Penerapan model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Materi Konduktor dan Isolator Panas Siswa Kelas VI SDN 2 Banua Hanyar

  

Penerapan model pembelajaran Team Assisted Individualization

(TAI) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Materi Konduktor dan

Isolator Panas Siswa Kelas VI SDN 2 Banua Hanyar

  • Saprudin

  

Sekolah Dasar Negeri 2 Banua Hanyar Pandawan

Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan

  • • Terima: 29-09-2018 • Revisi: 25-10-2018 • Terbit Daring: 05-11-2018

  

Abstrak

Pembelajaran IPA di SDN 2 Banua Hanyar belum bisa melibatkan siswa secara aktif, siswa kurang merespon dan lebih

banyak diam mendengarkan informasi dari guru. Oleh karena itu saat dilaksanakan evaluasi hasilnya masih kurang

memuaskan. Mengatasi permasalah tersebut dilakukan pembelajaran dengan menerapkan model Team Assisted

Individualization (TAI). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VI SDN 2 Banua

Hanyar pada materi konduktor dan isolator panas. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan melalui

pola berdaur (siklus) dan berlangsung 2 siklus, setiap siklus terdiri atas 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,

pengamatan, dan refleksi. Data penelitian berupa aktivitas dan hasil belajar siswa diperoleh melalui pengamatan dan penilaian

dianalisis secara deskriptif berdasarkan nilai yang tercapai. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran

2015/2016 dengan subjek 17 orang siswa. Hasil dan pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran

dapat meningkat dari 70,59% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II. Aktivitas siswa dapat ditingkatkan dari 52,94% pada

siklus I menjadi 83,82%. Hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dari nilai rata-rata 68,53 ketuntasan 64,71% (tidak tuntas)

menjadi 76,47 ketuntasan 94,12% (tuntas belajar). © 2018 Rumah Jurnal. All rights reserved Kata-kata kunci: Konduktor, prestasi belajar, TAI * ———

  Korespondensi. Saprudin: E-mail: saprudin@gmail.com

  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Keberhasilan pendidikan banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah peranan guru. Setiap pendidik bertanggungjawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap program pembelajaran yang diampunya antara lain menggunakan metode pembelajaran yang partisipatif, aktif, inovatif, kreatif, efesien, dan menyenangkan (Depdiknas, 2008).

  Guru, dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran harus berupaya menerapkan strategi yang cocok yang memungkinkan keterlibatan aktif siswa. Keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan dan bermakna bagi siswa. Hal demikian akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa. Pada kenyataannya masih banyak guru khususnya dalam mengajarkan pelajaran IPA yang belum sepenuhnya mampu melibatkan siswa agar dapat aktif dalam belajar, seperti terjadi di SDN 2 Banua Hanyar kecamatan Pandawan.

  Pembelajaran IPA di sekolah ini masih menghadapi berbagai permasalahan baik yang berkaitan dengan proses maupun hasil belajar. Pada saat berlangsungnya proses pembelajaran khususnya pada materi konduktor dan isolator panas, sebagian besar siswa terlihat kurang aktif dan lebih banyak diam mendengarkan informasi dari guru tanpa memberikan tanggapan. Apabila ditanya banyak yang menjawab tidak tahu dan jika disuruh bertanya siswa hanya diam. Oleh karena itu saat dilaksanakan evaluasi hasilnya masih kurang memuaskan, 60% lebih siswa memperoleh nilai di bawah KKM sebesar 60, jadi secara klasikal siswa tidak tuntas belajar. Kenyataan ini menggambarkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami materi konduktor dan isolator panas.

  Menghadapai permasalahan kesulitan siswa dalam memahami materi pelajaran, guru bisa menerapkan berbagai strategi maupun model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Soekamto dalam Ahmadi dan Amri, 2011).

  Di antara model pembelajaran yang diyakini dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa adalah model kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok- kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama (Suyatno, 2009).

