Tafsir tentang kewajiban suami istri

KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
(Analisa Q. S. Al-Baqarah ayat 223)

Oleh: Shinta Nurani (mahasiswi STAIN Pekalongan)

A. Ayat dan Arti

‫فْْْأْتُوا حْْْرثأك ُ أ‬
‫م أ‬
ُ ‫سْْْآ‬
‫م‬
ْْ ُ ‫شْْْئْت‬
ُ ‫ْْْر‬
ِ ‫م أنّى‬
‫م أ‬
‫نِ أ‬
ْ
ْ ُ ‫ث لّك‬
ْ ُ ‫ؤك‬
ْ ‫أ‬
ْ ‫ح‬

ُ ّ ‫وات‬
ُ ‫موا ل أ‬
‫و أ‬
‫مْْْوا أأنّكُم‬
ِ ‫نف‬
ُ ‫واعْل أ‬
‫قْْْ وا اللْْْ أ‬
ْ ُ ‫سْْْك‬
ُ ّ‫قْْْ د‬
‫ه أ‬
‫م أ‬
‫أ‬
ُ ‫مل أ‬
ْ ‫م‬
ّ ‫وب أ‬
. ‫ين‬
ْ‫من ِ أ‬
ِ ‫ؤ‬
ُ ْ ‫ر ال‬
ّ

‫قوهُ أ‬
ِ ‫ش‬
Artinya:
“Istri-istrimu adalah ladang tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah
ladang tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar
gembira orang-orang yang beriman”.1
B. Asbab Nuzul
Adapun asbab al-nuzul dari Q.S. Al-Baqarah ayat 223 adalah sebagai
berikut:2
Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, dan at-Tirmidzi meriwayatkan
dari Jabir, dia berkata, “Orang-orang Yahudi berkata bahwa jika seorang
menggauli istrinya dari arah belakang maka anaknya akan bermata juling”.
1

Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Cahaya Qur’an, 2006), hlm. 35.
2
Jalaluddin al-Suyuthi, Lubabun Nuquul fi Assbaabin Nuzuul, terj. Tim
Abdul Hayyie, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 93-95.


1

Maka turunlah firman Allah, “Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka
datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai....”.
Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia
berkata, “Pada suatu hari, Umar mendatangi Rasulullah, lalu berkata, “Celaka
saya wahai Rasulullah! Rasulullah pun bertanya, “Apa yang membuatmu
celaka?, Umar berkata, “Semalam saya mendatangi istri saya dari arah
belakang. Namun Rasulullah tidak menjawab. Lalu Allah menurunkan ayat,
“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan
saja dengan cara yang kamu sukai....”.
Rasulullah bersabda:

َ ‫ضة‬
َ ‫ق ال ّدبُ َر َو ْال َح ْي‬
ِ ّ‫أَ ْقبِلْ َواَ ْدبِ ْْر َوات‬
“Gaulilah istrimu dari arah depan atau dari arah belakang, dan hindari
menjima’i istri pada arah duburnya dan ketika dia haidh.”
Ibnu Jarir, Abu Ya’la dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari jalur Zaid

bin Aslam dari Atha’ bin Yassar dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa seseorang
menjima’ istrinya dari arah belakang. Maka, orang-orang pun menyalahkannya
karena hal itu. Lalu turunlah firman Allah,
“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan
saja dengan cara yang kamu sukai....”.
Al-Bukhari juga meriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, “Ayat ini
turun pada saat menjima’ istri dari arah belakang”.
At-Thabari meriwayatkan di dalam al-Mu’jamul-Ausaath dengan sanad
yang jayyid dari Ibnu Umar, dia berkata, “Ayat, ‘Istri-istrimu adalah ladang
bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu
sukai....’, turun pada Rasulullah sebagai keringanan untuk menjima’ istri dari
arah belakang.”

