Chapter II Tinjauan Yuridis Mengenai Perjanjian Pemberian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian Kredit Dan Jenis-Jenis Kredit
A.1. Pengertian Kredit
Dalam pengertian sederhana kredit merupakan penyaluran dana dari pihak
pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana. Penyaluran dana tersebut
didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna
dana.24
Bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan yang
memberikan nilai ekonomi (economic value) kepada seseorang atau badan usaha
berlandaskan kepercayaan saat itu, bahkan nilai ekonomi yang sama akan
dikembalikan kepada kreditur (bank) setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur (bank) dan debitur ( user ).25
Sedangkan

yang

dimaksudkan

dengan


perkreditan

adalah

suatu

penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari atas
perjanjian pinjam-meminjam antara pihak kreditur (bank, perusahaan atau
perorangan) dengan pihak debitur (peminjam), yang mewajibkan pihak debitur
untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu, di mana sebagai imbalan
jasanya, kepada pihak kreditur (pemberi pinjaman) diberikan hak untuk

24

Ismail, Manajemen Perbankan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2010, h. 93.
H. Moh. Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1999, h. 1.
25


mendapatkan bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan selama masa
kredit tersebut berlangsung.26
Pengertian kredit dapat didefinisikan dalam beberapa golongan, yaitu:
1. Berdasarkan Etimologis.
Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, “ credere”,
yang berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitur yang
memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat
kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi
dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah
kepercayaan. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus,
yaitu meminjamkan uang (atau penundaan pembayaran). Apabila
orang mengatakan membeli secara kredit maka hal itu berarti si
pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga. 27
2. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit
adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara
mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang
diizinkan oleh bank atau badan lain.28
3. Berdasarkan Pendapat Para Ahli
a. Savelberg menyatakan “kredit” mempunyai arti antara lain: 29


26

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, h.

27

H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia , Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2005,

28

Hermansyah, Op. cit, h. 55.
Mariam Darus Badrulzaman, Op. cit, h. 21.

111.
h. 1.
29

1) Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana
seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain.

2)

Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu
kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali
apa yang diserahkan itu.

b. Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:30
“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan
secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak
mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan
kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari”.
Di dalam istilah ini terkumpul dua pengertian yaitu sebab dan
akibat. Yang merupakan sebab ialah bahwa penerima kredit
“dianggap mampu” untuk mengembalikan pinjamannya dibelakang
hari, dan akibatnya ialah si penerima kredit itu “dipercaya”. Ajaran
Levy sudah menunjukkan kepada pengkhususan arti hukum dari
“kredit” yakni perjanjian pinjam uang. Ukuran yang dipergunakan
Levy untuk kepercayaan itu adalah “kemampuan ekonomis” si
debitur.
c. Raymond P. Kent, sebagaimana dikutip oleh Thomas Suyatno

mengatakan

bahwa

“kredit

adalah

hak

untuk

menerima

pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada

30

Ibid.


waktu diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena
penyerahan barang-barang sekarang”.31
d. M. Jakile, mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran
kemampuan dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang
bernilai ekonomis sebagai ganti dari janjinya untuk membayar
kembali hutangnya pada tanggal tertentu. Menurutnya, dari definisi
ini dapat disimpulkan 4 (empat) elemen yang penting pula, yaitu:
1) Tidak

seperti

hibbah,

transaksi

kredit

menyaratkan

peminjam dan pemberi kredit untuk saling tukar menukar

sesuatu yang bernilai ekonomis.
2) Tidak seperti pembelian secara kontan transaksi kredit
mensyaratkan

debitur

untuk

membayar

kembali

kewajibannya pada suatu waktu dibelakang hari.
3) Tidak seperti hibbah maupun pembelian secara tunai,
transaksi kredit akan terjadi sampai pemberi kredit bersedia
mengambil risiko bahwa pinjamannya mungkin tidak akan
dibayar.
4) Sebegitulah jauh ia bersedia menanggung risiko, bila
pemberi kredit menaruh kepercayaan terhadap peminjam.
Risiko dapat dikurangi dengan meminta kepada peminjam

untuk menjamin pinjaman yang diinginkan, meskipun sama
sekali tidak dapat dicegah semua risiko kredit.32

