teori pemahaman membaca cepat dengan

A. Teori membaca
Model teori membaca lahir dari perspekif bagaimana makna diangkat dari bacaan. Inti proses membaca
adalah seseorang berusaha memahami isi pesan penulis yang tertuang dalam bacaan.
Pemeroleh makna berangkat dari beragam sudut. Dari sudut itulah pandangan para ahli dibedakan. Ada
tiga pandangan tentang bagaimana makna diperoleh yang melahirkan tiga model teori membaca. Tiga
model teori itu antara lain:
1. Model Teori Bottom-Up
Memandang bahwa bahasa yang mewadahi teks menentukan pemahaman. Secara fisik, ketika orang
melakukan kegiatan membaca, yang dipandang adalah halaman-halaman bacaan yang posisinya di
bawah (kecuali membaca sambil tiduran!). Secara literal, bottom-up berarti ‘dari bawah ke
atas’. Maksudnya, makna itu berasal dari bawah (teks) menuju ke atas (otak/kepala). Secara
harfiah, menurut teori ini teks-lah yang menentukan pemahaman.
Inti proses membaca menurut teori ini adalah proses kengkodean kembali simbol tuturan tertulis
(Harris & Sipay, 1980). Membaca dalam proses bottom-up merupakan proses yang melibatkan
ketepatan, rincian, dan rangkaian persepsi dan identifikasi huruf-huruf, kata-kata, pola ejaan, dan unit
bahasa lainnya.
Tugas utama pembaca menurut teori ini adalah mengkode lambang-lambang yang tertulis menjadi
bunyi-bunyi bahasa (Harjasuna, 1996)
Brown (2001) menyatakan bahwa pada proses bottom-up membaca terlebih dahulu mengetahui
berbagai tanda linguistik, seperti huruf, morfem, suku kata, kata-kata frasa, petunjuk gramatika dan
tanda wacana, kemudian menggunakan mekanisme pemrosesan yang masuk akal, koheren dan

bermakna.
Agar bisa memahami bacaan pada teori ini, pembaca membutuhkan keterampilan yang berhubungan
dengan lambang bahasa yang digunakan dalam teks.
2. Model Teori Top-Down
Teori ini dikenal sebagai model psikolinguistik dalam membaca dan teori ini dikembangkan oleh
Goodman (1976). Model ini memandang kegiatan membaca sebagai bagian dari proses
pengembangan skemata seseorang yakni pembaca secara stimultan (terus-menerus) menguji dan
menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat proses membaca berlangsung.
Pada model ini, informasi grafis hanya digunakan untuk mendukung hipotesa tentang makna.
Pembaca tidak banyak lagi membutuhkan informasi grafis dari bacaan karena mereka telah memiliki
modal bacaan sendiri untuk mengerti bacaan.
Proses membaca model ini dimulai dengan hipotesis dan prediksi-prediksi kemudian
memverifikasinya dengan menggunakan stimulus yang berupa tulisan yang ada pada teks.
Inti dari model teori Top-down adalah pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran yang
lebih tinggi. Pembaca memulai tahapan membacanya dengan membaca prediksi-prediksi, hipotesishipotesis, dugaan-dugaan berkenaan dengan apa yang mungkin ada dalam bacaan, bermodalkan
pengetahuan tentang isi dan bahasa yang dimilikinya,
Untuk membantu pemahaman dengan menggunakan teori ini, pembaca menggunakan strategi yang
didasarkan pada penggunaan petunjuk semantik dan sintaksis, artinya untuk mendapatkan makna
bacaan, pembaca dapat menggunakan petunjuk tambahan yang berupa kompetensi berbahasa yang
ia miliki. Jadi, kompetensi berbahasa dan pengetahuan tentang apa saja memainkan peran penting

dalam membentuk makna bacaan.
Jadi menurut teori Top-down dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, pengalaman dan kecerdasan
pembaca diperlukan sebagai dasar dalam memahami bacaan.

3. Model Teori Interaktif
Model ini merupakan kombinasi antara pemahaman model Top-Down dan model Bottom-Up. Pada
model interaktif, pembaca mengadopsi pendekatan top-down untuk memprediksi makna, kemudian
beralih ke pendekatan bottom-up untuk menguji apakah hal itu benar-benar dikatakan oleh penulis.
Artinya, kedua model tersebut terjadi secara stimultan pada saat membaca.
Penganut teori ini memandang bahwa kegiatan membaca merupakan suatu interaksi antara pembaca
dengan teks. Dengan teori itu, dijelaskan bagaimana seorang pembaca menguasai, menyimpan dan
mempergunakan pengetahuan dalam format skemata. Kegiatan membaca adalah proses membuat
hubungan yang berarti bagi informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya (skemata).
Menurut pandangan interaktif, membaca diawali dengan formulasi tentang hipotesis tentang makna,
kemudian dilanjutkan dengan menguraikan makna huruf, kata, dan kalimat dalam bacaan. Model
interaktif adalah model membaca yang menggunakan secara serentak antara pengetahuan informasi
grafik dan informasi yang ada dalam pikiran pembaca.
Proses membaca menurut pandangan interaktif adalah proses intelektual yang kompleks, mencakup
dua kemampuan utama, yaitu kemampuan memahami makna kata dan kemampuan berpikir tentang
konsep verbal (Rubin, 1982). Pendapat ini mengisyaratkan bahwa ketika proses membaca

berlangsung, terjadi konsentrasi dua arah pada pikiran pembaca dalam waktu yang bersamaan.
Dalam melakukan aktivitas membaca, pembaca secara aktif merespon dan mengungkapkan bunyi
tulisan dan bahasa yang digunakan oleh penulis. Selain itu, pembaca dituntut untuk dapat
mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya atau makna yang ingin disampaikan oleh
penulis melalui teks yang dibacanya.
Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa membaca pemahaman merupakan proses aktif yang di
dalamnya melibatkan banyak faktor. Keterlibatan faktor-faktor itu bertujuan untuk memperoleh
pemahaman melalui proses interaksi antara pembaca dengan bacaan dalam peristiwa membaca.
Ketiga model teori membaca di atas mewarnai pandangan para ahli tentang membaca. Jika diamati
secara teliti, tulisan atau bahasan tentang membaca dalam buku-buku dan jurnal-jurnal, sedikit atau
banyak, menyentuh ketiga teori di atas. Selalu ada benang merah yang menghubungkan pandangan
para ahli dengan model teori membaca di atas.
B. Pengertian Membaca
Membaca mempunyai pengertian yang beragam. Ada yang rumusannya panjang dan ada pula yang
pendek. Penyebabnya pun bermacam-macam. Berikut beberapa contoh pengertian membaca:
1. Membaca adalah proses mengenali makna simbol tertulis
2. Membaca adalah proses melisankan bahasa tulis
3. Membaca adalah kegiatan mempersepsi aturan tertulis untuk menangkap makna yang
dikandungnya
4. Membaca adalah proses berpikir dan bernalar

