Chapter II Kajian Sifat Fisika Dan Kimia Tanah Pada Lahan Kelapa Sawit Dengan Beberapa Jenis Vegetasi Yang Tumbuh Di Kebun PTP. Nusantara III Tanah Raja

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Taksonomi kelapa sawit yang umum diterima sekarang adalah sebagai
berikut:
Divisi

: Tracheophyta

Anak Divisi (Subdivisi)

: Pteropsida

Kelas

: Angiospermae

Anak Kelas (Subkelas)

: Monocotyledoneae

Bangsa (Ordo)


: Spadiciflorae (Arecales)

Suku (Familia)

: Palmae (Arecaceae)

Anak Suku (Subfamilia)

: Cocoideae

Marga (Genus)

: Elaeis

Jenis (Spesies)

: Elaeis guineensis Jacq.

(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Setyamidjaja (2006) menyatakan bahwa sebagai tanaman jenis palma,
kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar cabang. Perakaran
kebanyakan terletak pada kedalaman 1,5 m dengan jumlah perakaran terbesar
pada kedalaman antara 15-30 m. Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas.
Batang berbentuk silindris dan berdiameter 40-60 cm, tetapi pada pangkalnya
membesar. Pangkal batang umumnya membesar membentuk bonggol batang
(bowl).
Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500-4.000 mm per
tahun, tetapi curah hujan optimal 2.000-3.000 mm per tahun, dengan jumlah hari
hujan tidak lebih dari 180 hari/tahun. Secara umum, suhu optimal untuk
5

6

pertumbuhan kelapa sawit adalah 240 C-280C dengan suhu terendah 180C dan
tertinggi 320C. Adapun ketinggian tempat optimum untuk kelapa sawit adalah 0400 m diatas permukaan laut (Setyamidjaja, 2006).
Tanah Ultisol
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang
terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktorfaktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro
dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat

panjang, yang dapat dibedakan dari ciri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik,
kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Dalam sistem klasifikasi tanah USDA terbaru (1975, 1985) yang masih
terus dikembangkan dengan kerjasama Internasional untuk kesempurnaanya,
tanah podsolik merah-kuning secara umum masuk ke dalam ordo ultisol. Ciri
tanah ultisol yang terutama menjadi kendala bagi budidaya tanaman antara lain
pH rendah, kejenuhan Al tinggi, lempung beraktifitas rendah, daya serat terhadap
posfat kuat, kejenuhan basa rendah, kadar bahan organik rendah sampai sedang
dan itu pun terdapat dalam lapisan permukaan tipis (horison A tipis) dan dengan
sendirinya kadar N pun rendah serta terbatas dalam lapisan permukaan tipis itu,
daya simpan air terbatas, derajat agregasi rendah dan kemantapan agregat lemah
(Notohadiprawiro, 1986).
Tanah yang baik untuk budi daya

kelapa

sawit

harus


banyak

mengandung lempung, beraerasi baik dan subur. Tanah harus berdrainase baik,
permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam dan tidak berbatu. Tanah
latosol, ultisol dan aluvial yang meliputi tanah gambut, dataran pantai dan muara

7

sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit, tanah memiliki derajat
kemasaman (pH) antara 4-6. Ketinggian tempat yang ideal bagi pertumbuhan
kelapa sawit antara 1-400 meter diatas permukaan laut. Topografi datar, berombak
dan hingga bergelombang masih dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit dengan
lereng antara 0-25% (Lumbangaol, 2011).
Banyak tanah ultisol dan alfisol mudah sekali terkena pengikisan karena
perubahan tekstur. Banyak sifat fisika tanah memburuk akibat pengolahan,
membuat tanah menjadi kurang lolos air, dan lebih mudah hilang karena limpasan
dan pengikisan. Kemampuan tanah untuk menambat air dan menyalurkannya
kepada tumbuhan merupakan salah satu faktor pembatas utama dalam pertanian
tropika (Sanchez, 1992).
Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian

basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena
proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol
yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada
bahan organik di lapisan atas. Kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi
pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation hanya
bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu,
peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah
(ameliorasi),

pemupukan,

(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

dan

pemberian

bahan

organik


8

Kriteria penialaian sifat-sifat tanah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria penilaian sifat-sifat tanah
Sifat Tanah

Satuan

C (Karbon)
N (Nitrogen)
C/N
P2O5 Total
P2O5 eks-HCl
P-avl Bray
P-avl Truog
P-avl Olsen
K2O eks-HCl
CaO eks-HCl
MgO eks-HCl

