PERILAKU KONSUMEN CONSUMER BEHAVIOR INDONESIA

TUGAS
MANAJEMEN PEMASARAN
“Perilaku Konsumen (Consumer Behavior)”

DISUSUN OLEH :
KETI PURNAMASARI (NIM : 01032681419003)
TARIZA PUTRI R.

(NIM : 01032681419006)

FITRIA MARISYA

(NIM : 01032681419009)

PROGRAM STUDI

: ILMU MANAJEMEN

KELAS

: REGULER PAGI


DOSEN PENGASUH

: Dr. ZAKARIA WAHAB, MBA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
1

PERILAKU KONSUMEN (CONSUMER BEHAVIOR)
Secara sederhana konsep pemasaran (marketing concept) menyatakan
bahwa suatu organisasi harus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen
agar dapat menguntungkan. Untuk menerapkan konsep pemasaran, organisasi
harus memahami konsumen mereka dan tetap dekat dengan mereka untuk
menyajikan produk serta layanan yang akan digunakan dengan baik oleh
konsumen. Saat ini, sebagian dari perusahaan yang sangat sukses di dunia dapat
meraih keberhasilan tersebut dengan cara mendesain keseluruhan organisasinya
untuk melayani konsumen dan tetap dekat dengan mereka. Perusahaan tersebut
berkomitmen untuk mengembangkan produk dan layanan berkualitas serta

menjualnya pada tingkat harga yang memberikan nilai tertinggi bagi konsumen
(Peter dan Olson, 1999:6).
1. Definisi Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh pembeli dalam membuat
keputusan pembelian. Studi tentang perilaku konsumen dibangun di atas
pemahaman mengenai perilaku manusia pada umumnya. Pemasar dalam
memahami mengapa dan bagaimana konsumen melakukan keputusan pembelian
turut melibatkan ilmu-ilmu psikologi dan sosiologi. Sebagai contoh, Seorang
psikolog Kurt Lewin membuat suatu pernyataan B = f (P,E). Pernyataan ini
memiliki arti bahwa perilaku (behavior/B) adalah fungsi (function/f) interaksi dari
pengaruh pribadi (personal influences/P) dan tekanan yang diberikan oleh
lingkungan luar (environmental forces). Pernyataan ini diaplikasikan ke dalam
model perilaku konsumen sebagai B = f (I,P) yang berarti bahwa perilaku
konsumen adalah fungsi interaksi dari pengaruh antar pribadi (interpersonal
influences/I) seperti budaya, teman, rekan kerja, serta kerabat dan pengaruh
pribadi (personal factors/P) seperti sikap, pembelajaran, dan persepsi. Dengan
kata lain bahwa masukan dari luar individu ataupun dari dalam diri individu itu
secara psikologis mempengaruhi perilaku pembelian (Boone dan Kurtz,
2008:134).
2


American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen
(consumer behavior) sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi,
perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran
dalam hidup mereka. Dari definisi ini ada 3 konsep yaitu (Peter dan Olson,
1999:6-9) :
1.

Perilaku konsumen adalah dinamis
Ini berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen, serta masyarakat luas
selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Generalisasi perilaku
konsumen biasanya terbatas untuk satu jangka waktu tertentu, produk, dan
individu atau grup tertentu. Sifat dinamis perilaku konsumen menyiratkan
bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu strategi pemasaran yang
sama dapat memberikan hasil yang sama sepanjang waktu, pasar, dan
industri.

2.

Perilaku konsumen melibatkan interaksi

Hal kedua yang ditekankan dalam definisi perilaku konsumen adalah
keterlibatan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di
sekitar. Ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan
strategi pemasaran yang tepat kita harus memahami apa yang mereka
pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan
(perilaku), dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi
serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan konsumen.

3.

Perilaku konsumen melibatkan pertukaran
Definisi ini konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini menekankan
pertukaran. Kenyataanya, peran pemasaran adalah untuk menciptakan
pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi
pemasaran.

2. Interpersonal and Personal Factors
Perilaku konsumen menurut Boone dan Kurtz (2008:135-152) dipengaruhi
oleh faktor interpersonal dan faktor personal.


