Chapter II Torsipada Dengan Cara Analitis Dan Program Ansys

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum Baja merupakan bahan elemen struktur yang memiliki ketahananterhadap kekuatantariktetapicukuplemahdalammenahantekan,dimanabahanpenyusun umumnya berupa Besi (Fe) dan Carbon (C) dimana memiliki tambahanbahan penyusun seperti mangan, batu kapur, Fosfor, danSulfur.

Umumnya Baja yang digunakan dalam Struktur dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Baja karbon, dimana tergantung dari ketelitianpersentase karbonnya.

2. Bajapaduanrendahmututinggi,ataudisebutjugaHSLA(high strength- lowalloystell)dimanamemilikiteganganlelehberkisar antara 290-550 Mpa dengan tegangan putus 415-700Mpa.

3. Bajapaduanrendah(lowalloy),umumnyahasiltempaandengan pemanasan untuk memperoleh tegangan leleh antara 550-760Mpa.

Beberapa keunggulan baja sebagai material konstruksiadalah: • Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangiukuran

struktur serta juga mengurangi mengurangi berat sendiri daristruktur. Hal ini cukup menguntungkan bagi struktur-struktur yangbersifat memanjang, bahkan pada bangunan dengan kondisi tanahburuk.

• Memiliki keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak sepertihalnya material beton bertulang yang terdiri dari bermacam bahanpenyusun. Dan juga memiliki tingkat keawetan yangtinggi.

• Bersifat elastis, dimana baja mempunyai perilaku yang cukupdekat dengan asumsi-asumsi yang digunakan untuk melakukananalisa,

sebab baja memiliki perilaku elastis hingga tegangan yangcukup tinggi mengikuti hukum hooke. Dan momen Inersia dari suatuprofil baja juga dapat dihitung dengan pasti sehingga memudahkandalam melakukan analisastruktur.

• Daktilitas baja cukup tinggi, karena suatu batang baja yangmenerima tegangan tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar sebelum terjadinya keruntuhan.

• Dan beberapa keuntungan lain dari pemakaian bajaadalah kemudahan dalam penyambungan antarelemen yang satu denganyang lainnya

dengan menggunakan baut sehingga pembentukansecara makrostruktur dapat lebih fleksibel dan mampu membentukstruktur dengan kualitas daya seni tinggi.

2.1.1. Sifat-sifat mekanik Baja

Agar dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli struktur harus memahami pula sifat-sifat mekanis dari baja. Model pengujian yang paling tepat untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik dari material baja, adalah dengan melakukan uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap sifat-sifat mekanik material baja, karena disebabkan adanya kemungkinan terjadinya tekuk pada benda uji, yang mengakibatkan adanya ketidak stabilan dari benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi pada benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan.

Dan setelah dilakukan uji tekan, maka hasilnya akan dibuat dalam suatu bentuk kurva Tegangan–Regangan untuk melihat laju regangannya terhadap pengaruh tegangannya. Nilai tegangan (f) yang terjadi dalam benda uji diplot dalam

sumbu vertikal, sedangkan regangan (ε) yang merupakan perbandingan antara pertambahan panjang terhadap panjang mula- mula (ΔL/L) yang diplot dengan sumbu

horizontal.

Gambar 2.1. kurva tegangan regangan (f vs ε) dari materi baja

Dalam gambar Kurva Tegangan-Regangan diatas juga diterangkan posisi setiap titik-titik penting dari kurva tersebut, berikut:

1. Adanya daerah linier yang juga merupakan bagian yang berlaku Hukum Hooke, kemiringan dari bagian kurva yang lurus-linier ini disebut sebagai Modulus Elastisitas atau Modulus Young..

2. Adanya daerah Elastic, yang pada daerah ini jika beban dihilangkan, maka benda uji akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji tersebut masih bersifat elastis.

3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 1,2-1,5% hingga 2%, dimana pada bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar tegangan batasnya. Daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja tersebut. Perlu kita ketahui bahwa pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan. Maka untuk baja mutu tinggi sulit melakukan analisa plastis karena tidak memiliki daerah plastis.

4. Daerah penguatan regangan ( strain-hardening). Untuk regangan lebih besar dari 15-20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil dari daerah elastis. Dan kemiringan daerah itu disebut dengan Modulus penguatan regangan. Sesuai peraturan SNI, sifat mekanik baja yang dipakai adalah: Modulus Elastisitas E = 210.000 Mpa

Poison ratio = 0.30

Modulus Geser G

= 81.000 Mpa

2.2. Balok Profil Baja dan Bentuk-Bentuknya

Jenis-jenis dari potongan melintang pada balok profil baja ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Terdapat dua jenis potongan melintang dari balok profil I yang di rancang dengan berbagai bentuk dan ukuran sesuai kebutuhannya. Jika kita lihat dari beberapa sumber, dimana balok yang berstandarisasi Amerika merupakan bagian balok baja tempahan/gilingan pertama di Amerika Rolled Beams, yang memiliki ukuran dari 3 sampai 24in. Seperti (Gambar 2.2.a). Perlu kita ketahui, dengan peningkatan Section Modulus untuk menyesuaikan perkiraan dimensi profil yang sesuai dengan menyebarkan gulungan demi meningkatkan lebar sayap dan ketebalan web dengan tetap memperhatikan kestabilan ukuran umumnya. Bentuk-Wide Flange (WF), dimana memiliki modulus bagian yang lebih besar (Gambar 2.2.b), dengan rentang ukuran dari 4 sampai 36 inci. Dimana pencapaian kenaikan modulus bagian dengan meningkatkan ukuran sayap dan ketebalan sayap serta ketebalan web dan lebar sayap. Balok lempeng gabung (Welded Beam ) dan bentuknya yang bermacam- macam adalah dari bentuk yang persis sama seperti WF namun berat ringan (dan modulus penampang yang lebih kecil). Beberapa produsen las tiga lempeng untuk membentuk bentuk yang standar dari dimensi yang sama dengan sisteim pengelasan (Gambar 2.2.c). Untuk meningkatkan Section Modulus dari Welded Beam dapat ditingkatkan dengan pengelasan pelat ke flensa (Gambar 2.2.d).

Karena web dari sistim profil I memberikan ketahanan hanya sebagian kecil dari kekuatan lenturnya, hal ini kadang-kadang membuatnya lebih ekonomis dalam jika balok dilas dengan baja kekuatan tinggi pada webnya, karena mutu webnya yang lebih lemah. Seperti balok, disebut balok hibrida.

Gambar 2.2. Penampang balok profil I Baja

Bagian Kotak (Gambar 2.3.e) juga bagian penampang balok yang sering dipakai. Mereka tersedia sebagai bentuk rooled, yang disebut tabung struktural, dalam bentuk persegi panjang mulai dari 3 x 2 sampai 12 x 6 inci. Kotak dengan metode empat pelat yang dilas ini juga digunakan secara luas.

Balok Channels (Gambar 2.3.f) digunakan kadang-kadang, biasanya sebagai purlins (balok timpa), balok lintel, girts, struts eave, ambang, dan sebagai gording dan header untuk tangga dan bukaan lainnya. Mereka kadang-kadang digunakan dengan profil S atau Z dan W untuk girder crane-landasan.

