BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian 2.1.1 Ayam Ras Petelur - Studi Perbandingan Kadar Protein Pada Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur Penyu Secara Titrasi Formol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian

  2.1.1 Ayam Ras Petelur

  Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas berasal dari ayam hutan liar yang ditangkap dan dipelihara oleh masyarakat pedesaan.

  Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Dari sini, orang mulai membedakan antara ayam orang belanda (bangsa belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini mulai dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam orang belanda disebut dengan ayam luar negeri (ayam ras) yang kemudian lebih akrab dengan ayam ras white leghorn (Anonima, 2013).

  2.1.2 Ayam Buras

  Ayam kampung adalah ayam jinak yang telah terbiasa hidup ditengah masyarakat. Daya adaptasinya sangat tinggi, karena ayam itu mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, lingkungan, dan iklim yang ada.

  Umumnya ayam peliharaan secara ekstensif, dibiarkan lepas bebas berkeliaran di halaman rumah, lapangan, kebun, dan tempat-tempat lain sekitar kampung atau daerah pemukiman manusia. Karena tempat hidupnya itulah lalu namanya disebut ayam kampung atau ayam buras (Saswono, 1997).

  2.1.3 Itik Itik yang banyak dikenal di Indonesia adalah spesies Anas domesticus.

  Spesies ini berasal dari jenis itik liar Anas sp., kecuali manila (Cairinamoschata). Telur itik untuk konsumsi umumnya merupakan telur asin.

  Telur asin merupakan menu yang umum disajikan, dari warteg sampai hotel berbintang lima. Itik dianggap sebagai hewan ternak asli Indonesia yang sangat potensial menjadi sumber tumpuan kehidupan masyarakat pedesaan (Simanjuntak, 2007).

  2.1.4 Puyuh Puyuh mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil dan berkaki pendek.

  Puyuh inilah yang telurnya sering kita lihat dijajakan di pasar-pasar. Telur puyuh berukuran kecil dan berwarna khas campuran cokelat tua, biru, putih, dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru. Untuk produksi telur puyuh, dipilih telur puyuh betina, yang sehat atau bebas dari penyakit. telur puyuh biasanya mempunyai berat sekitar 10-11 gram (Juariah, 2010).

  2.1.5 Penyu

  Penyu memiliki sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air dan mempunyai berat sekitar 900 kg. Walaupun seumur hidupnya berkelana di dalam air, sesekali hewan ini tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Penyu mengalami siklus bertelur yang beragam, dari 2-8 tahun sekali. Sementara penyu jantan menghabiskan seluruh hidupnya di laut, betina sesekali mampir ke daratan untuk bertelur. Penyu merupakan hewan yang dilindungi karena dikhawatirkan hampir punah sebab jumlahnya makin sedikit (Anonimb, 2013).

2.2 Protein

  Nama protein berasal dari proteios, yang berarti yang utama atau yang terdahulukan. Protein adalah zat yang paling penting dalam tiap organisme.

  Protein adalah biopolimer dari asam-asam amino yang dihubungkan melalui ikatan peptida. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain oleh ikatan peptida. Asam-asam amino terdiri atas unsur- unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, besi, kalium dan kobalt.

  Unsur nitrogen adalah unsur utama protein yang tidak terdapat pada karbohidrat dan lemak (Almatsier, 2004; Irianto, 2007).

  Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena selain sebagai sumber energi, protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat pengatur di dalam tubuh. Selain zat pembangun, fungsi utamanya bagi tubuh adalah membentuk jaringan baru (misalnya membentuk janin pada masa kehamilan seorang ibu atau jaringan baru pada proses pertumbuhan anak), disamping untuk memelihara jaringan yang telah ada (mengganti bagian- bagian rusak) (Muchtadi, 2010).

  Protein terdapat antara lain di dalam kulit, rambut, otot, dan putih telur. Protein terdiri dari molekul–molekul yang besar yang mempunyai berat molekul antara 12.000 hingga beberapa juta.

  Menurut (Sastrohamidjojo, 2005), klasifikasi protein yakni:

  I. Protein–protein sederhana Protein ini bila pecah menjadi satuan–satuan yang lebih sederhana yang hanya menghasilkan asam asam alpha amino atau turunannya. Yang termasuk di dalamnya adalah:

  1. Albumin: oleh panas menggumpal, larut dalam air dan dalam larutan garam yang encer. Albumin telur, albumin serum terdapat dalam darah, laktabumin dari susu.