2

At-Thabari juga meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa pada zaman
Rasulullah ada seorang lelaki yang menjima’ istrinya dari arah belakang.
Orang-orang pun mencela hal itu. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan
saja dengan cara yang kamu sukai....”.

Abu Daud dan al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata,
“Sesungguhnya

bukan

yang

dikatakan

Ibnu

Umar

semoga

Allah

mengampuninya dan para sahabat lainnya (tentang sebab turunnya ayat ini).
Akan tetapi dahulu orang-orang Anshar, penduduk perkampungan ini adalah
penyembah berhala. Mereka hidup berdampingan dengan perkampungan

orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi itu merasa mempunyai keutamaan
ilmu melebihi orang-orang Anshar. Kemudian, orang-orang Anshar banyak
yang meniru kebiasaan orang-orang Yahudi tersebut.
Di antara kebiasaan orang-orang Yahudi atau para ahli kitab tersebut
adalah menjima’ dari arah samping dan dengan itu si wanita lebih tertutupi.
Orang-orang Anshar pun banyak yang menirunya. Sedangkan orang-orang
Quraisy menjima’ istri mereka dalam keadaan terlentang. Ketika orang-orang
muhajirin datang ke Madinah, salah seorang dari mereka menikahi seorang
wanita dari Anshar. Lalu dia menjima’nya seperti cara orang-orang Quraisy
ketika menjima’ istrinya. Sang istri pun menyalahkannya dan dia berkata,
“Kami hanya dijima’ dari samping”. Lalu mereka mendiamkan masalah itu.
Namun, kemudian Rsulullah mendengar hal itu. Maka turunlah firman Allah,
“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan
saja dengan cara yang kamu sukai....”.
Maksudnya, gaulilah istrimu baik dari arah depan, dari arah belakang,
atau pun dengan keadaan terlentang, selama pada kemaluannya.
Al-Hafizh Ibnu Hajjar dalam syarah Shahih Bukhari berkata, “Sebab
turunnya ayat yang disebutkan oleh Ibnu Umar itu terkenal. Seakan-akan hadis

3


tentang sebab turunnya ayat ini yang diriwayatkan dari Abu Sa’id tidak sampai
kepada Ibnu Abbas. Sedangkan yang sampai kepadanya adalah yang
diriwayatkan dari Ibnu Umar, maka dia pun menyalahkan Ibnu Umar tentang
sebab turunnya ayat itu.”

C. Penjelasan Tafsir

‫فْْأْتُوا حْْرثأك ُ أ‬
‫م أ‬
ُ ‫سْْآ‬
‫م‬
ُ ‫ْْر‬
ِ ‫م أنّى‬
‫م أ‬
‫نِ أ‬
ْ ُ ‫شْْئْت‬
ْ
ْ ُ ‫ث لّك‬
ْ ُ ‫ؤك‬

ْ ‫أ‬
ْ ‫ح‬

Firman Allah, “Istri-istrimu adalah tanah tempat bercocok tanam,” yakni
tempat bertanam anak. Pandanglah istrimu sebagai dirimu sendiri. Adakah diri
sendiri akan disakiti? Sebab istrimu adalah sawah ladang tempat kamu
menyebar benih.3 “Maka datangilah tempat bercocok tanammu itu bagaimana
saja kamu kehendaki”, sehingga tidak ada dosa bagi suami untuk mendatangi
istrinya dengan cara apapun yang disukai, baik dengan berhadapan atau
membelakangi, asalkan dalam cara yang satu yaitu di farji, jika hal ini
dilakukan untuk mendapatkan keturunan dan melakukannya pada tempat yang
sebenarnya.4
Syariat agama tidak bermaksud memberatkan hati dan melarang suami
istri untuk menikmati kelezatan dalam bercocok tanam ini. Sebaliknya, syariat
justru ingin mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi manusia serta tidak
menghendaki kerusakan pada manusia dengan meletakkan sesuatu tidak pada
tempatnya, sebagaimana yang ditetapkan dalam beberapa hadis seperti hadis
yang melarang menggauli wanita melalui duburnya (sodomi). Imam Ahmad
meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau
bersabda:


ّ ‫إن الّ ِذي يَأْتِي إِ ْم َرأَتَهُ فِي ُدب ُِرهَا َل يَ ْنظُ ُْر‬
ّ
(‫اُ إِلَ ْي ِه )رواه أحمد‬
“Orang yang menyetubuhi istrinya pada duburnya tidak akan diperhatikan
Allah SWT.” (HR Ahmad).

