I. IDENTITAS Mata kuliah : Fisika Umum Program Studi : FisikaPendidikan Fisika Jurusan : Fisika Fakultas : MIPA Dosen : Tim Fisika Umum SKS : 4 sks Kode : FMA 019 Minggu ke : 9 dan 10 II. CAPAIAN PEMBELAJARAN - 9 10. FLUIDA
FLUIDA
I.
IDENTITAS
Mata kuliah
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen
SKS
Kode
Minggu ke
II.
: Fisika Umum
: Fisika/Pendidikan Fisika
: Fisika
: MIPA
: Tim Fisika Umum
: 4 sks
: FMA 019
: 9 dan 10
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mengaplikasikan konsep dasar tentang fluida pada persoalan fisika sederhana
III.
MATERI
A. Pendahuluan
Fluida atau biasa juga disebut zat alir adalah bahan yang dapat mengalir, yaitu zat
cair dan gas. Meskipun sama-sama zat alir, zat cair dan gas mempunyai sifat yang berbeda,
misalnya gas mudah dimampatkan, sedangkan zat cair sulit sekali untuk dimampatkan.
Selain itu zat cair mempunyai volume tertentu dan bentuknya ditentukan oleh bejana di
mana ia ditempatkan, sedangkan gas akan mengisi seluruh ruangan tempatnya,
bagaimanapun besarnya bejana itu. Perbedaan sifat gas dan zat cair ini, terutama
disebabkan oleh gaya kohesi antar molekul-molekul gas jauh lebih kecil daripada gaya
kohesi pada zat cair, yang memungkinkan gas punya kecendrungan lebih bebas bila
dibandingkan dengan zat cair. Zat alir juga mempunyai kekentalan (viskositas) yang
berbeda-beda, yang dapat diartikan secara kualitatif mempunyai kesanggupan untuk
mengalir yang berbeda-beda. Gas mempunyai kekentalan yang sangat kecil sekali,
sedangkan zat cair seperti air, alkohol dan minyak tanah mempunyai kekentalan lebih kecil
dari gliserin atau minyak solar.
Dalam pembahasan ini, fluida dibagi menjadi tiga bagian, yakni fluida dalam
keadaan diam atau Statika Fluida, yang membahas tentang hidrostatika, hukum
Archimedes, hukum Pascal dan tegangan permukaan. Fluida yang bergerak atau
Dinamika Fluida, membahas tentang hidrodinamika, aliran fluida, persamaan kontinuitas
dan persamaan Bernoulli. Selanjutnya untuk fluida yang kekentalannya diperhitungkan
akan dibahas dalam Viskositas, yang mencakup Viskosimeter, hukum Stokes, dan hukum
Poiseuille.
107
B. Hidrostatika
Jika dalam dinamika partikel, gaya adalah merupakan unsur utama, maka di dalam
fluida, tekanan mempunyai peranan yang sangat penting. Untuk selanjutnya akan dibahas
bagaimana peranan tekanan jika dihubungkan dengan sifat-sifat fluida yang berada dalam
keadaan diam.
1. Tekanan di dalam fluida
Tekanan p di suatu titik pada fluida didefenisikan sebagai perbandingan dari gaya
normal dF pada sebuah elemen permukaan dA yang mengandung titik tersebut, jadi :
p =
dF
dA
atau dF = p dA……………………
(7-1)
Dalam bentuk lain, persamaan di atas dapat ditulis :
p =
F
A
atau
F=pA
Ini berarti, bahwa tekanan di semua titik pada bidang seluas A adalah sama besar.
Berikut ini akan kita lihat hubungan antara tekanan p di suatu titik dalam suatu fluida
dalam medan gravitasi. Jika suatu fluida berada dalam keadaan setimbang, maka setiap
bagian dari fluida berada dalam keadaan setimbang, sebagai contoh marilah kita amati
suatu elemen volume di dalam suatu fluida yang berbentuk piringan setebal dy, seperti
terlihat di dalam gambar 1.
p + dp
(p +dp ) A
dy
y
tebal = dy
pA
dw
x
(a)
(b)
Gambar (7-1). Gaya-gaya terhadap elemen fluida
Elemen fluida ini terletak pada jarak y di atas suatu permukaan acuan, sedangkan
permukaannya mempunyai luas A. Jika rapat massa fluida adalah ρ, maka massa elemen
volume ini adalah :
m = ρ dV = ρA dy …………………………………….….(7-2)
Gaya-gaya yang bekerja pada elemen ini ditunjukkan pada gambar 1.(a) yang
digambarkan tegak lurus permukaan elemen, baik dari atas, dari bawah, maupun dari
samping. Karena elemen volume ini dalam keadaan setimbang, maka berlaku;
108
Σ F horizontal = 0 , dan
Σ Fvertikal
=0
Gaya ke atas yang bekerja pada permukaan bawah elemen volume ini adalah pA,
yang diberikan oleh fluida bagian bawah, sedangkan permukaan atasnya memperoleh
gaya sebesar ( p +dp )A. Gaya gravitasi atau berat elemen volume itu adalah dw = g A dy,
yang arahnya ke bawah. Karena Σ Fvertikal = 0, maka:
pA – ( p + dp ) A - ρg A dy = 0
= - ρ g dy
dp
dp
dy
atau
= - ρ g ………………..………….. (7-3)
Karena ρ dan g kedua-duanya selalu berharga positif, maka untuk dy yang positif
(kenaikan ketinggian) terdapat dp yang negatif ( penurunan tekanan). Ini berarti bahwa
makin tinggi letak suatu titik dari suatu permukaan yang dijadikan acuan, maka tekanan di
titik itu makin kecil atau makin rendah. Jika y = y1, tekanan p = p1, dan pada y = y2,
tekanannya p = p2 , maka :
y2
p2
p1
dp
=
g dy
y1
p2 –p1 = - ρ g (y2 - y1 ) ………..…. ……...(7-4)
atau
Selanjutnya persamaan di atas diterapkan pada sebuah bejana terbuka, seperti
diperlihatkan pada gambar 2.
p2 = pa
h = y2 –y1
y2
y1
Gambar (7- 2). Zat cair dalam bejana terbuka.
Titik 1 adalah suatu titik dalam fluida yang tingginya y1 dari dasar bejana. Titik 2 berada
pada permukaan fluida yang berbatasan dengan udara, sehingga :
p2 = pa = p = tekanan atmosfir.
Menurut persamaan (7-4) diperoleh;
p2 - p1 = - ρ g (y2 – y1 )
109
pa – p1 = - ρ g (y2 – y1 )
atau
p1 = pa + ρ g (y2 – y1 )
karena h = y2 – y1 , maka :
p1 = pa + ρ g h…………
………………..(7-5)
Dari persamaan di atas terlihat bahwa tekanan p tidaklah tergantung pada bentuk bejana,
hanya tergantung pada kedalaman h saja. Tekanan ρ g h ini disebut tekanan hidrostatik.
Untuk gas, massa jenis ρ mempunyai harga yang relatif kecil, sehingga beda
tekanan pada beda ketinggian yang tidak terlalu besar, sangat kecil. Ini berarti, dalam suatu
ruangan berisi gas, tekanan dapat dianggap sama di mana-mana, sedangkan untuk y2 – y1
atau h cukup besar, hal ini tidak berlaku lagi, karena perubahan tekanan cukup besar,
sehingga tidak bisa diabaikan. Kenyataan ini bisa dicontohkan dengan tekanan udara pada
ketinggian tertentu di atas permukaan laut. Telah kita ketahui bahwa rapat massa udara
berubah menurut ketinggian, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
=
0
p
p0
……………………………
….(7-6)
(ρo dan po adalah rapat massa dan tekanan udara di permukaan laut). Selanjutnya menurut
persamaan (3) diperoleh:
dp
dy
= -ρ g
dari kedua persamaan tersebut, maka;
dp g 0
dy
p
p0
Jika persamaan ini di integrasikan untuk p0 = p pada y =0, maka diperoleh;
p
p0
dp - o g
p
po
ln
y
dy
0
- 0 g
p
y
p0
p0
p p0 e
-g(
)y
0
……….…..………………..(7-7)
Jika diketahui harga g = 9,8 ms-2, ρo = 1,2 kgm-3, dan po = 1,01. 10-5 Nm-2, maka :
g 0
0,116 km -1
p0
jadi persamaan (7-7) dapat dituliskan;
110
p p0 e - 0,116 y
( y dinyatakan dalam kilometer).
Jika diketahui tekanan di permukaan laut adalah 76 cmHg atau 1 atmosfir (1 atm),
maka tekanan di suatu tempat dengan ketinggian 5 km di atas permukaan laut adalah;
p = 76 e - 0,116.x 5
p = 42,55 atm
Pada zat cair persamaan (5) memperlihatkan hubungan antara tekanan pada dua titik
sembarang di dalam zat cair, tidak peduli bentuk wadah dimana zat cair itu ditempatkan.
A
A
y2
ρ,
y2
B
y2
y1B
ρ
y1
(a)
(b)
Gambar (7-3). Zat cair dalam pipa U
Gambar (7-3)a memperlihatkan zat cair homogen dengan rapat massa ρ berada dalam pipa
U. Beda tekanan antara titik A dan titik B ditentukan oleh perbedaan tinggi kedua titik
tersebut, sesuai dengan persamaan :
pB = pA + ρg (y2 – y1 )
Gambar (7-3) b menunjukkan bahwa pipa U berisi dua jenis zat cair yaitu pada kaki
sebelah kiri dengan rapat massa ρ dan ρ’ , sedangkan kaki kanan hanya diisi zat cair
homogen dengan rapat massa ρ. Hubungan antara tekanan di titik A dan B dapat
ditunjukkan oleh persamaan :
pB = pA + ρg y1 + ρ’ g (y2 – y1 )
Persamaan ini dapat dikembangkan sedemikian rupa, tergantung jenis zat cair yang
mengisi bejana, dengan catatan, bahwa titik yang berada pada ketinggian yang sama akan
mempunyai tekanan yang sama.
Alat yang menggunakan prinsip tekanan hidrostatik antara lain adalah alat
pengukur tekanan yang disebut manometer, ada yang terbuka dan ada yang tertutup.
111
a. Manometer terbuka
po
h
p
x
Gambar (7-4). Manometer Terbuka
Alat ini berupa tabung U yang berisi zat cair, dengan salah satu ujungnya terbuka,
sedangkan ujung yang lainnya dihubungkan dengan ruang atau bejana yang lain yang akan
diukur tekanannya. Titik terendah tabung U dianggap sebagai dasar kedua kaki tabung U.
Tekanan di kaki kiri, sama degan di kaki kanan, maka :
p + ρg x = p0 + ρ g (x + h)
p = p0 + ρg h
atau
dimana p adalah tekanan dalam ruang yang dihubungkan dengan kaki kiri manometer.
b. Manometer tertutup
Berbeda halnya dengan manometer terbuka, maka kaki kanan pipa U pada
manometer ini tertutup dan hampa udara, sehingga tekanan di bagian atas kaki ini sama
dengan nol. Alat ini lebih sering digunakan untuk mengukur tekanan udara dengan
menggunakan air raksa sebagai zat cairnya, seperti digambarkan pada gambar 5. Alat ini
sering juga disebut barometer air raksa.
ruang hampa
p
h
Gambar(7- 5). Manometer Tertutup
112
Menurut persamaan hidrostatika, dapat dituliskan bahwa:
p0 = ρ g h
di sini p0 adalah tekanan udara, sedangkan h adalah beda tinggi permukaan pada kedua
kaki barometer. Karena tekanan berbanding langsung dengan h, sudah lazim untuk
menyatakan tekanan udara dengan satuan cmHg (sentimeter air raksa), meskipun
sebenarnya cmHg bukanlah satuan tekanan, karena tekanan ialah perbandingan antara gaya
dengan luas bidang.
Jika tinggi kolom air raksa pada suatu saat 76 cm, maka dikatakan tekanan udara
76 cmHg atau disebut satu atmosfir. Ini berarti bahwa tekanan udara saat itu :
p0 = ρ g h
p0 = 13,6 g cm-3 .( 980 cm s-2 ).( 76 cm)
atau,
p0 = 1.013.000 dyne/cm2
dalam sistem SI dapat ditulis;
p0 = 1,013 . 105 Nm-2
Tekanan yang besarnya tepat sejuta dyne per sentimeter persegi disebut satu bar,
sedangkan tekanan seperseribu bar disebut satu milibar.
2. Hukum Pascal dan Hukum Archimedes
Telah diketahui jika suatu zat cair berada dalam keadaan diam, beda tekanan antara
dua titik hanya tergantung pada beda ketinggian kedua titik tersebut dan rapat massa. Jadi
bila tekanan di suatu titik ditambah, maka tekanan pada semua titik, akan mendapat
tambahan yang sama asalkan rapat massa tidak berubah. Di samping tekanan yang
disebabkan oleh beratnya sendiri, maka pada zat cair dapat dilakukan tekanan oleh gaya
luar, misalnya dengan cara menutup permukaannya dengan torak dan didorong ke bawah.
Hal ini dapat mengakibatkan tambahan tekanan yang sama untuk setiap titik yang
mempunyai ketinggian yang sama.
Gejala ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan Blaise Pascal (16231662), dan dikenal dengan hukum Pascal, yang dinyatakan sebagai berikut:
“Tekanan yang dilakukan terhadap zat cair yang tertutup diteruskan ke setiap
bagian dari zat cair dan dinding tempat zat cair itu tanpa mengalami perubahan
nilai”.
Perlu diingat bahwa hukum ini bukanlah berdiri sendiri, tetapi tidak lain dari akibat
hukum-hukum dasar mekanika, yakni hukum Newton.
113
Jika suatu fluida bersifat tidak dapat dimampatkan, maka suatu perubahan tekanan
pada suatu bagian akan diteruskan pada saat itu juga ke bagian-bagian yang lainnya,
sedangkan dalam fluida yang dapat dimampatkan, perubahan tekanan dari suatu bagian ke
bagian lain dari fluida diteruskan dalam bentuk gelombang dengan cepat rambat yang
sama dengan cepat rambat bunyi.
Jika gangguan perubahan tekanan ini berakhir, dan keseimbangan tercapai lagi,
ternyata hukum Pascal akan tetap berlaku. Khusus untuk fluida kompresibel
(termampatkan), perubahan tekanan ini juga menyebabkan perubahan temperatur.
Akibat lain dari hukum-hukum statika fluida adalah suatu gejala yang diamati pada
fluida yang dikenal dengan hukum Archimedes. Gejala ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Fy
w
Gambar (7-6). Azas Archimedes. Gaya ke atas Fy sama besar dengan berat
fluida yang dipindahkan
Jika kita amati bagian fluida pada Gambar (7-6) di atas, bagian ini akan
memperoleh gaya dari fluida di sekitarnya baik dari samping kiri dan kanan maupun dari
atas dan bawah. Di samping gaya-gaya tersebut, bagian ini juga mengalami gaya akibat
gaya beratnya sendiri yaitu w. Agar bagian ini berada dalam keadaan seimbang (diam) ,
maka resultan gaya-gaya yang diberikan fluida sekitarnya, haruslah mempunyai arah ke
atas, yang besarnya sama dengan w. Gaya ini disebut gaya ke atas atau gaya apung.
