LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PEMBUATAN SI (3)

LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA
PERCOBAAN KE 1

PEMBUATAN SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA

Nama

: Diah Ayu Puspitasari

NIM

: 1606067067

Kelompok

: A2

Hari, Tanggal Praktikum

:


Dosen Pembimbing

: Andy Wijaya, M.Farm., Apt

LABORATURIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN I
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
A. TUJUAN
Dapat melakukan pembuatan simplisia serta prosedur penapisan fitokimia untuk
mengidentifikasi kandungan zat aktif simplisia.
B. DASAR TEORI
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan
bahan yang dikeringkan.
Terdapat 3 jenis simplisia yaitu :

a. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman,
eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.
c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan
kimia murni.
Proses pembuatan simplisia:
1. Pengumpulan bahan baku
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor
yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen. Panen daun atau herba
dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan
saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak.
2. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi
dilakukan terhadap tanah dan krikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau
bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan dan bagian tanaman yang rusak
(dimakan ulat dan sebagainya).

3. Pencucian

Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama
bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar
pestisida.
4. Pengubahan bentuk
Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas
permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin
cepat kering. Proses pengubahan bentuk untuk rimpang, daun dan herba adalah
perajangan.
5. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia terutama bertujuan untuk menurunkan kadar air
sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri serta
memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan,
tahan lama dan sebagainya). Pengeringan dapat dilakukan lewat sinar matahari
langsung maupun tidak langsung juga dapat dilakukan dalam oven dengan suhu
maksimum 60oC.
6. Sortasi Kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan.
Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang rusak
akibat terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkan di tepi jalan raya, atau
dibersihkan dari kotoran hewan.

7. Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan
dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan
yang lainnya (Anonim, 2000).
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia
yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa

tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui
senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi
yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapt digunakan untuk keperluan sumber
bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin, minyak untuk
industri, sumber gum, dan lain-lain. Metode yang telah dikembangkan dapat
mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin,
saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid (Teyler V.E, 1988).
Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari
metode atau analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan
secara keseluruhan atau bagian bagiannya, termasuk cara isolasi atau pemisahannya
(Moelyono, 1996).
Beberapa senyawa yang dapat dideteksi secara skrining fitokimia antara lain:
a. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada
umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan
berbentuk kristal, tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (Teyler. V. E, 1988).
Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendapan. Pereaksi Mayer
mengandung kalium iodida dan merkuri klorida, dengan pereaksi ini alkaloid akan
memberikan endapan berwarna putih. Peraksi Dragendorf mengandung bismuth
nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrit berair. Senyawa positif mengandung
alkaloid jika setelah penyemprotan dengan pereaksi Dragendrof membentuk
warna jingga (Sastrohamidjojo, 1996).

b. Flavonoid
Fenol dan flavonoid dapat dideteksi menggunakan larutan FeCl3 1% dalam etanol.
Hasil uji dianggap positif apabila dihasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau
hitam. Uji shinoda (Mg dan HCl pekat) dapat juga digunakan untuk mendeteksi
flavonoid. Flavonoid akan menunjukkan warna merah ceri yang sangat kuat jika
disemprot dengan pereaksi ini (Harborne, 1987).

c.


Saponin

Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai karakterikstik
dapat membentuk busa apanila dikocok. Berdasarkan pada strukturnya saponin
akan memberikan reaksi warna yang karakteristik dengan pereaksi LiebermannBuchard (Harborne, 1987).

d.

Glikosida
Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk dalam
kelompok metabolit sekunder. Didalam tanaman glikosida tidak lagi diubah
menjadi senyawa lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat pengaruh
lingkungan luar.
Glikosida adalah istilah generik untuk bahan alam yang secara kimia berikatan
dengan gula. Oleh karena itu glikosida terdiri atas dua bagian, gula dan aglikon
(Henrich dkk (2010).

e.


