Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Sebagai Produk Alami Pada Spesies Mangrove Sejati Minor Non – Sekresi Jenis Excoecaria agallocha L. Di Hutan Mangrove Sumatera Utara

  TINJAUAN PUSTAKA Hutan mangrove dan karakeristiknya

  Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 21% dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua (Spalding et al, 2010). Mangrove adalah tumbuhan berkayu yang hidup diantara daratan dan lautan daerah pasang surut, kondisi tanah berlumpur dan salinitas tinggi di daerah tropis dan subtropis (Kathiresan and Bingham, 2001).

  Hutan mangrove merupakan ekosistem peralihan antara komponen darat dan laut. Mangrove tersebut mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan. Ditinjau dari segi potensinya maka dapat dibedakan menjadi 2 aspek yaitu ekologis dan ekonomis.Dalam potensial ekologis maka mangrove berperan dalam kemampuan mendukung eksistensi lingkungan fisik dan lingkungan biota.

  Sedang potensi ekonomi ditunjukkan dengan kemampuannya dalam menyediakan produk dari hutan mangrove yang secara ekonomis potensial dapat langsung diambil adalah hasil hutan dan produksi perikanan mangrove (Soeroyo, 1992).

  Mangrove adalah salah satu ekosistem yang paling produktif di bumi, dan jatuhnya serasah mangrove adalah sumber yang paling penting bagi karbon organik pada siklus biogeokimia dalam ekosistem mangrove (Wafar et al, 1997; Clough et al, 2000) dan indikator yang berharga bagi produktivitas mangrove (Clough, 1998). Karena produktivitas yang tinggi, terjadi pemasukan tingkat bahan organik dan pertukaran dengan ekosistem darat dan laut, bakau adalah bagian penting untuk daur ulang biogeokimia karbon dan elemen yang terkait di sepanjang wilayah pesisir tropis.

  Hutan mangrove atau yang biasa disebut hutan bakau, walaupun penyebutan hutan bakau itu tidak pas sebenarnya karena bakau hanya merupakan salah satu dari jenis mangrove itu sendiri yaitu jenis Rhizopora spp. Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang khas dan tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai di daerah tropis dan sub tropis (FAO, 2007).

  Selanjutnya Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni : (1) Flora mangrove mayor (flora mangrove sejati), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.

  (2) Flora mangrove sejati minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contohnya Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera,

  

Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis,

Osbornia dan Pelliciera. (3) Mangrove asosiasi, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus , dan lain-lain.

  Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat

  Sebagian besar bagian dari tumbuhan mangrove bermanfaat sebagai bahan obat . Ekstrak dan bahan mentah dari mangrove telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir untuk keperluan obat-obatan alamiah. Campuran senyawa kimia bahan alam oleh para ahli kimia dikenal sebagai pharmacopoeia. Sejumlah tumbuhan mangrove dan tumbuhan asosiasinya digunakan pula sebagai bahan tradisional insektisida dan pestisida (Purnobasuki, 2004).

  Mangrove kaya akan senyawa steroid, saponin, flavonoid dan tannin. Penggunaan saponin sebagai deterjen alam dan racun ikan telah dikenal oleh masyarakat tradisional (Correl, et al. 1955). Manfaat lain dari saponin adalah sebagai spermisida (obat kontrasepsi laki-laki); antimikrobia, anti peradangan, dan aktivitas sitotoksik (Mahato et al., 1988). Salah satu tumbuhan mangrove penghasil saponin steroid dan sapogenin adalah Avicennia officinalis yang banyak tumbuh di pesisir Indonesia (Purnobasuki, 2004).

  Untuk kepentingan analgesik (pembiusan), senyawa dari

  Acanthus illicifolius, Avicennia marina, dan Excoecarcia agallhocha mempunyai khasiat bius namun efektivitasnya masih sedikit di bawah khasiat morfin.

  Di Thailand dan pulau Jawa, daun dan akar dari Pluchea indica (nama daerah: beluntas) dilaporkan berkhasiat astringent dan antipiretik dan juga sebagai obat penurun panas. Daun segarnya digunakan sebagai obat borok dan bisul. Rokok yang terbuat dari kulit batangnya dimanfaatkan sebagai pengurang sakit sinusitis.

  Di Indo-China, daun dan tunas muda yang ditumbuk dan dicampur alkohol digunakan sebagai obat rematik dan sakit kudis (Purnobasuki, 2004).

  Terdapat kandungan alkaloid, saponin, glikosida dalam jumlah yang cukup tinggi dalam semua jaringan tumbuhan tersebut. Tannin terdapat pada daun, biji (buah ) ,dan kulit biji, serta jumlah yang rendah di batang, getah dan akar. Flavonoid terdapat dalam jumlah besar di kulit biji, kulit batang dan biji (buah), batang dan akar. Meskipun demikian, flavonoid terdapat dalam jumlah yang lebih kecil pada daun dan getah. Triterpenoid terdapat pada semua jaringan tanaman tersebut. Dapat disimpulkan bahwa daun berpotensi sebagai pakan, sedang biji (buah) berpotensi sebagai bahan pangan bagi manusia (Wibowo, dkk, 2009).

  Seluruh bagian tanaman memiliki kandungan alkaloid, saponin, dan glikosida yang cukup tinggi. Kandungan tannin terdapat pada daun, biji dan kulit serta sedikit pada batang, getah dan akar. Flavonoid banyak terdapat pada kulit, biji, batang dan akar. Tetapi flavonoid pada daun dan getah berada dalam jumlah yang sedikit. Triterpenoid terdapat pada semua bagian, terutama pada daun dan akar. Dilain pihak, seluruh bagian tanaman tidak mengandung steroid (Wibowo, dkk, 2009).

  Senyawa aktif yang ditemukan pada daun Api – api adalah 1,2 propadiene, naftalen, dimetiletrametil suksinat, lucidol, isofilokladen, dan nafto yang umumnya bersifat toksik pada dosis tertentu serta memiliki sifat antibiotic dan anti serangga. Senyawa aktif pada berbagai jaringan tanaman Api – api yaitu alkaloid, flavonoid, tannin, dan saponin merupakan senyawa potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industry obat-obatan. Karena itu jaringan tanaman Api – api berpotensi sebagai antibiotic untuk membantu penyembuhan luka (Wibowo,dkk, 2009).

  Taksonomi dan Morfologi Excoecaria agallocha L.

  Mangrove minor jenis Excoecaria agallocha L. pohon merangas kecil dengan ketinggian mencapai 15 meter. Kulit kayu berwarna abu-abu, halus, tetapi memiliki bintil. Akar menjalar di sepanjang permukaan tanah, seringkali berbentuk kusut dan ditutupi oleh lentisel. Batang, dahan dan daun memiliki getah (warna putih dan lengket) yang dapat mengganggu kulit dan mata. Buta-buta (Excoecaria agallocha L.) mempunyai taksonomi sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malpighiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Excoecaria Spesies : Excoecaria agallocha L.

  Daun: Hijau tua dan akan berubah menjadi merah bata sebelum rontok, pinggiran bergerigi halus, ada 2 kelenjar pada pangkal daun. Unit & Letak: sederhana, bersilangan. Bentuk: elips. Ujung: meruncing. Ukuran: 6,5-10,5 x 3,5- 5 cm. Memiliki bunga jantan atau betina saja, tidak pernah keduanya. Bunga jantan (tanpa gagang) lebih kecil dari betina, dan menyebar di sepanjang tandan. Tandan bunga jantan berbau, tersebar, berwarna hijau dan panjangnya mencapai 11 cm. Letak: di ketiak daun. Formasi: bulir. Daun mahkota: hijau & putih.

  Kelopak bunga: hijau kekuningan. Benang sari: 3; kuning. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Penyerbukan dilakukan oleh serangga, khususnya lebah. Hal ini terutama diperkirakan terjadi karena adanya serbuk sari yang tebal serta kehadiran nektar yang memproduksi kelenjar pada ujung pinak daun di bawah bunga. Bentuk seperti bola dengan 3 tonjolan, warna hijau, permukaan seperti kulit, berisi biji berwarna coklat tua. Ukuran: diameter 5-7 mm.

  Tumbuhan ini sepanjang tahun memerlukan masukan air tawar dalam jumlah besar. Umumnya ditemukan pada bagian pinggir mangrove di bagian daratan, atau kadang-kadang di atas batas air pasang. Jenis ini juga ditemukan tumbuh di sepanjang pinggiran danau asin (90% air laut) di pulau vulkanis Satonda, sebelah utara Sumbawa. Mereka umum ditemukan sebagai jenis yang tumbuh kemudian pada beberapa hutan yang telah ditebang, misalnya di Suaka Margasatwa. Karang-Gading Langkat Timur Laut, dekat Medan, Sumatera Utara. Tumbuh di sebagian besar wilayah Asia Tropis, termasuk di Indonesia, dan di Australia. Akar dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi dan pembengkakan. Kayu digunakan untuk bahan ukiran. Kayu tidak bisa digunakan sebagai kayu bakar karena bau wanginya tidak sedap bagi masakan. Kayu dapat digunakan sebagai bahan pembuat kertas yang bermutu baik. Getah digunakan untuk membunuh ikan. Kayunya kadang-kadang dijual karena wanginya, akan tetapi wanginya akan hilang beberapa tahun kemudian. Getah putihnya beracun dan dapat menyebabkan kebutaan sementara, sesuai dengan namanya, yaitu buta- buta. (Gaharuku, 2012).

  Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove Cahaya

  Cahaya merupakan satu faktor yang penting dalam proses fotosintesisdalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan intensitas tinggi ( Mac Nae, 1968).

  Suhu Suhu penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi.

  Pada Rhizophora spp., Ceriops spp., Exocoecaria spp., dan Lumnitzera spp., laju tertinggi produksi daun baru adalah pada suhu 26-28 ºC, untuk bruguiera spp adalah 27ºC dan Avicennia marina memproduksi daun baru pada suhu 18-20 ºC (Hutchings dan Saenger, 1987).

  Tanah

  Jenis tanah yang mendominasi kawasan mangrove biasanya adalah fraksi lempeng berdebu, akibat rapatnya bentuk perakaran-perakaran yang ada. Nilai pH tanah dikawasan mangrove berbeda-beda, tergantung pada tingkat kerapatan vegetasi yang tumbuh dikawasan tersebut. Jika kerapatan rendah, tanah akan mempunyai nilai pH yang tinggi (Noor et al., 2006). Tanahnya selalu basah, mengandung garam, mempunyai sedikit oksigen dan kaya akan bahan organik.

  Biasanya tanah mangrove kurang membentuk lumpur berlempung dan warnanya bervariasi dari abu-abu muda sampai hitam (Soeroyo, 1993).

  Salinitas

  Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Adaptasi terhadap salinitas umumnya berupa kelenjar ekskresi untuk membuang kelebihan garam dari dalam jaringan dan ultrafiltrasi untuk mencegah masuknya garam ke dalam jaringan . Tumbuhan mangrove dapat mencegah lebih dari 90% masuknya garam dengan proses filtrasi pada akar. Garam yang terserap dengan cepat diekskresikan oleh kelenjar garam di daun atau disimpan dalam kulit kayu dan daun tua yang hampir gugur. Beberapa tumbuhan mangrove seperti Avicennia,

  Acanthus dan Aegiceras memiliki alat sekresi garam. Konsentrasi garam dalam

  cairan biasanya tinggi, sekitar 10% dari air laut. Sebagian garam dikeluarkan melalui kelenjar garam selanjutnya diuapkan angin atau hujan (Soeroyo, 1993).

  Pasang surut

  Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik dan menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove. Pada areal yang selalu tergenang hanya Rhizophora mucronata yang tumbuh baik, sedangkan

  

Bruguiera spp dan Xylocarpus spp jarang mendominasi daerah yang sering

  tergenang. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi organisme mangrove (Ansori, 1998).

  Potensi Excoecaria agallocha sebagai bahan obat obatan alami

  Ekstrak daun E. agallocha yang berkloroform menunjukan aktivitas yang menghambat kuat terhadap seluruh pathogen yang diuji yaitu sub Tilus bactilis, diikuti oleh Aeromonas hydrophyla, Vibrio parahaemolyticus, V. harveyi, dan

  Serratia sp., hal ini karena Ekstrak daun E. agallocha L., mengandung senyawa yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit ( Ravikumar,dkk, 2010).

  Mangrove jenis E. agallocha L., telah digunakan secara tradisional dalam hal pengobatan penyakit seperti akibat sengatan mahluk laut, obat muntah, dan pencahar perut. Asap kulit kayu ini digunakan untuk mengobati penyakit lepra (Sudhan et al, 2008). Sebagai anti oksidan alami (Shudan et al, 2008), mangrove jenis E. agallocha L., potensial untuk dikembangkan secara klinis dalam obat-obatan berbagai penyakit (Patil,et al, 2011).

  Potensi triterpenoid pada tanaman mangrove

  Mangrove terkenal kaya sebagai sumber senyawa triterpenoid dan fitosterol (isoprenoid) (Koch et al, 2003; Basyuni et al, 2007a). Karena memiliki berbagai aktivitas biologis, isoprenoidnya dianggap penting sebagai sumber alam yang potensial untuk senyawa obat (Sparg et al., 2004). Beberapa aktivitas biologi dari triterpenoid di mangrove telah dilaporkan. Misalnya, ekstrak dari

  Rhizophora apiculata telah digunakan sebagai obat tradisional dan biologi senyawa aktifnya diindentifikasi sebagai triterpenoid (Kokpol et al., 1990).

  Triterpenoid (isoprenoid) dari Acanthus illicifolius telah dilaporkan memiliki aktivitas anti-leukimia (Kokpol et al., 1986).

  Selain fungsi mereka terhadap stres garam, triterpenoid juga dianggap memainkan peran defensif terhadap herbivora serangga. Triterpenoid dari

  Rhizophora mangle dapat berfungsi sebagai zat pertahanan kimia karena

  menunjukkan aktivitas insektisida (William, 1999). Selain itu, publikasi sebelumnya telah menunjukkan bahwa ekspresi PgTPS terpenoid syntase meningkat oleh stres garam dalam Panax ginseng (Kim et al, 2008). Tingkat ekspresi gen triterpenoid synthase dari tiga pohon mangrove: K. candel,

  

B. gymnorrhiza dan Rhizophora stylosa ditingkatkan oleh salinitas

(Basyuni et al., 2009; Basyuni et al., 2011).

  Penelitian sebelumnya menyarankan bahwa triterpenoid mungkin terlibat dalam perlindungan mangrove dari stres garam (Oku et al., 2003). Demikian pula, telah dilaporkan bahwa sintesis triterpen dari Arabidopsis thaliana menunjukkan tanggapan positif terhadap salinitas (Zwenger dan Basu, 2007).

  Potensi Triterpenoid sebagai sumber bahan fitokimia

  Pentasiklik lupane-jenis triterpen dicontohkan oleh lupeol [Lup-20 (29)-en-3b-ol], terutama ditemukan pada tanaman buah umum seperti zaitun, mangga, ara, dan lain-lain. Meskipun, lupeol diketahui memiliki berbagai aktivitas biologis seperti aktivitas anti-inflamasi, anti rematik, anti-mutagenik dan anti-malaria baik secara in vitro maupun in vivo, eksplorasi yang luas dalam hal untuk menetapkan perannya sebagai senyawa kemopreventif dilakukan secara besar-besaran. Ketertarikan dalam mengembangkan lupeol yang berpotensi sebagai agen anti-neoplastik, telah menyebabkan penemuan yang sangat aktif menunjukkan potensi yang lebih besar. Tinjauan ini menegaskan potensi pada kemopreventif dari lupeol (Pranav et al, 2008).

  Saponin triterpenoid yang diisolasi dari akar Acanthus illicifolius menunjukkan aktivitas anti-leukemia (Kokpol dan Chittawong, 1986). Ekstrak dari Rhizophora apiculata di Thailand digunakan sebagai bahan obat tradisional, dan senyawa biologis aktifnya telah diidentifikasi sebagai triterpenoid (Kokpol dan Chavasiri, 1990).

  Di negara barat, sebanyak 250 mg per hari triterpen (bagian dari fitosterol) dikonsumsi oleh manusia yang sebagian besar berasal dari sayuran, sereal, dan buah buahan. Saat ini, penemuan yang belum pernah ada sebelumnya menyatakan bahwah triterpen berguna untuk menurunkan kolesterol dan telah terbukti sedikitnya telah diuji sebanyak 25 studi klinis, sebanyak 20 studi yang dipatenkan dan 10 studi yang telah dikomersilkan dalam bentuk produk triterpen di seluruh dunia. Lupeol bagian dari triterpen yang ditemukan pada kubis putih, paprika hijau, stroberi, zaitun, mangga, dan anggur yang dilaporkan memiliki efek menguntungkan sebagai agen terapi dan preventif untuak berbagai gangguan penyakit. Selama 15 tahun terakhir telah terlihat upaya luar biasa yang dilakukan para peneliti di seluruh dunia dalam mengembangkan senyawa ini untuk pengobatan (penggunaan klinis) berbagai gangguan kesehatan (Saleem, 2009).

  Studi ini juga memberikan wawasan tentang mekanisme kerjanya dan menunjukan bahwa lupeol adalah agen multi-target dengan besar potensi anti inflamasi menargetkan kunci molekul jalur yang melibatkan factor nuklir kappa B (NFjB), cFLIP, Fas, Kras, phosphatidylinositol-3-kinase (PI3 K) / Akt dan Wnt / b-catenin dalam berbagai sel. Perlu dicatat lupeol pada dosis efektif untuk terapi menunjukkan toksisitas pada sel normal dan jaringan. Kajian ini menyediakan detail dari studi praklinis dilakukan untuk menentukan kegunaan lupeol sebagai agen terapeutik dan chemopreventif untuk pengobatan peradangan dan kanker (Saleem, 2009).

  METODE PENELITIAN Pengambilan sampel, lokasi dan waktu penelitian

  Pengambilan sampel mangrove jenis sejati minor yaitu Excoecaria agallocha L., yang dikoleksi dari Percut Sei Tuan, Sumatera Utara. Penelitian ini dimulai pada bulan April 2012 sampai dengan Agustus 2012, dan analisis isoprenoid dilaksanakan di Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi, Universita Sumatera Utara.

  Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel

  Percut Sei Tuan merupakan ibukota Kecamatan (IKK) dari kecamatan Percut Sei Tuan yang merupakan bagian dari kabupaten Deli Serdang propinsi Sumatera Utara. Batas-batas administrasi kota Percut sei Tuan adalah Sebelah Utara : Selat Malaka, Sebelah Selatan : Kecamatan Lubuk Pakam, Sebelah Timur : Kecamatan Pantaicermin, Sebelah Barat : Kecamatan, Tanjung Merawan.

  Kecamatan Percut Sei Tuan adalah salah satu dari 22 kecamatan di Kabupaten

  2 Deli Serdang, Sumatera Utara memiliki luas 2.394,62 km meliputi hampir 4,3% ’

  dari seluruh luas kabupaten Seli Serdang dengan letak Geografis diantara 2 -

  57

  ’ ’ ’

  3

  16 LU – 98 33 – 99

  27 BT. Kecamatan Percut Sei Tuan memiliki iklim tropis, keadaan tanah memiliki jenis tanah alluvial sehingga tanahnya subur dan cocok untuk bercocok tanam. Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel

  Bahan dan Alat Penelitian

  Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun dan akar mangrove yang berasal jenis Excoecaria agallocha L., Sedangkan bahan kimia dan bahan lainnya yang digunakan adalah nitrogen cair, klorofom, methanol, hexane, KOH, ethanol, cholesterol, aluminium foil, kertas tisu.

  Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi untuk mengekstrak daun dan akar tanaman mangrove, rak kultur untuk tempat peletakan tabung reaksi yang digunakan dalam pengekstrakan, Eyela Evaporator, waterbath, kertas filtrasi No. 2 (Advantec, Tokyo, Jepang), Gas Chromatograph Mass Spectrometry (GC-MS, Shimidzu) untuk mengidentifikasi struktur kimia dari Isoprenoid khususnya triterpenoid fitosterol.

  Prosedur Kerja

  Diambil sampel daun dan akar mangrove E. agallocha L., dengan lokasi pengambilan sampel di Percut Sei Tuan, Langkat Sumatera Utara pada tanggal 14 April 2012. Dipilih daun dan akar mangrove yang masih segar dan sehat dengan tingkat umur daun dan akar tidak terlalu tua ataupun muda. Dibersihkan sampel daun dan akar mangrove yang telah dipilih dengan air bersih kemudian dimasukkan ke kantong plastik bening masing-masing daun dan akar yang sejenis.

  Diberi label nama pada kantong sampel sesuai jenis yang berada di dalamnya untuk memudahkan peneliti mengambil sampel yang ditandai untuk proses penelitian. Dimasukkan sampel sampel tersebut ke dalam tupper ware agar mudah menemukannya saat akan digunakan. Dimasukkan sampel ke dalam lemari es (freezer) agar sampel tetap segar dan awet sehingga dapat digunakan kapan saja.

  Ekstraksi Lipid

  Daun E. agallocha sebanyak 5-6 lembar atau 6-10 gram akar digerus dengan Nitrogen cair, kemudian di ekstrak dengan chloroform-methanol 2:1 (CM21), dinding sel yang berisi kotoran yang tidak larut dalam CM21 disaring dengan kertas saring No. 2 (Advantec, Tokyo, Jepang) dan yang tersisa adalah lipid ekstrak di dalam chloroform. Sebagian ekstrak dimurnikan untuk dianalisis kandungan lipidnya seperti yang digambarkan sebelumnya (Folch et al., 1957; Oku et al., 2003). Cairan ekstrak yang pekat dikeringkan kemudian ditimbang dan di dapatkan berat lipidnya. Secara langsung dapat diketahui kandungan total lipid/tissue (mg/g tissue).

  Analisis NSL (Nonsaponifieble Lipids)

  Lipid ekstrak di dalam chloroform (yang telah diketahui berat total lipidnya) dikeringkan kemudian ditambahkan 2ml KOH 20% dalam Ethanol 50% di refluxed selama 10 menit dengan suhu 90º C, ditambahkan 2 ml Hexane (NSL) kemudian diaduk. Lapisan Hexane dipindahkan kedalam tube yang telah diketahui beratnya, kemudian cairan di keringkan dengan Nitrogen stream, kemudian dikeringkan di bawah vakum selama 10 menit,selanjutnya ditimbang berat NSLnya. Secara langsung dapat diketahui kandungan NSL/tissue (mg/g tissue) atau kandungan NSL/total lipid (mg/mg total lipid) (Basyuni et al., 2007)

  Prosedur Kerja gas chropmatograph Mass Spectrometry

  Hubungkan alat ke sumber listrik dengan meletakkan kartu lock. Pastikan kolom yang digunakan telah terpasang dengan benar dan kolom yang sesuai dengan bahan yang dianalisis yaitu dengan Ukuran kolom; panjang : 30 m, diameter : 0.25 mm ID, d. partikel : 0.25 umdf.Buka aliran gas Helium ( 60 psi /4 bar ).Hidupkan GC, Hidupkan MS yaitu dengan MS EI (Electron Impact), Hidupkan PC, Klik icon GC MS Real Time Analysis lalu klik Ok, Klik Icon Vacuum Control, Klik icon Auto Startup, Tunggu hingga proses startup selesai (muncul status completed), Klik close, Tunggu selama ± 15 menit.

  Uji Kebocoran Klik icon tuning, Klik icon peak monitoring view, Pada kolom monitor group (1) pilih water Air, Klik icon filament On/Off (2) untuk menghidupkan filament, Perhatikan intensitas peak m/z 18 dan peak m/z 28, pastikan tinggi peak m/z 28 (Nitrogen) tidak lebih dari 2 kali tinggi peak m/z 18 (Air). Jika tidak, maka kemungkinan ada akumulasi N2 dalam sistem atau memang ada laboratorium di sistem GC MS, Jika sudah dipastikan tidak ada kebocoran, matikan filament dengan mengklik icon filament On/Off (5), Tutup tampilan menu tuning jika ada pertanyaan klik No, Tunggu hingga kondisi vacuum selesai, low Vacuum < 2.0 Pa dan high vacuum <1.5 e – 3 Pa. Umumnya kondisi vacuum sudah tercapai dalam waktu satu jam.

  Pengaturan Instrumentasi : Klik icon Data Acquisition, klik file New Methode File, Atur parameter instrument ( injector dan Mode Split, Kolom, detektor) sesuai dengan metode yang akan dijalankan, klik download. Tunggu hingga status alat ready, Injeksikan sampel dengan mengklik icon sampel Info, atur data sampel, klik icon standby, klik icon start.

  Shut down GC MS Klik file, open methode file, download file conditioning, tunggu hingga

  ± 30 menit, klik icon vacuum control, klik shut down, tunggu hingga proses shutdown selesai (muncul status completed), matikan GC MS, tutup aliran gas.

  C (isotermal)

  • Column Oven Temperatur : 300
  • Injection Temp : 300 C - Injection Mode : Split - Flow rate
  • Split ratio
  • Gas : Helium - Analysis time
  • Column : Rtx 1 MS < : 100 % dimethyl polysiloxan
  • Ukuran column : panjang : 30 m, diameter : 0.25 mm ID, d. partikel : 0.25 umdf
  • MS
  • Scan MS m/z
  • Interface temperature
  • Ion source temperature

  : 0.65 Ml/min

  : 50

  : 15 min

  : EI (Electron Impact)

  : 40-600

  : 285 C

  : 300 C

  Analisa Data

  Analisis data dilakukan deskriptif kuantitatif terhadap komposisi isoprenoid baik di daun maupun akar mangrove yakni: jenis sejati minor E. agallocha L.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Variasi Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 50 63

Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Pada Mangrove Jenis Sekresi (Avicennia Alba Bl.) Dan Kandungan Lipidnya Pada Tingkat Pohon

2 82 43

Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Sebagai Produk Alami Pada Spesies Mangrove Sejati Minor Non – Sekresi Jenis Excoecaria agallocha L. Di Hutan Mangrove Sumatera Utara.

0 71 43

Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Sebagai Produk Alami Pada Spesies Mangrove Sejati Minor Non – Sekresi Jenis Excoecaria agallocha L. Di Hutan Mangrove Sumatera Utara

0 42 44

Pengaruh Variasi Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 1 10

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 29

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 13

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 13

Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Pada Mangrove Jenis Sekresi (Avicennia Alba Bl.) Dan Kandungan Lipidnya Pada Tingkat Pohon

0 0 9

Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Sebagai Produk Alami Pada Spesies Mangrove Sejati Minor Non – Sekresi Jenis Excoecaria agallocha L. Di Hutan Mangrove Sumatera Utara.

0 0 11