  2. Globulin: terdapat dalam biji-bijian dan dalam darah binatang.

  Menggumpal oleh panas, tak larut dalam air, larut dalam larutan netral encer dari garam-garam dari asam-asam kuat, basa kuat (NaCl, MgSO 4 ).

  3. Glutelin: terdapat dalam biji-bijian. Tidak larut dalam air atau dalam larutan-larutan encer, larut dalam asam atau alkali encer.

  Glutein terdapat dalam gandum.

  4. Prolamin: terdapat dalam sebangsa gandum atau padi. Tidak larut dalam air, larut dalam alkohol 80%. Gliadin terdapat dalam gandum, zein dari jagung.

  5. Albuminoid: terdapat dalam jaringan-jaringan, rambut, bulu, tanduk, kuku, dan sebagainya. Tidak larut dalam air, larut dalam garam, asam encer atau alkali encer.

  6. Histoine: tidak menggumpal oleh panas, larut dalam air, atau dalam NH OH encer. Bila terhidrolisis memberikan sejumlah

  4

  asam-asam amino terutama asam-asam diamino. Histone terdapat dalam kelenjar timus.

  7. Protamin: tidak menggumpal oleh panas, larut dalam larutan amoniak dan dalam air.

  II. Protein terkonjugasi Peruraian dari senyawa ini menunjukkan bahwa mereka terbentuk atas protein-protein sederhana dan gugus-gugus lain yang tidak menunjukkan sifat protein. Yang termasuk dalam golongan ini adalah

  1. Kromoprotein: (Haemoglobin), protein yang sederhana ini dalam senyawanya disatukan dengan gugus yang mempunyai warna. Haemoglobin dari darah merah.

  2. Glikoprotein: dalam rangkaiannya terdapat gugus karbohidrat mucin dalam saliva.

  3. Pospoprotein: terdapat dalam susu. Di dalam molekulnya terdapat pospor. Casein, susu.

  4. Nukleoprotein: terdapat tambahan gugus asam nukleat.

  5. Lesitoprotein: gugus tambahan adalah lesitin.

  6. Lipoprotein: gugus tambahan adalah salah satu dari asam-asam lemak yang lebih tinggi Protein yang terkandung dalam bahan pangan setelah dikonsumsi akan mengalami pencernaan (pemecahan atau hidrolisis oleh enzim-enzim protease) menjadi unit-unit penyusunnya, yaitu asam-asam amino. Asam-asam amino inilah yang selanjutnya diserap oleh tubuh melalui usus kecil, yang kemudian dialirkan ke seluruh tubuh untuk digunakan dalam pembentukan jaringan- jaringan baru dan mengganti jaringan-jaringan yang rusak. Asam-asam amino yang berlebihan dapat juga digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh atau disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan energi (Muchtadi, 2010).

  Berdasarkan kandungan asam-asam amino esensialnya, maka suatu protein bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau rendah. Suatu protein dikatakan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam-asam amino esensial yang susunannya lengkap serta komposisinya sesuai dengan kebutuhan tubuh serta asam-asam amino tersebut dapat digunakan oleh tubuh (tersedia atau available bagi tubuh) (Muchtadi, 2010).

  Umumnya protein hewani (daging, ikan, susu, telur) merupakan protein yang bernilai gizi tinggi. Protein nabati umumnya daya cernanya lebih lebih rendah dan kekurangan salah satu (sering juga kekurangan dua macam) asam amino esensial. Sebagai contoh protein serealia (beras, terigu) kekurangan asam amino lisin, sedangkan protein kacang-kacangan (kedelai) kekurangan asam amino belerang (metionin dan sistein). Nilai gizi protein akan menentukan jumlah yang harus dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan protein, protein dengan nilai gizi rendah harus dikonsumsi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan protein yang bernilai gizi tinggi (Muchtadi, 2010).

  Protein merupakan senyawa kompleks yang terdiri dari asam amino yang diikat satu sama lain dengan ikatan peptida. Asam amino sendiri terdiri dari rantai karbon (radikal R), atom hidrogen, gugus karboksilat (COOH), kadang-kadang gugus hidroksil (OH), belerang (S) serta gugus amino (NH

  2 ) (Muchtadi, 2010).

