Determinan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa (Studi pada Pamong Desa di Wilayah Kabupaten Kebumen)

(1)

Determinan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa

(Studi pada Pamong Desa di Wilayah Kabupaten Kebumen)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh Siti Khusniyatun

7211412060

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

1. “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhan-ku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhan-ku meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” (QS. Al-Kahfi:109)

2. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (QS. Al-Insyirah: 6) 3. Never, ever should a man consider it lost (Raimundo Arruda Sobrinho)

Persembahan

Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Mama dan Bapak tercinta yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan motivasi dalam kondisi apapun.

2. M. Khusaeni, M. Furqoni, M.

Fahmi Ikhwani, M. Khaeroni, M. Sofroni dan Afni Mubarokah,

saudara tercinta yang selalu

mendukung, mendoakan dan

menjadi inspirasi penulis.

3. Akuntansi A 2012 serta Akuntansi S1 dan D3 2012.

4. Almamater Universitas Negeri


(6)

vi PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Determinan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa (Studi pada Pamong Desa di Wilayah Kabupaten Kebumen)”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata 1 (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Penyusunan skripsi dapat terlaksana dengan baik atas bantuan, bimbingan serta kerjasama dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Wahyono, M.M., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Semarang yang telah mengesahkan skripsi ini.

3. Drs. Fachrurrozie, M.Si., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Program Strata I (SI) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

4. Kiswanto, S.E., M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi pengarahan, bimbingan, ide dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini hingga akhir.


(7)

vii

5. Linda Agustina, S.E., M.Si., selaku Dosen Wali Rombongan Belajar (rombel) Akuntansi A Angkatan tahun 2012 Program Strata 1 (S1) Universitas Negeri Semarang yang telah membimbing sejak awal perkuliahan.

6. Bapak dan Ibu Dosen pengampu yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

7. Keluarga Sahara kos, Mutiara kos dan Nabila kos.

8. Teman seperjuangan Hanip, Kaqi, Nining, Wija, Dhini, Dessi dan Novia. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuanya

selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Mei 2016

Penulis (Siti Khusniyatun)


(8)

viii SARI

Khusniyatun, Siti. 2016. “Determinan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa (Studi pada Pamong Desa di Wilayah Kabupaten Kebumen)”.Skripsi. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Kiswanto, S.E., M.Si.

Kata kunci : Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa, Bimbingan Teknis, Pemahaman Tugas Pokok dan Fungsi dalam Organisasi, Pemahaman Mekanisme Penatausahaan Keuangan Desa.

Kebijakan pemerintah memberikan dana dalam jumlah besar kepada desa memiliki tujuan untuk memberikan keleluasaan desa dalam mempergunakan dana desa untuk pemberdayaan desa tersebut. Dana desa yang diperoleh harus dapat dipertanggungjawabkan oleh masing-masing desa, oleh karena itu pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam tata pemerintahannya, khususnya dalam pengelolaan keuangan dana desa tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan teknik purposive

sampling. Populasi yang digunakan adalah pamong desa yang berada di

Kabupaten Kebumen yang terlibat dalam pengelolaan keuangan desa, sedangkan sampel yang berhasil memenuhi kriteria penelitian berjumlah 107 pamong desa dari 38 desa. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa kuesioner yang diberikan kepada pamong desa, sedangkan untuk pengukuran variabel semua data diukur menggunakan skala Likert. Model analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.

Hasil analisis uji regresi linear berganda menunjukkan adanya pengaruh simultan bimbingan teknis, pemahaman tugas pokok dan fungsi dalam organisasi serta pemahaman mekanisme penatausahaan keuangan desa terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, sedangkan pengaruh secara parsial menunjukkan bahwa variabel bimbingan teknis tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaaan keuangan desa, sedangkan variabel pemahaman tugas pokok dan fungsi dalam organisasi serta pemahaman mekanisme penatausahaan keuangan desa berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa. Saran bagi penelitian selanjutnya dengan menggunakan variabel yang sama yaitu menambahkan variabel lain untuk memperkaya penelitian mengenai akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.


(9)

ix ABSTRACT

Khusniyatun, Siti. 2016. “Determinants of Financial Management Accountability of the Village (Study on Rural Government in Territory of Kebumen). Final Project. Accounting Department, Economy Faculty. Semarang State University. Advisor Kiswanto, S.E., M.Si.

Key word: Financial Management Accountability of the Village, Technical Guidance, Understanding the Main Duties and Functions in the Organization, Understanding Mechanisms of Financial Administration of the Village.

Government policies provide substantial funds to the village has a goal to provide flexibility of the village in the use of village funds to village empowerment. Village funds obtained should be accountable by each village, therefore the village government should be able to apply the principle of accountability in its governance, especially for financial management of village fund. This study aims to know the determinant of financial management accountability of the village.

This research is a quantitative study with purposive sampling technique. The population used was the village located in Kebumen involved in the management of village finances, while samples were successfully met the study criteria device totaled 107 apparatus of the village from 38 villages. The data used in this study are primary data in the form of questionnaires to the apparatus of the village, whereas for all variable measurement data is measured using a Likert scale. The analysis model used is multiple linear regression analysis.

The results of the analysis of multiple linear regression tests indicated the presence of simultaneous technical guidance, understanding the main duties and functions in the organization and understanding mechanisms financial administration of the village to the accountability of the financial management of the village, while the partial effect indicates that the variable technical guidance does not affect the accountability of financial management of the village, while variable understanding of main duties and functions in the organization and understanding the mechanism of financial administration of the village significant effect on financial management accountability of the village. Suggestions for further research using the same variables that added other variables to enrich research on accountability in financial management of the village.


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 14

1.3. Tujuan Penelitian ... 15

1.4. Kegunaan Penelitian... 15

1.4.1. Bagi pengembangan Ilmu (teoritis) ... 15

1.4.2. Bagi Kepentingan Praktis ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 17


(11)

xi

2.1.1. Stewardship Theory ... 17

2.1.2. Teori Pendidikan dan Pelatihan ... 18

2.1.3. Teori Kompetensi ... 20

2.1.4. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa ... 21

2.1.5. Bimbingan Teknis ... 29

2.1.6. Pemahaman Tugas Pokok dan Fungsi dalam Organisasi ... 34

2.1.7. Pemahaman Mekanisme Penatausahaan Keuangan Desa ... 38

2.2. Penelitian Terdahulu ... 42

2.3. Kerangka Berpikir ... 47

2.4. Pengembangan Hipotesis Penelitian ... 48

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Desain Penelitian ... 53

3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 54

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 55 3.3.1. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa ... 56

3.3.2. Bimbingan Teknis ... 57

3.3.3. Pemahaman Tugas Pokok dan Fungsi dalam Organisasi ... 58

3.3.4. Pemahaman Mekanisme Penatausahaan Keuangan Desa ... 59


(12)

xii

3.5. Metode Analisis Data ... 61

3.5.1. Statistik Deskriptif ... 62

3.5.2. Uji Kualitas Data ... 66

3.5.3. Uji Normalitas ... 68

3.5.4. Uji Asumsi Klasik ... 68

3.5.5. Analisis Regresi Berganda ... 70

3.5.6. Uji Hipotesis ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 74

4.2. Hasil Penelitian ... 75

4.2.1. Statistik Deskriptif ... 75

4.2.1.1.Analisis Deskriptif Responden ... 77

4.2.1.2.Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ... 78

4.2.2. Uji Kualitas Data ... 87

4.2.2.1.Uji Reliabilitas ... 87

4.2.2.2.Uji Validitas ... 88

4.2.3. Uji Normalitas ... 89

4.2.4. Uji Asumsi Klasik ... 92

4.2.4.1. Uji Multikolinearitas ... 92

4.2.4.2 Uji Heteroskedastisitas. ... 93

4.2.5. Analisis Regresi Berganda ... 95

4.2.6. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 96


(13)

xiii

4.2.6.2.Uji Parsial (Uji t) ... 97

4.2.6.3.Uji Koefisien Determinasi... 99

4.3. Pembahasan ... 101

4.3.1. Pengaruh Bimbingan Teknis Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa ... 101

4.3.2. Pengaruh Pemahaman Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dalam Organisasi Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa ... 104

4.3.3.Pengaruh Pemahaman Mekanisme Penatausahaan Keuangan Desa Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa ... 107

BAB V PENUTUP 5.1.Simpulan ... 109

5.2.Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 43

Tabel 3.1. Penentuan Jumlah Sampel ... 55

Tabel 3.2. Kategori Variabel Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa ... 64