Steroid dan Terpenoid
Kandungan terpenoid atau steroid dalam tumbuhan dapat diuji dengan
menggunakan metode Liebermann-Buchard yang nantinya akan memberikan
warna jingga atau ungu untuk terpenoid dan warna biru untuk steroid. Uji ini
didasarkan pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid membentuk warna
oleh adanya H2SO4 pekat dalam pelarut asetat glasial sehingga membentuk warna
jingga (Marlinda, 2012).

f.

Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat
khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan
protein membentuk kepolumer mantap yang tidak larut dalam air. Secara kimia
terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan.
Tanin terkondensasi hampir terdapat di dalam paku – pakuan dan gimnospermae,
serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu.
Sebaliknya tanin yang terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan
berkeping dua (Harbrone, J.B, 1987).


g. Kuinon
Merupakan senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti uromofor
pada benzokuinon yang terdiri atas 2 gugus karbonil yang berkonjugasi dengan R
ikatan rangkap karbon (Manitto, 1981).

h. Kumarin
Kumarin dan antrakuinon dapat dideteksi menggunakan pereaksi semprot NaOH
dan KOH 5% dalam alkohol. Setelah penyemprotan, kumarin akan berfluorensasi
hijau-kuning yang terlihat bila plat KLT yang sudah kering disinari dengan sinar
UV (Harborne, 1987).
i. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman tertentu,
seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji, dan rimpang. Mudah menguap pada
suhu kamar 25oC, larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Gunther,
1990).
Minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan pengawet, penyedap, antiseptik,
analgesik serta stimulan (Sostrohamidjojo, 2004).
C. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Tabung reaksi

2. Beaker glass
3. Pipet tetes
4. Spatula
BAHAN
1. Daun ketela segar, simplisia lada,
simplisia temu kunci, sereh segar
2. Aquadest
3. Timbal (II) asetat
4. Kloroform
5. Isopropanol
6. Natrium Sulfat Anhidrat
7. Serbuk Mg

5. Pengaduk
6. Pemanas
7. Corong
8. Penjepit

8. Molish
9. Asam Sulfat Pekat

10. HCl 2N
11. Pereaksi Meyer
12. Pereaksi Bouchardat
13. Pereaksi Dragendorff

D. CARA KERJA
1. PEMBUATAN SIMPLISIA
1 kg bahan segar dibersihkan dari pengotor kemudian dirajang dan dikeringkan
hingga menjadi simplisia kering. Hasil kemudian ditimbang dan dihitung
rendemennya.

2. IDENTIFIKASI ALKALOID
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5g kemudian ditambah 1 ml asam klorida
2N dan 9 ml aquadest, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit. Dinginkan
dan disaring, filtrate digunakan untuk perconaan berikut:
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, akan
terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning
b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan
berwarna merah atau jingga
c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan

terbentuk warna merah atau jingga.
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari ketiga
percobaan tersebut (Depkes, 1989).
3. IDENTIFIKASI FLAVONOID
Sebanyak 10g serbuk simplisia ditambahkan air panas, didihkan selama 5 menit
dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1g serbuk
magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amilalkohol, dikocok dan
dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika warna merah, kuning, jingga pada
lapisan amil alcohol (Farnsworth, 1996).
4. IDENTIFIKASI SAPONIN
Sebanyak 0,5g serbuk simplisia, dimasukan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan
air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk
buih yang menetap setinggi 1 sampai 10 cm, tidak kurang dari 10 menit dan tidak
hilang dengan penambahan asam klorida 2N menunjukan adanya saponin (Depkes,
1989).
5. IDENTIFIKASI GLIKOSIDA
Sebanyak 3g serbuk simplisia disari dengan 30 ml etanol 96% dan air (7:3) dan 10
ml asam sulfat 2N. Direfluks selama 1 jam, dinginkan dan disaring. Pada 20 ml
filtrat ditambahkan 25 ml timbal (II) asetat 0,4M dikocok dan didiamkan selama 5
menit, disaring. Filtrat disari 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran kloroform-

isopropanol (3:2). Pada kumpulan sari ditambahkan natrium sulfat anhidrat,
disaring dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50ᴼC. Sisa larutkan dengan 2 ml
etanol. Larutan sisa dimasukan dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di atas
penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molish. Tambahkan
dengan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya
cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukan adanya gula, dengan demikian
menunjukan adanya glikosida (Depkes, 1989).

