Pengertian Sejarah Pendidikan Islam

PENDIDIKAN PADA MASA AWAL ISLAM

MAKALAH
Diajukan Untuk Bahan Seminar
Mata Kuliah : Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu
: Prof. Dr. H. Sutrisno, M.A
Dr. Sopiah, M.Ag

Disusun oleh:
KUDUNG ISNAINI
2052113023

PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN PEKALONGAN
TAHUN 2013

PENDIDIKAN PADA MASA AWAL ISLAM
I. PENDAHULUAN
Berbicara mengenai masa atau waktu tidak bisa lepas dari membicarakan

mengenai sejarah. Dalam bahasa Arab sejarah disebut dengan “tarikh” yang
berarti “masa atau waktu”. Dalam bahasa Inggris sejarah dikenal dengan
sebutan “History” yang berarti uraian secara tertib tentang kejadian-kejadian
masa lampau.1 Dalam kamus-kamus bahasa Inggris dijelaskan bahwa sejarah
adalah “peristiwa-peristiwa masa lampau”. Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) arti sejarah adalah asal-usul (keturunan) silsilah; atau
kejadian dan peristiwa yg benar-benar terjadi pada masa lampau.2
Secara terminologi sejarah dapat diartikan sebagai sejumlah keadaan dan
peristiwa yang terjadi di masa lampau dan benar-benar terjadi pada diri individu
dan masyarakat sebagaimana benar-benar terjadi pada kenyataan-kenyataan
alam dan manusia.3 Sedangkan pengertian yang lain sejarah juga mencakup
perjalanan hidup manusia dalam mengisi perkembangan dunia dari masa ke
masa karena sejarah mempunyai arti dan bernilai sehingga manusia dapat
membuat sejarah sendiri dan sejarah pun membentuk manusia.4
Pokok persoalan sejarah sarat dengan pengalaman-pengalaman penting
yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan masyarakat. Menurut
Sayid Quthub “Sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran
peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan
tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam
waktu dan tempat”.5

Melihat tentang sejarah, pendidikan Islam yang ada saat sekarang ini,
tidak akan bisa lepas dari awal pendidikan Islam itu berdiri atau terbentuk.
Lantas sejak kapan pendidikan Islam itu mulai terbentuk dan siapa yang
1

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1995), hlm. 7
2
http://kbbi.web.id/
3
Hasbullah., hlm. 1
4
Departemen Agama, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Departemen Agama RI), 2005, hlm. 1
5
Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara Jakarta, 1997), hlm. 2

1

memulainya. Dari sini pembahasan akan dimulai dengan lebih dahulu mengenal

arti dari pendidikan Islam, untuk selanjutnya dapat kita telusuri lebih lanjut
pendidikan pada awal Islam dan ruang lingkup yang mempengaruhinya serta
bagaimana perkembangan pendidikan Islam serta lembaga-lembaga yang
digunakan pada masa awal pendidikan Islam atau pada saat periode Rasulullah
saw., sehingga kita bisa mengambil manfaatnya setelah mempelajari sejarah
pendidikan pada awal Islam.
II. PEMBAHASAN
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan
berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di
permukaan bumi.6 Adam, sebagai manusia pertama dimuka bumi ini sekaligus
sebagai seorang rasul Allah, telah merintis dan memancangkan tonggak
budaya awal di bidang tarbiyah, ta’lim dan ta’dib langsung dengan petunjuk
Allah swt. Yang kemudian diteruskan oleh para Nabi dan rasul setelahnya
seperti Nuh a.s. yang telah meluruskan kembali penyimpangan-penyimpangan
pelaksanaan tugas kekhalifahan manusia. Begitu pula Ibrahim a.s. dengan
karya besarnya membangun sebuah Ka’bah yang pertama di Makkah,7 serta
Nabi dan rasul Allah yang lain berdasarkan petunjuk yang telah diberikan oleh
Allah swt.
Pendidikan adalah sesuatu yang essensial bagi umat manusia. Dengan
pendidikan manusia bisa belajar menghadapi alam untuk mempertahankan

kehidupannya. Karena pentingnya pendidikan Islam menempatkan pendidikan
pada kedudukan yang paling tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam Al-Quran
dalam surat Ad-Dzariyat ayat 1-5. Dalam surat ini disebutkan bahwa manusia
diberi tujuan akhir sebagai “Kholifah Allah”.8 Dan tugas tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik oleh manusia melalui pendidikan.