Andaikan bagian fluida tersebut dipindahkan dan diganti dengan benda lain, maka gaya
apung ini tetap bekerja, yang besarnya tetap sama dengan berat zat cair yang dipindahkan.
Hukum ini disebut hukum Archimedes yang dinyatakan sebagai berikut;
“Setiap benda yang direndam seluruhnya atau sebagian di dalam fluida
mendapat gaya apung berarah ke atas, yang besarnya sama dengan berat fluida yang
dipindahkan oleh benda ini”.
Seperti juga halnya dengan hukum Pascal, hukum Archimedes bukanlah
disebabkan oleh hal-hal istimewa yang berlaku khusus untuk zat cair, tetapi dapat
114
dijelaskan dengan hukum-hukum dasar mekanika. Dari hukum tersebut dikenal istilahistilah mengapung, melayang dan tenggelam.
Contoh soal
1). Berapa bagian dari volume seluruhnya dari sebuah gunung es yang terbuka ke udara,
jika diketahui massa jenis es = 0,98 g cm-3 dan massa jenis air laut = 1,03 g cm-3 .
Penyelesaian;
Keadaan ini dapat digambarkan sebagai berikut;
B
w
Gambar (7-7). Es mengapung di permukaan laut
Gaya berat seluruh gunung es adalah;
w = ρes Ves g
Gaya ke atas yang diberikan oleh bagian yang terbenam (V’es) adalah ;
B = ρair laut V’es g
Dalam keadaan setimbang diperoleh;
B=w
ρair laut V’es g = ρes Ves g
Selanjutnya diperoleh;
es
V ' es
Ves
air laut
0,89
Ini berarti bagian yang terbenam dari gunung es adalah 0,89 bagian, atau 89 % dari
volume seluruhnya, sehingga bagian yang menonjol dari permukaan air laut hanya
sekitar 0,11 bagian atau 11 %.
C. Tegangan Permukaan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu pernah mengamati seekor serangga
mengapung di atas air, pada hal kita tahu serangga itu mempunyai massa jenis yang lebih
besar dari massa jenis air. Hal ini dapat dibuktikan kalau serangga itu ditekan ia akan
tenggelam. Kenyataan ini sepintas lalu seakan-akan bertentangan dengan hukum
115
archimedes. Namun bila ditinjau lebih lanjut, gaya apung yang diramalkan Archimedes
tetap ada, tetapi ada gaya lain yang bekerja pada kaki-kaki serangga yang menyebabkan
gaya ke atas menjadi sama besarnya dengan gaya berat serangga. Gaya ke atas tambahan
ini disebabkan oleh adanya apa yang disebut dengan tegangan permukaan. Selanjutnya
akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan tegangan permukaan, mulai dari sifat-sifat
fisis permukaan, cara menentukan koefisien tegangan permukaan, serta akibat-akibat yang
ditimbulkannya.
1. Sifat-sifat fisis permukaan
Agar dapat memahami asal-usul efek permukaan ini, kita harus tahu tentang ukuran
dan jarak antara molekul-molekul suatu zat cair, demikian pula tentang gaya-gaya di
antaranya. Berdasarkan bermacam-macam bukti eksperimen, kita tahu bahwa dimensi
molekul itu berkisar antara 2 atau 3 x 10-8 cm. Kita tahu pula bahwa satu mol zat
mengandung 6x 1023 molekul, dan pada keadaan normal 1 mol gas mempunyai volume
22,4 liter. Jika dihitung volume satu molekul gas pada keadaan normal adalah: 22,4 x 103
cm3 / 6 x 1023 atau kira-kira 37 x 10-21 cm3. Jadi suatu gas dapat dianggap terbagi menjadi
kubus-kubus kecil dan di dalamnya rata-rata terdapat satu molekul d ititik pusatnya
masing-masing. Jarak rata-rata antara molekul-molekul jadi sama dengan panjang satu
rusuk kubus, yaitu
3
37 x1021 = 3,4 x10-7 cm, yang hampir sepuluh kali lipat ukuran satu
molekul.
Jika kita tinjau jarak antara dua molekul-molekul di dalam zat cair, misalnya air,
maka satu mol air dalam keadaan cair, volumenya 18 cm3 / (6 x 1023), yaitu 30 x 10-24 cm3.
Jarak rata-rata antara molekul-molekul itu dapat dihitung dari
3
30 x1024 cm3 atau hampir
3 x 10-8 cm. Jadi kira-kira sama dengan ukuran molekul itu sendiri, sehingga dapat
dikatakan bahwa molekul-molekul zat cair bersinggungan satu sama lain.
Ditinjau dari jarak antara molekul-molekul zat cair, timbul pertanyaan, kesimpulan
apakah yang dapat kita buat tentang gaya-gaya antara molekul-molekul zat cair. Gaya yang
mengikat zat cair atau zat padat, setidak-tidaknya sebagian, berasal dari kelistrikan dan
tidak tunduk pada hukum listrik yang biasa yaitu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak.
Ternyata jika jarak antara molekul-molekul itu besar, seperti dalam gas misalnya, gaya itu
sangat kecil sekali dan merupakan gaya tarik-menarik. Gaya ini bertambah besar bila gas
dimampatkan dan jarak antara molekul-molekulnya diperkecil. Akan tetapi untuk
memampatkan zat cair diperlukan tekanan besar sekali, yakni untuk memaksa agar
116
molekul-molekul bertambah dekat, lebih dekat dari jarak normal dalam keadaan cair. Ini
berarti bahwa pada jarak yang lebih kecil sedikit daripada dimensi molekul, gaya itu
berupa gaya tolak dan relatif besar, seperti diperlihatkan dalam gambar 8.
daya tarikan
ro
pemisahan
daya penolakkan
Gambar (7-8). Gaya intermole sebagai fungsi jarak pemisah
Dari Gambar (7-8) dapat dilihat bahwa pada jarak yang besar, gaya ini berupa
gaya tarik yang amat kecil. Pada permulaan gaya tarikan bertambah besar jika jarak
berkurang, lalu lewat harga nol, dan berubah menjadi gaya tolak yang besar bila jarak
kedua molekul kurang dari ro. Sepasang molekul dapat dalam keadaan setimbang jika jarak
antar pusat-pusatnya sebesar ro. Jika jarak pemisahan bertambah sedikit, gaya di antara
keduanya menjadi gaya tarik lalu kedua molekul saling mendekat lagi. Jika kedua molekul
dipaksa untuk lebih dekat dari jarak ro, gayanya menjadi gaya tolak dan kedua molekul
saling menjauhi lagi. Jika keduanya dijauhkan atau didekatkan, kemudian dilepaskan,
keduanya akan bergetar sekeliling jarak keseimbangan ro. Dipandang dari sudut tenaga
potensialnya akan minimum, sesuai dengan posisi keseimbangan.
Tingkah laku dari molekul mudah dipahami, tetapi tidaklah gampang untuk
menerangkan atau memahami tingkah laku sejumlah molekul yang banyak sekali, seperti
pada zat cair. Namun pada dasarnya, sekurang-kurangnya interaksi antara bagian-bagian
dalam zat cair, tidak akan banyak berbeda dari interaksi antara dua molekul. Kita tahu
bahwa karena panasnya, molekul-molekul suatu zat cair terus menerus bergerak dan
molekul-molekul itu bisa kita bayangkan bergetar terhadap titik keseimbangannya.
Keadaan dekat permukaan zat cair sedikit berbeda, yakni bila jarak antar molekul
beberapa kali lebih besar dari diameter molekul terhitung dari permukaan zat cair. Kita
misalkan sebuah molekul berada pada permukaan zat cair dan bergerak keluar
meninggalkannya. Diluar, tidak ada molekul lain yang akan menolaknya kembali,
sehingga molekul tadi dapat berjarak lebih besar dari jarak pemisahan normal dalam zat
117
cair, sampai dihentikan dan dipercepat kembali masuk ke dalam zat cair, oleh gaya tarik
dari molekul-molekul lain yang ditinggalkannya. Akibatnya molekul-molekul yang berada
pada lapisan sebelah luar akan membentuk lapisan luar zat cair, yang terus menerus
bergerak keluar sampai jarak yang lebih besar sedikit dari jarak pemisahan normal, lalu
kembali lagi. Dengan perkataan lain sebagian besar waktunya dihabiskan dengan tinggal
dalam daerah dimana padanya bekerja gaya tarik yang menuju ke dalam. Inilah yang
menyebabkan perbedaan antara molekul-molekul yang berada di bagian dalam zat cair,
sehingga timbul apa yang kita sebut efek permukaan atau tegangan permukaan.
3. Koefisien tegangan permukaan
Semua fenomena permukaan menunjukkan bahwa permukaan zat cair dapat
dianggap dalam keadaan tegang sedemikian rupa. Bila ditinjau setiap garis di dalam atau
yang membatasi permukaannya, maka zat-zat di kedua sisi garis tersebut saling tarikmenarik. Tarikan ini terletak di dalam bidang permukaan itu dan tegak lurus terhadap garis
tadi. Efek demikian diperlihatkan dengan alat sederhana seperti Gambar (7-9).
(a)
(b)
Gambar (7-9). Gelang kawat dan jerat benang lemas yang dicelupkan ke
dalam larutan sabun (a). sebelum dan (b). sesudah selaput tipis ditusuk
Pada sebuah gelang kawat yang berdiameter beberapa inchi, diikat sebuah jerat
benang seperti terlihat pada gambar. Kalau gelang beserta jerat itu dicelupkan ke dalam air
sabun, lalu diangkat kembali, maka terbentuklah lapisan atau selaput tipis zat cair,
sedangkan jerat terapung dengan bebas di dalamnya. Jika selaput di dalam jerat ditusuk
hingga pecah, maka benang segera berubah bentuknya menjadi lingkaran seperti pada
gambar b, seolah-olah permukaan zat cair itu menarik keluar secara radial terhadap jerat
tadi, seperti dilukiskan oleh anak-anak panah. Sebenarnya gaya tarik ini juga sudah bekerja
sebelum selaput dipecahkan, tetapi karena pada kedua belah sisi benang terdapat selaput,
maka gaya netto yang dilakukan oleh selaput pada benang ketika itu sama dengan nol.
118
Gambar (7-10) menunjukkan seutas kawat dibengkokkan agar berbentuk U dan
seutas kawat lurus lain dipasang hingga dapat bergerak pada kaki-kaki kawat U tersebut.
Jika alat ini kita celupkan ke dalam larutan air sabun dan diangkat keluar, maka kawat
lurus akan tertarik ke atas, jika gaya berat w1 tidak terlalu besar. Kawat ini dapat dibuat
setimbang dengan meletakkan beban tambahan sebesar w2.
w1
w2
Gambar (7-10). Kawat peluncur horizontal dalam keadaan seimbang
Dari hasil percobaan ternyata gaya yang sama sebesar w1 + w2 akan membuat kawat
lurus berada dalam posisi setimbang pada tiap posisi, tak tergantung pada luas selaput
sabun, asal temperatur selaput selalu konstan. Meskipun selaput sabun sangat tipis, jika
dibandingkan dengan ukuran molekul adalah sangat tebal, sehingga terdiri dari lapisan
molekul-molekul yang terletak di dalam akan bergerak keluar membentuk permukaan
baru. Misalkan panjang kawat lurus adalah l maka panjang total permukaan selaput adalah
2l, karena selaput air sabun itu mempunyai dua permukaan.
Tegangan permukaan didefinisikan sebagai hasil bagi gaya permukaan oleh
panjang permukaan dan dapat dirumuskan dengan;
γ=
F
………………………………………….(7-10)
2l
Andaikan kawat lurus digerakkan sejauh y oleh gaya F = w1 + w2 , maka usaha yang
dilakukan gaya F adalah F.y yang mengakibatkan selaput bertambah luasnya sebesar 2 l y
sehingga usaha persatuan luas oleh gaya F adalah;
Usaha
Fy F
Tambahan Luas 2 l y 2 l
Jadi tegangan permukaan γ tidak lain adalah kerja yang dilakukan untuk menambah luas
permukaan sebesar satu satuan luas.
119
4. Kapilaritas
Gejala yang sudah tidak asing lagi yang disebabkan oleh adanya efek permukaan
ini adalah naiknya zat cairan di dalam pipa terbuka yang penampangnya sangat kecil, yang
disebut kapilaritas. Kapiler sebenarnya berarti kecil seperti rambut.
Bila zat cair membasahi dinding sebelah dalam benda itu, sudut kontaknya kurang
dari 90o dan zat cair itu naik sampai tercapai kesetimbangan y, seperti ditunjukkan oleh
gambar 11. Permukaan melengkung zat cair di dalam pipa disebut meniskus, ada yang
cekung dan ada yang cembung.
F sin θ
F sin θ
F cos θ
F cos θ
W
(a)
(b)
Gambar (7-11). Gaya tegangan permukaan pada cairan di dalam pipa kapiler
a. θ < 90
b. θ > 90o
Gambar (7-11) menunjukkan naiknya air pada pipa kapiler dan membasahi dinding pipa
kapiler sehingga sudut kontak lebih kecil dari 90o. Jika tabung mempunyai jari-jari r, maka
zat cair yang bersentuhan dinding adalah sepanjang 2π r. Gaya total yang dialami zat cair
yang dituliskan sebagai berikut;
F = 2 πr γ cos θ………………………………………(7-11)
(γ adalah tegangan permukaan zat cair). Dalam hal ini gaya total hanya dihitung dalam
arah vertikal, karena dalam arah horizontal saling meniadakan sepanjang keliling tabung.
Gaya ke atas F inilah yang harus diimbangi oleh zat cair setinggi y, dengan gaya berat
sebesar;
w = ρ g π r2 y …………………………………….(7-12)
( ρ adalah massa jenis zat cair, g adalah percepatan gravitasi), dan dengan menggunakan
syarat keseimbangan, maka;
ρ g πr2 y = 2 πr γ cos θ atau
120
y=
2 cos
………………….…………..(7-13)
gr
Dari persamaan di atas andaikan cos θ, berharga negatif ( θ > 90o ), maka y akan bernilai
negatif seperti diperlihatkan dalam gambar 11, dimana permukaan zat cair di dalam pipa
kapiler lebih rendah dari di luar pipa. Contoh zat cair yang disebut terakhir adalah air
raksa. Peristiwa kapiler ini dapat menjelaskan tentang naiknya air dalam akar tanaman,
naiknya minyak pada sumbu kompor dan lain sebagainya.
Contoh Soal 2
Sebatang pipa yang diameter penampang lintangnya 0,28 cm, Salah satu ujungnya tertutup
dan diberi beban. Pipa itu terapung vertikal dalam air dengan ujung tertutup disebelah
bawah. Jika massa total pipa dan bebannya 0,2 gram, serta sudut kontak sama dengan nol,
tentukan jarak antara permukaan air dengan ujung pipa bawah.
