Buku Pintar Pengembangan Regulasi Desa

BUKU PINTAR

Pengembangan

Regulasi Desa

Andi Sandi Ant. T.T. Widyo Hari Murdianto

Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II

BUKU PINTAR

Pengembangan

Regulasi Desa

Andi Sandi Ant. T.T. Widyo Hari Murdianto

Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II

Buku Pintar PENGEMBANGAN REGULASI DESA

Penulis FPPD : Andi Sandi Ant. T.T. Widyo Hari Murdianto Kontributor : Hakim, APKD Buton Utara Cosmos Kaka Baiya, Yayasan Bahtera Sumba Barat Marcelinus M. Rana, Sekdes Sumba Barat Daya

Penyunting : Sutoro Eko Yunanto Reviewer

: Madekhan Penata Letak : Candra coret Desain Cover : Budi & Erni llustras

: Atmi & Erni Copyleft@Diperkenankan untuk melakukan modifikasi,

penggandaan maupun penyebarluasan buku ini untuk kepentingan pendidikan dan bukan untuk kepentingan komersial dengan tetap mencantumkan atribut penulis dan keterangan dokumen ini secara lengkap.

Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD)

Jl. Karangnangka No. 175 Dusun Demangan Desa Maguwoharjo Kec. Depok Sleman Yogyakarta Telp./fax: 0274 4333665, mbl: 0811 250 3790 Email: fppd@indosat.net.id Website: http//www. forumdesa.org

Cetakan Pertama : Januari 2014

14,5 x 21 cm, xviii + 118 Hal ISBN : 978-602-14643-6-6

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

esa didefinisikan secara legal formal berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagai ‘kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

kewenangan untuk mengurus dan mengatur”. Definisi desa itu menegaskan relasi-relasi sosial di desa maupun tata kelo- la desa harus berlandaskan norma-norma hukum. Secara legal, desa memiliki mandat hukum untuk dapat menyusun aturan hukumnya sendiri atau disebut produk hukum desa.

Produk hukum desa harus disusun secara partisipatif dan demokratis dengan membuka ruang bagi sebesar-be- sarnya usulan masyarakat desa. Dengan adanya partisipasi masyarakat ini, substansi produk hukum desa yang diru- muskan oleh pemerintah desa bersama badan permusya- waratan desa (BPD) menjadi berisikan aspirasi warga desa. Produk hukum desa yang aspiratif akan memberikan ke- pas tian hukum bagi masyarakat, sehingga mereka akan

Pengembangan Regulasi Desa

iii iii

Buku Pintar Pengembangan Regulasi Desa yang disu- sun FPPD bersama ACCESS ini dapat menjadi sumber ba- caan bagi pemerintah desa, BPD, warga desa maupun ka- langan pemerintah daerah. Lebih-lebih pada masa transisi menuju diterapkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, para pihak yang berkepentingan de- ngan terwujudnya Desa Mandiri harus mampu memaham i prosedur hukum berkaitan dengan pengembangan regula- si Desa.

Kekuatan Buku Pintar ini ada tiga hal. Pertama, buku ini memberikan informasi kebijakan secara lengkap ten- tang konsep dan kedudukan regulasi desa dengan baha- sa yang sederhana. Kedua, buku ini dapat mengantarkan para pembaca untuk lebih mudah berpartisipasi dalam proses-proses penyusunan Regulasi Desa. Ketiga, buku ini memuat contoh-contoh pengembangan penyusunan re- gu lasi berupa Peraturan Desa.

Sumbangan nyata dari Buku Pintar ini adalah memas- tikan bahwa pranata lokal yang ditransformasikan menjadi regulasi desa harus mengandung nilai-nilai universal seper- ti hak-hak asasi manusia, solidaritas sosial, toleransi, de- mo krasi, keadilan dan kesetaraan gender sehingga dapat me nem bus batas-batas sektoral dan parokial.

iv

Pengembangan Regulasi Desa

Dikarenakan aturan pelaksanaan Undang-Undang No- mor 6 Tahun 2014 tentang Desa belum ada, maka Buku Pintar ini dapat menjadi bahan bacaan bagi Pemerintah Daerah untuk menindaklanjuti ketentuan pasal 62 PP No. 72/2005 tentang Desa dan ketentuan pasal 19 ayat (1) Per- mendagri No. 29/2007 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa yaitu mene- tapkan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Produk Hu kum Desa. Peraturan Daerah dimaksud harus tetap ada sebagai pedoman atau landasan yuridis bagi pemerintah- an desa dalam menyusun dan menciptakan tertib pemben- tukan peraturan perundang-undangan serta mem beri ke- pas tian hukum mengenai prosedur dan teknis pe nyu sunan yang harus ditaati dalam pembentukan peraturan per un- dang-undangan di desa.

Jakarta, Januari 2014

DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA

TARMIZI A. KARIM

Pengembangan Regulasi Desa

KATA PENGANTAR ACCESS

Kemandirian desa, mendukung demokratisasi desa, kearifan lokal, partisipasi, keadilan gender, penanggulangan kemiskinan, dan akuntabilitas pembangunan desa

emampuan desa untuk mengelola pembangunan le- bih mandiri yang didukung oleh semua unsur dan sumber daya desa sangat penting bagi perbaikan

kesejahteraan masyarakat, terlebih bagi masyarakat miskin di desa. Desa yang dapat menjalankan pengelolaan pemba- ngunan secara mandiri bukan hanya mampu menggerak- kan seluruh aset sumber daya yang dimiliki desa, tetapi desa juga akan mampu memperbaiki kebutuhan dasar warga, kebutuhan penghidupan, memperjuangkan hak warga dan menata kehidupan secara berkelanjutan.

