Manusia Dalam Pandangan Pendidikan Agama

MAKALAH REVISI
PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Manusia Dalam Pandangan Pendidikan Agama Islam
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pengantar Pendidikan
Agama Islam
Diampu Oleh :
Dr. Moh. Idris Tunru, S.Ag., M.Ag

Oleh kelompok 1 :
Ud‟ulana Setiawan 1622002

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO
2018
1

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan masalah........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
A. Apa pengertian manusia ............................................................... 3
B. Hakikat Manusia dengan pendidikan .............................................. 4
C. Ciri-ciri Manusia dengan makhluk lainnya ..................................... 5
D. Pendidikan Agama Islam ................................................................ 8
E. Peran Manusia Dalam Pendidikan .................................................. 9
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 11
A. Kesimpulan ................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12

i

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik.
Dikatakan misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal

mengenai manusia yang belum terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia
sebagai subjek sekaligus sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus
dilakukan manusia khusunya para ilmuwan. Oleh karena itu manusia telah menjadi
sasaran studi sejak dulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan
tinggi

mengkaji

manusia,

karya

dan

dampak

karyanya

terhadap


dirinya

sendiri,masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Al-Quran tidak menggolongkan manusia kedalam kelompok binatang
(animal) selama manusia mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya. Namun,
kalau manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan
yang sangat tinggi nilainya yakni pemikiran (rasio),kalbu,jiwa,raga, serta panca indra
secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri seperti hewan.
Manusia dalam pandangan Islam terdiri atas dua unsur, yakni jasmani dan
rohani. Jasmani manusia bersifat materi yang berasal dari unsur unsur saripati tanah.
Sedangkan roh manusia merupakan substansi immateri berupa ruh. Ruh yang bersifat
immateri itu ada dua daya, yaitu daya pikir (akal) yang bersifat di otak, serta daya
rasa (kalbu). Keduanya merupakan substansi dari roh manusia.
Sesunguhnya manusia itu diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sempurna
dan bagus, dan manusia diciptakan sebagai kholifah Allah di Bumi, dan telah
dijadikan Bumi seisinya untuk tunduk kepada manusia.

1

Untuk pengetahuan telah membuktikan bahwa benar adanya jika manusia itu

sebenarnya dari tanah. Tanpa adanya tanah tidak mungkin manusia bisa tumbuh.
semua makanan yang ada, pada awalnya adalah dari tanah.

B. Rumusan Masalah
Adapaun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain,
sebagai berikut:
1. Apa pengertian manusia ?
2. Hakikat Manusia dengan pendidikan ?
3. Ciri-ciri Manusia dengan makhluk lainnya ?
4. Pendidikan Agama Islam ?
5. Peran Manusia Dalam Pendidikan ?

2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manusia
Pengertian manusia dapat dilihat dari berbagai segi. Secara bahasa manusia
berasal dari kata “manu”(Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal

budi atau makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah manusia
dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi.
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain alinsaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang,
jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama‟). Alabd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena
berasal dari keturunan nabi Adam.
Pada sisi lain, banyak istilah yang hanya dipergunakan untuk manusia.
Sebenarnya dua bentuk

jama‟ dari „alimun dan „ulama‟, kemudian berkembang

menjadi kelompok individual yang mirip seperti pernyataan Ulu Al-ilm dan alrasihun fi al-„ilm banyak didapatka di dalam Al-Qur‟an. Hal ini memberi beberapa
hal agar dapat dapat menarik sebuah kesimpulan, bahwa kata alim tidak hanya
dipakai dalam bentuk mufradnya saja dan menunjuk pada manusia, oleh karenanya

3

manusia dianggap sebagai „alim. Akan tetapi pribadi manusia siapakah yang

memenuhi syarat dan pantas mendapat gelar sebagai „alim ini ?1
Menurut Agama Islam manusia itu terdiri dari dua bagian yang membuatnya
menjadi manusia sempurna, yaitu terdiri dari Jasmani dan rohani, disamping itu
manusia juga telah dikaruniai fitrah. Kita hidup di dunia ini bisa menyaksikan sendiri
ada persamaan-persamaan yang dimiliki manusia. Seperti Cinta keadilan, kasih
sayang, dan lainnya, itulah menurut kami yang disebut fitrah.
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia memiliki
keunikan yang menyebabkannya berbeda dengan makhluk lain. Manusia memiliki jiwa yang
bersifat rohaniah, ghaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda
dengan makhluk lain karena pada manusia terdapat daya berfikir, akal, nafsu,
qalbu,dan sebagainya.
manusia menjadi sempurna atau ideal bukan karena berhasil menjalin
hubungan pribadi dengan Tuhan seraya mengesampingkan kemanusiaan. Justru,
manusia menjadi sempurna dalam perjuangan untuk kesempurnaan umat manusia.
Manusia menjadi ideal dengan mencari serta memperjuangkan umat manusia, dan
dengan demikian, dia menemukan Tuhan. Manusia ideal tidak meninggalkan alam
dan mengabaikan manusia lainnya.2

B. Hakikat Manusia dengan pendidikan
Ilmu pendidikan selalu berhubungan mengenai persoalan siapakah “Manusia”

itu. Pembahasan tentang siapakah manusia biasanya dipelajari dibidang filsafat, yang
1

Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an,(Jakarta :PT Rineka
Cipta,1990), Jakarta, h 90-96
2
Ali Syari’ati, filosof etika dan arsitek Iran modern, (Bandung :PT. Mizan Publika, 2004), h. 115-116.