MnO eks-HCl
K-tukar
Na-tukar
Ca-tukar
Mg-tukar
KTK (CEC)
KB (BS)
Kej. Al

%
%
%
%
ppm
ppm
ppm
%
%
%
%

me/100
me/100
me/100
me/100
me/100
%
%
mmhos/c
m

EC (Nedeco)

Sangat
Rendah
< 1,00
< 0,10
25
> 0,10
> 0,100
> 35

> 80
> 60
>0,20
> 0,30
> 0,30
> 0,30
> 1,00
> 1,00
> 20
> 8,00
> 40
> 70
> 60

-

-

2,5


2,6-10

> 10

(Staff Pusat Penelitian Tanah, 1983).
Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat)
yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir
(sand) (berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 2000 – 200 µm), debu (silt) (berdiameter
0,20 – 0,002 mm atau 200 – 2 µm) dan liat (clay) (< 2 µm). Partikel berukuran
diatas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi
tanah, tetapi menurut Lal (1979) harus diperhitungkan dalam evaluasi tekstur
tanah (Hanafiah, 2005).
Di Laboratorium, tekstur tanah umumnya ditetapkan melalui dua metode,
yaitu metode pipet (kurang teliti) atau metode hydrometer “Bouyoucos” (lebih
teliti), yang keduanya didasarkan pada perbedaan kecepatan jatuhnya pertikelpartikel tanah didalam air dengan asumsi bahwa kecepatan jatuhnya partikel yang

9

berkerapatan (density) sama dalam suatu larutan akan meningkat secara linear

apabila radius partikel bertambah secara kuadratik. Proporsi hasil penetapan
masing-masing fraksi tanah ini kemudian dicocokkan dengan proporsi pada
segitiga tekstur (Gambar 1), misalnya contoh tanah O berkadar pasir 25%, debu
25% dan liat 50%, maka berarti tanah bertekstur liat (Hanafiah, 2005).
Secara skematis klasifikasi tanah tersebut dapat dilihat melalui klasifikasi
segitiga USDA, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA (Foth, 1951).
Makin banyak ukuran pori mikro yang terbentuk, jika ukuran partikel
penyusun tanah semakin besar. Tanah yang didominasi pasir akan banyak
mempunyai pori-pori makro (besar/disebut lebih porous), tanah yang didominasi
oleh debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang/agak porous),

10

sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro
(kecil/tidak porous) (Hanafiah, 2005).
Menurut Hanafiah (2005) dominasi fraksi pasir akan menyebabkan
terbentuknya banyak pori-pori makro (dari 5.700 partikel per gram tanah
terbentuk sekitar 1.400 pori makro), sehingga luas permukaan yang disentuh
bahan menjadi sangat sempit (hanya 45 cm2 per gram tanah), sehingga daya
pegangnya terhadap air sangat lemah. Kondisi ini menyebabkan air dan udara
mudah masuk keluar tanah, hanya sedikit air yang tertahan. Pada kondisi lapang,
sebagian besar ruang pori terisi oleh udara, sehingga pori-pori makro disebut juga
pori aerasi, atau dari segi kemudahannya dilalui air (permebilitas) disebut juga
sebagai pori drainase. Namun persoalan pada fenomena tersebut meskipun
ketersediaan air dan udara nya baik, ketersediaan nutrisi nya rendah.
Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah adalah kumpulan senyawa organik kompleks yang
sedang atau telah mengalami proses dekomposisi baik berupa humus hasil
humifikasi maupun senyawa anorganik hasil mineralisasi, termasuk mikrobia
heterotrof dan autotrof yang terlibat. Sumber primer bahan organik tanah adalah
jaringan organik tanaman, baik berupa daun, batang/cabang, ranting, buah
maupun akar, sedangkan sumber sekunder berupa jaringan organik fauna
termasuk kotorannya (Hanafiah, 2005).
Komposisi kimia dari bahan organik terdiri atas 50% C, 5% N, 0,5% P,
0,5% S, 39% O dan 5% H. Bagaimanapun, nilai ini berbeda-beda pada setiap
tanah. Bahan organik juga terdapat didalam larutan tanah. Senyawa organik larut
dapat meningkatkan konsentrasi logam kation didalam larutan. Bahan organik

