan untuk maju, (c) freedom to use one’s own judgement, kebebasan untuk mempergunakan pertimbangannya sendiri, (d) praise for doing a good job, memuji karena telah melakukan pekerjaan baik, dan (e) feelings of accomplishment, perasaan atas penyelesaian.

Sedangkan Job Descriptive Index mengukur kepuasan dari lima segi, yaitu (a)

the work itself, pekerjaan itu sendiri, (b) quality of supervision, kualitas pengawasan, (c) relationship with co-workers, hubungan dengan rekan sekerja, (d) promotion opportunities, peluang promosi, (e) pay, bayaran.


(52)

2.3.5. Dampak Ketidakpuasan Kerja

Dampak dari ketidakpuasan pekerja dituangkan dalam model teoritik dinamakan EVLN-Model oleh Robbins dan Judge (2011) dalam Wibowo (2013), yang terdiri dari exit, voice, loyality, dan neglect. Kerangka tanggapan pekerja terhadap ketidakpuasan kerja tersebut dibedakan dalam dua dimensi : konstruktif/distruktif dan aktif/pasif, sebagaimana digambarkan di bawah ini.

Active

Destructive Contructive

Passive

Gambar 2.1. Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja

1. Exit. Respon exit merupakan perilaku langsung dengan meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.

2. Voice. Respon voice termasuk aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menganjurkan perbaikan, mendiskusikan persoalan dengan atasan, dan melakukan beberapa bentuk aktivitas perserikatan.

3. Loyality. Respon loyality berarti secara positif, tetapi secara optimistik menunggu kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi menghadapi kritikan eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya melakukan sesuatu yang benar.

EXIT VOICE


(53)

4. Neglect. Respon neglect secara pasif memungkinkan kondisi memburuk dan termasuk kemangkiran secara kronis atau keterlambatan, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.

2.3.6. Petugas Rawat Inap

Petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan terdiri dari perawat dan bidan. Berdasarkan Lokakarya Nasional pada Bulan Januari 1983 di Jakarta, telah disepakati pengertian keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Asmuji, 2012).

Ciri dari praktek pelayanan professional secara umum adalah memiliki otonomi, bertanggung jawab dan bertanggung gugat (accountability) menggunakan metode ilmiah berdasarkan standar praktek dan kode etik profesi dan memiliki aspek legal (Depkes RI, 2004).

Menurut Henderson dalam Nurjannah (2010), indikator kinerja perawat dapat dilihat dari pelaksanaan standar asuhan keperawatan yang merupakan pemberdayaan proses keperawatan meliputi : 1) Pengkajian perawatan : data dianamnesa, untuk menegakkan diagnosa keperawatan, 2) Diagnosa keperawatan : respon pasien yang dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien, 3) Perencanaan keperawatan : disusun sebelum melaksanakan tindakan, 4) Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan : ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien dipenuhi secara


(54)

maksimal, 5) Evaluasi keperawatan : dilakukan secara periodik dari semua tindakan dan rencana tindakan yang terlaksana.

2.4. Landasan Teori

Budaya memiliki arti penting dalam organisasi. Menurut Poerwanto (2008) budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi dasar yang diciptakan dan dianut bersama untuk mengarahkan perilaku organisasional dalam beradaptasi dengan lingkungan luar maupun integrasi internal. Temuan Tepeci (2001) mengungkapkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja. Sehubungan dengan kajian mengenai budaya organisasi dalam penelitian ini dilakukan pada pelayanan keperawatan di rumah sakit umum milik pemerintah, maka indikator mengacu pada teori Sembiring (2012) yaitu iman dan taqwa, profesionalisme, orientasi masyarakat, orientasi kinerja, dan orientasi kesejahteraan pegawai.

Faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah manajemen konflik. Proposisi yang diajukan oleh Chuang, Church, dan Zikic (2004) dalam Sopiah (2008), yakni kesesuaian budaya organisasi akan dapat mengurangi terjadinya konflik, baik yang berkaitan dengan pekerjaan maupun yang berkaitan dengan hubungan antarindividu. Penelitian Raditya (2012) menemukan adanya hubungan antara gaya manajemen konflik dengan kepuasan kerja pegawai negeri sipil berupa

obliging dan avoiding untuk para staf fungsinal umum dan tertentu. Menurut Ross yang dikutip Sumaryanto (2010) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan


(55)

perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dalam penelitian ini mengacu pada toeri Hendricks (2008) bahwa gaya penyelesaian konflik ada mempersatukan (integrating), kerelaan untuk membantu (obliging), mendominasi (dominating), menghindar (avoiding), dan kompromis (compromising).

