Pergulatan Persatuan Islam dalam Dakwah

PERGULATAN PERSIS DALAM DAKWAH MEREKA DI
TANAH PASUNDAN
Dikki Wahyu Afandi

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Email : dikkiwahyuaed17@gmail.com

Abstrak
Persis merupakan salah satu dari “The Big Three” ormas Islam yang
populer, mengakar dan memiliki pengikut yang fanatik lagi loyal, selain
dari NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah di Indonesia. Persis juga
memiliki sejarah yang panjang di Indonesia dan mewarnai khazanah
pemikiran Islam di Indonesia, dengan gerakan pembaharuannya yang
berani dan penuh semangat. Beberapa semester saya dan kawan-kawan
belajar banyak mengenai ormas ini, dimulai sejarah hingga peran mereka
dalam kemerdekaan di Indonesia, hingga gerakan yang mereka lakukan,
seperti tradisi menulis. Persis merupakan salah satu ormas Islam orisinil
yang lahir di tatar Sunda yang kental akan tradisi leluhur juga sastra dan
budaya, sehingga banyak terjadi gesekan antara kaum Persis dan Islam
Tradisional yang mungkin sudah anda tau, bahkan mengalaminya sendiri.
Menjadi sesuatu hal yang sangat menarik untuk meneliti Persis lebih

dalam
lagi
serta
menggali
informasi
seputar
perjuangannya
menghapuskan TBC (Tahayul, Bid’ah dan Churafat) di tanah Sunda.
Karena banyak hal menarik disini seperti Persis didirikan oleh KH. Zamzam
dan KH M Yunus, yang keduanya bukan dari orang Sunda asli, beda
dengan Mbah K.H Hasyim Asyari dan Mubaligh Kyai Haji Achmad Dahlan
yang mendirikan ormasnya di Jawa dan mereka sendiri orang Jawa. Dalam
dakwah mereka di Jawa Barat, khususnya masyarakat sunda, metode
yang mereka gunakan beragam, mulai dari berdebat hingga menerbitkan
banyak majalah termasuk Iber yang akan menjadi fokus utama dalam
kajian ini. Karena majalah Iber merupakan salah satu saluran dakwah
yang penting dan juga bahasa yang di gunakan merupakan bahasa
Sunda, meskipun Persis menentang banyak tradisi, nyatanya mereka
masih mengamalkan tradisi dan budaya yaitu dengan menulis dengan
bahasa Sunda, banyak hal menarik seputar Persis dan dakwah mereka di

Jawa Barat, khususnya dakwah menggunakan media tulisan yang mereka
akui sebagai dakwah bilkitabah.
Kata Kunci : Dakwah Persis, Bahasa Sunda, Iber
A. Pendahuluan
Pada mula abad ke-20, pada masa pemerintahan kolonial, muncul
berbagai ormas Islam di berbagai wilayah di Indonesia. Di Bandung, lahir
organisasi Persatuan Islam (Persis) pada 12 September 1923, dan tampil

menjadi sebuah organisasi pembaharuan Islam di Indonesia dengan
jargon kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Berbeda dengan organisasi
yang lain yang berdiri awal abad ke-20an, Persis mempunyai ciri mereka
tersendiri, kegiatan mereka lebih menitikberatkan pada pembentukan
paham keagamaan.
Salah satu uapaya pembentukan paham keagamaan, Persis
melakukannya dengan menerbitkan berbagai majalah, salah satunya
Majalah sunda Iber yang terbit pada tahun 1967 dan tetap bertahan
hingga dewasa ini. Kehadiran akan Iber memberi sumbangan sangat
dalam melestarikan Bahasa Sunda. Para Da’i atau mubaligh yang
berdakwah di tatar Sunda banyak menggunakan rujukan dari Iber, ya dari
majalah. Sebagai majalah dakwah berbahasa Sunda, tentu merupakan