6

Ibid., hlm. 9
Ibid., hlm. 10-11
8
Ainurrofi’ah (FAI) Unipdu, “Kedudukan pendidikan dalam Islam”, dalam
http://ainurrofiahfaiunipdu.blogspot.com/2010/06/pendidikan-islam-dan-sejarahnya-dimasa.html, (Upload, Sabtu, 12 Juni 2010; 00.37 di unduh Selasa, 24 September 2013; 09:34 Wib)
7

2

Namun demikian, telah diketahui bahwa Allah menurunkan ajaran
Islam kepada umat manusia melalui proses yang sangat panjang, melalui
serangkaian


urutan

rasul-rasul

yang

di

utus

oleh

Allah

untuk

menyempurnakan dan meluruskan kembali ajaran Islam yang telah
diselewengkan atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan
budaya manusia. Muhammad saw. sebagai rasul terakhir dengan Islam sebagai

agama dan al-Qur’an sebagai kitab sucinya telah menjadi penyempurna dan
pelengkap bagi kebutuhan perkembangan dan budaya manusia hingga sampai
akhir zaman nanti.9
Dari sini pendidikan Islam dimulai, dengan Nabi Muhammad saw
sendiri sebagai guru besarnya dan Allah swt sebagai pembimbing Nabi
Muhammad saw dalam menjalankan misi pendidikan yang telah ditugaskan
oleh Allah swt.
1. Awal Pendidikan Islam
Menjelang pertengahan abad keenam sesudah masehi, dunia Arab
pada saat itu berada dalam keadaan gelap dan parah dengan takhayul yang
merusak kehidupan spiritual manusia. Keserakahan dan tirani telah
menjarah kesejahteraan moralnya, dan penindasan telah melumpuhkan
mayoritas penduduknya.10 Agama mereka, yang sebenarnya merupakan
monoteisme paling murni, yakni agama Nabi Ibrahim a.s. telah
diselewengkan oleh generasi demi generasi yang bekerja-sama dengan
bangsa lain. Ketika manusia melupakan sumber mulia kehidupan batinnya
dan secara tamak sibuk dengan dunia dan kemegahannya, seorang rasul
diutus oleh Allah untuk menunjukkan kepada jalan yang telah
dilupakannya, dan memperingatkan mereka akan ajaran yang telah
dilalaikan atau diabaikannya.11

Dalam sejarah Islam, kerasulan Nabi Muhammad saw secara resmi
ditandai dengan turunnya wahyu yang pertama yaitu Q.S. al-‘Alaq: 1-5
9

Opcit., Zuhairini, dkk. hlm. 12
Tahia al-Ismail, Tarikh Muhammad Teladan Perilaku Ummat, diterjemahkan oleh A.
Nashir Budiman, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 1
11
Ibid., hlm. 2
10

3

kepada Nabi Muhammad saw, dan Khadijah (istri beliau) menjadi orang
pertama yang mengimani kenabian beliau, atau yang pertama kali masuk
Islam. Dari sinilah awal pendidikan Islam dimulai. Kemudian Nabi
Muhammad saw diutus Allah swt untuk mendakwahkan Islam kepada
manusia. Perintah ini mengisyaratkan konsep-konsep aqidah yang
manafikan eksistensi tubuh-tubuh yang disembah oleh masyarakat Arab
(Makkah) pada waktu itu. Dan selanjutnya berganti menjadi aqidah Islam,

