BAB II - Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Insentif Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Di Pabrik Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Air Batu Asahan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penelitian Terdahulu

  Maharani (2006) melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Insentif dan Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan CV.

  Permata 7 di Wonogiri Tahun 2006”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Produktivitas Kerja Karyawan CV.

  Permata 7 di Wonogiri Tahun 2006. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis statistik dengan regresi berganda. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: 1) Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara insentif terhadap produktivitas kerja karyawan CV. Permata 7 di Wonogiri tahun 2006; 2) Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan CV. Permata 7 di Wonogiri tahun 2006; 3) Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara lingkungan kerja fisik terhadap produktivitas kerja karyawan CV. Permata 7 di Wonogiri tahun 2006; 4) Ada pengaruh bersama-sama insentif, motivasi dan lingkungan kerja fisik terhadap produktivitas kerja karyawan CV.

  Permata 7 di Wonogiri tahun 2006.

  (2008) dalam penelitiannya yang berjudul : ” Pengaruh Insentif Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Sentaplas”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Insentif Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Sentaplas. Metode analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode analisis regresi linear sederhana. Dimana penulis menggunakan 2 (dua) variabel, yaitu variabel X (insentif) sebagai variabel independen dan variabel Y (produktivitas kerja karyawan) sebagai variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insentif memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Sentaplas .

  Rakhmawati (2006) melakukan penelitian yang berjudul: ” Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi Pada PT. Tri Sakti Purwosari Makmur (TSPM) – Purwosari. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi Pada PT. Tri Sakti Purwosari Makmur (TSPM) – Purwosari . Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan rentang skala dan regresi linier sederhana. Dari hasil analisis rentang skala menunjukkan bahwa lingkungan kerja bagian produksi pada PT. Tri Sakti Purwosari Makmur Purwosari masuk dalam kategori baik.

  Produktivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. Tri Sakti Purwosari Makmur Purwosari masuk dalam kategori sangat tinggi. Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan bagian produksi pada PT. Tri Sakti Purwosari Makmur Purwosari.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Lingkungan Kerja

  Dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja, perlu diperhatikan lingkungan kerja yang mendukung dan memadai sehingga pekerja menjadi senang dan bekerja dengan sungguh-sungguh. Karena kesuksesan organisasi sangat tergantung pada lingkungan kerja di dalam organisasi dan karena para anggota yang melakukan kegiatan operasional merasa betah dan menyukai lingkungan tempat bekerja, lingkungan kerja menjadi salah satu faktor pendukung semangat kerja di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

  Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat dimengerti bahwa lingkungan kerja bukan hanya sekedar berpengaruh terhadap produktivitas kerja dalam pelaksanaan tugas, tetapi sering kali pengaruhnya cukup besar. Lingkungan kerja merupakan sesuatu yang ada disekitar perusahaan yang mempengaruhi cara kerja dan produktivitas kerja karyawan. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan”.

  Menurut Sastrohadiwiryo (2002) “Lingkungan kerja adalah suatu kondisi, situasi dan kedaaan kerja yang menimbulkan tenaga kerja memiliki semangat dan moral/gairah kerja yang tinggi, dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja sesuai dengan yang diharapkan”. Simamora (2001) mengemukakan bahwa lingkungan kerja merupakan tempat dimana pekerja melakukan kegiatannya dan segala sesuatu yang membantunya di dalam pekerjaan.

  Dari defenisi sebelumnya dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan kondisi yang dapat dipersiapkan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan pada saat tempat kerja dibentuk perusahaan. Sejalan dengan pendirian perusahaan, manajemen perusahaan selayaknya mempertimbangkan lingkungan kerja bagi karyawan perusahaan.

2.2.2. Persyaratan Lingkungan Kerja

  Setiap kantor atau perusahaan harus mempunyai persyaratan lingkungan kerja yang harus pula diperhatikan dan diatur dengan sebaik-baiknya oleh setiap pimpinan. Persyaratan itu menurut Gie (2000) adalah :

  1. Kebersihan Bangunan, perlengkapan dan perabotan harus dipelihara bersih.

  2. Luas kantor tidak boleh dijejal dengan karyawan. Ruang kerja harus

  2 menyediakan luas lantai 12 m untuk setiap karyawan.

  3. Suhu udara Temperatur yang layak harus dipertahankan dalam ruang kerja (minimum

  o o

  16 C) sedangkan temperatur yang tidak layak (di atas 37

  C) 4. Ventilasi

  Peredaran udara segar atau udara yang telah dibersihkan harus diusahakan dalam ruang kerja.

  5. Penerangan cahaya Cahaya alam atau lampu yang cocok dan cukup harus diusahakan, sedang perlengkapan penerangan dirawat sepatutnya.

