TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Hutan Mangrove
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang di dominasi oleh beberapa spesies/semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh di perairan asin. Hutan mangrove merupakan hutan yang khas, di dominasi oleh tumbuhan yang relatif toleran terhadap perubahan salinitas, berada di tepi pantai atau muara sungai, dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove tumbuh di daerah tropis, pada pantai- pantai yang terlindung atau pantai- pantai yang datar. Hutan mangrove tidak tumbuh pada pantai yang terjal atau memiliki ombak besar(Nybakken, 1992).
Rhizophora mucronata merupakan pohon tinggi dengan akar tunggang
yang biasanya abortif, akar lateral banyak, tumbuh dari pangkal batang, bercabang- cabang, menggembung atau seperti pilar, menyokong pohon, akar udara yang menggantung kadang- kadang juga tumbuh dari cabang bagian bawah. Batang menyelinder, atau mencekik atau agak berputar di daerah kurang subur, pepagan hampir hitam atau kemerahan, kasar atau kadang- kadang bersisik, dengan retak- retak melintang yang menonjol hampir melingkari batang. Daun menjangat, menjorong lebar sampai menjorong-melonjong, dengan titik- titik hitam yang terlihat pada permukaan bawah, hijau mengkilap di atas dan lebih pudar di bawah. Perbungaan aksiler, menggarpu, agak renggang berbunga, berwarna kuning sampai hampir putih, daun mahkota melanset, kekuningan muda (Poedjiraharjoe, 1996)
Setiap vegetasi mangrove yang terbentuk berkaitan erat dengan kondisi tanah, drainase tanah, topografi, pasang surut dan salinitas air laut. Di setiap daerah vegetasi mangrove umumnya akan membentuk zonasi yang berbeda- beda pada setiap tingkat komunitas yang mempunyai ecological niche yang khas yang didominasi oleh satu jenis atau beberapa jenis saja. Walaupun demikian setiap mangrove mempunyai persamaan fisiologis yang khas dan struktur adaptasi dengan ecological preference tertentu (Monk,et al, 2000).
Secara umum, penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara menanam langsung buah mangrove(propagul) ke areal penanaman dan melalui persemaian bibit. Penanaman secara langsung tingkat kelulusan hidupnya rendah (sekitar 20-30%). Hal ini karena pengaruh arus air laut pada saat pasang dan pengaruh predator. Sedangkan dengan cara persemaian dan pembibitan, tingkat kelulusan hidupnya relative tinggi yaitu sekitar 60- 80% (Taniguchi et al, 1999).
Penyebaran Hutan Mangrove
Indonesia merupakan negara kaya yang mempunyai hutan mangrove terluas di dunia, sebaran terumbu karang yang eksotik,rumput laut yang terdapat di hampir sepanjang pantai. Menurut Noor, dkk (1999) Indonesia merupakan Negara yang mempunyai luas hutan mangrove terluas di dunia dengan keragaman hayati terbesar di dunia dan struktur paling bervariasi di dunia.
Luas hutan mangrove Indonesia sekitar 4.251.011 ha yang tersebar di beberapa pulau seperti Irian, Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku. Distribusi hutan mangrove terbesar terdapat di Irian (65%) dan Sumatera (15%). Sejumlah besar area mangrove di Indonesia mengalami kerusakan baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari berbagai aktifitas manusia.
Manfaat Hutan Mangrove
Mangrove memiliki berbagai macam manfaat bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Bagi masyarakat pesisir, pemanfaatan mangrove untuk berbagai tujuan telah dilakukan sejak lama. Akhir-akhir ini, peranan mangrove bagi lingkungan dirasakan sangat besar setelah berbagai dampak merugikan di rasakan di berbagai tempat (Noor dkk.,1999).
Karakteristik Hutan Mangrove Tanah
Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya alluvial biru sampai coklat keabu-abuan. Tanah ini berupa tanah lumpur kaku dengan persentasi liat tinggi yang tinggi, dari tanah liat biru, dengan sedikit atau tanpa bahan organik, sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas karena banyak mengandung pasir dan bahan organik (Widhiastuti, 1996).
Salinitas
Bagi kebanyakan pohon- pohon mangrove dan fauna penggali liang dalam tanah, salinitas air pasang mungkin kurang penting dibandingkan dengan salinitas air tanah. Salinitas air tanah umumnya lebih rendah dibandingkan dengan air pasang di atasnya. Hal ini disebabkan karena terjadinya pengenceran oleh air tawar (hujan) yang merembes kedalam tanah. Bagi akar- akar pohon dan fauna penggali lubang, factor terpenting bukan hanya kadar NaCL, tetapi tekanan osmotik (Widhiastuti, 1996).
Menurut De Haan dalam Samingan (1995) salinitas bervariasi dari hari ke hari dan dari musim ke musim. Selama siang hari salinitas lebiih tinggi dibandingkan pada musim hujan. Demikian pula musim pasang, salinitas akan turun dan cenderung untuk naik kembali bila surut .
Kelebihan Hutan Mangrove
Hutan mangrove memiliki kelebihan, antara lain : a. Hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
b.
Memiliki perakaran yang mampu meredam gerak pasang surut air laut dan mampu terendam dalam air yang kadar garamnya tinggi.
c.
Memiliki kemampuan regenerasi tinggi.
d.
Kecenderungan untuk membentuk tegakan homogen.
e.
Produknya beragam bahkan dapat dibuat arang tannin,chip (kayu kecil yang diekspor untuk korek api), kayu kontuksi dan lain- lain (Muin, 2001)
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembibitan Rhizophora mucronata 1.
Salinitas
Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda- beda.
Beberapa diantaranya secara selektifmampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnay mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Noor, 1999).
Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi mangrove. Tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppm. Salinitas yang sangat tinggi misalnya ketika salinitas air permukaan melebihi salinitas yang umum di laut (kurang lebih 35 ppm) dapat berpengaruh buruk pada vegetasi mangrove, karena dampak dari tekanan osmotik yang negative. Akibatnya, tajuk mangrove semakin jauh dari tepian perairan secara umum menjadi kerdil (Onrizal dan Kusmana, 2004).
2. Tanah Sebagian besar jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama di daerah endapan lumpur terakumulasi. Di Indonesia substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata (Kint, 1934).
Hutan mangrove tanahnya selalu basah, mengandung garam, mempunyai sedikit oksigen dan kaya akan bahan organik. Bahan organik yang terdapat di dalam tana, terutama berasal dari sisa tumbuhan yang diproduksi oleh mangrove sendiri. Serasah secara lambat diuraikan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, jamur dan lainnya.Selain itu juga terjadi sedimen halus dari partikel kasar, seperti potongan batu, pecahan kulit kerang dan siput. Biasanya tanah mangrove kurang membentuk lumpur berlempung dan warnanya bervariasi dari abu-abu sampai hitam (Soeroyo, 1993).
3. Cahaya Cahaya adalah salah satu faktor yang penting dalam proses fotosintesis dalam melakukan pertumbuhan hijau. Cahaya mempengaruhi respirasi, fisiologi dan juga struktur fisik tumbuhan. Intensitas cahaya. Di dalam kualitas dan juga lama penyinaran juga merupakan satu faktor penting untuk tumbuhan. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan intensitas tinggi (Macnae, 1987).
4. Suhu Pada Rhizophora spp, Ceriops spp, Exocoecaria spp dan Lumnitzera spp,
o
laju tertinggi produksi daun baru adalah pada suhu 26-28
C, untuk Bruguiera spp
o o
adalah 27 C dan Avicennia marina memproduksi daun baru pada suhu 18- 20 C (Hutchings dan Saenger, 1987).
5. Pasang Surut Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.
Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik dam menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove. Pada areal yang selalu tergenang hanya Rhizophora mucronata yang tumbuh baik, sedangkan
Bruguiera spp dan Xylocarpus spp jarang mendominasi daerah yang sering
tergenang. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi organisme mangrove (Ansori, 1998).
Taksonomi Rhizophora Mucronata
Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae Ordo : Myrtales Famili : Genus : Spesies : Rhizophora mucronata
Pemeraman Propagul Rhizophora mucronata
Kemunduran benih adalah proses mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad,1994).
Terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini harus dihindari. Hasil-hasil peenlitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih. Perlakuan pada benih berguna untuk memobilisasi sumber-sumber energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal (Panjaitan, 2010).
Lama benih dapat tetap bertahan hidup pada lingkungan alaminya tergantung pada kondisi benih itu sendiri dan lingkungan sekitarnya. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan hidup untuk waktu yang lama. Benih seperti itu disebut rekalsitran yaitu benih yang daya simpannya rendah dan hanya dapat diperpanjang dengan penyimpanan pada kondisi yang terkendali. Selama penyimpanan sebaiknya tidak dicoba untuk menurunkan kadar airnya (Schmidt, 2000).
Kadar air awal media simpan akan berpengaruh terhadap viabilitas benih. Kadar air yang tinggi pada media simpan menyebabkan benih lebih cepat berakar seperti yang terjadi pada benih yang disimpan dalam media sabut kelapa pada ruang kamar (Anggraini, 2000).
Pemeraman benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Widodo, 1991).
Keberhasilan kegiatan pemeraman sangat tergantung dari keberhasilan pengelolaan komponen utama pemeraman yaitu ruang pemeraman, bahan pemacu pematangan dan buah yang diperam. Untuk mendapatkan hasil pemeraman bermutu baik maka buah yang diperam harus sudah tua dan sehat (Sinar Tani, 2010).
Berdasarkan penelitian Tarmizi (2011) pemeraman propagul Rhizophora stylosa dapat dipertahankan viabilitasnya sampai 8 hari pemeraman. Sebaliknya pada pemeraman diatas 10 hari peram sampai 16 hari peram, propagul mengalami kemunduran benih yang ditandai dengan pertumbuhan yang lambat.