5. Membaca adalah penerapan seperangkat keterampilan kognitif untuk memperoleh pemahaman
dari tuturan yang tertulis
6. Membaca adalah proses pengolahan bacaan secara kritis-kreatif yang dilakukan pembaca untuk
memperoleh pemahaman menyeluruh tentang bacaan itu, yang diikuti oleh penilaian terhadap
keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan itu.
Dari banyak dan beragamnya definisi membaca seperti contoh diatas disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Landasan teori yang digunakan untuk merumuskan pengertian membaca itu berbeda-beda

2. Kenyataan bahwa membaca adalah kegiatan mental yang sangat rumit dan unik
3. Tujuan perumusan pengertian membaca itu berbeda-beda.
4. Aspek yang ditekankan berbeda
5. Perumusnya berbeda
6. Ruang lingkup yang tercakup dalam definisi itu berbeda
Jika diamati, perbedaan antara pengertian-pengertian membaca itu lebih bukan pada substansi
pengertiannya, melainkan terletak pada lingkup masalah yang dimasukkan dalam pengertian itu.
Berdasarkan substansinya, pengertian-pengertian membaca itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga
golongan, yaitu:
1. Pengertian Sederhana, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses pengenalan
simbol-simbol tertulis bermakna.

2. Pengertian Agak Luas, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses memahami
bacaan.
3. Pengertian Luas, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses ‘mengolah
bacaan’ yaitu memaknai bacaan secara mendalam, meliputi proses memberikan reaksi kritiskreatif terhadap bacaan itu. Definisi ini sering disebut sebagai definisi modern, yang mendasarkan diri
pada pandangan modern tentang membaca.
C. Gambaran Proses Membaca
Sebagai suatu proses, membaca merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Burns (1996) menjelaskan
bahwa dalam proses membaca itu terlibat berbagai aspek yang meliputi:
1. Aspek sensori, yakni kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis
2. Aspek persepsi, yakni aspek kemampuan untuk menafsirkan apa yang dilihat pembaca sebagai
simbol atau kata
3. Aspek urutan, yakni kemampuan mengikuti poal-pola urutan, logika, dan gramatika teks
4. Aspek pengalaman, yakni aspek kemampuan menghubungkan kata-kata dengan pengalaman
yang telah dimiliki untuk memberikan makna itu
5. Aspek asosiasi, yakni aspek kemampuan mengenal hubungan antara simbol dan bunyi, dan antara
kata-kata dengan yang direpresentasikan
6. Aspek belajar, yakni aspek kemampuan untuk mengingat apa yang telah dipelajari dan
menghubungkannya dengan gagasan atau fakta yang baru dipelajari
7. Aspek afektif, yakni aspek kemampuan untuk membuat inferensi dan evaluasi dan materi yang
dipelajari

8. Aspek afektif, yakni aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh terhadap
kegiatan membaca
9. Aspek konstruktif, yakni kemampuan untuk mengkonstruksi makna bacaan
Gambaran mengenai proses membaca itu mengisyaratkan bahwa proses membaca berlangsung
kompleks dan rumit. Akan tetapi, gambaran yang rumit itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut:

1. Tahap memindai simbol bahasa yang berupa huruf, kelompok huruf, dan kata sebagai input grafis
2. Tahap mengangkat makna simbol bahasa yang berupa huruf, kelompok huruf, dan kata itu menurut
satuan-satuannya, yaitu makan frasa, klausa dan kalimat
3. Tahap mencari data berupa pengetahuan dalam skemata yang relevan dengan topik yang dibahas
dalam bacaan
4. Tahap mengintegrasi pengetahuan yang relevan itu dengan makna yang diperoleh dari satuansatuan bahasa (hasil kegiatan tahap kedua)
5. Tahap memahami makna bacaan berdasarkan interaksi antara pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya degna makna teks bacaan
6. Tahap menggolongkan dan membandingkan informasi (makna) yang diperoleh ke dalam kategori
tertentu
7. Tahap menganalisis dan menguraikan satuan-satuan makna (ide) yang ditemukan dalam bacaan
8. Tahap mensintesis, menyimpulkan, dan menilai ide yang terekam ke dalam sintesa tertentu
9. Tahap mengonseptualisasikan makna dan simpulan-simpulan yang dilihat menjadi makna tunggal

milik pembaca pribadi
10. Tahap membangun skemata baru

TINGKAT PEMAHAMAN MEMBACA
Oleh: Imron Rosidi

Ketika membaca, seseorang berusaha memahami isi pesan penulis yang
tertuang dalam bacaan. Pemahaman ini merupakan prasyarat bagi berlangsungnya
suatu tindakan membaca. Membaca dikatakan tidak berlangsung apabila tidak ada
pemahaman pada diri pembaca. Pemahaman terhadap isi bacaan tersebut memiliki
beberapa tingkatan. Bagaimana tingkatannya?
Tingkat pemahaman dalam membaca dapat dibedakan berdasarkan
kekompleksan kognitif dalam memahami bacaan. Burn, dkk (1996) dan Syafi’ie
(1993) mengemukakan dua tingkatan pemahaman membaca, yaitu pemahaman
literal dan pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman tingkat tinggi mencakup
pemahaman interpretatif, pemahaman kritis, dan pemahaman kreatif. Pemahaman
kritis dan kratif dapat digolongkan ke dalam pemahaman evaluatif. Hafni (1981)
dan Tollefson (1989) mengklasifikasikan pemahaman membaca atas lima
tingkatan, yaitu: pemahaman literal, reorganisasi, inferensial, evaluasi, dan
apresiasi.

Pemahaman literal adalah kemampuan menangkap informasi yang
dinyatakan secara tersurat dalam teks. Pemahaman literal merupakan pemahaman
tingkat paling rendah, tetapi jenis pemahaman ini tetap penting karena dibutuhkan

dalam proses membaca secara keseluruhan. Untuk bisa mencapai tingkat
pemahaman yang lebih tinggi, pembaca harus melalui tingkat pemahaman literal.
Untuk meletakkan detail secara efektif, pembaca membutuhkan beberapa arahan
tentang jenis detail yang menjadi syarat dari pertanyaan-pertanyaan yang spesifik,
misalnya pertanyaan siapa untuk menanyakan nama orang, pertanyaan di mana
untuk menanyakan tempat, pertanyaan kapan untuk menanyakan tahun, dan
seterusnya. Cochran (1991:16) menjelaskan bahwa pemahaman literal mencakup
rincian yang terdapat teks, rujukan kata ganti, dan urutan peristiwa dalam cerita.
Pemahaman literal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemampuan
mengenali kembali dan mengingat kembali informasi yang dinyatakan secara
eksplisit dalam teks. Kemampuan mengenali kembali (recognition) adalah
kemampuan mengidentifikasi atau menunjukkan informasi yang dinyatakan
secara eksplisit dalam teks. Kemampuan ini mencakup beberapa hal, yaitu:
mengenali kembali rincian-rincian, ide-ide utama, urutan, perbandingan,
hubungan sebab-akibat, dan karakter tokoh yang dinyatakan secara eksplisit
dalam teks. Selanjutnya, kemampuan mengingat kembali adalah kemampuan