31
32

Thomas Suyatno, Op. cit, h. 11.
Mariam Darus Badrulzaman, Op. cit, h. 22.

e. Drs. Muchdarsyah Sinungan, sebagaimana dikutip oleh Thomas
Suyatno, memberikan pengertian “kredit adalah suatu pemberian
prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan
dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang
dengan suatu kontraprestasi berupa bunga”.33
f. Ismail, mengemukakan bahwa kredit merupakan penyaluran dana
dari pihak pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana.34
g. Drs. OP. Simorangkir, mengemukakan bahwa kredit adalah
pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi
(kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.
Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang dengan

demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit.35
4. Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.
a. Bila ditinjau pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 12 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menyebutkan
bahwa:36
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau
pembagian hasil keuntungan”.

33

Thomas Suyatno, Dasar-Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Cetakan V, Bina
Aksara, Jakarta, 1989, h. 3.
34
Ismail, Op. cit, h. 93.
35
OP. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial, Aksara Persada Indonesia, Jakarta,
1986, h. 91.

36
Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

b. Berdasarkan pengertian kredit di atas pada Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 11
mengalami sedikit perubahan, selengkapnya adalah sebagai
berikut:37
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.
Dari dua pengertian dalam undang-undang perbankan tersebut terlihat
adanya suatu perbedaan mengenai kontraprestasi yang akan diterima, semula
kontraprestasi dari kredit tersebut dapat berupa bunga, imbalan atau hasil
keuntungan, sedangkan pada ketentuan yang baru kontraprestasi hanya berupa
bunga saja. Latar belakang perubahan tersebut mengingat kontraprestasi berupa
imbalan hasil keuntungan merupakan kontra prestasi yang khusus terdapat dalam
pembiayaan


berdasarkan

prinsip

syariah

yang

sangat

berbeda

sekali

penghitungannya dengan kontraprestasi berupa bunga.
Namun demikian dari kedua pengertian kredit di atas, dalam ruang lingkup
kredit maka kontraprestasi yang akan diterima kreditur pada masa yang akan
datang berupa jumlah nilai ekonomi tertentu yang dapat beupa uang, barang, dan
sebagainya. Dengan kondisi demikian maka tidak berlebihan apabila dari konteks
ekonomi, kredit mempunyai pengertian sebagai suatu penundaan pembayaran dari

37

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

prestasi yang diberikan sekarang, dimana prestasi tersebut pada dasarnya akan
berbentuk nilai uang.38

A.2. Jenis-Jenis Kredit
Kredit khusunya kredit perbankan terdiri dari beberapa jenis apabila dilihat
dari beberapa segi kriteria tertentu. Jenis kredit perbankan dapat dibedakan
dengan mengacu kepada kriteria tertentu. Pengklasifikasian jenis-jenis kredit
tesebut bermula dari klasifikasi yang dijalankan oleh perbankan dalam rangka
mengontrol portofolio kredit secara efektif. 39 Dari kegiatan pengklasifikasian
tersebut maka saat ini dikenal jenis-jenis kredit yang didasarkan kepada:
1. Jenis Kredit Menurut Kelembagaan
Adapun jenis kredit menurut kriteria kelembagaan ini, terdiri dari:40
a. Kredit perbankan
Yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Milik Negara, atau Bank Swasta
kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan atau konsumsi. Kredit ini
diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan
permodalan, dan atau kepada individu untuk membiayai pembelian
kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.
b. Kredit likuiditas
Yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada bank-bank, baik
dalam rangka pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan kepada