3

Hamka, Tafsir al-Azhar Juz II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), hlm. 262.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi Jilid II, Terj. K. Anshori Umar
Sitanggal, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993), hlm. 274.
4

4

Mu’ammar bin Isa meriwayatkan dari Malik bahwa sodomi itu haram. Abu
Bakar bin Ziad an-Naisaburi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai
kepada Israil bin Rawah. Saya bertanya kepada Malik bin Anas, “Bagaimana
pendapat Anda mengenai orang yang menggauli dubur istrinya?” Dia

menjawab, “Kalian bangsa Arab. Tiada ladang kecuali untuk menanam.
Janganlah kamu melampaui farji.” Saya berkata: “Hai Abu Abdullah,
sesungguhnya mereka mengatakan bahwa Anda membolehkan sodomi.” Abu
Abdullah berkata, “Mereka berdusta dengan mengatasnamakan kami.” Inilah
pandangan yang kokoh dan juga merupakan pendapat Abu Hanifah, Syafi’i,
Ahmad bin Hanbal, dan sejawatnya satu golongan. Tabi’in dan kaum Salaf
lainnya juga sangat mengingkari sodomi.5
Ditegaskan kembali bahwa karena istri adalah ladang tempat bercocok
tanam, maka datangilah, garaplah tanah tempat bercocok tanam kamu. Datangi
ia kapan dan dari mana saja, asal sasarannya ke arah yang tepat, bukan ke arah
lain yang berfungsi mengeluarkan najis dan kotoran (dubur). Hal ini karena
sperma adalah sesuatu yang suci dan menumpahkannya pun harus suci dan
bertujuan

memelihara

diri

dari


terjerumus

dosa.

Berdoalah

ketika

melakukannya. Ciptakanlah suasana kerohanian agar benih yang diharapkan
lahir, tumbuh, dan berkembang dengan disertai oleh nilai-nilai suci.6
Kemudian, penegasan ayat ini bahwa istri adalah ladang, tempat bercocok
tanam yang berfungsi untuk menerima benih. Jika demikian, jangan salahkan
istri jika dia melahirkan anak perempuan, sedang suami menginginkan anak
laki-laki. Hal ini karena dua kromosom yang merupakan faktor kelamin yang
terdapat pada wanita sebagai pasangan homolog (XX) dan pada laki-laki
sebagai pasangan yang tidak homolog (XY). Jika X pada jantan (laki-laki)
bertemu dengan X yang ada pada wanita, maka anak yang lahir perempuan,
sedangkan jika X bertemu dengan Y maka anak yang lahir laki-laki. Disini

5

Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj.
Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 362-364.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Vol. 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),
hlm. 481.

5

terlihat jelas bahwa wanita hanya ladang yang menerima benih sedang suami
adalah petani yang menabur.
Para suami yang menjadi petani, perhatikanlah istrimu, jangan tinggalkan
ia sendirian, hindarkan darinya gangguan, berikan ia segala yang sesuai guna
menyiapkan pertumbuhan dan perkembangan janin yang akan dikandungnya.
Bila tiba saatnya mengandung, maka beri perhatian lebih besar, kemudian
setelah melahirkan, peliharalah anakmu hingga dewasa agar dapat bermanfaat
untuk orang tuanya, keluarga, bahkan kemanusiaan. Itulah kesan-kesan yang
dikandung oleh penanaman istri sebagai ladang tempat bercocok tanam.7