Hadirnya serial buku pintar tentang kemandirian desa ini diharapkan dapat menjadi bacaan segar di desa, khu- susnya bagi para Kepala Desa, Perangkat Desa, Kader Desa termasuk Kader Posyandu, para pengelola atau pengguna keuangan desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan

Pengembangan Regulasi Desa

vii vii

Serial buku pintar meliputi 1) Pengembangan Kewe- nang an (Urusan) Desa, 2) Pengelolaan Aset Desa, 3) Pe- ngem bangan Regulasi Desa, 4) Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Demokrasi Desa, 5) Perencanaan dan Penganggaran Desa, 6) Pengelolaan dan Pertanggungjawa- ban Keuangan Desa, 7) Pengembangan dan Pengelolaan BUMDesa, 8) Sistem Administrasi dan Informasi Desa, 9) Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Desa, dan 10) Re- posisi Peran Publik Perempuan di Desa. Buku-buku pintar tersebut disusun terutama berdasarkan pengalaman desa dan daerah wilayah kerja Program ACCESS Tahap II.

ACCESS Tahap II merupakan program pengembangan kapasitas warga dan organisasi warga yang didukung oleh dana hibah dari Pemerintah Australia. Program ini ber upaya mendukung kerja-kerja pemberdayaan yang menghargai aspek lokalitas dan menempatkan perempuan, masyarakat miskin, dan kelompok marginal sebagai subyek pemba- ngunan yang memiliki posisi setara dengan pelaku lainnya.

viii Pengembangan Regulasi Desa

Terakhir, kami sampaikan terima kasih sebesar-besar- nya kepada tim Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) yang telah menghimpun serial buku dalam rangka memberi bahan kepada pelaku dan pejuang di desa dan daerah untuk membantu mereka mengelola desa dengan menghargai kearifan lokal serta memanfaatkan peluang yang diberikan melalui UU Desa menuju desa yang de- mokra tis, berkeadilan gender, dan bebas dari kemiskinan berbagai segi. Semoga buku-buku tersebut dapat menam- bah khazanah pengetahuan bagi pelaku dan pegiat pem- bangunan desa di Indonesia.

Paul Boon

Direktur Program ACCESS Tahap II

Pengembangan Regulasi Desa

ix

KATA PENGANTAR

Forum Pengambangan Pembaharuan Desa

B ke lom pokkan berdasar bentuk dan isi. Pengaturan yang di-

uku pintar ini pertama-tama bertujuan mengajak pem baca untuk memahami arti regulasi. Regula si pada prinsipnya pengaturan. Pengaturan dapat di-

da sarkan pada bentuk dapat dibagi dua yaitu pengaturan ter tulis dan tidak tertulis. Pengaturan tidak tertulis misalnya tata krama, tata susila, dan hukum adat. Pengaturan tertulis misalnya Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan Peraturan Desa.

Berdasar isinya, pengaturan berupa peraturan dan ke- putusan. Ciri khas sebuah peraturan yaitu isi dan subs tan- sinya bersifat umum dan abstrak sehingga belum dapat di- tentukan secara spesifik siapa yang dituju (addresat-nya). Sifat abstrak dapat dilihat dari belum dapat ditentukannya perbuatan, tindakan, ataupun kegiatan yang dikenai oleh peraturan tersebut. Dalam keputusan, subyek, perbuatan, dan tindakan sudah dapat ditentukan karena sifat dasar se-

Pengembangan Regulasi Desa

xi xi

Berdasar kedua kategorisasi diatas, pemaknaan regu- lasi dalam buku pintar ini hanya akan difokuskan pada pe- ngaturan yang bersifat tertulis dan berisi peraturan, sehing-

ga tidak akan membahas mengenai peraturan tidak tertulis dan berisi keputusan. Regulasi, di Indonesia, diartikan se- bagai sumber hukum formal berupa peraturan perundang- un dangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu merupakan suatu peraturan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga ne- gara atau pejabat yang berwenang, dan mengikat umum. Lantas bagaimanakah kewenangan desa dalam mengem- bangkan regulasi desa ini?

Buku pintar ini juga bertujuan menjelaskan dan meng- gambarkan bahwa desa mempunyai kewenangan untuk me nyusun regulasi desa sebagai konsekuensi atas pene- tap an kewenangan yang melekat pada desa. Penyusunan Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai ke- wenangan yang dimiliki desa, tentu berdasarkan pada ke- butuhan dan kondisi desa setempat, serta mengacu pada

xii

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

Sebagai sebuah buku pintar, buku ini juga tidak se- batas pada pemahaman konsep-konsep teoritis yang ada. Buku ini dilengkapi dengan panduan contoh-contoh maupun gambaran tentang pengembangan regulasi desa itu sendiri, baik dilihat dari sisi pemerintah desa maupun masyarakat desa sendiri. Dalam buku pintar ini juga di- gambarkan bahwa inisiasi regulasi desa yang berupa pem- buatan Peraturan Desa berasal dari masyarakat itu sendiri khususnya desa-desa dampingan ACCESS. Selain itu, bu- ku pintar ini dilengkapi dengan panduan dan contoh ba- gaimana menyusun Peraturan Desa yang benar. Akhirnya selamat membaca semoga bermanfaat bagi para pemikir, penggerak, dan pecinta desa.

Sutoro Eko Yunanto

Ketua Steering Committee

Pengembangan Regulasi Desa

xiii

DAFTAR SINGKATAN

BPD : Badan Permusyawaratan Desa APB Desa : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa FGD : Focus Group Discussion KPL

: Kader Peduli Lingkungan UU

: Undang-Undang Perdes

: Peraturan Desa

Pengembangan Regulasi Desa

xvii

BAB I PENGERTIAN REGULASI DAN REGULASI DESA

A. Apa itu Regulasi ?

Regulasi pada prinsipnya dibutuhkan oleh suatu ma- syarakat agar tata kehidupan dan hubungan di dalam ma- sya rakat menjadi lebih tertib, aman, dan harmonis. Hal ini tidak dapat dilepaskan karena manusia selain makhluk indi- vidu juga makhluk sosial. Regulasi juga diperlukan dalam rangka menjamin adanya kepastian bahwa hak seseorang tidak dilanggar oleh orang lain.

Apa Sebenarnya Regulasi Itu ?

Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ada lah pengaturan. Pengaturan dapat dikelompokkan ber-

da sarkan bentuk dan isi. Pengaturan berdasar bentuk da-

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

2 Pengembangan Regulasi Desa 2 Pengembangan Regulasi Desa

Di sisi yang lain, dalam sebuah keputusan, subyek, perbuatan, dan tindakannya sudah dapat ditentukan kare- na sifat dasar sebuah keputusan adalah individual, konkret, dan final. Sifat individualnya dapat dilihat bahwa sebuah keputusan telah menyebutkan subyeknya secara spesifik. Sifat kongkret maksudnya sebuah keputusan telah dapat ditentukan perbuatan, tindakan, maupun kegiatannya. Fi- nal artinya sebuah keputusan ketika ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan, langsung dapat berlaku dan tidak dibutuhkan pengesahan dari pihak lain lagi. Contoh kongkret sebuah keputusan misalnya Keputusan Kepala Desa tentang Panitia Pelaksanaan Perayaan Ulang Tahun Re publik Indonesia Tahun 2013. Dalam keputusan ini telah dapat ditentukan siapa yang menjadi ketua, bendahara, seksi konsumsi, dan jabatan lainnya. Sifat kongkretnya su- dah dapat ditentukan yaitu pengangkatan panitia pera yaan ulang tahun Republik Indonesia Tahun 2013. Jadi khu- susnya hanya untuk kegiatan perayaan ulang tahun Repu- blik Indonesia di tahun 2013. Selanjutnya, sifat finalnya dapat dilihat ketika telah ditandatangani oleh kepala desa, maka keputusan ini langsung berlaku dan tidak perlu ada pengesahan dari pihak lain.

Pengembangan Regulasi Desa

Apabila melihat kedua kategorisasi di atas, dalam buku ini, yang dimaknai sebagai regulasi hanya akan difokuskan pada pengaturan yang tertulis dan berisi peraturan, sehing-

ga tidak akan membahas mengenai pengaturan yang tidak tertulis dan berisi keputusan.

Regulasi di Indonesia diartikan sebagai sumber hu- kum formal berupa peraturan perundang-undangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu merupakan suatu peraturan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, dan mengikat umum.

Bagaimanakah Ruang Lingkup Regulasi Itu?

Ruang lingkup peraturan perundang-undangan telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang meliputi materi muatan serta jenis peraturan. Dalam Un dang-Undang ini secara spesifik telah ditentukan subs- tansi yang harus diatur dalam sebuah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau bentuk peraturan lainnya. Mi- sal nya, materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi yang merupakan pelaksanaan dari sebuah Undang-Un- dang atau pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah lainnya. Artinya, Peraturan Pemerintah merupakan implementasi atau peraturan kongkret untuk melaksanakan sebuah atau beberapa ketentuan dalam Undang-undang.

4 Pengembangan Regulasi Desa

Bagaimanakah Produk Regulasi Desa dalam Sistem Hukum Nasional?

Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan disebutkan mengenai jenis dan hirarki peratur- an perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Undang-Undang/Peraturan Pe- me rintah Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerin- tah; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi, serta Per aturan Daerah Kabupaten/Kota, sehingga tidak disebut- kan secara kongkret mengenai Peraturan Desa. Meskipun demikian, Pasal 8 UU No.12 Tahun 2011 memberikan pe- ngakuan eksistensi/keberadaan jenis peraturan lainnya. Pa sal tersebut menyebutkan bahwa selain peraturan per- un dang-undangan yang disebutkan dalam hirarki, semua peraturan yang pembentukannya diperintahkan oleh per- atur an yang lebih tinggi derajatnya dalam hirarki peratur- an perundang-undangan atau dibentuk berdasarkan ke- we nangan lembaga atau pejabatnya akan diakui secara hukum keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Oleh karenanya, eksistensi dan kekuatan hukum sebuah Peraturan Desa sangat bergantung pada perintah pembentukan dari peraturan yang lebih tinggi atau kewe- nangan lembaga atau pejabat yang diberi kewenangan un- tuk itu.

Pengembangan Regulasi Desa

Bagaimanakah Eksistensi ataupun Kedudukan Peratur an Desa?

Eksistensi Peraturan Desa dijamin oleh Pasal 69 UU No. 6/2014 tentang Desa. Oleh karenanya, berdasar pada ketentuan Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011, Peraturan Desa diakui keberadaannya dan mempunyai ke kuat an hukum mengikat karena dijamin eksistensinya oleh pasal 69 UU No. 6/2014.

Sejauh mana Kewenangan Desa dalam Menyusun Produk Regulasi Desa?

Desa mempunyai kewenangan untuk menyusun re- gulasi desa sebagai konsekuensi atas penetapan kewe-

6 Pengembangan Regulasi Desa 6 Pengembangan Regulasi Desa

Apa Prinsip Pembentukan Peraturan Perundang-un- dangan?

Penyusunan Peraturan Desa harus menyesuaikan de- ngan prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang- un dangan pada umumnya, yaitu:

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

b. Kelembagaan atau Organ Pembentuk yang Tepat. Pem bentuk sebuah peraturan perundang-undangan harus dibentuk oleh lembaga atau pejabat yang diberi kewenangan untuk membentuk peraturan perundang- undangan. Tanpa kewenangan, sebuah per aturan per- undang-undangan yang dibentuk oleh lem baga atau pejabat yang tidak berwenang akan menyebabkan per- aturan perundang-undangan tersebut batal demi hu- kum atau dengan bahasa yang sederha na, peraturan tersebut dianggap tidak pernah ada.

c. Kesesuaian Antara Jenis dan Materi Muatan. Setiap peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk, antara materi yang diatur harus di se suaikan dengan bentuk peraturan perundang-un dang annya. Misalnya, untuk menetapkan sanksi pida na hanya dapat diatur dalam produk hukum yang disebut Undang-Undang atau Peraturan Daerah. Jika hal tersebut dilanggar, maka akan menyebabkan peraturan perundang-un- dangan tersebut juga akan batal demi hukum.

d. Dapat Dilaksanakan. Setiap peraturan yang akan di- ben tuk juga harus mempertimbangkan aspek pene-

8 Pengembangan Regulasi Desa 8 Pengembangan Regulasi Desa

e. Kedaya-gunaan dan Kehasil-gunaan. Prinsip kedaya- gu naan dan kehasil-gunaan adalah bahwa peraturan dibuat karena memang dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbang- sa, dan bernegara. Oleh karenanya, jika suatu tujuan dapat diwujudkan tanpa pembentukan peraturan, ma- ka tidak perlu dibentuk peraturannya sehingga pem- bentukan peraturan itu haruslah dijadikan pilihan ter- akhir dalam menyelesaikan sebuah permasalahan.

f. Kejelasan Rumusan. Sebuah peraturan harus meme- nuhi persyaratan teknis penyusun an, sistematika dan pi lihan kata atau terminologi, ser ta bahasa hukumnya jelas, kongkret dan mudah di mengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Keterbukaan yang bermakna bahwa dalam proses pembentukan sebuah peraturan yang dimulai dari pe- ren canaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

B. Regulasi Desa

Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa?

