BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Daya Saing Daerah - Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Daya Saing Daerah

  Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan level nasional tak lain adalah “produktivitas” yang didefenisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Bank dunia menyatakan hal yang relatif sama dimana “ daya saing mengacu kepada besaran serta laju

  perubahan nilai tambah per unit mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit input yang dicapai oleh perusahaan” . Akan tetapi, baik Bank Dunia,

  Porter, serta literatur-literatur terkini mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek diluar perusahaan. Aspek –aspek tersebut dapat bersifat firm-specific,region-specific, dan bahkan country-specifi.

  

World Economic Forum (WEF) , suatu lembaga yang secra rutin menrbitkan

  “Global Competitiveness Report”, mendefenisikan daya saing nasioanal secara lebih luas namun dalam kalimat yang singkat dan sederhana yaitu“kemampuan

  perekonomian nasioanal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan” . Fokusnya adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-

  institusi yang sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

  

Competitiveness Yearbook” . Secara lengkap dan relatif lebih formal IMD

  mendefenisikan daya saing nasional adalah “kemampuan suatu negara dalam

  menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara mengelolah dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity, serta

dengan mnegintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model

ekonomi dan sosial” . Secara sederhananya daya saing nasional adalah suatu konsep

  dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk mempertahankan daya saing domestik maupun global kepada perusahaan-perusahaan yang berada di wilayahnya.

  Kesimpulan yang dapat di ambil dari berbagai penelitian di atas adalah tidak adanya kesamaan defenisi yang sempurna. Setidaknya, walau dengan defenisi yang tidak begitu seragam,hampir semua ahli mempunyai kesamaan pendapat tentang apa saja yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing (Sachs dkk, 2000).

  Dengan demikian, defenisi yang pasti dan disepakati semua pihak tidak lagi menjadi syarat mutlak dalam rangka mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menentukan daya saing suatu daerah.

2.2 Konsep dan Defenisi Daya Saing Daerah

  Menurut defenisi UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan

  

pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap

persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu CURDS mendefisikan

  daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu

  lebih merata untuk penduduknya.

  Secara umum, ketika membandingkan kedua defenisi daya saing nasional yang dibahas sebelumya, terdapat kesamaan yang essensial. Dapat dikatakanbahwa perbedaan konsep daya saing hanya terpusat pada cakupan wilayah, dimana yang pertama adalah daerah(bagian suatu daerah), sementara yang kedua adalah negara.

  Dalam berbagai pembahasan tentang daya saing nasional pun, baik secara eksplisit maupun implisit, terangkum relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional kedalam konsep daya saing daerah. Bank Dunia misalnya, secra eksplisit menyebutkan betapa aspek penentu daya saing dapat bersifat region-specific. Dilihat dari substansinya pengadopsian konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya saing daerah adalah relevan, namun dalam prakteknya beberapa penyesuaian perlu untuk dilakukan. Kompetisi ekonomi antar negara yang berdaulat tentu tidak mutlak, sama dengan kompetisi antar dearah dalam suatu negara. Dan beberapa prinsip perlu disesuaikan.

  Dari pembahasan tentang berbagai konsep dan defenisi tentang daya saing suatu negara atau daerah sebagaimana diuraikan di atas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa dalam mendefenisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

  • Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau efeisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih

  “kemampuan sektor swasta atau perusahaa”.

  • Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perekonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayak dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.
  • Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain adalah meningkatnya tinggi kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat.
  • Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup (Abdullah, dkk, 2002 :15). Mempertimbangkan hal-hal di atas, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK-BI) mendefenisikan daya saing yaitu “kemampuan perekonomian daerah

  dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional”

  Menurut Hidayat (2012) indikator utama daya saing daerah adalah bagian yang penting dalam analisis daya saing ekonomi daerah. Pemahaman indikator utama daya saing ekonomi daerah yang terbatas dan tidak secara komprehensif menjadikan tidak adanya keseragaman pemahaman yang benar oleh stakeholders ditingkat pemerintah daerah dan pada gilirannya akan dapat menyebabkan adanya perbedaan analisis dan kesimpulan terhadap tingkat daya saing yang dimiliki oleh suatu daerah.