Menurut Handoko (2001), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan dan tidak menyenangkan ketika karyawan memandang pekerjaannya. Pendapat Robbins (2001), bahwa seseorang tidak hanya sekedar melakukan pekerjaan, tetapi juga berhubungan dengan setiap aspek lain seperti interaksi dengan rekan sekerja, atasan, kebijakan organisasi, dan lingkungan kerja tertentu yang memungkinkan untuk tidak sesuai atau sesuai dengan dirinya. Pendapat tersebut menunjukkan kepuasan kerja seseorang dipengaruhi banyak faktor, tidak hanya dinilai dari gaji saja, namun juga berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri serta faktor lainnya seperti hubungan dengan atasan dan rekan sekerja (manajemen konflik) dan aturan-aturan (budaya organisasi). Untuk mengukur kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan, penulis mengacu pada Job Descriptive Index yang dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun 1969 yang dikutip oleh Sopiah (2008) dan disarankan dipakai oleh Schermerhon, Jr., John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn, dan Mary Uhl-Bien (2011) dalam Wibowo (2013).


(56)

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)

Gambar. 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep di atas mengacu pada pendapat Sembiring (2012) mengenai budaya organisasi pemerintah untuk variabel X1yaitu iman dan taqwa, profesionalisme, orientasi masyarakat, orientasi kinerja, dan orientasi kesejahteraan pegawai. Pendapat Hendricks (2008) mengenai gaya manajemen konflik untuk variabel X2yaitu mempersatukan (integrating) kerelaan untuk membantu (obliging), mendominasi (dominating), menghindar (avoiding), dan kompromis (compromising) serta cara pengukuran kepuasan kerja Job Descriptive Index yang dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun 1969 yang dikutip oleh Sopiah (2008) untuk variabel Y.

BUDAYA ORGANISASI

MANAJEMEN KONFLIK

KEPUASAN KERJA


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survei pendekatan explanatory research dengan menggunakan cross-sectional yang bertujuan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa, yaitu menganalisis pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Padangsidimpuan berdasarkan survei pendahuluan belum pernah dilakukan penelitian sejenis, diperoleh data indikator rawat inap yang belum ideal menurut standar nasional yang ditetapkan oleh pemerintah, dan adanya keluhan ketidakpuasan petugas mengenai pekerjaannya. 3.2.2.Waktu Penelitian

Penelitian ini diadakan mulai dari pengumpulan data sampai seminar hasil, yaitu mulai bulan Januari sampai dengan bulan September tahun 2014. Pengambilan data direncanakan pada bulan Juli 2014.


(58)

3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1.Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas rawat inap Pegawai Negeri Sipil (PNS) di RSUD Kota Padangsidimpuan yang berjumlah 108 orang. 3.3.2.Sampel

Besar sampel dihitung menurut rumus Notoatmodjo (2005) sebagai berikut :

2

) (

1 N d

N n

+ =

Keterangan : n : Besar Sampel N : Besar Populasi

d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan Maka besarnya sampel yaitu :

2 ) 1 , 0 ( 108 1 108 + = n

Berdasarkan rumus perhitungan besar sampel di atas maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 51 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik stratified proportional random sampling. Kriteria inklusi pemilihan sampel adalah sebagai berikut :

a. Petugas rawat inap yang sudah bekerja minimal 3 tahun.

b. Bersedia diwawancarai dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik.