Penyelesaian:
B
Fγ
y
w
Gambar (7-12).
Misalkan bagian pipa yang terbenam = y, dan gaya akibat tegangan permukaan:
Fγ = 2 πr γ cos θ
= 2 π (0,14) (72,8) cos θ
Fγ = 64 dyne
Gaya ke atas (Archimedes ) :
B = ρVg
= ρ π r2 y g
= 3,14 (0,14)2 y (980)
B = 60,3 y dyne
Gaya berat adalah
w =mg
= 0,2 (980)
= 196 dyne
Dari gambar terlihat bahwa:
w + Fγ = B
121
196 + 64 = 60,3 y
Selanjutnya diperoleh bagian pipa yang terbenam adalah:
y = 4,3 cm.
D. Hidrodinamika
Berbeda dengan Hidrostatika, yang mempelajari tentang fluida dalam keadaan
diam, maka dalam Hidrodinamika dibahas tentang fluida yang bergerak. Meskipun
diketahui bahwa fluida terdiri dari molekul-molekul ataupun partikel-partikel, di mana
untuk tiap partikel ini berlaku hukum-hukum Newton, namun jika menuliskan persamaan
geraknya, tidaklah gampang. Hal ini disebabkan karena gerakan fluida itu sangat
kompleks, misalnya arus air waktu banjir, atau asap rokok yang mengepul di udara, dan
sebagainya. Oleh sebab itu jika mempelajari fluida yang mengalir, maka diciptakan suatu
model yang dianggap sebagai fluida ideal, dengan syarat-syarat tertentu. Untuk selanjutnya
akan dibahas aliran dari fluida ideal tersebut.
1. Aliran Fluida Ideal
Fluida ideal dibayangkan mengalir dengan tenang membentuk arus yang disebut arus
stream line atau disebut juga arus tunak. Arus ini dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini
va
a
vb
b
vc
c
Gambar 13. Aliran yang dibentuk garis-garis arus.
Gambar 13 melukiskan sebuah pipa yang di dalamnya mengalir zat cair dari kiri ke kanan.
Jika arus stream line, maka tiap-tiap partikel yang melewati titik a misalnya akan
menempuh lintasan dari partikel-partikel yang mendahuluinya melewati titik tersebut.
Lintasan ini disebut garis alir atau garis arus. Jika penampang lintang pipa tidak sama
sepanjang pipa, maka kecepatan partikel tidak sama sepanjang garis arusnya, tetapi setiap
partikel yang melewati titik yang sama mempunyai kecepatan yang senantiasa sama. Jika
sebuah partikel yang melewati titik a dengan kecepatan va , di titik b dengan kecepatan vb
122
terus ke titik c dengan kecepatan vc. Harga va , vb dan vc, berbeda satu sama lain,
tergantung penampang lintang di mana titik itu berada.
Di samping itu, fluida ideal dapat dianggap tidak kental sama sekali, sehingga
gesekan antar partikel-partikel mengalir dapat diabaikan. Ini berarti, bahwa partikel yang
berada pada penampang lintang yang sama, akan mempunyai kecepatan yang sama pula.
Sedangkan untuk fluida kental, kecepatan titik yang terletak pada penampang yang sama,
akan berbeda, makin dekat ke dinding pipa, kecepatannya makin kecil. Untuk aliran
dengan kecepatan tinggi, jenis aliran stream line tidak dapat dipenuhi, karena garis arus
dapat berubah sekonyong-konyong, sehingga memungkinkan partikel-partikel seolah-olah
berputar, yang biasa disebut aliran turbulen.
Aliran stream line tidak berlaku untuk fluida kompressibel (termampatkan), karena
massa jenis atau rapat massa fluida diberbagai tempat akan berbeda. Oleh sebab itu dipilih
fluida tak kompressibel, sehingga rapat massa sepanjang aliran tidak berubah-ubah
besarnya.
2. Persamaan Kontinuitas
Untuk aliran tunak, gerak fluida di dalam suatu tabung aliran, haruslah sejajar
dengan dinding tabung, meskipun besar kecepatan fluida berbeda dari satu titik ke titik
lainnya, sepanjang garis arus. Hal ini dapat digambarkan pada gambar 17.
P
V1
Q
A2
V2
A1
Gambar 14 . Zat cair yang mengalir dalam pipa dengan penampang lintang
yang berbeda
Gambar 14. menunjukkan aliran fluida dalam sebuah pipa yang luas
penampangnya untuk tiap bagian tidaklah sama. Kecepatan fluida di titik P adalah v1 dan
di titik Q adalah v2 . A1 dan A2 adalah luas penampang tabung aliran yang tegak lurus
terhadap garis-garis arus pada titik P dan Q.
123
Jika diamati, dalam selang waktu sebesar t , suatu elemen fluida akan bergerak
sejauh v t . Jadi massa elemen
m yang melalui luas A1 dalam selang
t adalah;
m = 1 A1 v1 t
Selang waktu
t harus diambil cukup kecil, agar dalam selang waktu ini kecepatan v dan
luas penampang A tidak berubah banyak sepanjang jarak yang ditempuh oleh elemen
fluida. Untuk
t = 0, maka pada titik P berlaku;
dm1
1 A1 v1
dt
Pada titik Q, fluks massa adalah;
dm 2
2 A2 v2
dt
Untuk aliran streamline, maka fluks massa di titik P dan Q haruslah sama, sehingga;
1 A1 v1 2 A2 v2 ……………………………………………(15)
Bila sepanjang aliran rapat massa dianggap sama, maka;
m1 = m2 = m
sehingga;
A1 v1 = A2 v2
Persamaan ini disebut dengan persamaan kontinuitas untuk aliran massa, yang tidak lain
merupakan pernyataan adanya kekekalan massa dalam aliran fluida. Dari persamaan ini
ditunjukkan bahwa kecepatan aliran fluida di suatu titik berbanding terbalik dengan luas
penampang yang tegak lurus arus itu. Dari gambar juga dapat diperlihatkan bahwa rapat
garis arus persatuan luas, berbanding lurus dengan kecepatan fluida.
3. Persamaan Bernoulli
Hubungan antara rapat massa, kecepatan v dan luas penampang A, diberikan oleh
persamaan kontinuitas. Selanjutnya akan ditinjau pula bagaimana hubungan antara gerak
fluida yang mengalir dengan hukum kekekalan energi. Hal ini dapat digambarkan sebagai
berikut;
124
v2
Δ l2 B
A2
v1
A
F2
h2
A1
F1
h1
Δl1
Gambar 14. Aliran zat cair dalam pipa dengan penampang dan ketinggian
yang berbeda
Gambar 14, menunjukkan fluida yang mengalir dari ujung A ke ujung B. Jelas hal ini
disebabkan oleh perbedaan tekanan antara kedua ujung ini, yang mengakibatkan suatu
elemen fluida sepanjang Δl1 terdorong oleh gaya F1, yang ditimbulkan oleh tekanan p1.
Setelah selang waktu Δt, kita dapatkan ujung kanan telah bergerak sejauh Δl2. Usaha yang
dilakukan oleh gaya F1 sepanjang Δl1 adalah;
W1 = A1 p1 Δl1
Sedangkan gaya F2 melakukan usaha sepanjang Δl2 sebesar;
W2 = -A2 p2 Δl2
Usaha total yang dilakukan terhadap fluida adalah;
W = W1 + W2
W = A1 p1 Δl1 - A2 p2 Δl2
Untuk fluida ideal, maka berlaku :
m
A1 Δl1 = A2 Δl2 =
,
di mana m merupakan massa fluida yang berpindah dalam waktu Δt . Selanjutnya usaha
total dapat ditulis :
W = ( p1 – p2 )
m
Karena fluida merupakan fluida ideal, maka gesekan antar fluida dapat diabaikan, sehingga
usaha total ini akan berubah menjadi tambahan energi kinetik dan energi potensial, jadi :
W = Ek + Ep
( p1 – p2 )
m
=
1
1
m v22 - m v12 + m g ( h2 – h1 )
2
2
Selanjutnya dapat ditulis :
125
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
Subkrip 1 dan 2 menyatakan dua tempat yang diambil sembarang, maka secara umum
dapat dinyatakan dengan ;
p + ½ ρ v2 + ρ g h = konstan ……………………………….(17)
Persamaan ini dikenal dengan persamaan Bernoulli, seperti yang dikemukakan oleh Daniel
Bernoulli (1700 – 1783), pada tahun 1738.
4. Pemakaian Persamaan Bernoulli dan Kontinuitas
Hubungan yang ditunjukkan persamaan Bernoulli dan persamaan kontinuitas
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya adalah:
a. Persamaan hidrostatika
Persamaan Hidrostatika merupakan bentuk khusus dari persamaan Bernoulli, yaitu
bila kecepatan fluida sama dengan nol. Perubahan tekanan akibat perbedaan letak titik di
dalam zat cair, dapat dicari dengan menggunakan persamaan Bernoulli, pada titik 1 dan 2,
seperti diperlihatkan pada gambar 15.
1
h
2
Gambar 15. Hubungan antara ketinggian dan tekanan
Menurut persamaan Bernoulli,
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
Karena p1 = p0 (tekanan atmosfir ), dan v1 = v2 = 0, sedangkan h1 = h dan h2 = 0, maka :
p0 + ρ g h = p2
atau
p2 = p0 + ρ g h
126
b. Dalil Torricelli
1
h
2
Gambar 15. Air yang mengalir dari tangki
Gambar 15 memperlihatkan zat cair, yang keluar dari tangki lewat lubang sejarak h, di
bawah permukaan zat cair di dalam tangki. Titik 1 pada permukaan zat cair, dan titik 2
tepat di lubang, akibatnya tekanan pada masing-masing titik sama, sebab berhubungan
dengan udara luar, yakni p0. Jika lubang cukup kecil, permukaan air dalam tangki turunnya
lambat, sehingga v1 kecil dan dapat dianggap sama dengan nol. Jadi :
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
p0 + ρ g h
ρgh
= p0 + ½ ρ v22
= ½ ρ v22
v2 2 g h
Inilah yang disebut dalil Torricelli. Jika kita amati besar kecepatan keluarnya zat cair dari
lubang setinggi h di bawah permukaan air dalam tangki, sama dengan besar kecepatan
yang diperoleh benda bila jatuh bebas dari ketinggian h.
c. Alat Ukur Venturi
Gambar 21 menunjukkan sebuah venturimeter, berupa sebuah pipa yang di
bagian tengahnya menyempit, dilengkapi dengan tabung manometer yang diisi zat cair,
biasanya air raksa. Prinsip kerja alat ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1
A1
A2
2
l-h
l
A
B
h
Gambar 16. Alat Ukur Venturimeter
127
Misalnya zat cair dengan rapat massa ρ, mengalir dari kiri ke kanan, seperti yang
diperlihatkan pada gambar 16. Untuk titik 1 dan 2 , persamaan kontinuitas memberikan
hubungan;
A1 v1 = A2 v2
A1 v1
A2 v 2
atau
Jika dikuadratkan :
A1 2
A2 2
v 22
atau
v1 2
v2 2
A1
2
A2
2
v1
…………………………………(18)
2
Menurut persamaan Bernoulli;
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
karena h1 = h2 , maka;
p2 + ½ ρ v22 = p1 + ½ ρ v12
Bila digabung dengan persamaan (18) diperoleh;
p1 1 / 2 v12 p 2
A1
2
A2
2
v12
A1 2
1 / 2 v 2 - 1 p1 p 2
A2
2
1
atau
Selanjutnya dapat dituliskan;
A1 2 A22
1 / 2 v
p1 p 2 ……………………………..(19).
2
A2
2
1
Karena titik A dan B sama tinggi, maka menurut persamaan hidrostatis;
pA = pB
p1 + ρ g l = p2 + ρ g ( l – h ) + ρ’ g h
p1 - p2 = (ρ’ - ρ ) g h
atau
2( , - ) g h
v12 A22
2
2
( A1 - A 2 )
128
v1 A2
2( , - ) g h
( A1 2 - A 2 2 )
……………………………………..(20)
dengan;
ρ = massa jenis fluida yang akan diukur kecepatannya.
ρ’ = massa jenis fluida dalam tabung manometer.
A1 = luas penampang pipa besar.
A2 = luas penampang pipa kecil.
h = perbedaan tinggi permukaan fluida dalam tabung manometer.
d. Daya angkat pesawat terbang
Penampang sayap pesawat terbang mempunyai bagian belakang yang tajam dan
sisi atas lebih melengkung dari sisi bawah, seperti diperlihatkan dalam gambar 23.
Melengkungnya bagian atas pesawat, mengakibatkan garis arus aliran udara bagian atas
lebih rapat dari bagian bawah, sehingga besar kecepatan aliran udara bagian atas lebih
besar dari kecepatan aliran udara bagian bawah. Menurut persamaan Bernoulli, tekanan
udara bagian bawah pesawat lebih besar dari bagian atas sayap. Perbedaan tekanan inilah
yang menyebabkan daya angkat pesawat.
Gambar 17. Garis-garis aliran sekitar penampang sayap pesawat terbang.
e. Tabung Pitot
Tabung Pitot atau sering disebut dengan pipa Pitot seperti diperlihatkan pada
gambar 18, adalah alat untuk mengukur kecepatan gas dalam suatu tabung atau pipa.
Sebuah manometer terbuka dihubungkan dengan tabung yang dilewati gas. Tekanan di
dalam kaki kiri
129
2
1
h
Gambar 18. Tabung Pitot
manometer yang lubangnya sejajar dengan arah aliran gas sama dengan tekanan gas dalam
aliran. Tekanan di kaki kana yang lubangnya tegak lurus terhadap arah aliran gas dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan Bernoulli pada titik-titik 1 dan 2. Andaikan v
adalah kecepatan arus, ρ adalah rapat massa dan po tekanan di titik 1, sedangkan kecepatan
di titik 2 adalah nol, maka :
p2 = p1 +
1
ρ v2
2
Karena p2 lebih besar dari p1, maka zat cair di dalam manometer akan mengalami
pergeseran seperti dilukiskan pada gambar. Jika ρo rapat massa zat cair dan h adalah selisih
tinggi zat cair dalam kedua kaki, maka :
p2 = p1 + ρo gh
Jika kedua persamaan ini digabung dengan persamaan sebelumnya, diperoleh :
1
2
ρ v2 = ρo gh
sehingga harga v dapat dihitung, atau dapat ditulis dengan cara berikut :
v2
di mana p1 - p2
2 ( p1 - p 2 )
…………………….……..(21)
adalah selisih tekanan antara titik 1 dan titik 2, yang dapat ditentukan
dengan selisih tinggi air raksa di kedua kaki pipa U.
Contoh soal 3
Sebuah tangki yang luas diisi dengan air setinggi 1m. Sebuah lubang di dasar tangki
luasnya 5 cm2, dapat mengalirkan air keluar tanpa terputus-putus.
a. Berapakah debit air yang keluar dari tangki, bila dinyatakan dengan m3/s.