11

dapat dibagi menjadi humus dan non humus. Bahan organik didalam tanah dapat
menjadi karakteristik dari komposisi kimia (Barber, 1984).
Hakim, dkk. (1986) menyatakan bahwa pengaruh bahan organik pada ciri
fisika tanah antara lain kemampuan menahan air meningkat, warna tanah menjadi
coklat hingga hitam, merangsang granulasi agregat dan memantapkannya,
menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat. Pengaruh bahan
organik pada kimia tanah antara lain meningkatnya daya jerap dan kapasitas tukar
kation, kation yang mudah dipertukarkan meningkat, unsur N, P, S diikat dalam
bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar dari
pencucian, kemudian tersedia kembali, pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral
oleh asam humus. Pengaruh bahan organik pada biologi tanah antara lain yaitu
jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat, dan kegiatan jasad
mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik juga meningkat.
Diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi kadar bahan organik
dan nitrogen tanah, faktor yang penting adalah kedalaman tanah, iklim, tekstur
tanah dan drainase. Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik dan N,
kadar bahan organik terbanyak ditemukan dilapisan atas setebal 20 cm (15-20%),
makin ke bawah makin berkurang. Hal itu disebabkan akumulasi bahan organik
memang terkonsentrasi dilapisan atas. Faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu
dan curah hujan. Makin kedaerah dingin kadar bahan organik dan N makin tinggi.
Bila kelembaban efektif meningkat kadar bahan organik dan N juga bertambah.
Tekstur tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah liat makin tinggi pula
bahan organik dan N tanah bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir

12

memungkinkan oksidasi yang baik sehingga bahan organik cepat habis
(Hakim, dkk., 1986).
Bahan organik dapat menahan air 20 kali dibanding berat nya sendiri.
Bahan organik tanah memainkan peranan penting dalam mencegah erosi dan
desertifikasi. Pemeliharaan struktur tanah melalui agregasi yang difasilitasi oleh
bahan organik memiliki peranan kunci untuk mencegah erosi dan desentrifikasi.
Sisa-sisa tanaman mulsa atau partikel organik bila diketemukan dipermukaan
tanah memainkan peran yang nyata dalam melindungi tanah dan mempengaruhi
sifat air tanah (Yulipriyanto, 2010).
Kadar bahan organik dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan dan partikel yang ada di dalam tanah. Semakin tinggi bahan organik,
ruang antar partikel nya semakin tinggi. Makin ke bagian bawah profil tanah,
kadar bahan organik pada umumnya makin rendah hal ini mengingat bahwa
sumber bahan organik terutama berasal dari serasah dan akar tumbuhan. Bahan
organik tanah dapat memberikan pengaruh pada struktur tanah, permeabilitas
tanah dan daya menyimpan air (Notohadiprawiro dan Tedjoyuwono, 1998).
Mukhlis (2007) menyatakan bahwa penetapan bahan organik di
laboratorium dapat dilakukan dengan metode Pembakaran, metode Walkley &
Black. Prinsip Metode Walkley & Black adalah C-organik dihancurkan oleh
oksidasi Kalium bikromat yang berlebih akibat penambahan asam sulfat.
Kelebihan kromat yang tidak direduksi oleh C-organik tanah kemudian ditetapkan
dengan jalan titrasi dengan larutan ferro. Untuk menghitung kandungan bahan
organik tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Bahan organik = % C Organik x 1,724 ………………………………………(1)

13

Kriteria bahan organik dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria bahan organik tanah
Bahan Organik (%)
6,00

Kriteria
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

(Puslittanak, 2005).
Kerapatan Massa Tanah
Kerapatan massa tanah (Bulk Density) adalah berat tanah kering udara
dibagi dengan volumenya. Nilai kerapatan massa dari tanah dapat dituliskan
sebagai:
Kerapatan massa tanah (Db) =

Berat Tanah Kering Oven (g)
volume tanah total (cm3 )

………………….. (2)

(Dingus, 1999).
Tanah lebih padat mempunyai kerapatan massa atau Bulk density yang
lebih besar daripada tanah mineral. Bagian atas mempunyai kandungan Bulk
density yang lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density
dilapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0-1,6
g/cm3. Tanah organik memiliki nilai Bulk density yang lebih rendah, misalnya
dapat mencapai 0,1 g/cm3-0,9 g/cm3 pada bahan organik. Bulk density atau
kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas,
kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan drainase, dll. Sifat fisik
tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai
keadaaan (Hardjowigeno, 2003).
Timbulnya proses pembentukan struktur dihorizon-horizon bagian atas
dari bahan induk ini mengakibatkan kerapatan massa lebih rendah dari bahan