Gambar 2.3. Penampang bentuk lain dari balok profil baja

Terdapat pula untuk jenis-jenis penampang pada Cold-Formed yang juga sering untuk dijadikan balok seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4. Sistim Channel seperti di Gambar 2.4.a dapat digunakan untuk bentang pendek. Perlawanan tekuk Terdapat pula untuk jenis-jenis penampang pada Cold-Formed yang juga sering untuk dijadikan balok seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4. Sistim Channel seperti di Gambar 2.4.a dapat digunakan untuk bentang pendek. Perlawanan tekuk

Gambar 2.4. Penampang balok profilCold-Formed

2.2.1 Perbedaan Profil I dan Wf

Pada tugas akhir ini, akan ada perbandingan antara profil I dan WF. Di lapangan profil WF sering disebut juga profil I dan profil H. Ada juga yang menamai profil WF dengan Profil IWF. Profil I sendiri hampir jarang kelihatan di lapangan. Yang paling banyak dipakai adalah profil WF. Berikut adalah persamaan dan Pada tugas akhir ini, akan ada perbandingan antara profil I dan WF. Di lapangan profil WF sering disebut juga profil I dan profil H. Ada juga yang menamai profil WF dengan Profil IWF. Profil I sendiri hampir jarang kelihatan di lapangan. Yang paling banyak dipakai adalah profil WF. Berikut adalah persamaan dan

b.

a. b.

Gambar 2.5. Penampang balok baja a). Profil I, b). Profil WF

Pada profil I ( Gambar 2.5.a) , dihasilkan dari proses canai panas ( hot rolling mill) , seperti yang kita lihat di penampang, terdapat dua lengkungan yaitu radius sudut ( � 1 ) yang terdapat pada atas dan bawah badan profil, dan radius sayap ( � 2 ) yang terdapat di samping kiri kanan sayap ( atas dan bawah ), penamaann pada profil

I memakai huruf I diawal penamaan diikuti dengan tinggi ( H ) profil, misal : I100, I125. Pada profil WF ( Gambar 2.5.b) juga dihasilkan dari proses canai panas ( hot rolling mill), tetapi pada profil WF hanya memiliki 1 lengkungan yaitu radius sudut ( � 2 ) yang terdapat pada atas dan bawah badan profil, penamaan pada profil WF yaitu diawali huruf WF dan diikuti dengan ukuran ( H x B ) profil, misal : WF150x100.

Selain persamaan dan perbedaan diatas, profil I dan profil WF juga mempunyai toleransi ukuran penampang yang berbeda.

2.3 Teori Balok Umum

Balok ataupun batang lentur adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini menyebabkan balok itu melentur.

Apabila memvisualisasikan balok (juga elemen struktur lain) untuk melakukan analisis atau desain, akan lebih mudah bila memandang elemen struktur tersebut dalam bentuk idealisasi. Bentuk ideal itu harus dapat mempresentasikan sedekat mungkin dengan elemen struktur aktualnya, tetapi bentuk ideal juga harus dapat memberikan keuntungan secara matematis.

2.3.1. Balok Konsole (cantilever)

Jika suatu balok disangga atau dijepit hanya pada salah satu ujungnya sedemikian sehingga sumbu balok tidak dapat berputar pada titik tersebut, maka balok tersebut disebut balok gantung, balok kantilever (cantilever beam). Tipe balok ini antara lain ditunjukkan pada Gambar 2.6. Ujung kiri balok adalah bebas terhadap tekukan dan pada ujung kanan dijepit. Reaksi dinding penyangga pada ujung kanan balok terdiri atas gaya vertikal sebesar gaya dan pasangan gaya-gaya yang bekerja pada bidang balok.

P WN/m

Gambar 2.6 Balokkantilever

2.3.2 Balok Sederhana

Suatu balok yang disangga secara bebas pada kedua ujungnya disebutbalok sederhana. Istilah “disangga secara bebas” menyatakan secara tidak langsungbahwa ujungpenyanggahanyamampumenahangaya-gayapadabatangdantidakmampu menghasilkan momen. Dengan demikian tidak ada tahanan terhadap rotasi padaujung batang jika batang mengalami tekukan karena pembebanan. Batangsederhana diilustrasikan pada Gambar 2.7.

a. b.

Gambar 2.7 Baloksederhana

Perlu diperhatikan bahwa sedikitnya satu dari penyangga harusmampu menahan pergerakan horisontal sedemikian sehingga tidak ada gaya yangmuncul

pada arah sumbubalok. Balok pada Gambar 2.7.a dikatakan dikenai gaya terkonsentrasi ataugaya tunggal; sedang batang pada Gambar 2.7.b dibebani pasangan bebanterdistribusi seragam.

2.3.3 Balok Overhang

Suatubalokdisanggasecarabebaspadaduatitikdanmenggantungdisalah satu ujungnya disebut balok menggantung (overhanging beam). Duacontoh ditunjukan pada Gambar2.8.

P3

a. b.

Gambar 2.8 Balokmenggantung

2.3.4. Balok StatisTertentu

Semuabalok-balokyangkitadiskusikandiatas,kantilever,baloksederhana, balok menggantung, adalah balok dimana reaksi-reaksi gayanya dapatditentukan denganmenggunakanpersamaankesetimbanganstatis.Nilaireaksi-reaksiinitidak tergantung pada perubahan bentuk atau deformasi yang terjadi pada balok.Balok- balok demikian disebut balok statistertentu.

2.3.5 Balok Statis TakTentu

Jika jumlah reaksi yang terjadi pada balok melebihi jumlah persamaan kesetimbangan statis, maka persamaan statis harus ditambah dengan suatu persamaan sebagai fungsi deformasi balok. Pada kasus demikian balok dikatakan statis tak- tertentu. Contoh-contohnya ditunjukkan pada Gambar 2.9.

a. b. c.

Gambar 2.9 Balok statis tak-tertentu

2.4. Sifat Aksi Umum Balok

Suatu balok dapat dibayangkan sebagai susunan sejumlah tak berhingga serat atau batang tipis memanjang (longitudinal). Setiap serat diasumsikan beraksi secara independen terhadap yang lain, yaitu, tidak ada tekanan lateral atau tegangan geser diantara serat. Umumnya balok bahkan karena berat sendirinya akan terlendut ke bawah seperti Gambar 2.10, dan serat-serat pada bagian bawah akan mengalami pemanjangan, sedang bagian bawah akan mengalami pemendekan.

Perubahan panjang serat ini menghasilkan tegangan dalam serat. Bagian yang mengalami pemanjangan mempunyai tegangan tarik dengan arah sumbu memanjang, sedang bagian yang mengalami pemendekan akan terjadi tegangan tekan.

Gambar 2.10. Gejala Terlendutnya Balok Profil Akibat Dibebani

2.5. Konsep dari Stabilitas Struktur

Keunggulan bahan struktur dari baja yang terutama adalah sifat kekuatan yang tinggi dan sifat keliatannya (high ductiliy) sehingga mampu berdeformasi secara nyata sebelum terjadi kegagalan. Pada perencanaan suatu konstruksi baja diharapkan struktur yang dihasilkan akan dapat menahan beban rencana tanpa terjadi deformasi yang dapat menyebabkan struktur bangunan mengalami keruntuhan. Dalam hal ini biasanya struktur dirancang memiliki kekakuan yang mantap, sehingga beban rencana yang dipikul oleh struktur berada pada kondisi aman.