6. IDENTIFIKASI STEROID DAN TRITERPENOID
Sebanyak 20 mg ekstrak dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam (dalam wadah
dengan penutup rapat), kemudian disaring dan diambil filtratnya. Sebanyak 5 ml
dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Ke
dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat
(pereaksi

Lieberman-Buchard).

Terbentuknya

warna

hijau

atau

merah

menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid (Harborne, 1987).
7. IDENTIFIKASI TANIN
Terdapat 0,5g serbuk simplisia disari dengan 10 ml aquadest, dididihkan selama 15
menit, didinginkan dan disaring dengan kertas saring, kemudian filtrat dibagi dua
bagian. Ke dalam filtrat bagian pertama ditambahkan larutan feri (III) klorida 1%.
Terbentuknya warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa
golongan tanin. Ke dalam filtrat bagian kedua ditambahkan 15 ml pereaksi Stiasny
(formaldehida 30% : HCl pekat = 2:1) dan dipanaskan di atas penganas air.
Terbentuknya endapan merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat.
Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat, dan
ditambahkan beberapa tetes larutan feri (III) klorida 1%. Terbentuknya warna biru
tinta menunjukkan adanya tanin galat (Depkes, 1989).
8. IDENTIFIKASI KUINON
Sebanyak 5 ml larutan percobaan yang diperoleh dari identifikasi flavonoid
terhadap ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan beberapa
tetes larutan NaOH 1N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya senyawa
golongan kuinon (Djamil dan Anelia, 2009).

9. IDENTIFIKASI KUMARIN
Sebanyak 40 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml) dan
ditambahkan 10 ml kloroform. Setelah dipasang corong (yang diberi lapisan kapas
yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, tabung reaksi dipanaskan 20
menit di atas penangas air dan didinginkan. Setelah penyaringan dengan kertas
saring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap sampai kering dan ke dalam residu
ditambahkan 10 ml air panas, kemudian didinginkan, dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, dan ditambahkan 0,5 ml larutan ammonia 10%. Terjadinya fluoresensi hijau
atau biru diamati di bawah sinar ultraviolet pada panjang gelombang 366 nm
menunjukkan adanya senyawa golongan kumarin (Djamil dan Anelia, 2009).
10. IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI
Sebanyak 40 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), lalu
ditambahkan 10 ml larutan petroleum eter. Pada mulut tabung dipasangi corong
yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air, kemudian dipanaskan
selama 10 menit di atas penangas air dan setelah dingin disaring dengan kertas
saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap, residu dilarutkan
dalam pelarut alkohol sebanyak 5 ml lalu disaring dengan kertas saring. Residu
yang berbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri
(Djamil dan Anelia, 2009).
E. HASIL
Nama simplisia : Temu Kunci
Metode ekstraksi: Maserasi
Jumlah pelarut:
Jumlah rendemen:

No
Jenis Uji
1.
Alkaloid

Gambar

Hasil
+

Keterangan
Untuk pereaksi mayer tidak
reaksi

2.
3.

Flavonoid
Saponin

+

Busa 1cm tidak hilang +HCL
2N

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Glikosida
Steroid dan Terpenoid
Tanin
Kuinon
Kumarin
Minyak atsiri