1. Pendahuluan

  Langkah-langkah Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) menurut Slavin (2005) adalah (1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru; (2) Guru memberikan kuis (pretest) secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal; (3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah), jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender; (4) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok; (5) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari; (6) Guru memberikan kuis (posttest) kepada siswa secara individual; (7) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

  Slavin dalam (Widdiharto, 2006) membuat model ini dengan beberapa alasan. Pertama, model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual. Kedua, model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual. Kelebihan model ini adalah siswa yang lemah dapat diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok, dan siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dalam keterampilannya..

2. Metodologi

  Individualization (TAI) dapat ditingkatkan pada

  Pada siklus II kegiatan pembelajaran dapat

  Pelaksanaan pembelajaran dengan model Team Assisted Individualization (TAI) pada siklus I belum bisa terlaksana secara maksimal. Beberapa langkah kegiatan pembelajaran belum terlaksana seperti melakukan apersepsi, memfasilitasi siswa membuat rangkuman materi pelajaran, memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari, dan memberi penghargaan pada kelompok. Hal ini bisa terjadi karena guru belum pernah menerapkan model ini sebelumnya sehingga perlu beradaptasi dengan model yang dibawakan. Kondisi ini merupakan temuan yang harus diperbaiki pada siklus kedua nanti.

  Perolehan nilai siswa pada materi konduktor dan isolator panas pada siklus II dapat diketahui, rata-rata nilai siswa pada siklus II semakin menunjukkan adanya peningkatan pada pertemuan 1 menjadi 73,52 dengan ketuntasan 82,35% dan pada pertemuan 2 menjadi 76,47 dengan ketuntasan mencapai 94,12%.

  Aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus II dapat rata-rata aktivitas siswa pada siklus II dapat meningkat, pada pertemuan 1 menjadi 72,79% dan pada pertemuan 2 menjadi 83,82%.

  Keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model Team Assisted Individualization (TAI) oleh guru pada siklus II dapat diketahui bahwa keterlaksanaan kegiatan pembelajaran model TAI pada siklus II dapat semakin meningkat, pada pertemuan 1 menjadi 88,24% dan pada pertemuan 2 dapat terlaksana 100%.

  pertemuan 2 menjadi 68,53 dengan ketuntasan 64,71%.

  Metodologi memberikan gambaran yang jelas terhadap pencapain tujuan penelitian (Dalle, 2010; Dalle et al., 2017; Derlina et al., 2018). Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yaitu suatu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu (kualitas) proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus (Kunandar, 2008).

  Penelitian dilakukan di kelas VI SDN 2 Banua Hanyar Kecamatan Pandawan pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 dengan subjek 17 orang siswa. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus meliputi tahapan-tahapan yang saling berkaitan dan berkesinambungan, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (action), pengamatan (observasi), dan refleksi (reflection).

  Aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus I dapat diketahui rata-rata aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 1 sebesar 50,74% dan dapat meningkat pada pertemuan 2 menjadi 52,94%.

  Keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model Team Assisted Individualization (TAI) oleh guru pada siklus I dapat terlihat keterlaksanaan kegiatan pembelajaran model TAI pada pertemuan 1 sebesar 64,71% dan dapat meningkat pada pertemuan 2 menjadi 70,59%.

  3. Hasil dan Pembahasan

  Indikator yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan penelitian ini adalah hasil belajar siswa dapat dapat mencapai ketuntasan secara klasikal, yaitu terdapat 85% siswa yang mencapai nilai memenuhi KKM sebesar 60 dan aktivitas siswa dalam belajar setidaknya mencapai 60%.

  Untuk hasil belajar juga dianalisis berdasarkan ketuntasan belajar siswa yaitu (1) Ketuntasan belajar individual. Siswa dikatakan tuntas belajar jika nilai yang diperolehnya dapat memenuhi KKM yang telah ditetapkan sebesar 60; (2) Ketuntasan belajar klasikal. Apabila terdapat 85% siswa yang mencapai nilai memenuhi KKM, maka secara klasikal siswa dikatakan tuntas belajar.