2.3 Asam amino

  Asam amino merupakan unit dasar struktur protein. Suatu asam amino alfa terdiri dari gugus amino, gugus karboksil, atom H dan gugus R tertentu, yang semuanya terikat pada atom karbon α. Gugus R menyatakan rantai samping (kusnandar, 2010). Struktur Umum dari asam amino dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gugus karboksil dan gugus amin yang terikat pada karbon α dapat mengionisasi. Gugus karboksil dapat membentuk ion negatif yang bersifat asam sedangkan gugus amin bermuatan positif yang bersifat basa. Dengan adanya dua gugus dengan muatan yang berbeda tersebut, maka asam amino disebut bersifat amfoter, artinya dapat bersifat asam maupun basa. Sifat asam atau basa ini dipengaruhi pH lingkungannya (Kusnandar, 2010).

  Apabila asam amino dalam keadaan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH ggi mampu − yang tin mengikat ion-ion H+ pada gugus NH3+. Sebaliknya bila dalam keadaan asam, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion

  −COO− sehingga terbentuk gugus –COOH maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (II) (Poedjiadi, 1994).

  Semua protein pada semua spesies mulai dari bakteri sampai manusia dibentuk dari 20 asam amino. Keanekaragaman fungsi yang diperantarai oleh protein dimungkinkan oleh keragaman susunan yang dapat dibuat dari 20 jenis asam amino ini sebagai unsur pembangun (Poedjiadi, 1994).

  Setiap asam amino terdiri dari gugus amin (NH

  2 ) dan gugus karboksil

  (COOH). Asam amino yang sudah diketahui ada sekitar 20 macam. Sepuluh diantara asam amino tersebut bersifat esensial sehingga harus diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari, yaitu histidin, arginin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, valin, triptofan, fenilalanin dan treonin (Auliana, 2001).

2.4 Sumber Protein

  Sumber protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu berdasarkan sifatnya, sumber protein nabati seperti biji-bijian (serealia) dan kacang-kacangan dan sumber protein hewani seperti daging, ikan, susu dan telur (Muchtadi, 2010).

  Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang.

  Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu serta kacang-kacangan lain. Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia (Almatsier, 2004).

  Hasil-hasil hewani yang umum digunakan sebagai sumber protein adalah daging (sapi, kerbau, kambing, dan ayam), telur (ayam dan bebek), susu (terutama susu sapi), dan hasil-hasil perikanan (ikan, udang, kerang dan lain- lain). Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi, karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap yang susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap (dapat digunakan oleh tubuh) juga tinggi (Muchtadi, 2010).

  Protein nabati hampir sekitar 70% penyediaan protein didunia berasal dari bahan nabati (hasil tanaman), terutama berasal dari biji-bijian (serealia) dan kacang-kacangan. Sebagian besar penduduk dunia menggunakan serealia (terutama beras, gandum, dan jagung) sebagai sumber utama kalori, yang ternyata sekaligus juga merupakan sumber protein yang penting (Muchtadi, 2010).

  Protein adalah zat yang dibentuk oleh sel-sel yang hidup. Lebih dari separo zat-zat yang berbentuk padat di dalam jaringan–jaringan manusia dan binatang mamalia terdiri atas protein. Protein mempunyai peranan yang penting di dalam tubuh manusia dan binatang, karena ia bertangggung jawab untuk menggerakkan otot-otot, protein hemoglobin mempunyai peranan mengangkut oksigen dari paru–paru ke jaringan seluruh tubuh. Sehingga protein sangat penting untuk masing–masing individu (Sastrohamidjojo, 2005).

2.5 Kecukupan konsumsi protein

  Kekurangan protein dapat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak dibawah lima tahun (balita). Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan maramus. Sindroma gabungan antara 2 jenis kekurangan ini dinamakan energy-protein Malnutrition/EPM atau kurang energi-protein/KEP atau kurang kalori protein/KKP. Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia dua hingga tiga tahun yang sering terjadi pada anak sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein. Sedangkan maramus pada umumnya merupakan penyakit pada bayi (dua belas bulan pertama) karena terlambat diberi makanan tambahan, formula pengganti ASI terlalu encer, tidak higienis atau sering kena infeksi terutama gastrointeritis. Maramus berpengaruh pada jangka panjang terhadap mental dan fisik yang sukar diperbaiki (Almatsier, 2004).