4

bersifat antropologi. Kerena pandangan filsafat itu menentukan nilai-nilai luhur yang
dijinjung tinggi oleh seorang pendidik atau seorang bangsa yang melakukan
pendidikan.
Dibanding dengan makhluk lain, jasmani manusia adalah yang terlemah,
sedangkan jiwa atau akal budi dan kemauan sangat kuat.3 Manusia memang tidak bias
terbang seperti burung, tidak dapat berenang selincah ikan, dan tidak punya tenaga
sekuat gajah.
Meskipun begitu manusia memiliki kemampuan yang tidak ada terhadap
makhluk yang lain yaitu kemampuan berpikir dan bernalar, beseta akal dan nuraninya
memungkinkan untuk selalu berbuat yag lebih baik dan bijaksana untuk dirinya

maupun lingkungannya. Dengan demikian manusia dapat mengatasi kelemahannya.

C. Ciri-ciri Manusia dengan makhluk lainnya

Manusia jika dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allahyang lain maka
Manusia akan terlihat menonjol dalam berbagai aspek yaitu :4
1. Mahluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang paling baik,
ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Firman Allah :
      
(4) Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya .

2. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin
dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah

3
4

Ali Syari’ati, Humanisme antara Islam dan Mazhab barat, (Jakarta :Pustaka Hidayah, 1992), h 47.
Ali Hamzah, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Bandung: Alfabeta, 2014) h, 14-16


5

dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh yang berada di alam
ghaib itu ditanyai Allah, sebagaimana tertera dalam Al-Qur'an:
      
            
           
(172)dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban
kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya dalam Al-Qur'an
surat az-Zariyat :
      
(56) dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu.

4. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu

dinyatakan Allah dalam firrnan-Nya.
                
             
(30) ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak

6

menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."

Di dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia
untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Perkataan "menjadi khalifah" dalam ayat
tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang
kekuasaan-Nya mengurus dunia denganjalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya
di muka bumi ini
a) Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau
kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh

kepada Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan kehendaknyajuga
manusia dapat tidak percaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak
Allah, bahkan mengingkari-Nya, menjadi kafir.
b) Secara individual manusia bertanggungjawab atas segala perbuatannya. Hal
ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur'an :
               
    
(21) dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka[1426], dan Kami tiada
mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang
dikerjakannya.

[1426] Maksudnya: anak cucu mereka yang beriman itu ditinggikan Allah derajatnya sebagai
derajat bapak- bapak mereka, dan dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka dalam surga.

7

5. Berakhlaq. Berakhlaq adalah ciri utama manusia dibandingkan makhluk
lain. Artinya manusia adalah makhluk yang diberikan Allah kemampuan
untuk membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam Islam
kedudukan akhlak sangat penting, ia menjadi komponen ketiga dalam
Islam. Kedudukan ini dapat dilihat di dalam sunnah Nabi yang
mengatakan bahwa beliau diutus hanyalah untuk menyempumakan akhlak
manusia yang mulia.

D. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyingkapi peserta didik untuk mengenal, memahami dan menghayati, hingga
mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama islam
dari sumber kitabullah Al-Qur‟an dan Al-Hadis, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, latihan, serta pengalaman.5
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam secara keseluruhannya terliput dalam
ruang lingkup Al-Qur‟an dan Al-Hadis, keiimanan, akhlak, fiqh/ibadah, dan sejarah,
sekaligus menggambarkan ruang ligkup pendidikan Agama Islam mencakup
perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia
dengan Allah. (hablum minallah wa hablum minannas)
Pendidikan dalam pandangan islam tidak hanya terbatasa pada peningkatan
kualitas hidup manusia hingga mencapai batas usia tertentu. Pendidikan juga
menyangkut eran dan tanggung jawab manusia terhadap diri sendiri, sesame,
lingkungan sosial dan lingkungan alam. Tanggung jawab terhadap diri menyangkut
upaya untuk mengembangkan potensi fitrahnya sehingga ia mampu menempatkan
dirinya sebagai hamba yang patuh terhadap penciptanya. Sedangkan tanggung jawab
sesame manusia adalah usaha untuk membina hubungan baik antara sesame manusia
5

Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2012) h 11-13

8

dalam hal saling memberi manfaat, kemudian tanggung jawab terhadap lingkungan
adalah dalam bentuk usaha yang senantiasa memelihara keseimbangan dan
keharmonisan lingkungan di sekitarnya.6