14

induk itu sendiri. Tanah-tanah organik memiliki nilai kerapatan massa yang
sangat rendah dibandingkan dengan tanah mineral. Tergantung dari sifat-sifat
bahan organik yang menyusun tanah organik itu dan kandungan air pada saat
pengambilan contoh, maka biasanya kerapatan massa tanah itu berkisar antara
0,2-0,6 g/cm3 (Hakim, dkk., 1986).
Kerapatan Partikel Tanah
Kerapatan partikel tanah menyatakan berat butir-butir padat tanah yang
terkandung di dalam tanah. Menghitung kerapatan butir tanah, be rarti
menentukan kerapatan partikel tanah di mana pertimbangan hanya diberikan
untuk partikel yang solid. Oleh karena itu kerapatan partikel setiap tanah
merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang partikel.
Untuk kebanyakan tanah mineral kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 g/cm3.
Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan
partikel tanah, akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan partikel nya lebih
kecil dari sub soil. Walau demikian kerapatan butir tanah tidak berbeda banyak
pada tanah yang berbeda, jika tidak, akan terdapat suatu variasi yang harus
mempertimbangkan kandungan tanah organik atau komposisi mineral (Foth,
1984).
Kerapatan partikel (Particle Density) dari tanah adalah massa tanah kering
udara dibagi dengan volume dari partikel tanah.
Kerapatan Partikel Tanah (Dp) =

Berat Tanah Kering Oven (g)
Volume dari partikel tanah (cm3 )

………........ (3)

Berat jenis partikel merupakan fungsi perbandingan antara komponen
bahan mineral dan bahan organik. Berat jenis partikel untuk tanah-tanah mineral
berkisar antara 2,6 - 2,7 g/cm3, dengan nilai rata-rata 2,65 g/cm3, sedang berat

15

jenis

partikel

tanah

organik

berkisar

1,30

-

1,50

g/cm3

(Pandutama, dkk., 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi particle density yaitu kadar air, tekstur
tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi. Kadar air mempengaruhi
volume kepadatan tanah, dimana untuk mengetahui volume kepadatan tanah
dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, sebab tanpa adanya pengaruh kadar
air maka proses particle density tidak berlangsung, karena air sangat
mempengaruhi volume kepadatan tanah. Selanjutnya volume padatan tanah
tersusun oleh fraksi pasir, liat, dan debu sehingga untuk mengetahui volume
padatan tanah tertentu dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Kandungan
bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan partikel tanah.
Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka
makin kecil nilai particle density nya. Selain itu, dalam volume yang sama, bahan
organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat tanah mineral yang
lain.

Top soil banyak mengandung bahan organik dan kerapatan partikel nya

sampai 2,4 g/cm3 atau bahkan lebih rendah dari nilai itu. Dengan adanya bahan
organik, menyebabkan nilai particle densitynya semakin kecil (Hanafiah 2005).
Jika particle density suatu lahan rendah, maka tanah tersebut kurang baik
untuk dijadikan media tanam, sebaliknya jika nilai particle density tinggi, maka
baik untuk dijadikan suatu media tanam bagi produktivitas tanaman. Bahan
organik memiliki berat yang lebih kecil dari berat benda padat tanah mineral yang
lain dalam volume yang sama, jumlah bahan organik dalam tanah jelas
mempengaruhi kerapatan butir. Akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan
partikel nya lebih kecil dari sub soil (Hardjowigeno, 2003).

16

Dalam menentukan kerapatan partikel tanah, perhatian kita hanya tertuju
pada partikel-partikel tanah. Jadi kerapatan partikel tiap jenis tanah adalah konstan
dan tidak bervariasi dengan jumlah ruang antara partikel-partikel. Perbedaan
kerapatan massa diantara jenis-jenis tanah tidak begitu besar, kecuali terdapat
variasi yang besar didalam kandungan bahan organik dan komposisi mineral tanah
(Hakim, dkk., 1986).
Porositas Tanah
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga
merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang porous berarti
tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk
keluar tanah secara leluasa (Hanafiah, 2005).
Porositas dari tanah adalah hasil dari kerapatan massa tanah (Bulk Density)
dan kerapatan partikel tanah (Particle Density) adalah nilai dari persamaan:
Porositas (%) = (1-

��
��

) x 100………………............………………………....... (4)