  Mengkonsumsi protein dalam jumlah berlebihan akan membebani kerja ginjal. Makanan yang berprotein tinggi, biasanya juga tinggi lemaknya sehingga menyebabkan obesitas. Kelebihan protein pada bayi dapat memberatkan kesehatan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitogen, juga dapat menyebabkan asidosis, dehidrasi, diare dan demam (Almatsier, 2004).

  Asupan protein yang dianjurkan menurut hasil penelitian WHO (1985) menggunakan tingkat asupan aman sebesar 0,75 g/kg berat badan, Untuk penetapan Referensi Asupan Gizi (RNI) protein; angka ini setara dengan 56 g/hari untuk pria dewasa dan 45 g/hari untuk wanita dewasa (Barasi, 2007).

  Tabel 1. Angka kecukupan protein menurut kelompok umur dinyatakan dalam taraf asupan terjamin.

  Kelompok Umur (tahun) AKP (nilai PST) gram/kg berat badan

  Laki-laki Perempuan 0-0,5 1,86 1,86

  (85% dari ASI) (85% dari ASI)

  0,5-2,0 1,39 1,39

  (80% dari ASI) (80% dari ASI)

  4-5 1,08 1,08 5-10 1,00 1,00 10-18 1,96 1,90 18-60 0,75 0,75

  0,75 0,75

  60 + Ibu hamil

  • 12 gram/hari

  Ibu menyusui enam bulan pertama + 16 gram/hari

  • 12 gram/hari

  Ibu menyusui enam bulan kedua Ibu menyusui tahun kedua + 11 gram/hari

  Sumber: Almatsier, 2004

2.6 Telur Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya.

  Selain itu bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Komposisi sebutir telur terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur dan 31% kuning telur. Kandungan gizi sebutir telur ayam dengan berat 50 g terdiri dari protein 6,3 g, karbohidrat 0,6 g, lemak 5 g, vitamin dan mineral. Protein disusun dari asam-asam amino yang terikat satu dengan lainnya. Mutu dari protein disebut sebagai nilai hayati. Mutu dari protein disebut sebagai nilai hayati yang ditentukan oleh asam-asam amino dan jumlah masing-masing asam amino (Sudaryani, 2003).

  Protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan mudah dicerna dalam telur, protein lebih banyak terdapat pada kuning telur, yaitu sebanyak 16,5%, sedangkan pada putih telur sebanyak 10,9%. Dari sebutir telur yang berbobot sekitar 50 g, kandungan total proteinnya adalah 6 g.

  Dibandingkan bahan makanan sumber protein lainnya, ternyata telur memiliki pola komposisi asam amino esensial yang sesuai dengan kebutuhan sintesa protein di dalam tubuh. Pola komposisi asam amino esensial telur diambil sebagai patokan standar dalam menentukan kualitas protein suatu bahan makanan. Patokan standar tersebut dinamakan PST (protein senilai telur) (Sudaryani, 2003; Auliana, 2001).

  Telur ayam terdiri dari kira-kira 11% kulit, 31% kuning telur dan 58% putih telur. Dilihat kegunaannya sebagai bahan pangan, maka kulit telur dan membrannya hanya berfungsi sebagai pembungkus untuk menjaga komponen bahan pangan didalamnya, yaitu putih dan kuning telur. Bagian cair telur utuh terdiri dari sekitar 85% putih telur dan 35% kuning telur (Muchtadi, 2010).

  2.6.1 Lemak

  Kandungan lemak pada telur sekitar 5 gram. Lemak pada telur terdapat pada kuning telur, sekitar 32%, sedangkan lemak yang lain terdapat pada putih telur. Zat gizi ini mudah dicerna oleh manusia. Lemak pada telur terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolipida dan kolesterol. Fungsi trigliserida dan fosfolipida umumnya menyediakan energi yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari (Sudaryani, 2003).

  2.6.2 Vitamin dan Mineral

  Telur mengandung semua vitamin. Selain sebagai sumber vitamin, telur juga merupakan bahan pangan sumber mineral. Beberapa mineral yang terkandung dalam telur di antaranya besi, fosfor, kalsium, tembaga, yodium, magnesium, mangan, potasium, sodium, zink, klorida dan sulfur (Sudaryani, 2003).

  2.7 Protein Telur

  Putih telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk telur baik, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah. Albumen dari putih telur terdiri dari 4 lapisan. Masing-masing chalazae (27,0%), putih kental (57,0%), putih telur encer dalam (17,3%), dan putih telur encer bagian luar (23,0%). Putih telur adalah larutan yang mengandung sekitar 12% protein. Lapisan yang terakhir ini berhubungan dengan “chalaza”, suatu serabut yang menahan kestabilan kuning telur. Sifat masing-masing lapisan berbeda, terutama dalam hal kandungan ovomusin, di mana lapisan kental kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan encer (Muchtadi, 2010; Sudaryani, 2003).

  2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Protein Pada Telur

  1. Kondisi Lingkungan Ayam

  • Penyakit Beberapa jenis penyakit ayam, seperti infeksi bronkitis dapat menimbulkan abnormalitas pada pada kulit telur. Bahkan penyakit tersebut juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur dan kuning telur (Sudaryani, 2003).
  • Suhu Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur, kuning telur dan mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan oleh penurunan nafsu makan ayam sehingga zat-zat gizi yang
diperlukan tidak mencukupi. Suhu yang diperkenankan maksimal

  o mencapai 29 C (Sudaryani, 2003).

  2. Pakan Kualitas pakan akan mengurangi kualitas putih telur, kuning telur dan mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Untuk memenuhi sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh pakan dari berbagai bahan makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi yaitu jagung, dedak, bekatul dan ubi kayu. Bahan pakan sebagai sumber protein yaitu Bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan makanan sebagai sumber mineral yaitu tepung tulang, tepung kerang, tepung ikan (Rasyaf, 1994).

2.9 Metode Analisis Protein

2.9.1 Analisis Kualitatif

  Analisis protein secara umum dilakukan dengan dua metode, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Reaksi pengenalan (kualitatif) yang dapat dilakukan yakni reaksi Xantoprotein dan reaksi Biuret.

  1. Reaksi Xantoprotein Dibuat dengan cara: larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati- hati kedalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi adalah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan (Bintang, 2010).

  2. Metode Biuret Dilakukan dengan cara: larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO

  4 encer. Uji ini untuk menunjukkan

  adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu membentuk senyawa kompleks ditandai dengan timbulnya warna ungu violet atau biru violet (Bintang, 2010).

2.9.2 Analisis Kuantitatif

  Bentuk uji kuantitatif (penentuan kadar) yang dapat dilakukan:

  1. Metode Titrasi Formol Prinsip metode ini adalah dengan adanya air dan penambahan Kalium oksalat, protein akan dihidrolisis menjadi asam-asam amino. Selanjutnya dengan penambahan formaldehid akan menghambat gugus basa asam amino membentuk gugus dimethilol sehingga tidak mengganggu reaksi antara NaOH dengan gugus asam dari asam amino dan konsentrasi protein dapat ditentukan (Estiasih, dkk., 2012).

  Indikator yang digunakan adalah PP (fenolftalein), akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein (Sudarmadji, dkk., 1989).

  Dipipet 10 ml larutan putih telur atau larutan protein kedalam erlenmeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml akuades dan 0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh (K- oksalat : air = 1: 3) dan tambahkan 1 ml fenoftalein 1%. Diamkan selama 2 menit. Dititrasilah larutan dengan 0,1 N NaOH sampai mencapai warna seperti warna standar atau sampai warna merah jambu.