  Data pada penelitian ini terdiri atas aktivitas guru dan siswa, serta hasil belajar siswa. Data aktivitas guru dan siswa dikumpulkan melalui pengamatan dan hasil belajar melalui pemberian tes secara tertulis. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara deskriptif berdasarkan persentase yang tercapai.

  Perolehan nilai siswa pada materi konduktor dan isolator panas pada siklus I dapat diketahui, rata-rata nilai siswa pada siklus I pertemuan 1 sebesar 67,64 dengan ketuntasan 58,82%, melalui pembelajaran dengan menggunakan model Team Assisted model Team Assisted Individualization (TAI) dapat terlaksanan dengan baik. Peningkatan pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini terjadi karena guru berhasil melakukan perbaikan sesuai temuan pada pelaksanaan pembelajaran siklus sebelumnya, seperti memfasilitasi siswa membuat rangkuman materi pelajaran. Oleh karena kegiatan tersebut pada siklus I belum dapat terlaksana maka siswa hampir tidak ada yang membuat rangkuman pelajaran. Begitu juga dengan kegiatan pemberian penghargaan pada kelompok, karena pada siklus I khususnya pertemuan 1 belum dapat terlaksanakan, maka suasana pembelajaran terkesan tegang, namun setelah guru dapat melakukannya pada pertemuan 2 maka suasana pembelajaran menjadi lebih rame dan siswa terlihat senang.

  Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA materi materi konduktor dan isolator panas pada siklus I rata-rata masih terlihat kurang aktif. Pada pertemuan 1 hanya mencapai 50,74% dan pertemuan 2 sebesar 52,94%. Aktivitas siswa masih kurang terutama pada saat diberi kesempatan untuk bertanya tentang materi pelajaran yang belum dipahaminya dan saat mengomunikasikan hasil jawaban. Kedua aktivitas tersebut mempunyai kesamaan, yaitu terkait dengan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara lisan. Kurangnya aktivitas siswa pada kedua hal tersebut bisa terjadi karena selama ini siswa hanya terbiasa menerima informasi dari guru sehingga kemampuan berkomunikasi menjadi kBerdasarkan perolehan nilai, hasil belajar siswa pada siklus I masih belum sesuai harapan. Rata-rata nilai siswa pada siklus I pertemuan 1 sebesar 67,64 dengan ketuntasan 58,82% dan pada pertemuan 2 rata-rata 68,53 dengan ketuntasan 64,71%. Hasil evaluasi ini menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM. Hal demikian bisa terjadi karena siswa masih banyak yang belum terlibat secara aktif dalam belajar.

  Berdasarkan analisis hasil evaluasi pada siklus II, hasil belajar siswa semakin menunjukkan adanya peningkatan. Pada pertemuan 1 menjadi 73,52 dengan ketuntasan 82,35% dan pada pertemuan 2 menjadi 76,47 dengan ketuntasan mencapai 94,12%. Peningkatan hasil belajar pada siklus II ini terjadi karena guru dapat semakin baik melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan model Team Assisted Individualization (TAI). Akibatnya siswa menjadi semakin termotivasi dan dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Di samping itu diskusi kelompok dalam penerapan model ini memungkinkan dapat terbantu dari siswa yang lebih pandai dalam menyelesaikan tugas-tugas bersama. Hal ini bersesuaian dengan penjelasan Widdiharto (2006) bahwa kelebihan model ini adalah siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok, dan siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dalam keterampilannya. Suyatno (2009) menegaskan bahwa model tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.

  Ketuntasan belajar siswa pada siklus II dapat mencapai 94,12%. Hasil ini sudah dapat memenuhi bahkan melampaui indikator keberhasilan, yaitu dengan hasil belajar setidaknya mencapai ketuntasan 85%. Dengan demikian penelitian pada siklus II ini dapat dikatakan berhasil. kurang terlatih.