3

2.1. Interpersonal Factors
a.

Pengaruh Budaya (Cultural Influences)
Budaya (culture) adalah nilai, kepercayaan, preferensi, dan selera yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Setiap kelompok atau
masyarakat mempunyai budaya dan pengaruh budaya pada perilaku
konsumen bisa sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain. Pemasar
selalu berusaha menemukan perubahan budaya untuk menemukan produk
baru yang mungkin diinginkan orang. Masing-masing budaya mengandung
subbudaya (subculture) yang lebih kecil, atau kelompok orang yang berbagi
sistem nilai berdasarkan pengalaman hidup dan situasi yang umum.
Subbudaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis.
Banyak subbudaya membentuk segmen pasar yang penting, dan pemasar
sering merancang produk dan program pemasaran yang dibuat untuk
kebutuhan mereka. Contoh : empat kelompok subbudaya yaitu masyarakat
hispanik, Afrika-Amerika, Asia-Amerika, dan konsumen dewasa.
-


Konsumen Hispanik cenderung membeli produk yang lebih bermerek dan
berkualitas tinggi, produk generik tidak laku dijual untuk kelompok ini.
Mereka cenderung membuat belanja menjadi acara keluarga, dan anakanak mempunyai peran besar untuk menentukan merek apa yang mereka
beli. Kaum Hispanik sangat setia pada merek, dan mereka menyukai
perusahaan yang memperlihatkan minat khusus kepada mereka.

-

Konsumen Afrika-Amerika lebih mempertimbangkan harga daripada
segmen lainnya, orang kulit hitam juga sangat termotivasi oleh kualitas
dan pilihan produk. Merek adalah hal yang penting. Konsumen kulit
hitam tampak lebih menikmati belanja dari kelompok lainnya, bahkan
untuk sesuatu yang murah seperti bahan pangan. Konsumen kulit hitam
juga merupakan kelompok etnik yang paling sadar akan mode.

-

Konsumen Asia-Amerika merupakan segmen yang paling memahami
teknologi-lebih dari 85% orang Asia-Amerika yang berbicara dalam

bahasa inggris melakukan kegiatan online secara teratur dan merasa
paling nyaman dengan teknologi internet seperti perbankan online.

4

Konsumen ini paling sadar merek dibandingkan semua kelompok etnis.
Mereka mempunyai kesetiaan yang tinggi terhadap sebuah merek.
-

Konsumen dewasa mempunyai keadaan keuangan yang lebih baik
daripada kelompok konsumen muda. Karena konsumen dewasa
mempunyai lebih banyak waktu dan uang, mereka menjadi pasar ideal
bagi wisata eksotik, restoran, produk hiburan rumah berteknologi tinggi,
barang dan jasa untuk saat-saat santai, perabot, dan mode pakaian buatan
desainer, jasa keuangan, dan jasa perawatan kesehatan.

a.

Pengaruh Sosial (Social Influences)
-


Kelompok Referensi (Reference Groups)
Adalah orang atau lembaga yang memiliki pendapat (opini) yang bernilai
dan dijadikan sebagai suatu pedoman dalam perilaku, nilai, dan tingkah
laku oleh orang lain, contoh : pasangan, keluarga, teman, atau selebriti.
Kelompok referensi bertindak sebagai titik perbandingan atau titik
referensi langsung (berhadapan) atau tidak langsung dalam membentuk
sikap atau perilaku seseorang. Orang seringkali dipengaruhi oleh
kelompok referensi dimana mereka tidak menjadi anggotanya. Pemasar
mencoba mengidentifikasi kelompok referensi yang menjadi pasar sasaran
mereka. Kelompok referensi memperkenalkan perilaku dan gaya hidup
baru kepada seseorang, mempengaruhi sikap dan konsep diri seseorang,
dan menciptakan tekanan untuk menegaskan apa yang mungkin
mempengaruhi pilihan produk dan merek seseorang. Arti penting
kelompok mempengaruhi berbagai produk dan merek. Pengaruh ini
berdampak paling kuat ketika produk itu dapat dilihat oleh orang lain
yang dihormati pembeli.

-


Kelas Sosial (Social Class)
Adalah pembagian masyarakat yang relatif permanen dan berjenjang
dimana anggotanya berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Kelas
sosial tidak hanya ditentukan hanya oleh satu faktor seperti pendapatan,
tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan,

5

kekayaan, dan variabel lain. Pemasar tertarik pada kelas sosial karena
orang di dalam kelas sosial tertentu cenderung memperlihatkan perilaku
pembelian yang sama. Kelas sosial memperlihatkan selera produk dan
merek yang berbeda di bidang seperti pakaian, perabot, aktivitas
bersantai, dan mobil.
-

Pemimpin Opini
Orang yang membeli produk baru sebelum orang lain membelinya dan
mempengaruhi orang lain dalam pembelian mereka.

b.