130
b. Pada suatu tempat di bawah dasar tangki, luas penampang arus menjadi setengah dari
luas lubang. Tentukan jarak antara dasar tangki dengan tempat ini.
Penyelesaian:
Titik O berada pada permukaan tangki, titik 1 pada lubang di dasar tangki dan titik 2
berada di bawah dasar tangki, dimana luas penampang air yang mengalir adalah setengah
dari luas lubang.
Untuk titik O dan 1 berlaku persamaan Bernoulli:
po + ½ ρ vo2 + ρ g ho = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
karena; po = p1 , vo = 0 dan h1 = 0, maka :
ρ g ho = ½ ρ v12
v12 = 2 g ho
atau
v12 = 2. 10. 1
v1 =
O
20 m/s
Ao
ho
1
A1
h
A2
2
Gambar 19
Debit air yang keluar :
Q = A1 v1
= 5. 10-2 m2
20 m/s
= 22,4 .10-4 m3/s
Untuk titik 1 dan 2 berlaku persamaan kontinuitas;
A1 v1 = A2 v2
A1
20 = ½ A1 v2
v2 = 2
20 m/s
131
Dengan menggunakan prinsip kekekalan energi diperoleh;
½ m v22 - ½ m v12 = m g h
v22 - v12 = 2 g h
80 – 20 = 2 .10. h
Selanjutnya diperoleh jarak antara dasar tangki dengan titik 2, yaitu : h = 3 m
Contoh soal 4
Perhatikan gambar berikut:
A1
A2
l-x
l
x
Gambar 20 a
Saluran masing-masing adalah 40 cm3 dan 10 cm3. Dalam 5 detik dari pipa keluar 30 liter
air.
Tentukanlah:
a. Kecepatan air dibagian pipa yang sempit
b. Selisih tekanan antara bagian pipa lebar dan bagian pipa sempit.
c. Selisih tinggi kolom air raksa dalam pipa U
Penyelesaian:
a. Debit air Q adalah:
Q = A1 v1 t
30.10-3 m3 = (40 . 10-4 m2 ) v1 (5 s)
v1 = 1,5 m/s
Selanjutnya;
Q = A2 v2 t
30.10-3 m3 = (1 . 10-3 m2 ) v2 (5 s)
v2 = 6 m/s
132
l
l-x
x
A
B
Gambar 20.b
Menurut persamaan hidrostatika :
pA = pB
p1 + ρ g l = p2 + ρ g ( l – x ) + ρ’ g x
p1 – p2 = (ρ’ - ρ ) g x
= ( 13,6 .103 - 103 ) 10 x …..(*)
Menurut persamaan Bernoulli :
p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1 = p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2
p1 + ½ 103 (1,5)2 + 0 = p2 + ½ (103) 62 + 0
p1 – p2 = ½ 103 ( 62 - 1,52 ) …….(**)
Dari persamaan (*) dan (**) diperoleh perbedaan tinggi kolom air raksa di kedua kaki pipa
U adalah:
x = 13,39 cm.
E. Viskositas
Secara kualitatif kita dapat mengatakan bahwa oli mobil lebih kental dari minyak
tanah, gliserin lebih kental dari air dan lain sebagainya. Kita dapat merasakan pengaruh
kekentalan terhadap gerakan benda-benda lain di dalam fluida, maupun jika fluida itu
sendiri yang bergerak. Viskositas atau kekentalan dapat dibayangkan sebagai gesekan
antara satu bagian dengan bagian lain di dalam fluida. Untuk selanjutnya, akan dibahas
tentang bagaimana mengukur kekentalan, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan
kekentalan, seperti hukum Stokes dan hukum Poiseuille.
1. Viskosimeter
Secara kuantitatif kekentalan dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut
Viskosimeter. Skema alat tersebut dapat diperlihatkan pada gambar 21
133
B
A
Gambar 21. Viskosimeter
Gambar 21. menunjukkan bagian utama dari sebuah Viskosimeter, yang terdiri dari dua
selinder A dan B. Zat cair yang akan diukur kekentalannya diletakkan di ruangan antara
dua selinder tersebut. Selinder B dililiti tali yang pada ujung lainnya digantungkan beban.
Jika dilepaskan, beban mula-mula turun dipercepat, akan tetapi karena gesekan dengan zat
cair, beban akan bergerak dengan kecepatan konstan. Dari percobaan ternyata makin
kental zat cair, makin pelan (kecil) pula kecepatan akhir beban. Kita amati suatu bagian
kecil dari fluida yang ada pada rongga antara dua selinder di atas, dan digambarkan pada
gambar 22.
Fluida yang mengalir dianggap berupa lapisan-lapisan tipis yang disebut lamina,
sehingga aliran fluida disebut laminar. Tiap lapisan bergeser di atas lapisan yang lain,
sehingga menyebabkan kecepatan satu lapisan berbeda dengan lapisan lainnya. Dapat
dipahami bahwa besarnya gaya gesekan antar lapisan berbanding lurus dengan perbedaan
kecepatan untuk tiap lapisan dan luas tiap lapisan, sehingga secara matematis dapat ditulis
:
Fn A
v
y
( A = luas lapisan,
v
= perubahan kecepatan tiap lapisan )
y
Selanjutnya dapat dirumuskan;
Fη = η A
v
y
( η adalah koefisien kekentalan zat cair atau viskositas ).
134
d
d’ c
c’
F
v
l
lapisan cairan
F
a
b
Gambar 22 .Aliran Laminer Cairan Kental
Jadi koefisien kekentalan dapat dirumuskan sebagai berikut:
η=
F v
A y
…………………………………………….(22)
Satuan kekentalan dinyatakan dengan:
1 poice = 1 dyne s / cm2
Untuk minyak pelumas, viskositas dinyatakan dengan SAE ( Society of Automotive
Engineer), di mana :
SAE 10 pada 130oF memiliki viskositas antara 160 s/d 230 centi poice (cp).
SAE 20 pada 130oF memiliki viskositas antara 230 s/d 300 centi poice (cp).
SAE 30 pada 130oF memiliki viskositas antara 360 s/d 230 centi poice (cp).
Jika digunakan dalam sistem SI, maka:
1 poice = 1. 10-5 Ns/ 10-4 m2
1 poice = 10-5 Ns /m2
1 poice = 10-1 Pa.s. ( Pa = Pascal)
atau :
1 Pa .s = 10 poice
Catatan:
Dari hasil percobaan, ternyata agar aliran fluida bersifat laminar ( tidak turbulen) artinya
tidak berputar, maka diperlukan beberapa syarat yang dikombinasikan menjadi bilangan
Reynolds, yakni :
Re =
vD
, ……………………………………………(23)
di mana:
ρ = massa jenis zat cair
v = kecepatan aliran
D = diameter pipa
η = viskositas
135
Untuk Re < 2000, aliran akan bersifat laminar, sedangkan untuk Re > 3000, aliran akan
bersifat turbulen, sedangkan bila Re antara 2000 dan 3000, berarti aliran tidak stabil,
kadang-kadang laminar kadang-kadang turbulen.
2. Hukum Stokes
Dapat dipahami bila sebuah benda bergerak di dalam fluida yang kental,
gerakannya akan lebih lambat dibandingkan dengan gerakannya di dalam fluida yang
kental. Hal ini disebabkan adanya gesekan antara benda dengan fluida yang disebut gaya
gesekan fluida yang bekerja berlawanan arah dengan gerak benda.
Hal yang sama juga akan berlaku, bila yang bergerak adalah fluida, sedangkan
benda dalam keadaan diam. Besarnya gaya gesekan ini telah diteliti oleh Sir George
Stokes melalui percobaan-percobaannya yang melahirkan apa yang dikenal sekarang
dengan hukum Stokes. Menurut Stokes besarnya gaya ini tergantung pada kecepatan benda
yakni:
Fη = 6 π η r v …………………………………………(24)
dengan:
η = koefisien kekentalan ( viskositas )
r = jari –jari bola (benda)
v = kecepatan relatif bola terhadap cairan
Jika sebuah bola dengan rapat massa ρ, jari-jari r, dilepaskan pada permukaan zat cair
kental yang diam dengan rapat massa ρo , maka pada bola akan bekerja tiga gaya yaitu,
gaya berat w, gaya gesekan fluida Fη dan gaya ke atas B ( gaya Archimedes), seperti pada
gambar 28.
F
B
w
Gambar 22. Gaya-gaya yang bekerja pada sebuah bola yang bergerak dalam
fluida.
136
Jika bola mula-mula dalam keadaan diam, lalu dilepaskan maka gaya Fη akibat
kekentalan itu nol pada permulaannya, sehingga yang bekerja mula-mula adalah gaya berat
w dan gaya Archimedes B. Resultan gaya ini akan memberikan percepatan awal pada
benda:
w=mg=
4
r3 g
3
dan gaya Archimedes adalah:
B =
4
r 3 o g
3
maka;
4
4
4
r3 g - r3 o g = r3 a o
3
3
3
w–B=
Percepatan awal ao adalah :
ao =
( - o ) g
……………………………………………(25)
Akibat percepatan ini, bola memperoleh kecepatan ke bawah, yang menimbulkan pula
gaya gesekan Fη, yang makin lama makin besar pula. Suatu saat, pada suatu kecepatan
tertentu, besarnya gaya yang berarah ke atas, akan sama besar dengan gaya yang arahnya
ke bawah. Akibatnya bola tidak mendapat percepatan lagi, dan akan bergerak dengan
kecepatan konstan yang disebut kecepatan akhir ( terminal velocity ). Besarnya kecepatan
ini dapat dirumuskan dengan B + Fη = w, atau :
4 3
4
r o g + 6 π η r v = r3 g
3
3
sehingga:
v=
2r 2 g
( o ) …………………………………………..(26)
9
Rumus ini hanya berlaku, asalkan besarnya kecepatan tidak sampai menimbulkan
turbulensi. Bila ini terjadi, maka gaya penahan atau gaya gesekan fluida jauh lebih besar
dari pada yang dihitung menurut hukum Stokes.
E. Hukum Poiseuille
Berdasarkan sifat-sifat umum kekentalan, terbukti bahwa kecepatan zat cair kental
yang mengalir melalui pipa tidak sama pada setiap titik pada penampang lintang yang
sama. Akibat gesekan antara fluida dan dinding pipa, maka dinding pipa akan mengerjakan
137
gaya ke belakang terhadap lintasan yang lebih dalam letaknya, demikianlah selanjutnya.
Hasilnya kecepatan terbesar terdapat ditengah-tengah pipa, dan akan berkurang jika
menjauhi tengah-tengah pipa dan akhirnya menjadi nol pada dinding pipa.
Gambar 23. Pembagian kecepatan pada sebuah pipa bulat
Pembagian kecepatan pada penampang itu dapat ditentukan dengan cara berikut :
Gambar 24. menunjukkan sebagian pipa berjari-jari R, yang panjangnya L, dilalui zat alir
yang kekentalannya . Selanjutnya kita amati suatu elemen fluida yang berbentuk selinder
( r < R ), koaksial dengan pipa. Jika tekanan pada ujung kiri dan kanan pipa berturut-turut
p1 dan p2, maka resultan gaya yang bekerja pada elemen itu adalah :
F = ( p1 – p2 ) π r2
p1
p2
Fη
Gambar 24. Gaya-gaya yang bekerja pada elemen fluida yang bergerak
Di samping itu elemen ini juga mengalami gaya gesekan Fη pada permukaan selinder yang
luasnya A = 2 π r L dari fluida sekitarnya, yang arahnya berlawanan dengan F. Besarnya
gaya gesekan tersebut adalah:
Fη = η A
atau
Fη = η 2 π r L
v
l
v
…………………………………………(27).
l
Andaikan zat cair dalam pipa bergerak dengan kecepatan konstan, maka Σ F = 0, sehingga:
F = Fη
( p1 – p2 ) π r2 = π 2 π r L
v
y
138
( p1 – p2 ) π r2 dr = η 2 π r L dv
( p1 – p2 ) r dr = η 2 L dv
dengan demikian;
R
v=
r
v=
( p1 p 2 )rdr
2L
( p1 p 2 ) 2
( R r 2 ) ………………………………….(28)
4L
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa kecepatan zat cair di tengah-tengah ( r = 0 )
pipa adalah paling besar dan pada bagian yang bersinggungan dengan dinding pipa ( r = R
) menjadi nol , berarti zat cair tak bergerak atau diam. Sealanjutnya jika dihitung debit air,
maka;
dQ = v dA =
Q = dQ =
(p1 p 2 ) 2
(R r 2 )2 r dr
4L
R4
(p1 – p2)…………………………….(29)
8 L
Contoh Soal 5
1.Dengan kecepatan akhir berapakah sebuah gelembung udara akan naik di dalam suatu zat cair yang
kekentalannya 150 cp dan massa jenisnya 0,90 g/cc. Berapakah kecepatannya bila bergerak dalam air ( η air
= 1cp ).
Penyelesaian :
Gaya-gaya yang bekerja pada gelembung adalah;
B = Gaya Apung
W = Gaya berat
F = Gaya gesekkan fluida
Kecepatan akhir diperoleh pada saat:
B = w + F
F = B – w
6 πηrv =
4 3 '
r ( - ) g
3
Selanjutnya diperoleh :
v=
2r 2 g ( ' )
9
v=
2.(1).(980)(0,9 0,0013)
9.(150)10 2
v = 1,3 . 102 cm/s
Jika bergerak dalam air, maka kecepatan akhir gelembung adalah:
139
v=
2.(1).(980)(1 0,0013)
9.(1)10 2
v = 2,175. 102 cm/s
2. Karena pengaruh gaya berat maka suatu zat cair mengalir secara laminar lewat tabung
vertikal yang radiusnya R. Tunjukkan bahwa kecepatan zat cair ditempat berjarak r
dari sumbu tabung memenuhi persamaan:
v=
g 2
(R r 2 )
4
( Anggap kecepatan zat cair konstan, ρ = massa jenis zat cair dan η = viskositas zat cair )
Penyelesaian:
Gaya akibat kekentalan:
Fη = η A
karena:
A=2πrL
maka;
Fη = η 2 π r L.
F
Gaya berat zat cair adalah;
w = ρV g
Gambar 31. Contoh Soal
Karena V = π r2 L , maka; w = π r2 L ρg
Jika dianggap p1 = p2 , maka F1 = F2 , sehingga kecepatan v adalah konstan. Selanjutnya:
Fη = w
maka;
η 2 π r L.
dv
= π r2 L ρ g
dr
dv =
gr
dr
2
atau
R
v=
r
g r
dr
2
140
R
v=
g
rdr
2
r
v=
g 2 2
(R r )
4
( terbukti)
REFERENSI
P.A. Tipler. 1998. Fisika untuk sains dan teknik, Terjemahan, Erlangga. Jakarta.
H.D. Young dan R.A. Freedman, 2008. University Physics. 12th Edition. Addison
Wesley.New York.
D. Halliday, R. Resnick, J. Walker, 2007, Fundamental of Physics, 8th Edition, John
Wiley & Sons.