RSUD Kota Padangsidimpuan memiliki 10 unit ruang rawat inap, dengan demikian sampel penelitian diambil secara stratified proportional random sampling


(59)

pada masing-masing unit ruang rawat inap. Perincian sampel penelitian pada setiap unit ruang rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan ditetapkan secara proporsional :

Tabel 3.1. Jumlah Populasi dan Sampel Petugas PNS di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan

No Unit Rawat Inap Jumlah Petugas

PNS

Sampel Petugas

PNS

1 Ruang Rawat Umum, THT, Neurologi 10 10/108x51 5

2 Ruang Rawat Anak 13 13/108x51 6

3 Ruang Rawat Penyakit Dalam 11 11/108x 51 5

4 Ruang Rawat Paru 9 9/108x51 4

5 Ruang Rawat Bedah 12 12/108x51 6

6 Ruang Rawat Intensive Care Unit 7 7/108x51 3

7 Ruang Rawat Mata 7 7/108x51 3

8 Ruang Rawat VIP 10 10/108x51 5

9 Ruang Rawat VIP Khusus 10 10/108x51 5

10 Ruang Rawat Kebidanan 19 19/108x51 9

Jumlah 108 51

Sumber :Rekam Medis RSUD Kota Padangsidimpuan, 2014

3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1.Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap responden penelitian. Data sekunder diperoleh dari studi dokumen dan rekam medis dari RSUD Kota Padangsidimpuan serta data-data lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.


(60)

3.4.2.Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji coba sebelum dijadikan alat ukur penelitian yang bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 responden petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan di luar petugas yang akan dipilih sebagai sampel.

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel menggunakan rumus korelasi pearson product moment (r), dengan ketentuan jika nilai corrected correlation atau r-hitung > r-tabel, maka dinyatakan valid. Nilai r-tabel untuk 30 responden yang diuji coba adalah sebesar 0,361. Ketentuan kuesioner valid pada penelitian ini, jika :

a. Nilai r-hitung variabel ≥ 0,361 dikatakan valid b. Nilai r-hitung variabel ≤ 0,361 dikatakan tidak valid


(61)

Hasil uji validitas dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Kuesioner

No. Butir Soal Validitas No.

Butir Soal Validitas Harga r-hitung Harga r-tabel

Keputusan Harga r-hitung

Harga r-tabel

Keputusan

Budaya Organisasi

1. 0,561 0,361 Valid 9. 0,462 0,361 Valid

2. 0,613 0,361 Valid 10. 0,463 0,361 Valid 3. 0,672 0,361 Valid 11. 0,419 0,361 Valid 4. 0,585 0,361 Valid 12. 0,563 0,361 Valid 5. 0,701 0,361 Valid 13. 0,620 0,361 Valid

6. 0,624 0,361 Valid 14. 0,421 0,361 Valid

7. 0,429 0,361 Valid 15. 0,424 0,361 Valid

8. 0,371 0,361 Valid Manajemen Konflik

1. 0,384 0,361 Valid 9. 0,498 0,361 Valid 2. 0,469 0,361 Valid 10. 0,479 0,361 Valid 3. 0,672 0,361 Valid 11. 0,672 0,361 Valid 4. 0,380 0,361 Valid 12. 0,787 0,361 Valid 5. 0,499 0,361 Valid 13. 0,787 0,361 Valid 6. 0,706 0,361 Valid 14. 0,513 0,361 Valid 7. 0,715 0,361 Valid 15. 0,647 0,361 Valid 8. 0,559 0,361 Valid

Kepuasan Kerja

1. 0,441 0,361 Valid 11. 0,685 0,361 Valid 2. 0,373 0,361 Valid 12. 0,424 0,361 Valid 3. 0,685 0,361 Valid 13. 0,406 0,361 Valid 4. 0,781 0,361 Valid 14. 0,664 0,361 Valid 5. 0,488 0,361 Valid 15. 0,780 0,361 Valid 6. 0,628 0,361 Valid 16. 0,616 0,361 Valid 7. 0,495 0,361 Valid 17. 0,427 0,361 Valid 8. 0,753 0,361 Valid 18. 0,632 0,361 Valid 9. 0,630 0,361 Valid 19. 0,528 0,361 Valid 10. 0,616 0,361 Valid 20. 0,488 0,361 Valid

Berdasarkan hasil uji validitas menunjukkan bahwa :

1. Sebanyak 15 butir pernyataan pada variabel budaya organisasi seluruhnya dinyatakan valid karena memiliki nilai hitung lebih besar dari tabel atau r-hitung > r-tabel (0,361). Dengan hasil tersebut bahwa kuesioner variabel budaya organisasi dapat digunakan sebagai data penelitian.


