ALTERNATIF PENGGANTI ARANG BATOK KELAPA

UNTUK FILTRASI LIMBAH TAHU YANG BERFASA CAIR MAKALAH

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah

Oleh

Muslih Hakim

Muhammad Triono

Ganjar Abdillah Ammar

SEKOLAH ILMU TEKNOLOGI HAYATI-REKAYASA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2013

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam yang telah memberi rahmat dan petunjuk bagi kami untuk menyelesaikan makalah yang berjudul

Alternatif Pengganti Arang Batok Kelapa Untuk Filtrasi Limbah Tahu yang

Berfasa Cair. Makalah yang dibuat ini diajukan sebagai tugas mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah (TTKI) juga merupakan bentuk dari keprihatinan kami terhadap lingkungan yang tercemar akibat polutan dari sisa hasil produksi pangan, salah satunya sisa dari produksi tahu yang dikenal sebagai limbah tahu.

Teruntuk kedua orang tua tercinta, kami ucapkan terimakasih atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena engkaulah yang menjadikan kami seperti saat ini. Kepada teman-teman, rekan satu kos, se-fakultas, se-kampus dan seluruh sanak saudara yang juga turut berpartisipasi menunjang pembuatan makalah, kami haturkan terimakasih. Tak luput juga dari bantuan para staf perpustakaan Institut Teknologi Bandung yang secara tidak langsung telah memberi kesempatan kepada kami dalam pencarian ilmu mengenai limbah tahu dan literatur-literatur yang dibutuhkan.

Juga kami tujukan banyak terimakasih kepada dosen Tata Tulis Karya Ilmiah Kami Bapak Amas Suryadi, M.Hum. Beliau yang telah sabar dan istiqomah dalam mengajarkan kami sederet ilmu-ilmu, tidak hanya ilmu berbahasa, karya tulis melainkan ilmu tentang kehidupan. Disajikan dalam pengajaran materi sedemikian besar seluas dan sedalam lautan. Beliau yang terkenal akan ilmunya, tak tanggung- tanggung menumpahkan segala curahan pikiran dan pengetahuan kepada kami. Seperti yang pernah ia katakan yaitu semuanya demi masa depan bangsa yang lebih baik. Hari-hari yang kelam telah dapat kami lewati bersama teman-teman dan beliau di kelas setiap hari Rabu. Tak bosan beliau mengingatkan akan tanda tangan kami yang berupa-rupa, tingkah kami yang tidak sepantasnya, dan banyak hal lainnya.

Kami sangat bersyukur karena telah dapat diajar oleh beliau, seorang ahli bahasa yang berkeinginan untuk memajukan bangsa baik secara akademik maupun secara moral. Kami ingin beliau terus berjuang menegakkan keadilan di nusantara.

Akhir kata, kami ucapkan banyak terima kasih dan semoga dibalas segala amal dan perjuangan beliau oleh Allah SWT. Dengan harapan makalah kami yang sederhana ini dapat bermanfaat dan diimplementasikan dalam kehidupan masyarat Indonesia secara khusus, dan masyarakat dunia secara umum. Tentu ada banyak kesalahan dan kekurangan yang kami perbuat selama ini, tetapi kami tahu bahwa manusia takkan jauh dari kesalahan. Sekian.

Bandung, 15 Desember 2013

Penulis

ALTERNATIF PENGGANTI ARANG BATOK KELAPA UNTUK FILTRASI LIMBAH TAHU YANG BERFASA CAIR ALTERNATIVE SUBSTITUTER OF THE COCONUT SHELL COAL FOR TOFU’S LIQUID WASTE FILTRATION

Muslih Hakim, Muhammad Triono, Ganjar Abdillah Ammar Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati – Rekayasa Institut Teknologi Bandung

SARI

Berbagai macam pencemaran lingkungan terjadi di Indonesia,salah satunya ialah pencemaran dari sisa produksi tahu atau biasa dikenal limbah tahu. Telah didapat bahwa ada banyak sekali pabrik pengolah kedelai menjadi tahu yang tersebar di Indonesia, dimana sebagian dari mereka merupakan pabrik rumah tangga yang belum memikirkan dampak dari buangan limbah tahu terhadap lingkungan. Limbah tahu yang akan dipermasalahkan adalah limbah tahu berwujud cair, dimana pemanfaatan kembali limbah tersebut tidak semudah limbah tahu yang berwujud padat.

Saat ini cara yang paling ampuh dalam penanggulangan limbah tahu cair adalah dengan menggunakan karbon aktif dari arang batok kelapa, yang fungsinya sebagai adsorben atau penyerap zat-zat berbahaya dalam limbah.Walaupun arang batok kelapa bisa memisahkan antara zat berbahaya dan yang masih berguna, tapi dari segi efisiensi arang batok kelapa kurang menunjang bagi para pengusaha tahu.Disamping sulit didapat, juga butuh dalam jumlah yang besar, daya serapnya pun masih kurang maksimal.Disinilah penelitian diadakan bertujuan mencari dan menganalisis bahan-bahan yang bisa lebih maksimal dalam penyaringan limbah tahu berfasa cair.

Kata Kunci : Adsorben, Adsorbsivitas, arang batok kelapa, biofilter, fitoremidiasi

ABSTRACT

There’s a lot of pollution in this world that affect ecosystem, one of them is the remnant of tofu’s production. There’s a lot of tofu’s industries in Indonesia, mostly are home industries that not capable to recycle their own waste and not care the effect of the waste to the environment. Most of their waste is in form of liquid. Therefore, to reuse this kind of waste will be a lot more difficult than solid waste.

Nowadays, the most effective ways to treat this waste is by using active carbon in coconut shell coal, that the function is to absorb the dangerous element in the waste. Even if this coconut shell coal can be used to separate between the dangerous element and not dangerous, but in term of money, this coconut shell coal is to expensive to be bought by tofu’s industries. And there’s a demand of coconut shell coal in a large number. This research is carried aimed to search and determine another substance that can be used as substitute that are more convenient and effective for filtrate tofu’s liquid waste.