ُ ّ ‫وات‬
ُ ‫موا ل أ‬
‫و أ‬
‫ه‬
ِ ‫نف‬
‫قوا الل أ‬
ْ ُ ‫سك‬
ُ ّ‫قد‬
‫م أ‬
‫أ‬
untuk dirimu”, yakni kerjakanlah

berbagai

Firman Allah, “Berbuatlah
bentuk ketaatan

disertai

meninggalkan semua perbuatan haram yang dilarang-Nya. Ibnu Jarir
meriwayatkan dari Ibnu Abbas ihwal ayat “Berbuatlah untuk dirimu” dan
ucapkanlah bismillahi at-tasmiah ketika hendak berjima. Dalam Shahih alBukhari dikatakan dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda:

ّ ‫ب‬
ّ ‫ اَللهُ ّم َجنّ ْبنَا‬،‫ بِس ِْم ا‬:‫لَوْ أَ ّن أَ َح َد ُك ْم إِ َذا أَ َرا َد أَ ْن يَأْتِ َي أَ ْهلَهُ قَا َل‬
‫الشْ ْيطَانَ َمْْا‬
ِ ّ‫ َو َجن‬، َ‫الشْ ْيطَان‬
(‫ )رواه البخاري‬.‫ك لَ ْم يَضُرّ هُ ال ّش ْيطَانُ أَبَدًا‬
َ ِ‫ فَإِنّهُ إِ ْن يُقَ ّدرْ بَ ْينَهُ َما َولَ ٌد فِي َذل‬،‫َرزَ ْقتَنَا‬
“Apabila salah seorang diantara kamu hendak mendatangi istrinya, maka
ucapkanlah: ‘Dengan nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan
jauhkanlah setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami. Jika
hubungan itu ditakdirkan mempunyai anak, maka ia tidak akan diganggu oleh
setan selamanya.” (HR. Bukhari).8
Apa yang dianugerahkan kepada diri kita adalah sesuatu yang jelas
mendatangkan manfaat bagi kehidupan kita sejak awalnya. Tidak ada sesuatu
yang lebih bermanfaat bagi manusia untuk masa depannya, melebihi seorang
anak yang berbakti kepadanya, dan memberikan manfaat untuk agama serta
dunianya, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadis Nabi SAW yang berbunyi:
7

8

Ibid, hlm. 480-481.
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Op. Cit., hlm. 364-365.

6

‫إِ ّن ْال َولَ َد الصّالِ َح ِم ْن َع َم ِل ْال َمرْ ِء الّ ِذي يَ ْنفَ ُعهُ بَ ْع َد َموْ تِ ِه‬
“Sesungguhnya anak yang saleh adalah hasil perbuatan manusia yang akan
mendatangkan menfaat baginya setelah matinya”.9
Seorang anak tidak akan bisa menjadi demikian, kecuali apabila kedua
orang tuanya mendidik dan mengasuhnya dengan baik serta mengarahkannya
untuk menjadi manusia yang berakhlak mulia. Oleh karena itu, pandaimemilih pasangan. Hal ini berarti sejak masih mencari pasangan,
selalu diperingatkan bahwa carilah dari keluarga orang yang
beriman beragama, dari keluarga yang subur, yang biasanya
melahirkan