Sears & Zemansky. 1985. Fisika Universitas Jilid 1 Seri Mekanika, Panas & Bunyi.
Jakarta.
141
I.
IDENTITAS
Mata kuliah
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen
SKS
Kode
Minggu ke
II.
: Fisika Umum
: Fisika/Pendidikan Fisika
: Fisika
: MIPA
: Tim Fisika Umum
: 4 sks
: FMA 019
: 9 dan 10
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mengaplikasikan konsep dasar tentang fluida pada persoalan fisika sederhana
III.
MATERI
A. Pendahuluan
Fluida atau biasa juga disebut zat alir adalah bahan yang dapat mengalir, yaitu zat
cair dan gas. Meskipun sama-sama zat alir, zat cair dan gas mempunyai sifat yang berbeda,
misalnya gas mudah dimampatkan, sedangkan zat cair sulit sekali untuk dimampatkan.
Selain itu zat cair mempunyai volume tertentu dan bentuknya ditentukan oleh bejana di
mana ia ditempatkan, sedangkan gas akan mengisi seluruh ruangan tempatnya,
bagaimanapun besarnya bejana itu. Perbedaan sifat gas dan zat cair ini, terutama
disebabkan oleh gaya kohesi antar molekul-molekul gas jauh lebih kecil daripada gaya
kohesi pada zat cair, yang memungkinkan gas punya kecendrungan lebih bebas bila
dibandingkan dengan zat cair. Zat alir juga mempunyai kekentalan (viskositas) yang
berbeda-beda, yang dapat diartikan secara kualitatif mempunyai kesanggupan untuk
mengalir yang berbeda-beda. Gas mempunyai kekentalan yang sangat kecil sekali,
sedangkan zat cair seperti air, alkohol dan minyak tanah mempunyai kekentalan lebih kecil
dari gliserin atau minyak solar.
Dalam pembahasan ini, fluida dibagi menjadi tiga bagian, yakni fluida dalam
keadaan diam atau Statika Fluida, yang membahas tentang hidrostatika, hukum
Archimedes, hukum Pascal dan tegangan permukaan. Fluida yang bergerak atau
Dinamika Fluida, membahas tentang hidrodinamika, aliran fluida, persamaan kontinuitas
dan persamaan Bernoulli. Selanjutnya untuk fluida yang kekentalannya diperhitungkan
akan dibahas dalam Viskositas, yang mencakup Viskosimeter, hukum Stokes, dan hukum
Poiseuille.
107
B. Hidrostatika
Jika dalam dinamika partikel, gaya adalah merupakan unsur utama, maka di dalam
fluida, tekanan mempunyai peranan yang sangat penting. Untuk selanjutnya akan dibahas
bagaimana peranan tekanan jika dihubungkan dengan sifat-sifat fluida yang berada dalam
keadaan diam.
1. Tekanan di dalam fluida
Tekanan p di suatu titik pada fluida didefenisikan sebagai perbandingan dari gaya
normal dF pada sebuah elemen permukaan dA yang mengandung titik tersebut, jadi :
p =
dF
dA
atau dF = p dA……………………
(7-1)
Dalam bentuk lain, persamaan di atas dapat ditulis :
p =
F
A
atau
F=pA
Ini berarti, bahwa tekanan di semua titik pada bidang seluas A adalah sama besar.
Berikut ini akan kita lihat hubungan antara tekanan p di suatu titik dalam suatu fluida
dalam medan gravitasi. Jika suatu fluida berada dalam keadaan setimbang, maka setiap
bagian dari fluida berada dalam keadaan setimbang, sebagai contoh marilah kita amati
suatu elemen volume di dalam suatu fluida yang berbentuk piringan setebal dy, seperti
terlihat di dalam gambar 1.
p + dp
(p +dp ) A
dy
y
tebal = dy
pA
dw
x
(a)
(b)
Gambar (7-1). Gaya-gaya terhadap elemen fluida
Elemen fluida ini terletak pada jarak y di atas suatu permukaan acuan, sedangkan
permukaannya mempunyai luas A. Jika rapat massa fluida adalah ρ, maka massa elemen
volume ini adalah :
m = ρ dV = ρA dy …………………………………….….(7-2)
Gaya-gaya yang bekerja pada elemen ini ditunjukkan pada gambar 1.(a) yang
digambarkan tegak lurus permukaan elemen, baik dari atas, dari bawah, maupun dari
samping. Karena elemen volume ini dalam keadaan setimbang, maka berlaku;
108
Σ F horizontal = 0 , dan
Σ Fvertikal
=0
Gaya ke atas yang bekerja pada permukaan bawah elemen volume ini adalah pA,
yang diberikan oleh fluida bagian bawah, sedangkan permukaan atasnya memperoleh
gaya sebesar ( p +dp )A. Gaya gravitasi atau berat elemen volume itu adalah dw = g A dy,
yang arahnya ke bawah. Karena Σ Fvertikal = 0, maka:
pA – ( p + dp ) A - ρg A dy = 0
= - ρ g dy
dp
dp
dy
atau
= - ρ g ………………..………….. (7-3)
Karena ρ dan g kedua-duanya selalu berharga positif, maka untuk dy yang positif
(kenaikan ketinggian) terdapat dp yang negatif ( penurunan tekanan). Ini berarti bahwa
makin tinggi letak suatu titik dari suatu permukaan yang dijadikan acuan, maka tekanan di
titik itu makin kecil atau makin rendah. Jika y = y1, tekanan p = p1, dan pada y = y2,
tekanannya p = p2 , maka :
y2
p2
p1
dp
=
g dy
y1
p2 –p1 = - ρ g (y2 - y1 ) ………..…. ……...(7-4)
atau
Selanjutnya persamaan di atas diterapkan pada sebuah bejana terbuka, seperti
diperlihatkan pada gambar 2.
p2 = pa
h = y2 –y1
y2
y1
Gambar (7- 2). Zat cair dalam bejana terbuka.
Titik 1 adalah suatu titik dalam fluida yang tingginya y1 dari dasar bejana. Titik 2 berada
pada permukaan fluida yang berbatasan dengan udara, sehingga :
p2 = pa = p = tekanan atmosfir.
Menurut persamaan (7-4) diperoleh;
p2 - p1 = - ρ g (y2 – y1 )
109
pa – p1 = - ρ g (y2 – y1 )
atau
p1 = pa + ρ g (y2 – y1 )
karena h = y2 – y1 , maka :
p1 = pa + ρ g h…………
………………..(7-5)
Dari persamaan di atas terlihat bahwa tekanan p tidaklah tergantung pada bentuk bejana,
hanya tergantung pada kedalaman h saja. Tekanan ρ g h ini disebut tekanan hidrostatik.
Untuk gas, massa jenis ρ mempunyai harga yang relatif kecil, sehingga beda
tekanan pada beda ketinggian yang tidak terlalu besar, sangat kecil. Ini berarti, dalam suatu
ruangan berisi gas, tekanan dapat dianggap sama di mana-mana, sedangkan untuk y2 – y1
atau h cukup besar, hal ini tidak berlaku lagi, karena perubahan tekanan cukup besar,
sehingga tidak bisa diabaikan. Kenyataan ini bisa dicontohkan dengan tekanan udara pada
ketinggian tertentu di atas permukaan laut. Telah kita ketahui bahwa rapat massa udara
berubah menurut ketinggian, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
=
0
p
p0
……………………………
….(7-6)
(ρo dan po adalah rapat massa dan tekanan udara di permukaan laut). Selanjutnya menurut
persamaan (3) diperoleh:
dp
dy
= -ρ g
dari kedua persamaan tersebut, maka;
dp g 0
dy
p
p0
Jika persamaan ini di integrasikan untuk p0 = p pada y =0, maka diperoleh;
p
p0
dp - o g
p
po
ln
y
dy
0
- 0 g
p
y
p0
p0
p p0 e
-g(
)y
0
……….…..………………..(7-7)
Jika diketahui harga g = 9,8 ms-2, ρo = 1,2 kgm-3, dan po = 1,01. 10-5 Nm-2, maka :
g 0
0,116 km -1
p0
jadi persamaan (7-7) dapat dituliskan;
110
p p0 e - 0,116 y
( y dinyatakan dalam kilometer).
Jika diketahui tekanan di permukaan laut adalah 76 cmHg atau 1 atmosfir (1 atm),
maka tekanan di suatu tempat dengan ketinggian 5 km di atas permukaan laut adalah;
p = 76 e - 0,116.x 5
p = 42,55 atm
Pada zat cair persamaan (5) memperlihatkan hubungan antara tekanan pada dua titik
sembarang di dalam zat cair, tidak peduli bentuk wadah dimana zat cair itu ditempatkan.
A
A
y2
ρ,
y2
B
y2
y1B
ρ
y1
(a)
(b)
Gambar (7-3). Zat cair dalam pipa U
Gambar (7-3)a memperlihatkan zat cair homogen dengan rapat massa ρ berada dalam pipa
U. Beda tekanan antara titik A dan titik B ditentukan oleh perbedaan tinggi kedua titik
tersebut, sesuai dengan persamaan :
pB = pA + ρg (y2 – y1 )
Gambar (7-3) b menunjukkan bahwa pipa U berisi dua jenis zat cair yaitu pada kaki
sebelah kiri dengan rapat massa ρ dan ρ’ , sedangkan kaki kanan hanya diisi zat cair
homogen dengan rapat massa ρ. Hubungan antara tekanan di titik A dan B dapat
ditunjukkan oleh persamaan :
pB = pA + ρg y1 + ρ’ g (y2 – y1 )
Persamaan ini dapat dikembangkan sedemikian rupa, tergantung jenis zat cair yang
mengisi bejana, dengan catatan, bahwa titik yang berada pada ketinggian yang sama akan
mempunyai tekanan yang sama.
Alat yang menggunakan prinsip tekanan hidrostatik antara lain adalah alat
pengukur tekanan yang disebut manometer, ada yang terbuka dan ada yang tertutup.
111
a. Manometer terbuka
po
h
p
x
Gambar (7-4). Manometer Terbuka
Alat ini berupa tabung U yang berisi zat cair, dengan salah satu ujungnya terbuka,
sedangkan ujung yang lainnya dihubungkan dengan ruang atau bejana yang lain yang akan
diukur tekanannya. Titik terendah tabung U dianggap sebagai dasar kedua kaki tabung U.
Tekanan di kaki kiri, sama degan di kaki kanan, maka :
p + ρg x = p0 + ρ g (x + h)
p = p0 + ρg h
atau
dimana p adalah tekanan dalam ruang yang dihubungkan dengan kaki kiri manometer.
b. Manometer tertutup
Berbeda halnya dengan manometer terbuka, maka kaki kanan pipa U pada
manometer ini tertutup dan hampa udara, sehingga tekanan di bagian atas kaki ini sama
dengan nol. Alat ini lebih sering digunakan untuk mengukur tekanan udara dengan
menggunakan air raksa sebagai zat cairnya, seperti digambarkan pada gambar 5. Alat ini
sering juga disebut barometer air raksa.
ruang hampa
p
h
Gambar(7- 5). Manometer Tertutup
112
Menurut persamaan hidrostatika, dapat dituliskan bahwa:
p0 = ρ g h
di sini p0 adalah tekanan udara, sedangkan h adalah beda tinggi permukaan pada kedua
kaki barometer. Karena tekanan berbanding langsung dengan h, sudah lazim untuk
menyatakan tekanan udara dengan satuan cmHg (sentimeter air raksa), meskipun
sebenarnya cmHg bukanlah satuan tekanan, karena tekanan ialah perbandingan antara gaya
dengan luas bidang.
Jika tinggi kolom air raksa pada suatu saat 76 cm, maka dikatakan tekanan udara
76 cmHg atau disebut satu atmosfir. Ini berarti bahwa tekanan udara saat itu :
p0 = ρ g h
p0 = 13,6 g cm-3 .( 980 cm s-2 ).( 76 cm)
atau,
p0 = 1.013.000 dyne/cm2
dalam sistem SI dapat ditulis;
p0 = 1,013 . 105 Nm-2
Tekanan yang besarnya tepat sejuta dyne per sentimeter persegi disebut satu bar,
sedangkan tekanan seperseribu bar disebut satu milibar.
2. Hukum Pascal dan Hukum Archimedes
Telah diketahui jika suatu zat cair berada dalam keadaan diam, beda tekanan antara
dua titik hanya tergantung pada beda ketinggian kedua titik tersebut dan rapat massa. Jadi
bila tekanan di suatu titik ditambah, maka tekanan pada semua titik, akan mendapat
tambahan yang sama asalkan rapat massa tidak berubah. Di samping tekanan yang
disebabkan oleh beratnya sendiri, maka pada zat cair dapat dilakukan tekanan oleh gaya
luar, misalnya dengan cara menutup permukaannya dengan torak dan didorong ke bawah.
Hal ini dapat mengakibatkan tambahan tekanan yang sama untuk setiap titik yang
mempunyai ketinggian yang sama.
Gejala ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan Blaise Pascal (16231662), dan dikenal dengan hukum Pascal, yang dinyatakan sebagai berikut:
“Tekanan yang dilakukan terhadap zat cair yang tertutup diteruskan ke setiap
bagian dari zat cair dan dinding tempat zat cair itu tanpa mengalami perubahan
nilai”.
Perlu diingat bahwa hukum ini bukanlah berdiri sendiri, tetapi tidak lain dari akibat
hukum-hukum dasar mekanika, yakni hukum Newton.
113
Jika suatu fluida bersifat tidak dapat dimampatkan, maka suatu perubahan tekanan
pada suatu bagian akan diteruskan pada saat itu juga ke bagian-bagian yang lainnya,
sedangkan dalam fluida yang dapat dimampatkan, perubahan tekanan dari suatu bagian ke
bagian lain dari fluida diteruskan dalam bentuk gelombang dengan cepat rambat yang
sama dengan cepat rambat bunyi.
Jika gangguan perubahan tekanan ini berakhir, dan keseimbangan tercapai lagi,
ternyata hukum Pascal akan tetap berlaku. Khusus untuk fluida kompresibel
(termampatkan), perubahan tekanan ini juga menyebabkan perubahan temperatur.
Akibat lain dari hukum-hukum statika fluida adalah suatu gejala yang diamati pada
fluida yang dikenal dengan hukum Archimedes. Gejala ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Fy
w
Gambar (7-6). Azas Archimedes. Gaya ke atas Fy sama besar dengan berat
fluida yang dipindahkan
Jika kita amati bagian fluida pada Gambar (7-6) di atas, bagian ini akan
memperoleh gaya dari fluida di sekitarnya baik dari samping kiri dan kanan maupun dari
atas dan bawah. Di samping gaya-gaya tersebut, bagian ini juga mengalami gaya akibat
gaya beratnya sendiri yaitu w. Agar bagian ini berada dalam keadaan seimbang (diam) ,
maka resultan gaya-gaya yang diberikan fluida sekitarnya, haruslah mempunyai arah ke
atas, yang besarnya sama dengan w. Gaya ini disebut gaya ke atas atau gaya apung.