Peraturan Desa (Perdes) merupakan bentuk perun- dang-undangan yang relatif baru, pada kenyataannya di la- pangan belum begitu popular dibandingkan dengan ben- tuk perundang-undangan yang lain. Karena masih relatif

ba ru dalam praktik-praktik penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa, seringkali peraturan desa ini diabaikan. Ma- sih banyak pemerintah dan masyarakat desa mengabaikan Peraturan Desa sebagai dasar penyelenggaraan urusan ke- pemerintahan di tingkat desa. Kenyataan seperti itu ber- dampak pada kurangnya perhatian pemerintahan desa dalam proses penyusunan hingga implementasi suatu Per- aturan Desa. Banyak pemerintahan desa yang menggang- gap “pokoknya ada” terhadap peraturan desa, sehingga seringkali Peraturan Desa disusun secara sembarangan. Padahal sebuah Peraturan Desa hendaknya disusun secara sungguh-sungguh berdasarkan kaidah demokrasi dan par- tisipasi masyarakat sehingga benar-benar dapat dijadikan acuan bagi penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa.

10 Pengembangan Regulasi Desa

Meskipun konsepsi “pengaturan” atau rules sudah di- kenal jauh hari dalam masyarakat, namun bentuk atau for- matnya belum menggunakan pola sebagaimana yang ada saat ini. Konsepsi rules tersebut biasanya dibentuk dalam bentuk larangan untuk keluar malam atau pada waktu men jelang malam; tidak boleh menebang pohon besar; dan lain sebagainya. Larangan-larangan ini sebenarnya me rupakan bagian dari konsepsi rules atau pengaturan.

Pembentukan pengaturan pada level desa sebenar nya sudah pernah dilakukan ataupun sudah menjadi kebia sa- an masyarakat, namun hanya bentuknya saja yang diubah. Ada kewajiban untuk mengacu pada peraturan di aras yang lebih tinggi, yaitu oleh Pasal 69 UU No. 6/2014 tentang De- sa. Dalam Pasal 1 ang ka 7 UU tentang Desa ditentukan bahwa “Peraturan Desa adalah peraturan perundang-un- dangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa”. Konsekuensinya, sebuah peraturan desa adalah sebuah per aturan perundang-undangan sehingga bentuk, pola, dan proses pembentukannya juga harus memenuhi keten- tuan yang berlaku dalam pembentukan sebuah peraturan per undang-undangan.

Peraturan ini berlaku di wilayah desa tertentu. Peratur an Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan pe- rundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhati- kan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. Oleh

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

Asas-Asas Apa yang Harus Dipenuhi dalam Menyusun Regulasi Desa?

Peraturan Desa juga harus disusun berdasarkan asas- asas materi muatannya atau substansinya. Asas materi muatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Ta- hun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-un- dangan, meliputi:

1. Asas pengayoman, setiap materi muatan, atau yang sering disebut dengan substansi atau isi dari sebuah per aturan perundang-undangan, harus berfungsi

mem be rikan perlindungan dalam rangka mencipta- kan ke ten tram an pada masyarakat.

2. Asas kemanusiaan, setiap materi muatan per aturan per- undang-undangan harus mencerminkan per lindungan dan penghormatan hak-hak asasi manu sia serta harkat

12 Pengembangan Regulasi Desa 12 Pengembangan Regulasi Desa

3. Asas kebangsaan, setiap materi muatan per aturan per undang-undangan harus mencerminkan si fat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhi nekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesa tu an Repu- blik Indonesia.

4. Asas kekeluargaan, setiap materi muatan peratur an perundang-undangan harus mencerminkan mu sya- wa rah untuk mencapai mufakat dalam setiap pe ng- am bilan keputusan.

5. Asas kenusantaraan, setiap materi muatan peratur- an perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi mu atan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasi- o nal yang berdasarkan Pancasila.

6. Asas bhinneka tunggal ika, materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan kera- gam an penduduk, agama, suku dan golongan, kondi- si khusus daerah, dan budaya khususnya yang me- nyang kut masalah-masalah sensitif dalam kehidup an, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

7. Asas keadilan, setiap materi muatan peraturan perun- dang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

Pengembangan Regulasi Desa

8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan peme- rintahan, setiap materi muatan peraturan per undang- undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status so- sial.

9. Asas ketertiban dan kepastian hukum, setiap ma teri muatan peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat me lalui ja- minan adanya kepastian hukum.

10. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-un- dangan harus mencerminkan keseimbangan, kese- rasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan ne- gara.

Landasan Apa yang Diperlukan agar Regulasi dapat Berlaku Efektif?

Dalam proses pembentukannya, Peraturan Desa mem- butuhkan partisipasi masyarakat agar hasil akhir dari Per- aturan Desa dapat memenuhi aspek keberlakuan hukum dan dapat dilaksanakan sesuai tujuan pembentukannya. Par tisipasi masyarakat dapat berupa masukan dan sum bang

14 Pengembangan Regulasi Desa 14 Pengembangan Regulasi Desa

Masing-masing unsur atau landasan daya laku terse- but dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Landasan filosofis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh pemerintahan desa jangan sam- pai bertentangan dengan nilai-nilai hakiki di tengah masyarakat, misal agama dan adat istiadat;

b. Daya laku yuridis berarti bahwa perundang-undangan tersebut harus sesuai dengan asas-asas hukum yang berlaku dan dalam proses penyusunannya sesuai de- ngan aturan main yang ada. Asas-asas hukum umum yang dimaksud disini misalnya adalah asas “non-ret- roaktif”, “lex specialis derogat lex generalis”; lex su- perior derogat lex inferior; dan “lex posteriori derogat lex priori”;

c. Produk-produk hukum yang dibuat harus memperha- tikan unsur sosiologis, sehingga setiap produk hukum yang mempunyai akibat atau dampak kepada ma- sya rakat dapat diterima oleh masyarakat secara wajar bah kan spontan;

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

e. Landasan politis, agar produk hukum yang diterbitkan oleh pemerintahan desa dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.