Keyword : absorbent, absorptivity, coconut shell coal, biofiltration, fitoremidiation

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1.1.1. LatarBelakang

Pada industri tahu, produksi tahu masih dilakukan dengan teknologi yang sederhana, yaitu dibuat oleh pengrajin sendiri dalam skala industry rumah tangga atau industry kecil sehingga tingkat efisiensi penggunaan air dan bahan baku kedelai masih rendah, serta tingkat produksi limbah yang dihasilkan sangat tinggi. Sebagian besar industri tahu yang ada di Indonesia masih dalam taraf industry kecil (skala rumah tangga).Industri kecil ini umumnya mempunyai modal kecil atau lemah, sehingga masih banyak keterbatasan yang harus mereka tanggulangi, diantaranya penanganan limbah dalam pembuatan tahu.

Air limbahtahusebagianbesarterdiridarilimbahorganikdengannilai COD (Chemical Oxygen Demand) cukuptinggi, yaitu 5771 mg/l (Anonim 2004).COD

mg O 2 ) yang dibutuhkanuntukmengoksidasizat-zatorganik yang adadalam satu liter sampel air.Nilai COD merupakanukuranpencemaran air olehzat-zat organik yang secaraalamiahdapatdioksidasikanmelalui proses metabolisme mikroba aerob danmengakibatkanberkurangnya oksigen terlarut didalam air. Akibatnya jika air

adalahjumlahoksigen

(dalam

limbahtahulangsungdibuang kebadan air akanmenurunkanoksigenterlarutdalam air. Oleh karena itu, dalam pengolahan limbah tahu terdapat sebuah proses yang dapat mengurangi kandungan zat-zat organik yang terdapat dalam limbah tahu terutama yang berfasa cair, yaitu proses filtrasi. Filtrasi adalah proses penyaringan partikel-partikel berukuran kecil yang terdapat dalam suatu cairan dengan menggunakan sebuah penyaring. Ada banyak bahan yang dapat digunakan dalam filtrasi dan biasanya merupakan komponen anorganik limbahtahulangsungdibuang kebadan air akanmenurunkanoksigenterlarutdalam air. Oleh karena itu, dalam pengolahan limbah tahu terdapat sebuah proses yang dapat mengurangi kandungan zat-zat organik yang terdapat dalam limbah tahu terutama yang berfasa cair, yaitu proses filtrasi. Filtrasi adalah proses penyaringan partikel-partikel berukuran kecil yang terdapat dalam suatu cairan dengan menggunakan sebuah penyaring. Ada banyak bahan yang dapat digunakan dalam filtrasi dan biasanya merupakan komponen anorganik

Dalam penelitian ini, kami mencoba mencari alternatif bahan yang dapat digunakan dalam proses filtrasi pengolahan limbah tahu dengan menggunakan media bukan anorganik seperti yang dibahas diatas melainkan dengan bahan organik. Bahan organik yang kami kira mampu untuk melakukan pemfilteran limbah tahu cair adalah sepertieceng gondok (Eichhornia crassipes), kiambang (Salvinia natans All.), Kiapu (Pistia stratiotes, L), alang-alang (Imperata cylindrical) dan tanaman air pennywort (Hydrocotyle umbellata L).Karena tumbuhan tersebut sebelumnya telah dilakukan penelitian dan pengujian kemampuan adsorbansi dalam biofilter sampa fitoremidiasi yang merupakan pemfilteran terhadap llogam berat yang tercemar.Kami berharap penulisan karya ilmiahi ni dapat bermanfaat bagi industri-industri tahu yang ada di Indonesia agar dapat mengurangi pencemaran terhadap lingkungan sekitar.

1.1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, terdapat masalah, yaitu bahan apakah yang tepat dan memiliki efisiensitas tertinggi jika digunakan sebagai bahan alternatif pengganti arang batok kelapa dalam pengolahan limbah tahu berfasa cair. Tepat berarti sesuai dengan harapan, yaitu tumbuhan memang efektif untuk penyerapan limbah cair tahu bukan untuk penyerapan lain seperti logam berat ataupun limbah rumah tangga.

Sedangkan efisiensitas disini berarti hanya membutuhkan usaha sedikit dan membuat hasil yang besar. Parameter yang dilihat banyaknya subtituen filter, lama waktu pemfilteran, dan kandungan zat-zat yang terdapat dalam hasil penyaringan dengan persentase tertentu.

1.2. Tujuan Penelitian dan Manfaat

Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menemukan alternatif bahan yang dapat menggantikan arang batok kelapa dalam pengolahan limbah tahu berfasa cair.Pemilihan subtituen arang batok kelapa didasarkan pada kelima tumbuhan berpotensial tadi yaitu antara eceng gondok (Eichhornia crassipes), kiambang (Salvinia natans All.), Kiapu (Pistia stratiotes, L), alang-alang (Imperata cylindrical) dan tanaman air pennywort (Hydrocotyle umbellata L).Setelah didapat biofiltratoryang diharapkan sesuai standar, penelitian dilanjutkan dengan pemodelan alat yang siap dan mudah untuk digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat termasuk produsen tahu sendiri.

1.3. RuangLingkupKajian

Untuk menjawab rumusan masalah di atas perlu pengkajian beberapa pokok, yaitu:

1. Pemanfaatan pengolahan limbah tahu berfasa cair

2. Fungsi pengolahan limbah tahu berfasa cair

3. Manfaat adanya pengolahan limbah tahu berfasa cair

4. Pengolahan limbah tahu

5. Keefektifan pengolahan limbah tahu berfasa cair. Dalam penelitian ini membutuhkan tiga lingkup kajian utama keilmuan, yaitu

bidang fisika, kima dan yang paling utama biologi karena menggunakan filter berbasis makhluk hidup atau yang dikenal dengan biofiltration. Biofiltrator inilah yang akan kita cari dari aspek efektif dan efisiensi yang akan kami kemas menjadi suatu alat pengolah limbah cair tahu dengan mengaitkan beberapa keilmuan teknik.