mengingat kembali informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks.
Kemampuan ini mencakup: mengingat kembali rincian, ide utama, suatu urutan,
perbandingan, hubungan sebab-akibat, dan karakter tokoh yang dinyatakan secara
eksplisit dalam teks.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pemahaman literal
merupakan prasyarat untuk tingkat pemahaman yang lebih tinggi, yaitu membaca
untuk memperoleh detail isi bacaan secara efektif. Pemahaman ini dimaksudkan
untuk memahami isi bacaan secara efektif. Pemahaman ini dimaksudkan untuk
memahami isi bacaan seperti yang tertulis pada kata, kalimat, dan paragraf dalam
teks bacaan. Pemahaman literal menuntut kemampuan ingatan tentang hal-hal
tertulis dalam teks.
Tingkat pemahaman yang kedua adalah pemahaman interpretatif, yang
menurut Hafni (1981) dan Tollefson (1989) sebagai pemahaman reorganisasi dan
inferensial. Pemahaman interpretatif adalah pemahaman makna antarkalimat atau
makna tersirat atau penarikan kesimpulan teks. Pemahaman interpretatif
merupakan proses memperoleh gagasan-gagasan yang diimplikasikan oleh teks,
bukan yang bisa langsung ditemukan dalam teks. Membaca pemahaman
interpretatif mencakup penarikan kesimpulan tentang gagasan utama dari suatu
teks, hubungan sebab akibat yang dinyatakan secara tidak langsung dalam teks,
rujukan kata ganti, rujukan kata keterangan (adverb), dan kata-kata yang

dihilangkan. Pemahaman interpretatif juga mencakup pemahaman suasana hati
pelaku yang terdapat dalam cerita (mood of a passage) tujuan penulis cerita
tersebut, dan makna bahasa figuratif (Burn, dkk., 1996).
Cochran (1991) menyebut pemahaman interpretatif sebagai pemahaman

inferensial. Dia mengemukakan bahwa pemahaman inferensial mencakup
beberapa keterampilan membaca, yaitu keterampilan menghubungkan cerita
dengan pengalaman pribadi, keterampilan menemukan gagasan utama,
menemukan hubungan sebab-akibat yang dinyatakan secara tidak langsung dalam
suatu cerita, mengampil kesimpulan, memprediksikan kelanjutan dari suatu teks
setelah membaca sebagian dari teks tersebut, serta keterampilan menemukan
persamaan dan perbedaan dua hal. Dengan kata lain, pembaca bisa menemukan
persamaan dan perbedaan yang tidak dinyatakan secara langsung dalam suatu
teks, misalnya persamaan dan perbedaan karakter tokoh yang terdapat dalam
cerita.
Jenis pemahaman yang tertinggi adalah pemahaman evaluatif. Pemahaman
evaluatif merupakan kemampuan mengevaluasi materi teks. Pemahaman evaluatif
terdapat dalam kegiatan membaca kritis. Pemahaman pembaca berada pada
tingkat ini apabila pembaca mampu membandingkan gagasan-gagasan yang
ditemukan dalam teks dengan norma-norma tertentu dan mengambil kesimpulankesimpulan yang berkaitan dengan teks. Pemahaman kritis bergantung pada

pemahaman literal, pemahaman interpretatif, dan pemahaman gagasan penting
yang dimplikasikan (Burn, dkk., 1996).
Pemahaman evaluatif munurut Cochran (1991) mencakup kemampuan
menilai atau memutuskan yang berkenaan dengan (1) menganalisis karakter dan
latarnya, (2) menilai apakah cerita atau gambar riil atau hasil imajinasi penulis, (3)
meringkas alur cerita, (4) menilai apakah sebuah fakta atau opini, (5) memahami
cara penulis menggambarkan suasana hati tokoh melalui pelukisan fisik dan
psikologis para tokoh, dan (6) memahami cara penulis meyakinkan pembaca
melalui pernyataan yang diungkapkannya.
Dengan demikian, membaca evaluatif (membaca kritis) merupakan kegiatan
membaca yang bertujuan untuk memahami isi bacaan. Pembaca tidak saja
menginterpretasi maksud penulis, tetapi juga menilai apa yang disampaikan
penulis.
Pemahaman kritis ditandai oleh kemampuan membandingkan isi bacaan
dengan pengalaman pembaca sendiri, mempertanyakan maksud penulis, dan
mereaksi secara kritis gaya penulis dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya
(Syafi’ie, 1993:49). Terkait dengan pendapat Syafi’ie, Cochran (1993)
mengemukakan bahwa membaca kritis merupakan wilayah belajar sangat kecil
atau bahkan tidak ada kaitannya dengan jawaban benar atau salah. Membaca kritis
lebih mengarah pada kesan-kesan, suasana hati dan penilaian tentang cara atau
alasan seseorang menulis suatu karya. Menurut Cochran, kegiatan membaca kritis
mencakup: (1) menganalisis karakter dan latarnya, (2) meringkas alur cerita, (3)
membedakan fakta dengan opini, (4) menangkap suasana hati suatu bacaan, dan
(5) memahami tujuan penulis.

Jenis pemahaman lainnya adalah pemahaman apresiasi (Hafni, 1981 dan
Tollefson, 1989). Pemahaman apresiasi merupakan untuk mengungkapkan respon
emosional dan estetis terhadap teks yang sesuai dengan standar pribadi dan
standar profesional mengenai bentuk sastra, gaya, jenis, dan teori sastra.
Pemahaman apresiasi melibatkan seluruh dimensi kognitif yang terlibat dalam
tingkatan pemahaman sebelumnya. Dalam pemahaman apresiasi, pembaca
dituntut juga menggunakan daya imajinasi untuk memperoleh gambaran yang
baru melebihi apa yang disajikan penulis. Hal ini berarti bahwa pembaca dituntut
merespon teks secara kreatif.
DePorter dan Hernacki (1992) memberikan beberapa kiat dalam rangka
meningkatkan pemahaman pembaca yang berkorelasi terhadap kemampuan
membaca cepat seseorang. Kiat-kiat tersebut adalah (1) jadilah pembaca aktif, (2)
bacalah gagasan, bukan kata-katanya, (3) libatkan indra, (4) ciptakan minat, dan
(5) Buat Peta Pikiran dari Materi Bacaan. Untuk menjadi pembaca aktif, seorang
pembaca tidak boleh melupakan dengan enam kata tanya: siapa? kapan? di mana?
apa? mengapa? dan bagaimana? Ketika membaca, usahakan keenam pertanyaan
tersebut dapat terjawab.
Kiat yang kedua adalah bacalah gagasan, bukan kata-katanya. Satusatunya cara untuk dapat “memahami gagasan” dalam sebuah bacaan adalah
dengan membaca kata-kata dalam konteks yang berhubungan. Apabila yang
dibaca kata demi kata, otak pembaca harus bekerja lebih keras untuk
mengartikannya. Selain itu, pembaca harus dapat mengoptimalkan fungsi indra,
terutama indra mata.
Sebelum membaca, bertanyalah kepada diri sendiri “Mengapa aku perlu
membaca bacaan ini?” Setelah itu, mulailah dengan melihat sekilas tentang
bacaan itu dan menyingkirkan informasi yang kurang dibutuhkan. Untuk kiat
yang terakhir, pembaca perlu membuat peta pikiran dengan menggunakan
pembagian topik yang telah dibaca. Bacalah sekali lagi secara menyeluruh dan
isilah detail-detail yang penting untuk diingat.