Tidak dipenuhinya kelima unsur daya laku tersebut akan berakibat tidak dapat berlakunya hukum dan perun- dang-undangan secara efektif. Kebanyakan produk hukum yang ada saat ini hanyalah berlaku secara yuridis tetapi tidak berlaku secara filosofis dan sosiologis. Ketidaktaatan asas dan keterbatasan kapasitas daerah dalam penyusun an produk hukum yang demikian ini dalam banyak hal meng- hambat pencapaian tujuan otonomi daerah. Keterlibatan masyarakat akan sangat menentukan aspek keberlakuan hukum secara efektif.

Peraturan Desa sebagai bentuk regulasi yang ada di level desa tentu mempunyai kedudukan dalam sistem pe- rundang-undangan nasional. Terlebih dengan keluarnya UU Nomur 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peratur- an Perundang-undangan.

16 Pengembangan Regulasi Desa

Bagaimana Kedudukan Peraturan Desa dalam Sistem Perundang-undangan Nasional Pasca Keluarnya UU No. 12 Tahun 2011?

Kedudukan Peraturan Desa sebenarnya masih terma- suk dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini didasar- kan pada ketentuan Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011:

(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagai- mana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusya- waratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Ba dan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yu- disial, Bank In do nesia, menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Un- dang-Undang, Dewan Per wakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Dae- rah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana di- mak sud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mem punyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewe- nangan.

Pengembangan Regulasi Desa

Sebelum berlakunya UU Nomor 12 Tahun 2011, Per- aturan Desa merupakan salah satu kategori Peraturan Dae- rah yang termasuk jenis peraturan perundangan-undangan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan.

Setelah berlakunya UU Nomor 12 Tahun 2011, Per- aturan Desa tidak lagi disebutkan secara eksplisit sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Akan te- tapi, kedudukan Peraturan Desa merupakan sebuah per- atur an perundang-undangan. Hal ini didasarkan pada ke- ten tuan Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011, khususnya pada ayat (2) yang menentukan bahwa sebuah peraturan yang tidak dimasukan dalam hirarki peraturan perundang- un dangan akan tetap diakui eksistensinya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila diperintahkan pemben- tuk annya oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau didasarkan pada kewenangan pembentuk per- aturan desa sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal bab ini. Dengan demikian, peraturan desa akan tetap ek sis dan mempunyai kekuatan mengikat meskipun tidak disebutkan secara kongkret dalam hirarki peraturan perun- dang-undangan.

18 Pengembangan Regulasi Desa

BAB II MANFAAT, FUNGSI DAN RUANG LINGKUP REGULASI DESA

A. Manfaat, Fungsi dan Prinsip Regulasi Desa

Sebagai produk hukum di tingkat paling bawah, regu la- si desa dalam bentuk Peraturan Desa tentunya akan mem- bawa manfaat tidak hanya bagi pemerintah desa melain kan juga masyarakat desa setempat.

Apa Manfaat Regulasi Desa?

Regulasi berfungsi sebagai pedoman kerja atau bahan acuan bagi semua pihak dalam penyelenggaraan kegiatan di desa. Diharapkan dengan adanya pedoman, ada arah penyelenggaraan kegiatan di desa. Adanya regulasi desa yang dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiat- an desa maka secara hukum dan prosedur, terdapat legiti- masi yang memayunginya.

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

b. Memudahkan pencapaian tujuan. Adanya regulasi de- sa juga memudahkan desa untuk mencapai tujuannya. Hal ini dikarenakan dengan regulasi ada kepastian atau- pun payung hukum untuk mewujudkan tujuan ter se- but. Karena untuk mewujudkan tujuan, desa tentunya mempunyai kegiatan ataupun program-program yang akan dilaksanakan. Tentu saja untuk melaksanakan pro gram dibutuhkan payung hukum sebagai jaminan akan pelaksanaannya.

c. Sebagai acuan dalam rangka pengendalian dan pe- nga wasan. Regulasi desa dihasilkan juga dalam rang- ka untuk pengendalian dan pengawasan terhadap ke- giatan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah desa dan kelembagaan desa lainnya termasuk di dalamnya ma syarakat. Regulasi diperlukan dalam rangka untuk pengendalian dan pengawasan sehingga pemerintah- an desa sesuai dengan pedoman yang ada dan ti dak

20 Pengembangan Regulasi Desa 20 Pengembangan Regulasi Desa

da lian dan pengawasan tidak akan berjalan.

d. Sebagai dasar pengenaan sanksi atau hukuman. Regu- lasi desa juga bermanfaat untuk memberikan sanksi dan hukuman bagi siapa saja yang melanggar. Hal ini berarti bahwa regulasi desa bertindak untuk menertib- kan masyarakat. Tanpa adanya sanksi dan hukuman yang jelas masyarakat akan kacau karena tidak ada hukum yang mengatur.

e. Mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan atau kesalahan. Hal ini dapat terjadi karena dalam per- aturan desa telah diatur mengenai persyaratan, prose- dur, serta hak dan kewajiban setiap orang yang men- jadi obyek dari peraturan desa itu.

Pengembangan Regulasi Desa

Apa Fungsi Regulasi Desa?

Regulasi desa juga mempunyai fungsi menggerakkan semua pemangku kepentingan yang ada di desa.