Andaikan bagian fluida tersebut dipindahkan dan diganti dengan benda lain, maka gaya
apung ini tetap bekerja, yang besarnya tetap sama dengan berat zat cair yang dipindahkan.
Hukum ini disebut hukum Archimedes yang dinyatakan sebagai berikut;
“Setiap benda yang direndam seluruhnya atau sebagian di dalam fluida
mendapat gaya apung berarah ke atas, yang besarnya sama dengan berat fluida yang
dipindahkan oleh benda ini”.
Seperti juga halnya dengan hukum Pascal, hukum Archimedes bukanlah
disebabkan oleh hal-hal istimewa yang berlaku khusus untuk zat cair, tetapi dapat
114
dijelaskan dengan hukum-hukum dasar mekanika. Dari hukum tersebut dikenal istilahistilah mengapung, melayang dan tenggelam.
Contoh soal
1). Berapa bagian dari volume seluruhnya dari sebuah gunung es yang terbuka ke udara,
jika diketahui massa jenis es = 0,98 g cm-3 dan massa jenis air laut = 1,03 g cm-3 .
Penyelesaian;
Keadaan ini dapat digambarkan sebagai berikut;
B
w
Gambar (7-7). Es mengapung di permukaan laut
Gaya berat seluruh gunung es adalah;
w = ρes Ves g
Gaya ke atas yang diberikan oleh bagian yang terbenam (V’es) adalah ;
B = ρair laut V’es g
Dalam keadaan setimbang diperoleh;
B=w
ρair laut V’es g = ρes Ves g
Selanjutnya diperoleh;
es
V ' es
Ves
air laut
0,89
Ini berarti bagian yang terbenam dari gunung es adalah 0,89 bagian, atau 89 % dari
volume seluruhnya, sehingga bagian yang menonjol dari permukaan air laut hanya
sekitar 0,11 bagian atau 11 %.
C. Tegangan Permukaan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu pernah mengamati seekor serangga
mengapung di atas air, pada hal kita tahu serangga itu mempunyai massa jenis yang lebih
besar dari massa jenis air. Hal ini dapat dibuktikan kalau serangga itu ditekan ia akan
tenggelam. Kenyataan ini sepintas lalu seakan-akan bertentangan dengan hukum
115
archimedes. Namun bila ditinjau lebih lanjut, gaya apung yang diramalkan Archimedes
tetap ada, tetapi ada gaya lain yang bekerja pada kaki-kaki serangga yang menyebabkan
gaya ke atas menjadi sama besarnya dengan gaya berat serangga. Gaya ke atas tambahan
ini disebabkan oleh adanya apa yang disebut dengan tegangan permukaan. Selanjutnya
akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan tegangan permukaan, mulai dari sifat-sifat
fisis permukaan, cara menentukan koefisien tegangan permukaan, serta akibat-akibat yang
ditimbulkannya.
1. Sifat-sifat fisis permukaan
Agar dapat memahami asal-usul efek permukaan ini, kita harus tahu tentang ukuran
dan jarak antara molekul-molekul suatu zat cair, demikian pula tentang gaya-gaya di
antaranya. Berdasarkan bermacam-macam bukti eksperimen, kita tahu bahwa dimensi
molekul itu berkisar antara 2 atau 3 x 10-8 cm. Kita tahu pula bahwa satu mol zat
mengandung 6x 1023 molekul, dan pada keadaan normal 1 mol gas mempunyai volume
22,4 liter. Jika dihitung volume satu molekul gas pada keadaan normal adalah: 22,4 x 103
cm3 / 6 x 1023 atau kira-kira 37 x 10-21 cm3. Jadi suatu gas dapat dianggap terbagi menjadi
kubus-kubus kecil dan di dalamnya rata-rata terdapat satu molekul d ititik pusatnya
masing-masing. Jarak rata-rata antara molekul-molekul jadi sama dengan panjang satu
rusuk kubus, yaitu
3
37 x1021 = 3,4 x10-7 cm, yang hampir sepuluh kali lipat ukuran satu
molekul.
Jika kita tinjau jarak antara dua molekul-molekul di dalam zat cair, misalnya air,
maka satu mol air dalam keadaan cair, volumenya 18 cm3 / (6 x 1023), yaitu 30 x 10-24 cm3.
Jarak rata-rata antara molekul-molekul itu dapat dihitung dari
3
30 x1024 cm3 atau hampir
3 x 10-8 cm. Jadi kira-kira sama dengan ukuran molekul itu sendiri, sehingga dapat
dikatakan bahwa molekul-molekul zat cair bersinggungan satu sama lain.
Ditinjau dari jarak antara molekul-molekul zat cair, timbul pertanyaan, kesimpulan
apakah yang dapat kita buat tentang gaya-gaya antara molekul-molekul zat cair. Gaya yang
mengikat zat cair atau zat padat, setidak-tidaknya sebagian, berasal dari kelistrikan dan
tidak tunduk pada hukum listrik yang biasa yaitu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak.
Ternyata jika jarak antara molekul-molekul itu besar, seperti dalam gas misalnya, gaya itu
sangat kecil sekali dan merupakan gaya tarik-menarik. Gaya ini bertambah besar bila gas
dimampatkan dan jarak antara molekul-molekulnya diperkecil. Akan tetapi untuk
memampatkan zat cair diperlukan tekanan besar sekali, yakni untuk memaksa agar
116
molekul-molekul bertambah dekat, lebih dekat dari jarak normal dalam keadaan cair. Ini
berarti bahwa pada jarak yang lebih kecil sedikit daripada dimensi molekul, gaya itu
berupa gaya tolak dan relatif besar, seperti diperlihatkan dalam gambar 8.
daya tarikan
ro
pemisahan
daya penolakkan
Gambar (7-8). Gaya intermole sebagai fungsi jarak pemisah
Dari Gambar (7-8) dapat dilihat bahwa pada jarak yang besar, gaya ini berupa
gaya tarik yang amat kecil. Pada permulaan gaya tarikan bertambah besar jika jarak
berkurang, lalu lewat harga nol, dan berubah menjadi gaya tolak yang besar bila jarak
kedua molekul kurang dari ro. Sepasang molekul dapat dalam keadaan setimbang jika jarak
antar pusat-pusatnya sebesar ro. Jika jarak pemisahan bertambah sedikit, gaya di antara
keduanya menjadi gaya tarik lalu kedua molekul saling mendekat lagi. Jika kedua molekul
dipaksa untuk lebih dekat dari jarak ro, gayanya menjadi gaya tolak dan kedua molekul
saling menjauhi lagi. Jika keduanya dijauhkan atau didekatkan, kemudian dilepaskan,
keduanya akan bergetar sekeliling jarak keseimbangan ro. Dipandang dari sudut tenaga
potensialnya akan minimum, sesuai dengan posisi keseimbangan.
Tingkah laku dari molekul mudah dipahami, tetapi tidaklah gampang untuk
menerangkan atau memahami tingkah laku sejumlah molekul yang banyak sekali, seperti
pada zat cair. Namun pada dasarnya, sekurang-kurangnya interaksi antara bagian-bagian
dalam zat cair, tidak akan banyak berbeda dari interaksi antara dua molekul. Kita tahu
bahwa karena panasnya, molekul-molekul suatu zat cair terus menerus bergerak dan
molekul-molekul itu bisa kita bayangkan bergetar terhadap titik keseimbangannya.
Keadaan dekat permukaan zat cair sedikit berbeda, yakni bila jarak antar molekul
beberapa kali lebih besar dari diameter molekul terhitung dari permukaan zat cair. Kita
misalkan sebuah molekul berada pada permukaan zat cair dan bergerak keluar
meninggalkannya. Diluar, tidak ada molekul lain yang akan menolaknya kembali,
sehingga molekul tadi dapat berjarak lebih besar dari jarak pemisahan normal dalam zat
117
cair, sampai dihentikan dan dipercepat kembali masuk ke dalam zat cair, oleh gaya tarik
dari molekul-molekul lain yang ditinggalkannya. Akibatnya molekul-molekul yang berada
pada lapisan sebelah luar akan membentuk lapisan luar zat cair, yang terus menerus
bergerak keluar sampai jarak yang lebih besar sedikit dari jarak pemisahan normal, lalu
kembali lagi. Dengan perkataan lain sebagian besar waktunya dihabiskan dengan tinggal
dalam daerah dimana padanya bekerja gaya tarik yang menuju ke dalam. Inilah yang
menyebabkan perbedaan antara molekul-molekul yang berada di bagian dalam zat cair,
sehingga timbul apa yang kita sebut efek permukaan atau tegangan permukaan.
3. Koefisien tegangan permukaan
Semua fenomena permukaan menunjukkan bahwa permukaan zat cair dapat
dianggap dalam keadaan tegang sedemikian rupa. Bila ditinjau setiap garis di dalam atau
yang membatasi permukaannya, maka zat-zat di kedua sisi garis tersebut saling tarikmenarik. Tarikan ini terletak di dalam bidang permukaan itu dan tegak lurus terhadap garis
tadi. Efek demikian diperlihatkan dengan alat sederhana seperti Gambar (7-9).
(a)
(b)
Gambar (7-9). Gelang kawat dan jerat benang lemas yang dicelupkan ke
dalam larutan sabun (a). sebelum dan (b). sesudah selaput tipis ditusuk
Pada sebuah gelang kawat yang berdiameter beberapa inchi, diikat sebuah jerat
benang seperti terlihat pada gambar. Kalau gelang beserta jerat itu dicelupkan ke dalam air
sabun, lalu diangkat kembali, maka terbentuklah lapisan atau selaput tipis zat cair,
sedangkan jerat terapung dengan bebas di dalamnya. Jika selaput di dalam jerat ditusuk
hingga pecah, maka benang segera berubah bentuknya menjadi lingkaran seperti pada
gambar b, seolah-olah permukaan zat cair itu menarik keluar secara radial terhadap jerat
tadi, seperti dilukiskan oleh anak-anak panah. Sebenarnya gaya tarik ini juga sudah bekerja
sebelum selaput dipecahkan, tetapi karena pada kedua belah sisi benang terdapat selaput,
maka gaya netto yang dilakukan oleh selaput pada benang ketika itu sama dengan nol.
118
Gambar (7-10) menunjukkan seutas kawat dibengkokkan agar berbentuk U dan
seutas kawat lurus lain dipasang hingga dapat bergerak pada kaki-kaki kawat U tersebut.
Jika alat ini kita celupkan ke dalam larutan air sabun dan diangkat keluar, maka kawat
lurus akan tertarik ke atas, jika gaya berat w1 tidak terlalu besar. Kawat ini dapat dibuat
setimbang dengan meletakkan beban tambahan sebesar w2.
w1
w2
Gambar (7-10). Kawat peluncur horizontal dalam keadaan seimbang
Dari hasil percobaan ternyata gaya yang sama sebesar w1 + w2 akan membuat kawat
lurus berada dalam posisi setimbang pada tiap posisi, tak tergantung pada luas selaput
sabun, asal temperatur selaput selalu konstan. Meskipun selaput sabun sangat tipis, jika
dibandingkan dengan ukuran molekul adalah sangat tebal, sehingga terdiri dari lapisan
molekul-molekul yang terletak di dalam akan bergerak keluar membentuk permukaan
baru. Misalkan panjang kawat lurus adalah l maka panjang total permukaan selaput adalah
2l, karena selaput air sabun itu mempunyai dua permukaan.
Tegangan permukaan didefinisikan sebagai hasil bagi gaya permukaan oleh
panjang permukaan dan dapat dirumuskan dengan;
γ=
F
………………………………………….(7-10)
2l
Andaikan kawat lurus digerakkan sejauh y oleh gaya F = w1 + w2 , maka usaha yang
dilakukan gaya F adalah F.y yang mengakibatkan selaput bertambah luasnya sebesar 2 l y
sehingga usaha persatuan luas oleh gaya F adalah;
Usaha
Fy F
Tambahan Luas 2 l y 2 l
Jadi tegangan permukaan γ tidak lain adalah kerja yang dilakukan untuk menambah luas
permukaan sebesar satu satuan luas.
119
4. Kapilaritas
Gejala yang sudah tidak asing lagi yang disebabkan oleh adanya efek permukaan
ini adalah naiknya zat cairan di dalam pipa terbuka yang penampangnya sangat kecil, yang
disebut kapilaritas. Kapiler sebenarnya berarti kecil seperti rambut.
Bila zat cair membasahi dinding sebelah dalam benda itu, sudut kontaknya kurang
dari 90o dan zat cair itu naik sampai tercapai kesetimbangan y, seperti ditunjukkan oleh
gambar 11. Permukaan melengkung zat cair di dalam pipa disebut meniskus, ada yang
cekung dan ada yang cembung.
F sin θ
F sin θ
F cos θ
F cos θ
W
(a)
(b)
Gambar (7-11). Gaya tegangan permukaan pada cairan di dalam pipa kapiler
a. θ < 90
b. θ > 90o
Gambar (7-11) menunjukkan naiknya air pada pipa kapiler dan membasahi dinding pipa
kapiler sehingga sudut kontak lebih kecil dari 90o. Jika tabung mempunyai jari-jari r, maka
zat cair yang bersentuhan dinding adalah sepanjang 2π r. Gaya total yang dialami zat cair
yang dituliskan sebagai berikut;
F = 2 πr γ cos θ………………………………………(7-11)
(γ adalah tegangan permukaan zat cair). Dalam hal ini gaya total hanya dihitung dalam
arah vertikal, karena dalam arah horizontal saling meniadakan sepanjang keliling tabung.
Gaya ke atas F inilah yang harus diimbangi oleh zat cair setinggi y, dengan gaya berat
sebesar;
w = ρ g π r2 y …………………………………….(7-12)
( ρ adalah massa jenis zat cair, g adalah percepatan gravitasi), dan dengan menggunakan
syarat keseimbangan, maka;
ρ g πr2 y = 2 πr γ cos θ atau
120
y=
2 cos
………………….…………..(7-13)
gr
Dari persamaan di atas andaikan cos θ, berharga negatif ( θ > 90o ), maka y akan bernilai
negatif seperti diperlihatkan dalam gambar 11, dimana permukaan zat cair di dalam pipa
kapiler lebih rendah dari di luar pipa. Contoh zat cair yang disebut terakhir adalah air
raksa. Peristiwa kapiler ini dapat menjelaskan tentang naiknya air dalam akar tanaman,
naiknya minyak pada sumbu kompor dan lain sebagainya.
Contoh Soal 2
Sebatang pipa yang diameter penampang lintangnya 0,28 cm, Salah satu ujungnya tertutup
dan diberi beban. Pipa itu terapung vertikal dalam air dengan ujung tertutup disebelah
bawah. Jika massa total pipa dan bebannya 0,2 gram, serta sudut kontak sama dengan nol,
tentukan jarak antara permukaan air dengan ujung pipa bawah.
Penyelesaian:
B
Fγ
y
w
Gambar (7-12).