38

Djumhana, Op. cit, h. 368.
Ibid, h. 373.
40
Ibid, h. 374.
39

nasabahnya maupun untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam keadaan
darurat, dan untuk pembiayaan lainnya. Namun demikian Bank Indonesia
dalam memberikan bantuan likuiditas tersebut hanya tertuju kepada bank
yang memenuhi persyaratan, misalnya secara nyata berdasarkan informasi
yang diperoleh Bank Indonesia bahwa bank yang bersangkutan mengalami
kesulitan likuiditas jangka pendek, memiliki agunan yang cukup dan
apabil diperlukan akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap
kondisi bank tersebut.
c. Kredit langsung
Yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga
pemerintah atau semi pemerintah (kredit program), misalnya Bank
Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka
pelaksanaan program pengadaan pangan, atau pemberian kredit langsung
kepada Pertamina, atau pihak ketiga lainnya. Model kredit seperti ini
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, tidak dapat dilakukan lagi sebagaimana ditentukan oleh
Pasal 56 ayat (1) yaitu Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada
Pemerintah. Apabila terjadi suatu perjanjian pemberian kredit dari Bank
Indonesia kepada Pemerintah, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
d. Kredit (pinjaman antarbank)
Yaitu kredit yang diberikan oleh bank yang kelebihan dana kepada bank
yang kurang dana. Pelaksanaannya dapat menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, promes (promissory
note) atau sarana lainnya. Dalam transaksi ini terkait bank pemberi

pinjaman (lending bank) yakni bank yang kelebihan dana (over cash
ratio), dan bank peminjam (borrowing bank) yang membutuhkan dana.

2. Jenis Kredit Menurut Jangka Waktu
Dari segi jangka waktunya jenis kredit meliputi:41
a. Kredit jangka pendek (short term loan).
Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu
maksimum 1 tahun. Dalam kredit jangka pendek juga termasuk kredit
untuk tanaman musiman yang berjangka waktu lebih dari satu tahun.
Dilihat dari segi perusahaan kredit jangka pendek tersebut dapat
berbentuk: kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembeli, kredit
wesel dan kredit eksploitasi.
b. Kredit jangka menengah (medium term loan).
Kredit jangka menengah (medium term loan), yakni kredit yang berjangka
waktu antara 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun, kecuali kredit untuk tanaman
musiman sebagaimana tersebut di atas. Kredit modal kerja dapat diberikan
oleh bank untuk membiayai kegiatan-kegiatannya, misalnya untuk
membeli bahan baku, upah buruh, dan suku cadang ( spareparts). Kredit
yang berjangka waktu menengah ini diantaranya adalah kredit modal kerja
permanen (KMKP) yang diberikan oleh bank kepada pengusaha golongan
lemah yang berjangka waktu maksimum 3 tahun.

41

Thomas Suyatno dkk, Op. cit, h. 19.

c. Kredit jangka panjang (long term loan).
Kredit jangka panjang (long term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu
lebih dari 3 (tiga) tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya yaitu
kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam
rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian
proyek baru.

3. Jenis Kredit Menurut Tujuan Kredit
Dari segi tujuan penggunaan kredit, jenis kredit terdiri dari:42
a. Kredit Produktif
Kredit produktif yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang
menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya. Untuk
kredit jenis ini terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu:
1) Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai
kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam
rangka peningkatan produksi atau penjualan.
2) Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang
modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu
barang ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.
b. Kredit Konsumtif
Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan
untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat umumnya. Contoh dari

42

H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2005, h. 125.

kredit konsumtif, yaitu kredit pemilikan rumah (KPR), kredit profesi guru
(KPG), kredit mahasiswa Indonesia, dan kredit asrama mahasiswa.

4. Jenis Kredit Menurut Kegunaannya
Dari segi kegunaannya, jenis kredit terdiri dari:43
a. Kredit Investasi
Kredit investasi adalah kredit yang diguanakan untuk membiayai
pengembangan atau perluasan usaha atau pembangunan proyek baru yang
memerlukan jumlah dana besar dalam jangka waktu yang lebih lama.
Contoh kredit investasi misalnya: untuk membangun pabrik atau membeli
mesin-mesin. Masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih
lama dan dibutuhkan modal yang relatif besar pula.
b. Kredit modal kerja
Kredit modal kerja adalah kredit yang digunakan untuk membiayai usaha
dalam rangka peningkatan produksi. Sebagai contoh kredit modal kerja
diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biayabiaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

5. Jenis Kredit Menurut Aktivitas Perputaran Usaha
Dari segi aktivitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika, sektor yang
digeluti, aset yang dimiliki, dan sebagainya, maka jenis kredit ini terdiri dari: 44
a. Kredit Kecil

43

Abdulkadir Muhammad & Rilda Murniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 64.
44
Djumhana, Op. cit, h. 379.

Yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai
pengusaha kecil.
Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/4/KEP/DIR
tentag Pemberian Usaha Kecil (4 April 1997), yang dimaksudkan Kredit
Usaha Kecil (KUK) yaitu kredit investasi dan atau kredit modal kerja,
yang diberikan dalam rupiah atau valuta asing kepada nasabah usaha kecil
dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp 350.000.000,00 (tiga
ratus lima puluh juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif.
b. Kredit Menengah
Yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar
dari pada pengusaha kecil.
c. Kredit Besar
Kredit besar pada dasarnya ditinjau dari segi jumlah kredit yang diterima
oleh debitur. Dalam pelaksanaan pemberian kredit yang besar ini bank
dengan melihat risiko yang besar pula biasanya memberikannya secara
kredit sindikasi ataupun konsorsium.

6. Jenis Kredit Menurut Sektor Usaha
Dari segi sektor usaha, jenis kredit terdiri dari:45
a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor
perkebunan atau pertanian. Sektor pertanian dapat berupa jangka waktu
pendek atau jangka panjang.
b. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sektor
peternakan baik jangka pendek atau jangka panjang. Untuk jangka pendek
45

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, h. 120.

misalnya peternakan ayam dan jangka panjang ternak kambing atau
ternak sapi.
c. Kredit industri, merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai
industri, baik industri kecil, industri menengah atau industri besar.
d. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada usaha
tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayainya biasanya dalam jangka
panjang, seperti tambang emas, minyak atau timah.
e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun
sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk
mahasiswa.
f. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada kalangan
professional seperti, dosen, dokter atau pengacara.
g. Kredit perumahan, yaitu kredit yang membiayai pembangunan atau
pembelian perumahan dan biasanya berjangka panjang.
h. Dan sektor-sektor lainnya.

7. Jenis Kredit Menurut Jaminannya
Dari segi jaminannya jenis kredit dapat dibedakan, antara lain:
a. Kredit tanpa jaminan, atau kredit blanko (unsecured loan).
Kredit tanpa jaminan merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan
barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat
prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur
selama ini. Pemberiannya sangatlah selektif dan ditujukan kepada nasabah

besar yang telah teruji bonafiditas, kejujuran dan ketaatannya dalam
transaksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya. 46
Kredit tanpa jaminan mengandung lebih besar risiko, sehingga dengan
demikian berlaku bahwa semua harta kekayaan debitur baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada
kemudian seluruhnya menjadi jaminan pemenuhan pembayaran utang.
b. Kredit dengan jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tesebut dapat
berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.
Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan
yang diberikan si calon debitur. Jaminan tersebut dapat berupa tanah,
bangunan, alat-alat produksi dan sebagainya. 47 Agunan sebagai jaminan
tambahan ini dimaksudkan untuk memudahkan kreditur apabila debitur
wanprestasi bank segera dapat menerima pelunasan hutangnya melalui
cara pelelangan atas agunan tersebut.48
Contoh kredit dengan jaminan SK (Surat Keputusan) Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil. Bagi bank SK tersebut tidak ada artinya, karena
bukan merupakan sumber pendapatan, akan tetapi bagi nasabah, apalagi
nasabah tersebut adalah Pegawai Negeri Sipil, maka SK tersebut

46

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2013, h. 92.
47
Kasmir, Op. cit, h. 92.
48
Djumhana, Op.cit, h. 382.

merupakan hal yang sangat penting, sehingga berusaha untuk membayar
kembali pinjamannya.49
Selain itu, jaminan yang dapat diberikan untuk sesuatu kredit dapat
terdiri atas: 50
1) Jaminan barang, baik barang tetap maupun barang tidak tetap
(bergerak).
2) Jaminan pribadi (borgtocht) yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak
(borg) menyanggupi pihak lainnya (kreditur) bahwa ia menjamin
pembayarannya suatu hutang apabila si terhutang (kreditur) tidak
menepati kewajibannya.
3) Jaminan efek-efek saham, obligasi, dan sertifikat yang didaftar (listed)
di bursa-bursa efek.
Melihat karakterisik dari kedua bentuk kredit tersebut di atas (kredit tanpa
jaminan dan kredit dengan jaminan), maka yang paling tepat dijalankan dalam
pemberian kredit dalam rangka sistem kehati-hatian perbankan yaitu kredit
disertai jaminan, karena kredit tersebut lebih tepat dipertanggungjawabkan
dibandingkan dengan kredit tanpa jaminan meskipun perusahaan debitur
berprospek cerah, dengan reputasi yang baik.