yang mengakui Tuhan itu satu, atau ajaran tauhid.12
Turunnya ayat pertama kepada Rasulullah merupakan pertanda
bangkitnya suatu peradaban baru di atas permukaan bumi ini. Dimana
pada ayat pertama pada surat tersebut menyuruh manusia untuk membaca
(‫)اقراء‬. Di satu pihak “membaca” melibatkan proses mental yang tinggi,
melibatkan proses pengenalan (cognition), ingatan (memory) pengamatan
(perception), pengucapan (verbalzation), pemikiran (reasoning), daya
kreasi (creativity) di samping proses fisiologi.13 Disamping itu,
“membaca” mempunyai aspek sosial, yaitu proses yang menghubungkan
perasaan, pemikiran dan tingkah laku seseorang manusia dengan manusia
yang lain, pembacaan menghendaki adanya simbol yang dapat dibaca
yaitu tulisan. 14
Pada tahap awal dalam berdakwah Nabi Muhammad saw
berdakwah tidak secara terang-terangan, meskipun perintah ini sudah
cukup jelas dan tegas. Beliau melakukan dakwah secara bertahap dan
secara rahasia ± 3 tahun lamanya, dan hanya beberapa orang saja yang
masuk Islam. Dimulai dari keluarga Nabi sendiri kemudian sahabatsahabat terdekat beliau yang dilakukan secara hati-hati sekali. Kemudian
pada tahap berikutnya, Nabi Muhammad saw mulai mendakwahkan Islam
secara terang-terangan kepada bangsa Arab yang kemudian banyak


12

Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2011), hlm. 6
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa Sosio-Psikologi,
(Jakarta: PT. Maha Grafindo, 1985), hlm. 9
14
Ibid, hlm. 9
13

4

mendapat reaksi dari pihak kaum musyrik Quraisy15 sehingga nanti pada
akhirnya Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya melakukan hijrah
ke Madinah karena sebab-sebab tertentu.
Orang pertama yang beriman kepadanya dari kalangan dewasa
adalah sahabatnya sendiri yang bernama Abu Bakar, dari kalangan wanita
adalah istrinya sendiri Khadijah binti Khuwailid, dari kalangan anak-anak
adalah Ali bin Abi Thalib, sedangkan dari kalangan budak adalah Zaid bin
Haritsah.16
Sesudah Nabi mendapat pengikut, beliau menghimpun mereka

untuk menerima penjelasan yang diajarkan secara sembunyi-sembunyi
dirumah Arqam di bukit Shafa. Menurut Syalabi, rumah Arqam ini
merupakan lembaga pendidikan Islam pertama. Di rumah Arqam,
Rasulullah mengajarkan pokok-pokok agama Islam dan membacakan ayatayat al-Qur’an kepada para sahabat dan pengikut-pengikut Nabi.
Pendidikan pertama yang dilakukan Nabi adalah membina pribadi Muslim
agar menjadi kader-kader yang berjiwa kuat dan tangguh dari segala
cobaan untuk dipersiapkan menjadi masyarakat Islam dan mubaligh serta
pendidik yang baik.17
Pendidikan Islam tidak hanya diarahkan untuk membentuk pribadi
kader Islam, tetapi juga membina aspek-aspek kemanusiaan sebagai
hamba Allah untuk mengelola dan menjaga kesejahteraan alam semesta.
Untuk itu, umat Islam dibekali dengan pendidikan tauhid, akhlaq, amal
ibadah, kehidupan sosial kemasyarakatan dan keagamaan, ekonomi,
kesehatan, bahkan kehidupan bernegara.18
2. Perkembangan Pendidikan Islam
Pendidikan secara umum dapat didefinisikan dalam dua macam
pengertian. Pertama, pendidikan sebagai proses pewarisan, penerusan atau
15

Lihat Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,

(Jakarta: Akbar Media, 2011), hlm. 88
16
Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta:
Akbar Media, 2011), hlm. 86
17
Opcit., http://ainurrofiahfaiunipdu.blogspot.com
18
Ibid.