Dimana: Db = kerapatan massa tanah (Bulk Density)
Dp = kerapatan partikel tanah (Particle Density)
(Hausenbuiller, 1982).
Pukulan

butir-butir hujan

pada

permukaan

tanah

yang terbuka

menghancurkan dan mendispersikan agregat tanah yang mengakibatkan
penyumbatan pori tanah dipermukaan. Permukaan yang tertutup oleh vegetasi
dapat menyerap energi tumbuk hujan dan karenanya mampu mempertahankan laju
infiltrasi yang tinggi. Pengembalian sisa-sisa tanaman dan penambahan bahan

17

organik lainnya sebagai mulsa dipermukaan tanah juga mampu meningkatkan laju
infiltrasi sebaik pengaruh vegetasi hidup (Hakim, dkk., 1986).
Adapun kelas porositas tanah dapat dilihat dari Tabel 3.
Tabel 3. Kelas porositas tanah
Porositas (%)

100
60-80
50-60
40-50
30-40
< 30

Kelas
Sangat porous
Porous
Baik
Kurang baik
Buruk
Sangat buruk

(Arsyad, 1989).
Kadar Air Kapasitas Lapang
Persentase air yang tersedia berada diantara kapasitas lapang dan titik layu
permanen. Apabila air berada diatas kapasitas lapang atau terjadi kelebihan air
pada tanah tersebut, maka semua pori-pori tanah terisi oleh air sehingga tanah
akan jenuh air dan tanaman tidak bisa mengambil air yang mengakibatkan
tanaman akan stres air, kemudian air akan terdrainase masuk ke dalam lapisan
bawah tanah oleh adanya gaya gravitasi. Apabila pada tanah tersebut pergerakan
air ke dalam lapisan bawah tanah sudah tidak terjadi lagi maka keadaan seperti ini
disebut dengan kapasitas lapang. Jika pemberian air dihentikan sampai tanaman
tidak mampu lagi menyerap dan mengambil air dari partikel tanah akan
mengakibatkan tanaman akan mati atau layu, keadaan seperti ini disebut sebagai
titik layu permanen. Jumlah air yang tersedia yang akan digunakan oleh tanaman
dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan organik tanah dan kedalaman
tanah (Sinaga, 2002).
Menurut Abdurachman, dkk. (2006) metode gravimetrik adalah metode
yang paling sederhana secara konseptual dalam menentukan kadar air tanah. Pada

18

prinsipnya mencakup pengukuran kehilangan air dengan menimbang contoh tanah
sebelum dan sesudah dikeringkan pada suhu 105 – 110oC dalam oven. Hasilnya
dinyatakan dalam presentase air dalam tanah, yang dapat diekspresikan dalam
presentase terhadap berat kering, berat basah atau terhadap volume. Masingmasing dari presentase berat ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
Kandungan air tanah (%) =

berat basah-berat kering
berat kering

x 100% ..............................(5)

Pada tanah-tanah mineral yang mempunyai kadar bahan organik rendah
( 25,00

Apabila dikaitkan dengan praktik pemupukan (bahan penyubur tanah,
seperti kapur dan pupuk organik), maka pada tanah yang berpermeabilitas dan
berperkolasi cepat, bahan-bahan yang diberikan akan cepat hilang sehingga
menjadi tidak efisien. Porositas atau ruang pori adalah rongga antar tanah yang
biasanya diisi air atau udara. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas
tanah, semakin besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula
permeabilitas tanah tersebut. (Hanafiah, 2005).
Untuk test dilaboratorium dilakukan dengan dua cara yaitu constant head
test atau banyaknya air yang mengalir lewat contoh tanah ditampung dalam gelas
ukur. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan air tersebut di catat. Perlu
diingat bahwa pada constant head test, tinggi muka air diatas bahwa pada

20

constant head test, tinggi muka air diatas contoh tanah di usahakan tetap
(constant). Untuk test Falling Head, air didalam pipa yang dipasang diatas contoh
tanah dibiarkan turun. Volume air yang melewati contoh tanah adalah sama
dengan volume air yang hilang di dalam pipa (Asmaranto, 2013).
Berdasarkan Hukum Darcy besarnya permeabilitas tanah (k) dengan uji
constant head test yaitu:
k=

ql
AhL

…………………………………………………………………….(6)

dimana: k = nilai koefisien permeabilitas (cm/jam)
q = debit (cm3/jam)
hL = gradien hidrolik (cm)
A = luas penampang (cm2)
L = tebal kedalaman tanah (cm)
(Craig, 1987).
pH Tanah
Hara yang sangat dipengaruhi oleh pH antara lain kalsium dan
magnesium dapat ditukar, aluminium dan unsur mikro, ketersediaan posfor, hara
yang berkaitan. Bila pH tanah mineral rendah, sejumlah Al, Fe dan Mn menjadi
sangat larut, sehingga merupakan racun bagi tanaman. Ketersediaan posfor
dipengaruhi sangat nyata oleh pH. Bentuk ion P dalam tanah juga bergantung
dalam pH larutan. Pada pH rendah ion P akan mudah bersenyawa dengan Al, Fe
atau Mn membentuk senyawa yang tidak larut. Tampak nya kelarutan maksimum
dari P berada pada pH 5,5. Mempertahankan pH 5,5 hingga 6 sangat berarti bagi
penyediaan P bagi tanaman (Hakim, dkk., 1986).

