Review Pemanfaatan Batang Jagung sebagai (2)

Review: Pemanfaatan Batang Jagung dari Hasil Pertanian di China
sebagai Bahan Baku Bio-Hidrogen
ABSTRAK
Pencemaran udara yang ditimbulkan dari pembakaran bahan bakar fosil serta ketersediaan bahan
bakar fosil yang tidak sebanding dengan tingginya pemakaian, menjadi faktor pemicu
diperlukannya alternatif bahan bakar yang terbarukan serta ramah lingkungan. Salah satu
alternatif bahan bakar ini adalah bio-hidrogen yang diproduksi secara biokonversi dari batang
jagung. Beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan proses biokonversi
adalah mampu menghasilkan yield yang besar, waktu proses yang singkat serta biaya yang
sedikit. Dengan membandingkan antara produksi hidrogen dari batang jagung yang telah dipretreatment melalui proses enzimatik dan proses biokonversi batang jagung dengan bakteri

anaerob, didapat proses anaeroblah yang dapat memenuhi kriteria tersebut.
Kata kunci: anaerob, bahan bakar fosil, batang jagung, biokonversi, hidrogen, proses enzimatik.
1. Pendahuluan
Penggunaan bahan bakar fosil di sektor industri maupun transportasi berdampak
negatif terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan pembakaran bahan bakar fosil
menghasilkan gas-gas rumah kaca seperti NOx, CO2. CO, SO2, dan lain-lain yang dapat
menimbulkan pencemaran udara. Selain itu, tingginya konsumsi bahan bakar fosil
berbanding terbalik dengan menipisnya persediaan bahan bakar fosil. Maka diperlukan
berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Satu diantaranya adalah
menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan dan terbarukan. Etanol, biodiesel, biogas

dan hidrogen dapat menjadi alternatif pilihan pengganti bahan bakar fosil. Hidrogen sebagai
bahan bakar alternatif memiliki prospek yang menjanjikan karena densitas energinya yang
tinggi yaitu 122 Kj/g, 2.75 kali lebih besar dari densitas energi bahan bakar fosil dan
menghasilkan pembakaran tanpa CO2 serta dapat diproduksi dengan menggunakan limbah
organik.

1

Limbah organik yang akan digunakan berupa biomassa hasil samping dari industri
pertanian ataupun

kehutanan. Biomassa umumnya

berupa batang, ranting atau bagian

lainnya dari tumbuhan. Biomassa ini tersedia dalam jumlah banyak namun seringkali tidak
dimanfaatkan sehingga memiliki nilai jual rendah dan malah akhinya dibuang

sebagai


limbah. Berdasarkan angka statistik, setiap tahunnya China menghasilkan batang jagung
sebanyak 10 MT. Batang jagung ini meskipun telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar
pembuatan steam dan bahan baku pembuatan furfural, masih tersisa banyak. Hal ini tentunya
dapat menimbulkan permasalahan lingkungan karena menambah volum sampah. Sehingga
diperlukan upaya pemanfaatan lainnya yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan
tersebut, salah satunya digunakan sebagai bahan baku pembuatan biohidrogen. (2)
Biomassa terdiri dari lignoselulosa yang terbagi menjadi empat komponen utama,
yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin dan

zat ekstraktif. Selulosa merupakan komponen

terbesar yang terdapat di tanaman dan kayu. Selulosa adalah polimer dari β-glukosa dengan
ikatan β-1-4 antara unit-unit glukosa yang bersifat kristalin. Sedangkan hemiselulosa adalah
gabungan dari polimer monosakarida seperti glukosa, galaktosa, xylose, arabinosa, asam 4O-metil glukurunik dan residu asam galakturonik. Sementara lignin adalah komponen
makromolekuler dinding sel ketiga dan merupakan suatu polimer yang kompleks dengan
berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropan. Lignin terdapat di antara sel-sel dan
di dalam dinding sel dan berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel.
Ada dua metode memproduksi biomassa menjadi hidrogen, yaitu dengan proses
termo-kimia dan biologi. Proses secara biologi terbukti lebih ramah lingkungan dan hemat
energi. Hidrogen yang dihasilkan dengan proses biologi merupakan produk samping dari