5

enkulturasi dan sosialisasi perilaku sosial dan individual, yang telah
menjadi model anutan masyarakat secara baku. Kedua, pendidikan
diartikan sebagai upaya fasilitatif yang memungkinkan terciptanya situasi
atau lingkungan, di mana potensi-potensi dasar anak dapat berkembang
sesuai dengan tuntutan zaman di mana mereka harus survive.19
Menurut Prof. H. M. Arifin, M. Ed., dalam bukunya yang berjudul
“Ilmu Pendidikan Islam; suatu tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan
pendekatan interdisipliner” mengatakan bahwa “hakikat pendidikan Islam
adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar
mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah
(kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya”.20
Muhaimin dalam “Paradigma Pendidikan Islam”, memberikan
beberapa definisi pendidikan Islam, yaitu Pertama pendidikan menurut
Islam atau pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang dipahami dan
dikembangkan dari ajaran Islam. Pendidikan Islam dapat berwujud teori
atau pemikiran pendidikan yang dikembangkan dari sumber pokok ajaran
Islam, yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Kedua, pendidikan keislaman
atau Pendidikan Agama Islam, suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk
menanamkan nilai-nilai Islam agar menjadi pandangan dan sikap hidup.
Ketiga, pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan
pendidikan yang berlangsung dalam sejarah umat Islam. Pada pengertian
ini, pendidikan Islam dapat dipahami sebagai segala macam bentuk
pendidikan yang dikembangkan umat Islam dari generasi ke generasi.21
Setelah melewati masa pembinaan pendidikan Islam yang telah
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw kepada umat muslim sejak awal
datangnya Islam atau awal kerasulan Nabi Muhammad saw yaitu pada
malam 17 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M, ketika
19

Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia; Rekonstruksi Sejarah untuk Aksi
(edisi revisi), (Malang: UMM Press, 2006), hlm. 15-16
20
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; suatu tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan
pendekatan interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 32
21
Khozin, hlm. 18

6

Muhammad saw sedang ber-tahannus di gua Hira. Disusul kemudian
dengan ayat dan surat-surat berikutnya22. Dilakukan Nabi Muhammad saw
di Makkah baik secara sembunyi-sembunyi ataupun secara terang-terangan
yang kemudian Nabi melakukan hijrah ke Madinah sekaligus berdakwah
disana.
Dari kejadian tersebut maka kita bisa membagi pendidikan yang
telah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw kedalam dua periode, yakni
periode Makkah dan periode Madinah.
a. Periode Makkah
Pada masa periode ini berlangsung ±13 (tiga belas) tahun.
Masa ini merupakan masa peletakan dasar-dasar aqidah dan
pengajaran baca tulis huruf al-Qur’an. Yunus dalam “Sejarah
Pendidikan Islam” juga memberikan keterangan yang sama, bahwa
periode Makkah adalah periode pembinaan i’tiqad (kepercayaan) dan
keimanan disamping amaliyah ibadah dan akhlak.
Sekalipun banyak informasi yang sama-sama memberikan
kepastian, bahwa pada periode ini adalah periode pembinaan aqidah,
namun masa-masa pertama sejarah Islam tampaknya antara kegiatan
dakwah dan kegiatan pendidikan, adalah dua hal yang sulit dibedakan.
Pada masa itu, semua persoalan selalu dikembalikan pada ucapan dan
perbuatan Nabi.23 Adapun untuk tahapan, materi, metode, kurikulum,
serta lembaga pendidikan Islam pada periode Makkah ini, akan
diterangkan lebih lanjut pada pembahasan tentang “Lembaga
Pendidikan dan Sistem Pembelajaran”.
b. Periode Madinah
Peristiwa hijrah menandai berakhirnya periode Makkah, dan
perjuangan Nabi mulai memasuki babak baru. Hijrah dari Makkah ke
Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan menghindarkan diri dari
tekanan dan ancaman kaum Quraisy dan penduduk Makkah yang tidak
menghendaki pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang mereka,
22
23

