BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan 2.1.1 Pengertian Kepuasan - Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I / Bukit Barisan Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan

2.1.1 Pengertian Kepuasan

  Kata ‘kepuasan atau satisfaction’ berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “factio” (melakukan atau membuat). Kepuasan dapat diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat sesuatu memadai’ (Tjiptono, 2005). Kepuasan juga dapat diartikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Kotler dan Susanto, 2001).

  Menurut J. Paul Peter, Jerry C. Olson dalam Usmara (2003), kepuasan atau ketidakpuasan merupakan perbandingan antara harapan kinerja sebelum membeli dan persepsi kinerja yang diterima konsumen setelah membeli. Jika harapan kinerja sebelum membeli lebih besar dari kinerja yang diterima setelah membeli maka dikatakan konsumen mengalami ketidakpuasan. Sebaliknya jika harapan kinerja sebelum membeli lebih kecil dari persepsi kinerja yang diterima setelah membeli maka konsumen mengalami kepuasan.

  Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas pasien akan menceritakan dua kali lebih buruk tentang pengalaman yang telah dialaminya.

  Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pasien pada industri rumah sakit merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada berbagai disiplin ilmu (Andreassen, 2000). Terdapat banyak definisi mengenai kepuasan pelanggan, diantaranya adalah Oliver (dalam Supranto, 2000) yang mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang merasa terpenuhi atas harapannya. Tse dan Wilton (2001) menyarankan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan

  Parasuraman et.al. (1988), mengemukakan kepuasan pelanggan sebagai perbandingan antara layanan yang diharapkan (expectation) dan kinerja (performa).

  Sementara itu Engel dalam Tjiptono (2005) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang- kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Definisi-definisi mengenai kepuasan pelanggan tersebut secara umum menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post

  consumption suatu barang atau jasa.

  Sedangkan Kotler (2002) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa yang dialami seseorang setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli bisa disimpulkan definisi kepuasan pelanggan adalah respon dari perilaku yang ditunjukkan oleh pelanggan dengan membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Apabila hasil yang dirasakan dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, kurang puas bahkan tidak puas, namun sebaliknya bila sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.

  Tjiptono (2005), ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan mamantau kepuasan pelanggannya, diantaranya adalah :

  Memberikan kesempatan bagi pelanggan untuk menyampaikan saran, keluhan dan pendapat pelanggan mengenai produk/jasa. Metode ini bersifat pasif sehingga agak sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan/ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas lantas akan menyampaikan keluhannya, bisa saja lantas pelanggan langsung beralih kepada produk/ penyedia jasa lain dan tidak akan membeli lagi produk/jasa perusahaan tersebut. Upaya mendapatkan saran dari pelanggan juga sulit diwujudkan terlebih bila perusahaan tidak memberikan timbal balik yang memadai kepada pelanggan yang telah bersusah payah berpikir menyumbangkan ide untuk perusahaan.

  2. Survei kepuasan pelanggan Survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan kuesioner, baik melalui pos, telepon maupun wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan sekaligus memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian kepada pelanggannya. Pengukuran kepuasan konsumen melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : a. Directly Reported Satisfaction

  Pengukuran dilakukan secara langsung kepada konsumen melalui pertanyaan seperti ”ungkapan seberapa puas anda terhadap pelayanan perusahaan dengan skala sebagai berikut: sangat tidak puas, tidak puas, kurang puas, puas, sangat puas.

  b. Derived dissatisfaction harapan konsumen terhadap atribut tertentu, dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.

  c. Problem analysis Konsumen yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan.Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan.

  d. Importance – performance analysis Dalam teknik ini, responden diminta merangking berbagai elemen/atribut tersebut. Selain itu responden diminta merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut. e. Ghost shopping Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost

  

shopes ) untuk berperan sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan

  pesaing. Selanjutnya gost shopes tersebut menyampaikan temuan-temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman pelanggan dalam membeli produk tersebut.

  f. Lost customer analisys Perusahaan berusaha menghubungi pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperoleh perusahaan untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

  Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas performance produk/jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan akan merasa puas apabila harapannya terpenuhi dan akan sangat puas jika harapan pelanggan terlampaui (Supranto, 2001). Terpenuhinya kebutuhan pasien akan memberikan gambaran kepuasan pasien, oleh karena itu tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada pandangan pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

  Menurut Irawan (2008), terdapat lima komponen yang dapat mendorong kepuasan pelanggan, yaitu :

  1. Kualitas produk Kualitas produk mencakup enam elemen, yaitu performance, durability,

  

feature, reliability, consistency, dan design. Setelah membeli dan menggunakan suatu

  produk, pembeli akan merasa puas bila ternyata kualitas produknya baik atau berkualitas.