Pengaruh Keluarga (Family Influences)
Anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga
adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam
masyarakat, dan telah diteliti secara ekstensif. Pemasar tertarik pada peran
dan pengaruh suami, istri, serta anak-anak dalam pembelian barang dan jasa
yang berbeda. Pemasar menjelaskan peranan dari tiap pasangan dalam rumah
tangga ke dalam empat kategori :
-

Autonomic Role, terlihat ketika pasangan secara mandiri membuat
keputusan pembelian. Contohnya mengenai keputusan pembelian
perawatan tubuh.

-

Husband-Dominant Role, terjadi ketika suami secara dominan membuat
keputusan pembelian. Contoh : polis asuransi jiwa.

-


Wife-Dominant Role, terjadi ketika istri memiliki peran yang dominan
terhadap keputusan pembelian. Contoh : pakaian anak-anak.

-

Syncratic Role, mengacu pada keputusan bersama. Contoh : pembelian
rumah.

2.2. Personal Factors
a.

Need and Motives (Kebutuhan dan Dorongan)
Perilaku pembelian seseorang didorong oleh motivasi untuk memenuhi
kebutuhan

yang

diharapkan.

Kebutuhan

adalah

ketidakseimbangan

(ketimpangan) antara apa yang sebenarnya konsumen butuhkan dengan yang

6

diinginkan oleh mereka. Motif (motive) atau dorongan adalah kebutuhan
dengan tekanan kuat yang mengarahkan seseorang mencari kepuasan.
Abraham Maslow berusaha menjelaskan mengapa orang digerakkan oleh
kebutuhan tertentu pada saat tertentu pula. Mengapa seseorang menghabiskan
begitu banyak waktu dan tenaga untuk kemanaan pribadi dan seorang lainnya
untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain ? Jawaban maslow adalah
bahwa kebutuhan manusia diatur dalam sebuah hierarki, seperti yang
diperlihatkan pada gambar di bawah ini, dari kebutuhan yang paling
mendesak di bagian bawah sampai kebutuhan yang paling tidak mendesak di
bagian atas. Seseorang berusaha memnuhi kebutuhan yang paling penting
dahulu. Ketika kebutuhan itu sudah terpenuhi, kebutuhan itu tidak lagi
menjadi pendorong motivasi dan orang kemudian mencoba memuaskan
kebutuhan terpenting berikutnya.

Gambar 1 : Hierarki Kebutuhan Maslow

b.

Perceptions (Persepsi)
Cara seseorang bertindak dipengaruhi oleh persepsi dirinya tentang sebuah
situasi. Kita mempelajari aliran informasi melalui lima indera kita :
penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan rasa. Persepsi adalah
proses dimana orang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi
untuk membentuk gambaran dunia yang berarti.

7

c.

Attitudes (Sikap)
Orang mempunyai sikap menyangkut agama, politik, pakaian, musik,
makanan, dan hampir semua hal lainnya. Sikap (attitude) menggambarkan
evaluasi, perasaan dan tendensi yang relatif konsisten dari seseorang terhadap
sebuah objek atau ide sikap menempatkan orang ke dalam suatu kerangka
pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu, untuk bergerak menuju
atau meninggalkan sesuatu, terdiri dari cognitive (pengetahuan dan informasi
mengenai suatu objek atau konsep), affective (perasaan dan emosi), dan
behavioral (melibatkan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu).
Pembeli kamera digital kita mungkin mempunyai sikap seperti “membeli
yang terbaik”, orang jepang membuat produk elektronik terbaik di dunia dan
kreativitas dan ekspresi diri adalah beberapa hal terpenting dalam hidup. Jika
demikian, kamera Nikon akan sangat sesuai dengan sikap konsumen yang
sudah ada.

d.