Hakikat Membaca
Bagi masyarakat yang hidup dalam babakan pasca industri, atau yang lazim
disebut era sumber daya manusia, atau era sibermatika, seperti sekarang ini,
kemahiran membaca dan menulis atau yang lazim disebut literacy memang telah
dirasakan sebagai conditio sine quanon alias prasyarat mutlak yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Sebagai sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat
prakiraan bahwa kehidupan perekonomian mendatang akan menemukan sumber
kekuatannya pada kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan suatu sumber daya
yang hanya ada pada manusia, yakni daya nalarnya. Sebab daya nalar tersebut
merupakan sumber utama yang dimiliki oleh manusia untuk berkreasi dan

beradaptasi agar mereka mampu memacu kehidupan dalam jaman teknologi yang
semakin canggih dan berkembang ini. Nalar manusia akan berkembang secara
maksimal jika ia diasah melalui pendidikan. Dan jantung dari pendidikan adalah
kegiatan berliterasi atau kegiatan baca-tulis. Dengan demikian kedudukan
kemahiran berliterasi pada abad informasi seperti sekarang ini sesungguhnya
merupakan modal utama bagi siapa saja yang berkehendak meningkatkan
kemampuan serta kesejahteraan penghidupannya.
Dalam dunia pendidikan kemahiran berliterasi merupakan hal yang sangat
fundamental. Sebab semua proses belajar sesungguhnya didasarkan atas kegiatan
membaca dan menulis, juga dengan melalui kegiatan literasi membaca dan
menulislah kita dapat menjelajahi luasnya dunia ilmu yang terhampar luas dari
berbagai penjuru dunia dan dari berbagai babakan jaman. Dengan demikian, dunia
pendidikan dan persekolahan memiliki tugas untuk mengupayakan kehadiran
salah satu aspek keterampilan berbahasa ini kepada para siswanya.
Hingga saat ini cukup banyak pengertian atau definisi yang telah dikemukakan
oleh para pakar tentang membaca. Dari berbagai pengertian dan definisi membaca
tersebut kita dapat mengklasifikasikan ke dalam tiga kelompok besar. Pertama,
pengertian membaca yang ditarik sebagai interpretasi pengalaman membaca itu
bermula dengan penemuan waktu dan berawal dengan pengelolaan tanda-tanda
berbagai benda (membaca itu berawal dengan tanda dan pertanda). Kedua,
definisi atau pengertian membaca yang ditarik dari interpretasi lambang grafis;
membaca merupakan upaya memperoleh makna dari untaian huruf tertentu. Dan
ketiga, definisi atau pengertian membaca yang ditarik dari keduanya, yakni
membaca merupakan perpaduan antara pengalaman dan upaya memahami
lambang-lambang grafis atau dari halaman bercetakan. Jika dihubungkan dengan
masalah pembelajarannya, setiap definisi-definisi membaca tersebut sudah barang
tentu senantiasa berimplikasi. Sebagai seorang guru atau calon guru kita perlu
memahami implikasi-implikasi tersebut.
Kegiatan Belajar 2:

Membaca Sebagai Proses
Membaca bukanlah suatu kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan suatu sintesis
berbagai proses yang tergabung ke dalam suatu sikap pembaca yang aktif. Proses
membaca yakni membaca sebagai proses psikologi, membaca sebagai proses
sensori, membaca sebagai proses perseptual, membaca sebagai proses
perkembangan, dan membaca sebagai proses perkembangan keterampilan.
Sebagai proses psikologi membaca itu perkembangannya akan dipengaruhi oleh
hal-hal yang sifatnya psikologi pembaca, seperti intelegensi, usia mental, jenis
kelamin, tingkat sosial ekonomi, bahasa, ras, kepribadian, sikap, pertumbuhan
fisik, kemampuan persepsi, tingkat kemampuan membaca. Di antara faktor-faktor
tersebut menurut Harris (1970), bahwa faktor terpenting dalam masalah kesiapan
membaca yaitu intelegensi umum.
Membaca sebagai proses sensoris mengandung pengertian bahwa kegiatan
membaca itu dimulai dengan melihat. Stimulus masuk lewat indra penglihatan

mata. Setelah dilakukan pemaknaan atau pengucapan terhadapnya. Pernyataan
“membaca sebagai proses sensoris” tidak berarti bahwa membaca merupakan
proses sensoris semata-mata. Banyak hal yang terlibat dalam proses membaca dan
ketidakmampuan membaca bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang bisa
bekerja sendiri-sendiri atau secara serempak.
Membaca sebagai proses perseptual mengandung pengertian bahwa dalam
membaca merupakan proses mengasosiasikan makna dan interpretasi berdasarkan
pengalaman tentang stimulus atau lambang, serta respons yang menghubungkan
makna dengan stimulus atau lambang tersebut. Membaca sebagai proses
perkembangan mengandung arti bahwa membaca itu pada dasarnya merupakan
suatu proses perkembangan yang terjadi sepanjang hayat seseorang. Kita tidak
tahu kapan perkembangan mulai dan berakhir. Sedangkan proses membaca
sebagai perkembangan keterampilan mengandung arti membaca merupakan
sebuah keterampilan berbahasa (language skills) yang sifatnya objektif, bertahap,
bisa digeneralisasikan, merupakan perkembangan konsep, pengenalan dan
identifikasi, serta merupakan interpretasi mengenai informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Burnes Don and Glenda Page (ed.). (1985). Insight and Strategies for Teaching
Reading. Sydney: Harcourt Brace Jovanovich Group.
Harris, L. Theodore (et.al) (ed.). (1983). Dictionary of Reading and Related Term.
London: International Reading Asociation.
Harras K.A. (1995). Membaca Minat Baca Masyarakat Kita dalam jurnal Mimbar
Bahasa dan Seni No.XXII 1995.
Harjasujana, A. (1988). Nusantara yang Literat: Secercah Sumbangsaran terhadap
Upaya Pengingkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. (Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar pada FPBS IKIP Bandung).
Harjasujana, A. (dkk.). (1988). Materi Pokok Membaca. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Harjasujana, A, dan Vismaia Damaianti. (2003). Membaca dalam Teori dan
Praktik. Bandung: Penerbit Mutiara.
Olson, R. David (et.al) (ed.). (1983). Literacy, Language, and Learning. London:
Cambridge University.
Richard T. Vacca and Jo Annel Vacca. (1987). Content Area Reading. Boston:
Scott, Foresman and Company.
Smith, Frank. (1987). Understanding Reading: a Psikolinguistic Analysis of
Reading and Learning to Read. London: Lawrence Erlbaum Asociates Publisher.