B. Pemberian Kredit Sebagai Suatu Pejanjian
Dalam menjalankan bisnis tentu manusia tidak bisa menjalankan sendiri,
tentu perlu bantuan dari pihak lain terutama faktor permodalan atau dana untuk
49
50

Ismail dkk, Op. cit, h. 108.
Thomas Suyatno dkk, Op. cit, h. 21.

menunjang kegiatan bisnisnya. Salah satu produk dari diadakannya suatu
perjanjian adalah perjanjian kredit.51
Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan,
Bab II, Bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Pasal 1313 KUHPerdata
memberikan rumusan tentang perjanjian sebagai berikut:
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat
luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat
luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga
perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu,
perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu:
a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;
b. Menambahkan perkataan “saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313
KUHPerdata.
Sehingga perumusannya menjadi:
“Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih.”52

51

Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, h. 27.

Selain itu Subekti juga memberikan pengertian tentang perjanjian,
yaitu:
“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.”53
Menurut Hermansyah perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang
atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan
yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, yang masing-masing bersepakat akan
mentaati apa yang tersebut dalam perjanjian itu. Dan dalam hal pemberian kredit,
maka kredit tersebut baru akan diberikan apabila telah tercapai persetujuan dan
kesepakatan antara pihak kreditur dan debitur.54
Selanjutnya, setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati harus
dituangkan dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian kredit secara tertulis. UndangUndang Perbankan yang diubah tidak menentukan bentuk perjanjian kredit bank,
berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam
praktek perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan,
umumnya perjanjian kreditnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam
perjanjian baku (standards contract), dimana isi atau klausula-klausula perjanjian
kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko),
tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu (vorn vrij). Perjanjian kredit
banknya bisa dibuat di bawah tangan dan bisa secara notarial.

52

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1979, h. 49.
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1984, h. 1.
54
Hermansyah, Op. cit, h. 67.
53

Praktek perbankan yang demikian ini didasarkan pada ketentuan sebagai
berikut:
1. Instruksi Presidium Nomor 15/IN/10/66 tentang Pedoman Kebijakan di
Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara
Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. tanggal 8 Oktober 1966, Surat
Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb. tanggal
20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10/EK/2/1967
tanggal 6 Februari 1967, yang menyatakan bahwa bank dilarang
melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa adanya
perjanjian kredit yang jelas antara bank dan nasabah atau Bank Sentral dan
bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam memberikan kredit
dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad kreditnya;
2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB masing-masing tanggal
31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan
Perkreditan Bank bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit
yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam
perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.55
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya
mempergunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan
itu, memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak
bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dengan baik.
Perjanjian yang demikian itu bisa disebut degan perjanjian baku ( standard
55

Rachmadi Usman, Op. cit, h. 263-264.

contract), di mana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi

menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau
tawar-menawar.
Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang
ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian
kredit tersebut, tetapi apabila debitur menolak ia tidak perlu untuk
menandatangani perjanjian kredit tersebut.56
Akan tetapi, dalam praktek perbankan biasanya bentuk dan format dari
perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan. Namun
demikian, ada hal-hal yang tetap harus dipedomani yaitu bahwa perjanjian
tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas, selain itu juga perjanjian
tersebut sekurang-kurangnya harus memperhatikan: keabsahan dan persyaratan
secara hukum, sekaligus juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah
besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta
persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit.
Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu
dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga
KUHPerdata. Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan pada
hakikatnya merupakan salah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana
diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan 1769 KUHPerdata.
Sesuai dengan asas yang utama dari suatu perikatan atau perjanjian yaitu
asas kebebasan berkontrak, maka pihak-pihak yang akan mengikatkan diri dalam
56

Hermansyah, Op. cit, h. 67-68.