Tabel 3.3. Kategori Variabel Bimbingan Teknis ... 64

Tabel 3.4. Kategori Variabel Pemahaman Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dalam Organisasi ... 65

Tabel 3.5. Kategori Variabel Pemahaman Mekanisme Penatausahaan Keuangan Desa ... 66

Tabel 4.1. Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 76

Tabel 4.2. Daftar Desa yang Menjadi Sampel Penelitian ... 76

Tabel 4.3. Deskripsi Karakteristik Responden ... 77

Tabel 4.4. Deskripsi Frekuensi Indikator Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa ... 78

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Indikator Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa... 80

Tabel 4.6. Deskripsi Frekuensi Indikator Bimbingan Teknis ... 81

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Variabel Bimbingan Teknis ... 82

Tabel 4.8. Deskripsi Frekuensi Indikator Pemahaman Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dalam Organisasi ... 82


(15)

xv

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Variabel Pemahaman Tugas Pokok

dan Fungsi (Tupoksi) dalam Organisasi ... 84

Tabel 4.10. Deskripsi Frekuensi Indikator Pemahaman Mekanisme Penatausahaan Keuangan Desa ... 85

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Variabel Pemahaman Mekanisme Penatausahaan Keuangan Desa ... 86

Tabel 4.12. Hasil Uji Reliabilitas ... 87

Tabel 4.13. Hasil Uji Validitas ... 88

Tabel 4.14. Hasil Uji Normalitas ... 90

Tabel 4.15. Hasil Uji Multikolinearitas... 92

Tabel 4.16. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 95

Tabel 4.17. Hasil Uji F ... 97

Tabel 4.18. Hasil Uji t ... 98

Tabel 4.19. Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis ... 99


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Alur Pengelolaan Keuangan Desa ... 28

Gambar 2.2. Kerangka Bimbingan Teknis ... 31

Gambar 2.3. Kerangka pemikiran teoritis ... 47

Gambar 4.1. Hasil Uji Normalitas Grafik P-Plot ... 91


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian ... 117

LAMPIRAN 2 Tabulasi Hasil Jawaban Responden ... 124

LAMPIRAN 3 Output SPSS 21 Uji Reliabilitas dan Validitas ... 137

LAMPIRAN 4 Statistik Deskriptif ... 140

LAMPIRAN 5 Uji Normalitas ... 142

LAMPIRAN 6 Uji Asumsi Klasik ... 144

LAMPIRAN 7 Output SPSS 21 Regresi Linear Berganda ... 145


(18)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem keuangan pemerintah daerah. Implementasi perundang-undangan ini kemudian dikeluarkan aturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Paket peraturan perundang-undangan ini dimaksudkan untuk mengawal pengelolaan keuangan daerah yang banyak mengalami perubahan dan perbaikan seiring semangat reformasi manajemen keuangan pemerintah (Warisno, 2009: 2 dalam Oktaviyah, 2014). Perwujudan sistem manajemen keuangan pemerintah yang transparan dan akuntabel sangat perlu didukung oleh penyelenggaraan yang merata sampai pada tingkat pemerintahan terendah. Sesuai dengan pengertian asas desentralisasi, pemerintah desa sebagai pemerintahan tingkat terendah diberi kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahannya (Oktaviyah, 2014).

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


(19)

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 24 menjelaskan bahwa asas penyelenggaraan pemerintahan desa adalah kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemerintahan, tertib kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas/efisiensi, kearifan lokal, keberagaman dan partisipatif. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Pasal 71 menyebutkan bahwa keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan keuangan desa, pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta Peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, memberikan amanat kepada desa untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat, serta mandiri dalam mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desa. Semua urusan yang terkait dengan keuangan dilaksanakan berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau APBDesa. APBDesa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa. APBDesa merupakan keseluruhan gambaran keuangan desa. APBDesa dikelola oleh pemerintah desa. Pengelolaan keuangan desa meliputi serangkaian kegiatan


(20)

dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, sampai pertanggungjawaban.

Pamong desa dalam menyelenggarakan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Desa, tentu dalam pelaksanaanya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Permasalahan terkait kesenjangan penerimaan antar desa selalu menjadi topik utama di kalangan pemerintah desa. Alasannya, tingkat kemampuan tiap-tiap desa dalam mengupayakan sumber penerimaan pun berbeda-beda, sementara Undang-Undang Desa memperlakukan hal yang sama terhadap semua desa, baik desa yang berada di daerah perkotaan maupun daerah terpencil, baik desa dengan kemampuan sumber daya manusia yang memadai ataupun desa dengan kemampuan sumber daya manusia yang kurang memadai. Berangkat dari permasalahan tersebut, melalui Undang-undang Desa ini, pemerintah memberikan jaminan bahwa setiap desa akan menerima dana melalui anggaran negara dan daerah yang jumlahnya jauh lebih besar di atas jumlah yang selama ini tersedia dalam anggaran desa. Penambahan penerimaan desa tersebut, diharapkan dapat menjadi solusi atas permasalahan kesenjangan penerimaan antar desa dan akhirnya semua desa dapat meningkatkan kesejahteraan desa serta kualitas hidup masyarakatnya.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuktikannya dengan mengeluarkan kebijakan yakni menganggarkan Dana Desa secara nasional dalam APBN setiap tahun yang dimulai pada tahun 2015. Dana desa yang dianggarkan untuk tahun 2015 sejumlah Rp 20,7 triliun berdasarkan Rincian Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam Peraturan Presiden Nomor


(21)

162 Tahun 2014 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015. Dana desa ini ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota dan disalurkan secara langsung kepada 74.093 desa di seluruh Indonesia, sehingga paling tidak setiap desa menerima dana desa sekitar Rp 270 juta, dan akan meningkat di tahun 2016. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar pertama dalam sejarah APBN yang dialokasikan untuk desa.

Desa yang berada di Indonesia menerima dana desa secara langsung dari APBN, selain itu desa juga menerima sumber pendapatan lainnya yang tidak kalah besarnya, yaitu berasal dari transfer dana pusat melalaui APBD Kabupaten/Kota yang dikenal dengan Alokasi Dana Desa (ADD). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, formulasi perhitungan Alokasi Dana Desa adalah paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Apabila menggunakan data Rincian Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam Peraturan Presiden Nomor 162 Tahun 2014 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka terdapat potensi antara Rp 30-40 triliun dana yang mengalir ke desa dengan menggunakan mekanisme ADD. Dibandingkan dengan kondisi yang ada sebelum UU No 6 Tahun 2014 berlaku, penambahan alokasi dana untuk desa tersebut tentu sangat meningkatkan jumlah penerimaan desa, belum lagi ditambah dengan sumber penerimaan lainnya seperti dari Pendapatan Asli Desa (PAD), bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD


(22)

Kabupaten/Kota, hibah atau sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, dan lain-lain pendapatan desa yang sah.

Kebijakan pemerintah memberikan dana dalam jumlah besar kepada desa tentu bukan serta merta tanpa tujuan. Seperti diterangkan dalam artikel Dana Desa pada warta Badan Pemeriksaan Kuangan (BPK) bulan Juni 2015, bahwa “Tujuan dikucurkannya dana desa adalah memberikan keleluasaan desa untuk mempergunakan dana desa untuk pemberdayaan desa, baik pembangunan infrastruktur maupun pemberdayaan masyarakat desa, tetapi apabila salah urus atau bahkan rawan penyimpangan, maka tujuan yang baik itu justru akan membawa sengkarut.” Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan desa ini harus bekerja sama dan bersinergi agar Dana Desa dan Alokasi Dana Desa ini dikelola dengan efektif dan efisien, transparan dan akuntabel. Pihak yang harus bekerja ekstra tidak hanya pemerintah desa namun juga pemerintah daerah bahkan pemerintah pusat. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan pengelolaan keuangan desa tidak salah urus dan tidak mencederai kepercayaan masyarakat.

Begitu besar peran yang diterima oleh desa, tentunya disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Oleh karena itu, pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam tata pemerintahannya, dimana semua

akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan. Akuntabilitas ini merupakan satu langkah menuju perwujudan good governance, Good Governance diartikan sebagai tata kepemerintahan yang baik. Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntutan masyarakat yang harus


(23)

dipenuhi, sedangkan akuntabilitas merupakan salah satu pilar tata kelola yang selalu menjadi perhatian utama publik.

Akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyatnya yakni apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi janji terhadap mandat yang diberikan oleh rakyat melalui konstitusi negara (Istianto, 2011: 95). Menurut Putro (2013) teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kuat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik. Pemerintah desa yaitu pamong desa akan berusaha secara maksimal dalam menjalankan pemerintahan desa untuk mencapai tujuan pemerintah yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Putro juga menjelaskan apabila tujuan ini mampu tercapai maka rakyat selaku pemilik akan merasa puas dengan kinerja pemerintah. Pemerintah desa akan berperilaku sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan. Akuntabilitas merujuk pada bagaimana pemerintah mempertanggungjawabkan penggunaan dana publik, dan memastikan apakah sumber daya yang ada dimanfaatkan secara ekonomis, efisien dan efektif, dimana masyarakat atau publik selalu menuntut pemerintahan yang bersih, bertanggung jawab, dan transparan terhadap akuntabilitas keuangan pemerintah. Tuntutan ini diarahkan pada semua tingkatan pemerintahan, mulai dari pemerintah pusat hingga ke pemerintah desa.

Menurut Nordiawan (2006) akuntabilitas adalah mempertanggung jawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin


(24)

bahwa tiap-tiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintahan desa dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh lapisan masyarakat secara terbuka. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuanagan desa.

Cita-cita mewujudkan akuntabilitas pengelolan keuangan desa tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berdasarkan Laporan Kajian Sistem Pengelolaan Keuangan Desa: Alokasi Dana Desa dan Dana Desa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan di lima sampel pada tahun 2015, yaitu Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah, kabupaten Kampar Provinsi Riau, Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah, diperoleh hasil bahwa akuntabilitas keuangan di desa masih rendah. KPK menemukan sejumlah temuan yang mengakibatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa di kelima sampel menjadi rendah. Temuan tersebut adalah potensi masalah regulasi, tata laksana, pengawasan, dan SDM.

Berbagai penjelasan dan laporan kajian KPK di atas, diketahui Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu dalam hal ini pemerintah desa, dimana pemerintah desa inilah yang mengelola keuangan desa yang dimulai dari proses perencanaan, kemudian ada pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan sampai pada proses pertanggungjawaban memiliki peran yang sangat penting. Berlakunya Undang-undang Desa menuntut SDM pemerintah desa harus memiliki kemampuan yang


(25)

lebih dalam mengelola keuangan desa, mengingat semakin kompleksnya keuangan desa saat ini. Pengembangan SDM memerlukan upaya terarah dan terencana salah satunya dengan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, menurut Oemar Hamalik (2007:11) pelatihan diberikan dalam bentuk pemberian bantuan. Bantuan dalam hal ini dapat berupa pengarahan, bimbingan, fasilitas, penyampaian informasi, latihan keterampilan, pengorganisasian suatu lingkungan belajar, yang pada dasarnya peserta telah memiliki potensi dan pengalaman, motivasi untuk melaksanakan sendiri kegiatan latihan dan memperbaiki dirinya sendiri sehingga mampu membantu dirinya sendiri, bimbingan teknis merupakan salah satu proses bantuan yang diberikan kepada individu. Bimbingan teknis adalah bentuk kegiatan yang di dalamnya mengandung pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pemerintah desa. Kompetensi merupakan suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo saat menghadiri Wisuda Praja IPDN di kampus IPDN, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Minggu, 14 Juni 2015, menyatakan pihaknya telah melatih secara terpadu para aparat desa. Pelatihan tersebut dikoordinasikan dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. “Utamanya tentang tata kelola dan sistematika dalam membuat laporan penggunaan keuangan desa dengan benar,” ucapnya. Pelatihan tersebut diharapkan para aparatur desa tahu mekanisme,


(26)

aturan dan penggunaan anggaran desa dengan benar. “Pokoknya harus efektif untuk menekan potensi korupsi,” jelas Tjahjo ucapnya (Warta BPK, 2015).

Diselenggarakannya berbagai bimbingan teknis terkait pengelolaan keuangan desa adalah upaya pemerintah mendorong terwujudnya akuntabilitas pengelolaan keuangan desa. Bimbingan teknis dilakukan dalam rangka untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pemerintah desa yang sudah dimiliki agar kemampuan pemerintah desa semakin baik. Diskusi panel yang dilaksanakan pada Jumat, 5 Juni 2015 dengan tema “Mengawal dana Desa” Wakil Ketua DPD, Farouk Muhammad menyatakan bahwa, “Kemampuan perangkat desa dalam mengelola dana desa menjadi hal yang sangat strategis ke depan. Dana desa yang seharusnya menjadi berkah jangan sampai berubah menjadi bencana akibat salah urus dan berbagai penyimpangan (korupsi), sehingga kesiapan administrasi dan sumber daya pengelolaan keuangan desa menjadi mutlak. Pelatihan, pendampingan, dan penguatan kapasitas harus dilakukan berkesinambungan, sistematis dan terarah” (Warta BPK, 2015).

Pemahaman pemerintah desa mengenai tugas pokok dan fungsinya dalam organisasi juga menjadi salah satu faktor penentu akuntabilitas pengelolaan keuangan desa. Pemerintahan desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat yang memiliki peran strategis untuk mengatur masyarakat yang ada di pedesaan demi mewujudkan pembangunan pemerintah (Sujarweni, 2015). Berdasarkan perannya tersebut, maka diterbitkanlah peraturan-peraturan atau undang-undang yang berkaitan dengan pemerintahan desa yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda pemerintahan berjalan dengan optimal.


(27)

Segala hal yang berkaitan dengan desa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 23, pemerintahan desa diselenggarakan oleh pemerintah desa. Pemerintah desa yaitu kepala desa sebagai pemegang jabatan tertinggi pada penyelenggaraan pemerintahan desa dan Pelaksana Teknis Pegelolaan Keuangan Desa (PTPKD)

Setiap jabatan dalam pemerintahan desa memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda. Tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan telah diatur berdasarkan peraturan yang berlaku. Kemampuan pemerintah desa dalam mengerti serta memahami masing-masing tugas, dan fungsinya, membantu kelancaran dalam pengelolaan keuangan desa. Hal ini dikarenakan setiap pemerintah desa telah paham dengan fungsi serta job descriptionnya, sehingga tidak akan terjadi ketimpangan tugas. Mengenai pengelolaan keuangan dalam akuntansi sektor publik, menatausahakan semua penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan di desa merupakan salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik, sehingga pemahaman mekanisme penatausahaan adalah hal yang harus dimiliki oleh pemerintah desa. Pemahaman memadai yang dimiliki oleh pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa (PTPKD) diharapkan dapat memperlancar mekanisme penatusahaan pengelolaan keuangan desa sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kepala desa sebagai pemegang kekuasaan pengelola keuangan desa memiliki kewenangan menetapkan bendahara desa untuk melaksanakan penatausahaan keuangan desa. Bendahara


(28)

adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh kepala desa bertugas untuk menerima, menyimpan, kemudian menyetorkan atau membayar, menatausahakan, serta mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa (Permendagri 113/2014, pasal 7). Bendahara sebagai penanggung jawab dalam seluruh proses penatausahaan keuangan di pemerintahan desa sampai pada penyusunan laporan pertanggungjawaban keuangan dihadapkan pada keharusan untuk memiliki pengetahuan yang memadai di bidang keuangan desa. Interpretasi bendahara terhadap aturan yang menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya berpengaruh pada hasil laporan pertanggungjawabannya. Pemahaman tugas pokok dan fungsinya dalam organisasi serta pemahaman mekanisme penatausahaan keuangan desa ini merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh pamong desa. Kompetensi didefinisikan sebagai kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat orang tersebut mampu memenuhi apa yang disyaratkan oleh pekerjaan dalam suatu organisasi sehingga organisasi tersebut mampu mencapai hasil yang diharapkan. Ketika pamong desa memiliki pemahaman tugas pokok dan fungsinya serta pemahaman penatausahaan keuangan desa, diharapakan pekerjaan yang diberikan dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan dapat mencapai hasil yang diharapakan.