Fungsi regulasi desa:

a. Pengaturan mengenai kewenangan desa;

b. Sebagai pembatas apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh pemerintah desa maupun masyarakat;

c. Menegaskan pola-pola hubungan antar lembaga di

de sa;

d. Mengatur pengelolaan barang-barang publik di desa;

e. Mengatur aturan main kompetisi politik;

f. Memberikan perlindungan terhadap lingkungan;

g. Menegaskan sumber-sumber penerimaan desa; dan

h. Memastikan penyelesaian masalah dan penanganan konflik.

Prinsip Apa yang Harus Dipenuhi dalam Penyusunan Regulasi Desa?

a. Peraturan Desa harus bersifat konstitusional, arti nya membatasi yang berkuasa dan melindungi yang le- mah;

b. Tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya;

c. Menciptakan ketertiban;

22 Pengembangan Regulasi Desa 22 Pengembangan Regulasi Desa

e. Membatasi artinya mencegah eksploitasi terhadap sum ber daya alam dan warga masyarakat;

f. Membatasi penyalahgunaan kekuasaan dan mencegah dominasi; serta

g. Mendorong pemberdayaan masyarakat artinya mem- beri ruang partisipasi masyarakat, dan melindungi mi- noritas.

B. Materi Muatan dalam Regulasi Desa

Berkaitan dengan asas-asas materi muatan, ada sisi lain yang harus dipahami oleh pengemban kewenangan dalam membentuk Peraturan Desa. Pengemban kewe- nang an harus memahami segala macam seluk beluk dan la tar belakang permasalahan dan muatan yang akan diatur oleh Peraturan Desa tersebut. Hal ini akan terkait erat de- ngan implementasi asas-asas tersebut.

Muatan Materi Apa yang Dimuat dalam Peraturan Desa?

1. Muatan Materi yang tertuang dalam Peraturan Desa antara lain meliputi:

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

b. Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa.

c. Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat desa.

2. Materi Peraturan Desa dapat memuat masalah-ma- salah yang berkembang di desa yang perlu pengatur- annya.

3. Semua materi Peraturan Desa tidak boleh bertentang- an dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Materi muatan Peraturan Desa tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU No. 6/2014 tentang Desa. Namun, seba- gai suatu peraturan perundang-undangan, peraturan desa seharusnya berisi seluruh materi muatan dalam rangka pe- nyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Materi muatan Peratur an Kepala Desa ada- lah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa yang bersifat pengaturan. Sedangkan materi muatan Keputusan Kepala Desa adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bersifat penetapan. Disebut- kan bahwa ketiga jenis peraturan tersebut tidak boleh ber-

24 Pengembangan Regulasi Desa 24 Pengembangan Regulasi Desa

Rancangan Peraturan Desa yang termaktub dalam ma- teri regulasi desa dapat diprakarsai oleh Pemerintah Desa atau berasal dari usul inisiatif anggota BPD. Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun lisan terhadap Rancangan Peraturan Desa. Rancangan mu atan regulasi desa yang telah disiapkan oleh kepala desa disampaikan dengan surat pengantar kepada BPD oleh kepala desa. Sedangkan Rancangan Peraturan Desa yang disiapkan oleh BPD disampaikan oleh pimpinan BPD kepada Kepala Desa.

Materi yang diatur adalah semua obyek yang diatur se- cara sistematik sesuai dengan luas lingkup dan pendekat- an yang dipergunakan.

Landasan Apa yang Diperlukan dalam Menyusun Mate ri Peraturan Desa?

a. Landasan hukum materi yang diatur, artinya dalam me nyusun materi Perdes harus memperhatikan dasar hukumnya;.

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

c. Landasan sosiologis, maksudnya agar Perdes yang diterbitkannya jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat, misalnya adat istiadat, agama.

d. Landasan politis, maksudnya agar peraturan desa yang diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan.

Selain harus memperhatikan dasar-dasar dan ka- idah-kaidah yang ada, materi yang diatur dalam regula si desa tetap harus memperhatikan masukan-masukan dari masyarakat sebagai bentuk perwujudan partisipasi ma sya ra- kat. Materi muatan yang ada dalam regulasi desa hendak nya tetap memperhatikan kearifan lokal masyarakat se tempat.

26 Pengembangan Regulasi Desa

BAB III JENIS DAN MEKANISME PEMBENTUKAN REGULASI DESA

A. Jenis-Jenis Regulasi Desa

Regulasi desa sebagai sebuah produk peraturan yang ada di desa mempunyai beberapa jenis.

Apa Jenis Produk Regulasi Desa?

1. Peraturan Desa

Peraturan Desa menurut Pasal 1 angka 7 UU No. 6/2014 tentang Desa adalah peraturan perundang-undang- an yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.

Peraturan Desa bersifat umum sehingga mengatur se- gala hal yang menjadi kewenangan desa dan juga meng- ikat semua orang yang berada dalam lingkup desa. Meski- pun dapat mengatur segala hal yang menjadi kewenangan

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

Pembentukan suatu peraturan bukan hanya didasar- kan pada kebutuhan saja, tetapi juga harus didasarkan pada peraturan yang lebih tinggi atau harus berlandaskan hukum atau mempunyai landasan yuridis.

Lebih lanjut, dengan didasarkan pada asas dan prinsip dasar suatu peraturan perundang-undangan, materi muat- an suatu Peraturan Desa meliputi seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, pem-

ba ngunan desa, dan pemberdayaan masyarakat, serta pen- ja baran lebih lanjut dari ketentuan peraturan perundang-un- dangan yang lebih tinggi. Penyebutan Peraturan Desa tidak berarti bahwa penyebutan atau bentuk produk hukum nya harus selalu dalam bentuk Peraturan Desa, namun dapat saja disebut dengan Peraturan Gampong, Peraturan Kam- pung, ataupun Peraturan Lembang. Hal ini sangat bergan- tung pada penyebutan desa pada sebuah wilayah sebagai bentuk pengakuan terhadap keberagaman yang ada dalam negara ini.