x
x
x
x

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

F. PEMBAHASAN
Tumbuhan memiliki banyak kandungan senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan obat. Terkadang, banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan
dengan obat kimia melainkan dapat disembuhkan dengan obat alami tumbuhan
(Depkes RI, 1995).
Identifikasi kandungan kimia atau skrining fitokimia adalah suatu metode untuk
mengetahui golongan kimia pada suatu sampel dengan menguji secara kualitatif
adanya senyawa kandungan dalam sampel yang digunakan seperti misalnya tanin,
saponin, flavonoid, steroid terpenoid, alkaloid, serta kandungan kimia lainnya
(Depkes RI, 2007).
Pada praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan dapat melakukan skrining
fitokimia pada simplisia. Skrining fitokimia bertujuan untuk identifikasi awal
senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia. Pada praktikum kali ini simplisia
yang digunakan adalah temu kunci..
Pada uji alkaloid dilakukan dua pengujian. Pertama serbuk diambil sedikit
ditambahkan asam klorida 1ml 2N dan 9ml aquades, dan dipanaskan diatas penangas
air selama 2menit. Setelah itu didinginkan dan disaring. Kemudian filtrat diambil
3tetes ditambah 2 tetes pereaksi mayer terjadi larutan bening. Hal ini tidak sesuai
dengan literatur yang menyebutkan bahwa hasil seharusnya terjadi adalah berupa
endapan menggumpal berwarna putih atau kuning. Pada pengujian kedua filtrat
diambil 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Dragendorff terbentuk warna jingga. Hal ini
sudah sesuai degan literatur yang ada. Pada pengujian pertama tidak dihasilkan sesuai
dengan literatur dimungkinkan terjadi karena pereaksi sudah rusak.
Pada pengujian flavonoid serbuk diambil sedikit lalu ditambahkan air panas, lalu
dididihkan selama 5menit kemudian disaring dalam keadaan panas. Setelah itu

diambil 5ml filtrat ditambahkan sedikit serbuk magnesium dan 1ml asam klorida
pekat. Kemudian dikocok dan dbiarkan memisah. Hasil yang diperoleh adalah larutan
jernih tidak berwarna, hal ini menunjukan bahwa hasil tidak sesuai dengan literatur,
yang menyebutkan bahwa akan terjadi warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan
amil alkohol. Hal ini terjadi dimungkinkan karena larutan asam klorida pekat sudah
rusak atau terkontaminasi.
Pada pengujian saponin diambil sedikit serbuk simplisia dimasukkan dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan air panas didinginkan lalu dikocok kuat selama
10 detik. Hasil yang diperoleh terjadi buih 1cm, hal ini menunjukan hasil sudah sesuai
dengan literatur yang ada bahwa temu kunci mengandung saponin.
Pada pengujian tanin diambil sedikit serbuk simplisia lalu dilarutkan dalam 10ml
akuades, didihkan selama 15 menit, lalu didinginkan dan disaring dengan kertas
saring. Kemudian ditambahkan larutan Feri (III) klorida 1%. Hasil yang diperoleh
hasil larutan jernih tidak berwarna. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang
menunjukan hasil warna biru tua atau hijau kehitaman. Hal ini terjadi dikarenakan
kemungkinan temu kunci tidak mengandung tanin atau hanya terdapat sedikit
kandungannya.
Pada pengujian kuinon sebanyak 5ml larutan yang diperoleh dari identifikasi
flavonoid terhadap ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan
beberapa tetes larutan NaOH 1N. Hasil yang diperoleh tidak terbentuk warna merah,
melainkan larutan jernih tidak berwarna.
G. KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa telah dilakukan uji skrining
fitokimia pada temu kunci, dan diperoleh hasil pengujian alkaloid positif, flavonoid
negatif, saponin positif, tanin dan kuinon negatif.
H. DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia Jilid VI, Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI, 2007, Kebijakan Obat Tradisional Nasional Tahun 2007, Depkes RI,
Jakarta.

Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Penerbit ITB; Bandung.
Heinrich Michael dkk., 2010. Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta : EGC
Sastrohamidjojo. H, 1996, Sintesis Bahan Alam, Cetakan ke-1, Liberty, Yogyakarta.
Tyler, V.E., LYNN, R.B. and ROBBERS, J.E. 1988. Pharmacognosy. Lea and
Febiger. Philadelphia.