banyak

anak,

sebab

sawah

ladang

adalah

mengharap menyebar benih dan mengambil hasil, beranak,
dan bercucu berketurunan.
Bagi para suami, dibutuhkan seorang wanita pilihan yang bisa menyayangi
anaknya dalam ikut mengemban tugas suaminya mendidik anaknya dengan
akhlak dan perbuatan yang baik sehingga menjadi contoh yang baik bagi
anaknya. Sebab, seorang anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, ia akan
selalu memperhatikan gerak-gerik dan semua tingkah laku ibunya, kemudia ia
berusaha untuk menirunya. Jika ia memiliki akhlak yang baik, maka anaknya
akan tumbuh dengan akhlak yang baik pula, dan ia akan memiliki sifat-sifat
yang terpuji. Sebagaimana seorang petani yang hendak menyemaikan bibit,
maka ia memilih tanah subur yang bisa mendatangkan hasil yang baik dan
banyak. Tanah yang subur juga harus diatur masa dan musim tanamnya.
Jangan menanam benih setiap saat, jangan paksa ia berproduksi setiap saat.
Wahai para suami, pilih waktu yang tepat, atur masa kehamilan, jangan setiap
tahun panen karena ini akan merusak ladang.10
Adanya syahwat faraj (kelamin) ditakdirkan Tuhan pada
manusia bukanlah untuk asal melepaskan syahwat saja,
melainkan ialah untuk melangsungkan keturunan manusia.
Siapapun bisa menanam benih di sawah apabila kita mau.
9

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op. Cit., hlm. 274-275.
M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 480-481.

10

7

Tentu saja ketika musim panas terik orang tidak menanam
benihnya, karena itu hanya membuang-buang benih dan
merusak sawah: “Oleh sebab itu ditekankan pada sambungan
ayat: “Dan bertakwalah kepada Allah,” sehingga mani tidak
dibuang-buang seketika istri berkain kotor”.11
Firman Allah Wattaqullah artinya takutlah kepada Allah, janganlah suami
menyalahgunakan kedudukan wanita sebagai ladang kalian dengan mendatangi
mereka pada saat mereka sedang dalam keadaan haid atau mendatangi mereka
pada tempat yang tidak semestinya atau memilih wanita yang buruk akhlak
sebagai istri yang akan merusak pendidikan anak-anaknya karena kurangnya
perhatian atau karena memberikan contoh yang tidak baik kepada mereka.
Dan kedepankanlah hubungan seks dengan tujuan kemaslahatan untuk diri
sendiri di dunia dan di akhirat, bukan semata-mata untuk melampiaskan nafsu,
serta bertakwalah kepada Allah dalam hubungan suami istri, bahkan dalam
segala hal. Jangan menduga Allah tidak mengetahui keadaan kamu serta segala
sesuatu yang dirahasiakan.
Ayat ini juga merupakan ancaman terhadap orang-orang yang melanggar
perintah-Nya:

‫أ‬
ُ ‫مل أ‬
ُ‫قوه‬
ّ ‫موا أنّكُم‬
ُ ‫واعْل أ‬
‫أ‬

Ketahuilah bahwa kamu kelak

akan menemui-Nya. Jika demikian, jangan sembunyikan sesuatu terhadap
pasangan yang seharusnya ia ketahui. Di sisi lain, jangan membongkar rahasia
rumah tangga yang seharusnya dirahasiakan. Kalaupun ada cekcok selesaikan
di dalam, jangan selesaikan melalui orang lain kecuali kalau terpaksa. Allah
kelak akan menyelesaikannya, karena kelak kamu semua akan menemui-Nya.12
Ketahuilah bahwasanya manusia akan menjumpai Allah
kelak untuk mempertanggungjawabkan bagaimana caranya
membangun rumah tangga, apakah hanya semata-mata
karena hawa nafsu ataukah benar-benar hendak menegakkan
kebahagiaan.13 Ketahuilah bahwa kelak Allah akan menghisabmu selaras
11

Hamka, Op. Cit., hlm. 262.
12
M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 481.
13
Hamka, Op. Cit., hlm. 262.