28 Pengembangan Regulasi Desa

2. Peraturan Kepala Desa

Peraturan Kepala Desa atau yang disebut dengan na- ma lain mempunyai fungsi sebagai peraturan pelaksana dari peraturan desa ataupun pelaksana dari peraturan yang lebih tinggi. Dalam posisinya sebagai pelaksana peratur an desa, Peraturan Kepala Desa hanya dapat mengatur hal- hal yang diperintahkan secara konkret dalam Peratur an De sa. Oleh karenanya, tidak boleh mengatur hal yang ti- dak diperintahkan ataupun dilarang oleh Peraturan Desa. Ini merupakan salah satu bentuk pembatasan terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan ekse- ku tif di level desa, yaitu kepala desa. Sedangkan pada posi- sinya sebagai pelaksana peraturan yang lebih tinggi, Per- aturan Kepala Desa memuat materi atau substansi yang men jadi kewenangannya atau substansi yang diperintah- kan atau didelegasikan dari peraturan yang lebih tinggi. Per aturan Kepala Desa tetap saja dapat mengatur materi yang tidak ditentukan dalam Peraturan Desa, namun ma- teri itu harus tetap diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi, misalnya diperintahkan oleh Undang-Undang, Pera- turan Pemerintah bahkan Peraturan Daerah. Dengan demi- kian, Peraturan kepala Desa merupakan salah satu peratur- an yang “lebih bebas” dalam menentukan substansi yang akan diaturnya, namun tetap harus mempunyai dasar hu- kum dalam pengaturan materi tersebut.

Pengembangan Regulasi Desa

3. Peraturan Bersama Kepala Desa

Selain kedua jenis peraturan di atas, di Desa juga di- kenalkan Peraturan Bersama Kepala Desa dalam Pasal 70 UU No. 6/2014 tentang Desa. Peraturan Bersama ini meru- pakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang mela kukan kerja sama antar- Desa.

B. Mekanisme Pembentukan Regulasi Desa

Dengan berlakunya UU No. 6/2014 tentang Desa yang telah dise tujui bersama oleh DPR dan Presiden pada 18 Desember 2013, fungsi Badan Permusyawaratan Desa adalah membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersa ma Kepala Desa; menampung dan menyalur- kan aspi rasi masyarakat Desa; dan melakukan pengawasan kinerja Ke pala Desa.

Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi dan fungsi menetapkan Peraturan Desa yang dimiliki Badan Permusyawaratan Desa merupakan sarana penting bagi pe lembagaan partisipasi masyarakat dalam proses pemba- ngunan desa.

Peran BPD dalam pembuatan Peraturan Desa adalah sebagai pengusul Rancangan Peraturan Desa serta seba-

30 Pengembangan Regulasi Desa 30 Pengembangan Regulasi Desa

Sejak lahirnya Peraturan Desa sebagai landasan hu- kum bagi penyelenggaraan pemerintahan di desa, pem- ben tukannya lebih banyak atau bahkan hampir seluruhnya disusun oleh pemerintah desa tanpa melibatkan lembaga legislatif di tingkat desa, apalagi melibatkan masyarakat. Pa- dahal demokratisasi pembentukan perundang-undang an bukan saja menjadi kebutuhan di aras nasional namun juga di aras lokal seperti di level desa. Sejalan dengan berkem- bangnya otonomi daerah atau otonomi masyarakat, di de- sa belum dirasa adanya peranan anggota BPD yang signi- fikan dalam melaksanakan fungsi legislasinya. Demikian ju ga peran masyarakat dirasa masih sangat minim dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa.

Untuk itu perlu dioptimalkan peran dan inisiatif BPD serta masyarakat dalam proses pembentukan peraturan desa. Optimalisasi tersebut dapat dilakukan melalui pening- katan kapasitas anggota BPD, khususnya dalam pening- katan pengetahuan dan teknis pembentukan peraturan per undang-undangan. Selain itu, untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat, anggota BPD juga dapat memanfaat- kan berbagai forum yang melibatkan para stakeholders pada level desa, misalnya musyawarah perencanaan pem- bangunan desa (musrenbangdes) ataupun bentuk-bentuk

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

Dalam pasal 69 angka 3 UU No. 6/2014 tentang Desa disebutkan bahwa peraturan desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD. Ke- se pakatan ini mempunyai maksud bahwa ada ruang pe- ngembangan demokrasi di desa. Kesepakatan membuka pintu bahwa pe merintah desa dan BPD untuk bertemu me ngadakan musyawarah dalam menemukan titik temu. Apabila tidak terjadi kesepakatan atau dalam arti BPD tidak menyepakati peraturan desa, maka peraturan desa tetap tidak boleh ditetapkan oleh pemerintah desa.

Bagaimanakah Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa?

Peraturan desa/regulasi desa dalam penyusunannya mempunyai mekanisme yang harus dilakukan. Mekanisme tersebut meliputi:

1. Mekanisme dan Alur dalam Tahap Persiapan dan

Pembahasan:

a. Rancangan Peraturan Desa diprakasai oleh Pe me- rintah Desa dan dapat berasal dari usul inisiatif anggota BPD;

b. Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun lisan terhadap Rancangan Peraturan Desa;

32 Pengembangan Regulasi Desa 32 Pengembangan Regulasi Desa

d. Rancangan Peraturan Desa dibahas secara bersa- ma oleh pemerintah desa dan BPD;

e. Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari pe- me rintah desa, dapat ditarik kembali sebelum di-

ba has bersama BPD;

f. Khusus untuk peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ru- ang, dan organisasi Pemerintah Desa harus men- dapatkan eva luasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa harus dievalu- asi oleh Bupati/Walikota. Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa disampaikan oleh bupati/walikota kepada kepala desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Desa tersebut di- terima.

2. Alur Pengesahan dan Penetapan:

a. Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama oleh kepala desa dan BPD disampaikan oleh pimpinan BPD kepada kepala desa untuk di- tetapkan menjadi Peraturan Desa;

b. Penyampaian Rancangan Peraturan Desa dilaku- kan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama;

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

d. Peraturan Desa wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaan;

e. Peraturan Desa sejak ditetapkan dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain di dalam Pera- turan Desa tersebut; dan

f. Peraturan Desa tidak boleh berlaku surut.