Tarigan, H.G. (1986). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Tarigan, H.G., Kholid dan A. Ruhendi Saefullah (ed.). (1989). Membaca dalarn
Kehidupan. Bandung: Angkasa.
MODUL 2: JENIS-JENIS MEMBACA
Kegiatan Belajar 1:

Membaca Berdasarkan Terdengar Tidaknya Suara
Pembaca
Ditinjau dari terdengar dan tidaknya suara si pembaca pada waktu membaca, kita
dapat membagi membaca menjadi dua jenis yakni membaca dalam hati (silent
reading) dan membaca nyaring atau membaca bersuara (oral reading or aloud
reading). Pada tataran yang paling rendah membaca nyaring merupakan aktivitas
membaca sebatas melafalkan lambang-lambang bunyi bahasa dengan suara yang
cukup keras, sedangkan pada tataran yang lebih tinggi membaca nyaring
merupakan proses pengkomunikasian isi bacaan (dengan nyaring) kepada orang
lain (pendengar).
Membaca dalam hati merupakan proses membaca tanpa mengeluarkan suara.
Yang aktif bekerja hanya mata dan otak atau kognisi saja. Untuk menanamkan
kemahiran kedua jenis membaca ini diperlukan adanya proses latihan secara
terencana dan sungguh-sungguh di bawah asuhan guru-guru profesional.
Kegiatan Belajar 2:

Membaca Berdasarkan Cakupan Bahan Bacaan
Dilihat dari sudut cakupan bahan bacaan yang dibaca, secara garis besar membaca
dapat kita golongkan menjadi dua: membaca ekstensif (extensive reading) dan
membaca intensif (intensif reading). Membaca ekstensif program membaca secara
luas, baik jenis maupun ragam teksnya dan tujuannya sekadar untuk memahami
isi yang penting- penting saja dari bahan bacaan yang dibaca dengan
menggunakan waktu secepat mungkin. Ada tiga jenis membaca, yakni membaca
survei (survei reading), membaca sekilas skimming), membaca dangkal
(superficial reading).
Membaca intensif merupakan program kegiatan membaca yang dilakukan secara
seksama. Dalam membaca ini, para siswa hanya membaca satu atau beberapa
pilihan dari bahan bacaan yang ada dan bertujuan untuk menumbuhkan serta
mengasah kemampuan membaca secara kritis. Secara garis besar membaca
intensif terbagi dua, yakni membaca telaah isi (content study reading) dan
membaca telaah bahasa I (linguistik study reading). Membaca telaah isi dibagi
lagi menjadi membaca telaah teliti (close reading), membaca pemahaman (reading
for understanding). Membaca kritis (outical reading) dan membaca ide (reading

for ideas). Membaca telaah bahasa dibagi menjadi membaca bahasa asing (foreign
language reading) dan membaca sastra (literary reading).
DAFTAR PUSTAKA
Harjasujana, Ahmad Slamet, (dkk). (1988). Materi Pokok Membaca. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Harris, L. Theodore (et.al) (ed). (1983). Dictionery of Reading and Related Term.
London: Heinemann Educational Book.
Soedarso. (1989). Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia.
Smith, Frank. (1986). Understanding Reading: A Psycholpnguistic Analysis of
Reading and Learnig to Read. London: Lawrence Erlbaum Associate Publisher.
Tampubolon D.P. (1989). Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif dan
Efisien. Bandung: Angkasa.
Tarigan, H.G. (1986). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
_________. (1986). Membaca Ekspresif. Bandung: Angkasa
MODUL 3: LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN MEMBACA
Kegiatan Belajar 1:

Tahap-tahap dalam Kegiatan Membaca
Ada tiga langkah dalam kegiatan membaca, yaitu kegiatan pramembaca, kegiatan
membaca, dan kegiatan pascamembaca. Kegiatan Pramembaca, yaitu kegiatankegiatan yang dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan membaca sebagai
jembatan untuk dapat memahami bacaan dan agar dapat melaksanakan kegiatan
pascamembaca dengan cepat dan mudah. Kegiatan membaca, yaitu kegiatan
memahami teks yang dibaca. Kegiatan pascamembaca, yaitu kegiatan-kegiatan
yang dilakukan setelah melaksanakan kegiatan membaca untuk mengecek atau
menguji pemahaman terhadap bacaan yang telah dibaca.
Kegiatan Belajar 2:

Beragam Variasi Kegiatan Pramembaca
Disebut kegiatan pramembaca karena kegiatan ini dilaksanakan sebelum seorang
siswa melaksanakan kegiatan membaca. Fungsi utama kegiatan pramembaca
adalah memberikan pengetahuan awal terkait dengan aspek-aspek bacaan yang

hendak dipahami, melatih siswa mengetahui tujuan membaca, dan memberikan
motivasi dan rasa percaya diri. Kegiatan pramembaca merupakan jembatan untuk
mengaitkan beragam pengetahuan yang memiliki keterkaitan dengan isi bacaan.
Ada beragam variasi kegiatan pramembaca. Kegiatan pramembaca ini tidak boleh
terlepas dari kompetensi dasar dan indikator yang akan dicapai dalam
pembelajaran membaca. Artinya, semua kegiatan pramembaca dirancang untuk
mencapai kompetensi dasar dan indikator yang akan dibelajarkan kepada siswa.
Kegiatan Belajar 3:

Beragam Variasi Kegiatan Tahap Membaca
Kegiatan pada tahap membaca adalah salah satu tahap kegiatan penting dan utama
dalam keseluruhan tahapan membaca. Seorang pembaca yang efektif dan efisien
terlebih dahulu harus mengetahui tujuan dia membaca. Setelah mengetahui tujuan
membaca, seorang pembaca akan memilih strategi membaca yang tepat dan sesuai
untuk mencapai tujuan tersebut.
Teknik skimming sangat cocok digunakan untuk membaca cepat dan menemukan
gagasan inti bacaan secara cepat. Sedangkan teknik membaca scanning sangat
tepat digunakan untuk menemukan informasi tertentu secara cepat dalam teks
yang dibaca.
Kegiatan Belajar 4:

Beragam Variasi Kegiatan Setelah Membaca
Disebut kegiatan pascamembaca karena kegiatan ini dilaksanakan setelah seorang
siswa melaksanakan kegiatan membaca. Fungsi utama kegiatan pascamembaca
adalah untuk mengecek apakah apa yang dibaca telah dipahami dengan baik oleh
siswa. Kegiatan setelah membaca ini dapat berupa tugas atau pertanyaanpertanyaan terkait dengan teks yang dibaca. Ada beragam variasi kegiatan
pascamembaca. Kegiatan pascamembaca ini tidak boleh terlepas dari kompetensi
dasar dan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran membaca. Artinya,
semua kegiatan pramembaca dirancang untuk mencapai kompetensi dasar dan
indikator yang akan dibelajarkan kepada siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Carrell, P.L. (1988). Interactive approaches to second language reading.
Cambridge: University Press.
Ernawan, Mamun Dudy. (1989). Process Approach to the Teaching of Reading to
SMA Students in Indonesia. London: Ealing College Press.
Grellet, Francoise. (1981). Developing Reading Skills: A practical guide to
reading comprehension exercise.