  2. Kualitas pelayanan Salah satu konsep service quality adalah ServQual sangat tergantung dari tiga faktor, yaitu : 1) sistem, 2) teknologi, 3) manusia. Berdasarkan konsep ServQual, komponen ini mempunyai banyak dimensi, yaitu : reliability, responsiveness,

  3. Faktor emosional Kepuasan konsumen yang diperoleh pada saat menggunakan suatu produk yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan pelanggan di dasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, dan sebagainya.

  4. Harga Komponen harga sangat penting karena dinilai mampu memberikan kepuasan yang relatif besar dalam industri ritel. Harga yang murah akan memberikan kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga karena mereka akan mendapatkan value for money yang tinggi.

  5. Kemudahan Komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh produk atau jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

  Jacobalis (1995) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang sering ditemukan berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit, seperti ; keterlambatan pelayanan oleh perawat dan dokter, dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, lamanya proses masuk kenyamanan dan keamanan rumah sakit.

  Pentingnya kepuasan pasien di rumah sakit, maka rumah sakit harus berorientasi pada kualitas, rumah sakit akan mampu mendapatkan profitabilitas jangka panjang yang diperoleh dari kepuasan pasien. Kondisi demikian membuat rumah sakit harus mulai merubah pola pikir ke arah pemikiran yang berfokus pada

  

patient retention sebagai satu tujuan dari program kepuasan pasien dan harus

  mempunyai pemahaman dan pengertian yang lebih baik tentang pentingnya kepuasan dan loyalitas pasien, yang akan meningkatkan patient retention (Ristrini, 2005).

2.1.3 Jasa dan Pemasaran Jasa

  Pada dasarnya jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah

  (seperti kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen (Lupiyoadi, 2001). Rangkuti (2006) menyebutkan bahwa jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan yang tidak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain.

  Kotler (2002) mendefinisikan jasa adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup objek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan gagasan (Kotler, 2002). Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran jasa suatu tindakan yang ditawarkan pihak produsen atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi.

  Menurut Tjiptono (2004), jasa mempunyai 4 karakteristik yaitu : 1. Intangibility (tidak dapat dilihat, dirasakan).

  Jasa bersifat intangibility artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, di cium atau didengar sebelum pelanggan mencoba atau membeli. Karena sifat jasa ini tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa dan sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diinformasikan atau dipahami secara rohani. Maka dalam hal ini perusahaan jasa menghadapi tantangan untuk memberikan bukti-bukti fisik dan perbandingan pada penawaran abstraknya.

  2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan) Jasa pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari penyedia. Hal ini bisa dilihat dari faktor-faktor pendukung yang tidak kalah pentingnya dalam pemberian perhatian khususnya pada tingkat partisipasi atau keterlibatan pelanggan dalam proses jasa misalnya aktivitas dan peran serta pelajar atau mahasiswa dalam pendidikan disekolah maupun di perguruan tinggi.

  3. Variability (keragaman) Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non standardized out-put artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Dalam hal ini penyedia jasa dapat menggunakan 3 pendekatan dalam pengendalian kualitas jasa yaitu: a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personalia yang baik. dalam diagram jalur dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa.

  c. Memantau kepuasan pelanggan melalui sistem sarana dan keluhan survey pelanggan sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi

  4. Perishability (tidak tahan lama) Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan dan jasa sangat bervariasi dalam melakukan pemasaran jasa yang di pengaruhi faktor musiman. Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen kualitas dalam organisasi jasa tertentu bukanlah sesuatu yang mudah didifinisikan karena hal tersebut sangat berhubungan erat dengan pandangan konsumen. Secara umum di katakan bahwa kualitas adalah karakteristik produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai dan diperoleh melalui pengukuran proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan.

  Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pertama, pemasaran jasa lebih bersifat intangble dan immaterial karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba. Kedua, produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas sehingga pengawasan kualitasnya dilakukan dengan segera. Hal ini lebih sulit daripada pengawasan produk fisik. Ketiga, interaksi antara konsumen dan petugas adalah penting untuk mewujudkan produk (Rangkuti, 2006).

  Menurut Kotler (2005) alasan mengapa jasa profesional sebuah rumah sakit suplai profesional yang banyak, meningkatnya ketidakpuasan terhadap profesional dan kemajuan teknologi. Adanya persaingan rumah sakit yang semakin ketat, maka peningkatan kualitas pelayanan sebuah rumah sakit sangat penting diperhatikan.

  Persaingan yang terjadi bukan saja dari sisi teknologi peralatan kesehatan saja, tetapi juga persaingan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.

2.2 Kualitas Pelayanan

2.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan

  Kualitas sebagaimana yang diinterpretasikan ISO 9000 merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Pelanggan yang menentukan dan menilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik itu memenuhi kebutuhannya

  (Lupiyoadi, 2001). Sedangkan menurut Wyckof dalam Tjiptono (2004) kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.

  Dalam menghadapi persaingan antar rumah sakit (perusahaan) yang semakin ketat, maka rumah sakit bersaing untuk memikat agar para pelanggannya tetap loyal dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan rumah sakit yang diberikannya. Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian penting adalah kualitas layanan yang diberikan oleh rumah sakit. Kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi

  

service dan perceived service. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan

  berpikir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan.

  Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada presepsi pelanggan (Kotler, 2005). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau presepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.

  Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang sangat populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model Service Quality yang dikemukakan oleh Parasuraman et al, (1988). Parasuraman mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa. Karakteristik ini dijadikan sebagai variabel untuk kualitas pelayanan dalam penelitian ini meliputi: 1) Bukti Langsung (Tangibles), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan oleh konsumen. Dalam pelayanan Rumah Sakit adalah kebersihan ruangan pengobatan dan toilet. 2) Keandalan (Realiability), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen dengan tepat. Dalam pelayanan Rumah Sakit adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan. pelayanan kepada konsumen dengan cepat. Dalam pelayanan Rumah Sakit adalah lama waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai mendapat pelayanan tenaga kesehatan. 4) Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen sehingga dipercaya. Dalam pelayanan Rumah Sakit adalah kejelasan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan obatnya kepada pasien.

  5) Empati (Empathy), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian, dan memahami kebutuhan konsumen. Dalam pelayanan Rumah Sakit adalah keramahan petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara, keikutsertaan pasien dalam mengambil keputusan pengobatan, dan kebebasan pasien memilih tempat berobat dan tenaga kesehatan.

2.3 Rumah Sakit

  2.3.1 Pengertian

  Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-Undang RI No.44 Tahun 2009).

  2.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit

  rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit: a.

  Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.

  b. rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik luas.

  c. rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

  d. rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar

2.3.3 Pemilik Rumah Sakit

  Jika ditinjau dari pemiliknya maka rumah sakit di Indonesia dapat dibedakan atas dua macam : a. Rumah Sakit Pemerintah

  Dapat dibedakan atas dua macam, yaitu : 1) Pemerintah pusat, dapat dibedakan atas dua macam :

  a) Dikelola Kementerian Kesehatan, seperti Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

  b) Dikelola oleh Kementerian lainnya, seperti Kementerian Pertambangan, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, Kementerian Perhubungan.

  2004, maka rumah sakit yang berada di daerah di kelola oleh pemerintah daerah. Pengelola yang dimaksud disini seperti keuangan, dan kebijakan, seperti pembangunan sarana, pengadaan peralatan, dan operasionalisasi Rumah Sakit, serta penetapan tarif pelayanan.

  b. Rumah Sakit Swasta Sesuai dengan Undang-Undang kesehatan No.36 tahun 2009, beberapa rumah sakit yang ada di Indonesia juga dikelola oleh pihak swasta. Sebagai akibat telah dibenarkannya pemilik modal bergerak dalam perumahsakitan, menyebabkan mulai banyak ditemukannya rumah sakit swasta yang telah dikelola secara komersial serta yang berorientasi mencari keuntungan, walaupun untuk yang terakhir ini harus tetap mempertahankan fungsi sosial rumah sakit swasta tersebut dan menyediakan sekurang-kurangnya 20% dari tempat tidurnya untuk masyarakat golongan tidak mampu.

2.3.4. Kewajiban dan Hak Rumah Sakit

1. Kewajiban

  UU No. 44 Tahun 2009, yaitu Undang-undang tentang rumah sakit pasal 29 dan 30 menyatakan; (1) Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban :

  a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat; dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya; e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;

  f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan; g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;

  h. Menyelenggarakan rekam medis; i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia; j. Melaksanakan sistem rujukan; k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; pasien; m.Menghormati dan melindungi hak-hak pasien; n. Melaksanakan etika Rumah Sakit; o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana; p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional; q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya; r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by laws); s. Melindungi dan memberikan bantuan hokum bagi semua petugas rumah sakit dalam melaksanakan tugas; dan t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

  (2) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratif berupa: a. Teguran;

  b. Teguran tertulis; atau c. Denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

  (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

2. Hak

  (1) Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:

  a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi rumah sakit; b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan; d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

  f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan;

  g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan.

  (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan kesehatan sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf g diatur dengan Peraturan Menteri.

  (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.4 Pasien

  2.4.1 Pengertian

  Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis. Seringkali, pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkannya (Wikipedia, 2008). Sedangkan menurut Lumenta (1999), pasien merupakan manusia yang unik, tubuhnya tidak dapat berfungsi dengan baik dan jiwanya pun mengalami hal yang sama.

  2.4.2 Hak Pasien

  Menurut UU No. 29 Tahun 2004, tentang praktik kedokteran menegaskan hak pasien dalam menerima pelayanan praktek kedokteran yaitu: a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3), yaitu :

  (i) Diagnosis dan tata cara tindakan medis; (ii) Tujuan tindakan medis yang dilakukan; (iii) Alternatif tindakan lain dan resikonya;

  (iv) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan (v) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. b.Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; c.Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d.Menolak tindakan medis; dan e.Mendapat isi rekam medis.

2.4.3 Kewajiban Pasien

  Adapun kewajiban pasien menurut UU No. 29 Tahun 2004, yaitu: a.Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; c.Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; d.Memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima.

2.5 Pelayanan Kesehatan

2.5.1 Pengertian

  Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peran yang cukup penting ialah penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Blum 1974 dikutip oleh Azwar, 2000). Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain (Adunair, 2007).

  Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Levey and Loomba dalam Azwar, 2000).

2.5.2 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

  Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat, namun untuk dapat disebut sebagai pelayanan kesehatan yang baik, keduanya harus mempunyai persyaratan pokok, menurut Azwar (2000), persyaratan pokok tersebut adalah : a. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continous)

  Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat ada pada saat dibutuhkan.

  b. Dapat diterima (acceptable) dan wajar ( appropriate) Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

  c. Mudah dicapai (accessible) Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi.

  Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.

  d. Mudah dijangkau (affordable)

  Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

  e. Bermutu (quality) Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.

2.5.3 Pelayanan Rawat Jalan di Rumah Sakit

  Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan yang diberikan di unit pelaksana fungsi rawat jalan yang terdiri dari Poliklinik Umum dan Poliklinik Spesialis serta Unit Gawat Darurat (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008).

  Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008, menegaskan ; a.

  Dokter yang melayani pasien pada Poliklinik spesialis harus 100 % dokter spesialis.

  b.

  Rumah sakit setidaknya harus menyediakan pelayanan klinik anak, klinik penyakit dalam, klinik kebidanan, dan klinik bedah.

  c.

  Jam buka pelayanan adalah pukul 08.00 – 13.00 setiap hari kerja, kecuali hari Jumat pukul 08.00 – 11.00.

  d.

  Waktu tunggu untuk rawat jalan tidak lebih dari 60 menit.

  e.

  Kepuasan pelanggan lebih dari 90 %.

  Jadi Pelayanan rawat jalan adalah semua pelayanan yang diberikan kepada pasien yang tidak rawat inap. Pelayanan rawat jalan mempunyai dua aspek penting yang berkaitan dengan kepuasan pasien, yaitu manusia dan alat. Aspek manusia merupakan tenaga yang melaksanakan pelayanan rawat jalan, karena itu untuk dapat memuaskan pasien diperlukan petugas yang bukan hanya dapat melaksanakan prosedur kerja dengan baik, tetapi juga ramah, sopan, simpatik, penuh pengertian dan terampil.

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008, jenis-jenis pelayanan minimal yang harus disediakan rumah sakit terdiri dari:

  1. Pelayanan gawat darurat

  2. Pelayanan rawat jalan

  3. Pelayanan rawat inap

  4. Pelayanan bedah

  5. Pelayanan persalinan dan perinatologi

  6. Pelayanan intensif

  7. Pelayanan radiologi

  8. Pelayanan laboratorium patologi klinik

  9. Pelayanan rehabilitasi medik

  10. Pelayanan farmasi

  11. Pelayanan gizi

  12. Pelayanan transfusi darah

  13. Pelayanan keluarga miskin

  14. Pelayanan rekam medis

  15. Pengelolaan limbah

  16. Pelayanan administrasi manajemen

  17. Pelayanan ambulans/kereta jenazah

  18. Pelayanan pemulasaraan jenazah

  19. Pelayanan laundry

  20. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit

  21. Pencegah Pengendalian Infeksi

2.5.4 Prosedur Pelayanan Rawat Jalan

  Prosedur pelayanan rawat jalan di rumah sakit melalui beberapa tahap pelayanan :

  1. Pelayanan Tenaga Medis dan Paramedis Tenaga medis adalah tenaga ahli kedokteran dengan fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan kualitas sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan tenaga paramedis adalah tenaga perawat.