(62)

2. Sebanyak 15 butir pernyataan pada variabel manajemen konflik seluruhnya dinyatakan valid karena memiliki nilai hitung lebih besar dari tabel atau r-hitung > r-tabel (0,361). Dengan hasil tersebut bahwa kuesioner variabel manajemen konflik dapat digunakan sebagai data penelitian.

3. Sebanyak 20 butir pernyataan pada variabel kepuasan kerja seluruhnya dinyatakan valid karena memiliki nilai hitung lebih besar dari tabel atau r-hitung > r-tabel (0,361). Dengan hasil tersebut bahwa kuesioner variabel kepuasan kerja dapat digunakan sebagai data penelitian.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan kehandalan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan jika nilai Cronbach Alpha > r-tabel, maka dinyatakan reliabel.

Hasil uji reliabilitas data variabel penelitian menunjukkan hasil sebagai berikut :

Tabel 3.3. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Variabel Cronbach’s Alpha

Hitung

Cronbach’s Alpha Tabel

Keputusan Budaya Organisasi 0,871 0,600 Reliabel Manajemen Konflik 0,896 0,600 Reliabel


(63)

Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas data penelitian bahwa seluruh variabel penelitian yang diuji dinyatakan reliabel karena nilai Cronbach Alpha setiap variabel yang diteliti lebih besar dari 0,600 (Cronbach Alpha > 0,600).

1. Nilai uji reliabilitas variabel budaya organisasi yaitu 0,871 > 0,600 sehingga dinyatakan reliabel.

2. Nilai uji reliabilitas variabel manajemen konflik yaitu 0,896 > 0,600 sehingga dinyatakan reliabel.

3. Nilai uji reliabilitas variabel kepuasan kerja yaitu 0,916 > 0,600 sehingga dinyatakan reliabel.

3.5.Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel dependen dan variabel independen. Adapun defenisi operasional dari variabel penelitian ini adalah :

3.5.1.Variabel Dependen

Kepuasan kerja adalah keadaan emosional petugas yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam memandang pekerjaannya, meliputi hubungan dengan atasan, rekan sekerja, kebijakan organisasi dan lingkungan kerja. Cara pengukuran kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan mengacu pada Job Descriptive Index yang dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun 1969 yang dikutip oleh Sopiah (2008).


(64)

3.5.2.Variabel Independen

Budaya organisasi adalah nilai dan norma yang berlaku di RSUD Kota Padangsidimpuan dan dianut secara bersama-sama yang merupakan faktor penting penentu keberhasilan tujuan organisasi, meliputi iman dan taqwa, profesionalisme, orientasi masyarakat, orientasi kinerja, dan orientasi kesejahteraan pegawai.

Manajemen konflik adalah suatu langkah-langkah yang diambil dalam mengelola konflik yang ada di RSUD Kota Padangsidimpuan, meliputi mempersatukan (integrating), kerelaan untuk membantu (obliging), mendominasi (dominating), menghindar (avoiding), dan kompromis (compromising).

3.6.Metode Pengukuran

Metode pengukuran terhadap variabel independen dan variabel dependen adalah sebagai berikut :

3.6.1. Variabel Independen 1) Budaya Organisasi

Untuk mengukur budaya organisasi menurut petugas rawat inap, diukur dari item pertanyaan yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan menggunakan skala Likert berupa 5 pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (skor 5), Setuju (skor 4), Ragu-ragu (skor 3), Tidak Setuju (skor 2), Sangat Tidak Setuju (skor 1). Skor terendah adalah 15 (15x1), dan skor tertinggi adalah 75 (15x5), sehingga rentang skor adalah 15-75. Untuk mengukur interval atau panjang kelas adalah sebagai berikut:

Interval (I) = nilai tertinggi – nilai terendah banyak kategori


(65)

I = 75 -15 2 I = 60 = 30 2

Berdasarkan rentang tersebut budaya organisasi diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu:

- Baik, jika nilai atau skor diperoleh 46-75 - Tidak baik, jika nilai atau skor diperoleh 15-45 2) Manajemen Konflik