Sidi, Indra Djati. (2001). Menuju Masyarakat Belajar. Menggagas Paradigma
Baru Pendidikan. Jakarta: Paramdina.
Nuttall, Cristine. (1982). Teaching Reading Skills in a Foreign Language.
Heineman Educational Books.
MODUL 4: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN
MEMBACA
Kegiatan Belajar 1:

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Membaca
Pemahaman terhadap teks yang dibaca dipengaruhi oleh banyak faktor, di
antaranya faktor karakteristik materi bacaan dan karakteristik pembaca itu sendiri.
Teks bacaan sangat berpengaruh terhadap pemahaman pembaca, ada teks yang
tingkat kesulitannya rendah, sedang, dan tinggi. Oleh karena itu, tingkat
keterbacaan teks (readibility) adalah salah satu syarat yang harus diperhatikan
dalam memilih teks. Selain itu, kemenarikan dan keotentikan teks juga merupakan
syarat untuk memilih teks yang baik.
Karakteristik pembaca juga dapat mempengaruhi pemahaman pembaca terhadap
teks. Karakteristik pembaca yang dapat mempengaruhi pemahaman teks adalah:
IQ, minat baca, kebiasaan membaca yang jelek, dan minimnya pengetahuan
tentang cara membaca cepat dan efektif.
Kegiatan Belajar 2:

Teknik Meningkatkan Kemampuan Membaca
Cepat
Membaca dengan kecepatan optimal dan memahami teks yang dibaca, itulah
konsep membaca cepat. Banyak manfaat membaca cepat, antara lain: 1) banyak
informasi penting dapat diserap dalam waktu yang cepat, 2) membaca
memperluas wawasan, 3) membaca cepat meningkatkan kemahiran berbahasa
yang lain, 4) membaca cepat membantu Anda menghadapi ujian/tes, dan 5)
membaca cepat meningkatkan pemahaman terhadap teks yang dibaca. Ada
beberapa langkah yang dapat dipraktikkan untuk mengukur kecepatan membaca
seseorang. Dan ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan membaca cepat.
Kegiatan Belajar 3:

Teknik Meningkatkan Kemampuan Membaca
Nyaring (Membaca Teks untuk Orang Lain)
Membaca nyaring adalah kegiatan membacakan teks untuk orang lain.
Kompetensi membaca nyaring dalam Kurikulum 2004 mata pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia, antara lain sebagai berikut: membacakan beragam teks berita;
membacakan beragam teks laporan; membacakan beragam teks percakapan;
membacakan beragam teks pengumuman; dan membacakan beragam teks
perangkat upacara.
Kompetensi membaca nyaring adalah salah satu kecakapan hidup yang diperlukan
sebagai bekal siswa untuk dapat bersaing di dunia kerja dan juga berguna dalam
kehidupan siswa. Kompetensi membaca nyaring ini perlu dikuasai oleh semua
mahasiswa calon guru (Bahasa dan Sastra Indonesia. Kompetensi yang andal
dalam melaksanakan kegiatan membaca nyaring adalah salah satu prasyarat
menjadi guru yang profesional, guru masa depan yang dapat melaksanakan
pembelajaran tuntas (mastery learning) dan membelajarkan siswa agar dapat
menguasai kompetensi secara tuntas pula (Depdiknas, 2003).
Beragam kegiatan yang dapat dilatihkan untuk meningkatkan kemampuan dalam
membaca nyaring adalah sebagai berikut: memahami isi teks dan memberikan
tanda jeda pada teks, berlatih membacakan teks dengan intonasi, lafal, dan
pemenggalan yang tepat, berlatih mengomentari hasil pembacaan, berlatih
meningkatkan performansi pembacaan teks, misalnya: latihan vokal, intonasi,
melafalkan kata-kata yang sulit, menyerasikan gerak dan ucapan, dan pernafasan.
DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki dan Hasanuddin W.S. (1990). Pembacaan Karya Susastra Sebagai Suatu
Seni Pertunjukan. Padang: Angkasa Raya.
Balai Pustaka. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
BBC Siaran Indonesia. (Maret, 2004). "Warta Berita."
Chall, Jeane S. (1984). Readability and comprehension: continuities and
discountinuities. Disunting oleh Flood, Understanding Reading Comprehension.
Delaware: International Reading Association, Inc.
Depdikbud. (1989). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004. Standar Kompetensi. Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia. Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta:
Depdiknas.
Djiwandono, M. Soenardi. (1988). A Closer look at cloze test. Dalam Tellin
Journal, Vol. 1.

Ginting Setia. (1989). Kajian tentang metode uji keterbacaan sebagai penentu
keefektifan materi bacaan. Tesis. Malang: FPS IKIP Malang.
Hafni. (1981). Pemilihan dan Pengembangan Bahan Pengajaran Membaca.
Jakarta: PPPG.
Harsiati, Titik. (1993). Tingkat Keterbacaan Buku Teks Membaca Siswa Sekolah
Dasar se Kodya Malang. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang.
Klare, George R. (1984). Readability Reading dalam Pearson P. David. Handbook
of Reading Research. New York and London: Longman, Inc.
Nuttall, Christine. (1985). Teaching Reading Skill in a Foreign Language.
London: Heinemann Educational Books, Ltd.
Nurhadi. (1987). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru dan Malang:
YA3 Malang.
Oller, John W. (1979). Language Test at School. London: Longman Group, Ltd.
Sidi, Indra Djati. (2001). Menuju Masyarakat Belajar. Menggagas Paradigma
Baru Pendidikan. Jakarta: Paramdina.
Taryono dan Imam Agus Basuki. (1996). Bahan Ajar Keterampilan Berbicara.
Malang: IKIP Malang.
MODUL 5: MEMBACA INTENSIF DAN EKSTENSIF
Kegiatan Belajar 1:

Memahami Hakikat dan Karakteristik Membaca
Intensif
Membaca intensif adalah membaca secara cermat untuk memahami suatu teks
secara tepat dan akurat. Kemampuan membaca intensif adalah kemampuan
memahami detail secara akurat, lengkap, dan kritis terhadap fakta, konsep,
gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan yang ada pada wacana tulis.
Membaca intensif sering diidentikkan dengan teknik membaca untuk belajar.
Dengan keterampilan membaca intensif pembaca dapat memahami baik pada
tingkatan lateral, interpretatif, kritis, dan evaluatif.
Aspek kognitif yang dikembangkan dengan berbagai teknik membaca intensif
tersebut adalah kemampuan membaca secara komprehensif. Membaca kompreshensif merupakan proses memahami paparan dalam bacaan dan menghubungkan
gambaran makna dalam bacaan dengan skemata pembaca guna memahami
informasi dalam bacaan secara menyeluruh. Kemampuan membaca intensif
mencakup 1) kemampuan pemahaman literal, 2) pemahaman inferensial, 3)