  2. Pelayanan Administrasi Petugas administrasi adalah petugas yang melakukan pencatatan penerimaan pasien di bagian penerimaan (admission). Tugasnya adalah : a. Menjaga agar arus keluar pasien perlu mendapat perhatian sehingga tidak terjadi stagnasi b. Pengelolaan sarana seperti penempatan ruangan harus strategis agar arus pelayanan lancar dan tidak terjadi penumpukan pasien c. Pengelolaan tenaga, dimana pengelolaan rawat jalan harus dipimpin oleh seorang tenaga tetap dan ikut berpartisipasi dalam membentuk kebijaksanaan dan pengambilan keputusan seluruh kegiatan rumah sakit. Sebaiknya pimpinan tersebut bertanggung jawab langsung kepada bidang pelayanan medis.

  3. Sistim Billing Kegiatan billing di rumah sakit diartikan secara luas sebagai proses yang meliputi fungsi-fungsi di seluruh rumah sakit mulai dengan penerimaan sampai karena ikut menentukan pemasukan yang bisa didapat oleh rumah sakit. Jadi, penting sekali penataan rekening pasien secara tepat dan akurat. Proses sistim billing meliputi: a.

  Penerimaan pasien b. Pendaftaran dan perjanjian pasien rawat jalan c. Pemeliharaan daftar pasien d. Pencatatan tagihan e. Pengeluaran invoice/tagihan f. Pengeluaran laporan statistik

  3.Instalasi Rawat Jalan/Instalasi Penunjang (Laboratorium, Radiologi, dll) a.

  Menangani transaksi tindakan, pemakaian alat-alat kesehatan b. Menampilkan tarif secara otomatis

2.6 Penelitian Terdahulu

  Beberapa hasil penelitian terkait dengan kualitas pelayanan rumah sakit, yaitu hasil penelitian Tehrani et.al. (2011), di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa waktu tunggu, menghabiskan waktu dengan pasien, dan semua kategori usia secara statistik berhubungan signifikan dengan kepuasan pasien rawat jalan dan menyimpulkan sebagian besar pasien rawat jalan menyatakan sangat puas dengan rawat jalan medis yang mereka terima.

  Setyawati (2009), menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien, kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap words of mouth, dan kepuasan pasien berpengaruh positif dan signifikan terhadap words of mouth.

  Penelitian yang dilakukan Nurcaya (2007) menyimpulkan bahwa terdapat kesenjangan (gap) antara kualitas pelayanan yang diberikan rumah sakit dengan yang diharapkan atau dipersepsikan pasien. Kesenjangan tersebut terjadi atas lima dimensi kualitas pelayanan pada seluruh rumah sakit di Provinsi Bali.

  Penelitian Surbakti (2012) menyimpulkan bahwa persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Variabel persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan dokter berpengaruh lebih besar terhadap pemanfaatan Rumah Sakit.

  2.7 Landasan Teori

  Kualitas pelayanan merupakan driver dari kepuasan pelanggan yang bersifat multidimensi. Mengetahui dimensi manakah yang penting dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan maka teori yang mendasari dalam mengukur kualitas pelayanan dalam penelitian ini mengacu kepada konsep SERVQUAL yang dikemukakan Parasuraman et.al. (1988) menyatakan bahwa lima dimensi kualitas pelayanan meliputi penampilan (Tangibles), keandalan (Reliability), daya tanggap (Responsivenes), jaminan (Assurance), dan Empati (Empathy) berpengaruh terhadap kepuasan pasien.

  2.8 Kerangka Konsep

  Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

  Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Kualitas Pelayanan Kepuasan

  Pasien Rawat Jalan di Poliklinik a. Keandalan (reliability) Penyakit Dalam b.

  Daya tanggap (responsiveness) c. Jaminan (assurance) d. Perhatian (empathy) ibl il ( ) P

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pasien Melalui Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

11 103 130

Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I / Bukit Barisan Medan

9 91 125

Pengaruh Persepsi tentang Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Umum Rawat Inap Rumah Sakit Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

3 74 164

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Pasien Rawat Inap Ruangan Kelas I di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan

1 47 174

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pasien Melalui Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pemasaran - Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pasien Melalui Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pasien Melalui Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

0 0 9

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pasien Melalui Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas 2.1.1. Pengertian Kualitas - Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Kotapinang Labuhanbatu Selatan

0 1 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kepuasan 2.1.1 Pengertian Kepuasan - Pengaruh Persepsi tentang Kualitas Pelayanan Bidan Desa terhadap Kepuasan Ibu Bersalin Peserta Jaminan Persalinan di Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai

0 1 27