  Abdullah dkk. (2002) dalam penelitiannya menyebutkan indikato-indikator utama yang dianggap dapat menentukan daya saing ekonomi daerah adalah (1) Perekonomian Daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, (5) Ilmu Pengetahuan dan teknologi, (6) Sumber Daya Manusia, (7) Kelembagaan, (8) Governence dan Kebijakan Pemerintah, (9) Manajemen dan Ekonomi Mikro. Masing- masing indikator diatas dapat dijelskan sebagai berikut: 1.

   Perekonomian Daerah

  Perekonomian daerah merupakan ukurun kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip- prinsip berikut:

  1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek. panjang.

  3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.

  4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meniignkatkan kineraja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasioanal maupun domestik.

  2. Keterbukaan

  Keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional. Indikator ini menetukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangna internasioanl merefleksikan daya saing perekonomian daerah tersebut.

  2. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.

  3. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara efisien ke seluruh penjuru dunia.

  4. Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan perekonomian daerah.

  5. Memepertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan ekonomi internasional

   Sistem Keuangan

  Sistem keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan non- perbankan di daerah untuk fasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan memepengaruhi alokasi faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Indikator sistem keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melaui prinsip-prinsip sebgai berikut:

  1. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas perekonomian daerah.

  2. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah.

4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam

  Dalam hal ini infrastruktur merupakan indikator seberapa besar daya seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah.

  2. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah.

  3. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing.

  Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang menignkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui bebrapa prinsip sebagai berikut:

  1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melauli aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif.

  2. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi dareha ketika melaui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.

  3. Investasi jangka panjang berupa R&D akan menignkatkan daya saing sektor bisnis.

  6. Sumber Daya Manusia

  Sumber daya manusi dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan kulaitas sumber daya manusi. Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut: 1.

  Angakatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan menignktakan daya saing suatu daerah.

  2. Pelatihan dan pendidikan adlah cara yang palin baik dalam menignkatkan tenaga kerja yang berkualitas.

  3. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menetukan daya saing suatu daerah.

  Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menetukan daya saing daerah tersebut begitu juga sebaliknya.

  7.Kelembagaan

  Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial, hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah didasrkan pada bebrapa prinsip sebagai berikut.

  1. Stabilitas soaial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi dengan baik merupaka iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah yang berdaya saing.

  2. Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen.

  3. Aktivitas perekonomian daerah suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

  8.Governance dan Kebijakan Pemerintah Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran dari kualitas

  administrasi pemerintah daerah, khususnya dalam rangka menyediakan infrastruktur fisik dan peraturan-peraturan daerah. Secara umum pengaruh faktor governance dan kebijan pemerintah bagi daya saing daerah dapat disarkan pada prinsip sebagai berikut:

  1. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehata intervensi pemerintah dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan.

  Pemerintah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang terprediksi serta berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.

3. Efektivitas administrasi pemerintah daerah dalam menyediakan infrastruktur dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing suatu daerah.

  4. Efektivitas pemerintah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya saing ekonomi suatu daerah.

  5. Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung.

  9.Manajemen dan Ekonomi Mikro

  Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukan dikaitkan dengan pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelolah dengan cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Adapun prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah di antranya adalah:

  1. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah.

  2. Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya saing daerah di mana perusahaan tersebut berada.

  3. Efisensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan dalah keharusan bagi perusahaan yang kompetitif.

  4. Kewirausahaan sangat krusial bagi aktivitas ekonomi pada masa-masa awal. dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha.

2.4. Penelitian Terdahulu

  Hidayat (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota medan” skala prioritas untuk infrastruktur yang harus diperhatikan adalah ketersediaan dan kualitas jalan, pelabuhan laut dan udara. Skala prioritas faktor ekonomi daerah adalah potensi ekonomi melalui daya beli masyarkat dan laju pertumbuhan ekonomi. Faktor sistem keuangan yang menjadi skala prioritas adalah kinerja lembaga keuangan.

  Santoso (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Daya Saing Ekonomi Kota Jawa Timur” menyimpulkan tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur memiliki kemampuan daya saing, hal tersebut di lihat dari munculnya hasil skor daya saing tiap Kabupaten/Kota.