8

dengan seluruh amalmu14 dan membalas amal perbuatan siapapun yang
melanggar dan menentang perintah-Nya dengan siksaan yang sangat pedih.15

ْ ‫م‬
ّ ‫وب أ‬
‫ين‬
ِ ‫ؤ‬
‫من ِ أ‬
ُ ْ ‫ر ال‬
‫أ‬
ِ ‫ش‬
“Dan Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman” dan
imannya mengantar mereka mematuhi tuntunan-tuntunan ini16 mereka taat kepada
Allah dalam segala perkara yang diperintahkan kepada mereka dan meninggalkan
segala yang dilarang-Nya.17
Berikanlah kabar gembira kepada kaum Mukmin yang telah menaati
batasan-batasan agama dan mengikuti petunjuk Tuhan mereka dalam masalah
mendatangi wanita dan mendidik anak-anaknya bahwa mereka akan
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Barangsiapa memilih untuk
dirinya istri yang saleh dan berlaku baik dalam mendidik anak-anak yang
dianugerahkan oleh Allah kepadanya, maka ia merasa bahagia dengan
keadannya, keluarganya, dan anak-anaknya.18 Beberapa ayat dalam
Alquran juga menguatkan bahwa suami-istri dan anak-anaknya
yang sama taatnya kepada Allah akan dipertemukan dan
diserumahkan juga akhirnya kelak di dalam surga jannatun
na’im.19
Adapun orang-orang yang memburu kepuasan nafsu syahwatnya, ia telah
menyimpang dari hukum-hukum yang telah disyariatkan oleh Allah terhadap
hamba-Nya. Ia tidak akan selamat dari malapetaka di dunia dan akhirat nanti.
Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah melengkapi diri dengan iman yang
benar dan akhlak yang utama, berhati tenang dalam kondisi apapun dan
menyerahkan segala sesuatu kepada Allah setelah berusaha sekuat tenaga dan
mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya.20
14
15
16
17
18
19
20

Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Op. Cit., hlm. 364.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op. Cit., hlm. 275.
M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 482.
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Op. Cit., hlm. 364.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op. Cit., hlm. 275.
Hamka, Op. Cit., hlm. 262.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, hlm. 276.

9

Jadi, ayat ini datang sebagai penjelasan yang menerangkan hikmah pentasyri’-an menggauli wanita untuk menjaga kelestarian jenis manusia melalui
kelahiran. Itulah hikmah yang terkandung di dalamnya dan bukan sekedar
untuk memperoleh kelezatan semata-mata. Oleh karena itu, suami dilarang
mendatangi wanita haid sebab dalam kondisi seperti itu seorang istri belum
siap untuk menerima penyemaian bibit. Suami juga dilarang mendatangi
wanita tidak pada tempat yang dapat melahirkan keturunan. Selain itu, ayat ini
turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa
“Barangsiapa yang mencampuri istrinya pada kemaluannya tetapi dari arah
belakang pinggulnya maka anaknya akan lahir bermata juling”.21
D. Kesimpulan dan Analisa
Surat Al-Baqarah ayat 223 yang sedang dikaji ini mengqiaskan istri
dengan ladang, karena ada kesamaan dibolehkan bagi pemiliknya (suaminya)
untuk mendatanginya kapan saja, dari arah mana saja baik depan, belakang,
ataupun terlentang, dan dengan cara bagaimanapun juga, dengan syarat hanya
ditempatnya (farji) bukan sodomi, dan bukan pada waktu yang dilarang (seperti
ketika haid dan nifas).
Jika ditinjau dari perspektif ilmu kedokteran tentang kesehatan alat
kelamin, bersenggama dengan dubur (sodomi) itu mempunyai implikasi
(pengaruh) yang serius terhadap munculnya penyakit berbahaya bagi tubuh.
Hal ini karena anus atau dubur memang tidak dipersiapkan untuk menerima
masuknya benda asing dari luar. Anus berperan sebagai tempat lewatnya feses
atau kotoran, sehingga anus bisa menjadi sumber infeksi yang mengakibatkan
penyakit. Selain itu karena anus atau dubur tidak siap untuk menerima
masuknya benda dari luar maka jika masuknya benda tersebut dilakukan secara
paksa dan tanpa diberikan lubricant (pelumas) maka akan menyebabkan
dinding anus dan bagian poros usus (rektum) rentan untuk luka. Berikut ini
gambaran dari organ dalam yang rentan untuk terluka yaitu:
21

Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin Al-Suyuthi, Tafsir Jalalain,
Terj. Bahrun Abubakar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2012), hlm. 123.