Studi menunjukkan masih ada pemerintah desa yang tidak mampu mewujudkan akuntabilitas keuangan ini, meskipun tuntutan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan semakin tinggi. Studi yang dilakukan oleh Setyoko (2010) yang melakukan penelitian mengenai Akuntabilitas Administrasi


(29)

Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Purbalingga menemukan bahwa kegagalan mewujudkan akuntabilitas vertikal dan horizontal administrasi keuangan ADD menunjukkan pengelolaan keuangan negara pada tingkat desa belum berhasil. Sistem dan mekanisme pelaporan keuangan yang telah disusun dengan baik dan rinci oleh pemerintah kabupaten, ternyata tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh aparat pemerintah desa. Kegagalan ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan administratif aparat pemerintah desa, tidak adanya sanksi yang tegas dari pemerintah kabupaten terkait dengan dengan ketertiban administrasi keuangan ADD, serta masyarakat pedesaan yang kurang peduli terhadap persoalan akuntabilitas administrasi keuangan ADD. Sejalan dengan studi Setyoko (2010), studi Furqoni (2010) yang dilakukan di Desa Kalimo Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep juga menunjukkan hasil yang sama, yakni belum terwujudnya akuntabilitas pada desa. Studi Furqoni menyatakan transparansi terjadi hanya ketika perencanaan saja. Hampir semua proses tidak memenuhi prinsip tanggung jawab karena ada beberapa hal dalam proses yang tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 37/2007. Sementara akuntabilitas sangat rendah karena tanggung jawab tidak melibatkan BPD (Badan Permusyawaratan Desa).

Berbeda dari penelitian Setyoko (2010) dan Furqoni (2010), studi yang dilakukan oleh Irma (2014) dan Romatis (2015) memperoleh hasil bahwa desa berhasil mewujudkan akuntabilitas keuangan. Studi yang dilakukan oleh Irma (2014) memperoleh hasil bahwa akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa di wilayah Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi dilihat dari tahap perencanaan,


(30)

pelaksanaan dan pertanggungjawaban baik secara teknis maupun administrasi sudah berjalan dengan baik, namun dalam hal pertanggungjawaban administrasi keuangan kompetensi sumber daya manusia pengelola masih memerlukan pendampingan dari aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi. Studi Romantis (2015) mengenai Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo Tahun 2014, menerangkan bahwa pada ketiga tahapan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban sudah memenuhi asumsi akuntabilitas. Tahap perencanaan ADD di 8 (delapan) desa telah menerapkan prinsip partisipasi dan transparansi. Hal ini dibuktikan dengan antusiasme masyarakat dalam forum musyawarah desa. Tahap pelaksanaan sudah menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, dilihat dengan adanya informasi mengenai jadwal pelaksanaan fisik yang didanai ADD dan akuntabilitas sudah terlakasana sepenuhnya karena pertanggungjawaban secara fisik dan administrasinya sudah selesai dan lengkap, pada tahap pertanggungjawaban ADD baik secara teknis maupun administrasi sudah baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Lestari dkk (2014) yang berjudul

Membedah Akuntabilitas Praktik Pengelolaan Keuangan Desa Pakraman

Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali menemukan bahwa proses akuntabilitas pengelolaan keuangan desa Pakraman Kubutambahan telah berlangsung secara konsisten setiap bulan dengan menggunakan sistem akuntansi sederhana. Studi lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan dana desa yaitu Subroto (2009) menyatakan dalam hasil penelitiannya mengenai akuntabilitas pengelolaan dana desa menunjukkan bahwa


(31)

untuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan alokasi dana desa, sudah menampakkan adanya pengelolaan yang akuntabel dan transparan, sedangkan dalam pertanggungjawaban dilihat secara hasil fisik sudah menunjukkan pelaksanaan yang akuntabel dan transparan, namun dari sisi administrasi masih diperlukan adanya pembinaan lebih lanjut, karena belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.

Berdasarkan uraian tersebut, untuk mengetahui akuntabilitas pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Kebumen, maka peneliti mengambil judul penelitian “DeterminanAkuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa (Studi pada Pamong Desa di Wilayah Kabupaten Kebumen)”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil uraian pada latar belakang menunjukkan bahwa akuntabilitas pegelolaan keuangan desa masih perlu ditingkatkan untuk setiap desa yang telah menerima alokasi dana desa.

Secara rinci dalam permasalahan penelitian ini dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Apakah bimbingan teknis berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa ?

2) Apakah pemahaman tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam organisasi berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa ?

3) Apakah pemahaman mekanisme penatausahaan keuangan desa berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa ?


(32)

1.3. Tujuan Penelitian

Menurut latar belakang dan rumusan masalah yang telah telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1) Pengaruh bimbingan teknis terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa 2) Pengaruh pemahaman tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam organisasi

terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa

3) Pengaruh mekanisme penatausahaan keuangan desa terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan ataupun manfaat bagi pengembangan ilmu (teoritis) dan bagi kepentingan praktis.

1.4.1. Bagi Pengembangan Ilmu (teoritis)

Kegunaan teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya di samping sebagai sarana untuk menambah wawasan mengenai pelaksanaan pengelolaan keuangan pemerintahan desa.

1.4.2. Bagi Kepentingan Praktis

Manfaat praktis bagi peneliti, penelitian ini menjadi media untuk mengaplikasikan berbagai teori yang dipelajari. Selain itu, dengan melakukan penelitian ini maka peneliti mendapatkan tambahan pengetahuan dan wawasan keilmuan mengenai sistem pengelolaan keuangan pemerintah khususnya keuangan pemerintahan desa. Kegunaan bagi pemerintah desa adalah hasil


(33)

penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam penerapan peraturan yang berkaitan dengan penatausahaan keuangan di pemerintahan desa. Manfaat lain dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di pemerintahan desa.


(34)

17 2.1. Landasan Teori

2.1.1. StewardshipTheory

Teori stewardship diperkenalkan sebagai teori yang berdasarkan tingkah laku, perilaku manusia (behavior), pola manusia (model of man), mekanisme psikologis (motivasi, identifikasi dan kekuasaan) dalam sebuah organisasi yang mempraktikan kepemimpinan sebagai aspek yang memainkan peranan penting bagi sebuah pencapaian tujuan (Ikhsan dan Suprapto, 2008: 84).

Stewardship (suatu sikap melayani), merupakan suatu pandangan baru tentang mengelola dan menjalankan organisasi yang bergeser dari konsep kepemimpinan dan manajemen yang mengendalikan (control) dan mengarahkan, ke arah konsep pengaturan, kemitraan, dan kepemilikan secara bersama oleh anggota organisasi, yang merasa organisasi menjadi sesuatu miliknya ataupun satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari diri sendiri.

Menurut Donaldson dan Davis (1991) menggambarkan bahwa teori stewardship didefinisikan sebagai situasi di mana para steward (pengelola) tidak mempunyai kepentingan pribadi tetapi lebih mementingkan kepentingan principal (pemilik) (Ikhsan dan Suprapto, 2008: 85). Kondisi ini didasari sikap melayani yang demikian besar dibangun oleh steward. Sikap melayani sebagai suatu sikap yang menggantikan kepentingan pribadi dengan pelayanan sebagai landasan bagi pemilikan dan penggunaan kekuasaan (power). Mengintegrasikan kembali


(35)

pengurusan pekerjaan, pemberdayaan, kemitraan, dan penggunaan kekuasaan dengan benar, maka tujuan individu secara otomatis terpenuhi dengan sendirinya. Steward (pengelola) percaya bahwa kepentingan mereka akan disejajarkan dengan kepentingan organisasi dan principal (pemilik).

Berdasarkan teori stewardship, diasumsikan pemerintah desa sebagai pengelola meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta keinginan dan kebutuhan masyarakat selaku principal. Pemerintah desa akan berperilaku sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan, ketika terjadi benturan antara kepentingan dua pihak tersebut, pemerintah desa sebagai Steward akan berusaha bekerja sama dari pada menentangnya, karena pemerintah desa merasa kepentingan bersama menjadi lebih utama dan berperilaku sesuai dengan aturan pemerintah daerah dan pusat serta sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat merupakan pertimbangan yang rasional karena pemerintah desa lebih melihat pada usaha untuk mencapai tujuan organisasi dan bukan pada tujuan individu.