21

Ketersediaan fosfor didalam tanah ditentukan oleh banyak faktor, tetapi
yang paling penting adalah pH tanah. Pada tanah ber-pH rendah, fosfor akan
bereaksi dengan ion besi dan aluminium. Reaksi ini membentuk besi fosfat atau
aluminium fosfat yang sukar larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh
tanaman. Pada tanah ber pH tinggi, fosfor akan bereaksi dengan ion kalsium.
Reaksi ini membentuk ion kalsium fosfat yang sifatnya sukar larut dan tidak dapat
digunakan oleh tanaman. Dengan demikian, tanpa memperhatikan pH tanah,
pemupukan fosfor tidak akan berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman
(Sianturi, 2010).
Kriteria pH tanah dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria pH tanah
Kriteria
Sangat Masam
Masam
Agak Masam
Netral
Agak Alkalis
Alkalis
(BPP Medan, 1982).

pH H2O
< 4,5
4,5-5,5
5,6-6,5
6,6-7,5
7,6-8,5
> 8,5

Kandungan Nitrogen Total Tanah
Tanaman lebih sering mengalami kekurangan nitrogen (N) dibandingkan
unsur-unsur yang lain dan tidak ada metode uji tanah untuk N yang dapat diterima
secara luas dan tepat. Hal ini disebabkan karena 97-99% dari N ditanah berada
sebagai kompleks organik dan lambat menjadi tersedia bagi tanaman melalui
dekomposisi mikroorganisme. Masalah yang berkembang dalam uji N tersedia
tanah adalah laju dekomposisi bahan organik, yang tergantung kepada temperatur,
kelembapan, aerasi, tipe bahan organik, pH dan faktor-faktor lainnya. N-organik
yang terbentuk mengalami pencucian, fiksasi, denitrifikasi dan kehilangan-

22

kehilangan lainnya. Jadi cukup sulit untuk menduga kapan N akan tersedia,
berapa banyak ketersediaannya dan apa yang akan terjadi terhadap N tersebut bila
telah tersedia. Oleh sebab itu uji tanah terhadap N ini dilakukan pada analisis N
total (Mukhlis, 2007).
Mukhlis (2007) menyatakan bahwa analisis N total tanah didasari oleh
prinsip mengubah N-organik menjadi N-amonium oleh asam sulfat yang
dipanaskan sekitar 3800 C dan menggunakan Cu-sulfat+Selenium+Na-sulfat
sebagai katalisator. Proses ini disebut digestasi dan hasilnya disebut digest; secara
keseluruhan disebut Kjedhal Digestasi. Asam digest yang mengandung amonium
dibasakan dengan NaOH sehingga ion amonium dikonversi menjadi amoniak.
Lalu didestilasi menjadi amonium hidroksida. NH4OH ditentukan jumlahnya
dengan mentitrasi dengan HCl.
Kandungan Posfat Tersedia Tanah
Posfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara
makro). Jumlah posfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen
dan kalium. Tetapi, posfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Posfor
yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi
senyawa posfor organik. Posfor ini mudah bergerak antar jaringan tanaman. Kadar
optimal posfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif adalah 0,3 % -0,5
% dari berat kering tanaman. Kekurangan unsur P umumnya menyebabkan
volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil dan warna daun menjadi lebih gelap.
Kadang-kadang kadar nitrat dalam tanaman menjadi lebih tinggi karena proses
perubahan nitrat selanjutnya terhambat (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