Learning (Pembelajaran)
Pembelajaran

(learning)

menggambarkan

perubahan

dalam

perilaku

seseorang yang timbul dari pengalaman. Ahli teori pembelajaran mengatakan
bahwa perilaku manusia yang paling utama adalah belajar. Pembelajaran
terjadi melalui interaksi dorongan (drives), rangsangan, pertanda, respons,
dan penguatan (reinforcoment).
Dorongan adalah rangsangan internal yang kuat dan memerlukan tindakan.
Dorongan menjadi motif ketika dorongan itu diarahkan menuju objek
rangsangan tertentu. Sebagai contoh, dorongan seseorang untuk aktualisasi
diri mungkin memotivasinya untuk membeli kamera digital. Respon
konsumen terhadap ide membeli kamera dikondisikan oleh pertanda di
sekitarnya. Pertanda adalah rangsangan kecil yang menentukan kapan,
dimana, dan bagaimana seseorang merespon. Contoh : seseorang mungkin
menemukan berbagai merek kamera di toko, mendengar harga diskon, atau
mendiskusikan kamera dengan temannya. Semua ini adalah pertanda yang
mungkin mempengaruhi respon konsumen terhadap minatnya dalam membeli

8

produk tersebut. Anggaplah konsumen membeli kamera digital Nikon. Jika
pengalamannya

menguntungkan,

konsumen

mungkin

akan

terus

menggunakan kamera itu, dan responnya akan diperkuat. Lalu ketika
konsumen ingin membeli kamera, atau teropong atau beberapa produk
sejenis, probabilitas bahwa konsumen itu membeli poduk Nikon akan lebih
besar.
e.

Self Concept Theory (Teori Konsep Diri)
Gagasan

dasar

konsep

diri

adalah

bahwa

kepemilikan

seseorang

menunjukkan dan mencerminkan identitas mereka yaitu “kami adalah apa
yang kami miliki.” Oleh karena itu, untuk memahami perilaku konsumen,
mula-mula pemasar harus memahami hubungan anatara konsep diri
konsumen dengan kepemilikan. Konsep diri seseorang memiliki empat
komponen yaitu :
-

Real Self, pandangan secara objektif dari semua orang.

-

Self Image, cara individu memandang dirinya sendiri.

-

Looking-Glass Self, individu berpikir bahwa orang lain mengamati
dirinya dan lebih memproyeksikan citra diri mereka yang berbeda untuk
orang lain dari gambaran diri mereka yang sebenarnya.

-

Ideal Self, citra diri (image) yang diinginkan oleh individu.

Dalam melakukan keputusan pembelian, seorang konsumen akan memilih
barang yang mengarahkan mereka ke citra diri yang ideal (ideal self image).
3. Model Perilaku Konsumen
Gambar di bawah ini menunjukkan model perilaku pembelian berupa
rangsangan-tanggapan. Gambar ini memperlihatkan bahwa pemasaran dan
rangsangan lain “memasuki “kotak hitam” konsumen dan menghasilkan respons
tertentu. Pemasar harus menemukan apa yang ada di dalam kotak hitam pembeli.

9

Pemasaran & Rangsangan Lain
Pemasaran
Rangsangan Lain
Produk
Ekonomi
Harga
Teknologi
Tempat
Politik
Promosi
Budaya

Kotak Hitam Pembeli
Karakteristik Pembeli
Proses Keputusan Pembeli

Respons Pembeli
Pilihan Produk
Pilihan Merek
Pilihan Penyalur
Waktu Pembelian
Jumlah Pembelian

Gambar 2 : Model Perilaku Konsumen

Rangsangan pemasaran terdiri dari 4 (empat) P, product (produk), price
(harga), place (tempat), dan promotion (promosi). Rangsangan lain meliputi
kekuatan dan faktor utama dalam lingkungan pembeli : ekonomi, teknologi,
politik, dan budaya. Semua masukan ini memasuki kotak hitam pembeli, dimana
masukan ini dubah menjadi sekumpulan respons pembeli yang dapat diobservasi :
pilihan produk, pilihan merk, pilihan penyalur, waktu pembelian, dan jumlah
pembelian.
Pemasar ingin memahami bagaimana rangsangan itu diubah menjadi respons
di dalam kotak hitam konsumen, yang mempunyai dua bagian. Pertama,
karakteristik pembeli mempengaruhi bagaimana pembeli menerima dan bereaksi
terhadap rangsangan itu. Kedua, proses keputusan pembeli itu sendiri
mempengaruhi perilaku pembeli (Kotler dan Armstrong, 2008:158-159).
4. Jenis-Jenis Perilaku Keputusan Pembeli
Gambar di bawah ini memperlihatkan tipe perilaku pembelian konsumen
berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara merek
(Kotler dan Armstrong, 2008:177-179).