E. Peran Manusia Dalam Pendidikan

Islam adalah sebagai sitem yang secara spesifik mengatur satu kesatuan antara
jiwa dan raga dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, manusia akan dikatakan
manusia bila kedua unsur tersebut sama-sama ada. Jika salah satu dari keduanya tidak
ada, maka manusia tidak dapat dinamakan lagi sebagai manusia. Jiwa tanpa raga
bukan manusia, dia ruh gentayangan. Demikian juga sebaliknya, raga tanpa jiwa
bukanlah manusia, melainkan mayat. Raga dan jiwa merupakan satu kesatuan
pembentuk mahkluk bernama manusia. Jiwa merupakan dimensi ruhaniah, sedangkan
raga adalah dimensi jasmaniah manusia. Keduanya adalah substansi manusia. Kedua
substansi ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya tidak tergantung satu
sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh, juga sebaliknya ruh tidak berasal dari
badan.
Potensi manusia dijelaskan didalam Al-Qur‟an antara lain melalui kisah-kisah
Adam dan Hawa, (QS. Al-Baqarah [2]: 30-39). Dalam ayat itu dijelaskan bahwa
sebelum kejadian Adam, Allah telah merencanakan agar manusia memikul tanggung
jawab kekhalifahan di bumi. Untuk maksud tersebut disamping tanah (jasmani) dan
Ruh Ilahi (akal dan ruhani), manusia ini dianugrahi pula potensi untuk mengetahui
nama dan fungsi benda-benda alam.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang
berkemampuan untuk menyusun konsep-konsep, mencipta, mengembangkan, dan
mengemukakan gagasan, serta melaksanakannya. Potensi ini adalah bukti yang

6

Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2001), h 205-221

9

membungkam Malaikat, yang tadinya merasa wajar untuk dijadikan khalifah di bumi,
dan karenanya mereka bersedia sujud kepada Adam.7
Sujudnya malaikat adalah arti sebenarnya dari humanisme. Drajat manusia
diangkat sedemikian mulia, setingkat di atas malaikat yang suci, meski bahan
dasarnya lebih hina dari malaikat. Keunggulan manusia atas malaikat ini bukan atas
dasar pertimbangan rasial, tetapi karena manusia mempunya pengetahuan, yaitu
pengetahuan tentang nama-nama, sementara malaikat tidak.8
Pendidikan islam sebagai suatu system sekaligus proses bermaksud membina,
mengembangkan, dan mengarahkan potensi dasar insaniah (jasmaniah-ruhaniah)
berdasarkan nilai-nilai normatif (ajaran islam). Karena islam sendiri memandang
manusia sebagai satu keasatuan integral antara jasmaniah dan ruhaniah, pendidikan
islam pada hakikatnya ingin mengarahkan dan mengembangkan kedua dimensi
tersebut secara seimbang.9
Dari pemahaman tersebut, dapat disimpulkan bahwa eksistensi manusia dalam
suatu proses kependidikanan Islam melalui kerangka berpikir (paradigma) bahwa
pendidikan

Islam

pada

hakikatnya

merupakan

usaha

untuk

membantu

mengembangkan kedua unsur (jasmani dan ruhani) secara seimbang dan harmonis
menuju tujuan kematangan menurut ajaran islam.
Berhubung pendidikan merupakan bagian dari hidup, maka tujuan hidup
manusia pada dasarnya merupakan tujuan pendidikan itu sendiri. Jadi, tidak dapat
dipisahkan antara peran pendidikan terhadap manusia dan peran manusia dalam
pendidikan.

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’a : tafsir te atik atas pelbagai persoala u at,(Bandung : PT.
Mizan Pustaka, 2007), h. 373.
8
Ibid, Ali Syari’ati, filosof etika dan arsitek Iran modern, (Bandung :PT. Mizan Publika, 2004), h. 32.
9
Drs. H. Baharuddin, M.Pd.I, Pendidikan Humanistik,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 112
7

10

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
sebagai makhluk hidup yang dibekali dengan berbagai kelebihan jika
dibandingkan dengan makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri
anugerah tersebut dengan berbaga cara, diantaranya dengan memaksimalkan
semua potensi yang ada pada diri kita. Kita juga dituntut untuk terus
mengembangkan potensi tersebut dalam rangka mewujudkan tugas dan tanggung
jawab manusia sebagai khalifah d bumi.
Konsep manusia dalam pendidikan merupakan satu kesatuan antara
pendidikan Qalbiyah dan „Aqliyah sehungga mampu menghasilkan manusia
muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara Moral. Allah Swt telah
membekali setiap Manusia dengan seperangkat potensi, maka pendidikan Islam
harus merupakan upaya yang ditunjukan kea rah pengembangan potensi yang
dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk
konkrit, daam arti berkemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi diri
masyarakat dan lingkungan.

11

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. S. (1990). Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an. JakartaPT Rineka Cipta.
Baharudin. (2007). Pendidikan Humanistik. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Hamzah, A. (2014). Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta.
Jalaludin. (2001). Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Majid, A. (2012). Belajar dan Pembelajaran pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Shihab, M. Q. (2007). Wawasan Al-Qur'an : Tafsir Tematik atas berbagai persoalan Umat.
Bandung: PT Mizan Pustaka.
Syari'ati, A. (1992). Humanisme antara Islam dan Mahzab Brat. Jakarta: Pustaka Hidayah.
Syari'ati, A. (2004). Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern. Bandung: PT MIzan Publika.

12