Konsep Kedirgantaraan Dalam Masyarakat J
Konsep Kedirgantaraan Dalam Masyarakat Jawa Kuno dan
Nilai Kebermanfaatannya Bagi Indonesia Masa Kini
(Perspektif Hukum)
Oleh: R. H. Simatupang
Terobosan dan inovasi dalam dunia pengangkutan udara berkembang pesat sejak pesawat
udara berhasil diterbangkan pada tahun 1903. Penemuan-penemuan tersebut perlu
mendapatkan dukungan perangkat hukum agar dalam penggunaannya oleh siapa pun
dijamin oleh hukum, karena menyangkut dengan ruang atau wilayah tempat beroperasinya
pesawat di ruang udara.
Pada mulanya Indonesia memang belum memiliki aturan yang tegas mengenai konsep
kedirgantaraan dan kepemilikan ruang udara di atas wilayah darat Indonesia. Masyarakat
Indonesia dulu, khususnya masyarakat Jawa kuno yang agraris hanya mengenal konsep
kepemilikan atas sebidang tanah yang bersifat “komunalistik religius” dimana konsepnya
adalah individual boleh menguasai sebidang tanah namun di atasnya harus melekat juga
hak-hak kebersamaan. Konsep ini akhirnya diadopsi dan dituangkan menjadi aturan yang
resmi oleh negara yang dikenal dengan Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria/UUPA.
UUPA mengatur tentang konsep serta prinsip-prinsip dasar dan norma hukum yang terkait
dengan penguasaan dan pemilikan atas sebidang tanah.
Konsepsi tersebut kemudian terimplementasi dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUPA, bahwa
“Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia”. Dengan demikian, maka seluruh wilayah Indonesia
adalah milik dari seluruh bangsa Indonesia.1
1 Pasal 1, UUPA No. 5/1960:
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai
bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah
Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia
dan merupakan kekayaan nasional.
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat 2 pasal ini
adalah hubungan yang bersifat abadi.
R. Hanna Simatupang
Page 1
Dalam pengertian ini, maka setiap individu bangsa Indonesia sesungguhnya mempunyai hak
untuk memperoleh tanah dan/atau manfaat dar tanah tersebut, baik bagi dirinya sendiri
maupun keluarganya demi pemenuhan kebutuhan akan keberlangsungan hidup dan
kehidupannya sebagai suatu hak asasi manusia.
Pemenuhan kebutuhan akan tanah tersebut dipimpin pengaturannya oleh Negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA, bahwa “Atas dasar ketentuan Pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Kewenangan Negara tersebut adalah untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. Selain itu juga
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,
air dan ruang angkasa. Misalnya siapa yang dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik, Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan (HPL). Kewenangan
lainnya adalah menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan perbuatan hukumnya mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Konsep kepemilikan dan penguasaan tanah yang dikenal oleh masyarakat Jawa kuno
tersebut dapat pula kita analogikan kedalam konsep penguasaan kedirgantaraan di atas
wilayah Indonesia. Konsep tersebut dituangkan secara tegas di dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.2
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada
di bawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
2 Pasal 5, UU No.1/2009:
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia.
Pasal 6
Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan
R. Hanna Simatupang
Page 2
Analogi yang dilakukan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dari segi teori sumbersumber hukum yang diperkenallan oleh para ahli hukum. Sumber hukum sendiri dibagi ke
dalam dua bagian, yaitu: (1) sumber hukum materil 3 dan (2) sumber hukum formal.4
Hal-hal mengenai kedirgantaraan yang dikenal dalam masyarakat Jawa kuno juga dapat
dilihat dari beberapa kebiasaan masyarakat Jawa kuno adalah dari pemujaan-pemujaan
terhadap Dewa/batara Matahari, Dewa Indra (bulan dan bintang) dan Dewa Bayu (angin).
Masyarakat Jawa kuno mempercayai dengan menyembah dan mengikuti ajaran ketiga Dewa
tersebut, maka dirgantara yang didiaminya akan memberikan keselamatan dan keberkahan
kepada mereka yang hidup dan/atau tinggal di bawahnya.
Berdasarkan kedua teori dan contoh kebiasaan yang hidup dalam masyarakat Jawa kuno
tersebut di atas, dapat disimpulkan untuk sementara ini bahwa konsep kepemilikan dan
penguasaan di ruang udara dan masalah-masalah lain yang ada di ruang udara
(kedirgantaraan) juga telah dikenal di dalam masyarakat Jawa kuno.
penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya, serta lingkungan
udara.
3 Sumber Hukum Material, yaitu: suatu keyakinan/perasaan hukum individu dan pendapat umum yang
menentukan isi hukum. Dengan demikian keyakinan/ perasaan hukum individu (selaku anggota masyarakat)
dan juga pendapat umum yang merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan hukum.
4 Sumber hukum Formal, yaitu: bentuk atau kenyataan dimana kita dapat menemukan hukum yang berlaku.
Jadi karena bentuknya itulah yang menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati.
Sumber hukum formal adalah:
1) Undang-undang;
2) Kebiasaan atau hukum tak tertulis;
3) Yurisprudensi;
4) Traktat;
5) Doktrin.
R. Hanna Simatupang
Page 3
R. Hanna Simatupang
Page 4
Nilai Kebermanfaatannya Bagi Indonesia Masa Kini
(Perspektif Hukum)
Oleh: R. H. Simatupang
Terobosan dan inovasi dalam dunia pengangkutan udara berkembang pesat sejak pesawat
udara berhasil diterbangkan pada tahun 1903. Penemuan-penemuan tersebut perlu
mendapatkan dukungan perangkat hukum agar dalam penggunaannya oleh siapa pun
dijamin oleh hukum, karena menyangkut dengan ruang atau wilayah tempat beroperasinya
pesawat di ruang udara.
Pada mulanya Indonesia memang belum memiliki aturan yang tegas mengenai konsep
kedirgantaraan dan kepemilikan ruang udara di atas wilayah darat Indonesia. Masyarakat
Indonesia dulu, khususnya masyarakat Jawa kuno yang agraris hanya mengenal konsep
kepemilikan atas sebidang tanah yang bersifat “komunalistik religius” dimana konsepnya
adalah individual boleh menguasai sebidang tanah namun di atasnya harus melekat juga
hak-hak kebersamaan. Konsep ini akhirnya diadopsi dan dituangkan menjadi aturan yang
resmi oleh negara yang dikenal dengan Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria/UUPA.
UUPA mengatur tentang konsep serta prinsip-prinsip dasar dan norma hukum yang terkait
dengan penguasaan dan pemilikan atas sebidang tanah.
Konsepsi tersebut kemudian terimplementasi dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUPA, bahwa
“Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia”. Dengan demikian, maka seluruh wilayah Indonesia
adalah milik dari seluruh bangsa Indonesia.1
1 Pasal 1, UUPA No. 5/1960:
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai
bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah
Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia
dan merupakan kekayaan nasional.
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat 2 pasal ini
adalah hubungan yang bersifat abadi.
R. Hanna Simatupang
Page 1
Dalam pengertian ini, maka setiap individu bangsa Indonesia sesungguhnya mempunyai hak
untuk memperoleh tanah dan/atau manfaat dar tanah tersebut, baik bagi dirinya sendiri
maupun keluarganya demi pemenuhan kebutuhan akan keberlangsungan hidup dan
kehidupannya sebagai suatu hak asasi manusia.
Pemenuhan kebutuhan akan tanah tersebut dipimpin pengaturannya oleh Negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA, bahwa “Atas dasar ketentuan Pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Kewenangan Negara tersebut adalah untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. Selain itu juga
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,
air dan ruang angkasa. Misalnya siapa yang dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik, Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan (HPL). Kewenangan
lainnya adalah menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan perbuatan hukumnya mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Konsep kepemilikan dan penguasaan tanah yang dikenal oleh masyarakat Jawa kuno
tersebut dapat pula kita analogikan kedalam konsep penguasaan kedirgantaraan di atas
wilayah Indonesia. Konsep tersebut dituangkan secara tegas di dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.2
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada
di bawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
2 Pasal 5, UU No.1/2009:
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia.
Pasal 6
Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan
R. Hanna Simatupang
Page 2
Analogi yang dilakukan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dari segi teori sumbersumber hukum yang diperkenallan oleh para ahli hukum. Sumber hukum sendiri dibagi ke
dalam dua bagian, yaitu: (1) sumber hukum materil 3 dan (2) sumber hukum formal.4
Hal-hal mengenai kedirgantaraan yang dikenal dalam masyarakat Jawa kuno juga dapat
dilihat dari beberapa kebiasaan masyarakat Jawa kuno adalah dari pemujaan-pemujaan
terhadap Dewa/batara Matahari, Dewa Indra (bulan dan bintang) dan Dewa Bayu (angin).
Masyarakat Jawa kuno mempercayai dengan menyembah dan mengikuti ajaran ketiga Dewa
tersebut, maka dirgantara yang didiaminya akan memberikan keselamatan dan keberkahan
kepada mereka yang hidup dan/atau tinggal di bawahnya.
Berdasarkan kedua teori dan contoh kebiasaan yang hidup dalam masyarakat Jawa kuno
tersebut di atas, dapat disimpulkan untuk sementara ini bahwa konsep kepemilikan dan
penguasaan di ruang udara dan masalah-masalah lain yang ada di ruang udara
(kedirgantaraan) juga telah dikenal di dalam masyarakat Jawa kuno.
penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya, serta lingkungan
udara.
3 Sumber Hukum Material, yaitu: suatu keyakinan/perasaan hukum individu dan pendapat umum yang
menentukan isi hukum. Dengan demikian keyakinan/ perasaan hukum individu (selaku anggota masyarakat)
dan juga pendapat umum yang merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan hukum.
4 Sumber hukum Formal, yaitu: bentuk atau kenyataan dimana kita dapat menemukan hukum yang berlaku.
Jadi karena bentuknya itulah yang menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati.
Sumber hukum formal adalah:
1) Undang-undang;
2) Kebiasaan atau hukum tak tertulis;
3) Yurisprudensi;
4) Traktat;
5) Doktrin.
R. Hanna Simatupang
Page 3
R. Hanna Simatupang
Page 4