  Setelah warna tercapai, tambahkan 2 ml larutan formaldehid 40% dan titrasilah kembali dengan larutan NaOH sampai warna seperti warna standar tercapai lagi. Catat titrasi kedua ini. Titrasi koreksi yaitu titrasi kedua dikurangi titrasi blanko merupakan titrasi formol, untuk perhitungan % protein (Sudarmadji, dkk., 1984):

  NNaOH

  % Protein = ( − ) × 1,83

  0,1

  Untuk protein digunakan faktor 1,83 Keterangan :

  = titrasi sampel = titrasi blanko

  Menurut Sudarmadji, dkk., (1989), reaksi titrasi formol adalah sebagai berikut: H O O

  NaOH R CH C R C C OH O

  • NH

  

3

Pada pH netral

  O H H R C C + CH

2 O R C COOH

  • NH O HOH H N CH OH

  3

  2

  2 Formalin Dimenthilol

  O H H R C COOH + NaOH R C C + H

  2 O

  ONa HOH

  2 C N CH

  2 OH HOH

  2 C N CH

  2 OH

  2. Metode Kjeldhal Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Penentuan kadar protein dengan metode ini mengandung kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan cara kjeldahl ini sering disebut dengan kadar protein kasar/crude protein (Sudarmadji, dkk., 1989). Berlangsung tiga tahap:

  a. Tahap Destruksi Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon (C) dan hidrogen (H) teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan air (H

2 O). Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. Banyaknya

  asam sulfat yang digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap kandungan protein, karbohidrat dan lemak (Bintang, 2010).

  Untuk mempercepat destruksi maka ditambahkan katalisator. Dengan penambahan katalisator, maka titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga proses destruksi akan berjalan lebih cepat. Katalisator yang digunakan yaitu campuran K

  2 SO 4 yang dapat mempercepat proses oksidasi dan juga dapat

  menaikkan titik didih asam sulfat. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna jernih (Bintang, 2010).

  Reaksi yang terjadi pada proses destruksi (Meloan, 1987): katalisator n – C – NH

  2 + H

2 SO

  4 CO2 + (NH 4 )2SO 4 + SO

  2

  pemanasan protein b. Tahap Destilasi

  Pada tahap destilasi, amonium sulfat dapat dipecah menjadi amonia, yaitu dengan penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan.

  Amonia yg dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam yg dapat dipakai adalah H

  2 SO 4 . Agar kontak antara larutan asam dengan amonia berjalan

  sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri jika semua amonia sudah terdestilasi sempurna menggunakan indikator mengsel sebagai indikator penunjuk. Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu (Bintang, 2010): (NH

  4 )

  2 SO 4 + 2 NaOH

  2 NH

  3

  2 SO 4 + 2H

  2 O

  ↑ + Na

  c. Tahap Titrasi Apabila penampung destilat yang digunakan adalah larutan asam sulfat, maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan

  NaOH 0,025 N menggunakan indikator mengsel (indikator campuran metil red dan metil blue). Selisih jumlah titrrasi sampel dan blanko merupakan jumlah nitrogen.

  ( − )

  % N = x N NaOH x 14,007 x 100%

  ( ) 1000

  Setelah diperoleh %N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan %N dengan suatu faktor konversi. Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam bahan pangan yg dianalisa tersebut (Sudarmadji, dkk., 1989).

  Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi ini yaitu:

  3

  2

  4

  4

  2

4 NH + H SO (NH ) SO

  2

  4

  2

  4

  2 Kelebihan H SO + 2 NaOH Na SO + 2H O (Bintang, 2010).

  Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl adalah berdasarkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa umumnya protein mengandung rata-rata 16% N dalam protein murni. Apabila jumlah N dalam bahan telah diketahui, maka jumlah protein dihitung dengan mengalikan jumlah N dengan 100/16 (N X 6,25). Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan tepat, maka faktor konversi yang lebih tepat yang dipakai (Meloan, 1987).

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang - Pengetahuan Sikap dan Tindakan Wanita terhadap Kanker Payudara di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2012

0 0 19

Hubungan Morfologi Vertikal Wajah Terhadap Tinggi Dentoalveolar Regio Molar dan Lebar Lengkung Gigi pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti FKG USU

0 1 18

Pemeriksaan Kandungan Timbal dan Kadmium pada Hati Ayam Buras dan Hati Ayam Ras Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ayam - Pemeriksaan Kandungan Timbal dan Kadmium pada Hati Ayam Buras dan Hati Ayam Ras Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 3 20

Pemeriksaan Kandungan Timbal dan Kadmium pada Hati Ayam Buras dan Hati Ayam Ras Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 16

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA - Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang - Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

0 0 11

Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun

0 0 26

Analisis Ekonomi dan Kontribusi Tanaman Bambu terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun

0 0 18

Studi Perbandingan Kadar Protein Pada Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur Penyu Secara Titrasi Formol

0 0 13