1.4. Anggapan Dasar

Limbah industri tahu berfasa cair yang dibuang ke badan air seperti sungai dan kali seringkali mencemari lingkungan.Dibutuhkan sebuah pengelolaan terhadap limbah-limbah tersebut agar tidak mencemari lingkungan.Lingkungan disini baik berupa perairan maupun daratan atau udara, karena dengan adanya keberadaan limbah tahu ketiga dimensi ruang itu akan terpengaruhi, mulai dari perairan yang kotor, populasi hewan di ekosistem mati, tanah tercemar dengan senyawa organik sisa, bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap.

Filtrasi merupakan salah satu proses yang dapat digunakan untuk pengolahan limbah tahu berfasa cair dengan menggunakan sebuah penyaring. Bahan yang dapat digunakan sebagai penyaring tentu mempunyai kemampuan adsorbansi yang tinggi bahkan lebih tinggi lagi dari arang batok kelapa.

1.5. Hipotesis

Pengolahan limbah tahu berfasa cair dengan filtrasi akan lebih efektif menggunakan mahkluk hidup atau tumbuhan karena memiliki tingkat adsorbansi yang tinggi dan proses yang tidak akan berhenti. Proses yang tidak akan berhenti ini disebabkan karena mereka makhluk hidup dimana memiliki metabolism sendiri (pengaturan otomatis) sehingga proses filtrasi akan terus berjalan. Bisa diduga akan terjadi suatu titik jenuh pada tumbuhan dan terjadi tumpukan sampah apabila metabolism tumbuhan kurang baik. Untuk itu perlu adanya riset melalui medium dan tambahan zat yang digunakan.

Karena diperlukan arang batok kelapa dalam jumlah yang relatif banyak pada pengolahan limbah juga daya tamping atau titik jenuh tidak sebesar tumbuhan (biofilter) maka filter ini harus digantikan dengan filter berbasis biologi yang memanfaatkan tubuh dan sistem tumbuh tumbuhan itu sendiri.

1.6. MetodedanTeknikPengumpulan Data

1.6.1. Metode

Karya ilmiah ini bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan data baik dari literatur dan data dari hasil survei lapangan yang kemudian dianalaisis.Sedemikian rupa.Disajikan dengan deskripsi lengkap dan sejumlah teori dari jurnal, makalah dan laporan pakar dan ahli.Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode deskriptif analitis.Tidak hanya mendeskripsikan pengolahan limbah cair tahu saja melainkan dengan suatu analisis dan pemikiran yang cemerlang.

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data, berupa studi literatur dan observasi lapangan.Literatur yang kita dapat dikaji dan diolah dalam sebuah wadah pemikiran dan disajikan dalam laporan ini.Ditambah observasi lapangan, dimana melihat dan mendapat informasi dari tempat produksi limbah tahu di Bandung.

1.7. Sistematika Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini terbagi menjadi lima bab, yaitu pendahuluan, teori dasar pengolahan limbah tahu, gambaran umum pengolahan limbah tahu, analisis pengolahan limbah tahu, serta simpulan dan saran. Pada bab satu akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang diangkat dalam karya ilmiah ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup kajian, metode dan teknik pengumpulan data, serta sistematika penulisan karya ilmiah.. Pada bab dua akan dijabarkan tentang pengertian pengolahan limbah tahu, fungsi pengolahan limbah tahu, manfaat pengolahan limbah tahu, serta keefektifan pengolahan limbah tahu. Pada bab tiga akan disajikan tempat-tempat pengolahan limbah tahu, serta gambaran mengenai pengolahanlimbah tahu secara umum. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai Penulisan karya ilmiah ini terbagi menjadi lima bab, yaitu pendahuluan, teori dasar pengolahan limbah tahu, gambaran umum pengolahan limbah tahu, analisis pengolahan limbah tahu, serta simpulan dan saran. Pada bab satu akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang diangkat dalam karya ilmiah ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup kajian, metode dan teknik pengumpulan data, serta sistematika penulisan karya ilmiah.. Pada bab dua akan dijabarkan tentang pengertian pengolahan limbah tahu, fungsi pengolahan limbah tahu, manfaat pengolahan limbah tahu, serta keefektifan pengolahan limbah tahu. Pada bab tiga akan disajikan tempat-tempat pengolahan limbah tahu, serta gambaran mengenai pengolahanlimbah tahu secara umum. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN LIMBAH TAHU

2.1. Pengertian Pengolahan Limbah Tahu

Menurut Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi secara umum, limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumahtangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).

Semakin meningkat kegiatan manusia, semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu peraturan yang mengikat secara hukum terkait dengan limbah dan pengelolaannya. UU No 32 Tahun 2009 sudah memuat aturan segala sesuatu yang terkait limbah tersebut. Aturan itu menyangkut apa yang diperbolehkan, dilarang dan sanksi hukumnya. UU no 32/2009 ini merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya yaitu UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disamping itu, sudah ada UU yang lebih khusus lagi yaitu UU no 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Jenis-jenis limbah menurut bahan pembentuknya adalah :

1. Limbah organik. Limbah ini dapat terurai secara alami, contoh: sisaorganisme (tumbuhan, hewan).

2. Limbah anorganik. Limbah ini sukar terurai secara alami, contoh: plastik,botol,

kaleng, dll.

Jenis-jenis limbah dari bentuk fisiknya adalah:

1. Limbah padat, yang lebih dikenal sebagai sampah. Bentuk fisiknya padat.Definisi

menurut UU No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan seharihari dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Contoh: sisa-sisa organisme, barang dari plastik, kaleng, botol, dll.

2. Limbah cair. Bentuk fisiknya cair. Contoh: air buangan rumahtangga, buangan industri, dll.

3. Limbah gas dan partikel. Bentuk fisiknya gas atau partikel halus (debu). Contoh: gas buangan kendaraan (dari knalpot), buangan pembakaran industri. (Murni. 2011)

Sehingga, dari paparan diatas dapat disimpulkan definisi dari pengolahan limbah tahu, yaitu suatu aksi dalam bentuk proses untuk mengolah kembali limbah tahu yang berfasa cair untuk menghindari pencemaran dan untuk pemanfaatan kembali limbah tesebut.