Konsep stabilitas pada suatu struktur baja biasanya diterapkan sebagai prinsip dasar, maka setiap perencanaan harus mempertimbangkan kondisi keseimbangan. Dimana sistem struktur, akan terganggu keseimbangannya jika diberi beban. Ada 3 alternatif dasar yang dapat menjadi prinsip dasar keseimbangan antara lain:

1. Jika sistem struktur tetap berada pada posisi originalnya, maka sistem tersebut dikatakan stabil. Artinya jika beban ditiadakan maka sistem kembali seperti semula.

2. Jika sistem struktur menerima besar beban tertentu, yaitu apabila beban tersebut dihilangkan maka sistem akan kembali seperti semula, tetapi apabila beban ditambah sedikit saja maka sistem tersebut tidak ada lagi kembali seperti semula walaupun beban ditiadakan, kondisi ini dikatakan netral. Artinya besar beban itu adalah beban kritis.

3. Jika sistem struktur terus bergerak dan cenderung tidak mampu mendukung beban, maka sistem tersebut dikatakan stabil. Konsep stabilitas ini dapat dijelaskan melalui gambar 2.11. Sistem ini terdiri dari suatu bola dengan berat W diam pada titik yang A, B dan C.

1. Jika di titik A, sistem diganggu( dengan perpindahan dan kecepatan yang kecil), bola itu akan mengalami osilasi yang sederhana pada keseimbangan statis di titik A. Keseimbangan tersebut disebut stabil.

2. Jika di titik B, sistem diganggu, bola itu akan cenderung tetap pda posisinya. Kondisi seperti ini disebut keseimbangan netral.

3. Jika di titik C, system diganggu, bola itu akan cenderung meninggalkan posisi keseimbangan statis. Kondisi seperti ini disebut keseimbangan yang tidak stabil.

Gambar 2.11 Karakter dari posisi keseimbanganstatis

2.6 Jenis-jenis Struktur pada Bangunan TeknikSipil

2.6.1 Truss(rangka)

Definisi truss (rangka) adalah konstruksi yang tersusun dari batang- batangtarik dan batang-batang tekan saja, umumnya dari baja, kayu, atau paduan ringanguna mendukung atap atau jembatan, umumnya dapat menahan gaya aksialsaja.

Truss 2 dimensi adalah truss yang dapat menahan beban pada arah datarsaja (sumbu x, y) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusatnodal. Truss 3 dimensi adalah truss yang dapat menahan beban pada semuaarah (sumbu x, y dan z) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusatnodal.

2.6.2 Grid (BalokSilang)

Definisi grid (balok silang) adalah kerangka yang terdiri dari dua ataulebih bagian konstruksi yang disambungkan secara kaku (guna stabilitas) padaarah mendatar, umumnya dapat menahan gaya yang bekerja tegak lurus (sumbu y)terhadap bidang datarnya (sumbu x), struktur seperti sistem lantai, sistem atap dan lantai jembatan dapat dianalisis sebagai grid atau baloksilang.

2.6.3. Frame (Portal)

Definisi frame (portal) adalah kerangka yang terdiri dari dua atau lebih bagian konstruksi yang disambungkan guna stabilitas, umumnya dapat menahan gaya momen, gaya geser dan aksial.

Frame 2 dimensi adalah frame yang dapat menahan beban pada arah datar saja (sumbu x, y) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusat nodal dan beban batang. Frame 3 dimensi adalah frame yang dapat menahan beban pada semua arah.

2.7 Balok bersilang

2.7.1. Jenis-jenis balokbersilang

Balok bersilang/grid banyak terdapat pada struktur bangunan sipil sepertipada bangunan gedung, rangka atap, pelat lantai, jembatan dan lain-lain Beberapa jenisataupolapadabalokbersilangdapatdilihatpadagambar2.12dimanaarahbalokbersila ng dapat horizontal, vertikal maupundiagonal

Gambar 2.12. Jenis / Pola Balok Bersilang

2.7.2. Struktur pada balokbersilang

Padabalokbersilangstrukturnyaterdiridari2bagiandimanaterdapatbalok utama (main girder) dan pengaku (stiffner), biasanya penampang pada balokbersilang dapat mempunyai ukuran yang sama ataupun berbeda dalam hal ini ukuranbalok utama lebih besar dibandingkan pengakunya seperti pada gambar 2.13

Gambar 2.13. Struktur Balok Bersilang

2.7.3 Gaya-gaya pada balokbersilang

Pada balok bersilang karena bebannya pada arah sumbu z maka gaya-gaya yangterjadi adalah momen akibat lentur murni, gaya geser serta torsi . Untuk momen dan geser sama seperti pada balok bajabiasa

2.8 Dasar-dasar Metode ElemenHingga

Struktur dalam istilah teknik sipil adalah rangkaian elemen-elemen yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Elemen adalah susunan materi yang mempunyai bentuk relatif teratur. Elemen ini akan mempunyai sifat-sifat tertentu yang tergantung kepada bentuk fisik dan materi penyusunnya. Bentuk fisik dan materi penyusun elemen tersebut akan menyebutkan totalitas element tersebut. Totalitas sifat elemen inilah disebut dengan kekakuan elemen. Jika diperinci maka sebuah struktur mempunyai Modulus elastis (E), Modulus geser (G), Luas penampang (A), Panjang (L) dan Inersia (I). Hal inilah yang salah satu yang perlu dipahami didalam pemahaman elemen hingga nantinya, bahwa kekakuan adalah fungsi dari E,G,A,L,I.

Sebagaimana telah didefinisikan para pendahulu-pendahulu, bahwa energi itu adalah kekal dan jika aksi (energi) dilakukan terhadap suatu materi, maka materi akan melakukan suatu reaksi sebesar aksi tersebut. Reaksi dari materi ini akan disebut dengan gaya dalam.”GAYA DALAM“ yang ada dalam struktur didefinisikan yaitu, Gaya Normal, Gaya Lintang, dan Gaya Momen yang akan mempengaruhi bentuk fisik materi tersebut. Perubahan bentuk fisik materi ini disebut dengan peralihan (displacement). Metode elemen hingga adalah suatu metode pemaparan bagaimana perjalanan aksi hingga timbul reaksi dalam materi, atau metode untuk meramal besar reaksi dan reaksi apa yang timbul dari materi tersebut.

2.9 Pengantar Torsi

Torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus apabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu jika seseorang memutar obeng, maka tangannya memberikan torsi ke obeng.

Gambar 2.14. Kondisi struktur balok yang mengalami torsi

Demikian pula halnya dengan komponen struktur suatu bangunan. Jika diperhatikan lebih seksama, sebenarnya balok-balok pada bangunan mengalami torsi akibat beban-beban pada pelat. Demikian pula halnya dengan kolom. Namun torsi pada kolom kebanyakan diakibatkan oleh gaya-gaya yang arahnya horizontal seperti gaya angin atau gempa. Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen puntir atau momen torsi.