23

Ada banyak metode yang telah dikembangkan untuk mengekstrak dan
menganalisis Fosfor (P) total didalam tanah. Hanya dua metode yang sampai
sekarang umum digunakan yaitu metode Peleburan Natrium Karbonat dan Metode
Dekstruksi Asam. Metode Peleburan Natrium Karbonat dianggap sebagai metode
yang dapat diandalkan namun membutuhkan peralatan yang sangat mahal, seperti
cawan platina. Sementara metode Dekstruksi Asam kurang dapat menduga kadar
P total tanah karena tidak dapat mengekstrak P dari mineral apatit. Kemampuan
suatu dekstruksi asam dalam mengekstrak P tergantung kepada jenis asam atau
kombinasi asam yang dipakai.
Pemupukan fosfat merupakan salah satu cara mengelola tanah Ultisol,
karena disamping kadar P rendah, juga terdapat unsur-unsur yang dapat meretensi
fosfat yang ditambahkan. Kekurangan P pada tanah Ultisol dapat disebabkan oleh
kandungan P dari bahan induk tanah yang memang sudah rendah, atau kandungan
P sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia untuk tanaman karena diserap oleh unsur
lain seperti Al dan Fe (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Kandungan Kalium Tukar Tanah
Kalium tergolong unsur yang mudah bergerak dalam tanaman baik dalam
sel, dalam jaringan tanaman maupun dalam xilem dan floem. Kalium banyak
terdapat dalam sitoplasma. Garam kalium berperan dalam tekanan osmosis sel.
Peranan K dalam mengatur turgor sel diduga berkaitan dengan konsentrasi K
dalam vakuola. Bila tanaman kekurangan K, maka banyak proses yang tidak
berjalan dengan baik, misalnya terjadinya kumulasi karbohidrat, menurunnya
kadar pati, dan akumulasi senyawa nitrogen dalam tanaman. Apabila kegiatan

24

enzim terhambat, maka akan terjadi penimbunan senyawa tertentu karena
prosesnya menjadi terhenti (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) kebanyakan tanaman yang
kekurangan Kalium memperlihatkan gejala lemahnya batang tanaman sehingga
mudah roboh. Turgor tanaman berkurang sel menjadi lemah, daun tanaman
menjadi kering, ujung daun berwarna coklat atau adanya noda-noda berwarna
coklat (nekrosis). Kalau kekurangan Kalium berlansung terus, nekrosis akan
menjadi jaringan yang kering dan mati, kemudian lepas dan daun menjadi
berlubang.
Berlawanan dengan posfor, sebagian besar dari tanah, sebagian besar dari
tanah mineral mempunyai kadar kalium tinggi. Sebenarnya jumlah ini lebih
banyak dibandingkan dengan unsur hara utama lainnya. Kadang-kadang jumlah
ini dapat mencapai 40 hingga 60 ribu kg K2O/ha pada lapisan bajak. Namun
demikian kalium yang dapat dipertukarkan tetap sedikit. Sebagian besar kalium
berada dalam mineral primer yang sukar larut, sehingga tidak tersedia bagi
tanaman. Ketersediaan kalium diartikan adalah kalium yang dapat dipertukarkan
dan diserap tanaman. Dengan demikian ketersediaan kalium dalam tanah sangat
bergantung kepada adanya penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri
dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri (Hakim, dkk., 1986).
Menurut Hakim, dkk. (1986) menyatakan bahwa pengaruh pemberian
kapur ke dalam tanah dapat menyebabkan kalium tanah menjadi tidak tersedia.
Hal ini penting artinya dalam membatasi kehilangan kalium akibat pencucian.
Pemberian kapur pada tanah-tanah masam juga mempunyai efek sampingan

25

kalium akibat pencucian lebih besar. Tetapi dipihak lain pun ternyata ketersediaan
kalium tanah juga sangat rendah akibat pengapuran yang tinggi.
Vegetasi Tanah
Tanaman Mucuna Bracteata tumbuh baik pada pasir berdrainase baik,
tanah liat dan utisols dengan pH 5-6,5 tetapi juga tumbuh dengan baik pada lahan
berpasir asam, tidak toleran terhadap air yang berlebih. Pada lahan yang memiliki
humus subur dan lapisan tanah dibawahnya asam, lapisan berikutnya rendah P dan
tinggi Al, maka pertumbuhan akar akan berkumpul hanya pada lapisan humus.
Jika humus subur tidak ada maka sistem perakaran akan dikembangkan luas
hingga ke tanah asam. Pertumbuhan Mucuna lebih cepat dbandingkan dengan
jenis penutup tanah kacangan lainnya. Pada umur 18 hingga 24 bulan setelah
tanam, pertumbuhan Mucuna bracteata telah menutup 95% areal dengan
ketebalan 40-90 cm. Siklus hidup tanaman ini berakhir setelah mencapai 8-10
bulan, yaitu setelah buah masak (Nusyirwan, 2014).
Manfaat kacang-kacangan dalam pengusahaan tanaman kelapa sawit
sebagai berikut menambah bahan organik sehingga memperbaiki struktur tanah,
memperbaiki status hara tanah terutama nitrogen, memperbaiki sifat-sifat tanah
akibat pembakaran (pembukaan lahan), melindungi permukaan tanah dan
mengurangi bahaya erosi terutama pada tanah yang curam, mengurangi biaya
pengendalian gulma, mendorong pertumbuhan tanaman dan meningkatkan
produksi (Pahan, 2006).
Winarso (1995) menyatakan bahwa kemampuan memfiksasi N2-atmosfer
dari simbiosis antara tanaman leguminose dan Rhizobium ini dapat ditunjukkan
oleh pembentukan nodul atau bintil akar. Makin banyak dan besar bintil akar