2.2. Fungsi Pengolahan Limbah Tahu

Pengolahan limbah tahu yang merupakan polutan bagi lingkungan sendiri memiliki fungsi sebagai berikut:

• Mengatasi masalah pembuangan limbah industri • Mengurangi tingkat pemcemaran lingkungan • Menggunakan kembali limbah tak termanfaatkan • Meningkatkan keefisienan dalam penggunaan bahan baku

Banyak industri yang tidak mengetahui dan tidak peduli pada proses tindak lanjut bahan Buangan inustri mereka. Jika hal ini terus terjadi, di khawatirkan akan merusak lingkungan hingga taraf yang tak dapat di kembalikan lagi, maka dari itu di buatlah sistem pengolahan limbah tahu ini.

2.3. Manfaat Pengolahan Limbah Tahu

Banyak manfaat langsung maupun tidak langsung dari pengolahan ini. Mulai dari pihak industri sendiri yang akan dapat memanfaatkan semua bahan yang tadinya harus dibuang, juga bagi masyarakat sekitar yang terhindar dari polutan yang dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Tetapi hal yang pasti adalah kenaikan taraf kesehatan di lingkungan tersebut yang akan membuat kenaikan signifikan pada semua makhluk hidup pada lingkungan hidup tersebut.

2.4. Keefektifan Pengolahan Limbah Tahu

Salah satu bentuk pencemaran lingkungan adalah tingginya tingkat kekeruhan, khususnya limbah cair industri tahu. Sesuai dengan PP No. 20 tahun 1990 dan PERMENKES RI No. 416 tahun 1990 nilai maksimal untuk tingkat kekeruhan adalah

25 NTU (500 mg/L). Untuk itu perlu dilakukan pengolahan limbah cair antara lain dengan filtrasi menggunakan karbon aktif. Hasil pemeriksaan tingkat kekeruhan limbah cair industri tahu adalah sebesar 518,5 mg/L.Tingkat kekeruhan sampel yang difiltrasi dengan karbon aktif tempurung kelapa turun menjadi rata-rata 76,4mg/L, sedang sampel yang difiltrasi dengan karbon aktif kayu dan tempurung kelapa turun menjadi 42,07 mg/L. Berarti terjadi penurunan sebesar 85,26% untuk tempurung kelapa dan 91.8% untuk gabungan kayu dan tempurung kelapa. Kenyataan di lapangan pada masa lampau menunjukkan bahwa limbah cair rumah tangga yang dialirkan kedalam kolam-kolam yang ditumbuhi berbagai jenis tanaman air, akan keluar dalam keadaan jernih. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa di dalam kolam tersebut telah terjadi proses penjernihan melalui penyaringan oleh tanaman air ( Marianto, 2001 ).

Kemampuan tanaman air untuk menjernihkan limbah cair akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian. Berbagai penemuan tentang hal tersebut telah dikemukakan oleh para ahli, baik yang menyangkut proses terjadinya penjernihan limbah maupun menyangkut tingkat kemampuan beberapa jenis tanaman air tertentu.

Stowell, et al. (1980) mengemukakan bahwa tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk mensupport komponen-komponen tertentu di dalam perairan, dan hal tersebut sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair.

Lebih lanjut dikemukakan oleh Reed et al. (1985) bahwa pada proses pengolahan limbah cair dalam kolam yang menggunakan tanaman air, terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya matahari dan suhu. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa terjadi sinergi antara penggunaan kolam pengolahan dengan tanaman air dalam hal menstabilkan limbah. Tanaman air dapat melakukan berbagai, proses yang menunjang kestabilan limbah, sedangkan kolam selain juga berperan secara langsung dalam proses penstabilan, juga berperan sebagai media tumbuh tanaman air tersebut.

2.5. Keberagaman Teknik Pengolahan Limbah Tahu

Limbah tahu terbagi ke dalam dua katagori, yaitu limbah cair dan limbah padat.Pengolahan kedua limbah ini berbeda.

• Pengolahan Limbah Padat Industri Tahu Limbah padat industri tahu meliputi ampas tahu yang diperoleh dari hasil pemisahan bubur kedelai. Ampas tahu masih mengandung protein yang cukup tinggi (Tabel 2) sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali. (KLH, 2006). Ampas tahu masih mengandung protein 27 gr, karbohidrat 41,3 gr, maka dimungkinkan untuk dimanfaatkan kembali menjadi kecap, taoco, tepung yang dapat digunakan dalam pembuatan berbagai makanan (kue kering, cake, lauk pauk, kerupuk, dll). Pada pembuatan kue dan aneka makanan, pemakaian tepung tahu tersebut dapat disubstitusikan ke dalam gandum. Pemakaian tepung ampas tahu sebagai bahan substitusi gandum mempunyai manfaat antara lain • Pengolahan Limbah Padat Industri Tahu Limbah padat industri tahu meliputi ampas tahu yang diperoleh dari hasil pemisahan bubur kedelai. Ampas tahu masih mengandung protein yang cukup tinggi (Tabel 2) sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali. (KLH, 2006). Ampas tahu masih mengandung protein 27 gr, karbohidrat 41,3 gr, maka dimungkinkan untuk dimanfaatkan kembali menjadi kecap, taoco, tepung yang dapat digunakan dalam pembuatan berbagai makanan (kue kering, cake, lauk pauk, kerupuk, dll). Pada pembuatan kue dan aneka makanan, pemakaian tepung tahu tersebut dapat disubstitusikan ke dalam gandum. Pemakaian tepung ampas tahu sebagai bahan substitusi gandum mempunyai manfaat antara lain

Karena sifat penggunaan tepung limbah tahu ini sifatnya sebagai bahan pengganti, maka pada proses pembuatan makanan maupun pakan ternak, selalu diawali dengan pembuatan tepung limbah padat tahu terlebih dahulu. Proses pembuatan tepung serat ampas tahu yaitu sejumlah limbah padat tahu (ampas tahu), diperas airnya selanjutnya dikukus ± 15 menit. Ampas yang sudah dikukus, diletakkan diatas nyiru atau papan, selanjutnya dijemur diterik matahari ataupun dikeringkan dengan oven. Apabila dilakukan pengeringan dengan oven, dipakai temperatur 100oC selama 24 jam. Setelah kering dihaluskan dengan cara digiling atau diblender dan diayak. Simpan tepung tahu ditempat yang kering. Bentuk tepung seperti ini tahan lama, dan siap menjadi bahan baku pengganti tepung terigu atau tepung beras untuk berbagai makanan. Penambahan bahan lain disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan produk apa yang akan dibuat.