2.1.2. Teori Pendidikan dan Pelatihan

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan intelektual dan kepribadian manusia. Sedangkan menurut Hasibuan (2003) pendidikan dan pelatihan merupakan proses peningkatan


(36)

keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama dan biasanya menjawab why. Sedangkan pelatihan berorientasi di lapangan, berlangsung singkat dan biasanya menjawab how. Pendapat ahli lainnya yaitu dari Simamora (2004) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan pegawai adalah suatu persyaratan pekerjaan yang dapat ditentukan dalam hubungannya dengan keahlian dan pengetahuan berdasarkan aktivitas yang sesungguhnya dilaksanakan pada pekerjaan. Pendidikan dan pelatihan bagi pegawai baru adalah mengenal dan menguasi pekerjaanya sedangkan bagi pegawai lama meningkatkan hasil pekerjaan baik sekarang maupun di masa datang. Pendidikan dan pelatihan tidak hanya berlaku bagi pegawai baru akan tetapi juga bagi pegawai lama yang juga sudah berpengalaman karena masih perlu belajar menyesuaikan dengan organisasi, orang-orangnya, kebijaksnaan-kebijaksanaannya dan prosedur-prosedurnya. Menurut Oemar Hamalik (2007:11) pelatihan diberikan dalam bentuk pemberian bantuan. Bantuan dalam hal ini dapat berupa pengarahan, bimbingan, fasilitas, penyampaian informasi, latihan keterampilan, pengorganisasian suatu lingkungan belajar, yang pada dasarnya peserta telah memiliki potensi dan pengalaman, motivasi untuk melaksanakan sendiri kegiatan latihan dan memperbaiki dirinya sendiri sehingga mampu membantu dirinya sendiri, bimbingan merupakan salah satu proses bantuan yang diberikan kepada individu. Menurut Moegiadi (2004) bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya dengan lingkungan, memilih, menentukan dan


(37)

menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan dari lingkungan. Kesimpulan dari berbagai penjelasan di atas adalah bahwa pendidikan dan pelatihan pegawai merupakan suatu persyaratan pekerjaan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan, keahlian dan pengetahuan berdasarkan aktivitas kerja yang sesungguhnya terinci dan rutin agar dapat menjalankan dan meyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Bimbingan teknis yang diberikan pada apratur pemerintah desa merupakan salah satu bentuk pelatihan yang bertujuan agar aparatur desa dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan peraturan yang ada.

2.1.3. Teori Kompetensi

Menurut Boyatzis (1982) kompetensi didefinisikan sebagai kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat orang tersebut mampu memenuhi apa yang disyaratkan oleh pekerjaan dalam suatu organisasi sehingga organisasi tersebut mampu mencapai hasil yang diharapkan. Hutapea dan Thoha (2008:28), mengungkapkan bahwa ada tiga komponen utama pembentukan kompetensi yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang, kemampuan dan perilaku individu.

1. Pengetahuan (Knowledge) adalah informasi yang dimilki seseorang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan bidang yang digelutinya (tertentu). Pengetahuan seseorang turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya, seseorang yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan meningkatkan efisiensi


(38)

pekerjaannya. Namun bagi seseorang yang belum mempunyai pengetahuan cukup, maka akan bekerja tersendat-sendat.

2. Keterampilan (skill) merupakan suatu upaya untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan instansi atau organisasi kepada seorang karyawan atau pegawai dengan baik dan maksimal.

3. Sikap (attitude) merupakan pola tingkah laku seorang karyawan atau pegawai di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan yang ada. Apabila karyawan atau pegawai mempunyai sifat yang mendukung pencapaian tujuan organisasi, maka secara otomatis segala tugas yang dibebankan kepadanya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Berhasil tidaknya pelaksanaan suatu sistem pengelolaan keuangan daerah sangat tergantung dari kompetensi para pengelolanya (Warisno, 2009:3). Pengelola keuangan desa, khususnya dalam hal ini yaitu bendahara desa harus dapat memahami penatusahaan keuangan desa dengan baik dan benar karena suatu pemerintahan desa yang baik diperlukan sistem pengelolaan keuangan desa yang baik, transparan, akuntabel dan berkeadilan (Maryunani, 2006:6). Pengelolaan keuangan desa yang baik tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan ekonomi desa yang kuat dan mandiri

2.1.4. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa

Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia sekarang ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Stanbury (2003) mengartikan akuntabilitas


(39)

sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006). Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya. Tuntutan akuntabilitas sektor publik terkait dengan perlunya dilakukan transparansi dan pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.

Akuntabilitas publik sendiri adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tangggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu : (1) akuntabilitas vertikal (vertical accountability) dan (2) akuntabilitas horisontal (horizontal accountability). Pertanggungjawaban vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawaban pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban bendahara desa terhadap kepala desa, pertanggungjawaban dari unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat dan pemerintah pusat kepada MPR. Pertanggungjawaban horizontal (horizontal accountability) adalah pertanggunjawaban kepada masyarakat luas.


(40)

Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horisontal (horizontal accountability) bukan hanya pada pertanggungjawaban vertikal (vertical accountability). Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga sektor publik. Akuntabilitas pemerintahan yang ada di desa dalam pengelolaan keuangan desa merupakan pelaporan yang menggambarkan kinerja lembaga sektor publik tersebut.

Empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik menurut Ellwood (1993) dalam (Mardiasmo, 2009: 20) meliputi:

1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality)

Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan

penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan

akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.

2. Akuntabilitas proses (process accountability)

Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik


(41)

yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber inefisiensi dan pemborosan yang mnyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan. Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas proses juga terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender untuk melaksanakan proyek-proyek publik, yang harus dicermati dalam pemberian kontrak tender adalah apakah proses tender telah dilakukan secara fair melalui Compulsory Competitive Tendering (CCT), ataukah dilakukan melalui pola Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

3. Akuntabilitas Program ( Program Accountability)

Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.

4. Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability)

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sasaran pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan yang


(42)

disajikan dan peraturan perundangan yang berlaku yang mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang oleh instansi pemerintahan (BPKP, 2000). Jenis-jenis akuntabilitas antara lain akuntabilitas finansial, akuntabilitas manfaat, dan akuntabilitas prosedural. Penelitian ini lebih menekankan pada akuntabilitas finansial.

Menurut Mahmudi (2007) Akuntabilitas Finansial merupakan pertanggung jawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan dana publik secara ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial menjadi penting karena pengelolaan keuangan publik akan menjadi perhatian utama masyarakat.

Pengertian keuangan desa menurut Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 71 adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan yang perlu diatur dalam pengelolaan keuangan desa yang baik. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa, dengan periodisasi 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai tanggal 1 januari sampai dengan 31 Desember.

Akuntabilitas pengelolaan keuangan desa adalah pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan mengenai keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,


(43)

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa. Pelaksana kekuasaan pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa, selanjutnya menguasakan sebagian kekuasaannya kepada pamong desa. Adapun akuntabilitas finansial dalam pengelolaan keuangan desa, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Keakuratan

Menurut Mahmudi (2007) keakuratan adalah teliti, tepat, cermat, dan bebas dari kesalahan. Pengelolaan keuangan desa khususnya dalam pembuatan dan penyelesaian laporan-laporan keuangan dan laporan pertanggungjawaban harus dikerjakan dengan teliti, tepat, dan bebas dari kesalahan sehingga informasi-informasi dari laporan keuangan dan pertanggungjawaban tersebut jelas maksudnya.

2. Transparansi

Transparansi adalah keterbukaan mengenai APBDesa yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluasnya-luasnya tentang keuangan desa (Riyanto, 2015). Transparansi menjadi sangat penting dalam pengelolaan keuangan desa dikarenakan agar pihak Pemerintah Desa kepada masyarakat desa mengenai dana-dana desa yang telah teranggarkan dapat dipertanggungjawabkan dengan terbuka kepada masyarakat Desa.

3. Ketepatan Waktu

Ketepatan waktu adalah laporan pertanggungjawaban dapat diselesaikan tepat waktu atau suatu hasil kerja dapat dacapai tepat waktu (Riyanto, 2015).


(44)

4. Validitas

Menurut Pasolong (2012) validitas adalah sejauh mana ketepatan, kesesuaian, atau kecocokkan suatu alat untuk mengukur apa yang akan diukur. Dalam pengelolaan keuangan desa, terutama dana desa harus diprioritaskan untuk kebutuhan masyarakat Desa.

5. Relevansi

Menurut Pasolong (2012) relevansi adalah kesesuaian sesuatu hasil yang diinginkan. Pengelolaan keuangan desa harus benar-benar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat Desa, secara umum sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam mendapatkan fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Desa.

6. Keandalan Informasi

Menurut Mahmudi (2007) keandalan informasi adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau alat ukur yang sama. Pengelolaan keuangan desa menjelaskan bahwa dana desa yang telah diperoleh dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya.