10

Anal seks (sodomi) memliki kelebihan dalam menimbulkan bahaya
sebagai berikut:22
a. Anus tidak menghasilkan cairan pelicin seperti vagina saat terangsang
sampai penis memasuki anus karena itu orang yang disodomi akan merasa
sakit. Jika hal ini terjadi berulang-ulang maka otot-otot dubur yang
mengatur buang besar akan hancur dan kehilangan daya elastisitasnya.
Akibatnya orang sulit mengendalikan buang air besar.
b. Jika kerusakan mencapai bagian atas (rektum) bisa terjadi pendarahan besar.
Akibatnya pelaku sodomi akan terancam infeksi yang akan menjalar ke usus
besar dan organ tubuh lainnya.
c. Bersetubuh lewat dubur (analseks) terbukti berbahaya karena anus
merupakan tempat berkumpulnya bakteri. Bila ada sedikit saja luka pada
penis dikhawatirkan akan terjadi infeksi.
Ada beberapa dampak yang bisa terjadi bila seseorang melakukan aktifitas
anal seks. Hal paling sederhana adalah timbulnya iritasi baik pada anus
maupun penis, karena begitu banyak kuman di daerah anus, iritasi yang terjadi
bisa menjadi pintu masuk terjadinya infeksi. Berbagai penyakit infeksi karena
hubungan seksual (sexually transmitted disease/STD) mudah ditularkan
melalui hubungan anal sex (sodomi) ini. Berbagai penyakit STD tersebut
antara lain HIV, herpez simplex, hepatitis B, hepatitis C, dan human papiloma
22

Andik Wijaya, 55 Masalah Seksual yang Ingin Anda Ketahui Tapi “Tabu”
untuk Ditanyakan, (Jakarta: PT Gramedia, 2004), hlm. 119.

11

virus (HPV) yang jika terjadi peradangan akan menyebabkan kanker anus dan
kanker penis. Selain itu infeksi bakteri yang bisa terjadi antara lain gonorea,
klamidia, syphilis, dan shigelosis. Seseorang dengan infeksi bakteri ini akan
mengalami diare yang berdarah dan berlendir, mengalami luka-luka terinfeksi
bahkan timbul bisul, dan radang di seputar dubur serta poros usus (rektum).
Hasil penelitian menyebutkan sekitar 60% pelaku sodomi yang selain
mengeluh bahwa di sekitar anus terasa sakit, juga menderita kencing nanah
(Gonnorhea). Selain itu terhitung 80% laki-laki pelaku sodomi menderita
sipilis (Syphilis), dan sepertiga dari laki-laki pelaku sodomi terjangkit HSV
(Herpes Simplex Virus). Di samping hasil penelitian tersebut, terdapat juga
hasil penelitian dari Dr. Dennis Osmond, University of California, San
Fransisco, yang dilansir di The Journal of The American Medica Association
edisi 9 Januari 2002, menyatakan seks oral ditengarai merupakan jalur
penularan utama penyakit Kaposi’s Sarcoma, yaitu sejenis kanker kulit yang
amat ganas yang sering kali terdapat pada pasien yang mengidap penyakit
HIV/AIDS. Adapun penyebabnya adalah sejenis virus yang diberi nama
Kaposi’s Sarcoma associated Herpes Virus (KSHV), yaitu virus yang gemar
tinggal di saliva (air liur).23
Jelaslah bahwa ayat ini dapat digunakan sebagai dalil atas haramnya
berjima' pada bagian belakang (dubur) selain karena Allah tidak membolehkan
mencampuri wanita kecuali dari bagian yang menjadi tempat bersenggama
juga karena faktor kesehatan tubuh terutama kesehatan organ reproduksi. Di
samping itu, ayat ini turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi yang
menyatakan “Barangsiapa yang mencampuri istrinya pada kemaluannya
tetapi dari arah belakang pinggulnya maka anaknya akan lahir bermata
juling”.
Selanjutnya, berkenaan bahwa seorang istri adalah ladang tempat
bercocok tanam bagi suaminya. Hal ini berarti istri adalah tempat untuk
23