  Aktivitas yang sedikit bahkan hampir tidak dilakukan siswa pada siklus I adalah membuat rangkuman materi pelajaran, ini terjadi karena guru tidak melakukan fasilitasi aktivitas siswa tersebut sehingga hanya siswa tertentu dan terbiasa melakukannya saja yang membuat rangkuman. Adapun aktivitas yang banyak dilakukan siswa adalah memperhatikan penjelasan guru dengan baik dan mengikuti evaluasi dengan tertib. Hal demikian terjadi karena kedua aktivitas tersebut sudah terbisa dilakukan siswa dan dapat dilakukan oleh setiap siswa.

  Pada pelaksanaan siklus II aktivitas siswa mulai menunjukkan adanya peningkatan yang berarti. Aktivitas siswa dalam hal bertanya tentang materi pelajaran yang belum dipahaminya dan mengomunikasikan hasil jawaban semakin banyak dilakukan siswa dan masing-masing dapat mencapai 70,58% dan 76,47%. Hal yang sama juga terjadi pada aktivitas membuat rangkuman materi pelajaran yang sudah dapat dilakukan oleh sebagian besar siswa, yaitu 76,47%.

  Peningkatan aktivitas siswa pada siklus II ini terjadi karena siswa semakin memahami belajar dengan model Team Assisted Individualization (TAI) sehingga mereka semakin tertarik dan termotivasi dalam belajar. Indikasi dari hal tersebut adalah dengan semakin banyaknya siswa yang dapat memperhatikan setiap penjelasan guru secara baik. Siswa juga semakin terlihat semangat dan bergairah dalam menjawab pertanyaan dari guru. Demikian juga pada kegiatan pembelajaran lainnya seperti diskusi dan penyelesaian tugas-tugas. Rata-rata aktivitas siswa pada siklus II dapat mencapai 83,82%. keberhasilan dengan aktivitas setidaknya mencapai 60%. Dengan demikian penelitian pada siklus II ini dapat dikatakan berhasil.

4. Simpulan

  Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka penelitian dengan menerapkan model Team Assisted Individualization (TAI) pada materi konduktor dan isolator panas ini dapat disimpulkan (1) Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dapat meningkat dari 70,59% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II; (2) Aktivitas siswa dapat ditingkatkan dari 52,94% pada siklus I menjadi 83,82% pada siklus II; (3) Hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dari nilai rata-rata 68,53 ketuntasan 64,71% (tidak tuntas) pada siklus I menjadi 76,47 ketuntasan 94,12% (tuntas belajar) pada siklus II.

  Daftar Rujukan Ahmadi., & Sofyan,

  A. (2011). PAIKEM GEMBROT (Pengembangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya. Dalle, J. (2010). Metodologi umum penyelidikan reka bentuk bertokok penilaian dalaman dan luaran: Kajian kes sistem pendaftaran siswa Indonesia. Thesis PhD Universiti Utara Malaysia.

  Dalle, J., Hadi, S., Baharuddin., & Hayati, N. (2017). The Development of Interactive Multimedia Learning Pyramid and Prism for Junior High School Using Macromedia Authorware.

  The Turkish Online Journal of Educational Technology , November. 714-721.

  Depdiknas. (2008). Media pembelajaran dan sumber belajar.

  Jakarta: Ditjen PMPTK. Derlina., Dalle, J., Hadi, S., Mutalib, A.A., & Sumantri, C. (2018).

  Signaling Principles in Interactive Learning Media through Expert's Walkthrough. Turkish Online Journal of Distance Education (TOJDE) . 19(4), 147-162

  Kunandar. (2008). Langkah mudah penelitian tindakan kelas sebagai pengembangan profesi guru. Jakarta: Rajawali Pers. Slavin, R.E. (2005). Coperative Learning Teori, Riset, dan Praktik.

  Bandung: Nusa Media.

  Suyatno. (2009). Menjelajah pembelajaran inofatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pusaka.

  Widdiharto, R. (2006). Model-model pembelajaran matematika smp . Yogyakarta: PPPG Matematika.