Khozin, hlm. 62
Zuhairi, dkk., hlm. 31

7

tetapi juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan
menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan-tantangan lebih
lanjut.24 Ada sebuah keterangan bahwa sebelum Nabi hijrah beliau
mengirimkan seorang guru dari kalangan orang Makkah. Di Madinah
Nabi

mengadakan

menyebarluaskan

konsolidasi

dengan

pendidikan,

langkah

melenyapkan

positifnya,

kebodohan

dan

mengembangkan ilmu pengetahuan.
Periode Madinah berlangsung ± 10 (sepuluh) tahun, lebih
pendek tiga tahun dari periode sebelumnya, benar-benar dapat
dimanfaatkan secara maksimal oleh Nabi.25 Meskipun demikian, bukan
berarti di Madinah Nabi tidak ada kendala sama sekali, karena
kedatangan Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya (kaum
Muhajirin) di Madinah, meskipun disambut baik oleh kaum Ansor
(penduduk asli Madinah) tetapi bagaimana selanjutnya dengan hidup
dan penghidupan mereka yang tentunya akan menjadi beban kaum
Ansor.
Melihat kenyataan tersebut, Nabi mulai mengatur dan
menyusun

segenap

potensi

yang

ada

dalam

lingkungannya,

memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dengan
menggunakan potensi dan kekuatan yang ada, dalam rangka menyusun
suatu masyarakat baru yang terus berkembang, yang mampu
menghadapi segenap tantangan baru dan rintangan yang berasal dari
luar dengan kekuatan sendiri.26 Oleh karenanya maka kegiatan yang
pertama-tama dikerjakan oleh Nabi Muhammad saw bersama dengan
kaum muslimin adalah membangun masjid.27
Selanjutnya langkah yang ditempuh oleh Nabi adalah
melakukan

negosiasi

dengan

berbagai

kelompok/suku

untuk

kepentingan perdamaian dan keamanan negara. Maka langkah
24

Zuhairi, dkk., hlm. 31-32
Khozin, hlm. 64
26
Zuhairini, dkk., hlm. 33
27
ibid., hlm. 34
25

8

berikutnya sebagai prioritas programnya, diletakkan pada pendidikan
kepada kaum muslimin. Sebagai pusat pendidikannya adalah asSuffah, sedangkan bidang studi yang diajarkan meliputi al-Qur’an,
tajwid, dan semua ilmu keislaman di samping membaca dan menulis.
Untuk tenaga pengajarnya Nabi memanfaatkan para sahabatnya di
samping beliau sendiri sebagai guru utamanya. Selain itu Nabi juga
pernah memanfaatkan sebagian dari para tawanan perang Badar untuk
mengajar baca tulis.
Periode ini juga mengintrodusir kelas-kelas khusus yang
membidangi spesialisasi tertentu. Bagi yang berminat pada studi alQur’an, harus belajar pada seorang guru yang menguasai masalah alQur’an, Tajwid, Syari’ah dan sebagainya.28 Dalam mengajarkan alQur’an Nabi menganjurkan pengikutnya untuk menghafal dan
menuliskan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana diajarkannya. Beliau juga
sering mengadakan ulangan-ulangan dalam pembacaan al-Qur’an,
yaitu dalam sholat, dalam pidato-pidato, dalam pelajaran-pelajaran dan
lain-lain kesempatan.29 Pendidikan bagi kaum wanita juga mendapat
perhatian. Bidang-bidang studi yang memberikan ketrampilan/skill
secara khusus juga mendapatkan prioritas, seperti halnya cara
memanah, berenang, meramu obat-obatan, astronomi dan lain
sebagainya.
Sebagai akibat dari semakin meluasnya wilayah kekuasaan
Islam, maka Nabi mulai menginstruksikan kepada para sahabatnya
untuk mempelajari bahasa asing. Dalam sebuah hadisnya, Nabi
bersabda:
“Siapa yang mempelajari bahasa suatu kaum, maka ia akan
aman dari kejahatannya.” 30