(45)

Berikut ini adalah gambaran alur pengelolaan keuangan desa:

Gambar 2.1. Alur Pengelolaan Keuangan Desa

Sumber : TIM : Eks. Faskeu PNPM-MPd. Jawa Timur dalam pemaparan Kesiapan dan Penyiapan Pengelolaan Keuangan Desa (dalam Kerangka No. 6 tahun 2014)

Tahapan dalam alur pengelolaan keuangan desa di atas, memiliki aturan-aturan yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan baik. Keuangan desa harus dikelola berdasarkan asas-asas yang baik sebagaimana tertuang dalam Permendagri No 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 2. Asas-asas pengelolaan keuangan desa tersebut adalah transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

Sujarweni (2015) mengungkapkan bahwa transparan adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses


(46)

pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai, sedangkan partisipatif adalah prinsip di mana bahwa setiap warga desa pada desa yang bersangkutan mempunyai hak untuk terlibat dalam setiap pengambilan keputusan pada setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa di mana mereka tinggal. Darise (2006) menyatakan bahwa akuntabel berarti suatu perwujudan kewajiban seseorang atau satuan kerja dalam pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Tertib dan disiplin anggaran adalah pengelolan keuangan desa harus mengacu pada aturan dan pedoman yang melandasinya, dalam hal ini yaitu mengacu pada APBDesa.

2.1.5. Bimbingan Teknis

Program bimbingan teknis atau pelatihan-pelatihan dilakukan guna mengembangkan serta meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan dari anggota organisasi agar kemamampuan yang telah dimiliki semakin membaik. Pendidikan formal ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja, sedangakan bimbingan teknis atau pelatihan ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini (Windiastuti, 2013).

Bimbingan teknis adalah suatu kegiatan yang diperuntukkan untuk memberikan bantuan yang pada umumnya berupa nasehat dan tuntutan untuk


(47)

menyelesaikan persoalan atau masalah yang bersifat teknis. Tujuan bimbingan teknis adalah untuk menyelesaikan masalah atau kasus yang terjadi dan dihadapi oleh para pegawai/pejabat sehingga penyelesainnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asistensi ataupun bimbingan teknik pengelolaan keuangan desa secara berkesinambungan atas bendahara desa dapat menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan para bendahara desa, tidak saja bimbingan teknik bagi bendahara desa, tetapi juga bagi para Kepala Desa, Sekretaris Desa sehingga diharapkan akan ada pemahaman yang sama atas pengelolaan keuangan desa yang tentunya dapat membantu kelancaran pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.

Pengelola keuangan desa yang terdiri dari Kepala Desa dan PTPKD (Pelaksana Teknis Pengelolaan Keangan Desa) juga memerlukan bimbingan teknis untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam melakukan pengelolaan keuangan desa. Bimbingan teknis yang diperlukan adalah bimbingan teknis yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung jawaban.


(48)

Berikut ini adalah kerangka bimbingan teknis untuk pengelolaan keuangan desa:

Gambar 2.2. Kerangka Bimbingan Teknis Sumber: Eks. Faskeu PNPM-MPD Jawa Timur, 2015

Program pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia seperti adanya pelaksanaan bimbingan teknis memberikan dampak yang baik terhadap kinerja pegawai tersebut sebagai individu. Hal ini nantinya akan membawa peningkatan terhadap kinerja organisasi apabila pelatihan dan pengembangan pegawai dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Pengelolaan keuangan yang baik dengan melaksanakan program bimbingan teknis (Bimtek) bagi pemerintah desa akan membantu pemerintah desa untuk lebih memahami cara serta penyususunan laporan-laporan yang harus dibuat sebagai pertanggungjawaban dari penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa BAB XIV pasal 112 ayat 1 menjelaskan tentang pembinaan


(49)

dan pegawasan menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa.

Ruang lingkup bimbingan teknis pengelolaan keuangan desa terdiri dari bimbingan teknis umum, bimbingan teknis inti, dan bimbingan teknis penunjang. Bimbingan teknis umum terdiri dari 4 (empat) pokok materi bimbingan yaitu: 1. Bina Suasana

a. Perkenalan, membangun motivasi, dan kerjasama

b. Pengungkapan harapan

c. Pembentukan kepengurusan kelas dan tata tertib latihan d. Tes penjajakan/ pre test

e. Tujuan dan alur proses latihan

2. Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Desa

a. Dasar hukum/regulasi pengelolaan keuangan desa b. Pengertian keuangan dan pengelolaan keuangan desa c. Azas pengelolaan keuangan desa

d. Cakupan kegiatan pengelolaan keuangan desa 3. Pengelola Keuangan Desa

a. Unsur pengelola keuangan desa

b. Kewenangan dan tanggung jawab pengelola

4. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa)

a. Komponen APBDesa


(50)

Bimbingan teknis inti terdiri dari 4 (empat) pokok materi bimbingan yaitu sebagai berikut:

1. Perencanaan

a. Penyusunan APBDesa

b. Evaluasi rancangan APBDesa

c. Penetapan rancangan APBDesa

2. Pelaksanaan dan Simulasi

a. Pokok-pokok pelaksanaan pengelolaan keuangan desa

b. Rancangan Anggaran Biaya (RAB), pengajuan surat Permintaan

Pembayaran (SPP), Buku Kas Pembantu Kegiatan, pengadaan Barang dan Jasa, perubahan APBDesa.

c. Simulasi soal transaksi keuangan dan analisa transaksi Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh).

d. Kelengkapan bukti-bukti transaksi (nota, kwitansi, bukti pembayaran, pengarsipan & penggolongan bukti transasksi).

3. Penatausahaan

a. Pengertian dan cakupan kegiatan penatausahaan

b. Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, dan Buku Bank

4. Pelaporan dan Pertanggungjawaban

a. Pengertian, prinsip, tujuan, dan jenis pelaporan b. Ketentuan dan tata cara pelaporan

c. Tugas dan kewajiban pengelola


(51)

Bimbingan teknis penunjang terdiri dari 2 (dua) pokok materi bimbingan yaitu:

1. Pemeriksaan Keuangan

a. Pengertian dan jenis audit b. Audit oleh auditor negara c. Audit partisipatif

2. Rencana Aksi

a. Penilaian kesenjangan

b. Aspek-aspek pokok penyusunan rencana aksi c. Menyusun rencana aksi

2.1.6. Pemahaman Tugas Pokok dan Fungsi (tupoksi) dalam Organisasi Tugas merupakan salah satu elemen penting dalam organisasi. Demi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien, maka tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintah desa harus dirancang dengan benar dan juga dapat dijabarkan secara jelas. Pelaksanaan tugas–tugas atau pekerjaan tersebut berdasar pada tugas pokok dan fungsi (tupoksi) organisasi. Tugas pokok dan fungsi (tupoksi) adalah kesatuan pekerjaan atau kegiatan yang dilaksanakan oleh para pegawai yang memiliki aspek khusus serta saling berkaitan satu sama lain menurut sifat atau pelaksanaannya untuk mencapai tujuan tertentu dalam sebuah organisasi (Rivani, 2012).

Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 BAB III pasal 3 sampai dengan pasal 7.


(52)

Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dipegang oleh Kepala Desa. Namun demikian dalam pelaksanaannya, kekuasaan tersebut sebagian dikuasakan kepada pamong desa sehingga pelaksanaan pengelolaan keuangan dilaksanakan secara bersama-sama oleh Kepala Desa dan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD).

Dalam siklus pengelolaan keuangan desa, tanggung jawab dan tugas dari Kepala Desa dan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa. PTPKD terdiri dari Sekretaris Desa, Kepala Seksi dan Bendahara Desa.

1) Kepala Desa

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Kepala Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Kepala Desa memiliki kewenangan:

a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;

b. Menetapkan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD);

c. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;

d. Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDesa; e. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban

APBDesa.

Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung tanggal pelantikan dan dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Dalam melaksanakan


(53)

kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada pamong desa.

2)Sekretaris Desa

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Sekretaris Desa selaku Koordinator PTPKD membantu Kepala Desa dalam melaksanakan Pengelolaan Keuangan Desa, dengan tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa;

b. Menyusun rancangan peraturan desa mengenai APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa;

c. Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBDesa;

d. Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa;

e. Melakukan verifikasi terhadap Rencana Anggaran Belanja (RAB), bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran APBDesa (SPP).

Sekretaris Desa mendapatkan pelimpahan kewenangan dari Kepala Desa dalam melaksanakan Pengelolaan Keuangan Desa, dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa.