3. Penyampaian dan Penyebarluasan Peraturan Desa:

a. Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan ke- pentingan umum dan/atau peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi;

b. Peraturan Desa dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan;

c. Peraturan Desa diumumkan dalam Berita Desa atau Lembaran Desa;

d. Pengumuman Peraturan Desa dilakukan oleh se- kre taris desa;

e. Peraturan Desa dan peraturan pelaksanaannya wajib disebarluaskan kepada masyarakat oleh pe- me rintah desa;

34 Pengembangan Regulasi Desa 34 Pengembangan Regulasi Desa

g. Penyebarluasan ini bisa dilakukan dengan berba- gai metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi desa.

Mekanisme dalam penyusunan regulasi desa tersebut tidak hanya melibatkan pemerintah desa dengan BPD, na- mun juga melibatkan unsur supra desa dan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi desa mempunyai tem pat yang strategis untuk menentukan arah penyelengga raan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan baik di level desa maupun pada level supra-desa. Kotak di bawah ini merupakan contoh produk regulasi desa yaitu Peraturan Desa Senggigi, Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lom- bok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desa Senggigi yang merupakan desa dampingan ACCESS telah mampu menghasilkan Peraturan Desa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Proses penyusunan Peraturan Desa dapat digambar- kan melalui skema sebagai berikut :

Pengembangan Regulasi Desa

Proses Penyusunan Peraturan Desa

36 Pengembangan Regulasi Desa

Hasil musyawarah diserahkan kepada kepala desa dan

BPD

Pengembangan Regulasi Desa

Kepala desa bersama BPD melakukan Drafting/perte-

muan untuk membangun kesepakatan

Hasil dfrating disampaikan ke masyarakat melalui perte-

muan maupun di papan pengumuman

38 Pengembangan Regulasi Desa

Kepala desa dan BPD melakukan Redrafting

Pengembangan Regulasi Desa

Walaupun masih menggunakan produk UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 72 Tahun 2005 namun contoh Peraturan Desa Senggigi di bawah ini merupakan sebuah produk peraturan desa yang mempunyai semangat partisi- pasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan de- sanya.

40 Pengembangan Regulasi Desa

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT KECAMATAN BATULAYAR KEPALA DESA SENGGIGI

Kantor : Jl. Raya Senggigi - Kerandangan Kode Pos : 83355

PERATURAN DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR

KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SENGGIGI

Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa adalah Rencana Operasional Tahun- an daripada program umum Pemerintah- an dan Pembangunan Desa yang dija- bar kan dalam perkiraan batas tertinggi Pe nerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa;

b. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun perlu dituangkan dalam Peraturan Desa;

Pengembangan Regulasi Desa

Mengingat : 1. Undang-undang nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perun- dang-undangan (Lembaran Negara Repu- blik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tam bahan Lembaran Negara Republik In- do nesia Nomor 4389);

2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Ne gara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Nega- ra Republik Indonesia Nomor 4437) seba- gaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pe netapan Peraturan Pemerintah Peng- ganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerin- tahan Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lem- baran Negara Republik Indonesia Nomor 4548 );

3. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

42 Pengembangan Regulasi Desa

4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Repu- blik Indonesia Nomor 4587);

5. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor

64 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Pengaturan mengenai Desa;

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pemben- tukan dan Mekanisme Penyusunan Per- aturan Desa;

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

32 Tahun 2006 tentang Pedoman Admins- trasi Desa;

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penge- lolaan Keuangan Desa;

9. Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Desa an- tara Kabupaten dan Desa;

10. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok

B arat Nomor 7 Tahun 2001 Tentang Pe- nyusunan Anggaran Pendapatan dan Be- lanja Desa;

Pengembangan Regulasi Desa

11. Peaturan Daerah Nomor 9 Tahun 2001

Tentang Peraturan Desa;

12. Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor

41 Tahun 2001 Tentang Pedoman Penyu- sunan Pendapatan dan Belanja Desa.

Dengan Persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SENGGIGI

dan KEPALA DESA SENGGIGI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DESA SENGGIGI TEN- TANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN 2011

44 Pengembangan Regulasi Desa

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan :

1. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjut- nya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hu- kum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwe- nang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sis- tem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indone- sia.

2. Pemerintahan Desa adalah Penyelenggara Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Per- musyawaratan Desa ( BPD ) dalam mengatur dan men- gurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan di hormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perang- kat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

4. Kepala Desa adalah Kepala Pemerintahan di Desa.

5. Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lainnya yang selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang

Pengembangan Regulasi Desa Pengembangan Regulasi Desa

6. Dana perimbangan adalah pengertian sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerin- tah Pusat dan Daerah.

7. Alokasi Dana Desa adalah Dana yang dialokasikan oleh Pemerintah kabupaten untuk desa yang bersum- ber dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Dae- rah yang diterima oleh Kabupaten.

8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDes adalah Rencana Keuangan Tahunan Pemerintah Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

9. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang–undan-

gan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa.

BAB II SUMBER PENDAPATAN

Pasal 2

Sumber pendapatan Desa diperoleh dari :

1. Pemerintah : - Pusat - Provinsi - Kabupaten

46 Pengembangan Regulasi Desa

2. Pendapatan Asli Desa berupa : - Hasil Kekayaan Desa - Hasil-hasil yang sah yang diatur dalam Peraturan

Desa

BAB III ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

Pasal 3

(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian Penerimaan dan bagian Pengeluaran. (2) Anggaran Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah terdiri atas Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan.

Pasal 4

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri dari : (1) Penerimaan : Rp.3.280.100.000,-

(2) Pengeluaran : - Rutin Rp. 590.500.000,- - Pembangunan Rp. 2.689.600.000,-

Pasal 5

(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa bagian Pene- ri maan terdiri dari 6 (enam) pos.

Pengembangan Regulasi Desa

(2) Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :

a. Pos sisa perhitungan anggaran tahun lalu

b. Pos Penerimaan Pendapatan Asli Desa

c. Pos Pemberian Pemerintah Pusat

d. Pos Pemberian Pemerintah Provinsi

e. Pos Pemberian Pemerintah Kabupaten

f. Pos lain-lain pendapatan yang sah

Pasal 6

(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa bagian pe- nge luaran terdiri dari 2 (dua) bagian adalah sebagai