Untuk mengukur manajemen konflik menurut responden diukur dari item pertanyaan yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan menggunakan skala Likert berupa 5 pilhan jawaban, yaitu Sangat Setuju (skor 5), Setuju (skor 4), Ragu-ragu (skor 3), Tidak Setuju (skor 2), Sangat Tidak Setuju (skor 1). Skor terendah adalah 15 (15x1), dan skor tertinggi adalah 75 (15x5), sehingga rentang skor adalah 15-75. Untuk mengukur interval atau panjang kelas adalah sebagai berikut:

Interval (I) = nilai tertinggi – nilai terendah banyak kategori

I = 75 -15 2 I = 60 = 30 2

Berdasarkan rentang tersebut manajemen konflik diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu:

- Baik, jika nilai atau skor diperoleh 46-75 - Tidak baik, jika nilai atau skor diperoleh 15-45


(66)

3.6.2. Variabel Dependen

Untuk mengukur kepuasan kerja petugas rawat inap, diukur dari item pertanyaan yang terdiri dari 20 pertanyaan dengan menggunakan skala Likert berupa 5 pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (skor 5), Setuju (skor 4), Kurang Setuju (skor 3), Tidak Setuju (skor 2), Sangat Tidak Setuju (skor 1). Skor terendah adalah 20 (20x1), dan skor tertinggi adalah 100 (20x5), sehingga rentang skor adalah 20-100. Untuk mengukur interval atau panjang kelas adalah sebagai berikut:

Interval (I) = nilai tertinggi – nilai terendah banyak kategori

I = 100 -20 2 I = 80 = 40 2

Berdasarkan rentang tersebut kepuasan kerja diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu:

- Puas, jika nilai atau skor diperoleh 61-100 - Tidak puas, jika nilai atau skor diperoleh 20-60


(1)

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases

Included in Analysis 51 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 51 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 51 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

TIDAK PUAS 0


(2)

Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b,c

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients Constant Step

0

1 70.681 .039

2 70.681 .039

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 70.681

c. Estimation terminated at iteration number 2 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

KEPUASANKERJA Percentage Correct TIDAK PUAS PUAS

Step 0 KEPUASANKERJA TIDAK PUAS 0 25 .0

PUAS 0 26 100.0

Overall Percentage 51.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500


(3)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .039 .280 .020 1 .889 1.040

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables BUDAYAORGANISASI 24.126 1 .000

MANAJEMENKONFLIK 7.689 1 .006


(4)

Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant BUDAYAORGANISASI MANAJEMENKONFLIK

Step 1 1 40.273 -2.112 2.557 1.121

2 37.695 -3.138 3.368 1.909

3 37.474 -3.547 3.689 2.233

4 37.471 -3.597 3.731 2.274

5 37.471 -3.598 3.732 2.275

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 70.681

d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 33.211 2 .000

Block 33.211 2 .000

Model 33.211 2 .000


(5)

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 37.471a .479 .638

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 2.970 2 .226

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

KEPUASANKERJA = TIDAK PUAS KEPUASANKERJA = PUAS Total Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 9 9.733 1 .267 10

2 11 10.267 2 2.733 13

3 4 3.267 3 3.733 7


(6)

Classification Tablea

Observed

Predicted

KEPUASANKERJA Percentage Correct TIDAK PUAS PUAS

Ste p 1

KEPUASANKERJA TIDAK PUAS 20 5 80.0

PUAS 3 23 88.5

Overall Percentage 84.3

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Ste

p 1a

BUDAYAORGANISASI 3.732 .936 15.895 1 .000 41.743 MANAJEMENKONFLIK 2.275 .970 5.500 1 .019 9.724

Constant -3.598 1.079 11.128 1 .001 .027

a. Variable(s) entered on step 1: BUDAYAORGANISASI, MANAJEMENKONFLIK.


Dokumen yang terkait

Pengembangan Sistem Registrasi Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan

3 132 86

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Kota Pekanbaru Tahun 2016

3 10 138

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Kota Pekanbaru Tahun 2016

0 0 18

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Kota Pekanbaru Tahun 2016

0 0 2

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Kota Pekanbaru Tahun 2016

0 0 9

Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 54

Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budaya Organisasi 2.1.1. Defenisi Budaya Organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 12

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PETUGAS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2014 TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program

0 0 18