Banyak perbedaan antarmerek
Sedikit perbedaan antarmerek

Keterlibatan tinggi
Perilaku pembelian
kompleks
Perilaku pembelian
pengurangan disonansi

Keterlibatan rendah
Perilaku pembelian yang
mencari keragaman
Perilaku pembelian
kebiasaan

Gambar 3 : Empat Tipe Perilaku Pembelian

10

4.1. Perilaku Pembelian Kompleks
Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks (complex buying
behavior) ketika mereka sangat terlibat dalam pembelian dan merasa ada
perbedaan yang signifikan antarmerek. Contohnya, seorang pembeli PC
mungkin tidak mengetahui spesifikasi apa yang harus dipertimbangkan.
4.2. Perilaku Pembelian Pengurangan Disonansi
Perilaku pembelian pengurangan disonansi (dissonance-reducing buying
behavior) terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang
mahal, jarang dilakukan, atau beresiko,tetapi hanya melihat sedikit perbedaan
antarmerek.
4.3. Perilaku Pembelian Kebiasaan
Perilaku pembelian kebiasaan (habitual buying behavior) terjadi dalam
keadaan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek.
Contohnya garam. Konsumen hanya mempunyai sedikit keterlibatan dalam
kategori produk ini, mereka hanya pergi ke toko dan mengambil satu merek
yang sama, hal ini lebih merupakan kebiasaan daripada loyalitas yang kuat
terhadap sebuah merek. Konsumen tampaknya memiliki keterlibatan rendah
dengan sebagian besar produk murah yang sering dibeli.
4.4. Perilaku Pembelian Mencari Keragaman
Konsumen melakukan perilaku pembelian mencari keragaman (varietyseeking buying behavior) dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan
kosumen rendah tetapi anggapan perbedaan merek yang signifikan. Dalam
kasus semacam itu, konsumen sering melakukan banyak pertukaran merek.
Sebagai contoh,

ketika membeli biskuit, seorang konsumen mungkin

memegang sejumlah keyakinan, memilih merek biskuit tanpa melakukan
banyak evaluasi, dan kemudian mengevaluasi merek tersebut selama ia
mengonsumsinya. Tetapi pada saat berikutnya, konsumen mungkin memilih
merek lain agar tidak bosan atau hanya untuk mencoba sesuatu yang berbeda.
Penukaran merek terjadi untuk mencari keragaman dan bukan karena
ketidakpuasan.

11

5. Proses Keputusan Pembeli
Proses keputusan pembeli terdiri dari lima tahap : pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca
pembelian (Kotler dan Armstrong, 2008:179-184).
5.1. Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian dimulai dengan pengenalan kebutuhan (need recognition),
pembeli menyadari suatu masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat dipicu
oleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan normal seseorang-rasa
lapar, haus, seks timbul pada tingkat yang cukup tinggi sehingga menjadi
dorongan. Kebutuhan juga bisa dipicu oleh rangsangan eksternal. Contohnya,
suatu iklan atau diskusi dengan teman biasa bisa membuat anda berfikir untuk
membeli mobil baru.
5.2. Pencarian Informasi
Yaitu tahap proses keputusan pembeli dimana konsumen ingin mencari
informasi lebih banyak, konsumen mungkin hanya memperbesar perhatian
atau melakukan pencarian informasi secara aktif. Contohnya, setelah anda
memutuskan anda memerlukan mobil baru, paling tidak anda mungkin lebih
banyak memperhatikan iklan mobil, mobil milik teman dan percakapan
tentang mobil. Atau mungkin anda dengan aktif mencari bahan bacaan,
menelepon teman, dan mengumpulkan informasi dengan cara lain.
5.3. Evaluasi Alternatif
Tahap proses keputusan pembeli dimana konsumen menggunakan informasi
untuk mengevaluasi merek alternatif dalam sekelompok pilihan. Evaluasi
alternatif (alternative evaluation) yaitu bagaimana konsumen memproses
informasi untuk sampai pada pilihan merek. Bagaimana cara konsumen
mengevaluasi alternatif tergantung pada konsumen pribadi dan situasi
pembelian tertentu. Dalam beberapa kasus, kosumen menggunakan kalkulasi
yang cermat dan pemikiran logis. Pada waktu yang lain, konsumen yang sama
hanya sedikit melakukan evaluasi atau bahkan tidak melevaluasi; sebagai
gantinya mereka membeli berdasarkan dorongan dan bergantung pada intuisi.
Kadang-kadang konsumen membuat keputusan pembelian sendiri, kadang-