Torsi timbul karena adanya gaya-gaya yang membentuk kopel yang cenderung memuntir batang terhadap sumbu longitudinalnya. Seperti diketahui dari statika, momen kopel merupakan hasil kali dari gaya dan jarak tegak lurus antara garis kerja gaya. Satuan untuk momen pada USCS adalah (lb-ft) dan (lb-in), sedangkan untuk satuan SI adalah (N.m).

Untuk mudahnya, momen kopel sering dinyatakan dengan vektor dalam bentuk panah berkepala ganda. Panah ini berarah tegak lurus bidang yang mengandung kopel, sehingga dalam hal ini kedua panah sejajar dengan sumbu batang. Arah momen ditunjukkan dengan kaidah tangan kanan untuk vektor momen yaitu dengan menggunakan tangan kanan, empat jari selain jempol dilipat untuk menunjukkan momen sehingga jempol akan menunjuk arah vektor. Representasi momen yang lain adalah dengan menggunakan panah lengkung yang mempunyai arah torsi.

Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen puntir atau momen torsi. Batang yang menyalurkan daya melalui rotasi disebut poris atau as (shaft). Dalam tugas akhir ini, shaft yang akan dibahas secara khusus adalah shaft yang dalam bidang teknik struktur bangunan banyak dijumpai yaitu pada balok dan kolom struktur beton bertulang. Tampang torsi secara umum dapat dibagi 3 yakni sebagai berikut:

• Tampang tebal, seperti tampang lingkaran, persegi, atau segitiga

• Tampang tipis terbuka, seperti profil IPB, profil WF, kanal, dan lain-lain

• Tampang tipis tertutup, seperti tampang hollow, box, dan lain-lain

Gambar 2.15. Bentuk – bentuk tampang torsi

2.9.1 Perletakan Torsi

Berbagai perletakan torsi • Pada jenis perletakan tanpa torsi dikenal dengan rol ΔY=0 yang berarti pada

perletakan tidak diperbolehkan bergerak kearah sumbu y sedangkan ke sumbu x boleh.

Δy =0

• Perletakan selanjutnya adalahsendi yang berlaku ΔX=0 dan ∆Z =0yang berarti pada perletakan tidak diperbolehkan bergerak ke arah sumbu x dan sumbu y

Δx =0 Δy =0

• Perletakan jepit, berlaku Δ X =0, Δ Z=0 dan ϕ=0 yang berarti pada perletakan tidak diperbolehkan bergerak kearah sumbu x dan sumbu y, demikian

juga perputaran sudut pada perletakan sama dengan nol.

Δx =0

Δy =0 θ =0

• Perletakan jepit pada torsi berlaku sudut puntir( υ)= 0

• Kombinasi perletakan dengan adanya torsi

Gambar 2.16. Berbagai bentuk perletakan torsi

2.9.2. Penggambaran Bidang Torsi

Momen torsi dapat dituliskan dengan simbol seperti yang ada pada gambar

dibawah ini :.

Gambar 2.17 Torsi terbagi rata dan torsi terpusat

Penggambaran bidang torsi dapat dilakukan seperti penggambaran bidang lintang.

Gambar 2.18 Penggambaran bidang torsi

Penggambaran tanda bidang momen sama seperti menutup dan membuka sekrup. Kalau arah momen torsi ke arah menutup maka digambarkan negatif dan kalau ke arah membuka maka digambarkan positif.

2.9.3 Elastisitas

Elastisitas adalah sifat suatu bahan apabila gaya luar mengakibatkan perubahan bentuk (deformation) tidak melebihi batas tertentu, maka perubahan bentuk akan hilang setelah gaya dilepas. Hampir semua bahan teknik memiliki sifat elastisitas ini.

Dalam pembahasan torsi dalam tugas akhir ini, bahan-bahan akan dianggap bersifat elastic sempurna yaitu benda akan kembali seperti semula secara utuh setelah gaya yang bekerja padanya dilepas.

2.9.4 Tegangan

Tegangan diidentifikasikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap satuan luas bahan. Untuk menjelaskan ini, maka akan ditinjau sebuah benda yang dalam keadaan setimbang seperti terlihat pada gambar 2.19. Akibat kerja gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7, maka akan terjadi gaya dalam diantara benda. Untuk mempelajari besar gaya ini pada titik sembarang O, maka benda diandaikan dibagi menjadi dua bagian A dan B oleh penampang mm yang melalui titik O.

Gambar 2.19. Benda tampang sembarang yang dibebani oleh gaya-gaya luar.

Kemudian tinjaulah salah satu bagian ini, misalnya A. Bagian ini dapat dinyatakan dalam keadan setimbang akibat gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7 dan gaya dalam terbagi sepanjang penampang mm yang merupakan kerja bahan. Oleh karena intensitas distribusi ini, tegangan dapat diproleh dengan membagi gaya tarik total P dengan luas potongan A.

Untuk memproleh besar gaya yang bekerja pada luasan kecil δA, miaslnya dari potongan penampang mm pada titik O, dapat diamati bahwa gaya yang bekerja

pada elemen luas ini diakibatkan oleh kerja bahan B terhadap bagian A yang dapat diubah menjadi sebuah resultante δP. Apabila tekanan terus diberikan pada luas elemen δA, harga batas δP /δA akan menghasilkan besar tegangan yang bekerja pada pada potongan mm pada titik O, arah batas resultante δP adalah arah tegangan.

Umumnya arah tegangan ini miring tehadap luas δA tempat gaya bekerja sehingga dapat diuraikan menjadi dua komponen tegangan yaitu teganagn normal yang tegak lurus dan teganga n geser yang bekerja pada bidang luas δA

Tegangan normal dinotasikan dengan huruf σ dan tegangan geser dengan huruf τ. Untuk menunjukkan arah bidang dimana tegangan tersebut bekerja, digunakan subskrip terhadap hutruf-huruf ini. Tegangan normal menggunakan sebuah subskip yang menunjukkan arah tegangan yang sejajar arah sumbu kordinat tersebut, sedangkan tegangan geser menggunakan dua buah subskrip diaman huruf pertama menunjukan arah normal terhadap bidang yang ditinjau dan huruf kedua menunjukkan arah komponen tegangan. Gambar 2.20 menunjukkan arah komponen- komponen tegangan yang bekerja pada suatu elemen kubus kecil pada titik O pada gambar 2.20.

Gambar 2.20. Komponen-komponen tegangan yang bekerja pada potongan kubus kecil.

Untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada keenam sisi elemen ini diperlukan tiga symbol σ x, σ y, σ z untuk tegangan normal dan enam symbol τ xy ,τ yx , τ xz,

τ zx , τ yz , τ zy untuk tegangan geser. Dengan meninjau kesetimbangan elemen sederhana, maka jumlah symbol tegangan geser dapat dikurangi menjadi tiga.

Gambar 2.21 Potongan melintang kubus pada titik P

Apabila momen gaya yang bekerja pada elemen terhadap garis yang melalui titik tengah C dan sejajar sumbu x, maka hanya tegangan permukaan yang diperlihatkan pada gambar 2.21 yang perlu ditinjau. Gaya benda, seperti berat elemen, dapat diabaikan karena semakin kecil ukuran elemen, maka gaya benda yang bekerja padanya berkurang sebesar ukuran linier pangkat tiga. Sedangkan gaya permukaan berkurang sebesar ukuran linier kuadrat. Oleh karena itu, untuk elemen yang sangat kecil, besar gaya benda sangat kecil jika dibandingkan dengan gaya permukaan sehingga dapat dihilangkan ketika menghitung momen.