metabolisme mikroorganisme. Terdapat tiga jenis mikroorganisme yang dapat menghasilkan
bio-hidrogen, yaitu cyanobacteria , bakteri anaerob dan bakteri fermentasi. Proses anaerob
untuk menghasilkan gas hidrogen umumnya menggunakan media limbah rumah tangga,
limbah industri ataupun lumpur limbah. Jumlah glukosa yang diubah menjadi hidrogen
secara fermentasi dipengaruhi oleh mekanisme dan produk akhir dari fermentasi. Produk
akhir dapat berupa asam butirik dan asam asetat yang dihasilkan dalam jumlah besar.
Selain dengan mekanisme tersebut produk bio-hidrogen dapat ditingkatkan dengan
mengolah bahan baku biomassa yang akan diumpankan. Beberapa proses pretreatment yang
dilakukan sebelum proses hidrolisis yaitu: asidifikasi dan steam explosion bertujuan
2

memecah struktur mikro sel dan meningkatkan porositas batang jagung sehingga
meningkatkan proses hidrolisis dari lignoselulosa yang biodegradasinya rendah. Namun,
dibandingkan dengan metode-metode tersebut, hidrolisis lignoselulosa menjadi hidrogen
dengan proses enzimatik lebih ramah lingkungan dan hemat energi. (2)
Tulisan ini akan mereview 3 jurnal yang menggunakan 3 proses yang berbeda dalam
menghasilkan gas hidrogen. Untuk dibandingkan proses mana yang mampu menghasilkan
yield hidrogen dalam jumlah besar serta memiliki aspek ekonomi yang paling bagus jika

ditinjau dari lamanya operasi serta biaya yang dikeluarkan.

2. Proses produksi Bio-Hidrogen
2.1. Biokonversi Batang Jagung Menjadi Hidrogen Secara Langsung Menggunakan
Clostridium sp. FS3.(4)

Studi ini menggunakan batang jagung yang diambil dari Kota Zhengzhou, China.
Batang jagung dikeringkan dan digiling sampai berukuran 40 mesh dengan komposisi
sebagai berikut: total padatan (Total Solid) 93.5%, total volatile solid (TVS) 83.9%, gula
terlarut (SS) 22.6 mg/g-TS, selulosa 36.2%, hemiselulosa 30.8% dan lignin 15.3%.
Batang jagung tidak di-pretreatment. Mikroba anaerob Clostridium sp. FS3. yang
digunakan berasal dari kompos kotoran sapi dan didapat dari perternakan di Universitas
Pertanian Henan. Media untuk mengisolasi dan memproduksi bakteri penghasil H2
terdiri dari 10 g/l batang jagung, 1 g/l NH4HCO3, 1 g/l KH2PO4, 10 m/l larutan nutrisi
yang terdiri dari 0.1 g/l MgSO4.7H2O, 0.01 g/l NaCl, 0.01 g/l Na2MoO4.2H2O, 0.01 g/l
CaCl2.2H2O, 0.015 g/l MnSO4.7H2O, 0.00278 g/l FeCl2.
Konsentrasi karbondioksida dan hidrogen dianalisa dengan gas kromatografi (GC,
Agilent 4890D) yang dilengkapi dengan detektor konduktivitas panas (TCD) dan kolom
porapak Q. Temperatur injeksi, oven dan detector adalah 100oC, 80oC dan 150oC.
Nitrogen sebagai gas carrier dengan laju alir 20 ml/menit. Konsentrasi Volatile Fatty
Acid dan alkohol dideteksi menggunakan GC yang dilengkapi dengan FID (Flame
Ionization Detector ) dengan kolom sebesar 8 ft dengan 10% PEG-20M dan 2% H3PO4