Ampas tahu kebanyakan oleh masyarakat digunakan sebagai bahan pembuat tempe gembus. Hal ini dilakukan karena proses pembuatan tempe gembus yang mudah (tidak perlu keterampilan khusus) dan biayanya cukup murah. Selain tempe gembus, ampas tahu juga diolah untuk dijadikan pakan ternak. Proses pembuatannya yaitu campuran ampas tahu dan kulit kedelai yang sudah tidak digunakan dicampur dengan air, bekatul, tepung ikan dan hijauan, lalu diaduk hingga tercampur rata, kemudian siap diberikan ke hewan ternak. Beberapa produk makanan dan aneka kue yang dibuat dengan penambahan tepung serat ampas tahu adalah lidah kucing, chocolate cookie, cake (roti bolu), dan kerupuk ampas tahu (KLH, 2006).

• Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Berbagai upaya untuk mengolah limbah cair industri tahu telah dicoba dandikembangkan. Secara umum, metode pengolahan yang dikembangkan tersebut dapat digolongkan atas 3 jenis metode pengolahan, yaitu secara fisika, kimia maupun biologis.

1) Cara fisika Merupakan metode pemisahan sebagian dari beban pencemaran khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair. Dalam pengolahan limbah cair industri tahu secara fisika, proses yang dapat digunakan antara lain adalah filtrasi dan pengendapan (sedimentasi). Filtrasi (penyaringan) menggunakan media penyaring terutama untuk menjernihkan dan memisahkan partikel-partikel kasar dan padatan tersuspensi dari limbah cair. Padatan tersuspensi yang lolos dari penyaringan selanjutnya disisihkan dalam unit sedimentasi dengan menambahkan koagulan sehinggga terbentuk flok. Proses ini termasuk proses kimia. Dalam sedimentasi, flokflok padatan dipisahkan dari aliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

2) Cara kimia Merupakan metode penghilangan atau konversi senyawa-senyawa polutan dalam limbah cair dengan penambahan bahan-bahan kimia atau reaksi kimia lainnya. Beberapa proses yang dapat diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri tahu diantaranya termasuk koagulasi-flokulasi dan netralisasi. Dalam proses koagulasi-flokulasi, partikel-partikel koloid hidrofobik cenderung menyerap ion- ion bermuatan negatif dalam limbah cair melalui sifat adsorpsi koloid tersebut, sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan negatif. Koloid bermuatan negatif ini melalui gaya-gaya Van der Waals menarik ionion bermuatan berlawanan dan membentuk lapisan kokoh (lapisan stern) mengelilingi partikel inti. Selanjutnya lapisan kokoh (stern) yang bermuatan positif menarik ion-ion negatif lainnya dari dalam larutan membentuk lapisan kedua (lapisan difus). Kedua lapisan tersebut 2) Cara kimia Merupakan metode penghilangan atau konversi senyawa-senyawa polutan dalam limbah cair dengan penambahan bahan-bahan kimia atau reaksi kimia lainnya. Beberapa proses yang dapat diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri tahu diantaranya termasuk koagulasi-flokulasi dan netralisasi. Dalam proses koagulasi-flokulasi, partikel-partikel koloid hidrofobik cenderung menyerap ion- ion bermuatan negatif dalam limbah cair melalui sifat adsorpsi koloid tersebut, sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan negatif. Koloid bermuatan negatif ini melalui gaya-gaya Van der Waals menarik ionion bermuatan berlawanan dan membentuk lapisan kokoh (lapisan stern) mengelilingi partikel inti. Selanjutnya lapisan kokoh (stern) yang bermuatan positif menarik ion-ion negatif lainnya dari dalam larutan membentuk lapisan kedua (lapisan difus). Kedua lapisan tersebut

Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilisasi partikel koloid bermuatan dengan cara penambahan ion-ion bermuatan berlawanan (koagulan) ke dalam koloid, dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat beraglomerasi satu sama lain membentuk mikroflok. Selanjutnya mikroflokmikroflok yang telah terbentuk dengan dibantu pengadukan lambat mengalami penggabungan menghasilkan makroflok (flokulasi), sehingga dapat dipisahkan dari dalam larutan dengan cara pengendapan atau filtrasi.

Koagulan yang biasa digunakan antara lain polielektrolit, aluminium, kapur, dan garam-garam besi. Masalah dalam pengolahan limbah secara kimiawi adalah banyaknya endapan lumpur yang dihasilkan , sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut. (Rahman. 2010)

3) Cara biologi Dapat menurunkan kadar zat organik terlarut dengan memanfaatkan mikroorganisme atau tumbuhan air. Pada dasarnya cara biologi adalah pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana oleh mikroorganisme. Proses ini sangat peka terhadap faktor suhu, pH, oksigen terlarut (DO) dan zat- zat inhibitor terutama zat-zat beracun. Mikroorganisme yang digunakan untuk pengolahan limbah adalah bakteri, algae, atau protozoa Sedangkan tumbuhan air yang mungkin dapat digunakan termasuk gulma air (aquatic weeds).