28

Khozin, hlm. 65
Zuhairini, hlm. 34
30
Khozin, hlm. 65
29

9

Begitu besar perhatian umat Islam terhadap ilmu pengetahuan,
sehingga sedikit demi sedikit mulai ada pengaruhnya, sebagaimana
yang telah dianjurkan Nabi dalam sabda-sabdanya;
“Carilah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat”; “Mencari
ilmu itu wajib bagi setiap muslim”; “Carilah ilmu walaupun sampai
ke negeri Cina”; “Barang siapa mati ketika sedang mengembangkan
ilmu untuk menghidupkan Islam, maka di surga ia sederajat dibawa
para Nabi”; “Ilmu pengetahuan itu adalah miliknya orang mukmin
yang hilang, dimana saja ia mendapatkannya, maka ia lebih berhak
memilikinya dari orang lain”.31
Manusia

diciptakan

Allah

dilengkapi

dengan

berbagai

kelengkapan sesuai dengan kebutuhan hidupnya, sehingga ia dapat
menata kehidupan di muka bumi dengan baik. Segala kelengkapan itu
bersifat potensial. Potensi yang diberikan Allah kepada manusia tidak
akan berkembang dengan sendirinya secara sempurna tanpa adanya
bantuan dari pihak-pihak lain sekalipun potensi yang dimilikinya
bersifat aktif dan dinamis.32
3. Lembaga Pendidikan dan Sistem Pembelajaran
Secara keseluruhan, lembaga-lembaga pendidikan Islam bukanlah
sesuatu yang datang dan diambil dari kebudayaan-kebudayaan luar atau
kebudayaan lama akan tetapi, lembaga-lembaga pendidikan Islam
merupakan hasil pemikiran setempat yang dicetuskan oleh kebutuhankebutuhan masyarakat Islam dan perkembangannya yang digerakkan oleh
jiwa Islam dan berpedoman kepada ajaran-ajaran yang didasarkan pada alQur’an dan Sunah Nabi Muhammad saw.33

31
32

ibid, hlm. 63
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an, (Bandung: Alfabeta, 2009),

hlm. 23
33

Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), hlm. 29

10

Lembaga pendidikan dimulai dari fase Makkah, yang kemudian
perjalanannya berikutnya menuju ke kota Madinah setelah Nabi beserta
para sahabatnya melakukan perjalanan hijrah ke kota Madinah.34
Membicarakan lembaga-lembaga pendidikan Islam era awal,
berarti melihat dari dekat berbagai komponen dan sistem serta metode
yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan Islam masa itu. Diantara
bentuk-bentuk lembaga pendidikan Islam yang telah digunakan oleh
Rasulullah saw, para sahabat, tabi-tabiin sampai masa mutaakhirin sebagai
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan periode awal.
Didalam mengungkap pola pendidikan Islam periode Rasulullah
saw dapat dibedakan menjadi dua fase sebagaimana yang telah dijelaskan
diatas pada “periode perkembangan pendidikan Islam” diatas, yaitu (1)
fase Makkah; (2) fase Madinah.35
a. Fase Makkah
Pada fase ini, pola pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah
saw sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah yang disampaikannya
kepada kaum Quraisy. Tahapan-tahapan itu dapat di bagi menjadi tiga
tahap:
1) Tahap pendidikan Islam secara rahasia dan perorangan
Pada tahap ini, mula-mula Rasulullah saw mendidik
istrinya, Khadijah untuk beriman kepada Allah dan menerima
petunjuk dari Allah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali ibn
Abi Thalib, dan Zaid ibn Haritsah (seorang pembantu rumah
tangga yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya).
Kemudian sahabat karibnya Abu Bakar Sidiq. Secara berangsurangsur ajakan tersebut disampaikan secara meluas tetapi masih
terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy saja, seperti
Usman ibn Affan, Zubair ibn Awan, Sa’ad ibn Abi Waqas, dan

34

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 7
35
Ibid., hlm. 31

11

beberapa orang lainnya, mereka semua disebut sebagai Assabiquna
al awwalun.
2) Tahap pendidikan Islam secara terang-terangan
Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh
Rasulullah, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak
dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena
diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraisy yang akan
masuk agama Islam.
3) Tahap pendidikan Islam untuk umum
Setelah melewati dua tahap diatas dirasa tidak maksimal,
maka Rasulullah saw mengubah strategi dakwahnya dari seruan
keluarga dekat beralih kepada seruan umum, umat manusia secara
keseluruhan.

