247833355 Komunikasi Kesehatan dalam konteks sosiokultural

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap makhuk hidup, seperti
halnya manusia. Tanpa kondisi yang sehat pada tubuh manusia maka tidak
akan bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan maksimal. Salah satu faktor
penentu derajat kesehatan manusia adalah pelayanan kesehatan. Banyak sekali
program yang harus dilaksanakan dalam rangka melayani pasien secara
khusus serta masyarakat pada umumnya. Dalam melayani masyarakat
tentunya tidak lepas dari masalah komunikasi, yang tentunya dalam
penyampaiannya harus dengan materi dan kemampuan yang baik.
Pemberian informasi kesehatan diharapkan pengetahuan masyarakat
mengenai kesehatan menjadi bertambah, yang pada gilirannya diharapkan
terjadi perubahan dari
berperilaku sehat.

yang tadinya

berperilaku tidak sehat menjadi

Perlu ditanamkan kesadaran pada masyarakat


bahwa

kesehatan bukan hanya ketidakhadiran penyakit, tetapi adalah kondisi
fisik, mental, paripurna yang baik (Mulyana, 2002). Oleh karena itu,
menurut

Siregar, “Pembangunan

kemasyarakatan

antara

lain

depat

kesehatan

memerlukan


suatu

melalui komunikasi, informasi, dan

edukasi (Siregar, 2000).
Lingkungan masyarakat memang bersifat fleksibel seiring dengan
berkembangnya jaman. Budaya masyarakat yang masih kental terkadang
dalam menyampaikan informasi kesehatan juga harus menyesuaikan dengan
budaya sekitar supaya dalam berkomunikasi dengan masyarakat dapat berjalan
dengan efektif dan efisien. Masyarakat akan lebih menerima masukan dan
saran ketika mereka merasa dihargai. Hal ini yang sebenarnya akan
memudahkan seorang tenaga medis ketika memberikan informasi kesehatan
pada kelompok masyarakat, sehingga tujuan riil yakni merubah perilaku
masyarakat dapat segera terjadi.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konsep komunikasi kesehatan?
2. Apa saja ruang lingkup dalam komunikasi kesehatan?
3. Apa saja model-model komunikasi kesehatan?

1

4. Apa saja program-program dalam komunikasi kesehatan?
5. Apa hubungan komunikasi kesehatan dengan sosiokultural?
6. Bagaimana hubungan komunikasi kesehatan sebagai intervensi perubahan
perilaku masyarakat?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah “ komunikasi
kesehatan dalam konteks sosiokultural ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari konsep komunikasi kesehatan.
2. Mengetahui ruang lingkup komunikasi kesehatan.
3. Mengetahui model-model yang ada dalam komunikasi kesehatan.
4. Mengetahui program-program dalam komunikasi kesehatan.
5. Mengetahui hubungan komunikasi kesehatan dengan sosiokultural.
6. Mengetahui hubungan komunikasi kesehatan sebagai intervensi perubahan
perilaku masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Komunikasi Kesehatan

2.1.1 Definisi Komunikasi
Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari bahasa Latin
‘communicatus’ yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan
demikian komunikasi menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi

2

untuk mencapai kebersamaan. Secara harfiah, komunikasi berasal dari Bahasa
Latin: “Communis” yang berarti keadaan yang biasa, membagi. Dengan kata
lain, komunikasi adalah sutu proses di dalam upaya membangun saling
pengertian. Dalam suatu organisasi biasanya selalu menekankan bagaimana
pentingnya sebuah komunikasi antar anggota organisasi untuk menekan
segala kemungkinan kesalahpahaman yang bisa saja terjadi. Berikut
merupakan definisi komunikasi menurut beberapa ahli :
Effendi (1995)
Komunikasi itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu proses penyampaian
pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberikan atau untuk
mengubah sikap, pendapat atu prilaku baik secara langsung (lisan) maupun
tak langsung (tulisan).
Hoyland, Janis dan Kelley (1953)

Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan
mengubah atau membentuk prilaku orang lain (khalayak).
Barelson dan Steiner (1964)
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian
dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambargambar, angka-angka dan lain-lain.
Louis Forsdale (1981)
Komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu
sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah
.
Brent D. Ruben (1988)
Komunikasi dikatakan sebagai suatu proses yaitu suatuaktivitas yang
mempunyai beberapa tahap yang terpisah satu sama lain tetapi berhubungan.
William J. Seller (1988)
Komunikasi adalah proses dengan nama simbol verbal dan nonverbal
dikirimkan, diterima, dan diberi arti.

3

Palo Alto

Ketika dua orang sedang bersama, mereka berkomunikasi secara terus
menerus karena mereka tidak dapat berperilaku.
Himstreet & Baty
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui
suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyak - sinyal,
maupun perilaku atau tindakan.
Bovee
Komunikasi adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan.
Harold D. Lasswell
Komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa mengatakn apa
dengan cara apa, kepada siapa dengan efek apa.
Theodorson
Komunikasi adalah penyebaran informasi, ide-ide sebagai sikap atau emosi
dari seseorang kepada orang lain terutama melalui simbol-simbol.
Edwin Emery
Komunikasi adalah seni menyampaikan informasi, ide dan sikap seseorang
kepada orang lain.
Delton E, Mc Farland
Komunikasi adalah suatu proses interaksi yang mempunyai arti antara sesama
manusia.

William Albig
Komunikasi adalah proses sosial, dalam arti pelemparan pesan/lambang yang
mana mau tidak mau akan menumbuhkan pengaruh pada semua proses dan
berakibat pada bentuk perilaku manusia dan adat kebiasaan.
Charles H. Cooley
Komuniksi berarti suatu mekanisme hubungan antar manusia dilakukan
dengan mengartikan simbol secara lisan dan membacanya melalui ruang dan
menyimpan dalam waktu.