(80/100 mesh).
2.1.1. Pengaruh dari Jumlah Nutrisi
Konsentrasi nutrisi divariasikan dari 0-25 ml/l. Produksi hidrogen meningkat
ketika nutrisi ditambahkan sebesar 5-10 ml/l. Produksi hidrogen maksimum
3

dicapai sebesar 90.2 ml/g pada konsentrasi nutrisi 10 ml/l. Kemudian, jumlah
tersebut menurun ketika penambahan nutrisi sebesar 10 sampai dengan 25 ml/l.
Dari hasil analisa didapat kondisi operasi optimum produksi hidrogen yaitu
menggunakan 20 g/l batang jagung mentah, 1.76 g/l NH4HCO3, 0.91 g/l KH2PO4
dan 10.4 m/l larutan nutrisi. Operasi dilakukan secara batch dengan temperature
36oC, yield hidrogen yang didapat sebesar 92.9 ml/g-batang jagung.
2.2. Proses Pretreatment Menggunakan Jamur untuk Meningkatkan Produksi Hidrogen
pada Fermentasi Termofilik Batang Jagung(1)
Pada studi ini, batang jagung diperoleh dari Wilayah Daxing, Beijing, China. Batang
jagung terlebih dahulu dikeringkan dan digiling menjadi bubuk berukuran 18-mesh.
Bubuk ini dikeringkan dan di oven pada temperature 60oC selama 24 jam. Pretreatment
yang dilakukan menggunakan Trichioderma Reesei Rut C-30 yang dikembangbiakkan
di PDA (potato dextrose agar) dan diatur pada pH 6. Pretreatment ini bertujuan untuk

menghasilkan selulosa yang cukup untuk dapat difermentasi. Komposisi nutrisi yang
digunakan untuk fermentasi adalah NH4HCO3 16.7 g/l, KH2PO4 8.3 g/l, MgSO4.7H2O
0.83 g/l, NaCl 0.08 g/l, Na2MoO4.2H2O 0.08 g/l, CaCL2.2H2O 0.08 g/l, MnSo4.7H2O
0.13 g/l dan FeCl2 0.02 g/l. Gas yang dihasilkan dianalisa menggunakan GC SP 4320 2
kolom, yang berisi molecular sieve 5A dan Poropak Q (80/100 mesh). Gas carrier
berupa helium dengan laju alir 12 mL/min. Temperatur kolom, injektor dan detektor
diatur pada suhu 70oC, 150oC dan 250oC.
2.2.1. Perbandingan

fermentasi

hidrogen

secara

termofilik

dan

mesofilik


menggunakan batang jagung berkomposisi campuran
Fermentasi mesofilik dilakukan pada temperature 35oC dan fermentasi termofilik
pada temperatur 50oC. Proses dilakukan selama 5 hari dan perbandingan antara
batang jagung yang telah di pretreatment dengan batang jagung mentah adalah
1:3.
Volum hidrogen yang diproduksi fermentasi termofilik lebih besar daripada
fermentasi

mesofilik.

Karena

temperatur

optimal

hidrogenasi

oleh


mikroorganisme penghasil hidrogen pada rentang 50-70oC. Selain itu, keaktifan
selulosa pada fermentasi hidrogen secara termolifik lebih tinggi daripada

4

fermentasi secara mesofilik. Keaktifan selulosa yang tinggi meningkatkan
efisiensi hidrolisa lignoselulosa.
2.2.2. Pengaruh waktu fermentasi jamur terhadap hidrogen yang dihasilkan
dengan fermentasi termofilik
Volume hidrogen kumulatif meningkat dari 157.2 ml menjadi 194.9 mL ketika
waktu fermentasi ditingkatkan dari 4 hari menjadi 6 hari. Volume hidrogen
kumulatif ini berkorelasi dengan jumlah dan keaktifan selulosa yang terbentuk
dari proses pretreatment.
2.3. Pretreatment Batang Jagung dengan Jamur Phanerochaete chrysosporium untuk
Meningkatkan Proses Enzim Sakarifikasi dan Produksi Hidrogen. (3)
Pada studi ini batang jagung didapatkan dari Univeritas Pertanian Tenggara, Harbin,
Provinsi Heilongjian, China. P. chrysosporium dikembangbiakkan di Potato Dextrose
Agar (PDA). Batang jagung terlebih dahulu di pretreatment dengan P. chrysosporium


pada suhu 29oC kemudian dihidrolisis secara enzimatik dengan Trichoderma viride.
Selanjutnya diolah menjadi bio-hidrogen menggunakan Thermoanaerobacterium
thermosaccharolyticum W16.