26

merupakan indikasi fiksasi N2-atmosfer berjalan efektif. Efektifitas fiksasi N
sangat dipengaruhi oleh keserasian hubungan antara Rhizobium dengan tanaman
inangnya. Selain itu efektifitas fiksasi juga dipengaruhi lingkungan termassuk
unsur hara. Pemberian pupuk P dan K pada tanaman kedelai dapat meningkatkan
aktivitas Rhizobium dalam nodul/bintil akar.
Peningkatan frekuensi pemberian N ini dapat meningkatkan kesesuaian
ketersediaan N dalam tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga serapan
N meningkat dan hasilnya j uga meningkat. Hal ini erat hubungannya dengan
mobilitas N didalam tanah sehingga N cepat hilang sebelum digunakan tanaman
baik melalui penguapan maupun pencucian. Semua atau sebagian besar pupuk N
komersil mempunyai kelarutan tinggi jika diberikan ke dalam tanah. Berbeda
dengan pupuk N dari bahan organik baik pupuk kandang, pupuk hijau dan
kompos, akan melepaskan N jika telah didekomposisikan. Semua bentuk N
didalam tanah akan dikonversikan atau dioksidasi menjadi NO3-, selanjutnya
menjadi subjek reaksi/proses denitrifakasi, erosi dan pencucian. Sehingga bentuk
NO3- didalam tanah sangat tidak stabil (Winarso, 1995).
Nephrolepis biserrata termasuk famili Lomariopsidacea dan dikenal
dengan nama paku harupat. N. biserrata ditemukan di zona N. fruticants. N.
Biserrata hidup merumpun, akarnya berwarna coklat tua. Batang N. biserrata
berwarna hijau kecoklatan dan tumbuh tegak. Daun N. Biserrata berwarna hijau
terang. N. Biserrata mempunyai daun majemuk. Daun N. Biserrata tersusun rapat
dan tersebar di sepanjang batang. Ujung daun N. biserrata runcing, tepinya
bergelombang, pangkalnya berlekuk. Daun N. Biserrata yang masih muda

27

menggulung berwarna hijau muda dan seluruh permukaan daunnya ditutupi oleh
bulu-bulu halus berwarna putih (Ceri, 2014).
Rumput merupakan famili tumbuhan yang sangat luas penyebarannya,
memiliki sistem perakaran serabut yang berperan dalam pembentukan struktur
tanah, titik tumbuh yang terdapat pada pangkal tanaman memungkinkan tumbuh
kembali setelah pemotongan dan memiliki kemampuan membantu menutup tanah
dengan cepat pada saat fase pertumbuhan pertama. Sifat-sifat pertumbuhan ini
sangat erat hubungannya dengan keadaan air, unsur hara, keadaan tanah, cahaya
dan temperatur. Rumput sebagai penutup tanah berperan dalam menahan daya
tumbuk butir-butir hujan secara langsung kepada permukaan tanah sehingga
penghancuran agregat tanah dapat dicegah, selain itu dapat menghambat daya laju
aliran air sehingga dapat mengurangi pengikisan dan penghanyutan partikelpartikel tanah. Menurut hasil penelitian, jenis rumput tertentu sangat baik
dikembangkan dalam usaha mengawetkan tanah-tanah kritis, karena selain
pertumbuhan dan perkembangannya cepat, juga menunjang pembentukan agregat
tanah, dan mengikat partikel-partikel tanah dengan kuat. Sistem perakaran
rerumputan berhubungan dengan ruang poros dan struktur tanah, karena sistem
perakaran dari rumput memegang dan mengikat partikel-partikel tanah, dan
membantu memperbaiki struktur tanah (Pasaribu, 2013).

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52