4

Winnet
Komunikasi merupakan proses pengalihan suatu maksud dari sumber kepada
penerima, proses tersebut merupakan suatu seri aktivitas, rangkaian atau
tahap-tahap yang memudahkan peralihan maksud tersebut.
Karfried Knapp
Komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem
simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata) dan non verbal.
Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung / tatap muka atau melalui
media lain (tulisan, oral, dan visual).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah pertukaran pesan
verbal maupun nonverbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk
mengubah tingkah laku. Perubahan tingkah laku maksudnya yaitu perubahan
yang terjadi didalam diri individu mungkin dalam aspek kognitif, afektif,
ataupun psikomotor.
Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri begitu
juga halnya suatu organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu
organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya,
kurangnya atau tidak adanya komunikasi organisasi dapat macet atau
berantakan.
2.1.2 Kesehatan
Kata dasarnya adalah sehat, yang berarti baik itu sehat jasmani
maupun rohani. Jadi, kesehatan adalah salah satu konsep yang sering
digunakan namun sukar untuk dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda
menyebabkan sukarnya mendefinisikan kesehatan,kesakitan dan penyakit
(Gochman,1988. De Clereq,1993). Setidaknya definisi kesehatan harus
mengandung paling tidak komponen biomedis, personal dan sosiokultural.
Keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial,
bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Definisi tersebut tidak hanya meliputi tindakan yang dapat secara langsung

diamati dan jelas. Tetapi juga kejadian mental dan keadaan perasaan yang
diteliti dan diukur secara tidak langsung.
5

2.1.3 Komunikasi Kesehatan
Komunikasi kesehatan yaitu proses penyampaian pesan kesehatan
oleh komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan
tujuan untuk mendorong perilaku manusia tercapainya kesejahteraan sebagai
kekuatan yang mengarah kepada keadaan (status) sehat utuh secara fisik,
mental (rohani) dan sosial.
Menurut Alo Liliweri. 2007 pengertian komunikasi kesehatan adalah:
a. Studi yang mempelajari bagaimana cara menggunakan strategi
komunikasi yang dapat mempengaruhi individu dan komunitas agar
mereka dapat membuat keputusan yang tepat berkaitan dengan
pengelolaan kesehatan.
b. Proses kemitraan antara para partisipan berdasarkan dialog dua arah yang
didalamnya ada suasana interaktif, ada pertukaran gagasan, ada
kesepakatan mengenai kesatuan gagasan mengenai kesehatan, juga
merupakan teknik dari pengirim dan penerima untuk memperoleh
informasi mengenai kesehatan yang seimbang demi memperbarui

pemahaman bersama (ratzan, S.C., 1994 : Alo Liliweri. 2007)
c. Proses untuk mengembangkan atau membagi pesan kesehatan kepada
audiens tertentu dengan maksud mempengaruhi pengetahuan, sikap,
keyakinan mereka tentang pilihan dan perilaku hidup sehat.
2.2 Ruang Lingkup Komunikasi Kesehatan
Ruang lingkup komunikasi kesehatan meliputi pencegahan penyakit,
promosi kesehatan, kebijakan kesehatan, dan bisnis perawatan kesehatan serta
peningkatan kualitas hidup dan kesehatan individu dalam masyarakat.
A. Pencegahan Penyakit ( Preventif )
Dalam garis besarnya usaha-usaha kesehatan, dapat dibagi dalam 4
golongan, yaitu :
a) Usaha pencegahan (usaha preventif)
b) Usaha pengobatan (usaha kuratif)
c) Usaha promotif
d) Usaha rehabilitative

6

Dari keempat jenis usaha ini, usaha pencegahan penyakit mendapat
tempat yang utama, karena dengan usaha pencegahan akan diperoleh hasil

yang lebih baik, serta memrlukan biaya yang lebih murah dibandingkan
dengan usaha pengobatan maupun rehabilitasi. Dapat kita mengerti bahwa
mencegah agar kaki tidak patah akan memberikan hasil yang lebih baik serta
memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan mengobati kaki
yang sudah patah ataupun merehabilitasi kaki patah dengan kaki buatan.
Leavell dan Clark dalam bukunya “ Preventive Medicine for the
Doctor in his Community” , membagi usaha pencegahan penyakit dalam 5
tingkatan yang dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada masa sakit.
Usaha-usaha pencegahan itu adalah :
1. Masa sebelum sakit
a. Mempertinggi nilai kesehatan (health promotion)
Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan
pada umumnya. Beberapa usaha diantaranya :
1)

Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun
kuantitasnya.

2) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti : penyediaan air
rumah tangga yang baik, perbaikan cara pembuangan sampah,
kotoran dan air limbah dan sebagainya.
3)

Pendidikan kesehatan kepada masyarakat

4) Usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan kepribadian
yang baik

b. Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (spesific
protection)
Usaha ini merupakan tindakan pencegahan terhadap penyakit-penyakit
tertentu. Beberapa usaha diantaranya adalah :
1) Vaksinasi untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu
2) Isolasi penderita mpenyakit menular

7

3) Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat-tempat umum
maupun di tempat kerja
2.

Pada masa sakit
a. Mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingakt awal, serta
mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (early diagnosis and
prompt treatment)
Tujuan utama dari usaha ini adalah :
1) Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepatnya dari seytiap jenis
penyakit sehingga tercapai penyembuhan yang sempurna dan
segera
2) Pencegahan menular kepada orang lain, bila penyakitnya menular
3) Mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan suatu penyakit
Beberapa usaha diantaranya :
1) Mencari penderita di dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan
misalnya pemeriksaan darah, rontgen, paru-paru dsb, serta
memberikan pengobatan.
2) Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita
penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar bila
penyakitnya timbul dapat diberikan segera pengobatan dan
tindakan-tindakan yang lain misalnya isolasi, desinfeksi, dsb.
3) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar mereka dapat
mengenal gejala penyakit pada tingkat awal dan segera mencari
pengobatan. Masyarakat perlu menyadari bahwa berhasil atau
tidaknya usaha pengobatan, tidak hanya tergantung pada baiknya
jenis obat serta keahlian tenaga kesehatnnya, melainkan juga
tergantung pada kapan pengobatan itu diberikan. Pengobatan yang
terlambat akan menyebabkan usaha penyembuhan menjadi lebih
sulit, bahkan mungkin tidak dapat sembuh lagi misalnya
pengobatan kanker (neoplasma) yang terlambat. Kemungkinan
kecacatan terjadi lebih besar penderitaan si sakit menjadi lebih
lama, biaya untuk pengobatan dan perawatan menjadi lebih besar.

8

b.

Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan
kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit (disibility
limitation)
Usaha ini merupakan lanjutan dari usaha poin c, yaitu dengan
pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh
kembali dan tidak cacat. Bila sudah terjadi kecacatan, maka dicegah
agar kecacatan tersebut tidak bertamabah berat (dibatasi), fungsi
dari alat tubuh yang menjadi cacat ini dipertahankan semaksimal

c.

mungkin.
Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan bekas
penderita ke dalam masyarakat, sehingga dapat berfungsi lagi
sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat,

semaksimalnya

sesuai

Rehabilitasi ini terdiri atas :
a) Rehabilitasi fisik
Yaitu agar bekas penderita

dengan

memperoleh

kemampuannya.

perbaikan

fisik

semaksimalnya. Misalnya, seorang yang karena kecelakaan, patah
kakinya, perlu mendapatkan rehabilitasi dari kaki yang patah
yaitu denganmempergunakan kaki buatan yang fungsinya sama
dengan kaki yang sesungguhnya.
b) Rehabilitasi mental
Yaitu agar bekas penderita dapat menyusuaikan diri dalam
hubungan perorangan dan social secara memuaskan .seringkali
bersamaan dengan terjadinya cacat badania muncul pula kelainankelaianan atau gangguan mental.untuk hal ini bekas penderita
perlu mendapatkan bimbingan kejiwaan sebelum kembali
kedalam masyarakat.
c) Rehabilitasi social vokasional
Yaitu agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan/jabatan
dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimalnya
sesuai dengan kemampuan dan ketidak mampuannya.
d) Rehabilitasi aesthetis
Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan
rasa keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat

9

tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan misalnya: misalnya
penggunaan mata palsu.
Usaha pengembalian bekas penderita ini kedalam masyarakat, memerlukan
bantuan dan pengertian dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti
dan memahami keandaan mereka (fisik mental dan kemampuannya) sehingga
memudahkan mereka dalam proses penyesuian dirinya dalam masyarakat dalam
keadan yang sekarang ini.
Sikap yang diharapkan dari warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah
pancasila yang berdasarkan unsure kemanusian dan keadailan social. Mereka yang
direhabilitasi ini memerlukan bantuan dari setiap warga masyarakat, bukan hanya
berdasarkan belas kasian semata-mata, melainkan juga berdasarkan hak asasinya
sebagai manusia.
B. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu health
promotion. Sesungguhnya, penerjemahan kata health promotion atau tepatnya
promotion of health kedalam bahasa Indonesia pertama kali dilakukan ketika
para ahli kesehatan masyarakat di Indonesia menerjemahkan lima tingkatan
pencegahan (five levels of prepention) dari H.R.Leavell dan E. G. Clark
dalam buku preventive medicine for the doctor in his community. Menurut
leavell dan clark (1965), dari sudut pandang kesehatan masyarakat, terdapat 5
tingkat pencegahan terhadap penyakit, yaitu :
1) promotion of healt
2) specifik protection
3) early diagnosis and prompt treatment
4) limitation of disability dan
5) rehablitation.
Tingkat pencegahan yang pertama,yaitu promotion of health oleh para ahli
kesehatan masyarakat di Indonesia di terjemahkan menjadi peningkatan
kesehatan,bukan promosi kesehatan.Mengapa demikian? Tidak lain karena
makna yang terkandung dlam istilah promotion of health disini adalah
meningkatkan

kesehatan

seseorang,yaitu

melalui

asupan

gizi

seimbang,olahraga teratur,dan lain sebagainya agar orang tersebut tetap
sehat,tidak terserang penyakit.
Namun demikian,bukan berarti bahwa peningkatan kesehatan tidak ada
hubungannya

dengan

promosi

kesehatan.

Leavell

dan

Clark

dalam

penjelasannya tengtan promotion of health menyatakan bahwa selain melalui
10

peningktan gizi dll,peningkatan kesehatan juga dapat di lakukan dengan
memberikan pendidikan kesehatan (health education)kepada individu dan
masyarakat.
Organisasi kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu bentuk definisi
mengenai promosi kesehatan : “ Health promotion is the process of enabling
people to increase control over, and improve, their health. To reach a state of
complete physical, mental, and social, well-being, an individual or group must
be able to identify and realize aspirations, to satisfy needs, and to change or
cope with the environment “. (Ottawa Charter,1986).
Jadi, dapat disimpulkan dari kutipan diatas bahwa Promosi Kesehatan
adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan
yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu
mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu
mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan
sebagainya). Dalam konferensi ini ,health promotion di maknai sebagai
perluasan dari healt education atau pendidikan kesehatan.
C. Kebijakan kesehatan
1) Definisi Kebijakan Kesehatan
Ilmu kebijakan adalah ilmu yang mengembangkan kajian tentang
hubungan antara pemerintah dan swasta, distribusi kewenangan dan
tanggung jawab antar berbagai level pemerintah, hubungan antara
penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya, ideologi kebijakan makna
reformasikesehatan. Ilmu manajemen digunakan dalam ilmu kebijakan
yaitu dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan, teori dan
konsep manajemen tidak dapat diabaikan. Apa sistem kebijakan kesehatan
itu?
a) Kebijakan (Policy): Sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka
yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu
b) Kebijakan Publik (Public Policy): kebijakan – kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah atau Negara
c) Kebijakan Kesehatan (Health Policy): Segala sesuatu untuk
mempengaruhi faktor – faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat; dan bagi seorang dokter
11

kebijakan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
layanan kesehatan (Walt, 1994)
2) Kerangka Konsep dalam Kebijakan Kesehatan
Ada 3 kerangka konsep kesehatan yaitu :
a) Konteks
b) Isi konten,terdiri dari aktor/Pelaku:

Individu

Pelaku

Organisasi
c) Proses
Keuntungan Analisis Kebijakan adalah kaya penjelasan mengenai apa dan
bagaimana hasil (outcome) kebijakan akan dicapai, dan piranti untuk
membuat model kebijakan di masa depan dan mengimplementasikan
dengan lebih efektif.
Contoh Penggunaan Analisis Kebijakan:
Kasus : Tarif untuk meningkatkan efisiensi di pelayanan kesehatan
Konteks : kondisi ekonomi, ideologi, dan budaya
Konten/ Isi :
 Apa tujuan yang ingin dicapai?
 Apakah ada pengecualian?
Aktor/ Pelaku : Siapa yang mendukung dan menolak kebijakan tarif?
Proses :
 Pendekatan Top- Down?
 Bagaimana kebijakan ini akan dikomunikasikan
d. Faktor Kontekstual yang Mempengaruhi Kebijakan:
 Faktor situasional: Faktor yang tidak permanen atau khusus yang dapat


berdampak pada kebijakan (contoh: kekeringan).
Faktor struktural: bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah (misal:



system politik).
Faktor Budaya: Faktor yang dapat berpengaruh seperti hirarki, gender,



stigma terhadap penyakit tertentu.
Faktor Internasional atau eksogen: faktor ini menyebabkan meningkatnya
ketergantunganantar negara dan mempengaruhi kemandirian dan kerja sama

e.

internasional dalam kesehatan.
Proses Penyusunan Kebijakan menggunakan Segitiga Kebijakan Kesehatan

12

Segitiga kebijakan kesehatan digunakan untuk memahami kebijakan
tertentu dan menerapkan untuk merencanakan kebijakan khusus dan dapat
bersifat:
 Retrospektif (meliputi evaluasi dan monitoring kebijakan)
 Prospektif (Memberi pemikiran strategis, advokasi dan lobi kebijakan)

f.
I.

Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Kesehatan
Dasar Hukum Menimbang
1) SKep Men Kes RI No 99a/Men.Kes /SK/III/1982 Tentang berlakunya
Sistem Kesehatan Nasional.
2) TAP MPR RI VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
3) Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang pokok-pokok kesehatan.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi.
5) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah.
6) Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 574/ Men.Kes. `/SK/IV/2000
tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat tahun 2010.
7) Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 1277/Men. Kes/SK/X/2001 tentang

Susunan organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
II. Memutuskan Menetapkan :
1) Keputusan Menteri Kesehatan tentang Sistem Kesehatan Nasional.
2) Sistem Kesehatan Nasional Dimaksud dalam dictum dimaksud agar
digunakan

sebagai

Pedoman

semua

pihak

dalam

penyelenggaran

pembangunan kesehatan di Indonesia
3) Keputusan ini berlaku mulai pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan
akan diadakan perubahan sebagaimana mestinya apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan ditetapkan 10 Februari 2004 ( Jakarta/ MenKes RI).
D. Bisnis Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun
sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia. Demikian yang dimaksud

13

dengan pengertian keperawatan menurut hasil Lokarya Keperawatan Nasional
Tahun 1983.
Perkembangan Pelayanan Keperawatan Perubahan sifat pelayanan dari
fokasional menjadi profesional dengan fokus asuhan keperawatan dengan peran
preventif dan promotif tanpa melupakan peran kuratif dan rehabilitatif harus
didukung dengan peningkatan sumber daya manusia di bidang keperawatan.
Sehingga pada pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan dapat terjadinya
pelayanan

yang

efisien,

efektif

serta

berkualitas.

Selanjutnya, saat ini juga telah berkembang berbagai model prakti keperawatan
profesional, seperti:
 Praktik keperawatan di rumah sakit fasilitas kesehatan.
 Praktik keperawatan di rumah (home care).
 Praktik keperawatan berkelompok (nursing home = klinik bersama, dan
 Praktik keperawatan perorangan, yaitu melalui keputusan Kepmenkes No.
647 tahun 2000, yang kemudian di revisi menjadi Kepmenkes No. 1239
tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan.
Pertumbuhan Pengguna internet di Indonesia semakin meningkat.
Diprediksikan pada tahun 2010 ada 54 juta pengguna internet di Indonesia.
Sebuah angka yang fantastis besarnya dan meruapakn sebuah peluang bagi
perawat untuk meningkatkan cakupan pelayanan keperawatan keseluruh wilayah
Indonesia dengan efisiensi yang tinggi. teknologi informasi internet tersebut,
istilah telemedicine, telehealth dan telenursing menjadi popular sebagai salah satu
model layanan kesehatan. (Martono N. www.inna.ppni.org .2006).
Telenursing sudah diterapkan di berbagai negara seperti di Amerika, Yunani,
Israel, Jepang, Italia, Denmark, Belanda, Norwegia, Jordania, India dan bahkan
Malaysia. Organisasi perawat Amerika pada tahun 1999 telah merekomendasikan
pengembangan analisa komprehensif penggunaan telenursing. Di Amerika
Serikat, 36% peningkatan kebutuhan perawat home care dalam 7 tahun mendatang
dapat ditanggulangi dengan telenursing dan di negara lainpun dilaporkan telah
menggunakan pelayanan telekomunikasi di rumah untuk perawatan home care
dengan telenursing.
Layanan kesehatan khususnya keperawatan jarak jauh dengan menggunakan
media teknologi informatika (internet) memberikan kemudahan bagi masyarakat.
14

Masyarakat atau pasien tidak perlu datang ke rumah sakit, dokter atau perawat
untuk mendapatkan layanan kesehatan. Waktu yang diperlukan untuk layanan
kesehatan juga semakin pendek. Pasien dapat hanya dirumah dan melakukan
kontak via internet atau melalui video converence untuk mendapatkan informasi
kesehatan, perawatan dan bahkan sampai pengobatan.
2.3 Model-Model Komunikasi Kesehatan
2.3.1 Model Shanon – Weaver
Komnikasi dipandang sebagai suatu sistem dimana sumber
informasi (source) memilih informasi yang dirumuskan (encode)
menjadi pesan (message) dan selanjutnya pesan ini dkirim dengan
isyarat (signal) melalui saluran (channel) kepada penerima (receiver).
Kemudian

penerima

menerjemahkan

pesan

ersebut

dan

mengirimkannya ke tempat tujuan (destination). Untuk jelasnya,
model ini dapat dilihat pada ilustrasi diabawah ini:

Gambar 1. Model Shanon – Weaver
Ciri utama dari model ni adalah konsep noise atau pengganggu,
yakni faktor-faktor yang mepengaruhi atau menghambat pesan –
pesan yang disampaikan sepajang saluran komunikasi, dai sumber
informasi ke tempat tujuan (destination).
Salah satu kekuatan dari model ini, yakni menjelaskan suatu proses
penyampaian informasi dari sumber ke tempat tujuan secara rinci.
Sedangkan

kelemahannya

adalah

kurang

dapat

menjelaskan

bagaimana hubungan transaksional (timbal balik) antara sumber
informasi dan penerima. Model ini hanya mampu menggambarkan
proses menyampaikan informasi satu arah (one way event). Contoh
aplikasi dari model ini adalah ketika proses komunikasi berlangsung

15

antara perawat dengan pasiennya, dimana perawat berperilaku aktif
sedangkan pasien dalam keadaan pasif

atau bersifat sebagai

pendengar saja.
2.3.2

Model S M C R
Model ini menampilkan empat variabel dalam komunikasi, yakni
source

(sumber),

message

(pesan),

chanel

(saluran),

dan

receiver(penerima). Model ini melihat proses komunikasi berlangsung
berdasarkan keterampilan, sikap, pengetahuan, dan latar belakang
budaya yang berbeda dari sumber informasi. Sementara itu, pesan
yang disampaikan biasanya mengandung elemen-elemen tertentu,
seperti struktur isi dan kode-kode yang unik. Pesan tersebut ditransfer
melalui saluran yang melibatkan pendengaran, penglihatan, sentuhan,
bau dan rasa.kemudian penerima menginterpretasikan pesan tersebut
juga didasarkan pada keterampilan, sikap, pengetahuan, dan latar
belakang sosio budaya yang berbeda sehingga seringkali terjadi salah
interpretasi dalam proses komunikasi.
Salah satu kekuatan dari model ini adalah bahwa komunikasi
dilihat sebagai suatu proses yang dinamis, bukan sekedar peristiwa
yang statis. Sedangkan kekurangan dari model ini adalah tidak ada
mekanisme umpan balik (feed back) dalam proses tersebut. Apabila
model ini diaplikasikan dalam komunikasi kesehatan, maka model ini
tidak mampu menjelaskan betapa banyaknya faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi antar petugas kesehatan dengan
klien yang memiliki latar be;lakang bketerampilan dan sosio budaya
yang berbeda. Mekanisme umpan balik di perlukan agar proses
komunikasi menjadi lebih dinamis dan dapat menghindari misinterpretasi kedua belah pihak. Namun demikian, model ini sangat
bermanfaat untuk komunikasi antar petugas kesehatan. Dibawah ini
adalah gambar yang mengilustrasikan tentang model SMCR.
SOURCE
Communication
Skills

MESSAGE
Elemen

CHANEL
Seeing

RECEIVER
Communication
Skills

16

Attitudes
Structure
Hearing
Attitudes
Knowledges
Content
Touching
Knowledges
Social Systems
Treatments
Smelling
Social Systems
Culture
Code
Tasting
Culture
Sumber: David K Berlo, The Process of Communication, hal. 34
Tabel 1. Model S M C R
2.3.3

Speech Communication Model
Model ini pertama kali dikembangkan oleh miller (1972) yang
melihat bahwa proses komunikasi terdiri dari tiga variabel yakni
pembicara (speaker), pendengar (receiver), dan umpan balik (feed
back). Dalam hal ini, pembicara menyampaikan informasi berdasarkan
sikap tertentu, sedangkan pendengar menginterpretasikan pesan
tersebut berdasarkan sikap yang berbeda. Kemudian pendengar
memberikan umpan balik kepada pembicara. Demikian seterusnya
sehingga terjadi proses komunikasi yang hidup dan dinamis.
Model ini tampak sederhana (over simplified) untuk menjelaskan
proses komunikasi yang kompleks dan rumit dalam realitas, namun
sangat mudah dipahami untuk menjelaskan proses komunikasi antarmanusia. Hal-hal inilah yang merupakan kekuatan dan kelemahan dari
speech communication model. Ilustrasi dari model ini dapat dilihat dari
gambar sederhana yang ada dibawah ini:
Positif/negatif
SPEAKER

Feed back

LISTENER

ATTITUDE
ATTITUDE
ENCODING
DECODING
SKILLS
SKILLS
Sumber: Nourthouse and Nourthouse, Health Communication For
Healh Professional, hlm. al 17
Gambar 2. Speech Communication Model
2.3.4 Health Belief Model Theory ( Teori Model Kepercayaan Kesehatan)
Model Kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model
sosio psikologis. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan
bahwa problem kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau

17

masyarakat. Untuk menerima usaha sama dengan pencegahan dan
penyembuhan

penyakit

yang

diselenggarakan

oleh

provider.

Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku
pencegahan penyakit atau preventif behavior, yang oleh Becker tahun
1974 mengembangkan dari teori lapangan (field theory) oleh Lewin
tahun 1954 menjadi model kepercayaan kesehatan/ health belief
model.
Health Belief Model (HBM) menjadi salah satu kerangka
konseptual yang digunakan secara luas di dalam perilaku kesehatan
selama 5 dasawarsa. HBM digunakan untuk menjelaskan perubahan
dan pemeliharaan dari perilaku yang berhubungan dengan kesehatan,
serta sebagai sebuah kerangka pedoman dari intervensi perilaku
kesehatan. HBM menggambarkan, membandingkan, dan menganalisa
dengan menggunakan sebuah aturan yang luas dari beraneka ragam
teknik analitik. Lebih dari 2 dasawarsa yang lalu, lebih banyak
penelitian yang melakukan penetapan ukuran dari kepercayaan orang
yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan dan hubungan antara
kepercayaan-kepercayaan ini.
Tinjauan dini dari penelitian HBM menemukan tersedianya
konteks sejarah untuk cabang ini (Becker, 1974 ; Janz & Becker,
1984). HBM baru saja melanjutkan penelitian untuk menegaskan
kepercayaan individu yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan,
lalu menempatkannya di berbagai ragam analisis & memeriksa kualitas
dari prediktifnya.
HBM mulai berkembang pada tahun 1950 oleh sebuah kelompok
ahli ilmu jiwa sosial di US. Pelayanan kesehatan masyarakat
menjelaskan kegagalan yang tersebar luas dari keikutsertaan individu
dalam program untuk pencegahan dan pendeteksian penyakit
(Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1960, 1974). Kemudian model ini
menyampaikan tentang respon orang untuk berbagai gejala (Kirscht,
1974) dan tingkah laku mereka sebagai respons untuk mendiagnosa
penyakit, dengan factor-faktor yang adheren untuk aturan hidup dalam
kedokteran (Becker, 1974). Pada umumnya, sekarang timbul

18

kepercayaan/ keyakinan bahwa orang lebih memilih tindakan
pencegahan, perlindungan atau untuk mengontrol keadaan sakit dan
sehat.
2.3.5 Communication Persuasion Model
Berdasarkan Oxford English Dictionary, communication berasal
dari bahasa Latin. Sekarang kita memberikan definisi communication
sebagai hasil dan pertukaran informasi dan bisa diartikan dengan
menggunakan lambang/ isyarat dan dengan menggunakan symbol
(Gerbner, 1985). Ianya meliputi proses encoding, transmisi, decoding,
dan pembentukan informasi sekaligus artinya.
Karena yang menjadi pusat dari communication adalah hubungan
antara tiap individu, maka banyak tuntutan studi seperti empiris,
kritikal,

dan diwujudkan dalam praktek, termasuk

masyarakat.

Perwujudan

communication

kesehatan

perspective

dengan

menggunakan fakta-fakta mempengaruhi kesehatan masyarakat.
2.3.6 Transtheoretical Model
Transtheoretical Model (TTM) menggunakan tingkatan dari
perubahan untuk proses integrative dan prinsipel dari perubahan across
major theories dari intervensi; karena itulah teori ini diberi nama
transtheoritical. Model ini timbul dari analisis komperatif leading
theories psikoterapi dan perubahan perilaku. Tujuannya adalah untuk
mencapai integrasi secara teratur dari sebuah lapangan yang
memecahnya

menjadi

lebih

dari

300

teori

psikoterapi

(Prochaska,1979). Setiap tahap perkembangan, analisis komperatif
mengidentifikasi 10 proses dari perubahan.
Mereka menaksir bahwa frekuensi setiap kelompok digunakan di
setiap proses dalam analisis empirical dari perbandingan perubahan
diri seorang perokok dalam laporan professional (DiClemente dan
Prochaska, 1982). Penelitian partisipan menuturkan bahwa mereka
menggunakan proses perbedaan waktu dalam perjuangan mereka
dalam merokok.
2.3.7 Precede/Proceed Model

19

Adopsi dari sebuah tindakan pencegahan baru atau penghentian
dari sebuah perilaku berbahaya memerlukan tindakan yang sengaja
tenang dan berhati-hati. Precaution Adoption Model lebih suka
mempergunakan tipe ini untuk bertindak dibandingkan perkembangan
yang berangsur-angsur dari pola kebiasaan perilaku, contohnya latihan
(exercise) dan diet. Ianya juga menggunakan penjelasan mengapa dan
bagaimana seseorang membuat perubahan sengaja tenang dan berhatihati (deliberate) di dalam pola kebiasaan mereka.
Tujuan dari model ini adalah untuk menjelaskan bagaimana
seseorang dapat memutuskan untuk mengambil tindakan, dan
bagaimana seseorang menterjemahkan keputusan menjadi tindakan.
Meskipun beberapa aspek dari teori ini didiskusikan pada tahun 1988
(Weinstein, 1988), formulasi saat ini di publikasikan pada tahun 1992
(Weinstein dan Sandman, 1992). Dalam model ini dikenal ada 7
tingkatan sepanjang jalur mulai dari kekurangan kesadaran sampai
dengan tindakan. Dalam beberapa poin inisial, orang tidak sadar
dengan persoalan kesehatan (tingkatan 1). Ketika mereka pertama kali
mempelajari tentang isu-isu itu, mereka tidak menyadari secara jangka
panjang, tetapi tidak terikat dengan isu-isu tersebuts (tingkatan 2).
Orang yang meraih ketegasan akan membuat tingkatan (tingkatan 3)
menjadi

perjanjian

melalui

persoalan

dan

mempertimbangkan

tanggapan mereka. Ketegasan ini membuat proses dapat menghasilkan
1 dari 2 hasil. Jika suatu keputusan tidak mengakibatkan tindakan,
maka adopsi tindakan pencegahan mengakhiri proses (tingkatan 4),
tingkatan selanjutnya untuk memulai perilaku (tingkatan 6). Pada
tingkatan 7, jika relevant, ini merupakan indikaasi bahwa perilaku
dapat dipelihara dalam waktu yang lebih (tingkatan 7).

20

Gambar 3. Proceed Model
2.3.8

Diffusion Of Innovation Model
Meskipun upaya yang sungguh-sungguh dan berbagai sumber
dicurahkan untuk mengembangkan dan menguji intervensi perilaku
kesehatan,

sedikit

perhatian

biasanya

memberikan

metode

pengembangan yang efektif untuk difusi penyebarannya. Difusi dapat
memaksimalkan pembukaan dan meraih intervensi yang baik, jadi
meningkatkan pengaruh yang kuat di kesehatan masyarakat. Cabang
provider ini merupakan sebuah konseptual kerangka kerja untuk
memahami proses difusi dan jenis tingkatan, sebuah peninjauan luar
dari kunci metodologi dan isu penelitian, serta beberapa aplikasi dari
Teori Difusi untuk mengembangkan dan mengimplementasi inovasi
perubahan perilaku kesehatan.
Edisi terakhir dari edisi buku “Diffusion of Innovations”, catatan
Roger di topik literature difusi, luas dan sangat banyak, hampir
menekankan 4 ribu publikasi pada tempat subjek dari penelitian
agricultural untuk penelitian kontraseptif, produk consumer, dan ilmu
pasti modern di sekolah serta promosi kesehatan (Rogers, 1995).
Walaupun demikian, banyak inovasi perubahan perilaku kesehatan
gagal diakhir, karena “batasan frekuensi yang telah hilang antara
inovasi dan akhir pengembangan serta merencanakan awal difusi”
21

(Orlandi, Landers, Weston, dan Haley, 1990). Asumsi ini timbul
setelah

terjadinya

pengembangan

inovasi,

dan

menunjukkan

keampuhan serta keefektifitasan, adopsinya tersebar luas dan
ditemukan dengan otomatis. Bagaimanapun, bayak fakta-fakta bahwa
pengguna daftar percobaan inisial dalam implementasi tidak khusus
mengarahkan penggunaan substansi dari sebuah program pendidikan
kesehatan yang efektif, cepat mengerti dan melebihi pengguna lainnya
ini adalah tipe dari orang miskin
Roger (1983) menegaskan bahwa inovasi adalah “sebuah ide,
praktek atau objek yang baru dari seorang individu atau unit lain dari
adopsi.” Difusi didefinisikan sebagai “ proses dari sebuah inovasi yang
disampaikan melalui saluran yang pasti melebihi waktu diantara
anggota-anggota

dari

sebuah

sistem

sosial,”

dengan

maksud

memaksimalkan pembukaan dan meraih berbagai inovasi, strategi, atau
program (Rogers, 1983). Proses ini adalah tipe difusi yang meliputi 5
tingkatan: pengembangan inovasi, diskriminasi, adopsi, implementasi,
dan pemeliharaan.
2.4 Program Komunikasi Kesehatan
Program Komunikasi Kesehatan merupakan upaya promosi yang dimlai
dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan yang didesain untuk tujuan
jangka panjang agar terjadi perubahan perilaku yang lestari pada kelompok
sasaran. Seperti halnya dalam promosi kesehatan dan pemasaran sosial, program
komunikasi kesehatan memiliki keterbatasan dan dianggap kurang efektif
dibandingkan dengan promosi kesehatan atau komunikasi produk-produk
komersial. Agar upaya komunikasi kesehatan lebih efektif, maka dianggap perlu
mengadposi strategi yang digunakan oleh upaya komunikasi produk komersial.
Keberhasulan upaya komersial terletak bukan pada anggaran yang besar, akan
tetapi lebih ditentukan oleh langkah-langkah penting yang strategis (Azwar,
2009).
Secara umum, strategi komunikasi kesehatan terdiri dari tiga langkah
strategis yang merupakan siklus berkesinambuungan, yakni perencanaan,
pelaksanaan kegiatan, dan pemantauan. Setiap langkah terdiri dari berbagai

22

kegiatan yang intinya terletak pada tahap perencanaan. Secara rinci, langkahlangkah ini dapat diuraikan sebagai berikut (Azwar, 2009) :
1. Tahap perencanaan terdiri dari:
a. Analisis masalah kesehatan
b. Riset pengembangan
c. Pengembangan strategi
d. Uji coba bahan
e. Rencana operasional
2. Tahap pelaksanaan, yang terdiri dari:
a. Produksi
b. Pelatihan, dan
c. Distribusi
3. Tahap pemantauan dan evaluasi terdiri dari:
a. Evaluasi keluaran (output) atau produksi
b. Avaluasi akibat (effect)
c. Evaluasi dampak
Langkah-langkah ini merupakan siklus berkesinambungan dan berulang
dimana pengalaman dari setiap langkah merupakan umpan balik untuk kegiatan
berikutnya. Dbawah ini adalah ilustrasi tentang siklus program komunikasi
kesehatan.
2.4.1 Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan bagian terpenting dari seluruh kegiatan
program komunikasi kesehatan, dimana pada tahap ini dilakukan berbagai
macam kegiatan serius dan berbagai aspek dipelajari. Kunci keberhasilan
program komunikasi kesehatan terletak pada sejauh mana tahap perencanaan
dirancang, yang meliputi langkah-langkah berikut ini:
a. Analisis Masalah Kesehatan
Analisis masalah kesehatan merupakan langkah awal yang dilakukan
pada tahap perencanaan, yang merupakan upaya sistematis untuk
mengidentifikasi

masalah

yang

hendak

ditanggulangi,

dengan

mengumpuulkan data dasar, membuat rumusan masalah, mencari akar
masalah dan prioritas masalah. Berdasarkan rumusan ini kemudian
disusun bentuk-bentuk perilaku baru yang akan dikomunikasikan kepada
kelompok sasaran. Informasi yang harus dikumpilkan pada langkah ini
adalah sebagai berikut:
1. Prevalensi penyakit dan kematian pada kelompok sasaran

23

2. Perbedaan prevalensi berdasrkan status sosial ekonomi, usia dan
jenis kelamin
3. Variansi prevalensi karena cuaca, musim, dan ciri-ciri demografis
4. Kelompok sasaran yang paling rentan
5. Penyebabb utama masalah kesehatan dan faktor risiko
Setelah langkah-langkah ini, maka prencanaan program harus
menyusun pola pencegahan dan penanggulangan masalah-masalah
tersebut. Disamping itu, perencana juga harus memahami strategi lebih
lanjut. Upaya-upaya yang dilakukan diharapkan dapat membantu
pengambil keputusan utnuk merumuskan kebijakan pada tingkat yang
lebih luas.
b. Riset Pengembangan (formative research)
Langkah ini merupakan langkah kedua pada tahap perencanaan, yang
dilakukan agar program komuikasi kesehatan didasarkan pada pemahaman
kelompok sasaran. Riset ini biasanya menggunakan kombinasi dari berbagai
metode, seperti survei, diskusi keompok terarah (DKT), wawancara
mendalam (indepth interview), studi etnografi, dan observasi perilaku.
Kombinasi diharapkan dapat menentuukan tujuan yang bisa diukur dan
strategi pemasaran yang lebih realistis berdasarkan pemahaman kelompok
sasaran. Riset pengembangan yang dilakukan secara ekstensif ditujukan untuk
memperoleh informasi dasar tentang:
1. Kelompok sasaran, jumlah, dan karakteristiknya
2. Fakta tentng petugas kesehatan, jumlah dan keterampilan yang
dimiliki
3. Fakta tentang pelayanan kesehatan yang ada
4. Jalur-jalur komunikasi yang potensial, dan
5. Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat
Pertimbangan perlunya melakukan riset pengembangan berkaitan
dengan beberapa alasan dibawah ini:
1. Efektivitas program tergantung pada informasi tentang situasi dan
kondisi kelompok sasaran pada konsumen
2. Pesan-pesan yang dikembangkan dalam

program

komunikasi

kesehatan harus didasarkan pada pengetahuan tentang konsumen dan
lingkungannya
3. Perlunya data dasar yang akan digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan program.

24

Informasi yang harus dikumpulkan dalam riset pengembangan dapat
dilihat pada rincian dibawah ini.
Informasi tentang konsumen yang meliputi:
1. Tingkat

pengetahuan,

sikap

dan

kebiasaan

kelompok

sasaran

sehubungan dengan masalah kesehatan yang dihadapi
2. Konsep dan istilah setempat yang digunakan untuk jenis-jenis penyakit
tertentu
3. Penyebab masalah kesehatan berdasarkan persepsi masyarakat
4. Kebiasaan-kebiasaan dalam menangani masalah kesehatan yang
dihadapi
5. Identifikasi tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama yang sering
dimintakan pendapat atau nasihatnya
6. Manfaat pengorbanan yang diperoleh dalam penerimaan kebiasaan baru
7. Faktor-faktor yang dijadikan motivasi untuk mengadopsi perilaku baru
Informasi tentang petugas kesehatan yang meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.

Tingkat pengetahuan petugas dalam prosedur pelaksanaan
Kebiasaan-kebiasaan petugas dalam melakukan penyuluhan
Metode yang sering digunakan
Faktor-faktor yang dapat memotivasi petugas
Sumber-sumber yang digunakan
Informasi tentang sisem pelayanan kesehatan yang ada:

1. Jumlah dan jenis pelayanan yang masih berfungsi
2. Pelatihan-pelatihan yang pernah diselenggarakan untuk petugas
3. Kondisi dan fasilitas yang dimiliki
Informasi tentang media, yaitu:
1. Struktur media massa secara nasional yang ada, seperti radio, TV dan
2.
3.
4.
5.

media tradisional yang biasa digunakan masyarakat
Cakupan dan biaya produksinya
Jumlah penduduk yang menggunakan masing-masing media
Pola penggunaan media
Jumlah penduduk yang bisa baca tulis

1.
2.
3.
4.

Informasi tentang institusi/departemen dan kebijakan yang ada:
Rencana dan prioritas departemen yang bersangkutan
Tujuan kebijakan program secara nasional
Ketentuan-ketentuan yang ada
Pengalaman dalam melakukan kerja sama

25

Informasi tentang hambatan yang dihadapi, yaitu:
1. Kerugian yang dialami masyarakat dengan adanya program komunikasi
kesehatan
2. Bagaimana mengetahui dan mencegah akibat dari produk atau layanan
yang tidak disenangi masyarakat
3. Faktor sosial ekonomi yang mendorong adopsi
4. Sumber informasi yang dipercaya masyarakat
5. Reaksi pejabat, tokoh masyarakat, anggota legislatif serta tokoh agama
terhadap pesan-pesan yang disampaikan
 Teknik Kuantitatif
Teknik ini digunakan untuk mengkuantifikasi dan mengukur fasilitas
yang tersedia, presentase khalayak sasaran setuju atau menolak program yang
ingin dikembangkan, catatan klinik yang tersedia dan data tentang penjualan
produk-produk tertentu. Biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik
survei dan perhitungan pencatatan data skunder.
 Teknik Kualitatif
Digunakan untuk mengenali informasi mendalam tentang penyakit
dan kebiasaan. Sikap dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat yang
berhubungan dengan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Teknik ini
juga sering digunakan untuk mengetahui presepsi tentang penyakit dan cara
pencegahan serta penanggulangan penyakit. Teknik ini meliputi diskusi
kelompok terarah (DKT), wawancara mendalam (indepth interview), studi
etnografi, dan observasi perilaku.
Berbagai metode dan teknik digunakan secara bersamaan atau
terpisah, sesuai dengan kebutuhan. Teknik-teknik yang digunakan tidak hanya
pada tahap pengembangan tetapi juga pada tahap lain, seperti tahap uji-coba
dan tahap produksi. Perencanaan Komunikasi Kesehatan harus ahli dalam
strategi penggunaan metode dan teknik-teknik tersebut guna memperoleh
informasi penting yang dibutuhkan.