Proses produksi dilakukan secara batch, temperatur 60oC dan pH 7. Struktur karbohidrat,
lignin dan kelembapan dari batang jagung yang di pretreatment dan tidak di pretreatment
dianalisa menggunakan SEM (scanning electron microscopic). Produk gas (H2 dan CO2)
diukur menggunakan gas chromatography (GC 4890 D, USA) yang menggunakan
detector konduktivitas panas . HPL (high performance liquid chromatography)
digunakan untuk menganalisa komposisi gula yang terhidrolisa dan gula yang
terkonsumsi selama fermentasi.
2.3.1. Karakteristik fisik dan kimia batang jagung setelah pretreatment
Lignin pada batang jagung berkurang selama waktu kultivasi. Pengurangan
maksimum sebesar 35.3 %, serta pengurangan holoselulosa sebesar 9.5% dicapai
setelah 21 hari fermentasi. Padatan residu yang terbentuk cukup besar yaitu
hampir diatas 72% dari berat awal.

5

2.3.2. Sakarifikasi enzimatik dari batang jagung yang telah di pretreated dengan

jamur
Setelah 96 jam kultivasi, rasio sakarifikasi enzimatik antara batang jagung yang
tidak di pretreatment dengan yang di pretreatment selama 3,6, 9, 12 dan 15 hari
dicapai maksimum pada nilai 18.2%, 28.4%, 33.4%, 38.5%, 41.5% dan 47.3%.
Sehingga dapat disimpulkan, rasio sakarifikasi enzimatik berkorelasi dengan
kandungan lignin, semakin tinggi efisiensi enzim yang didapat semakin rendah
kandungan lignin.
2.3.3. Produksi hidrogen dari hidrolisis batang jagung yang telah di pretreatment
dengan jamur
Hidrolisis

batang

jagung

menggunakan

T.

thermosaccharolyticum


WI6

menunjukkan H2 langsung terbentuk setelah 6 jam inkubasi tanpa fasa lag. H2
kumulatif didapat sebesar 2812 ml/L setelah 36 jam fermentasi. Dengan
menggunakan basis batang jagung sebesar 100 g, yield H2 yang didapat 80.3
ml/g-batang jagung yang di pretreatment. Selain itu, pada proses hidrolisis ini
terbentuk asetat dalam jumlah besar yaitu 48.3%, diikuti oleh sejumlah butirat,
etanol serta sedikit butanol dan piruvat.
3. Kesimpulan
Dari ketiga artikel ini dapat dilihat produksi gas hidrogen yang paling ekonomis serta
menghasilkan perolehan yang besar adalah proses biokonversi batang jagung menggunakan
Clostridium sp FS3. Proses ini tidak membutuhkan pretreatment, mampu menghasilkan

hidrogen sebanyak 92.9 ml/g-batang jagung, dan dilakukan pada kondisi mesophilik (T
operasi 36oC). Sedangkan kedua proses lainnya, meskipun mampu menghasilkan yield yang
besar yaitu pada proses “Pretreatment Menggunakan Jamur untuk Meningkatkan Produksi
Hidrogen pada Fermentasi Termofilik Batang Jagung”

sebesar 194.9 mL dan proses

“Pretreatment Batang Jagung dengan Jamur Phanerochaete chrysosporium untuk
Meningkatkan Proses Enzim Sakarifikasi dan Produksi Hidrogen" sebesar 80.3 ml/g-batang
jagung yang di-pretreatment, lamanya waktu proses dan waktu pretreatment serta tingginya
biaya untuk bakteri enzim menjadi faktor yang tidak ideal walaupun proses berlangsung pada
kondisi sedang (T dan pH rendah).

6

4. Daftar Pustaka
1. Cheng, Xi-Yu dan Liu, Chun-Zhao. 2011. “Fungal Pretreatment Enhances Hydrogen
Production via Thermophilic Fermentation of Cornstalk” Elsevier Sciencer Publisher
2. Balat, Havva. 2010. “Hydrogen from Biomass-present Scenario and Future
Prospects’. Elsevier Sciencer Publisher.
3. Song, Zha-Xia., dkk. 2013. Direct Bioconversion of Raw Corn Stalk to Hydrogen by
a New Strain Clostridium sp. FS3. Elsevier Sciencer Publisher.
4. Zhao, Lei., dkk. 2012. “Fungal Pretreatment of Cornstalk With Phanerochaete
Chrysosporium

for

Enhancing

Enzymatic

Saccharification

and

Hydrogen

Production”. Elsevier Sciencer Publisher.

7