Metode biologis lainnya dapat dilakukan dengan Anaerobik, Anaerobik-Biogas, Aerobik, Kombinasi Anaerobik dan Aerobik.

a. Pengolahan Limbah Cair Anaerobik

Proses anaerobik pada hakikatnya adalah proses yang terjadi karena aktivitas mikroba yang dilakukan pada saat tidak terdapat oksigen bebas. Proses anaerobik dapat digunakan untuk mengolah berbagai jenis limbah yang bersifat biodegradable, termasuk limbah industri makanan salah satunya adalah limbah tahu. Proses biologi anaerobik merupakan sistem pengolahan air limbah tahu yang banyak digunakan. Pertimbangan yang dilakukan adalah mudah, murah dan hasilnya bagus. Proses biologi anaerobik merupakan salah satu sistem pengolahan air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang bekerja pada kondisi anaerob. Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metana. Selebihnya terdapat interaksi sinergis antara bermacammacam kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah. Kelompok bakteri non metanogen yang bertanggung jawab untuk proses hidrolisis dan fermentasi tardiri dari bakteri anaerob fakultatif dan obligat. Mikroorganisme

digester anaerobik adalah Clostridium spp., Peptococcusanaerobus,Bifidobacterium spp.,Desulp hovibrio spp., Corynebacterium spp., Lactobacillus,Actonomyces, Staphyloco ccus, and Eschericia coli (Metcalf and Eddy, 2003).

Ada tiga tahapan dasar yang termasuk dalam keseluruhan proses pengolahan limbah secara oksidasi anaerobik, yaitu : hidrolisis, fermentasi (yang juga dikenal dengan sebutan asidogenesis), dan metanogenesis (Metcalf and Eddy, 2003). Selama proses hidrolsis, bakteri fermentasi merubah materi organik kompleks yang tidak larut, seperti selulosa menjadi molekul-molekul yang dapat larut, seperti asam lemak, asam amino dan gula. Materi polimer komplek dihidrolisa menjadi monomer-monomer, contoh : selulosa menjadi Ada tiga tahapan dasar yang termasuk dalam keseluruhan proses pengolahan limbah secara oksidasi anaerobik, yaitu : hidrolisis, fermentasi (yang juga dikenal dengan sebutan asidogenesis), dan metanogenesis (Metcalf and Eddy, 2003). Selama proses hidrolsis, bakteri fermentasi merubah materi organik kompleks yang tidak larut, seperti selulosa menjadi molekul-molekul yang dapat larut, seperti asam lemak, asam amino dan gula. Materi polimer komplek dihidrolisa menjadi monomer-monomer, contoh : selulosa menjadi

Pada proses fermentasi (asidogenesis), bakteri asidogenik (pembentuk asam) merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam-asam organik (asam asetat, propionate, butirat, laktat, format) alkohol dan keton (etanol, methanol, gliserol dan aseton), asetat, CO2 dan H2. Produk utama dari proses fermentasi ini adalah asetat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur seperti pH dan suhu.

Proses metanogenesis dilaksanakan oleh suatu kelompok mikroorganisme yang dikenal sebagai bakteri metanogen. Ada dua kelompok bakteri metanogen yang dilibatkan dalam proses produksi metan. Kelompok pertama, aceticlastic methanogens, membagi asetat ke dalam metan dan karbondioksida. Kelompok kedua, hidrogen memanfaatkan metanogen, yaitu menggunakan hidrogen sebagai donor elektron dan CO2 sebagai aseptor elektron untuk memproduksi metan. Bakteri di dalam proses anaerobik, yaitu bakteri acetogens, juga mampu menggunakan CO2 untuk mengoksidasi dan bentuk asam asetat. Dimana asam asetat dikonversi menjadi metan. Sekitar 72% metan yang diproduksi dalam digester anaerobik adalah formasi dari asetat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik (Monnet, 2003) yaitu :

a) Suhu

Proses anaerobik dapat terjadi dibawah dua kisaran kondisi suhu, yaitu kondisi mesopilik, yaitu antara 20-45oC, pada umumnya 35oC dan kondisi thermopilik, yaitu antara 50-65oC, pada umumnya 55oC. Suhu yang optimal dari proses anaerobik bervariasi tergantung pada komposisi nutrient di dalam digester, tetapi kebanyakan proses anaerobik seharusnya dipelihara secara konstan untuk mendukung tingkat produksi gas. Digester termopilik lebih efisien dalam hal waktu tinggal, tingkat kapasitas, dan jumlah produksi gas, tetapi di lain hal membutuhkan input panas yang lebih tinggi dan mempunyai sensitivitas yang tinggi yang membuat proses lebih problematik daripada digesti mesopilik.

b) Waktu Tinggal Waktu tinggal adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai proses degradasi materi-materi organik yang sempurna. Waktu tinggal bervariasi dengan memproses parameter-parameter, seperti memproses suhu dan komposisi limbah. Waktu tinggal untuk limbah yang diperlakukan dalam digester mesopilic dalam kisaran 15-30 hari dan 12-14 hari untuk digester termopilik.

c) pH Nilai pH yang optimal untuk proses asidogenesis dan metanogenesis berbedabeda. Selama proses asidogenesis dibentuk asetat, laktat, dan asam propionat, dengan demikian pH turun. pH yang rendah dapat menghambat proses asidogenesis dan nilai pH dibawah 6,4 dapat bersifat racun untuk bakteri pembentuk metan (pH optimal untuk proses metanogenesis adalah antara 6,6-7). Kisaran pH optimal untuk semua yaitu antara 6,4-7,2.

d) Rasio Karbon dan Nitrogen (C:N) Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen yang hadir dalam materi organik di gambarkan oleh rasio C : N. Rasio optimal C : N dalam proses anaerobik antara 20 : 30. Rasio C : N yang tinggi mengidikasikan adanya konsumsi nitrogen yang cepat oleh bakteri metanogen dan menghasilkan produksi gas yang rendah. Selain itu rasio C : N yang rendah menyebabkan akumulasi ammonia dan nilai pH yang melebihi 8,5 dan ini bersifat racun bagi bakteri matanogen.

e) Mixing. Mixing di dalam digester, meningkatkan kontak antara mikroorganisme dengan substrat dan meningkatkan kemampuan populasi bakteri untuk memperoleh nutrisi. Mixing juga membangun gradien suhu di dalam digester. Mixing yang berlebihan dapat merusak mikroorganisme dan oleh karena itu mixing yang lambat lebih disukai.