12

kadang mereka meminta nasihat pembelian dari teman, pemandu konsumen,
atau wiraniaga.
5.4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen menentukan peringkat merek dan
membentuk niat pembelian. Keputusan pembelian (purchase decision)
konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor bisa
berada antara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama
adalah sikap orang lain. Jika seseorang yang mempunyai arti penting bagi
anda berpikir bahwa anda seharusnya membeli mobil yang paling murah,
maka peluang anda untuk membeli mobil yang lebih mahal berkurang.
Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diharapkan. Konsumen
mungkin membentuk niat pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti
pendapatan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Namun, kejadian
tak terduga bisa mengubah niat pembelian. Sebagai contoh, ekonomi
mungkin memburuk, pesaing dekat mungkin mengurangi harganya, atau
seorang teman mungkin memberitahu anda bahwa ia pernah kecewa dengan
mobil yang anda sukai. Oleh karena itu, preferensi dan niat pembelian tidak
selalu menghasilkan pilihan pembelian yang aktual.
5.5. Perilaku Pascapembelian
Pekerjaan pemasar tidak berakhir ketika produk telah dibeli. Setelah membeli
produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas dan terlibat dalam
perilaku pasca pembelian (postpurchase behavior) yang harus diperhatikan
oleh pemasar. Apa yang mentukan kepuasan atau ketidakpuasan pembeli
terhadap suatu pembelian? Jawabannya terletak pada hubungan antara
ekspektasi konsumen dan kinerja anggapan produk. Jika produk tidak
memenuhi ekspektasi, konsumen kecewa. Jika produk memenuhi ekspektasi,
konsumen puas. Jika produk melebihi ekspektasi, konsumen sangat puas.
Mengapa kepuasan pelanggan begitu penting ? Kepuasan pelanggan
merupakan kunci untuk membangun hubungan yang menguntungkan dengan
konsumen

untuk

mempertahankan

dan

menumbuhkan

konsumen

serta

13

mengumpulkan nilai seumur hidup pelanggan. Pelanggan yang puas membeli
produk lagi, memberitakan hal-hal menyenangkan tentang produk itu kepada
orang lain, tidak terlalu memperhatikan merek dan iklan pesaing, dan membeli
produk lain dari perusahaan. Banyak pemasar melangkah jauh hanya untuk
memenuhi harapan pelanggan, mereka bertujuan memuaskan pelanggan.
Konsumen yang tidak puas merespons secara berbeda. Berita dari mulut
ke mulut yang buruk sering menyebar lebih cepat dan lebih luas daripada berita
yang baik. Berita buruk dari mulut ke mulut bisa merusak sikap konsumen tentang
perusahaan dan produknya. Tetapi perusahaan tidak hanya dapat bergantung pada
keluhan pelanggan yang kecewa ketika mereka merasa dikecewakan. Sebagian
besar pelanggan yang tidak puas tidak pernah memberitahu perusahaan tentang
masalah mereka. Karena itu, perusahaan harus mengukur kepuasan pelanggan
secara teratur. Perusahaan harus menetapkan sistem yang mendorong pelanggan
mengajukan keluhan. Dengan cara ini, perusahaan dapat mempelajari sebaik apa
kinerja mereka dan bagaimana cara meningkatkan kinerja itu.
Menurut Goetsch dan Davis (2002:131-132), ada 5 faktor yang dapat
menunjukkan persepsi apakah pelanggan puas atau tidak. Faktor-faktor tersebut
adalah :
1.

Mutu produk/jasa
Produk atau jasa harus memiliki atribut yang diinginkan pelanggan, dan
atribut-atribut tersebut harus datang dari mutu yang diharapkan.

2.

Jasa yang disajikan oleh organisasi
Kepuasan pelanggan akan dipengaruhi oleh seberapa efektifnya, seberapa
ramah, dan seberapa tepatnya pelanggan dilayani.

3.

Personil organisasi
Penampilan, pengetahuan, dan sikap dari personil sebuah organisasi juga
mempengaruhi tingkat kepuasan yang dialami pelanggan. Di pihak lain, tidak
peduli seberapa puasnya pelanggan terhadap suatu produk atau jasa, jika
mereka tidak menyukai orang-orang dari sebuah organisasi.

14

4.

Citra organisasi
Sebuah citra organisasi itu penting bagi pelanggan. Konsekuensinya, arti
pentingnya itu bukan sekadar karena memiliki produk, jasa, dan personil
bermutu, melainkan juga memproyeksi suatu citra yang konsisten dengan
karakteristik mutu ini.