prestasi yang lumayan bagi Iber karena di tengah berbagai
keterbatasannya, Iber dapat bertahan selama 46 tahun. Lebih dari empat
dasawarsa, Iber dapat bertahan terbit, selain karena loyalitas para
pelanggannya yang fanatik, khususnya yang membeli kebanyakan
merupakan anggota Persis itu sendiri, juga mengemban misi dakwah
“Teruskeun anaking, Iber ulah pegat, sing jadi shadaqoh jariyah”.
Untuk menelusuri jejak gerakan dakwah Persis dalam corak
penyebaran pesan pembaharuan melalui media cetak seperti yang
disebutkan di atas, tulisan ini akan mengkolaborasikan sebuah kajian
terhadap majalah Sunda Iber sebagai media dakwah berbahasa Sunda.
Tampilnya Persis dalam pentas sejarah Islam di Indonesia pada awal
abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan dan
pembaharuan pemikiran Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas
tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan
(kemandegan berfikir), terperosok dalam kehidupan mistisme yang
berlebihan, tumbuh suburnya TBC (Thahayul, Bid’ah dan Khurafat) dan
lebih dari itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda
yang berusaha memadamkan cahaya Islam.
Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan
“reformisme” Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak

intelektual, mempengaruhi masyarakat Islam indonesia untuk melakukan
pembaharuan pemikiran umat.
Gerakan pembaharuan pemikiran Islam di indonesia pada awal abad
ke-20 ditandai dengan munculnya berbagai organisasi yang dikelola oleh
kelompok modernis Islam antara lain : Jamiatul Khoir di jakarta pada 17
Juli 1905, Al-Irsyad yang berdiri pada 11 Agustus 1915, Muhammadiyah
yang berdiri di Yogyakarta pada 12 November 1912 dan Persis berdiri
kemudian pada 12 September 1923 di Bandung dan hampir semua ormas
tersebut berafiliasi faham Wahabi dari Arab Saudi. Sejak itulah, banyak
organisasi islam yang mengembangkan syiar Islam dengan berbagai
aktivitasnya. Persis, sebagai salah satu organisasi Islam yang berdiri,
tumbuh , dan berkembang di tatar Sunda memberi warna tersendiri dalam
gerakan pembaharuan Islam, dengan debat, berhasil menjadikan mereka
terkenal dengan jago debat, menuduh orang Bid’ah dan ke neraka,

melukai perasaan penganut tradisi dan sering menyindir orang lain adalah
salah satu kekhasan Persis salah satunya. Disini gerakan pembaharuan
salah satunya memalui majalah Iber selain cara debat di atas, majalah
Iber adalah majalah dan media dakwah bil kitabah bagi Persis.
B. Metode Penelitian

Dalam pemaparan penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian
deskriptik eksploratif. Arikunto (1998: 247) memberikan pernyataan
bahwa “ metode penelitian ini sebagai sebuah riset yang umumnya
digunakan untuk mendeskripsikan suatu fenomena atau objek yang ada”.
Selain itu merujuk pada varabel dan rentan waktu yang digunakan dalam
penelitian ini. Arikunto (1998: 10) juga memberikan gambaran bahwa
“penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan atau menggambarkan
variabel masa lalu dan masa sekarang (sekarang ini) adalah penelitian
deskriptif.
Adapun pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kealitatif (qualitative research). Basrowi dan Suwandi (2008:
1) menyatakan bahwa “Penelitian kualitatif adalah salah satu metode
penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang
kenyataan melaui proses berfikir indusksi.melakui penelitian kualitatif,
peneliti dapat mengenali subjek, merasakan apa yang merekaalami dalam
kehidupan sehari hari, seperti dalam hal bagaimana Persis meyiarkan
dakwah mereka di Jawa Barat.
C. Hasil Penelitian
1. Pergulatan Persis dalam Dakwah Mereka di Tanah Pasundan
Persis atau Persatuan Islam merupakan organisasi kemasyarakatan

(Ormas) Islam yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah dan sosial
kemasyarakatan. Persis didirikan di Bandung, pada tanggal 1 Shafat 1342
H atau 12 September 1923 M. Semula, Persatuan Islam (Persis)
merupakan sebuah studi pengajian Islam, namun memiliki kelompok yang
tersebar di beberapa daerah. Kemudian agar perjuangan serta jihad yang
telah dilakukan oleh setiap kelompok itu lebih memiliki kemampuan ,maka
dengan resmi didirikan sebuah organisasi yang mempunyai hubungan
vertikal dengan satu nizham jamiyyah, yaitu Persatuan Islam disingkat
Persis.
Persis berusaha keras untuk mengembalikan kaum muslimin kepada
pimpinan Al-Quran dan Al-Sunnah, menghidupkan jihad dan ijtihad,
menjauhkan dari perbuatan bid’ah dan khurafat, thahayul, taklid, dan
syirik, memperluas dakwah Islam kepada segenap masyarakat, serta
mendirikan pesantren dan sekolah untuk mendidik kader Islam yang
militan. Persis didirikan oleh K.H Zamzam dan K.H Muhammad Yunus.
Keduanya berasal dari Palembang, Sumatra Selatan. K.H Zamzam dan K.H
Muhammad Yunus adalah pedagang, namun keduanya masih mempunyai
kesempatan waktu untuk memperdalam pengetahuan tentang agama
Islam. K.H Zamzam (1894-1952), pernah memperdalam Islam di DarulUlum, Mekkah selama tiga setengah tahun. Sekembalinya dari Mekkah,