Seruan

dalam

skala

“internasional”

tersebut

didasarkan kepada perintah Allah, surat al-Hijr ayat 94-95.
Adapaun materi pendidikan pada fase Makkah dapat dibagi
kepada dua bagian, yaitu:
1) Pendidikan Tauhid
Materi ini lebih di fokuskan untuk memurnikan ajaran agama
tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim, yang telah diselewengkan oleh
masyarakat jahiliah.
2) Pengajaran al-Qur’an
Materi ini dapat dirinci kepada; (1) Materi baca tulis al-Qur’an, (2)
Materi menghafal ayat-ayat al-Qur’an, dan (3) Materi pemahaman
al-Qur’an.
Sedangkan metode pendidikan Islam yang digunakan pada
waktu itu meliputi; metode ceramah, dialog, diskusi atau tanya jawab,
metode perumpamaan, metode kisah, metode pembiasaan, metode
hafalan. Untuk kurikulum pada periode Rasulullah saw baik di
Makkah maupun di Madinah adalah al-Qur’an yang Allah wahyukan
sesuai dengan kondisi dan situasi.

12

Lembaga pendidikan Islam pada fase Makkah ada dua macam
tempat, yaitu:36
1) Rumah

Arqam

ibn

Arqam;

merupakan

tempat

pertama

berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah saw untuk
belajar hukum-hukum dan dasar-dasar ajaran Islam.
2) Kuttab; pendidikan di kuttab pada awalnya lebih terfokus pada
materi baca tulis sastra, syair Arab, dan pembelajaran berhitung.
Namun setelah datangnya Islam materinya ditambah dengan materi
baca tulis al-Qur’an dan memahami hukum-hukum Islam.
b. Fase Madinah
Kedatangan Nabi Muhammad saw bersama kaum muslimin
Makkah, disambut oleh penduduk Madinah dengan gembira dan penuh
rasa persaudaraan. Pada periode ini kebijasanaan Nabi Muhammad
saw dalam mengajarkan al-Qur’an adalah menganjurkan pengikutnya
untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana
diajarkannya.
Lembaga pendidikan yang digunakan pada fase ini adalah
masjid. Dimana ketika Rasulullah saw dan para sahabat hijrah ke
Madinah, dan setelah sampai di Madinah, salah satu program pertama
yang beliau lakukan adalah membangun sebuah masjid.
Masjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad saw bersama
kaum muslimin, untuk secara bersama membina masyarakat baru,
masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan mencerminkan persatuan
dan kesatuan umat.
Sedangkan untuk materi pendidikan Islam pada periode
Madinah yang diberikan cakupannya lebih kompleks dibandingkan
dengan materi pendidikan fase Makkah. Di antara pelaksanaan
pendidikan Islam di Madinah adalah37:
1) Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antara kaum muslimin.
36
37