pemahaman kritis, dan 4) pemahaman kreatif.
Karakteristik membaca intensif mencakup 1) membaca untuk mencapai tingkat
pemahaman yang tinggi dan dapat mengingat dalam waktu yang lama, 2)
membaca secara detail untuk mendapatkan pemahaman dari seluruh bagian teks,
3) cara membaca sebagai dasar untuk belajar memahami secara baik dan
mengingat lebih lama, 4) membaca intensif bukan menggunakan cara membaca
tunggal (menggunakan berbagai variasi teknik membaca seperti scanning,
skimming, membaca komprehensif, dan teknik lain), 5) tujuan membaca intensif
adalah pengembangan keterampilan membaca secara detail dengan menekankan
pada pemahaman kata, kalimat, pengembangan kosakata, dan juga pemahaman
keseluruhan isi wacana, 6) kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa
membaca kalimat-kalimat dalam teks secara cermat dan penuh konsentrasi.
Kecermatan tersebut juga dalam upaya menemukan kesalahan struktur,
penggunaan kosakata, dan penggunaan ejaan/tanda baca, 7) kegiatan dalam
membaca intensif melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, dan 8) kegiatan
dalam membaca intensif melatih siswa mengubah/menerjemahkan wacanawacana tulis yang mengandung informasi padat menjadi uraian (misalnya:
membaca intensif tabel, grafik, iklan baris, dan sebagainya)
Teknik-teknik membaca intensif dapat berupa SQ3R, OPQRST, dan KWLU.
Teknik tersebut melatih dan membekali pembaca dengan suatu metode studi
(belajar) yang sistematis. Teknik-teknik membaca intensif ini didasari oleh teori
skemata. Teori skemata ini mencetuskan gagasan bahwa inti dari pemahaman
dimainkan oleh suatu struktur kognitif yang disebut skemata.
Kegiatan Belajar 2:

Memahami Hakikat dan Karakteristik Membaca
Ekstensif
Membaca ekstensif adalah membaca untuk kesenangan dengan penekanan pada
pemahaman umum. Dalam program membaca ekstensif seseorang dituntut untuk
dapat mengakses sebanyak mungkin judul buku/artikel/berita dengan topik-topik
yang sudah populer. Dalam program membaca ekstensif kemampuan dan
kemauan membaca seseorang diamati secara teratur baik dengan catatan formal
maupun tidak formal oleh pembaca sendiri. Catatan harian dan buku laporan
digunakan bersama dengan catatan judul dan komentar terhadap apa yang dibaca.
Membaca ekstensif dilakukan dalam rangka menumbuhkan kesenangan dan
kemauan membaca beragam wacana tulis dalam bahasa target (bahasa yang
sedang dipelajari). Dengan membaca ekstensif seseorang dapat meningkatkan
kemampuan dan minat bacanya.
Membaca ekstensif memiliki beberapa karakteristik yang meliputi 1) membaca
sebanyak mungkin wacana tulis (dilakukan di luar kelas), 2) topik dan bentuk
wacana yang dibaca bervariasi, 3) pembaca memilih apa yang ingin dibaca
(memperhatikan minat), 4) tujuan membaca berkaitan dengan kesenangan,
memperkaya informasi, dan pemahaman umum terhadap isi teks/wacana, 5)

dalam membaca ekstensif akan terjadi penguatan diri sendiri, 6) pembaca
membuat jurnal apa yang telah dibaca dan bagaimana komentar terhadap yang
dibaca, 7) bersifat individual dan bersifat membaca senyap, 8) Aspek kebahasaan
tidak menjadi penghalang pemahaman (bacaan dipilih, 9) kecepatan membaca
cukup (tidak cepat dan tidak lambat), 10) menggunakan teks yang tidak terlalu
sulit (hanya satu dua kata yang sulit, 11) pembaca tidak diberi tes sesudah
membaca (pembaca hanya memberikan respons personal/komentar terhadap apa
yang dibaca), dan 12) membaca ekstensif membantu pembaca untuk mengenali
beberapa fungsi teks dan cara pengorganisasian teks.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, T. (1994). ”Intensive” versus ”Extensive” Reading: A Study of the Use of
Graded Readers as Supplementary Input Material to Traditional ”Intensive”
Reading Techniques. Unpublished MA TEFL Dissertation. University of Reading.
Bell, T., & Campbell, J. (1996). Promoting Good Reading Habits: The Debate.
Network 2/3 (pp 22-30).
__________________. (1997). Promoting Good Reading Habits Part 2: The Role
of Libraries. Network 2/4 (pp 26-35).
Davis, C. (1995). Extensive reading: an expensive extravagance? English
Language Teaching Journal 49/4 (pp 329-336).
Grabe, W. (1991). Current developments in second language reading research.
TESOL Quarterly 25/3: 375-406.
Hafiz, F. M., & Tudor, I. (1989). Extensive reading and the development of
language skills. English Language Teaching Journal, 43, (pp 4-13).
Kalb, G. (1986). Teaching of extensive reading in English instruction at the senior
gymnasium level. Die Neueren Sprachen, 85, (pp 420-430).
Kembo, J. (1993). Reading: Encouraging and Maintaining Individual Extensive
Reading. English Teaching Forum, 31/2, (pp 36-38).
Krashen, S. D. (1982). Principles and Practice in Second Language Acquisition.
New York: Prentice Hall.
___________. (1984). Writing: Research, Theory and Applications. New York:
Prentice Hall.
Nagy, W., & Herman, P. (1987). Breadth and depth of vocabulary knowledge:
Implications for acquisition and instruction. In Mckeown, M., & Curtis, M. (eds),
The nature of vocabulary acquisition. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum. (pp 1935).

Nunan, D. (1991). Language Teaching Methodology: A Textbook For Teachers.
London: Prentice Hall.
Nurhadi. (1989). Meningkatkan Kemampuan Membaca. Bandung: CV Sinar
Baru.
Nuttall, Christine. (1989). Teaching Reading Skills in a Foreign Language.
Heineman Educational Books.
Pickard, N. (1996). 'Out-of-class language learning strategies.' English Language
Teaching Journal, 50/2, (pp 151-159).
Richard R. Day & Julian Bamford.(2002). Extensive Reading in the Second
Language Classroom. (Cambridge University Press)
Robb, T. N., & Susser, B. (1989). Extensive Reading vs Skills Building in an EFL
context. Reading in a Foreign Language, 5/2, (pp 239-249).
Soedarso. (1988). Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia
Suharianto. Membina Keterampilan Membaca, (Makalah untuk Penataran Guruguru Bahasa Indonesia 1980).
Stotsky, S. (1983). Research on reading/writing relationships: A synthesis and
suggested directions. Language Arts, 60, (pp 627-642).
Tampubolon, D.P. Kemampuan Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa
Tsang, Wai-King. (1996). Comparing the Effects of Reading and Writing on
Writing Performance. Applied Linguistics 17/2, (pp 210-223).
Wodinsky, M., & Nation, P. (1988). Learning from graded readers. Reading in a
Foreign Language 5: (pp 155-161).
Internet TESL Journal, Vol. IV, No. 12, December 1998.
http://iteslj.org/Articles/Bell-Reading.html.[EPER
http://www.ials.ed.ac.uk/epermenu.html]
MODUL 6: PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MEMBACA SKIMMING
DAN SCANNING
Kegiatan Belajar 1:

Memahami Hakikat dan Karakteristik Membaca
Skimming
Teknik membaca skimming salah satu teknik membaca cepat. Membaca dengan
teknik skimming berarti kita secara cepat membaca sekilas teks untuk menentukan
ide-ide penting dari teks. Awal skimming dapat menggunakan tanda-tanda
organisasional yang digunakan penulis seperti subjudul, ringkasan, penggunaan
tanda tertentu yang menunjukkan pentingnya suatu informasi (tanda italic, garis
bawah, cetak tebal, dan sebagainya).
Pada waktu melakukan skimming secara cepat mata kita bergerak ke seluruh teks
untuk memperoleh gambaran umum mengenai teks. Pembacaan cara ini boleh
melewati bagian-bagian tertentu yang dianggap kurang penting. Ketika kita
membaca sekilas kita akan menggerakkan mata kita dari atas ke bawah dengan
cepat menyapu seluruh halaman yang dibaca sambil memberi fokus pada
informasi yang dicari.
Dengan skimming seseorang mencoba untuk mendapatkan inti atau gambaran
umum apa yang dibaca bukan mendapatkan gambaran detail seluruh isi teks.
Seseorang menggunakan skimming untuk memutuskan apakah suatu buku akan
dipilih/tidak. Skimming sering digunakan untuk melakukan tinjauan awal
(previewing) untuk mengetahui isi umum suatu teks/buku.
Seseorang melakukan skimming untuk 1) mengenali topik bacaan atau memilih
bacaan, 2) mengetahui pendapat seseorang secara umum, 3) mendapatkan bagian
penting dari suatu bacaan tanpa membaca keseluruhan, 4) melakukan penyegaran
apa yang pernah dibaca, dan 5) mensurvei buku yang akan dibaca.
Skimming dilakukan dengan cara 1) memahami dan menemukan bagian-bagian
dari suatu bacaan yang memuat informasi penting (misalnya memahami dan
menemukan letak ide pokok dalam paragraf, memahami dan menemukan letak
informasi penting dari suatu buku), 2) membaca sekilas dan melompati bagianbagian yang tidak penting dari suatu bacaan (contoh, ilustrasi, paragraf transisi),
3) detail khusus yang penting (nama, tanggal) perlu dilihat sepintas tanpa menatap
lama-lama, 4) paragraf pertama dan terakhir dari suatu wacana perlu dibaca
dengan kecepatan rata-rata karena umumnya berisi ringkasan bahan yang
dibicarakan, 5) membaca skimming dapat dilakukan dengan membaca paragraf
awal, subjudul, dan paragraf akhir seseorang mencoba memahami hal-hal penting
dari teks. Selanjutnya, kita dapat memperluas skimming dengan membaca indeks,
isi tabel, atau bagian yang penting lainnya.
Kegiatan Belajar 2:

Hakikat dan Karakteristik Scanning (Membaca
Memindai)
Scanning atau membaca memindai berarti mencari informasi spesifik secara cepat
dan akurat. Memindai artinya terbang di atas halaman-halaman buku. Membaca

dengan teknik memindai artinya menyapu halaman buku untuk menemukan
sesuatu yang diperlukan.
Teknik membaca memindai (scanning) adalah teknik menemukan informasi dari
bacaan secara cepat, dengan cara menyapu halaman demi halaman secara merata,
kemudian ketika sampai pada bagian yang dibutuhkan, gerakan mata berhenti.
Mata bergerak cepat, meloncat-loncat, dan tidak melihat kata demi kata.
Dalam kehidupan sehari-hari scanning digunakan, antara lain untuk: mencari
nomor telepon, mencari kata pada kamus, mencari entri pada indeks, mencari
angka-angka statistik, melihat acara siaran TV, melihat daftar perjalanan, mencari
makna kata dalam kamus/ensiklopedi, dan menemukan informasi tertentu yang
terdapat dalam daftar.
Karakteristik membaca memindai (scanning) adalah (1) scanning mencakup
pencarian secara cepat dengan gerakan mata dari atas ke bawah menyapu seluruh
teks untuk mencari fakta khusus, informasi khusus, atau kata-kata kunci tertentu,
(2) manfaat scanning adalah dapat mencari informasi dalam buku secara cepat, (3)
scanning merupakan teknik membaca cepat untuk menemukan informasi yang
telah ditentukan pembaca, (4) pembaca telah menentukan kata yang dicari
sebelum kegiatan scanning dilakukan, dan (5) pembaca tidak membaca bagian
lain dari teks kecuali informasi yang dicari.
Scanning dilakukan dengan cara (1) menggerakkan mata seperti anak panah
langsung meluncur ke bawah menemukan informasi yang telah ditetapkan, (2)
setelah ditemukan kecepatan diperlambat untuk menemukan keterangan lengkap
dari informasi yang dicari, dan (3) pembaca dituntut memiliki pemahaman yang
baik berkaitan dengan karakteristik yang dibaca (misalnya, kamus disusun secara
alfabetis dan ada keyword di setiap halaman bagian kanan atas, ensiklopedi
disusun secara alfabetis dengan pembalikan untuk istilah yang terdiri dari dua
kata, dan sebagainya). Dengan pemahaman tersebut diharapkan dapat menemukan
informasi secara lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Burmeister, L.E. (1978). Reading Strategies for Middle and Secondary School
Teachers. California: Addison-Wesley Publishing Company.
Burnes, D. & Page, G. (1985). Insight and Strategies for Teaching Reading.
Sidney: Harcourt Brace Javanovich Group.
Carrell, P.L. (1988) Interactive Approaches to Second Language Reading.
Cambridge University Press.
Davies, E and Whitney, N. (1982). Strategies for Reading. New York: Heinemann
Ed. Book.
Dixon, C.N., and Nessel, D. (1983). Language Experience Approach to Reading
(and Writing): LEA for ESL. Hayward, Cal.: Alemany Press.

Ernawan, Ma’mun Dudy. (1989). Process Approach to the Teaching of Reading to
SMA Students in Indonesia. London: Ealing College Press.
Grellet, Francoise. (1981). Developing Reading Skills: A practical guide to
reading comprehension exercise.
Harjasujana, A.S. (1988). Materi Pokok Membaca. (Modul UT). Jakarta:
Karunika.
Kemb, J. 1993. Reading: Encouraging and Maintaining Individual Extensive
Reading. English Teaching Forum, 31/2, (pp 36-38).
Marzano, Robert, dkk. (1992). Dimensions of Thinking: Laporan Penelitian
Framework for Curriculum and Instruction. Alexandria: ASCD.
Nurhadi. (1989). Meningkatkan Kemampuan Membaca. Bandung: Sinar Baru.
Nuttall, Christine. (1989). Teaching Reading Skills in a Foreign Language.
Heineman Educational Books.
Mikulecky, B & Jeffries, L (1986) Reading Power. Massachusetts: Addisan
Wesley.
Soedarso. (1988). Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia.
Suharianto. Membina Keterampilan Membaca, (Makalah untuk Penataran GuruGuru Bahasa Indonesia 1980).

membaca intensif
Posted on May 27, 2010 by litra puryant

SK: Memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif