BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cangkang Telur - Studi Pemanfaatan Kalsium Karbonat (CaCO3) dari Serbuk Cangkang Telur Sebagai Adsorben Terhadap Ion Raksa (Hg+)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cangkang Telur

  Secara umum struktur cangkang telur terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan kutikula, lapisan spons, dan lapisan lamelar. Lapisan kutikula merupakan permukaan terluar yang mengandung sejumlah protein. Lapisan spons dan lamelar membentuk matriks yang dibentuk oleh serat protein yang terikat oleh kalsium karbonat dalam cangkng telur. Cangkang telur mewakili 11% dari total bobot telur dan tersusun oleh kalsium karbonat (94%), kalsium fosfat (1%), material organik (4%), dan magnesium karbonat (1%) (Rivera et al.1999).

  Sebagian besar kalsium dalam cangkang telur mengendap dalam kurun waktu 16 jam. Tidak ada ayam yang dapat menkonsumsi kalsium begitu cepat untuk memenuhi tuntutan ini. Sebagai gantinya, kalsium dipasok oleh massa- massa tulang khusus yang terdapat pada tulang ayam, yang mengumpulkan cadangan kalsium dalam jumlah besar untuk pembentukan cangkang. Jika ayam diberi pakan rendah kalsium, cangkang telurnya menjadi semakin tipis, ayam dapat menggunakan 10% dari jumlah seluruh kalsium dalam tulangnya hanya untuk membentuk sebutir telur. Bila pakannya terus-menerus rendah kalsium, produksi telur pada akhirnya akan berhenti.

  2+ 2-

  Biasanya, bahan bakunya ion Ca dan ion CO , dipasok oleh darah ke

  3

  kelenjar cangkang. Proses kalsifikasinya adalah reaksi pengendapan:

  2+ 2-

  Ca (aq) + CO

  3 (aq) CaCO 3(s) 2+

  Dalam darah, ion Ca bebas akan berada dalam kesetimbangan dengan ion kalsium yang terikat pada protein. Ketika ion bebas diambil oleh kelenjar cangkang lebih banyak lagi akan dihasilkan dari penguraian kalsium yang terikat protein (Chang, R. 2005).

  Kandungan kalsium karbonat dari cangkang telur ayam yang dikeringkan dengan penempelan albumin dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Komposisi nutrisi cangkang telur ayam yang dikeringkan dengan penempelan albumin.

  Nutrisi Kandungan ( % berat) Air 29-35

  Protein 1,4-4 Kalsium 35,1-36,4

  CaCO 90,9

3 Fosfor 0,12

  Magnesium 0,37-0,40 Kalium 0,10-0,13

  Sulfur 0,09-0,19 Alanin 0,45

  Arginin 0,56-0,57 Asam Aspartat 0,83-0,87

  Cistin 0,37-0,41 Asam Glutamat 1,22-1,26

  Glisin 0,48-0,51 Histidin 0,25-0,30

  Isoleusin 0,34 Leusin 0,57

  Lisin 0,37 Metionin 0,28-0,29

  Phenilalanin 0,38-0,46 Prolin 0,54-0,62

  Serin 0,64-0,65 Thereonin 0,45-047

  Tirosin 0,25-0,26 Valin 0,54-0,55

  (Ockerman et al. 2007)

2.2 Kalsium Karbonat

  Kalsium karbonat adalah senyawa kimia dengan rumus CaCO

  3 dan umumnya

  berwarna putih. Nama lain dari kalsium karbonat antara lain limestone, kalsit, aragonit, kapur, marbel, pearl dan oyster. Kalsium karbonat memiliki masa molar

  3

  3

  100,0869 g/mol, densitas 2,711 g/cm (kalsit); 2,83 g/cm (aragonit) dan titik lebur o o

  825 C (aragonit); 1339 C (kalsit). Kalsium karbonat adalah zat yang umum ditemukan pada bebatuan di semua bagian bumi. dan merupakan komponen utama dari cangkang organisme laut, kerang, siput, batu karang, mutiara, dan cangkang telur. Kalsium karbonat adalah bahan aktif pada batu kapur, dan ini terbentuk ketika ion Ca dalam air sadah bereaksi dengan ion karbonat membentuk

  limescale . Kalsium karbonat juga umum digunakan pada bidang medis sebagai

  suplemen kalsium atau sebagai antasida, namun konsumsi yang berlebihan dapat berbahaya bagi tubuh.

  Kalsium karbonat memiliki sifat yang khas dibandingkan dengan senyawa karbonat yang lain, khususnya:

1. Bereaksi dengan asam kuat, melepaskan karbon dioksida :

  CaCO 3(s) + 2 HCl (aq) 2(aq) + CO 2(g) + H

  2 O (l)

  → CaCl 2. Melepaskan karbon dioksida jika dipanaskan, disebut dengan reaksi

  o

  dekomposisi termal, atau kalsinasi, (diatas 840 C pada kalsium karbonat), untuk membentuk kalsium oksida, yang biasa disebut batu kapur, dengan entalpi reaksi 178 kJ/mol: CaCO 3(s) (s) + CO 2(g)

  → CaO Kalsium karbonat akan bereaksi dengan air akan tetapi jenuh terhadap karbon dioksida untuk membentuk kalsium bikarbonat yang terlarut.

  CaCO

  3 + CO 2 + H

  2 O 3 )

  2

  → Ca(HCO Reaksi ini sangat penting dalam erosi batu karbonat, pembentukan rongga pada gua, dan membentuk air sadah di berbagai wilayah.

  Kalsium karbonat kurang larut dalam air (47 mg/L pada tekanan parsial CO

  

2 dalam atmosfer normal). Kesetimbangan larutan ini dapat dituliskan dengan

  persamaan :

  2+ 2– −9 −9

  CaCO

3 Ca + CO 3 K sp = 3.7×10 to 8.7×10 pada 25 °C.

  Persamaan diatas berarti bahwa produk dari konsentrasi molar ion kalsium

  2+ 2-

  (mol terlarut ion Ca per liter larutan) dengan konsentrasi molar ion CO

  3 terlarut tidak dapat melebihi nilai Ksp. Kelarutan maksimum kalsium karbonat

  • 4

  pada tekanan atmosfer normal (Tekanan CO = 3.5 x 10 atm) pada variasi pH

  2 larutan berbeda-beda. o

  Kelarutan ion kalsium sebagai fungsi dari tekanan parsial CO

  2 pada 25 C

  • 9

  (Ksp = 4.47 x 10 ) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Kelarutan ion kalsium sebagai fungsi dari tekanan parsial CO

  2 pada o -9

  25 C (Ksp = 4.47 x 10 )

  2+

  (atm) [Ca ] (mol/L)

  −12 −3

  10 12.0 5.19 × 10

  −10 −3

  10 11.3 1.12 × 10

  −8 −4

  10 10.7 2.55 × 10

  −6 −4

  10 9.83 1.20 × 10

  −4 −4

  10 8.62 3.16 × 10

  −4 −4

  3.5 × 10 8.27 4.70 × 10

  −3 −4

  10 7.96 6.62 × 10

  −2 −3

  10 7.30 1.42 × 10

  −1 −3

  10 6.63 3.05 × 10

  −3

  1 5.96 6.58 × 10

  −2

  10 5.30 1.42 × 10 ml)

2.2.1 Penggunaan Kalsium Karbonat

  Penggunaan utama kalsium karbonat dalam bidang industri adalah sebagai bahan semen. Kalsium karbonat juga digunakan pada proses pemurnian besi dari bijih besi dalam blast furnace. Karbonat yang dikalsinasi secara in situ membentuk kalsium oksida, yang membentuk slag yang mengandung pengotor dan terpisah dari besi murni. Dalam industri perminyakan, kalsium karbonat ditambahkan pada cairan pengebor sebagai agen formation-bridging dan filtercake-sealing, yang menambah berat bahan yang dapat meningkatkan densitas cairan pengeboran untuk mengatur tekanan pada lubang pengeboran. Pada kolam renang, kalsium karbonat digunakan sebagai korektor pH untuk menjaga alkalinitas dan mengimbangi sifat keasaman dari desinfektan yang digunakan.

  Kalsium karbonat secara umum merupakan komponen utama dari kapur papan tulis. Pengendapan kalsium karbonat digunakan sebagai pengisi sarung tangan lateks dengan tujuan penghematan biaya produksi. Kalsium karbonat juga digunakan sebagai extender dalam cat, khususnya cat emulsi yang mengandung 30 % kapur. Kalsium karbonat juga digunakan dalam pembutan pipa PVC.

  Dalam bidang medis kalsium karbonat banyak digunakan sebagai suplemen kalsium atau antasida pada lambung. Pada bidang farmasi biasa digunakan sebagai pengisi inert pada tablet atau obat-obatan. Kalsium karbonat juga digunakan sebagai bahan pembuat pasta gigi, pengawet makanan dan

  retainer warna pada bahan organik atau makana

2.3 Karakteristik dan Pencemaran Logam Berat

  Istilah logam biasanya diberikan kepada semua unsur-unsur kimia dengan ketentuan atau kaidah-kaidah tertentu. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar, tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang berbentuk cair. Logam-logam cair, contohnya adalah air raksa atau hidragyrum, serium, dan galium (Palar, H. 2008). Logam berat adalah unsur-unsur kimia yang terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur sulfidril dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, J. K. 1977).

  Terdapat 80 jenis logam berat dari 109 unsur kimia dimuka bumi ini. Logam berat dibagi kedalam dua jenis, yaitu : 1.

  Logam berat essensial; yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.

  2. Logam berat tidak essensial; yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.

  Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia maupun hewan.

  Toksisitas logam berat bisa dikelompokkan menjadi 3, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn; bersifat toksik sedang, yang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co; dan bersifat toksik rendah yang terdiri atas unsur Mn dan Fe. Tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air, mulai dari yang paling toksik, adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni, dan Co. Tingkat toksisitas terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn (Widowati dkk. 2008). Berikut gambar perjalanan logam sampai ke tubuh manusia.

Gambar 2.1 Perjalanan Logam Sampai ke Tubuh Manusia (Klaassen et al.

  1986; Marganof. 2003, diacu dalam Widowati dkk. (2008)). Pencemaran lingkungan perairan oleh logam berat beracun (toxic heavy ) disebabkan terutama oleh meningkatnya skala kegiatan sektor

  metals

  perindustrian yang tidak disertai dengan proses penanggulangan air limbah yang dihasilkan. Umumnya air limbah industri mengandung unsur logam berat beracun seperti Hg, Cd, Pb, Cu, Zn, dan lainnya (Sanusi dkk. 1985).

  Faktor yang menyebabkan logam berat dikelompokkan ke dalam bahan pencemar adalah karena logam berat tidak dapat terurai melalui biodegradasi seperti pencemaran organik. Logam berat dapat terakumulasi dalam lingkungan terutama dalam sedimen sungai kemudian terikat dengan senyawa organik dan anorganik melalui absorpsi dan pembentukan kompleks. Pencemaran logam berat dapat menimbulkan berbagai masalah, antara lain (Harahap, S. 1991): 1.

  Berhubungan dengan estetika seperti perubahan bau, warna, dan rasa air.

  2. Dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang.

  3. Berbahaya bagi kesehatan manusia.

  4. Dapat menyebabkan kerusakan ekosistem.

2.3.1 Raksa ( Merkuri )

  Raksa adalah unsur kimia yang mempunyai nomor atom 80, berat atom 200,61 dan jari-jari atom 1,48 A°. Merupakan satu-satunya unsur logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (25 °C) dan sangat mudah menguap. Membeku pada suhu

  • 38,87°C dan mendidih pada suhu 356,9 °C. Warnanya tergantung pada bentuk fasanya. Fasa cair berwarna putih perak, sedangkan fasa padat berwarna abu-abu. Densitas raksa yaitu 13,55 merupakan densitas yang tertinggi dari semua benda cair. Tegangan permukaannya juga sangat tinggi yaitu 547 dine, dibandingkan dengan air (73 dine) atau alkohol (22 dine). Raksa merupakan unsur yang sangat toksik bagi manusia jika terakumulasi dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama (Durant, P.J. 1960).

  Di alam raksa dapat membentuk ratusan senyawa kimia. Pada dasarnya ratusan senyawa kimia ini dapat diklasifikasikan atas 5 kelompok yaitu (Goldwater et al. 1977): 1.

  Raksa metalik, misalnya cairan atau padatan raksa.

  2. Garam-garam anorganik, misalnya raksa -sulfida, - klorida dan - oksida.

  3. Senyawa-senyawa alkil, yaitu senyawa raksa yang mengandung gugus metil (CH

  3 ) atau gugus etil (-C

  2 H

5 ).

  4. Senyawa alkoksi-alkil, senyawa ini biasanya bersifat kompleks.

  5. H ).

  6

  5

  senyawa aril, yaitu senyawa raksa yang mengandung gugus fenil (-C Kelimpahan Hg dibumi menempati urutan ke -67 diantara elemen lainnya pada kerak bumi. Merkuri jarang didapatkan dalam bentuk bebas di alam, tetapi berupa bijih cinnabar (HgS). Untuk mendapatkan Hg dari cinnabar, dilakukan pemanasan bijih cinnabar diudara sehingga menghasilkan logam Hg (Widowati dkk. 2008).

2.3.1.1 Pemanfaatan Raksa

  Dengan semakin meningkatnya perkembangan teknologi maka penggunaan Hg pun makin meningkat baik untuk kebutuhan-kebutuhan industri maupun kebutuhan rumah tangga. Penggunaan dalam rumah tangga yang menyolok adalah untuk alat-alat listrik, dimana yang terbanyak digunakan sebagai bahan untuk katalisator.

  Berbagai produk yang mengandung Hg, diantaranya adalah bola lampu, penambal gigi, dan termometer. Merkuri digunakan dalam kegiatan penambangan emas, produksi gas khlor dan soda kaustik, serta dalam industri pulp, kertas, dan baterai. Merkuri dengan klor, belerang atau oksigen akan membentuk garam yang digunakan dalam pembuatan krim pemutih dan krim antiseptik. Logam tersebut digunakan secara luas untuk mengekstrak emas (Au) dari bijihnya. Ketika Hg dicampur dengan bijih emas, Hg akan membentuk amalgam dengan emas (Au) dan perak (Ag). Amalgam tersebut harus dibakar untuk menguapkan merkuri guna menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari butir-butir batuan. Hg bersifat sangat toksik sehingga penggunaan Hg dalam berbagai industri sebaiknya dikurangi, termasuk dalam industri farmasi, kedokteran gigi, industri pertanian, industri baterai, dan lampu fluorescence (Widowati dkk. 2008).

2.3.1.2 Efek Toksik Raksa

  Ada tiga bentuk merkuri yang toksik terhadap manusia, yaitu merkuri murni, bentuk garam anorganik, dan bentuk organik. Bentuk garam anorganik Hg dapat

  • 2+

  berbentuk merkuri (Hg ) dan bentuk merkuro (Hg ), dimana bentuk garam merkuri lebih toksik dari pada merkuro. Bentuk organik Hg seperti aril, alkil, dan alkoksi alkil sangat beracun diantara bentuk garam lainnya (Darmono. 2001).

  Efek toksik Hg berkaitan dengan susunan syaraf yang sangat peka terhadap Hg dengan gejala pertama adalah parestesia, lalu ataksia, disartria, ketulian, dan akhirnya kematian. Terdapat hubungan antara dosis Hg dengan gejala toksisitas, seperti keracunan metil merkuri di Irak yang menunjukkan kadar Hg pada rambut korban minimum 100 ppm sehingga muncul kasus parestesia.

  Merkuri (Hg) bisa menghambat pelepasan GnRH (gonadotropin releasing

  

hormone ) oleh kelenjar hipotalamus dan menghambat ovulasi sehingga terjadi

  akumulasi Hg pada korpus luteum . Keracunan akut oleh Hg uap bisa terjadi pada

  3

  konsentrasi Hg uap sebesar 0,5-1,2 mg/m . Keracunan akut oleh Hg uap menunjukkan gejala farangitis, sakit pada bagian perut, mual-mual dan muntah yang disertai darah, dan shock. Apabila tidak diobati akan berlanjut dengan terjadinya pembengkakan kelenjar ludah, nefritis dan hepatitis yang berbahaya (Widowati dkk. 2008).

2.4. Adsorpsi

  Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan bahan dari campuran gas atau cair, bahan yang harus dipisahkan ditarik oleh permukaan sorben padat dan diikat oleh gaya- gaya yang bekerja pada permukaan tersebut. Karena selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Bahan yang akan dipisahkan tentu saja harus dapat diadsorpsi. Sebaliknya, untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang lebih besar lebih disukai proses pemisahan yang lain, karena mahalnya regenerasi adsorben.

  Adsorben adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar. Permukaan yang sangat luas ini terbentuk karena banyaknya pori yang

  2

  halus pada padatan tersebut. Biasanya luasnya berada dalam orde 200 – 1000 m /g adsorben. Diameter pori sebesar 0,0003 – 0,02 µm. Di samping luas spesifik dan diameter pori, maka kerapatan unggun, distribusi ukuran partikel maupun kekerasannya merupakan data karakteristik yang penting dari suatu adsorben. Tergantung pada tujuan penggunaannya, adsorben dapat berupa granulat (dengan ukuran butir sebesar beberapa mm) atau serbuk (khusus untuk adsorpsi campuran cair) (Bernasconi, G. 1995).

2.4.1. Jenis Adsorpsi

  Jenis Adsorpsi ada dua macam (Barrow, G. M. 1997): 1.

  Adsorpsi Fisik a.

  Panas adsorpsi kurang dari 40 kJ/mol.

  b.

  Adsorpsi berlangsung pada suhu rendah.

  c.

  Kesetimbangan adsorsi reversibel dan cepat.

  d.

  Tidak ada energi energi aktivasi yang terlibat dalam proses ini.

  e.

  Terjadi lapisan/adsorpsi multi lapis.

2. Adsorpsi Kimia a.

  Panas adsorpsi lebih besar dari ± 80 kJ/mol.

  b.

  Adsorpsi berlangsung pada temperature tinggi.

  c.

  Kesetimbangan adsorpsi irreversibel.

  d.

  Energi aktivasi mungkin terlibat didalam proses ini.

  e.

  Terjadi adsorpsi monolapisan. Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat atom/molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. Pada proses adsorpsi terbagi menjadi 4 tahap yaitu (Amri, A. 2004): 1.

  Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorpsi menuju lapisan film yang mengelilingi adsorben.

  2. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui lapisan film.

  3. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui kapiler/pori dalam adsorben.

  4. Adsorpsi zat terlarut yang teradsorpsi pada dinding pori atau permukaan adsorben.

2.5. Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectrometry

2.5.1. Definisi Umum

  Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectrometry ( ICP/OES ) adalah

  instrumen yang sangat baik untuk penentuan logam dalam berbagai matriks sampel yang berbeda. Dengan teknik ini, sampel cair di injeksikan ke dalam (RF)-induksi plasma argon menggunakan satu jenis nebulizer.

  Radio Frequency

  Sampel dalam bentuk kabut mencapai plasma dengan cepat dan mengering, menguap, dan menghasilkan energi selama proses eksitasi pada suhu tinggi. Emisi atom yang berasal dari plasma dianggap baik pada konfigurasi radial atau aksial, yang dikumpulkan dengan lensa atau cermin, dan dilewatkan masuk ke celah pada panjang gelombang yang selektif. Pengukuran unsur tunggal dapat dilakukan dengan efektif menggunakan kombinasi sederhana tabung monokromator /photomultiplier (PMT), dan penentuan multiunsur secara simultan dilakukan hingga 70 unsur dengan kombinasi polikromator dan array detektor. Kinerja analisa sistem tersebut kompetitif dengan teknik analisis anorganik lainnya, terutama berkaitan dengan throughput dan sensitivitas sampel.

  Sampel cair dan gas dapat diinjeksikan secara langsung ke dalam instrumen, sedangkan sampel padat memerlukan ekstraksi atau pelarutan dengan asam sehingga analit berbentuk larutan. Larutan sampel diubah menjadi aerosol dan bergerak ke saluran pusat plasma. Pada bagian inti Inductively Coupled

  Plasma (ICP) temperatur mencapai 10.000 K, sehingga aerosol menguap dengan cepat. Unsur analit dibebaskan sebagai atom-atom bebas dalam keadaan gas.

  Tumbukan eksitasi lebih lanjut dalam plasma memberikan energi tambahan pada atom, yang menyebabkan atom-atom pada keadaan tereksitasi. Energi yang ada memungkinkan untuk mengubah atom menjadi ion-ion dan kemudian menjadikan ion-ion pada keadaan tereksitasi (Hou, X. and Jones, B. T. 2000).

  Proses yang terjadi ketika sampel diinjeksikan kedalam debit ICP dapat dilihat pada gambar:

Gambar 2.2 Proses yang terjadi ketika sampel diinjeksikan ke dalam debit ICP.

  (Boss, C. B. and Freeden, K. J. 1997) Atom dan ion pada keadaan tereksitasi dengan lambat menuju keadaan dasar melalui emisi foton. Foton memiliki energi yang karakteristik yang ditentukan oleh struktur tingkat energi terkuantisasi untuk atom atau ion. Dengan demikian panjang gelombang dari foton dapat digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur dari keadaan awal. Jumlah foton berbanding lurus dengan konsentrasi unsur yang ada pada sampel. Instrumentasi yang terkait dengan sistem ICP/OES relatif sederhana. Sebagian dari foton yang diemisikan oleh ICP dikumpulkan dengan sebuah lensa atau cermin cekung. Optik pemokus ini memberi gambaran ICP pada jalur masuk perangkat penyaring panjang gelombang seperti monokromator. Panjang gelombang partikel melewati sebuah monokromator yang akan diubah menjadi sinyal listrik oleh fotodetektor. Sinyal diperkuat dan diproses oleh elektronik detektor, kemudian ditampilkan dan disimpan oleh komputer (Hou, X. and Jones, B. T. 2000).

2.5.2 Karakteristik ICP-OES

  Keuntungan utama dari analisis menggunakan ICP dibanding dengan instrumen yang menggunakan sumber eksitasi lain adalah kemampuannya untuk efisiensi dan kebolehulangan pada penguapan, atomisasi, eksitasi, dan ionisasi untuk berbagai unsur dalam berbagai sampel yang berbeda. Hal ini terutama disebabkan oleh suhu yang tinggi, 6000-7000 K pada ICP. Suhu ini jauh lebih tinggi dari suhu maksimum pada flame atau tungku (3300 K). Suhu yang tinggi pada ICP membuatnya mampu untuk mengeksitasi unsur yang tahan terhadap panas, dan tahan terhadap interferensi.

  Berikut ini beberapa karakteristik yang paling menguntungkan dari penggunaan

  ICP (Hou, X. and Jones, B. T. 2000): 1.

  Temperatur tinggi (7000-8000 K).

  14 16 -3 2. - 10 cm ).

  Densitas elektron tinggi (10 3. Derajat ionisasi berbagai unsur cukup besar.

  4. Kemampuannya dalam penentuan multiunsur secara simultan (lebih dari 70 unsur termasuk P dan S).

  5. Background emisi yang rendah, dan gangguan kimia yang relatif rendah.

  6. Stabilitas tinggi sehingga akurasi dan presisi sangat baik.

  • 1 7.

  ). Batas deteksi yang sangat baik untuk banyak unsur (0.1-100 ng ML

  8. Jarak dinamis linerar (LDR) yang lebar (empat sampai enam kali perbesaran).

  9. Dapat digunakan untuk unsur-unsur yang tahan panas.

  10. Analisis efektif dan terjangkau.

2.5.3. Instrumentasi ICP-OES

  Representasi dan tampilan dari ICP-OES dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar 2.3 Komponen utama dan susunan dari peralatan Inductively Coupled Plasma - Optical Emission Spectrometry .

1. Pemasukan Sampel a.

   Nebulizer Nebulizer adalah perangkat yang digunakan untuk mengkonversi cairan

  menjadi aerosol yang kemudian dialirkan ke plasma. Sistem pemasukan sampel yang ideal untuk semua sampel pada plasma adalah kemampuan plasma untuk mensolvasi, vaporisasi, atomisasi atau ionisasi, dan eksitasi. Karena hanya tetesan kecil dalam ICP yang dianalisa, kemampuan untuk menghasilkan tetesan kecil untuk berbagai sampel sangat menentukan kegunaan dari nebulizer pada ICP- OES. Banyak perangkat yang dapat digunakan untuk memecah cairan menjadi aerosol, namun hanya dua yang dapat digunakan pada ICP, yaitu pneumatik force dan ultrasonic mechanical force.

  b.

  Pompa Pompa adalah perangkat yang digunakan untuk mengalirkan sampel larutan kedalam nebulizer. Dengan adanya pompa maka laju aliran konstan dan tidak tergantung pada parameter larutan seperti viskositas dan tegangan permukaan larutan. Selain itu laju aliran dapat dikontrol dan memungkinkan

  washout lebih cepat dari nebulizer dan ruang semprot.

  c.

  Spray Chamber (Tempat Penyemprot) Setelah sampel aerosol terdapat pada nebulizer, harus segera dialirkan pada torch sehingga dapat diinjeksikan ke dalam plasma. Karena hanya tetesan kecil aerosol cocok untuk diinjeksikan ke dalam plasma, spray chamber ditempatkan antara nebulizer dan torch. Fungsi utama dari spray chamber adalah untuk menghilangkan tetesan besar dari aerosol. Tujuan kedua dari spray chamber adalah untuk melancarkan keluaran pulsa yang terjadi selama nebulisasi, karena

  spray chamber ikut memompa larutan.

  d.

   Drains Drains pada ICP berfungsi untuk membawa kelebihan sampel dari spray chamber menuju ke tempat pembuangan. Selain itu, sistem drains memberikan

  tekanan balik yang dibutuhkan untuk memaksa aerosol pada nebulizer melalui aliran gas pada tungku injector tube kedalam plasma discharge. Jika sistem drains tidak membuang habis sampel dan memungkinkan masih adanya gelembung, maka injeksi sampel kedalam plasma dapat terganggu dan menyebabkan gangguan pada sinyal emisi.

  2. Penghasil Emisi a.

  Torches (Tungku) Dari spray chamber aerosol diinjeksikan melalui torch kedalam plasma yang akan terdesolvasi, menguap, teratomisasi, tereksitasi dan terionisasi oleh plasma. Torch terdiri dari tiga tabung konsentrik, untuk aliran argon dan injeksi aerosol. Tiga tabung itu terdiri dari plasma flow, auxiliary flow dan nebulizer

  flow .

  b.

   Radio Frequency Generator.

  Radio frequency (RF) generator adalah peralatan yang menyediakan daya

  untuk pembangkit dan pemeliharaan debit plasma. Daya ini biasanya berkisar antara 700 sampai 1.500 watt, yang ditransfer ke gas plasma melalui kumparan yang terdapat pada sekitar bagian atas torch. Kumparan, yang bertindak sebagai antena untuk mentransfer daya RF ke plasma, biasanya terbuat dari pipa tembaga dan didinginkan oleh air atau gas selama operasi.

  3. Pengumpulan dan Pendeteksian Emisi.

  a.

  Optik Radiasi biasanya dikumpulkan oleh fokus optik seperti lensa cembung atau cermin cekung. Optik ini bersifat mengumpulkan sinar, sehingga sinar difokuskan menuju celah pada monokromator atau polikromator.

  b.

  Monokromator Monokromator digunakan untuk memisahkan garis emisi sesuai dengan panjang gelombangnya. Monokromator digunakan dalam analisa multi unsur dengan cara memindai cepat dari satu garis emisi ke garis emisi lainnya. Kisi difraksi merupakan inti dari spektrometer, kisi memecah cahaya putih menjadi beberapa panjang gelombang yang berbeda. Untuk menganalisa multi unsur secara simultan dapat digunakan polikromator. c.

  Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas garis emisi setelah garis emisi dipisahkan oleh monokromator/polikromator. Jenis detektor yang paling banyak digunakan pada ICP-OES adalah tabung photomultiplier (PMT).

4. Pemrosesan Sinyal dan Instrumen Kontrol a.

  Pemrosesan Sinyal Setelah emisi dideteksi oleh detektor (PMT), maka arus anoda PMT dapat dikonversi, yang mewakili intensitas emisi menjadi sinyal tegangan yang diubah menjadi informasi digital. Informasi digital inilah yang mewakili intensitas emisi relatif atau konsentrasi dari sampel.

  b.

  Komputer dan Processor Komputer digunakan sebagai instrumen untuk mengontrol, memanipulasi dan mengumpulkan data analisis. Pada komputer kita dapat memilih parameter operasi yang tepat untuk analisis seperti panjang gelombang, tegangan PMT, mengkoreksi background pengukuran dan konsentrasi larutan standar.

  Kemampuan untuk melihat data spectral pengukuran dengan waktu analisis yang sangat cepat merupakan tujuan utama penggunaan komputer dalam setiap instrumentasi (Boss, C. B. and Freeden, K. J. 1997).