  6. Fasilitas kesehatan Kamar kecil, toilet dan sejenisnya harus disediakan untuk para petugas serta dipelihara kebersihannya.

  7. Fasilitas cuci Ruang cuci muka/tangan dengan air hangat dan dingin berikut sabun dan handuk harus disediakan seperlunya.

  8. Air minum Air bersih untuk keperluan minum karyawan harus disediakan melalui pipa atau tempat penampungan khusus.

  9. Tempat pakaian Dalam kantor harus disediakan tempat untuk menggantungkan pakaian yang tidak dipakai petugas sewaktu kerja dan fasilitas untuk mengeringkan pakaian yang basah.

  10. Tempat duduk Petugas harus disediakan tempat duduk untuk keperluan bekerja dengan sandaran kaki bila perlu.

  11. Lantai, gang dan tangga Lantai harus dijaga agar tidak mudah orang tergelincir, tangga diberi pegangan untuk tangan, dan bagian-bagian yang terbuka diberi pagar.

  12. Mesin Bagian mesin yang berbahaya harus diberi pelindung dan petugas yang memakainya harus cukup terlatih.

  13. Beban berat Petugas tidak boleh ditugaskan mengangkat, membawa atau memindahkan beban berat yang dapat medatangkan kecelakaan.

  14. Pertolongan pertama Dalam ruang kerja harus disediakan kotak atau lemari obat untuk pertolongan pertama maupun seseorang petugas yang terlatih memberikan pertolongan itu.

  15. Penjagaan kebakaran Alat pemadam kebakaran dan sarana untuk melarikan diri dari bahaya kebakaran harus disediakan secara memadai, termasuk lonceng bahaya kebakaran.

16. Pemberitahuan kecelakaan

  Kecelakaan dalam kantor yang menyebabkan kematian atau absen petugas lebih dari pada 3 hari harus dilaporkan kepada yang berwajib.

  Dengan demikian lingkungan kerja memegang peranan penting dalam hal meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Untuk itu lingkungan kerja dan tata ruang kantor harus sejalan dengan berlangsungnya kegiatan yang terkoordinasi serta terintegrasi sebagai salah satu yang tidak dipisahkan dalam pencapaian tujuan organisasi. Dengan adanya program penataan lingkungan kerja yang sehat akan memudahkan karyawan meningkatkan hasil kerja yang tinggi dan disamping itu perusahaan akan memperoleh keuntungan, sehingga memudahkan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

  Berdasarkan penjelasan yang disebut dengan lingkungan kerja. Faktor- faktor yang mempengerahi lingkungan kerja (Simamora, 2001) adalah:

  1. Teknologi semakin tinggi dan semakin maju.

  2. Perlengkapan pekerjaan yang mendorong tercapainya keselamatan dan kelancaran pekerjaan.

  Variabel-variabel kondisi kerja terdiri dari : 1) suhu di tempat kerja, 2) penerangan di tempat kerja, 3) kebisingan di tempat kerja, 4) ukuran dan tata letak tempat kerja, 5) pembagian tempat kerja, 6) pengaturan kantor, dan 7) warna dinding”.

  Agar lingkungan kerja terjaga dengan baik sebaiknya pimpinan harus memperhatikan kebutuhan tenaga kerjanya agar berjalan selaras dengan kebijaksanaan yang dilakukan. Dengan diketahuinya faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja, maka pimpinan harus menjaga hal tersebut menjadi seimbang agar terbina kerjasama yang baik antara pimpinan dengan bawahan.

  Anoraga (2000) menyatakan bahwa “yang termasuk dalam lingkungan kerja dari karyawan adalah hubungan kerja antar karyawan, hubungan dengan pimpinan, suhu udara serta penerangan dan sebagainya”. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari perusahaan, karena sering karyawan enggan bekerja yang diakibatkan oleh tidak adanya kekompakan kerja atau ruang kerja yang tidak menyenangkan, hal ini akan mengganggu kerja karyawan.

  Faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja diantaranya: (a) Suhu di tempat kerja; (b) penerangan di tempat kerja; (c) kebisingan di tempat kerja dan; (d) arsitektur dan penampilan tempat kerja. (Gie, 2000) Faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja adalah sebagai berikut :

  1. Pewarnaan Kita mengetahui bahwa warna dapat berpengaruh dalam diri manusia.

  Masalahnya sekarang bagaimana memanfaatkan warna tersebut dalam kegairahan kerja para karyawan. Untuk ruang kerja hendaknya dipilihnya warna-warna yang dingin/lembut, misal coklat muda krem, abu-abu muda, hijau muda dan sebagainya. Selain warna, komposisi warna juga perlu diperhatikan, komposisi warna yang salah dapat menggangu pemandangan, sehingga dapat menimbulkan rasa tidak/kurang menyenangkan yang dapat mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja karyawan.