  Irawati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, SertaVariabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Sulawesi Tenggara”sejalan dengan fungsi yang diteapkan dalam bentuk kebijakan pemerintah daerah, di antaranya sebagai pusat pengembangan wilayah dan pusat kegiatan nasional dan lokal, daya saing setiap Kabupaten/Kota akan memberikan kemudahan pelayanan dan penjalaran perkembangan wilayah sekitarnya.

  Hadi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisi Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau” indikator transportasi dan komunikasi secara nyata dengan seluruh indikator daya saing daerah yang dianalisis. Hal ini mengindikasikan bahwa tiga indikator inilah yang hendaknya paling diprioritas dalam rangka mempercepat peningkatan daya saing kabupaten/kota di Provinsi Riau.

  Kuncoro (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY” menyebutkan bahwa menurut persepsi yang berlaku di DIY faktor kelembagaan memiliki daya tarik investasi/kegiatan berusaha di DIY, kemudian diikuti faktor infrastruktur dan faktor sosial politik.

  KPPOD (2005) dalam meneliti daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia dengan menggunakan variabel kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas, serta variabel infrastruktur fisik.

  Millah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Daya Saing Daerah di Jawa Tengah” tingkat daya saing daerah di Jawa Tengah mempunyai kemampun daya saing dimana masing-masing kota memiliki karakteristik perekonomian, infrastruktur, dan sumber daya alam, serta sumber daya manusia yang berbeda-beda. Masing-masing kota berusaha untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan daerahnya secara maksimal agar mampu bersaing dengan daerah lainnya.

   Kerangka Konseptual

  Penentuan variabel daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini. Variabel-variabel yang menjadipenelitian, seperti Abdullah dkk (2002), Kuncoro (2005), Santoso (2009), Irawati dkk (2008), Hidayat (2012), dan KPPOD (2005), Irawati (2012), Millah (2013). Berikut ini indikator utama penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan seperti pada gambar berikut.

  Sumber : KPPOD (2005 ) Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah SOSIAL POLITIK EKONOMI DAERAH TENAGA KERJA & Government services KELEMBAGAAN Regulation & Socio-Political Regional Economic Factors Dynamism Labor& productivity PRODUKTIVITAS Physical Infrastructure INFRASTRUKTUR FISIK Legal Certainty Kepastian Hukum Potensi Ekonomi Biaya Tenaga Ketersediaan Keuangan Daerah Struktur Ekonomi Socio Political Sosial Politik Economic Potential Kerja Infrastruktur Ketersediaan Tenaga Infrastructure Labor Cost Fisik Availability of Physical

  Keamanan Availability of Kerja Regional Finance Aparatur security Economic Structure Produktivitas Manpower Infrastruktur Kualitas Fisik IndikatorPerda Quality Of Civil Perda / Service Cultural Budaya Productivity of Labor Tenaga Kerja Quality of Physical Infrastructure Region Policy / Regulation

   Gambar 2.1

Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Kota Medan merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatera Utara yang secara adminstratif - Bangkitan Pergerakan Keluarga pada Perumnas J-City di Kecamatan Medan Johor

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Secara Granulasi Basah

0 0 14

BAB II TINJUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Sikap Petani Terhadap Kemitraan Kelompok Tani Bunga Sampang Dengan Perusahaan Dagang Rama Putra

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Posisi Foramen Mentalis Pada Mahasiswa Suku Batak Ditinjau Dari Radiografi Panoramik Di Fkg Usu

0 0 11

b) Pasal 305 KUHP - Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Penelantaran Anak Dari Perspektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

1 1 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang - Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Penelantaran Anak Dari Perspektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Ta

0 0 29

BAB II PENGATURAN MENGENAI BUKTI ELEKTRONIKSEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Teori Pembuktian atau Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana Indonesia Dilihat dari hukum pembuktian yang dianut oleh Indonesia sekarang, - Tinjauan

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 1 22

BAB V - Aspek Hukum Perjanjian Jual-Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru (Studi Antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus)

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN - Aspek Hukum Perjanjian Jual-Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru (Studi Antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus)

0 0 13