perjanjian kredit tersebut dapat mendasarkan kepada ketentuan-ketentuan yang
ada pada KUHPerdata, tetapi dapat pula mendasarkan kepada kesepakatan
bersama, artinya dalam hal-hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata, sedangkan dalam hal
ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak.57
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap pemberian kredit
merupakan suatu perjanjian. Hal ini dikarenakan, dalam setiap pemberian kredit
wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis, baik dengan akta di
bawah tangan maupun akta notarial. Perjanjian kredit disini berfungsi sebagai
panduan

bank

dalam

perencanaan,

pelaksanaan,

pengorganisasian

dan

pengawasan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank, sehingga bank tidak
dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank
terjamin dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit
dilakukan, bank harus sudah memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang
berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan
yang memadai bagi bank.
Menurut Ch. Gatot Wardoyo, dalam tulisannya mengenai Sekitar KlausulKlausul Perjanjian Kredit Bank, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi,
yaitu diantaranya:58
1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian
kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya

57

Djumhana, Op. cit, h. 385-386.

58

Rachmadi Usman, Op. cit, h. 263-265.

perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan
jaminan;
2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak
dan kewajiban diantara debitur dan kreditur;
3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

C. Sahnya Suatu Perjanjian Kredit
Syarat sahnya perjanjian yang dikaji berdasarkan hukum kontrak yang
terdapat dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang
menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:59
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Kesepakatan (teosteming/izin) kedua belah pihak.
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau
consensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1)

KUHPerdata. Yang dimaksud kesepakatan adalah persesuaian pernyataan
kehendak satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah
pernyataannya. Karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain.
59

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai halhal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan
menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang
dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin
dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak. Pernyataan yang
disampaikan tersebut dikenal dengan nama “penawaran”. Jadi penawaran itu
berisikan kehendak dari salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian, yang
disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh persetujuan dari lawan
pihaknya tersebut.60
Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling
penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Caracara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas
maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh
para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan.61
Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada. Sejak saat itu
pula perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Meskipun
perjanjiannya tidak dilakukan secara tertulis, tetap dapat dilaksanakan.62
Ada

lima

cara

terjadinya

persesuaian

pernyataan

kehendak,

yaitu

dengan: 63

60

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian , PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h. 95.
61
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2008, h. 14.
62
Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit, Djambatan, Jakarta, 1995, h. 37.
63
Salim H.S, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika,
Jakarta, 2014, h. 33

a. Bahasa yang sempurna dan tertulis;
b. Bahasa yang sempurna secara lisan;
c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima pihak lawan. Karena
dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa
yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;
d. Bahasa isyarat asal dapat diterima pihak lawannya;
e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.
Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu
dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan
secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan
sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian hari.64
Pemohon (calon nasabah) tidak akan dapat melakukan penarikan kredit,
bila tidak ada pernyataan sepakat dari bank bahwa pemohon sudah boleh menarik
kreditnya. Lahirnya kata sepakat adalah setelah bank memutuskan menyetujui
permohonan kredit, disini lahirnya perjanjian kredit. Adapun perjanjian kredit
harus dibuka dalam bentuk tertulis, sebenarnya hanya merupakan formalitas,
untuk kepentingan administrasi dan kepentingan pembuktian apabila ada masalah
di kemudian hari.65
2. Kecakapan bertindak.
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan utuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan
64

Ibid.
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit (Suatu Tinjauan di Bidang
Yuridis),Rineka Cipta, Jakarta, 2009, h. 168.
65

akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orangorang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum,
sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan
berwenang untuk melakukan perbuatan hukum orang yang sudah dewasa. Ukuran
orang dewasa adalah telah berumur 21 tahun atau telah kawin. Orang yang tidak
berwenang untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu:66
a. Anak yang dibawah umur (minderjarigheid);
b. Orang yang ditaruh dibawah pengampunan; dan
c. Istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Akan tetapi sejalan dengan
perkembangan zaman istri dapat melakukan perbuatan hukum,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 tahun 1974 jo.
Sema No. 3 tahun 1963.

3. Hal Tertentu.
Syarat ketiga mengenai sahnya perjanjian adalah hal tertentu. Di sini yang
dimaksudkan bahwa objek perjanjian harus tertentu. Ketentuan Pasal 1313
KUHPerdata memberi petunjuk, bahwa dalam perjanjian yang menyangkut
tentang barang, paling sedikit ditentukan tentang jenisnya, sedangkan mengenai
jumlahnya dapat ditentukan kemudian.
Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek
perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi

66

Salim H.S, Op. cit, h. 34

kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari
perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas:67
a. Memberikan sesuatu;
b. Berbuat sesuatu; dan
c. Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata).
Misalnya, jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian adalah
menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dari pembelian
rumah itu. Contoh lainnya, dalam perjanjian kerja maka yang menjadi pokok
perjanjian adalah melakukan pekerjaan dan membayar upah. Prestasi itu harus
dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang.
Dapat ditentukan artinya di dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus
dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup. Misalnya, A membeli lemari
kepada B dengan harga Rp 500.000,-. Ini berarti bahwa objeknya itu adalah
lemari, bukan benda lainnya.
4. Sebab yang halal.
Untuk mengetahui syarat sebab yang halal, adalah dengan melihat dasar
timbulnya sebuah perjanjian. Bagaimana sebuah perjanjian dapat terjadi. Apa
yang menjadi latar belakang sampai terjadinya perjanjian. Hal ini yang dimaksud
oleh KUHPerdata, padahal yang sesungguhnya adalah persoalan itikad baik dalam
membuat perjanjian.68

67
68

Ibid.
Gatot Supramono, Op. cit, h. 170.

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian oorzaak (causa
yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUHPerdata hanya disebutkan causa yang
terlarang. Satu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan UndangUndang, Kesusilaan, dan Ketertiban Umum. Hograad sejak tahun 1927
mengartikan oorzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak. Contoh A
menjual sepeda motor kepada B akan tetapi sepeda motor yang dijual oleh A itu
adalah barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak menjadi tujuan dari pihak B
karena B menginginkan barang yang dibelinya itu adalah barang yang sah.
Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat objektif, karena menyangkut
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat
disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat
pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya,
bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan
perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan
maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi
maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari semula perjanjian itu
dianggap tidak ada.

D. Berakhirnya Perjanjian Kredit
Berakhirnya perjanjian merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak
yang dibuat antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dengan debitur tentang sesuatu
hal. Pihak kreditur adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, dalam
hal ini disebut Bank, sedangkan debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk

memenuhi prestasi, dalam hal ini disebut nasabah peminjam. Setiap kontrak yang
akan diakhiri oleh salah satu pihak maka ia harus memberitahukannya kepada
pihak lainnya.69
Dalam Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan
semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal
dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat
di dalam bab ini (bab kedua) dan bab yang lalu (bab kesatu). Ini berarti perjanjian
kredit yang merupakan perjanjian yang tidak dikenal di dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata, juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang
termuat di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Karenanya Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
mengatur cara hapusnya perikatan dapat diberlakukan pula pada perjanjian kredit
bank. 70 Cara berakhirnya atau hapusnya perikatan sebagaimana yang termuat
dalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut antara lain:71
1. Pembayaran;
2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan (konsignasi);
3. Pembaharuan utang (novasi);
4. Perjumpaan utang atau kompensasi;
5. Percampuran utang (konfusio);
6. Pembebasan utang;
69

Salim H.S., Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak) , Sinar Grafika,
Jakarta, 2003, h. 163.
70
Rachmadi Usman, Op. cit, h. 278.
71
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumi, Bandung, 1994, h. 29.

7. Musnahnya barang yang terutang.
8. Kebatalan atau pembatalan.
9. Berlakunya suatu syarat batal.
10. Lewatnya waktu (daluwarsa ).
Disamping itu masih ada beberapa hal yang dapat membuat suatu
perjanjian itu berakhir, misalnya:72
1. Berakhirnya suatu ketetapan waktu (termijn) dalam suatu perjanjian,
atau
2. Meninggalnya salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian
seperti meninggalnya seorang persero dalam suatu perjanjian firma.
3. Dan pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian dimana prestasi hanya
dapat dilaksanakan oleh debitur sendiri dan tidak oleh orang lain.
Selain itu, dalam praktik dikenal pula cara berakhirnya kontrak, yaitu:73
1. Jangka waktunya berakhir;
2. Dilaksanakan objek perjanjian;
3. Kesepakatan kedua belah pihak;
4. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak;
5. Adanya putusan pengadilan.

72

R. Soebekti, Jaminan-Jaminan Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia , Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1989, h. 64.
73
Salim H.S., Op. cit, h. 165.

Dari sepuluh cara yang disebutkan diatas tadi yaitu pada Pasal 1381 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, umumnya perjanjian kredit bank harus hapus
atau berakhir karena hal-hal di bawah ini:
1. Pembayaran
Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur,
baik pembayaran utang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya
lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini,
baik karena jatuh tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitur
melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus ( opelbaarheid
clause).

2. Subrogasi (subrogatie)
Pasal 1382 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan
kemungkinan pembayaran (pelunasan) utang dilakukan oleh pihak
ketiga

kepada

pihak

berpiutang

(kreditur),

sehingga

terjadi

penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur oleh pihak ketiga. Inilah
yang dinamakan dengan subrogasi. Jadi subrogasi ini terjadi karena
adanya penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur lama oleh
kreditur baru dengan mengadakan pembayaran. Dengan adanya
subrogasi, maka segala kedudukan atau hak-hak yang dipunyai oleh
kreditur lama beralih kepada pihak ketiga.
Berdasarkan Pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
terjadinya subrogasi bisa karena perjanjian atau demi undang-undang.
Subrogasi berdasarkan perjanjian dan subrogasi demi undang-undang,

diatur lebih lanjut dalam Pasal 1401 dan Pasal 1402 Kitab UndangUndang Hukum Perdata.
3. Pembaruan hutang (novasi)
Pembaruan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan
utang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditur lama
dengan kreditur baru. Dalam hal ini, bila utang lama diganti dengan
utang baru terjadilah penggantian objek perjanjian yang disebut
“novasi objektif”. Disini utang lama lenyap. Dalam hal terjadi
penggantian orangnya (subjeknya), maka jika diganti debiturnya,
pembaruan ini disebut “novasi subjektif pasif”. Jika yang diganti itu
krediturnya, pembaruan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal
ini, utang lama lenyap.
Pada umumnya pembaruan utang yang terjadi dalam dunia perbankan
adalah dengan mengganti atau memperbarui perjanjian kredit bank
yang ada. Dalam hal ini yang diganti adalah perjanjian kredit banknya
dengan perjanjian kredit bank yang baru. Dengan terjadinya
penggantian atau pembaruan perjanjian kredit, otomatis perjanjian
kredit bank yang lama berakhir atau tidak berlaku lagi.
Pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan tiga
cara untuk melaksanakan novasi, yaitu:
a. Dengan membuat suatu perikatan utang baru yang menggantikan
perikatan utang lama yang dihapuskan karenanya.
b. Dengan cara expromissie, yakni mengganti debitur lama dengan
debitur baru.

c. Mengganti debitur lama dengan debitur baru sebagai akibat suatu
perjanjian baru yang diadakan.
4. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda
yang ditentukan menurut jenis (generieke ziken ), yang dipunyai oleh
dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak
berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap orang
lain, sampai jumlah terkecil yang ada diantara kedua utang tersebut.
Dasar kompensasi ini disebutkan dalam Pasal 1425 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Dikatakan jika dua orang saling berhutang
satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan
utang-piutang, dengan mana utang-piutang antara kedua orang tersebut
dihapuskan.
Kondisi

demikian

ini

dijadikan

oleh

bank

dengan

cara

mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan utangnya kepada
bank, sebesar jumlah jaminan tersebut yang diambil alih tersebut.74
Dari sejumlah cara berakhirnya perjanjian kredit yang telah penulis
uraikan diatas, dalam prakteknya hanya dijumpai cara berakhirnya perjanjian
kredit dengan pembayaran. Karena apabila debitur tidak memenuhi kewajiban
melakukan pembayaran ini, biasanya agunan/jaminan dalam perjanjian kredit
akan dijual untuk memenuhi pembayaran hutangnya debitur.

74

Rachmadi Usman, Op. cit, h. 279-280.

Dokumen yang terkait

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Pengaruh mutu mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa bidang ekonomi di SMA Negeri 14 Tangerang

15 165 84

Tinjauan Tata Cara Penjualan Pupuk Urea Bersubsidi Pada PT. Pupuk Kujang Cikampek

3 56 1

Aplikasi forecasting untuk memprediksi kepadatan penduduk di Dinas Kependudkan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Timur

9 92 261

Tinjauan Atas Perencanaan Dan Pengendalian Anggaran Kas Pada Lembaga Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung

6 69 56

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203