Dengan cara yang sama, orde momen akibat ketidak-merataan distribusi gaya normal lebih tinggi dibandingkan dengan orde momen akibat gaya geser dan menjadi nol akibat limit. Juga gaya pada masing-masing sisi dapat ditinjau sebagai luas sisi kali tegangan di tengah. Jika ukuran elemen kecil pada gambar 2.21 adalah dx, dy, dz, maka momen gaya terhadap P, maka persamaan kesetimbangan elemen ini adalah :

Dua persamaan lain dapat diproleh dengan cara yang sama sehingga dapat didapatkan :

τ xy =τ yx τ zx =τ xz τ zy =τ yz (2.2) Dengan demikian enam besaran σ x, σ y, σ z, τ xy = τ yx, τ zx =τ xz ,τ zy = τ yz cukup untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat melalui sebuah titik. Besaran-besaran ini disebut komponen tegangan pada suatu titik.

Jika kubus pada gambar 2.21 diberikan komponen gaya persatuan volume sebesar X, Y, Z pada masing-masing sumbu x, y, z maka gambar komponen tegangan dalam gambar 2.21 akan menjadi seperti pada gambar 2.22 di bawah ini dan persamaan kesetimbangan akan dapat diproleh dengan menjumlahkan semua gaya-gaya pada elemen dalam arah x, yaitu : [(σ x + �σ x )– σ x ] � y � z + [( τ yx + � yx )– τ yx ] � x � z + [( τ zx + �τ zx )– τ zx ] � x � y +X � x � y � z =0

[(σ y + �σ y )– σ y ] � x � z + [( τ xy + �τ xy )– τ xy ] � y � z + [( τ zx + �τ zx )– τ zx ] � x � y +Y � x � y � z =0 [(σ z + �σ z )– σ z ] � x � y + [( τ xz + �τ xz )– τ xz ] � y � z + [( τ yz + �τ yz )– τ yz ] � x � z +Z � x � y � z =0

Gambar 2.22. Komponen-komponen Tegangan yang bekerja pada kubus kecil

dimana Gaya Luar per Satuan Volume yang Bekerja

Sesudah dibagi dengan � x, � y, � z dan seterusnya sehingga batas penyusutan elemen hingga titik x, y, z maka akan didapatkan :

�σx �tyx

�σy �txy

�σz �txz

Persamaan diatas harus dipenuhi di semua titik diseluruh volume benda. Tegangan berubah diseluruh volume benda, dan apabila samlai pada permukaan tegangan-tegangan ini harus sedemikian rupa sehingga setimbang dengan gaya luar yang bekerja pada permukaan benda.

2.9.5 Regangan

Regangan didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya. Karena merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan demikian, regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung pada system satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil karena batang yang terbuat dari bahan structural hanya mengalami perubahan panjang yang kecil apabila dibebani.

Dalam membahas perubahan bentuk benda elastic, selalu dianggap bahwa benda terkekang sepenuhnya sehingga tidak bias bergerak sebagai benda kaku sehingga tidak mungkin ada perpindahan paartikel benda tanpa perubahan bentuk benda tersebut.

Pada pembahasan ini yang ditinjau hanya perubahan bentuk yang kecil yang biasa terjadi pada struktur teknik. Perpindahan kecil partikel yang berubah bentuk ini diuraikan kedalam komponen u, v, w berturut-turut sejajar dengan sumbu koordinat. Besar komponen ini dianggap sangat kecil dan bervariasi diseluruh volume benda.

A B Gambar 2.23. Elemen kecil berdimensi dx, dy, dan dz

Tinjau elemen kecil dx, dy, dz dari sebuah benda elastic seperti terlihat pada gambar 2.23.Apabila benda mengalami perubahan bentuk dan u, v, w merupakan komponen perpindahan titik P, perpindahan titik di dekatnya, A, dalam arah x pada sumbu x adalah orde pertama dalam dx, yaitu u + ��/�� dx akibat pertambahan fungsi u sebesar ( ��/��) dx sesuai dengan pertambahan panjang elemen PA akibat perubahan bentuk adalah ( ��/��) dx. Sedangkan satuan perpanjangan (unit elongation) pada titk P dalam arah x adalah ��/��. Dengan cara yang sama, maka diproleh satuan perpanjangan dalam arah y dan z adalah ( ��/��) dan (��/��).

dx

v+ ( ��/��) dx

Gambar 2.24. Perpindahan titik-titik P, A, dan B

Sekarang tinjaulah pelintingan sudut antara elemen PA dan PB dalam gambar

2.24. apabila u dan v adalah perpindahan titik P dalam arah x dan y, perpindahan titk

A dalam arah y dan titik B dalam arah x berturut-turut adalah v + ( ��/��) dx dan u +( ( ��/��) dy. Akibat perpindahan ini maka P’A’ merupakan arah baru elemen PA

yang letaknya miring terhadap arah awal dengan sudut kecil yang ditunjukkan pada gambar, yaitu sama dengan ( ��/��). Dengan cara yang sama arah P’B’ miring terhadap PB dengan sudut kecil ( ��/��). Dari sini dapat dilihat bahwa sudut awal APB yaitu sudut antara kedua elemen PA dan PB berkurang sebesar ( ��/��) + ( ��/��). Sudut ini adalah regangan (shearing strain) antara bidang xz dan yz. Regangan geser antara bidang xz dan xz dan bidang yx dan yz dapat siproleh dengan cara yang sama.

Selanjutnya k ita menggunakan huruf Є untuk satuan perpanjangan dan huruf � untuk regangan geser. Untuk menunjukkan arah regangan digunakan subskrip yang

sama terhadap huruf ini sama seperti untuk komponen tegangan.

Kemudian diproleh dari pembahasan diatas beberapa besaran berikut :

Keenam besaran ini disebut sebagai komponen regangan geser.

2.9.6 Hukum Hooke

Hubungan linier antara komponen tegangan dan reganganumumnya dikenal sebagai hokum hooke. Satuan perpanjangan elemen hingga batas proporsional diberika oleh :

Є σx

Dimana E adalah modulus elastisitas dalam tarik (modulus of elasticity in tension). Bahan yang digunakan dalam struktur biasanya memiliki modulus yang sangat besar dibandingkan dengan tegangan izin, dan besarnya perpanjangan sangat kecil. Perpanjangan elemen dalam arah x ini akan diikutu dengan pengecilan pada komponen melintang yaitu :

Dimana ϑ adalah suatu konstanta yang disebut dengan ratio poisson (Poisson’s Ratio). Untuk sebagian besar bahan, ratio poisson dapat diambil sama dengan 0,25. Untuk baja struktur biasanya diambil 0,3.

Apabila elemen diatas mengalami kerja tegangan normal σ x, σ y, σ z secara serempak, terbagi rata di sepanjang sisinya, komponen resultante regangan dapat diproleh dari persamaan (2.5) dan (2.6).

Pada persamaan (2.7.(a.b.c))hubungan antara perpanjangan dan tegangan sepenuhnya didefeisikan oleh konstanta fisik yaitu E dan ϑ. Konsatanta yang sama dapat juga digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara regangan geser dan tegangan geser.