3)Kepala Seksi

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Kepala Seksi merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya. Sesuai PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 64


(54)

dinyatakan bahwa desa paling banyak terdiri dari 3 (tiga) seksi. Kepala Seksi mempunyai tugas:

a. Menyusun RAB kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya;

b. Melaksanakan kegiatan dan/atau bersama Lembaga Kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan di dalam APBDesa;

c. Melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan;

d. Mengendalikan pelaksanaan dengan melakukan pencatatan dalam Buku Pembantu Kas Kegiatan;

e. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa; f. Mengajukan SPP dan melengkapinya dengan bukti-bukti pendukung

atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan. 4)Bendahara Desa

Bendahara Desa merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang dijabat oleh kepala/staf urusan keuangan dan memiliki tugas untuk membantu Sekretaris Desa. Bendahara Desa mengelola keuangan desa yang meliputi penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran/pembiayaan dalam rangka pelaksanaan APBDesa. Penatausahaan dilakukan dengan menggunakan Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, dan Buku Bank. Penatausahaan yang dilakukan antara lain meliputi :

a. Menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar;


(55)

c. Melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib;

d. Mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.

2.1.7. Pemahaman Mekanisme Penatausahaan Keuangan Desa

Penatausahaan keuangan desa adalah kegiatan pencatatan yang khususnya dilakukan oleh bendahara desa (Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa: 90). Penatausahaan keuangan desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 BAB V pasal 35 dan 36. Beberapa aturan dalam penatausahaan keuangan desa adalah sebagai berikut:

1. Penatausahaan dilakukan oleh Bendahara Desa

2. Bendahara Desa wajib melakukan pencatatan penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib

3. Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan

pertanggungjawaban

4. Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

5. Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran menggunakan buku kas umum, buku kas pembantu pajak dan buku bank

Menurut Hamzah (2015) kepala desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus menetapkan bendahara desa. Penetapan bendahara desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala desa. Bendahara adalah perangkat desa yang


(56)

ditunjuk oleh kepala desa untuk menerima, menyimpan menyetorkan menatausahakan, membayar dan mempertanggungjawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDes. Bendahara desa wajib melakukan pencatatan terhadap seluruh transaksi yang ada berupa penerimaan dan pengeluaran. Bendahara desa melakukan pencatatan secara sistematis dan kronologis atas transaksi-transaksi keuangan yang terjadi.

Penatausahaan, baik penerimaan kas maupun pengeluaran kas, bendahara desa menggunakan buku kas umum, buku kas pembantu pajak dan buku bank. Bendahara desa melakukan pencatatan atas seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas umum untuk yang bersifat tunai. Sedangkan transaksi penerimaan dan pengeluaran yang melalui bank/transfer dicatat dalam buku bank. Buku kas pembantu pajak digunakan oleh bendahara desa untuk mencatat penerimaan uang yang berasal dari pungutan pajak dan mencatat pengeluaran berupa penyetoran pajak ke kas negara. Khusus untuk pendapatan dan pembiayaan, terdapat buku pembantu berupa buku rincian pendapatan dan buku rincian pembiayaan. Penatausahaan keuangan desa meliputi :

1. Penatausahaan Penerimaan Desa

Penerimaan yang bersifat tunai yang diterima oleh bendahara desa dibuatkan bukti kuitansi tanda terima dan dicatat oleh bendahara desa pada buku kas umum. Sedangkan untuk penerimaan yang bersifat transfer, bendahara desa akan mendapat informasi dari bank berupa nota kredit atas dana-dana yang masuk ke dalam rekening kas desa. Berdasarkan nota kredit ini selanjutnya bendahara desa melakukan pencatatan ke dalam buku bank. Pencatatan


(57)

penerimaan baik kas maupun transfer harus disertai dengan bukti yang lengkap dan sah serta dicatat secara benar dan tertib. Selain pencatatan pada buku kas umum atau buku bank, bendahara desa juga membukukan realisasi pendapatan ke dalam buku rincian pendapatan. Pencatatan dalam buku rincian pendapatan berguna untuk mengklasifikasi rincian dari realisasi pendapatan yang diterima agar dapat dilapokan ke dalam laporan realisasi APBDesa. Pencatatan seluruh penerimaan tersebut dilakukan secara benar dan tertib. 2. Penatausahaan Belanja Desa

Belanja kegiatan yang bersifat tunai yang dikeluarkan oleh bendahara desa dibuatkan bukti kuitansi pengeluaran dan dicatat oleh bendahara desa pada buku kas umum. Sedangkan untuk belanja yang bersifat transfer langsung ke pihak ketiga, bendahara desa melakukan pencatatan ke dalam buku bank (tidak dicatat di buku kas umum karena buku kas umum untuk transaksi tunai). Pencatatan penerimaan baik kas maupun transfer harus disertai dengan bukti yang lengkap dan sah serta dicatat secara benar dan tertib. Selain pencatatan transaksi pada buku kas umum atau buku bank, bendahara desa juga mencatat kewajiban perpajakan yang dipotong/dipungut atas transaksi belanja yang dilakukan, atas pemotongan/pungutan pajak yang dilakukan, bendahara desa mencatat dalam buku pajak pada kolom penerimaan. Nilai potongan/pungutan pajak didasarkan pada bukti kuitansi sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Ketika bendahara desa melakukan penyetoran ke kas negara dengan batasan waktu yang diatur dalam ketentuan perpajakan melalui form Surat Setoran Pajak (SSP) maka bendahara desa mencatat dalam buku pembantu pajak pada


(58)

kolom pengeluaran. Khusus untuk pungutan pajak daerah disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing dan jika memang diberlakukan kepada desa maka dalam peraturan kepala daerah tersebut harus terdapat pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah kepada bendahara desa. Jika hal tersebut tidak disebutkan maka bendahara desa tidak boleh, melakukan pemungutan karena tidak ada kewenangan.

3. Penatausahaan Pembiayaan Desa

Seperti halnya pencatatan pendapatan pada buku kas umum/buku bank, untuk membukukan realisasi pembiayaan, baik penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan dicatat dalam buku rincian pembiayaan. Pencatatan dalam buku rincian pembiayaan berguna untuk mengklasifikasi rincian dari realisasi pembiayaan. Pencatatan ini diperlukan agar dapat dilaporkan ke dalam laporan realisasi APBDesa. Pencatatan seluruh penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan tersebut dilakukan secara benar dan tertib.

4. Dokumen Penatausahaan oleh Bendahara Desa

Bendahara desa tidak menggunakan buku pembantu lain berupa buku pembantu panjar dan buku pembantu rincian objek belanja, karena telah dilaksanakan oleh fungsi yang lain. Buku pembantu panjar secara sederhana telah digantikan dengan buku pembantu kegiatan yang dikelola pelaksana kegiatan. Buku pembantu rincian objek belanja yang menggambarkan akumulasi realisasi belanja dapat dilihat pada dokumen SPP terakhir yang didokumentasikan oleh pelaksana kegiatan. Buku pembantu kas tunai tidak ada karena telah digantikan dengan buku kas umum.


(59)

5. Laporan Bendahara Desa

Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No 113 Tahun 2014 pasal 35, bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban. Laporan pertanggunjawaban ini disampaikan setiap bulan kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutya. Sebelumnya, bendahara desa melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib, meliputi buku kas umum, buku bank, buku pajak dan buku rincian pendapatan. Penutupan buku ini dilakukan bersama dengan kepala desa.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai akuntabilitas pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh Subroto (2009) yang berjudul “Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa (Studi Kasus Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa-Desa Dalam Wilayah Kecamatan

Tlogomulyo Kabupaten Temanggung Tahun 2008)”. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa untuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan Alokasi Dana Desa, sudah menampakkan adanya pengelolaan yang akuntabel dan transparan, sedangkan dalam pertanggungjawaban dilihat secara hasil fisik sudah menunjukkan pelaksanaan yang akuntabel dan transparan, namun dari sisi administrasi masih diperlukan adanya pembinaan lebih lanjut, karena belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan. Kendala utamanya adalah belum efektifnya pembinaan aparat pemerintahan desa dan kompetensi sumber daya manusia, sehingga masih memerlukan pendampingan dari aparat pemerintah daerah secara berkelanjutan.


(60)

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan desa dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Hasil

1 Ayu

Komang Dewi Lestari, Anantawikr ama Tungga Atmadja, I Made Pradana Adiputra, 2014 Membedah Akuntabilitas Praktik Pengelolaan Keuangan Desa Pakraman Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Sebuah Studi Interpretif Pada Organisasi Publik Non Pemerintahan)

1) Proses pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan di Desa Pakraman Kubutambahan tidak melibatkan seluruh Krama Desa Pakramannya melainkan hanya melalui perwakilan.