5.

Harga jual produk/jasa
Suatu harga jual yang bersaing hendaknya tidak dicapai dengan pengorbanan
mutu dan jasa.

6.

Biaya keseluruhan dari jasa/produk
Biaya ini berbeda dari harga jual tersebut. Dalam biaya keseluruhan ini
termasuk pula biaya perawatan, suku cadang pengganti dan sebagainya.
Hal yang terbilang penting dalam pemenuhan kepuasan adalah mengenai

penanganan komplain. Penanganan komplain haruslah menjadi suatu sistem.
Tidak boleh reaktif dan tidak boleh ditangani kasus per kasus. Sistem ini dapat
diwujudkan dalam suatu standar pelayanan komplain yang sudah disetujui top
manajemen. Penanganan komplain haruslah serius. Tak mengherankan, pelanggan
yang paling puas seringkali adalah pelanggan yang pernah punya problem, pernah
komplain

dan

pernah

merasakan

betapa

bagusnya

perusahaan

dalam

menyelesaikan komplain mereka. Apabila perusahaan tidak menyelesaikan
komplain pelanggan, maka pelanggan tersebut dapat saja menyebarkan beritaberita negatif kepada orang lain yang akan memperburuk citra perusahaan itu
sendiri (Irawan, 2003:97-99).
Perilaku komplain di Indonesia sungguh mengalami kemajuan yang pesat
akhir-akhir ini. Laju kenaikan komplain tidak terbendung. Dalam berbagai hasil
survei, jumlah pelanggan yang mengajukan komplain baik secara formal maupun
tidak formal meningkat secara signifikan. Ada dua faktor minimal yang membuat
kenaikkan angka komplain di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini.
Pertama, iklim keterbukaan yang melanda Indonesia sejak runtuhnya order baru.
Iklim keterbukaan ini disertai kebebasan pers, kebebasan untuk berpendapat dan
bahkan kesemuanya ini diwujudkan dalam berbagai bentuk Undang-Undang.
Oleh karena itu, masyarakat atau konsumen merasa mendapat dorongan untuk

15

berontak atau cepat untuk menyampaikan hal-hal yang membuat mereka tidak
puas. Kedua, banyak perusahaan jasa, menawarkan saluran yang memudahkan
pelanggannya untuk mengajukan komplain seperti free call dan lain-lain (Irawan,
2003:93-95).
6. Proses Keputusan Pembeli untuk Produk Baru
Produk baru (new product) adalah barang, jasa atau ide yang dianggap
baru oleh sejumlah pelanggan potensial. Produk baru mungkin telah ada untuk
beberapa waktu, tetapi ketertarikan kita terletak pada bagaimana konsumen
mempelajari produk itu untuk pertama kalinya dan membuat keputusan untuk
mengadopsinya. Proses adopsi (adoption process) didefinisikan sebagai proses
mental yang harus dilalui seseorang untuk mempelajari sebuah inovasi untuk
pertama kalinya sampai adopsi akhir, dan adopsi adalah keputusan seseoang untuk
menjadi pengguna tetap sebuah produk. Konsumen melewati lima tahap dalam
proses mengadopsi produk baru (Kotler dan Armstrong, 2008:184) :
1.

Kesadaran : konsumen menyadari adanya produk baru, tetapi kekurangan
informasi tentang produk tersebut.

2.

Minat : konsumen mencari informasi tentang produk baru.

3.

Evaluasi: konsumen mempertimbangkan apakah mencoba produk baru dalam
skala kecil untuk meningkatkan estimasinya tentang nilai produk itu.

4.

Mencoba : konsumen mencoba produk baru dalam skala kecil untuk
meningkatkan estimasinya tentang nilai produk itu.

5.

Adopsi : konsumen memutuskan untuk memakai produk baru itu secara
penuh dan teratur.

16

DAFTAR PUSTAKA
Boone & Kurtz. Contemporary Marketing Edisi 14. e-book.
Goetsch dan Davis. 2002. Manajemen Mutu Total. Jakarta : PT. Prenhallindo.
Irawan, Handi. 2003. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta : PT. Gramedia.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jakarta :
Erlangga.
Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson. Consumer Behavior Perilaku Konsumen dan
Strategi Pemasaran. 1999. Jakarta : Erlangga

17

18

19

20