Ibid., hlm. 32-36
Ibid., hlm. 38-39

13

2) Pendidikan kesejahteraan sosial. Terjaminnya keserjahteraan
sosial, tergantung pertama-tama pada terpenuhinya kebutuhan
pokok dari pada kehidupan sehari-hari.
3) Pendidikan kesejahteraan kaum kerabat. Yang dimaksud keluarga
adalah suami, istri, dan anak-anaknya.
4) Pendidikan hankam (pertahanan dan keamanan) dakwah Islam.
Pendidikan pada fase Makkah ini memang sudah kompleks,
dan memiliki pengaruh yang sangat besar sekali, dimana kondisi sosial
semua golongan baik dari kaum Muhajirin, Anshor atau selain dari dua
golongan itu bisa hidup bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar
masing-masing. A. Mukti Ali berkenaan dengan masalah kerukunan
hidup dalam bukunya yang berjudul “Pemikiran Keagamaan A. Mukti
Ali” menegaskan bahwa “kerukunan dapat tercapai jika masingmasing pemeluk agama bersikap lapang dada satu sama lainnya”,
selain itu A. Mukti Ali mengajarkan suatu prinsip dimana seseorang
harus mau menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh
totalitas, aspirasi, keyakinan, kebiasaan dan pola hidupnya. Hal ini
dikatakan oleh A. Mukti ali dengan prinsip “setuju dalam
perbedaan”.38. Dan itu sudah dibuktikan oleh ajaran Islam sejak
kehadirannya, baik dari periode Makkah, periode Madinah hingga
sampai saat ini, dengan di dukung dari firman Allah swt dalam alQur’an “lakum dīnukum waliyadīni”. Sesuai dengan amanah yang
diberikan oleh Allah swt kepada Rasulullah saw. Bahwa tidaklah Nabi
Muhammad saw di utus melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh
alam (rahmatan lil ‘alamin).
III. PENUTUP
Sejarah memiliki faktor yang sangat besar bagi kehidupan umat
manusia. Karena sejarah menyimpan kekuatan yang dapat menimbulkan
dinamisme

dan

melahirkan

nilai-nilai

38

baru

bagi

pertumbuhan

serta

A. Singgih Basuki, Pemikiran Keagamaan A. Mukti Ali, (Yogyakarta: Suka-Press,
2013), hlm. 222

14

perkembangan kehidupan umat manusia. Sumber utama ajaran Islam adalah alQur’an, mengandung cukup banyak nilai-nilai kesejahteraan, yang langsung
atau tidak langsung mengandung makna yang besar, pelajaran yang sangat
tinggi dan pimpinan utama, khususnya bagi umat Islam.39
Perhatian agama Islam dalam dunia pendidikan sangatlah besar. Itu
terbukti dari banyaknya anjuran baik berupa perintah dari Allah seperti yang
terdapat dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5 ataupun dari hadis Nabi tentang
pentingnya mencari ilmu. Sehingga dapat dikatakan 40 pendidikan Islam
merupakan suatu hal yang paling utama bagi warga suatu negara, karena maju
dan keterbelakangan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya
tingkat pendidikan warga negaranya. Salah satu bentuk pendidikan yang
mengacu kepada pembangunan tersebut, yaitu pendidikan agama. Dimana
pendidikan agama merupakan modal dasar sebagai penggerak yang tidak ternilai
harganya bagi pengisian aspirasi bangsa, karena dengan terselenggaranya
pendidikan agama secara baik akan membawa dampak terhadap pemahaman
dan pengamalan ajaran agama.
Pendidikan Islam bersumber kepada al-Qur’an dan Hadis untuk
membentuk manusia seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Allah swt., dan untuk memelihara nilai-nilai kehidupan sesama
manusia agar dapat menjalankan seluruh kehidupannya, sebagaimana yang telah
ditentukan Allah dan Rasul-Nya, demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

39
40

Zuhairini, dkk., hlm. 5
Samsul Nizar, hlm. 43

15

DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Usairy, Ahmad, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,
Jakarta: Akbar Media, 2011
Al-Ismail, Tahia, Tarikh Muhammad Teladan Perilaku Ummat, diterjemahkan
oleh A. Nashir Budiman, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam; suatu tinjauan teoritis dan praktis
berdasarkan pendekatan interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Basuki A.S., Pemikiran Keagamaan A. Mukti Ali, Yogyakarta: Suka-Press, 2013
Departemen Agama, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:
Departemen Agama RI, 2005
Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1979
Fu’adi, Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Sukses Offset, 2011
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1995
http://ainurrofiahfaiunipdu.blogspot.com/2010/06/pendidikan-islam-dansejarahnya-di-masa.html
http://kbbi.web.id/
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia; Rekonstruksi Sejarah untuk
Aksi (edisi revisi), Malang: UMM Press, 2006
Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa SosioPsikologi, Jakarta: PT. Maha Grafindo, 1985
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan
Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an, Bandung: Alfabeta,
2009
Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara Jakarta, 1997

16