Misalkan bagian pipa yang terbenam = y, dan gaya akibat tegangan permukaan:
Fγ = 2 πr γ cos θ
= 2 π (0,14) (72,8) cos θ
Fγ = 64 dyne
Gaya ke atas (Archimedes ) :
B = ρVg
= ρ π r2 y g
= 3,14 (0,14)2 y (980)
B = 60,3 y dyne
Gaya berat adalah
w =mg
= 0,2 (980)
= 196 dyne
Dari gambar terlihat bahwa:
w + Fγ = B
121
196 + 64 = 60,3 y
Selanjutnya diperoleh bagian pipa yang terbenam adalah:
y = 4,3 cm.
D. Hidrodinamika
Berbeda dengan Hidrostatika, yang mempelajari tentang fluida dalam keadaan
diam, maka dalam Hidrodinamika dibahas tentang fluida yang bergerak. Meskipun
diketahui bahwa fluida terdiri dari molekul-molekul ataupun partikel-partikel, di mana
untuk tiap partikel ini berlaku hukum-hukum Newton, namun jika menuliskan persamaan
geraknya, tidaklah gampang. Hal ini disebabkan karena gerakan fluida itu sangat
kompleks, misalnya arus air waktu banjir, atau asap rokok yang mengepul di udara, dan
sebagainya. Oleh sebab itu jika mempelajari fluida yang mengalir, maka diciptakan suatu
model yang dianggap sebagai fluida ideal, dengan syarat-syarat tertentu. Untuk selanjutnya
akan dibahas aliran dari fluida ideal tersebut.
1. Aliran Fluida Ideal
Fluida ideal dibayangkan mengalir dengan tenang membentuk arus yang disebut arus
stream line atau disebut juga arus tunak. Arus ini dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini
va
a
vb
b
vc
c
Gambar 13. Aliran yang dibentuk garis-garis arus.
Gambar 13 melukiskan sebuah pipa yang di dalamnya mengalir zat cair dari kiri ke kanan.
Jika arus stream line, maka tiap-tiap partikel yang melewati titik a misalnya akan
menempuh lintasan dari partikel-partikel yang mendahuluinya melewati titik tersebut.
Lintasan ini disebut garis alir atau garis arus. Jika penampang lintang pipa tidak sama
sepanjang pipa, maka kecepatan partikel tidak sama sepanjang garis arusnya, tetapi setiap
partikel yang melewati titik yang sama mempunyai kecepatan yang senantiasa sama. Jika
sebuah partikel yang melewati titik a dengan kecepatan va , di titik b dengan kecepatan vb
122
terus ke titik c dengan kecepatan vc. Harga va , vb dan vc, berbeda satu sama lain,
tergantung penampang lintang di mana titik itu berada.
Di samping itu, fluida ideal dapat dianggap tidak kental sama sekali, sehingga
gesekan antar partikel-partikel mengalir dapat diabaikan. Ini berarti, bahwa partikel yang
berada pada penampang lintang yang sama, akan mempunyai kecepatan yang sama pula.
Sedangkan untuk fluida kental, kecepatan titik yang terletak pada penampang yang sama,
akan berbeda, makin dekat ke dinding pipa, kecepatannya makin kecil. Untuk aliran
dengan kecepatan tinggi, jenis aliran stream line tidak dapat dipenuhi, karena garis arus
dapat berubah sekonyong-konyong, sehingga memungkinkan partikel-partikel seolah-olah
berputar, yang biasa disebut aliran turbulen.
Aliran stream line tidak berlaku untuk fluida kompressibel (termampatkan), karena
massa jenis atau rapat massa fluida diberbagai tempat akan berbeda. Oleh sebab itu dipilih
fluida tak kompressibel, sehingga rapat massa sepanjang aliran tidak berubah-ubah
besarnya.
2. Persamaan Kontinuitas
Untuk aliran tunak, gerak fluida di dalam suatu tabung aliran, haruslah sejajar
dengan dinding tabung, meskipun besar kecepatan fluida berbeda dari satu titik ke titik
lainnya, sepanjang garis arus. Hal ini dapat digambarkan pada gambar 17.
P
V1
Q
A2
V2
A1
Gambar 14 . Zat cair yang mengalir dalam pipa dengan penampang lintang
yang berbeda
Gambar 14. menunjukkan aliran fluida dalam sebuah pipa yang luas
penampangnya untuk tiap bagian tidaklah sama. Kecepatan fluida di titik P adalah v1 dan
di titik Q adalah v2 . A1 dan A2 adalah luas penampang tabung aliran yang tegak lurus
terhadap garis-garis arus pada titik P dan Q.
123
Jika diamati, dalam selang waktu sebesar t , suatu elemen fluida akan bergerak
sejauh v t . Jadi massa elemen
m yang melalui luas A1 dalam selang
t adalah;
m = 1 A1 v1 t
Selang waktu
t harus diambil cukup kecil, agar dalam selang waktu ini kecepatan v dan
luas penampang A tidak berubah banyak sepanjang jarak yang ditempuh oleh elemen
fluida. Untuk
t = 0, maka pada titik P berlaku;
dm1
1 A1 v1
dt
Pada titik Q, fluks massa adalah;
dm 2
2 A2 v2
dt
Untuk aliran streamline, maka fluks massa di titik P dan Q haruslah sama, sehingga;
1 A1 v1 2 A2 v2 ……………………………………………(15)
Bila sepanjang aliran rapat massa dianggap sama, maka;
m1 = m2 = m
sehingga;
A1 v1 = A2 v2
Persamaan ini disebut dengan persamaan kontinuitas untuk aliran massa, yang tidak lain
merupakan pernyataan adanya kekekalan massa dalam aliran fluida. Dari persamaan ini
ditunjukkan bahwa kecepatan aliran fluida di suatu titik berbanding terbalik dengan luas
penampang yang tegak lurus arus itu. Dari gambar juga dapat diperlihatkan bahwa rapat
garis arus persatuan luas, berbanding lurus dengan kecepatan fluida.
3. Persamaan Bernoulli
Hubungan antara rapat massa, kecepatan v dan luas penampang A, diberikan oleh
persamaan kontinuitas. Selanjutnya akan ditinjau pula bagaimana hubungan antara gerak
fluida yang mengalir dengan hukum kekekalan energi. Hal ini dapat digambarkan sebagai
berikut;
124
v2
Δ l2 B
A2
v1
A
F2
h2
A1
F1
h1
Δl1
Gambar 14. Aliran zat cair dalam pipa dengan penampang dan ketinggian
yang berbeda
Gambar 14, menunjukkan fluida yang mengalir dari ujung A ke ujung B. Jelas hal ini
disebabkan oleh perbedaan tekanan antara kedua ujung ini, yang mengakibatkan suatu
elemen fluida sepanjang Δl1 terdorong oleh gaya F1, yang ditimbulkan oleh tekanan p1.
Setelah selang waktu Δt, kita dapatkan ujung kanan telah bergerak sejauh Δl2. Usaha yang
dilakukan oleh gaya F1 sepanjang Δl1 adalah;
W1 = A1 p1 Δl1
Sedangkan gaya F2 melakukan usaha sepanjang Δl2 sebesar;
W2 = -A2 p2 Δl2
Usaha total yang dilakukan terhadap fluida adalah;
W = W1 + W2
W = A1 p1 Δl1 - A2 p2 Δl2
Untuk fluida ideal, maka berlaku :
m
A1 Δl1 = A2 Δl2 =
,
di mana m merupakan massa fluida yang berpindah dalam waktu Δt . Selanjutnya usaha
total dapat ditulis :
W = ( p1 – p2 )
m
Karena fluida merupakan fluida ideal, maka gesekan antar fluida dapat diabaikan, sehingga
usaha total ini akan berubah menjadi tambahan energi kinetik dan energi potensial, jadi :
W = Ek + Ep
( p1 – p2 )
m
=
1
1
m v22 - m v12 + m g ( h2 – h1 )
2
2
Selanjutnya dapat ditulis :
125
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
Subkrip 1 dan 2 menyatakan dua tempat yang diambil sembarang, maka secara umum
dapat dinyatakan dengan ;
p + ½ ρ v2 + ρ g h = konstan ……………………………….(17)
Persamaan ini dikenal dengan persamaan Bernoulli, seperti yang dikemukakan oleh Daniel
Bernoulli (1700 – 1783), pada tahun 1738.
4. Pemakaian Persamaan Bernoulli dan Kontinuitas
Hubungan yang ditunjukkan persamaan Bernoulli dan persamaan kontinuitas
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya adalah:
a. Persamaan hidrostatika
Persamaan Hidrostatika merupakan bentuk khusus dari persamaan Bernoulli, yaitu
bila kecepatan fluida sama dengan nol. Perubahan tekanan akibat perbedaan letak titik di
dalam zat cair, dapat dicari dengan menggunakan persamaan Bernoulli, pada titik 1 dan 2,
seperti diperlihatkan pada gambar 15.
1
h
2
Gambar 15. Hubungan antara ketinggian dan tekanan
Menurut persamaan Bernoulli,
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
Karena p1 = p0 (tekanan atmosfir ), dan v1 = v2 = 0, sedangkan h1 = h dan h2 = 0, maka :
p0 + ρ g h = p2
atau
p2 = p0 + ρ g h
126
b. Dalil Torricelli
1
h
2
Gambar 15. Air yang mengalir dari tangki
Gambar 15 memperlihatkan zat cair, yang keluar dari tangki lewat lubang sejarak h, di
bawah permukaan zat cair di dalam tangki. Titik 1 pada permukaan zat cair, dan titik 2
tepat di lubang, akibatnya tekanan pada masing-masing titik sama, sebab berhubungan
dengan udara luar, yakni p0. Jika lubang cukup kecil, permukaan air dalam tangki turunnya
lambat, sehingga v1 kecil dan dapat dianggap sama dengan nol. Jadi :
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
p0 + ρ g h
ρgh
= p0 + ½ ρ v22
= ½ ρ v22
v2 2 g h
Inilah yang disebut dalil Torricelli. Jika kita amati besar kecepatan keluarnya zat cair dari
lubang setinggi h di bawah permukaan air dalam tangki, sama dengan besar kecepatan
yang diperoleh benda bila jatuh bebas dari ketinggian h.
c. Alat Ukur Venturi
Gambar 21 menunjukkan sebuah venturimeter, berupa sebuah pipa yang di
bagian tengahnya menyempit, dilengkapi dengan tabung manometer yang diisi zat cair,
biasanya air raksa. Prinsip kerja alat ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1
A1
A2
2
l-h
l
A
B
h
Gambar 16. Alat Ukur Venturimeter
127
Misalnya zat cair dengan rapat massa ρ, mengalir dari kiri ke kanan, seperti yang
diperlihatkan pada gambar 16. Untuk titik 1 dan 2 , persamaan kontinuitas memberikan
hubungan;
A1 v1 = A2 v2
A1 v1
A2 v 2
atau
Jika dikuadratkan :
A1 2
A2 2
v 22
atau
v1 2
v2 2
A1
2
A2
2
v1
…………………………………(18)
2
Menurut persamaan Bernoulli;
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
karena h1 = h2 , maka;
p2 + ½ ρ v22 = p1 + ½ ρ v12
Bila digabung dengan persamaan (18) diperoleh;
p1 1 / 2 v12 p 2
A1
2
A2
2
v12
A1 2
1 / 2 v 2 - 1 p1 p 2
A2
2
1
atau
Selanjutnya dapat dituliskan;
A1 2 A22
1 / 2 v
p1 p 2 ……………………………..(19).
2
A2
2
1
Karena titik A dan B sama tinggi, maka menurut persamaan hidrostatis;
pA = pB
p1 + ρ g l = p2 + ρ g ( l – h ) + ρ’ g h
p1 - p2 = (ρ’ - ρ ) g h
atau
2( , - ) g h
v12 A22
2
2
( A1 - A 2 )
128
v1 A2
2( , - ) g h
( A1 2 - A 2 2 )
……………………………………..(20)
dengan;
ρ = massa jenis fluida yang akan diukur kecepatannya.
ρ’ = massa jenis fluida dalam tabung manometer.
A1 = luas penampang pipa besar.
A2 = luas penampang pipa kecil.
h = perbedaan tinggi permukaan fluida dalam tabung manometer.
d. Daya angkat pesawat terbang
Penampang sayap pesawat terbang mempunyai bagian belakang yang tajam dan
sisi atas lebih melengkung dari sisi bawah, seperti diperlihatkan dalam gambar 23.
Melengkungnya bagian atas pesawat, mengakibatkan garis arus aliran udara bagian atas
lebih rapat dari bagian bawah, sehingga besar kecepatan aliran udara bagian atas lebih
besar dari kecepatan aliran udara bagian bawah. Menurut persamaan Bernoulli, tekanan
udara bagian bawah pesawat lebih besar dari bagian atas sayap. Perbedaan tekanan inilah
yang menyebabkan daya angkat pesawat.
Gambar 17. Garis-garis aliran sekitar penampang sayap pesawat terbang.
e. Tabung Pitot
Tabung Pitot atau sering disebut dengan pipa Pitot seperti diperlihatkan pada
gambar 18, adalah alat untuk mengukur kecepatan gas dalam suatu tabung atau pipa.
Sebuah manometer terbuka dihubungkan dengan tabung yang dilewati gas. Tekanan di
dalam kaki kiri
129
2
1
h
Gambar 18. Tabung Pitot
manometer yang lubangnya sejajar dengan arah aliran gas sama dengan tekanan gas dalam
aliran. Tekanan di kaki kana yang lubangnya tegak lurus terhadap arah aliran gas dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan Bernoulli pada titik-titik 1 dan 2. Andaikan v
adalah kecepatan arus, ρ adalah rapat massa dan po tekanan di titik 1, sedangkan kecepatan
di titik 2 adalah nol, maka :
p2 = p1 +
1
ρ v2
2
Karena p2 lebih besar dari p1, maka zat cair di dalam manometer akan mengalami
pergeseran seperti dilukiskan pada gambar. Jika ρo rapat massa zat cair dan h adalah selisih
tinggi zat cair dalam kedua kaki, maka :
p2 = p1 + ρo gh
Jika kedua persamaan ini digabung dengan persamaan sebelumnya, diperoleh :
1
2
ρ v2 = ρo gh
sehingga harga v dapat dihitung, atau dapat ditulis dengan cara berikut :
v2
di mana p1 - p2
2 ( p1 - p 2 )
…………………….……..(21)
adalah selisih tekanan antara titik 1 dan titik 2, yang dapat ditentukan
dengan selisih tinggi air raksa di kedua kaki pipa U.
Contoh soal 3
Sebuah tangki yang luas diisi dengan air setinggi 1m. Sebuah lubang di dasar tangki
luasnya 5 cm2, dapat mengalirkan air keluar tanpa terputus-putus.
a. Berapakah debit air yang keluar dari tangki, bila dinyatakan dengan m3/s.
130
b. Pada suatu tempat di bawah dasar tangki, luas penampang arus menjadi setengah dari
luas lubang. Tentukan jarak antara dasar tangki dengan tempat ini.