Gambar 2.25. Perubahan bentuk segi empat Paralellogram

Tinjaulah kasus khusus yaitu perubahan bentuk segi empat parelelogram diaman σ z = σ, σ y =- σ, σ z = 0. Potonglah sebuah elemen abcd dengan bidang yang

sejajar dengan sumbuk x dan terletak 45 derajat terhadap sumbu y dan z (Gambar

2.25). Dengan menjumlah gaya sepanjang dan tegak lurus bc, bahwa tegangan normal pada sisi elemen ini nol dan tegangan geser pada sisi adalah :

� (σ z – σ τ=12 y )=σ (2.8)

Kondisi tegangan seperti itu disebut geser murni (pure shaer). Pertambahan panjang elemen tegak Ob dan Oc, dan dengan mengabaikan besaran kecil dari orde kedua, kita bias menyimpulkan bahwa panjang elemen ab dan bc berubah dan besarregangan geser yang bersangkutan � bisa diproleh dari segi tiga Obc. Sebuah perubahan bentuk akan didapatkan :

Untuk � yang kecil, tan (� 2 � ) ≈ (� 2 � ), maka :

Maka diperoleh : Є y= - � � dan Є 2 z = � � 2 (2.10)

Sedangkan jika nilai-nilai σ z = σ, σ y =- σ, dan σ z = 0 di substitusikan kedalam persamaan (2.7.a), (2.7.b)dan (2.7.c)maka akan diproleh :

Є y = ( - σ - ϑ σ) = - =- 2

Є y = �σ – ϑ(− σ) � = - =

Maka diperoleh hubungan antara regangan dengan regangan geser :

Hubungan antara regangan dan tegangan geser didefinisikan oleh konstanta E dan v yaitu :

Jika digunakan notasi :

G = (2.13)

Maka persamaan 2.12akan menjadi

Dimana konstanta G didefinisikan oleh (2.13) dan disebut modulus elastisitas dalam geser atau modulus kekakuan. Apabila tegangan geser bekerja ke semua sisi elemen, seperti terlihat pada gambar 2.25 pelintingan sudut antara dua sisi yang berpotongan hanya bergantung kepada komponen tegangan geser yang bersangkutan dan diproleh :

� xy =

� yz =

� xz = (2.15)

2.9.7 Teori Analogi Membrane Elastic oleh Prandtl (Soap Film Analogy)

Dalam pembahasan analogi membrane ini, dilakukan suatu percobaan denagn cara mengambil suatu potongan melintang dari elemen yang mengalami torsi untuk diteliti. Bukaan ini dianggap ditutupi oleh membran elastis yang homogen seperti selaput sabun, dan kerjakan suatu tekanan pada salah satu sisi membran.

Gambar 2.26. Analogi selaput sabun ( Soap Film Analogy)

Kemudian ditinjau suatu elemen membrane elastis ABCD dengan dimensi dx, dy seperti ditunjuk pada gambar 2.26. dengan menggunakan z sebagai besaran perpindahan lateral dari membran elastis, p adalah tekanan lateral dalam gaya persatuan luas, dan S sebagai tegangan inisial dalam gaya per satuan panjang, maka gaya vertikal murni yang diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi

AD dan BC dari membran (dengan mengasumsikan perpindahan yang terjadi adalah sangat kecil sehingga nilai sin ≈ tan α) berturut-turut adalah :

Dengan cara yang sama akan diperoleh gaya vertikal murni yang diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi AB dan DC berturut-turut adalah

Jika keempat gaya vertikal diatas dijumlahkan maka akan diperoleh persamaan membrane untuk elemen dx, dy adalah sebagai berikut :

Persamaan (2.16) ini dikenal sebagai persamaan Analogi Membran Prandtl.

2.10. Analisa Torsi pada Tampang Sembarang

2.10.1 Metode Semi-Invers Saint-Venant

Anggap suatu batang atau bahan mengalami torsi dengan suatu potongan melintang seragam dari tampang sembarang seperti terlihat pada gambar 2.26. tegangan yang didistribusukan pada ujung- ujung yaitu τ zx dan τ zy akan menghasilkan torsi sebesar T.

Gambar 2.27. Elemen torsi dengan tampang sebarang

Metode Saint-Venant dimulai dengan suatu perkiraan komponen perpindahan akibat torsi. Perkiraan ini didasarkan kepada perubahan gometri yang terjadi pada elemen torsi yang terdeformasi. Saint-Venant mengasumsikan tiap elemen torsi lurus dengan tampang tetap selalu memiliki suatu sumbu putar yang tegak lurus terhadap potongan melintangnya yang bertindak sebagai poros kaku pada pusatnya. Dalam hal ini, poros diambil sejajar sumbu z.

Tinjau suatu titik P dengan koordinat (x,y,x) dari pusat O sebelum mengalami deformasi. Setelah mengalami deformasi akibat torsi, P bergerak ke P’. P akan Tinjau suatu titik P dengan koordinat (x,y,x) dari pusat O sebelum mengalami deformasi. Setelah mengalami deformasi akibat torsi, P bergerak ke P’. P akan

� ini bervariasi menurut jarak z dari poros. Dapat dituliskan bahwa d�/dz sebagai suatu laju puntiran �. Maka pada jarak z dari pusat O, sudut puntir adalah sebesar �

Gambar 2.28. Potongan melintang suatu elemen torsi

Dengan mengacu pada gambar 2.28, diperoleh : u = x’ – x = OP [ ( � + �) − ����] u = OP[ cos � cos � − sin � sin � − cos �] u = OP ���� (cos � − 1) – OP sin � sin � u=x( cos � − 1) – y sin �

(2.17.a) dan v = y’- y = OP [ ���(� + �) − ����] v = OP [ sin � cos � + cos � sin � − sin �] (2.17.a) dan v = y’- y = OP [ ���(� + �) − ����] v = OP [ sin � cos � + cos � sin � − sin �]

(2.17.b) untuk perpindahan yang sangat kecil, maka nilai sin � = � dan cos � = 1, maka : u= −�� = −��� v = �� = ��� sedangkan untuk komponen w diambil :

dimana �(�, �) adalah fungsi warping. Setelah komponen perpindahan ini diperoleh, maka kita akan mensubsitusikan nilai-nilai u, v, dan w ke dalam persamaan (2.4) dan diproleh :

� ��(�,�) xz = � zx =

yz = � zy = + =

Tinjau kembali persamaan kesetimbangan. Untuk komponen yang mengalami torsi murni σ z = 0, σ y = 0, σ z = 0, � �� = 0, X = 0, Y = 0, Z = 0 sehingga dari persamaan kesetimbangan didapatkan :

�τ zx

=0 (2.19.a)

�τ zy

=0 (2.19.b)

=0 (2.19.c)

Persamaan (2.19.a) dan (2.19.b) menunjukkan bahwa τ zx dan τ zy tidak tergantung pada z. dan komponen tegangan harus memenuhi persamaan (2.19.c) oleh karena itu diambil persamaan tegangan geser ini menjadi :

�� (2.20) Kemudian kedua persamaan diatas disubsitusikan ke persamaan (2.19.c)

τ zx =

�� τ zy = −

Hasil dari ruas kiri dari persamaan ini juga memberikan nilai 0, hal ini menunjukkan bahwa persamaan (2.20) yang diambil memenuhi persamaan (2.19.c) Tinjaulah kembali persamaan (2.18). Jika masing-masing � zx dan � zy

dideferensi parsialkan terhadap y dan x, maka akan diproleh : ��zx

�� � �� − y�

��zy

2 ��zx 2 � �(�,�) ��zy � �(�,�)

(2.21.a)

Jika persamaan (2.26.a) dikurangakan dengan persamaan (2.26.b), maka akan diproleh :

Subsitusikan hubungan antara regangan geser dengan tegangan geser pada persamaan (2.4) kedalam persamaan (2.22) maka akan diperoleh :

Subsitusikan persamaan (2.20) ke dalam persamaan (2.23) untuk mendapatkan suatu persamaan yang kemudian akan kita kenal sebagai persamaan torsi :

�� (2.24) �� Karena permukaan elemen torsi ini bebas dari gaya lateral, maka resultan dari

2 - 2 = − 2��

gaya geser r pada potongan melintang daeri elemen torsi pada keliling dari elemen torsi pada keliling potongan ini harus berarah tegak lurus terhadap garis normalnya. Kedua komponen tegangan geser τ zx dan τ zy yang bekerja pada potongan melintang dengan sisi-sisi dx, dy dan ds dapat dinyatakan dengan:

Τ zx = τ sin � τ zy = τ cos �

Dengan mengacu pada gambar 2.25 maka :

Karena komponen tegangan geser pada arah n pada gambar pada keliling elemen harus bernilai nol, maka proyeksi τ zx dan τ zy dalam arah normal adalah :

τ zx cos �-τ zy sin �=0

(2.26)

Gambar 2.29. Potongan melintang elemen torsi

Subsitusikan persamaan (2.20) dan(2.25) kedalam persamaan (2.26) :

Dari penyelesaian ini menunjukkan bahwa nilai � konstandi sepanjang keliling S. karena tegangan merupakan turunan parsial dari �, maka nilai konstan � ini dianggap nol.

Distribusi τ zx dan τ zy pada potongan melintang yang dibahas harus memenuhi ketiga persamaan berikut :

∑� � = ∫τ zx dx dy = ∫ dx dy = 0 (2.27.a)

∑� � = ∫τ zy dx dy = ∫ � dx dy = 0 (2.27.b)

2.10.2 Hubungan Antara Momen Torsi dan Fungsi Torsi

Dengan menyelesaikan persamaan (2.27) maka akan diproleh hubungan antara momen torsi dan fungsi torsi dengan fungsi torsi. Ambillah suatu komponen integral dari persamaan (2.27). Karena fungsi tegangan tidak bervariasi dalam arah y untuk sebuah garis setebal dy seperti tampak pada gambar 2.24, tutunan parsial dapat digantikan dengan suatu turunan total sehingga diproleh :

∬x B dx dy = �(�) x B

−dy ∫ �(�) ��� = −dy �x � � − ∫ ��� A x A � Mengingat nilai � pada tepi-tepi elemen � ( �) = ϕ (B) = 0, maka diproleh :

Langkah yang sama dilakukan untuk komponen lain dari integral pada persamaan 2.19 sehingga diperoleh :

Dengan menjumlahkan kedua komponen ini, maka diproleh hubungan antara torsi dengan fungsi torsi yaitu :

T= − �∬ x ∂ϕ dx dy +

∬y ∂ϕ dx dy

� = 2 ∬ ϕ dx dy

∂y

∂y

2.10.3 Puntir Murni Pada Penampang Homogen

Sebelum meninjau profil struktural pada lokasi yang dikekang ( restrained ) terhadap pemilinan ( warping ) penampang lintang, kita perlu memahami tegangan geser akibat puntir murni dan kelakuan puntir.

Gambar 2.30. Torsi pada batang prismatis

Tinjaulah momen torsi T yang bekerja pada batang pejal ( solid ) prismatis dengan bahan homogen dalam Gambar 2.30. Anggaplah pemilinan keluar bidang tidak terjadi atau dapat diabaikan pengaruhnya pada sudut puntir �. Anggapan ini mendekati kenyataan bila ukuran penampang lintang sangat kecil dibanding panjang batang dan sudut lekukan penampang tidak besar. Juga, pada saat terpuntir penampang lintang dianggap tidak mengalami distorsi. Jadi, laju puntir (puntir per satuan panjang ) dapat dinyatakan sebagai :

�� �. = r�

Bila G adalah modulus geser, maka berdasarkan hukum Hooke tegangan geser � menjadi :

� = �� Jadi seperti yang ditunjukkan pada gambar , torsi elementer adalah :

Momen penahan keseimbangan total adalah :

Serta karena ��/�� dan G konstan di sembarang penampang : ��

dengan : J = = 2 ∫�

�� = konstanta torsi, atau momen inersia polar (untuk penampang lingkaran).

G = Modulus Geser =

Persamaan 2.34 analog dengan persamaan untuk lentur, yakni momen lentur M sama

2 dengan kekakuan EI kali lengkungan, 2 � �/�� . Disini momen torsi (T) sama dengan kekakuan puntir GJ kali kelengkungan puntir ( laju perubahan sudut puntir ).

Tegangan geser kemudian dapat dihitung dengan persamaan 2.30 dan 2.31,

�= � Dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa tegangan geser akibat torsi

sebanding dengan jarak radial dari titik pusat torsi.

2.10.4 Puntir Murni Pada Penampang Segi Empat

Tampang I terdiri dari beberapa elemen segi empat, untuk itu akan dibahas juga puntir murni pada penampang segi empat, karena tegangan torsi pada penampang I ada berhubungan dengan tegangan torsi pada penampang segi empat. Analisa untuk penampang segi empat lebih kompleks karena tegangan geser dipengaruhi oleh pemilinan keluar bidang, walauun sesungguhnya sudut puntir tidak dipengaruhi .

Sebagai pendekatan tinjaulah elemen ada gambar 2.31 yang mengalami tegangan geser. Untuk elemen ini :

Gambar 2.31. Torsi pada penampang segi empat

Dengan mengabaikan pengaruh ujung, tegangan geser pada segi empat yang tipis dapat dinyatakan sebagai :

Atau dengan menggunakan persamaan 2.34 ��

Dari teori elastisitas, tegangan geser maksimum � ���� , terjadi di tengah sisi panjang segi empat dan bekerja sejajar sisi tersebut. Besarnya merupakan fungsi dari rasio b/t ( panjang /lebar) dan dapat dihitung sebagai :

Sedang konstanta puntir J dapat dituliskan sebagai

Harga � 1 dan � 2 untuk kedua persamaan ini ditunjukkan dalam Tabel 2.1

Tabel 2.1 Harga � 1 dan � 2 untuk persamaan 2.40 dan 2.41

2.10.5 Tegangan Geser Akibat Lentur pada Penampang Terbuka Berdinding Tipis

Sebelum membahas perhitungan tegangan akibat puntir pada penampang terbuka berdinding tipis yang dikekang terhadap pemilinan, tegangan geser akibat lentur umum akan dijabarkan secara ringkas. Pengertian tentang keadaan terpuntir lebih penting daripada perhitungan tegangan yang timbul. Pembahasan yang lengkap tentang batang berdinding tipis dengan penampang lintang terbuka diberikan oleh Thimoshenko.

Gambar 2.32 memperlihatkan penampang berdinding tipis sembarang dengan sumbu pusat x dan y. Tinjaulah keseimbangan elemen � �� �� yang mengalami tegangan lentur � � dan tegangan geser �, yang keduanya diakibatkan oleh momen lentur. Perkalian tegangan geser � dan tebal � didefenisikan sebagai aliran geser ��. Syarat keseimbangan gaya dalam arah z ialah :

atau

Gambar 2.32 Tegangan pada penampang terbuka berdinding tipis akibat lentur

1. Anggaplah momen hanya bekerja pada bidang yz atau My = 0. Menurut persamaan lentur umum ( diambil dari persamaan lentur umum, Struktur Baja Halaman 374 ) :

Maka tegangan lentur akibat momen ini ( My = 0 ) adalah :

Dengan menyadari bahwa � � = �� � ⁄ dan memasukkan Persamaan 2.46 �� ke persamaan 2.43 kita peroleh :

Aliran geser �� pada jarak s dari tepi bebas diperoleh dengan integrasi sebagai berikut :

2. Anggaplah momen hanya bekerja pada bidang xz atau Mx = 0. Menurut persamaan lentur umum pada persamaan 2.44, tegangan lentur akibat momen adalah :

Dengan menghitung ���/�� dan menyadari � � = �� � ⁄ serta �� mengintegrasi untuk memperoleh aliran geser ��, kita mendapatkan persamaan yang serupa dengan persamaan 2.48 :

3. Momen yang bekerja pada bidang yz dan xz. Tegangan geser dapat dihitung dengan menjumlahkan hasil dari Persamaan 2.48 dan 2.50 Dari gambar 2.32.b terlihat bahwa keseimbangan mengharuskan gaya geser

dalam arah � ( �� ) sama dengan jumlah komponen – komponen �� dalam arah y di seluruh penampang. Demikian pula, �� sama dengan jumlah komponen – komponen dalam arah �. Juga, keseimbangan rotasi harus dipenuhi; momen terhadap titik berat penampang adalah ( lihat Gambar 2.32.b)

yang pada kasus tertentu akan sama dengan nol ( seperti pada penampang profil I dan Z ). Jika keseimbangan rotasi dipenuhi secara otomatis ( yakni bila geser akibat lentur bekerja melalui titik berat ) , maka torsi tidak akan terjadi bersamaan dengan lentur.

2.10.6 Pusat Geser

Pusat geser adalah titik di penampang lintang yang tidak terpuntir bila geser lentur bekerja pada bidang yang melalui titik ini. Dengan kata lain, beban yang diberikan melalui pusat geser tidak akan menimbulkan tegangan puntir atau :

Karena pusat geser tidak selalu berimpit dengan titik berat penampang, letak pusat geser harus ditentukan agar te gangan puntir dapat dihitung. Pada penampang profil

I dan Z pusat geser berhimpit dengan titik berat, sedang pusat geser siku dan kanal tidak berimpit dengan titik berat. Tinjaulah gaya geser Vx dan Vy yang masing – masing bekerja di sejarak yo dan xo dari titik berat ( lihat Gambar 2.31.b ) sedemikian rupa, hingga momen torsi terhadap

titik berat sama dengan ∫ (��)��� 0 ; jadi

Dengan kata lain, Momen puntir sama dengan ( � � � � −� � � � ) bila beban bekerja pada bidang – bidang yang melalui titik berat dan sama dengan 0 jika beban berada pada bidang yang melalui pusat geser, yaitu titik yang koordinatnya � � , � �. Terlihat bahwa letak pusat geser tidak bergantung pada besar atau jenis pembebanan, tetapi hanya tergantung pada konfigurasi penampang lintang.

Untuk menentukan letak pusat geser, dengan menyelesaikan Persamaan 2.51 dan 2.52 :

Karena : �̅ = �� + �� maka ��̅ = ��� + ���

pertama misalkan salah satu gaya geser nol, katakan � � = 0, maka persamaan 2.54 menjadi :

dengan ( menurut Persamaan 2.50 )

Maka dengan mensubtitusikan nilai Vx ke persamaan 2.50 diperoleh :

dan juga, dengan memasukkan � � = 0 pada persamaan 2.54 diperoleh :

dimana ( menurut Persamaan 2.49)

Dengan mensubtitusikan nilai Vy pada persamaan 2.49 diperoleh :

2.11 Torsi Pada Tampang I

2.11.1 Inertia Torsi pada Tampang Tipis Terbukadengan Berbagai Macam

Bentuk

Suatu tampang tipis terbuka jika mengalami torsi, fungsi torsi seperti sebuah setengah silinder . Untuk menghitung inersia torsi ( J ) pada tampang tipis terbuka pada Gambar 2.33 :

Gambar 2.33 Pembagian dimensi Inersia Torsi pada tampang tipis terbuka

Dengan tampang tipis terbuka dengan berbagai macam bentuk seperti Gambar 2.33dapat digunakan persamaan :

dengan s dan t adalah dimensi terpanjang dan terpendek pada elemen segi empat.

2.11.2 Inertia Torsi pada TampangI

Untuk penampang berbentuk I maka perhitungan konstanta torsinya ( Inertia Torsi, J ) diambil dari penjumlahan konstanta torsi masing – masing komponennya yang berbentuk persegi, yaitu dengan menganggap flens dan web terpisah seperti Gambar 2.34 :

Gambar 2.34 Pembagian dimensi Inersia Torsi pada tampang I

Inersia torsi pada tampang I adalah :

Dengan a dan b adalah dimensi terpanjang dan terpendek dari masing – masing elemen segi empatnya ( lihat Gambar 2.34 ).

2.12 Torsi pada penampang I

Torsi pada penampang I terdiri dari dua jenis:

a. Torsi Murni ( Pure Torsion ) b. Torsi Terpilin ( Warping Torsion )

Gambar 2.35 Struktur yang mengalami torsi

2.12.1 Torsi Murni ( Saint – Venant’s Torsion )

Terjadi jika penampang melintang yang rata tetap menjadi rata setelah torsi bekerja dan penampang hanya mengalami rotasi selama torsi bekerja.dengan kata laintorsi murni hanya mengakibatkan perputaran profil karena tidak adanya penahanprofil. Penampang bulat adalah satu – satunya keadaan torsi murni. Seperti lengkungan lentur ( perubahan kemiringan persatuan panjang ) yang dapat dinyatakan sebagai

�/�� = � 2 �/�� 2 (yakni momen dibagi kekakuan lentur sama dengan lengkungan lentur ).

Pada torsi murni, momen torsi dibagi kekakuan puntir GJ sama dengan lengkungan puntir ( perubahan sudut puntir per satuan panjang ).

Gambar 2.36 Penampang yang mengalami torsimurni

Bila persamaan 2.34 yang diturunkan untuk T ( momen torsi yang bekerja ) sekarang diganti untuk komponen Ms ( Momen Saint ) akibat puntir murni maka :

Dengan : Ms = momen torsi murni / momen primer