b. Anaerobik – Biogas

Secara umum proses anaerobik akan menghasilkan gas Methana (Biogas). Biogas (gas bio) adalah gas yang dihasilkan dari pembusukan bahan-bahan organik oleh bakteri pada kondisi anaerob (tanpa ada oksigen bebas). Biogas tersebut merupakan campuran dari berbagai macam gas antara lain : CH4 (54%-70%), CO2 (27%-45%), O2 (1%-4%), N2 (0,5%-3%), CO (1%), dan H2 (KLH, 2006). Sifat penting dari gas metan ini adalah tidak berbau, tidak berwarna, beracun dan mudah terbakar. Karena sifat gas tersebut, maka gas metan ini termasuk membahayakan bagi keselamatan manusia (Sugiharto, 2005). Penggunaan biogas ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan, karena dengan fermentasi bakteri anaerob (bakteri metan) maka tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter

BOD, COD akan berkurang sampai 90%. Sistem ini banyak dipakai dengan pertimbangan ada manfaat yang bisa diambil yaitu pemanfaatan biogas yang sangat memungkinkan digunakan sebagai bahan sumber energi karena gas metan sama dengan gas elpiji (liquid petroleum gas/LPG), perbedaannya adalah gas metan mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. Contoh pemanfaatan biogas misalnya untuk memasak, lampu penerangan, listrik generator, dan dapat menggantikan bahan bakar yang lain, dsb (KLH, 2006).

Ada dua tipe alat pembangkit biogas atau digester (LIPI, 2006), yaitu:

1) Tipe Terapung (Floating Type) Tipe terapung ini banyak dikembangkan di India yang terdiri atas sumur pencerna dan diatasnya ditaruh drum terapung dari besi terbalik yang berfungsi untuk menampung gas yang dihasilkan oleh digester. Sumur dibangun dengan menggunakan bahan-bahan yang biasa digunakan untuk membuat fondasi rumah, seperti pasir, batu bata, dan semen. Karena banyak dikembangkan di India, maka digester ini disebut juga dengan tipe India.

2) Tipe Kubah (Fixed Dome Digester) Tipe ini merupakan tipe yang paling banyak dipakai di Indonesia. Tipe kubah adalah berupa digester yang dibangun dengan menggali tanah kemudian dibuat dengan bata, pasir, dan semen yang berbentuk seperti rongga yang kedap udara dan berstruktur seperti kubah (bulatan setengah bola). Tipe ini dikembangkan di Cina sehingga disebut juga tipe kubah atau tipe Cina.

Dengan sistem anaerobik-biogas, gas yang dihasilkan tergantung pada kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terkandung dalam limbah, lamanya waktu pembusukan minimal 30 hari karena semakin lama pembusukan semakin sempurna prosesnya, suhu di dalam digester yaitu 15oC-35oC, kapasitas kedelai minimal untuk dapat menghasilkan biogas Dengan sistem anaerobik-biogas, gas yang dihasilkan tergantung pada kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terkandung dalam limbah, lamanya waktu pembusukan minimal 30 hari karena semakin lama pembusukan semakin sempurna prosesnya, suhu di dalam digester yaitu 15oC-35oC, kapasitas kedelai minimal untuk dapat menghasilkan biogas

Adapun sistem pengolahan biogas meliputi inlet (masuknya air limbah), bak equalisasi, bak pengendapan, bak Anaerobik Filter, bak peluapan, bak pengurasan, dan outlet (keluarnya air limbah yang telah diolah) (KLH, 2006).

Keuntungan atau keunggulan dari sistem anaerobik-biogas adalah mengurangi potensi kerusakan hutan yaitu mengurangi penebangan pohon yang digunakan untuk kayu bakar, mencegah erosi tanah, dan menghemat pemakaian bahan bakar minyak.

Biogas merupakan energi yang ramah lingkungan dan merupakan cara yang aman untuk menempatkan bahan organik jika dikelola dengan baik, sehingga meningkatkan sanitasi dan kesehatan lokal. Sisa padatan dari produksi biogas (lumpur hasil pembangkitan biogas) dapat digunakan untuk pembuatan pupuk kompos. Ini dapat mengurangi polusi air tanah dan meningkatkan kualitas udara. Gas metan termasuk gas rumah kaca (greenhouse gas), bersama dengan gas karbon dioksida CO2 memberikan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan gas metan secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya penyelesaian permasalahan global (efek rumah kaca), sehingga upaya ini dapat diusulkan sebagai bagian dari program internasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM) (Inforce, 2006).

Untuk biogas ini sistem yang diterapkan harus dirawat dan dibersihkan secara periodik untuk menghilangkan lumpur (residu padatan) hasil pembangkitan Untuk biogas ini sistem yang diterapkan harus dirawat dan dibersihkan secara periodik untuk menghilangkan lumpur (residu padatan) hasil pembangkitan

c. Pengolahan Limbah Cair Sistem Aerobik

Pada pengolahan air limbah tahu proses biologi aerobik merupakan proses lanjutan untuk mendegradasi kandungan senyawa organik air limbah yang masih tersisa setelah proses anaerobik. Sistem penanganan aerobik digunakan sebagai pencegah timbulnya masalah bau selama penaganan limbah, agar memenuhi persyaratan effluent dan untuk stabilisasi limbah sebelum dialirkan ke badan penerima (Jenie dan Rahayu, 1993).

Proses pengolahan limbah aerobik berarti proses dimana terdapat oksigen terlarut. Oksidasi bahan-bahan organik menggunakan molekul oksigen sebagai aseptor elektron akhir adalah proses utama yang menghasilkan energi kimia untuk mikroorganisme dalam proses ini. Mikroba yang menggunakan oksigen sebagai aseptor elektron akhir adalah mikroorganisme aerobik (Jenie dan Rahayu, 1993). Pengolahan limbah dengan sistem aerobik yang banyak dipakai antara lain dengan sistem lumpur aktif, piring biologi berputar (Rotating Biological Contractor = RBC) dan selokan oksidasi (Oxidation Ditch).

d. Pengolahan Limbah Sistem Kombinasi Anaerobik-Aerobik

Secara umum proses pengolahan kombinasi ini dibagi menjadi dua tahap yakni pertama proses penguraian anaerobik dan yang kedua proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerobik-aerobik.