c. Pengembangan Strategi
Pengembangan strategi dalam tahap perencanaan diadopsi dari
prinsip-prinsip

pemasaran

sosial

yang

dijadikan

pasangan

dalam
26

pengembangan berbagai strategi progam secara menyeluruh, dan biasanya
berkaitan dengan pencapaian tujuan progam. Tujuan progam yang dimaksud
adalah perubahan perilaku dan peningkata derajat kesehatan kelompok
sasaran. Hasil yang diperoleh melalui "riset pengembangan" (formative
research) memberikan dasar untuk merancang strategi komunikasi yang
berbeda tetapi berkaitan satu sama lain. Tujuannya agar hasil yang hendak
dicapai dapat diukur baik secara kuantitatif dan kualitatif. Rencana dasar
strategi meliputi: a) pengelompokan (segmentasi) sasaran, b) strategi produk,
c) strategi perilaku, d) strategi distribusi dan pelatihan, f) strategi saluran
media, g) strategi pelayanan, h) pemantauan, dan i) modifikasi program.
Setiap rencana strategi harus mencerminkan situasi sosial, ekonomi budaya
dan psikologi lingkungan.

(a) Pengelompokan (segmentasi) sasaran
Untuk menenentukan sasaran

progam,

masyarakat

harus

dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok sasaran, yakni sasaran primer,
sekunder dan tertier. Sasaran primer merupakan kelomopk yang
diharapkan dapat"mengadopsi" perilaku, misalnya,mibu rumah tangga
untuk pemberian oralit, ibu hamil agar memeriksakan kehamilannya
kebidan atau puskesmas, dan kelompok umur 12-55 tahun untuk tidak
merokok, dan sebagainya. Sasaran sekunder merupakan kelompok yang
diharapkan "mendukung" perilaku sasaran primer, seperti suami, orang
tua, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan. Sedangkan sasaran tertier
adalah kelompok yang berpengaruh dan berperan dalam pengambilan
keputusan/kebijakan, termasuk penyandang dana.
Pengelompokan sasaran dapat digunakan

sebagai

dasar

pengembangan produk pesan promosi untuk pasar potensial. Penentuan
sasaran primer harus realistis dengan memperhatikan sistem pelayanan
kesehatan. Dalam rgam komunikasi kesehatan, upaya peningkatan
permintaan harus berpedoman pada kemampuan sistem kesehatan yang
ada untuk menghindari kekecewaan konsumen.
(b) Strategi Produk

27

Produk yang dihasilkan dakam progam komunikasi kesehatan
dapat berupa "komoditi", "gagasan" atau "perilaku" yang diharapkan.
Produk komoditi misalnya berbentuk larutan guka garam atau oralit, alat
kontrasepsi atau vaksin. Sedangkan "gagasan" merupakan produk dalam
bentuk ide, misalnya cara membuat larutan gula-garam yang sederhana,
kepercayaan bahwa imunisasi dapat mencegah penyakit, atau pemberian
ASI pada bayi. Perubahan perilaku merupakan salah satu produk
komunikasikesehatan yang paling sulit untuk diadopsi, misalnya perilaku
ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya ke bidan atau puskesmas
atau pemberian "kolestrum" pada bayi yang baru lahir dan sebagainya.
Dalam strategi produk perencana harus sedapat mungkin
memanfaatkan informasi yang diperoleh melalui riset pengembangan
untuk menentukan produk yang seauai dengan masalah kesehatan yang
ada pada kelompok sasaran. Kemudian ditetapkan "posisi" dan "harga"
produk sesuai dengan kebiasaan, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut
oleh

masyarakat.

Produk

tertentu

mungkin

cocok

bagi

satu

kelompok,tetepi tidak cocok bagi satu kelompok, tetapi tidak cocok bagi
kelompok lain, sehingga dibutihkan kombinasi dua atau lebih produk
dengan harga dan posisi yang berbeda. Setiap produk memiliki ciri fisik
yang khas, seperti nama produk, kemasan dan ukurannya. Tampilan
produk harus mencerminkan "citra" khusus. Sehubungan dengan itu,
dibutuhkan pesan promosi yang dapat menampilkan ciri-ciri produk yang
menonjol serta menjanjikan keuntungan yang menarik bagi konsumen.
Produk komunikasi kesehatan tidak mengharapkan keuntungan
finansial yang berlebihan, tetapi lebih diarahkan pada efektivitas
penerimaan gagasan dan perubahan perilaku. Namun demikian, agar tidak
mengalami kerugian secara ekonomis, maka penetapan harga produk harus
memperhatikan hal-hal berikut ini :
i.
Biaya progam yang dikeluar.
ii.
Daya beli masyarakat.
iii.
Keuntungan minimal untuk menjaga daya tarik distributor.
iv.
Harga produk lain.
v.
Biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk transportasi.
vi.
Waktu yang terbuang untuk memperoleh produk.
vii.
Peraturan pemerintah tentang keuntungan minimal.

28

(c) Strategi Perilaku
Strategi untuk menentukan "perilaku" yang diharapkan dalam
perencanaan harus didasarkan pada temuan studi retnografi. Kebiasaan
kelompok sasaran tertentu mungkin merugikan untuk terjadinya perubahan
perilaku, karena sulit, rumit atau tidak sesuai dengan kebiasaan setempat.
Hal ini harus dijadikan "tema" dalam strategi perubahan perilaku.
Mengingat kerumitan tersebut, perencana sebaiknya membatasi langkahlangkah perubahan dalam mengadopsi perilaku baru agar tidak
menimbulkan kebingungan pada kelompok sasaran. Analisis perilaku yang
telah diuraikan sebelumnya juga dapat membantu memilih langkah
perubahan perilaku yang lebih sederhana dan sistematis.
Dalam strategi perilaku, perncanaan harus mampu melakukan
penilaian