2) Akuntabilitas pengelolaan keuangan berlangsung secara konsisten setiap bulan dengan menggunakan sistem akuntansi sederhana (sistem tiga kolom, yaitu debet, kredit dan saldo).

3) Dengan adanya modal sosial khususnya kepercayaan, Pengurus Desa Pakraman Kubutambahan menyadari bahwa akuntansi merupakan instrumen akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan di Desa Pakraman.

2 Ade Irma

(2014)

Akuntabilitas

Pengelolaan Alokasi Dana

Desa (ADD) Di Kecamatan Dolo Selatan

Kabupaten Sigi

Akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa di wilayah Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi dilihat dari tahap

perencanaan, pelaksanaan dan

pertanggungjawaban baik secara teknis maupun administrasi sudah berjalan dengan baik, namun dalam hal pertanggung jawaban administrasi keuangan kompetensi sumber daya manusia pengelola masih merupakan kendala


(61)

No Penulis Judul Hasil

utama, sehingga masih memerlukan

pendampingan dari aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi.

3 Agus

Subroto, 2009

Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa (Studi Kasus Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa-Desa Dalam

Wilayah Kecamatan Tlogomulyo

Kabupaten

Temanggung Tahun 2008)

Perencanaan dan pelaksanaan program ADD (Alokasi Dana Desa) di Kecamatan

Tlogomulyo telah menerapkan prinsip-prinsip partisipatif, responsif, transparan.Walaupun penerapan prinsip akuntabilitas pada tahap ini masih sebatas pertanggungjawaban fisik, sedangkan sisi administrasi masih belum sepenuhnya dilakukan dengan sempurna. Pertanggungjawaban ADD baik secara teknis maupun administrasi sudah baik, namun dalam hal pertanggungjawaban administrasi keuangan kompetensi sumber daya manusia pengelola merupakan kendala utama, sehingga masih memerlukan pendampingan dari aparat Pemerintah Daerah guna penyesuaian perubahan aturan setiap tahun.

4 Ketrin

Surya, Yoseph Thomas, Bambang Genjik, 2013 Evaluasi Penerapan Kebijakan Kepala Desa Dalam Pengelolaan Administrasi Keuangan Desa Empunak Tapang Keladan

Evaluasi Penerapan Kebijakan Kepala Desa dalam Pengelolaan Administrasi Keuangan Desa Empunak Tapang Keladan Kecamatan Ketungau Hulu Kabupaten Sintang berikut: (1)Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) belum sepenuhnya melaksanakan penerapan dari Azas Umum Pengelolaan Keuangan Desa. (2) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa


(62)

No Penulis Judul Hasil

secara baik masih terlihat beberapa kejanggalan dalam bidang pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa (3) Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dalam penyampaian laporan Penggunaan APBDes kepada pemerintah tingkat atasnya dilakukan melalui sistem pelaporan yang dilakukan secara periodik. (4) Pertanggungjawaban APBDesa baik secara teknis maupun administrasi

keuangan belum sesuai dengan ketentuan azas umum pengelolaan keuangan Desa

5 Hendro

Pujo Sasongko Adi, 2013 Implementasi Pengelolaan Dan Penatausahaan Keuangan Desa Berdasarkan Perda No 16 Tahun 2007 Tentang Keuangan Desa Di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong

Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara

Implementasi Pengelolaan dan Penatausahaan Keuangan Desa berdasarkan Perda Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Keuangan Desa di Desa Mulawarman Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara terlaksana

dengan baik dan beberapa hal inti dari isi Perda tersebut dipaparkan di bawah ini yang terdiri dari: Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPK Desa), Penetapan Bendahara Desa dan Petugas Penatausahaan Keuangan Desa (PPK Desa) serta tugas pokok dan fungsinya juga tertuang dalam surat keputusan Kepala Desa, Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa Mulawarman meliputi penerimaan dari dana CD (Community Defelopment), PAD (Pendapatan Asli Desa), dan ADD (Alokasi Dana Desa).


(63)

No Penulis Judul Hasil

6 Paulus

Israwan Setyoko (2010) Akuntabilitas Administrasi Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD)

Kegagalan mewujudkan akuntabilitas vertikal dan horizontal administrasi keuangan ADD menunjukkan pengelolaan keuangan negara pada tingkat desa belum berhasil. Sistem dan mekanisme pelaporan keuangan yang telah disusun dengan baik dan rinci oleh pemerintah kabupaten, ternyata tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh aparat pemerintah desa. Oleh karenanya, untuk meningkatkan keberhasilan program ADD, maupun program pembangunan perdesaan lainnya, peningkatan kemampuan

administratif aparat pemerintah desa,

tersedianya sistem sanksi yang tegas atas setiap pelanggaran, dan peningkatan kepedulian

masyarakat dalam pengawasan keuangan

sangat dibutuhkan.

Peningkatan kemampuan administratif ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan teknis

terkait dengan sistem dan mekanisme

pelaksanaan program, serta pendampingan oleh pemerintah kabupaten.

7 Misbahul

Anwar, Bambang Jatmiko, 2015 Kontribusi Dan Peran Pengelolaan Keuangan Desa Untuk Mewujudkan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa Yang Transparan Dan

Kesimpulan atas dasar hasil perhitungan korelasi disimpulkan bahwa: Hubungan Equity (X9) dengan Efficiency dan Efectiveness (X10) nilai r sebesar 0.786 artinya hubungan

dikatakan cukup kuat, peneliti dapat

menjelaskan bahwa pemerintahan desa telah memperhatikan kesejahteraan desa serta dalam memperlakukan keseluruh masyarakat


(64)

No Penulis Judul Hasil Akuntabel (Survey

Pada Perangkat Desa Di Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta)

dilakukan secara adil dan bijak, sedangkan hubungan antara Efficiency dan Effectiveness (X10) dengan Equity (X9) nilai r sebesar 0.786 (cukup kuat) artinya pemerintahan desa telah melakukan kegiatan pembangunan desa secara efisien dan efektif serta tetap memanfaatkan keuangan secara tepat

2.3. Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang dan penelitian yang mendasari penelitian ini, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah bimbingan teknis (X1), pemahaman tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam organisasi (X2), dan pemahaman mekanisme penatausahaan keuangan desa (X3) berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa (Y). Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(1)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PF1 107 2 5 4,48 ,555

PF2 107 4 5 4,36 ,481

PF3 107 2 5 4,37 ,541

PF4 107 2 5 4,43 ,551

PF5 107 4 5 4,39 ,491

PF6 107 3 5 4,20 ,606

PF7 107 3 5 4,24 ,642

Valid N (listwise)

107

4.

Pemahaman Mekanisme Penatausahaan Keuangan Desa (X3)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PN1 107 4 5 4,56 ,499

PN2 107 3 5 4,46 ,537

PN3 107 2 5 4,42 ,550

PN4 107 2 5 4,39 ,595

PN5 107 3 5 4,28 ,546

Valid N (listwise)


(2)

LAMPIRAN 5


(3)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 107

Normal Parametersa,b

Mean ,0000000

Std. Deviation

1,15264546

Most Extreme Differences

Absolute ,087

Positive ,087

Negative -,051

Kolmogorov-Smirnov Z ,897

Asymp. Sig. (2-tailed) ,397

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(4)

LAMPIRAN 6

Uji Asumsi Klasik

1.

Uji Multikolinieritas

Coefficientsa Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics B Std.

Error

Beta Tolerance VIF

1

(Constant) 2,579 1,511 1,707 ,091

TOTALBT ,157 ,088 ,117 1,793 ,076 ,708 1,413 TOTALPF ,178 ,056 ,253 3,171 ,002 ,474 2,111 TOTALPN ,520 ,071 ,566 7,367 ,000 ,511 1,956 a. Dependent Variable: TOTALAKT


(5)

Output SPSS 21 Regresi Linear Berganda

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 311,524 3 103,841 75,947 ,000b

Residual 140,831 103 1,367

Total 452,355 106

a. Dependent Variable: TOTALAKT

b. Predictors: (Constant), TOTALPN, TOTALBT, TOTALPF

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the

Estimate

1 ,830a ,689 ,680 1,169

a. Predictors: (Constant), TOTALPN, TOTALBT, TOTALPF b. Dependent Variable: TOTALAKT

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 2,579 1,511 1,707 ,091

TOTALBT ,157 ,088 ,117 1,793 ,076

TOTALPF ,178 ,056 ,253 3,171 ,002

TOTALPN ,520 ,071 ,566 7,367 ,000


(6)

LAMPIRAN 8

Surat Ijin Penelitian