 Penguraian anaerobik.

Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dikumpulkan melalui saluran limbah, kemudian dialirkan ke bak kontrol untuk memisahkan buangan padat. Selanjutnya limbah dialirkan ke bak pengurai anaerobik. Di dalam bak pengurai anaerobik tersebut pencemar organik yang ada dalam limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerobik, menghasilkan gas hidrogen sulfida dan metana yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Pada proses tahap pertama efisiensi penurunan nilai COD dalam limbah dapat mencapai 80-90%. Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem kombinsi anaerobik-aerobik dengan menggunakan biofilter (Herlambang, 2002).

 Proses pengolahan lanjut.

Proses pengolahan limbah dengan proses biofilter anaerobik-aerobik terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerobik, biofilter aerobik, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak klorinasi. Limbah yang berasal dari proses penguraian anaerobik (pengolahan tahap pertama) dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnva. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, pengurai lumpur dan penampung lumpur (Herlambang, 2002).

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak anaerobik dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow) dan dari bawah ke atas (up flow). Di dalam bak anaerobik tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil dan batu pecah. Jumlah bak anaerobik ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik. Setelah beberapa hari, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak anaerobik dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow) dan dari bawah ke atas (up flow). Di dalam bak anaerobik tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil dan batu pecah. Jumlah bak anaerobik ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik. Setelah beberapa hari, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak

Dari proses tersebut efisiensi penguraian zat organik dan deterjen dapat ditingkatkan serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan amonia menjadi lebih besar. Proses ini sering dinamakan aerasi kontak (contact aeration). Dari bak aerasi, limbah dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini kembali ke bagian awal bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan dialirkan ke bak klorinasi (Herlambang, 2002).

Di dalam bak klorinasi ini limbah direaksikan dengan klor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses klorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerobik-aerobik tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD) juga menurunkan amonia, deterjen, muatan padat tersuspensi (MPT) fosfat dan lainnva. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut, nilai COD dalam air olahan yang nilai COD dalam air olahan yang dihasilkan akan relatif rendah (Herlambang, 2002).

Ada berbagai macam bahan yang diperlukan dalam beberapa teknik pengolahan limbah tahu, yaitu dengan bahan anorganik dan bahan organik.Bahan anorganik dapat disebut tipe penyaringan geofiltrasi sedangkan penyaringan dengan bahan organik disebut biofiltrasi yang memanfaatkan tumbuhan atau lebih tepatnya tanaman air dan bakteri atau mikroba pengurai.

A. Bahan Anorganik Penyaring Limbah Berbagai macam cara digunakan untuk mengolah limbah cair. diantaranya : pasir, ijuk, arang batok, kerikil, pasir, ijuk dan kerikil merupakan bahan media penyaring, sedangkan arang batok merupakan bahan media penyerap (Untung, 1998). Berikut bahan anorganik pemfilter limbah:

1. Pasir Saringan pasir bertujuan untuk mengurangi kandungan lumpur dan bahan- bahan padat yang ada pada air limbah serta dapat menyaring bahan padat terapung. Ukuran pasir untuk menyaring bermacam-macam, tergantung jenis bahan pencemar yang akan disaring. Semakin besar bahan padat yang perlu disaring, semakin besar ukuran pasir.

Ukuran pasir yang lazim dimanfaatkan berukuran 0,4 mm – 0,8 mm dengan diameter pasir sekitar 0,2 mm – 0,35 mm serta ketebalan 0,4 m – 0,7 m (Untung. 1998). Menurut Saeni et al, (1990) bahwa saringan pasir mampu menurunkan bahan organik.

Di samping itu saringan pasir menurut Hay (1981) dapat menurunkan kesadahan air dengan keefektifan penyaringan 4.607 – 7.02%.Hal ini disebabkan karena pasir merupakan jenis senyawa silica dan oksigen yang dalam air berupa koloid yang mengikat OH pada permukaan membentuk lapisan pertama yang bermuatan negatif.

Bahan penyaringan pasir dan ijuk dapat menyerap Fe2+ (di samping pertukaran ion pada pasir), dimana Fe2+ dijerat oleh OH (pada pasir) atau asam- asam humus (pada ijuk) membentuk lapisan kedua.

2. Arang Batok Kelapa Arang batok ialah arang yang berasal dari tempurung kelapa Tempurung tersebut dibakar sampai menjadi arang.Selain menyerap bahan-bahan kimia 2. Arang Batok Kelapa Arang batok ialah arang yang berasal dari tempurung kelapa Tempurung tersebut dibakar sampai menjadi arang.Selain menyerap bahan-bahan kimia

Ada dua bentuk arang batok yang biasa dipakai. Pertama, butiran berdiameter 0,1 mm. Ke dua berbentuk bubuk berukuran 200 mesh. Karena berfungsi sebagai penyerap mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalam limbah cair, maka setelah beberapa waktu kemudian tidak efektif lagi.Ciri ketidak efektifannya ialah air yang sudah tersaring tidak begitu jernih lagi.Jika hal tersebut terjadi, maka arang batok perlu dicuci dengan air bersih atau bahkan diganti dengan yang baru.Arang batok butiran dapat diaktifkan lagi melalui pembakaran ganda (Slamet, 1984).

Dalam proses penyaringan dengan bahan arang terjadi pertukaran kation Fe2+ dengan Ca2+ dan Mg2+, sehingga berlangsung pengikatan Fe dan terjadi penambahan nilai kesadahan filtrat (Saeni, et al. 1990). Pada bahan penyaring arang, pengambilan Fe2+ dilakukan proses pertukaran kation, dimana kation- kation pada permukaan partikel arang ditukar oleh ion besi. Di samping itu bahan saringan arang mengandung bahan organik yang tinggi, sehingga dapat menarik bahan organik dari air yang disaring (Manahan, 1977).