Ibid, hlm. 38.

12

menanam benih yang diharapkan lahir keturunannya. Bagi para suami, jangan
pernah menyalahkan istrinya jika jenis kelamin anak yang tidak sesuai dengan
keinginannya. Dalam hal ini, faktor penentu dari kromosom jenis kelamin itu
dari pihak laki-laki. Secara genetika, dua kromosom yang merupakan faktor
kelamin pada wanita sebagai pasangan homolog (XX) dan pada laki-laki
sebagai pasangan yang tidak homolog (XY). Jika X pada laki-laki bertemu
dengan X yang ada pada wanita, maka anak yang lahir perempuan, sedangkan
jika X bertemu dengan Y maka lahir anak laki-laki. Adapun ilustrasinya
sebagai berikut:

Kemudian,
sebagai seorang pemilik ladang pasti sangat mengharapkan ketika menanam
tanamannya mendapatkan hasil yang berkualitas dan bermutu tinggi, demikian
juga hendaknya seorang suami ketika menanamkan benihnya ia pasti berharap
agar mendapatkan keturunan yang baik, berkualitas, berakhlak mulia, dan
bermanfaat bagi orang tua, keluarga, serta kemanusiaan. Oleh karena itu,
pandai-pandailah memilih istri, memilih waktu yang tepat untuk berproduksi,
mengatur masa kehamilan, dan yang terpenting adalah berdoa ketika
melakukannya.
Kedepankanlah hubungan seks dengan tujuan kemaslahatan untuk diri
sendiri di dunia dan di akhirat, bukan semata-mata untuk melampiaskan nafsu,
serta bertakwalah kepada Allah dalam hubungan suami istri bahkan dalam
segala hal karena manusia pasti akan menjumpai Allah kelak
untuk

mempertanggungjawabkan

bagaimana

caranya

membangun rumah tangga, apakah hanya semata-mata
karena hawa nafsu ataukah benar-benar hendak menegakkan

13

kebahagiaan hakiki. Ketahuilah, Allah pasti akan menghisab manusia
selaras dengan seluruh amalnya dan terdapat kabar gembira kepada kaum
Mukmin yang telah menaati batasan-batasan agama dan mengikuti petunjukNya dalam masalah mendatangi wanita dan mendidik anak-anaknya bahwa
mereka akan mendapatkan kebahagiaan duniawi maupun ukhrawi.
E. Daftar Pustaka
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin Al-Suyuthi. 2012. Tafsir
Jalalain. Diterjemahkan oleh: Bahrun Abubakar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir al-Maraghi Jilid II. Diterjemahkan
oleh: K. Anshori Umar Sitanggal. Semarang: PT Karya Toha Putra.
Al-Suyuthi, Jalaluddin. 2008. Lubabun Nuquul fii Assbaabin Nuzuul.
Diterjemahkan oleh: Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2006.

Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir.

Diterjemahkan oleh:. Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani.
Hamka. 2004. Tafsir al-Azhar Juz II. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah Vol. 1. Jakarta: Lentera Hati.
Wijaya, Andik. 2004. 55 Masalah Seksual yang Ingin Anda Ketahui Tapi
“Tabu” untuk Ditanyakan. Jakarta: PT Gramedia.
Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an Departemen Agama RI. 2006.
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Cahaya Qur’an.

14