Penyelesaian:
Titik O berada pada permukaan tangki, titik 1 pada lubang di dasar tangki dan titik 2
berada di bawah dasar tangki, dimana luas penampang air yang mengalir adalah setengah
dari luas lubang.
Untuk titik O dan 1 berlaku persamaan Bernoulli:
po + ½ ρ vo2 + ρ g ho = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
karena; po = p1 , vo = 0 dan h1 = 0, maka :
ρ g ho = ½ ρ v12
v12 = 2 g ho
atau
v12 = 2. 10. 1
v1 =
O
20 m/s
Ao
ho
1
A1
h
A2
2
Gambar 19
Debit air yang keluar :
Q = A1 v1
= 5. 10-2 m2
20 m/s
= 22,4 .10-4 m3/s
Untuk titik 1 dan 2 berlaku persamaan kontinuitas;
A1 v1 = A2 v2
A1
20 = ½ A1 v2
v2 = 2
20 m/s
131
Dengan menggunakan prinsip kekekalan energi diperoleh;
½ m v22 - ½ m v12 = m g h
v22 - v12 = 2 g h
80 – 20 = 2 .10. h
Selanjutnya diperoleh jarak antara dasar tangki dengan titik 2, yaitu : h = 3 m
Contoh soal 4
Perhatikan gambar berikut:
A1
A2
l-x
l
x
Gambar 20 a
Saluran masing-masing adalah 40 cm3 dan 10 cm3. Dalam 5 detik dari pipa keluar 30 liter
air.
Tentukanlah:
a. Kecepatan air dibagian pipa yang sempit
b. Selisih tekanan antara bagian pipa lebar dan bagian pipa sempit.
c. Selisih tinggi kolom air raksa dalam pipa U
Penyelesaian:
a. Debit air Q adalah:
Q = A1 v1 t
30.10-3 m3 = (40 . 10-4 m2 ) v1 (5 s)
v1 = 1,5 m/s
Selanjutnya;
Q = A2 v2 t
30.10-3 m3 = (1 . 10-3 m2 ) v2 (5 s)
v2 = 6 m/s
132
l
l-x
x
A
B
Gambar 20.b
Menurut persamaan hidrostatika :
pA = pB
p1 + ρ g l = p2 + ρ g ( l – x ) + ρ’ g x
p1 – p2 = (ρ’ - ρ ) g x
= ( 13,6 .103 - 103 ) 10 x …..(*)
Menurut persamaan Bernoulli :
p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1 = p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2
p1 + ½ 103 (1,5)2 + 0 = p2 + ½ (103) 62 + 0
p1 – p2 = ½ 103 ( 62 - 1,52 ) …….(**)
Dari persamaan (*) dan (**) diperoleh perbedaan tinggi kolom air raksa di kedua kaki pipa
U adalah:
x = 13,39 cm.
E. Viskositas
Secara kualitatif kita dapat mengatakan bahwa oli mobil lebih kental dari minyak
tanah, gliserin lebih kental dari air dan lain sebagainya. Kita dapat merasakan pengaruh
kekentalan terhadap gerakan benda-benda lain di dalam fluida, maupun jika fluida itu
sendiri yang bergerak. Viskositas atau kekentalan dapat dibayangkan sebagai gesekan
antara satu bagian dengan bagian lain di dalam fluida. Untuk selanjutnya, akan dibahas
tentang bagaimana mengukur kekentalan, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan
kekentalan, seperti hukum Stokes dan hukum Poiseuille.
1. Viskosimeter
Secara kuantitatif kekentalan dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut
Viskosimeter. Skema alat tersebut dapat diperlihatkan pada gambar 21
133
B
A
Gambar 21. Viskosimeter
Gambar 21. menunjukkan bagian utama dari sebuah Viskosimeter, yang terdiri dari dua
selinder A dan B. Zat cair yang akan diukur kekentalannya diletakkan di ruangan antara
dua selinder tersebut. Selinder B dililiti tali yang pada ujung lainnya digantungkan beban.
Jika dilepaskan, beban mula-mula turun dipercepat, akan tetapi karena gesekan dengan zat
cair, beban akan bergerak dengan kecepatan konstan. Dari percobaan ternyata makin
kental zat cair, makin pelan (kecil) pula kecepatan akhir beban. Kita amati suatu bagian
kecil dari fluida yang ada pada rongga antara dua selinder di atas, dan digambarkan pada
gambar 22.
Fluida yang mengalir dianggap berupa lapisan-lapisan tipis yang disebut lamina,
sehingga aliran fluida disebut laminar. Tiap lapisan bergeser di atas lapisan yang lain,
sehingga menyebabkan kecepatan satu lapisan berbeda dengan lapisan lainnya. Dapat
dipahami bahwa besarnya gaya gesekan antar lapisan berbanding lurus dengan perbedaan
kecepatan untuk tiap lapisan dan luas tiap lapisan, sehingga secara matematis dapat ditulis
:
Fn A
v
y
( A = luas lapisan,
v
= perubahan kecepatan tiap lapisan )
y
Selanjutnya dapat dirumuskan;
Fη = η A
v
y
( η adalah koefisien kekentalan zat cair atau viskositas ).
134
d
d’ c
c’
F
v
l
lapisan cairan
F
a
b
Gambar 22 .Aliran Laminer Cairan Kental
Jadi koefisien kekentalan dapat dirumuskan sebagai berikut:
η=
F v
A y
…………………………………………….(22)
Satuan kekentalan dinyatakan dengan:
1 poice = 1 dyne s / cm2
Untuk minyak pelumas, viskositas dinyatakan dengan SAE ( Society of Automotive
Engineer), di mana :
SAE 10 pada 130oF memiliki viskositas antara 160 s/d 230 centi poice (cp).
SAE 20 pada 130oF memiliki viskositas antara 230 s/d 300 centi poice (cp).
SAE 30 pada 130oF memiliki viskositas antara 360 s/d 230 centi poice (cp).
Jika digunakan dalam sistem SI, maka:
1 poice = 1. 10-5 Ns/ 10-4 m2
1 poice = 10-5 Ns /m2
1 poice = 10-1 Pa.s. ( Pa = Pascal)
atau :
1 Pa .s = 10 poice
Catatan:
Dari hasil percobaan, ternyata agar aliran fluida bersifat laminar ( tidak turbulen) artinya
tidak berputar, maka diperlukan beberapa syarat yang dikombinasikan menjadi bilangan
Reynolds, yakni :
Re =
vD
, ……………………………………………(23)
di mana:
ρ = massa jenis zat cair
v = kecepatan aliran
D = diameter pipa
η = viskositas
135
Untuk Re < 2000, aliran akan bersifat laminar, sedangkan untuk Re > 3000, aliran akan
bersifat turbulen, sedangkan bila Re antara 2000 dan 3000, berarti aliran tidak stabil,
kadang-kadang laminar kadang-kadang turbulen.
2. Hukum Stokes
Dapat dipahami bila sebuah benda bergerak di dalam fluida yang kental,
gerakannya akan lebih lambat dibandingkan dengan gerakannya di dalam fluida yang
kental. Hal ini disebabkan adanya gesekan antara benda dengan fluida yang disebut gaya
gesekan fluida yang bekerja berlawanan arah dengan gerak benda.
Hal yang sama juga akan berlaku, bila yang bergerak adalah fluida, sedangkan
benda dalam keadaan diam. Besarnya gaya gesekan ini telah diteliti oleh Sir George
Stokes melalui percobaan-percobaannya yang melahirkan apa yang dikenal sekarang
dengan hukum Stokes. Menurut Stokes besarnya gaya ini tergantung pada kecepatan benda
yakni:
Fη = 6 π η r v …………………………………………(24)
dengan:
η = koefisien kekentalan ( viskositas )
r = jari –jari bola (benda)
v = kecepatan relatif bola terhadap cairan
Jika sebuah bola dengan rapat massa ρ, jari-jari r, dilepaskan pada permukaan zat cair
kental yang diam dengan rapat massa ρo , maka pada bola akan bekerja tiga gaya yaitu,
gaya berat w, gaya gesekan fluida Fη dan gaya ke atas B ( gaya Archimedes), seperti pada
gambar 28.
F
B
w
Gambar 22. Gaya-gaya yang bekerja pada sebuah bola yang bergerak dalam
fluida.
136
Jika bola mula-mula dalam keadaan diam, lalu dilepaskan maka gaya Fη akibat
kekentalan itu nol pada permulaannya, sehingga yang bekerja mula-mula adalah gaya berat
w dan gaya Archimedes B. Resultan gaya ini akan memberikan percepatan awal pada
benda:
w=mg=
4
r3 g
3
dan gaya Archimedes adalah:
B =
4
r 3 o g
3
maka;
4
4
4
r3 g - r3 o g = r3 a o
3
3
3
w–B=
Percepatan awal ao adalah :
ao =
( - o ) g
……………………………………………(25)
Akibat percepatan ini, bola memperoleh kecepatan ke bawah, yang menimbulkan pula
gaya gesekan Fη, yang makin lama makin besar pula. Suatu saat, pada suatu kecepatan
tertentu, besarnya gaya yang berarah ke atas, akan sama besar dengan gaya yang arahnya
ke bawah. Akibatnya bola tidak mendapat percepatan lagi, dan akan bergerak dengan
kecepatan konstan yang disebut kecepatan akhir ( terminal velocity ). Besarnya kecepatan
ini dapat dirumuskan dengan B + Fη = w, atau :
4 3
4
r o g + 6 π η r v = r3 g
3
3
sehingga:
v=
2r 2 g
( o ) …………………………………………..(26)
9
Rumus ini hanya berlaku, asalkan besarnya kecepatan tidak sampai menimbulkan
turbulensi. Bila ini terjadi, maka gaya penahan atau gaya gesekan fluida jauh lebih besar
dari pada yang dihitung menurut hukum Stokes.
E. Hukum Poiseuille
Berdasarkan sifat-sifat umum kekentalan, terbukti bahwa kecepatan zat cair kental
yang mengalir melalui pipa tidak sama pada setiap titik pada penampang lintang yang
sama. Akibat gesekan antara fluida dan dinding pipa, maka dinding pipa akan mengerjakan
137
gaya ke belakang terhadap lintasan yang lebih dalam letaknya, demikianlah selanjutnya.
Hasilnya kecepatan terbesar terdapat ditengah-tengah pipa, dan akan berkurang jika
menjauhi tengah-tengah pipa dan akhirnya menjadi nol pada dinding pipa.
Gambar 23. Pembagian kecepatan pada sebuah pipa bulat
Pembagian kecepatan pada penampang itu dapat ditentukan dengan cara berikut :
Gambar 24. menunjukkan sebagian pipa berjari-jari R, yang panjangnya L, dilalui zat alir
yang kekentalannya . Selanjutnya kita amati suatu elemen fluida yang berbentuk selinder
( r < R ), koaksial dengan pipa. Jika tekanan pada ujung kiri dan kanan pipa berturut-turut
p1 dan p2, maka resultan gaya yang bekerja pada elemen itu adalah :
F = ( p1 – p2 ) π r2
p1
p2
Fη
Gambar 24. Gaya-gaya yang bekerja pada elemen fluida yang bergerak
Di samping itu elemen ini juga mengalami gaya gesekan Fη pada permukaan selinder yang
luasnya A = 2 π r L dari fluida sekitarnya, yang arahnya berlawanan dengan F. Besarnya
gaya gesekan tersebut adalah:
Fη = η A
atau
Fη = η 2 π r L
v
l
v
…………………………………………(27).
l
Andaikan zat cair dalam pipa bergerak dengan kecepatan konstan, maka Σ F = 0, sehingga:
F = Fη
( p1 – p2 ) π r2 = π 2 π r L
v
y
138
( p1 – p2 ) π r2 dr = η 2 π r L dv
( p1 – p2 ) r dr = η 2 L dv
dengan demikian;
R
v=
r
v=
( p1 p 2 )rdr
2L
( p1 p 2 ) 2
( R r 2 ) ………………………………….(28)
4L
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa kecepatan zat cair di tengah-tengah ( r = 0 )
pipa adalah paling besar dan pada bagian yang bersinggungan dengan dinding pipa ( r = R
) menjadi nol , berarti zat cair tak bergerak atau diam. Sealanjutnya jika dihitung debit air,
maka;
dQ = v dA =
Q = dQ =
(p1 p 2 ) 2
(R r 2 )2 r dr
4L
R4
(p1 – p2)…………………………….(29)
8 L
Contoh Soal 5
1.Dengan kecepatan akhir berapakah sebuah gelembung udara akan naik di dalam suatu zat cair yang
kekentalannya 150 cp dan massa jenisnya 0,90 g/cc. Berapakah kecepatannya bila bergerak dalam air ( η air
= 1cp ).
Penyelesaian :
Gaya-gaya yang bekerja pada gelembung adalah;
B = Gaya Apung
W = Gaya berat
F = Gaya gesekkan fluida
Kecepatan akhir diperoleh pada saat:
B = w + F
F = B – w
6 πηrv =
4 3 '
r ( - ) g
3
Selanjutnya diperoleh :
v=
2r 2 g ( ' )
9
v=
2.(1).(980)(0,9 0,0013)
9.(150)10 2
v = 1,3 . 102 cm/s
Jika bergerak dalam air, maka kecepatan akhir gelembung adalah:
139
v=
2.(1).(980)(1 0,0013)
9.(1)10 2
v = 2,175. 102 cm/s
2. Karena pengaruh gaya berat maka suatu zat cair mengalir secara laminar lewat tabung
vertikal yang radiusnya R. Tunjukkan bahwa kecepatan zat cair ditempat berjarak r
dari sumbu tabung memenuhi persamaan:
v=
g 2
(R r 2 )
4
( Anggap kecepatan zat cair konstan, ρ = massa jenis zat cair dan η = viskositas zat cair )
Penyelesaian:
Gaya akibat kekentalan:
Fη = η A
karena:
A=2πrL
maka;
Fη = η 2 π r L.
F
Gaya berat zat cair adalah;
w = ρV g
Gambar 31. Contoh Soal
Karena V = π r2 L , maka; w = π r2 L ρg
Jika dianggap p1 = p2 , maka F1 = F2 , sehingga kecepatan v adalah konstan. Selanjutnya:
Fη = w
maka;
η 2 π r L.
dv
= π r2 L ρ g
dr
dv =
gr
dr
2
atau
R
v=
r
g r
dr
2
140
R
v=
g
rdr
2
r
v=
g 2 2
(R r )
4
( terbukti)
REFERENSI
P.A. Tipler. 1998. Fisika untuk sains dan teknik, Terjemahan, Erlangga. Jakarta.
H.D. Young dan R.A. Freedman, 2008. University Physics. 12th Edition. Addison
Wesley.New York.
D. Halliday, R. Resnick, J. Walker, 2007, Fundamental of Physics, 8th Edition, John
Wiley & Sons.
Sears & Zemansky. 1985. Fisika Universitas Jilid 1 Seri Mekanika, Panas & Bunyi.
Jakarta.
141