  2. Kebersihan Dalam masyarakat terkenal suatu ungkapan yaitu: “Kebersihan adalah pangkal kesehatan”. Dalam setiap perusahaan hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan, sebab selain hal ini mempengaruhi kesehatan, maka dengan lingkungan kerja yang bersih akan dapat mempengaruhi kesehatan kejiwaan seseorang.

  3. Pertukaran Udara Pertukaran udara yang cukup terutama dalam ruang kerja sangat diperlukan apabila dalam ruangan tersebut penuh karyawan. Pertukaran udara yang cukup akan menyebabkan kegairahan fisik dari para karyawan. Sebaliknya pertukaran udara yang kurang akan dapat menimbulkan kelelahan daripada karyawan.

  4. Penerangan Dalam hal penerangan di sini bukanlah terbatas pada penerangan listrik, tetapi termasuk juga di sini penerangan matahari. Dalam melaksanakan tugas seringkali karyawan membutuhkan penerangan yang cukup, apalagi jika pekerjaan yang dilakukan tersebut menuntut ketelitian.

  5. Musik Dalam perusahaan bila musik yang diperdengarkan tidak menyenangkan, maka lebih baik tanpa musik sama sekali. Sebaliknya bila musik yang diperdengarkan menyenangkan maka musik ini akan menimbulkan suasana gembira yang mana berarti akan mengurangi kelelahan dalam bekerja

  6. Keamanan Rasa aman akan menimbulkan ketenangan dan ketenangan akan mendorong semangat kegairahan kerja karyawan. Rasa aman ini pada umumnya yang dimaksud adalah rasa aman di masa datang tersebut perlu adanya jaminan masa depan, misalnya dengan pensiun. Tetapi yang dimaksud di sini adalah keamanan yang dapat dimasukkan dalam lingkungan kerja. Dalam hal ini maka terutama adalah keamanan terhadap hak milik pribadi dan karyawan.

  Misalnya sebagian besar karyawan perusahaan datang dengan kendaraan sendiri.

  7. Kebisingan Siapapun juga tidak senang mendengar suara yang bising. Karena kebisingan merupakan gangguan terhadap seseorang. Dengan adanya kebisingan ini maka konsentrasi dalam bekerja akan terganggu pula. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan yang dilakukan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan hal ini sudah barang tentu akan menimbulkan kerugian.

2.2.4. Pengertian Insentif

  Pada dasarnya, setiap orang ingin bekerja dengan baik, hanya saja harus diakui tidak semua orang dapat bekerja dengan baik. Diantara pekerja yang diterima bekerja dalam suatu perusahaan pemerintahan yang notabene telah diseleksi sebelum diterima akan menunjukkan produktifitas kerja yang sama, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti: pendidikan dan pengalaman, tingkat kerajinan atau kurangnya motivasi yang diberikan adalah merupakan tanggung jawab instansi dengan demikian rendahnya produktifitas kerja seseorang atau keseluruhan pekerja yang diakibatkan oleh kurangnya motivasi kerja harus sesegera mungkin diatasi oleh instansi.

  Hasibuan (2005) memberikan defenisi sebagai berikut: “Insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan tertentu berdasarkan produktivitas kerjanya agar karyawan terdorong meningkatkan produktivitas kerjanya. Mangkunegara (2000) menyatakan: “Insentif adalah suatu penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan oleh pihak pimpinan organisasi kepada karyawan agar mereka bekerja dengan motivasi tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.

  Harianja (2002) menyatakan bahwa insentif adalah pembayaran langsung yang didasarkan atau dikaitkan langsung dengan kinerja dan gain sharing yang juga dikaitkan dengan kinerja dan diartikan sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya. Nawawi (2003) menyatakan bahwa insentif adalah penghargaan/ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu.

  Pengertian insentif menurut Simamora (2004) adalah pembayaran- pembayaran dan jasa-jasa yang melindungi dan melengkapi gaji pokok, dan organisasi dapat membayar semua atau sebagian dari insentif terebut. Insentif dan pemberian fasilitas itu disebut dengan berbagai macam istilah seperti benefit and

  

services , program-program kesejahteraan, program-progam pelayanan,

kompensasi pelengkap, dan lain-lain.

  Berdasarkan beberapa pengertian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa insentif merupakan suatu sarana untuk memberikan dorongan kepada karyawan terhadap tugas yang diberikan. Jadi pada pengertian ini insentif merupakan suatu cara atau sarana untuk menggerakkan tenaga kerja agar melakukan tugasnya dengan baik sehingga tujuan dari suatu organisasi atau perusahaan dapat dicapai dengan baik.

2.2.5. Jenis-jenis Insentif

  Pada dasarnya ada dua jenis insentif yang umum diberikan yaitu:

  1. Insentif Finansial

  Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi, pembagian laba dan kompetensi yang ditangguhkan, serta dalam bentuk jaminan sosial berupa pemberian rumah dinas, insentif lembur, insentif kesehatan dan insentif lainnya.

  2. Insentif Non Finansial Intensif non finansial dapat diberikan dalam bentuk, antara lain :

  a. Pemberian piagam penghargaan

  b. Pemberian pujian lisan ataupun tertulis, secara resmi ataupun pribadi

  c. Ucapan terima kasih secara formal maupun informal

  d. Promosi jabatan kepada karyawan yang baik selama masa tertentu serta dianggap mampu.

  e. Pemberian tanda jasa/medali kepada karyawan yang telah mencapai masa kerja yang cukup lama atau mempunyai loyalitas yang tinggi.

  f. Pemberian hak untuk menggunakan sesuatu atribut jabatan (misalnya pada mobil atau lainnya) g. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja. Menurut Hasibuan (2005) bentuk-bentuk insentif adalah:

  1) Nonmaterial insentif Nonmaterial insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berbentuk penghargaan/pengukuhan berdasarkan prestasinya, dibawah prestasi standard. 2) Sosial insentif

  Sosial insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan produktivitas kerjanya, berupa fasilitas dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya seperti promosi, mengikuti pendidikan, atau naik haji.

  3) Material insentif Material insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan produktivitas kerjanya, berbentuk uang dan barang. Material insentif ini bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan beserta keluarganya.

  Dalam mendorong kepuasan kerja yang lebih tinggi banyak perusahaan yang menganut sistem insentif sebagai bagian dari sistem imbalan yang berlaku bagi para karyawan perusahaan. Berbagai sistem insentif yang dikenal dewasa ini dapat digolongkan pada dua kelompok utama yaitu sistem insentif pada tingkat individual dan pada tingkat kelompok, yang termasuk pada sistem individual menurut Siagian (2003) antara lain: 1) Piece Work

  Salah satu teknik yang umum digunakan untuk mendorong para karyawan meningkatkan produktivitas kerjanya adalah dengan jalan memberikan insentif finansial berdasarkan jumlah hasil pekerjaan karyawan yang dinyatakan dalam unit produksi. Dasar perhitungannya jelas bahwa makin banyak unit produksi yang mereka hasilkan, Makin tinggi pula insentif yang diterimanya. 2) Bonus Produksi

  Insentif dalam bentuk bonus yang diberikan pada karyawan yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi baku terlampaui. Melampaui tingkat produksi itu dapat dalam salah satu dari tiga bentuk. Pertama, berdasarkan jumlah unit produksi yang dihasilkan dalam satu kurun waktu tertentu. Jika jumlah unit produksi yang dihasilkan memiliki jumlah yang telah ditetapkan, karyawan menerima bonus atas kelebihan jumlah yang dihasilkannya itu. Kedua, apabila terjadi penghematan waktu. Artinya, jika karyawan menyelesaikan tugas dengan hasil yang memuaskan dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang seharusnya, karyawan yang bersangkutan menerima, bonus dengan alasan bahwa dengan menghemat waktu itu, lebih banyak waktu yang dihasilkan. Ketiga, bonus yang diberikan bersarkan perhitungan progresif. Artinya, Jika seseorang karyawan makin lama makin mampu memproduksikan barang dalam jumlah yang semakin besar, maka semakin besar pula bonus yang diterimanya untuk setiap produk yang dihasilkannya.

  3) Komisi Sistem insentif lain yang lumrah ditetapkan adalah pemberian komisi.

  Pada dasarnya ada dua bentuk sistem ini. Pertama ,para karyawan memperoleh gaji pokok, tetapi penghasilannya dapat bertambah dengan bonus yang diterimanya, karena keberhasilan melaksanakan tugas. Kedua, karyawan memperoleh semata- mata berupa komisi.

  4) Kurva “Kematangan” Di dalam perusahaan yang mempekerjakan tenaga teknikal dan profesional ilmiah, sering terjadi bahwa para karyawan, terutama yang merupakan “pekerja otak”, tidak bergairah untuk menduduki jabatan administrasi atau manajerial. Mereka adakalanya lebih senang terus menekuni bidang profesinya. Untuk mengatasi hal seperti itu diciptakan apa yang di kenalnya dengan istilah “kurva kematangan” atau “maturity curve”. Dalam praktek penggunaan kurva ini berarti bahwa apabila ada tenaga profesional yang karena masa kerjanya dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, dibuat suatu kurva produktivitas kerja. Jika kurva tersebut menunjukkan bahwa produktivitas kerja mereka lebih besar dari produktivitas kerja normal, kepada mereka diberikan insentif tertentu. Dengan demikian, meskipun golongan pangkat dan ruang gaji, sudah maksimal, penghasilan riil mereka masih dapat ditingkatkan, dengan demikian diharapkan produktivitas kerja mareka tewrus meningkat. 5) Insentif Bagi Eksekutif

  Mengingat pentingnya penurunan para manajer dalam menjalankan dan mengemudikan roda perusahaan. Sistem insentif bagi para manajer tersebut pada umumnya mendapatkan perhatian serius, baik yang diperuntukkan bagi manajer yang relatif muda maupun bagi para manajer yang lebih senior.

  Prinsip pokok program-program benefit karyawan adalah bahwa benefit harus memberikan kontribusi kepada organisasi paling tidak sama dengan biaya yang dikeluarkan.

2.2.6. Program Insentif Yang Efektif

  Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang lebih besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi. Jika beberapa karyawan dikucilkan, mereka mungkin akan menjadi iri dan benci kepada orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh bayaran insentif ekstra, dan akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai maksimal.

  Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena program tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan baik, yaitu: motivasi yang meningkat menyebabkan kenaikan kinerja dan pengakuan merupakan faktor utama dalam motivasi. Sayangnya, banyak program insentif yang dirancang secara tidak teapat dan program tersebut akhirnya tersendat-sendat.

  Seperti yang diungkapkan Simamora (2001) bahwa program insentif yang baik harus memenuhi beberapa aturan sebagai berikut ;

  1. Sederhana, aturan sistem insentif haruslah singkat, jelas dan dapat dimengerti.

  2. Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan supaya mereka kerjakan.

  3. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu.

  4. Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan dimana rencana insentif dibangun. Program bernilai rupiah merupakan landasan dimana rencana insentif dibangun. Program bernilai rupiah merupakan pemborosan jika pencapaian spesifik tidak dapat dikaitkan dengan uang yang dikeluarkan.

  Disamping pedoman dasar ini, ada beberapa prinsip lain yang perlu diperhatikan menurut Handoko (2000), yaitu: 1) Program insentif karyawan hendaknya memuaskan kebutuhan nyata. 2)

  Insentif hendaknya sesuai dengan kegiatan-kegiatan dimana pendekatanan kelompok lebih efisien daripada perseorangan.

  3) Insentif hendaknya disusun atas dasar cakupan kegunaan seluas mungkin. 4)

  Adanya program komunikasi yang terencana dengan baik dan mempunyai jangkauan luas, agar program pelayanan karyawan bermanfaat bagi perusahaan.

  5) Biaya-biaya program insentif hendaknya dapat dihitung dan dikelola dengan kebijaksanaan pembelanjaan yang baik.

  Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam memberikan insentif kepada karyawan, agar karyawan tersebut dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, yaitu: 1). Dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum.

  2). Dapat mengikat karyawan agar tidak keluar dari perusahaan. 3). Dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja. 4). Bersifat adil dan layak. 5). Selalu ditinjau kembali. 6). Mencapai sasaran yang diinginkan. 7). Mengangkat harkat kemanusiaan. 8). Berpijak pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9). Pengurangan ancaman intervensi pemerintah.

2.2.7. Tujuan Pemberian Insentif

  Menurut Simamora (2004) insentif digunakan untuk membantu organisasi memenuhi satu atau lebih dari tujuan-tujuan berikut :

  1. Meningkatkan moral kerja pegawai.

  2. Memotivasi pegawai.

  3. Meningkatkan kepuasan kerja.

  4. Memikatkan pegawai-pegawai baru.

  5. Mengurangi putaran pegawai.

  6. Menjaga agar serikat pekerja tidak campur tangan.

  7. Menggunakan kompensasi secara lebih baik.

  8. Meningkatkan keamanan pegawai.

  9. Mempertahankan posisi yang menguntungkan.

  10. Meningkatakan citra organisasi di kalangan pegawai.

  Program insentif karyawan haruslah direncanakan secara cermat dan tujuan-tujuan disusun untuk digunakan sebagai pedoman guna menyususn program dalam menentukan kombinasi insentif yang optimal, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

  1. Mengumpulkan data biaya dasar dari semua item insentif 2.

  Melakukan penelitian seperti seberapa banyak dana yang tersedia guna mengikuti semua biaya insentif untuk periode mendatang.

  3. Menentukan preferensi kepada setiap item insentif menggunakan beberapa tipe skala numerik tertimbang yang dimasukkan persyaratan-persyaratan legal preferensi karyawan dan preferesi manajemen.

  4. Memutuskan bagaimana kombinasi optimal dari berbagai insentif. Orang yang yang membuat keputusan secermat mungkin akan mempetimbangkan berbagai item insentif preferensi relatif yang diperlihatkan oleh manajemen dan para karyawan, perkiraan biaya-biaya setiap item dan total jumlah dana yang tersedia untuk setiap paket insentif.

  Simanjuntak (2005) berpendapat bahwa insentif dinamakan juga jaminan sosial. Beberapa perusahaan memberikan secara tetap (insentif tetap) tanpa memperhatikan kehadiran kerja, terdapat juga beberapa perusahaan yang memberikan insentif secara tidak tetap atau berdasarkan kehadiran bekerja (insentif tidak tetap). Perusahaan pada umumnya dapat memenuhi harapan pekerja mengenai upah serta perbaikan insentif dan fasilitas bila pekerja dapat memberikan kontribusi lebih besar dan sebanding. Perusahaan dapat memberikan tambahan upah dan atau insentif bagi pekerja hanya bila dia yakin bahwa pekerja dapat memberikan peningkatan kinerja. Dengan kata lain setiap peningkatan upah dan insentif perlu diikuti dengan peningkatan kinerja pegawai secara proporsional.

2.2.8. Pengertian Produktivitas Kerja

  Ruang lingkup pengertian dan penghayatan produktivitas perlu kita lihat secara lebih mendalam. Karena produktivitas sangat vital artinya demi suksesnya perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari, di mana manusia sebagai salah satu faktor produksi yang merupakan motor penggerak terhadap faktor- faktor produksi lainnya. Anoraga (2004) menyatakan: “Produktivitas adalah perbandingan antara hasil suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Sinungan (2003) memberikan pengertian produktivitas sebagai berikut: “Produktivitas adalah sikap mental patriotik yang memandang hari depan secara optimis dengan berakar pada keyakinan diri bahwa kehidupan hari ini adalah lebih baik dari hari kemarin dan hari esok adalah lebih baik dari hari ini”.

  Sedangkan pengertian produktivitas kerja menurut Hasibuan (2005) adalah: “Perbandingan antara output dengan input, di mana output-nya harus mempunyai nilai tambah dan tenik pengerjaannya yang lebih baik.” Menurut Sulistiyani dan Rosdah (2009) menyatakan “Produktivitas menyangkut masalah hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh di dalam suatu produksi”.

  Sinungan (2008) Untuk menentukan produktivitas, orang harus memperhatikan dua hal yaitu apakah hasil yang diinginkan telah dicapai (menyangkut hasil guna atau efektivitas), serta sumber apa yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut (menyangkut daya guna atau efisiensi). Hasil guna dihubungkan dengan hasil sedangkan daya guna dihubungkan dengan pemanfaatan sumber-sumber.

  Menurut Schermerharn (2003) menyatakan bahwa ”produktivitas diartikan sebagai hasil pengukuran suatu kinerja dengan memperhitungkan sumber daya yang digunakan, termasuk sumber daya manusia”. Produktivitas dapat diukur pada individual, kelompok maupun organisasi. Produktivitas juga mencerminkan keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai efektivitas dan efisiensi kinerja dalam kaitannya dengan penggunaan sumber daya. Orang sebagai sumber daya manusia di tempat kerja termasuk sumber daya yang sangat penting dan perlu diperhitungkan.

  Dalam setiap usaha baik usaha perorangan, usaha segolongan warga negara maupun masyarakat selalu ada kecenderungan untuk meningkatkan produktivitas karyawan walaupun motivasi mendorong peningkatan produktivitas kerja yang berbeda-beda dari suatu perusahaan dengan lainnya. Produktivitas mengutamakan cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber dalam produktivitas juga diartikan sebagai berikut:

  1. Perbandingan antara kumpulan jumlah keluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satuan umum.

  2. Perbandingan antara ukuran harga bagi pemasukkan dan hasil (Sinungan, 2003).

  Berdasarkan beberapa pendapat sebelumnya maka produktivitas menunjukkan adanya perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan pengorbanan yang telah diberikan. Pengorbanan itu bukan hanya tenaga kerja tetapi juga faktor produksi lainnya, antara lain modal dan keahlian. Produktivitas yang rendah akan menimbulkan inefesiensi dalam penggunaan tenaga kerja yang sekaligus merupakan pemborosan bagi suatu perusahaan. Oleh sebab itu peranan karyawan dan pimpinan sangat menentukan produktivitas suatu perusahaan.

2.2.9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

  Tujuan dari pelaksanaan produktivitas adalah untuk meningkatkan atau memanfaatkan sumber-sumber yang ada dalam pelaksanaan produksi agar dapat terlaksana dengan baik dan dengan tujuan utama untuk mengatasi adanya pemborosan-pemborosan atau dengan kata lain semua sumber-sumber yang ada dalam pelaksanaan produksi dapat dimanfaatkan dengan baik dan tidak ada yang terbuang begitu saja. Namun sejauh itu ada juga pelaksanaan produktivitas yang tidak berhasil yang disebabkan oleh beberapa pengaruh di antaranya masalah ketenagakerjaan dan modal serta faktor alamiah (natural resources). Masing- masing syarat atau faktor tersebut berlaku dalam cara yang berbeda dan dalam keadaan berbeda pula. Contohnya di negara-negara berkembang yang tingkat penganggurannya tinggi, faktor utamanya mungkin keamanan dan kepastian kerja. Jadi setiap tindakan perencanaan peningkatan produktivitas paling sedikit mencakup tiga tahap berikut ini:

  1. Mengenai faktor makro utama bagi peningkatan produktivitas.

  2. Mengatur pentingnya setiap faktor dan menentukan prioritasnya.

  3. Merencanakan sistem tahap-tahap untuk meningkatkan kemampuan pekerja dan memperbaiki sikap mereka sebagai sumber utama produktivitas. (Sinungan, 2003). Dari pengertian sebelumnya dapat diketahui bahwa produktivitas adalah suatu cara yang terbaik untuk meningkatkan gairah kerja dari karyawan. Namun ada juga faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pencapaian tingkat produktivitas yang baik menurut Sinungan (2003), yaitu: (a) manusia; (b) Modal; (c) metode/proses; (d) lingkungan organisasi (internal); (e) produksi; (f) Lingkungan Negara (eksternal); (g) lingkungan internal dan regional; (h) umpan balik

  Mangkuprawira (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas relatif kompleks, bisa jadi faktor intrinsik (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, kesehatan, dan pengalaman) dan bisa faktor ekstrinsik (upah, lingkungan kerja, kepemimpinan, fasilitas kerja, dan hubungan sosial).

  Menurut Anoraga (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan adalah sebagai berikut :

  1. Motivasi Pimpinan organisasi perlu mengetahui motivasi kerja dari anggota organisasi karyawan. Dengan mengetahui motivasi itu maka pimpinan dapat mendorong karyawan bekerja lebih baik.

  2. Pendidikan Pada umumnya seseorang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai produktivitas kerja yang lebih baik, hal demikian ternyata merupakan syarat yang penting dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Tanpa bekal pendidikan, mustahil orang akan mudah dalam mempelajari hal-hal yang bersifat baru dalam cara atau suatu sistem.

  3. Disiplin kerja

  Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Disiplin kerja mempunyai hubungan yang sangat erat dengan motivasi, kedisiplinan dengan suatu latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja karyawan.

  4. Keterampilan Keterampilan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan.

  Keterampilan karyawan dalam perusahaan dapat ditingkatkan melalui training, kursus-kursus dan lain-lain.

  5. Sikap etika kerja Sikap seseorang atau kelompok orang dalam membina hubungan yang serasi, selaras dan seimbang di dalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain. Etika dalam hubungan kerja sangat penting karena dengan tercapainya hubungan seimbang antara perilaku dalam proses produksi akan meningkatkan produktivitas kerja.

  6. Gizi dan kesehatan Daya tahan tubuh seseorang biasanya dipengaruhi oleh gizi dan makanan yang didapat, hal itu mempengaruhi kesehatan karyawan, dengan semua itu akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan.

  7. Tingkat penghasilan Penghasilan yang cukup berdasarkan produktivitas kerja karyawan karena semakin tinggi prestasi karyawan maka akan semakin besar prestasi yang diterima. Dengan itu maka akan memberikan semangat kerja tiap karyawan untuk memacu prestasi sehingga produktivitas kerja karyawan akan tercapai.

  8. Lingkungan kerja dan iklim kerja Lingkungan kerja dari karyawan termasuk hubungan kerja antara karyawan, hubungan dengan pimpinan, suhu, serta lingkungan penerangan dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari perusahaan karena sering karyawan enggan bekerja, karena tidak ada kekompakan dalam kelompok kerja atau ruang kerja yang tidak menyenangkan, hal ini menganggu kerja karyawan.

  9. Teknologi Dengan adanya kemajuan teknologi yang meliputi peralatan yang semakin otomatis dan canggih akan mendapat dukungan tingkat produksi dan mempermudah manusia dalam melaksanakan pekerjaan.

  10. Sarana produksi Faktor-faktor produksi harus memadai dan saling mendukung dalam proses produksi.

  11. Jaminan sosial Perhatian dan pelayanan perusahaan kepada setiap karyawan, menunjang kesehatan dan keselamatan. Dengan harapan agar karyawan semakin bergairah dan mempunyai semangat untuk bekerja.

  12. Manajemen Dengan adanya manajemen yang baik maka karyawan akan berorganisasi dengan baik, dengan demikian produktivitas kerja akan tercapai.

  13. Kesempatan berprestasi

  Setiap orang dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, dengan diberikan kesempatan berprestasi, maka karyawan akan meningkatkan produktivitas kerjanya.

2.2.10. Metode Pengukuran Produktivitas Kerja

  Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting disemua tingkat ekonomi. Di beberapa negara maupun perusahaan pada akhir- akhir ini telah terjadi kenaikan minat pada pengukuran produktivitas. Karena itu sudah saatnya kita membicarakan alasan mengapa kita harus mengukur produktivitas tersebut. Indeks produktivitas juga bermanfaat dalam menentukan perbandingan antara negara seperti tingkat pertumbuhan dan tingkat produktivitas.

  Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam 3 (tiga) jenis yang sangat berbeda, menurut Sinungan (2003) yaitu:

  1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan.

  2. Perbandingan perlawanan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkan pencapaian relatif.

  3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan target yang akan dicapai, dan inilah yang terbaik untuk memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.

  Dari pengertian sebelumnya dapat diambil suatu cara di dalam penyusunan perbandingan-perbandingan ini dengan mempertimbangkan tingkatan daftar susunan dan perbandingan pengukuran dari produktivitas.

  Tujuan dari pengukuran produktivitas antara lain untuk membandingkan hasil-hasil:

  1. Pertambahan produksi dari waktu ke waktu.

  2. Pertambahan pendapatan dari waktu ke waktu.

  3. Pertambahan kesempatan kerja dari waktu ke waktu.

  4. Jumlah hasil sendiri dengan hasil orang lain.

  5. Komponen prestasi utama sendiri dan komponen prestasi utama orang lain.

2.3. Kerangka Konseptual

  Peningkatan produktivitas merupakan dambaan setiap organisasi, khususnya produktivitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi tersebut.

  Cara kerja hari ini harus lebih baik dari cara kerja kemarin, dan hasil yang dicapai besok harus lebih banyak atau lebih baik dari yang diperoleh hari ini. Sikap yang demikian membuat seseorang akan selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan-peningkatan. Orang yang mempunyai sikap tersebut terdorong untuk menjadi dinamis, kreatif, inovatif serta terbuka.

  Sinungan (2003) menyatakan bahwa “Pada dasarnya produktivitas mencakup sikap mental patriotik yang memandang hari depan secara optimis dengan berakar pada keyakinan diri bahwa hari ini adalah lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok adalah lebih baik dari hari ini”. Anoraga (2004) menyatakan bahwa: Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan adalah motivasi, pendidikan, disiplin kerja, keterampilan, sikap, etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan kerja, iklim kerja, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen, serta kesempatan berprestasi.

  Lingkungan kerja yang baik adalah lingkungan kerja yang dapat memberikan rasa aman, nyaman dalam melaksanakan tugas-tugasnya, serta dapat menimbulkan adanya produktivitas kerja yang tinggi bagi karyawannya. Hasil- hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivas kerja suatu organisasi ditentukan oleh suasana lingkungan kerja di dalam organisasi itu. Demikian juga halnya, produktivitas kerja perusahaan ditentukan oleh suasana atau lingkungan kerja pada perusahaan tersebut. Menurut Pangabean (2002) tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas individu maupun kelompok.

  Pemberian insentif sangat penting untuk meningkatkan moral kerja pegawai, memotivasi pegawai, dan meningkatkan kepuasan kerja. Besar kecilnya insentif mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Setiap karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya dapat merasa puas atau tidak puas, tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bila karyawan tidak puas atas apa yang mereka peroleh dalam perusahaan tempat karyawan bekerja dapat menimbulkan kekecewaan, yang pada akhirnya berakibat produktivitas kerja menurun. Apabila insentif diberikan secara tepat dan benar maka para karyawan akan memperoleh kepuasan kerja dan terdorong untuk mencapai tujuan perusahaan. Apabila insentif diberikan tidak memadai atau kurang tepat maka produktivitas kerja karyawan akan menurun.

  Dalam memperjelas kerangka konseptual hubungan variabel-variabel penelitian tersebut dapat digambarkan model hubungan sebagai berikut:

  Lingkungan

Produktivitas

Insentif

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis Penelitian

  Hipotesis penelitian ini adalah: 1. Lingkungan kerja dan insentif berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Perkebunan

  Nusantara IV Kebun Air Batu Asahan.

  2. Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Air Batu Asahan.

  3. Insentif berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Air Batu Asahan.