beliau menjadi guru di Dar al-Mutaallimin, sebuah sekolah agama di
Bandung yang berdiri tahun 1910-an dan mempunyai hubungan dengan
Syekh Ahmad Surkati daei Al Irsyad di Jakarta. Sedangkah K.H Muhammad
Yunus, yang memperoleh pendidikan agama secara tradisional namun
fasih berbahasa Arab, tidak mengajar, beliau tetap berdagang, akan tetapi
niatnya meperdalam agama Islam tidak pernah hilang.
Setelah masuknya A. Hassan tahun 1926 dab Muhammad Natsir
tahun 1927. Persis mendapatkan bentunya yang lebih jelas dan berani
juga radikal. Dengan berpikir modern dan ketajaman lidah yang kadang
menyayat hati para mubalighnya, Persis menggemparkan dunia Islam
dengan slogannya menjauhkan Bid’ah dengan debat yang membuat
emosi lawan dan memenangkannya. Pada tanggal 12 September 1923
bertepatan dengan tanggal 1 Shofar 1342 H, kelompok tadarus ini secara
resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “ Persatuan Islam” (Persis).
Nama Persatuan Islam ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan
ruhul ijtihad dan jihad, berusaha sekuat tenaga untuk mencapai harapan
dan cita-cita sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu
persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam,
dan persatuan usaha Islam. Ide falsafah dari konsepsi persatuan
pemikiran, rasa, suara dan usaha Islam ini diilhami oleh dirman Alloh

dalam Al-Qur’an surat al-Imran ayat 103 “ Dan berpegang teguhlah kamu
sekalian pada tali undang-undang/aturan Alloh seluruhnya dan janganlah
kamu bercerai berai”, serta sebuah hadist Nabi yang diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi yang berbunyi “kekuatan Alloh itu beserta jamaah”. Firman
Alloh dan hadist itulah yang menjadi motto Persis dan ditulis dalam
lambang Persis yang berbentuk lingkaran bintang bersudut 12.
Berbeda dengan organiasasi-organisasi lainnya yang berdiri awal
abad ke-20, menurut Fiederspiel (1970:11) Persis mempunyai ciri
tersendiri. Kegiatannya dititikberatkan pada pembentukan keagamaan.
Sedangkan kelompok-kelompok pergerakan yang telah diorganisasikan
sebelumnya, misalnya Budi Otomo (1908) hanya bergerak di bidang
pendidikan bagi orang-orang pribummi (khususnya orang Jawa dan
Madura). Syarekat Islam (1912) bergerak dalam bidang perdagangan dan
politik,
Muhammadiyah
(1912)
gerakannya
diperuntukan
bagi
kesejahteraan sosial masyarakat muslim serta kegiatan keagamaan.

Sejalan dengan ini, Isa Ashari (1958:6) mengemukakan bahwa Persis
tampil sebagai sebuah organiasasi dari kaum muslimin yang sefaham dan
sekeyakinan, kaum pendukung dan penggerak Qur’an Sunnah. Ia
mengutamakan perjuangan dalam lapangan ideologi Islam, tidak dalam
lapangan organisasi.
Persis berjuang membentuk dirinya menjadi intisari dari kaum
muslimin, ia mencari kualitas, bukan kuantitas, ia mencari isi bukan
mencari jumlah. Persis tampil sebagai suatu sumber kebangkitan dan
kesadaran baru, menjadi daya dinamika yang menggerakan kebangunan
umat Islam di Indonesia. Karena itulah sejak berdiri hingga saat ini, Persis
pada umumnya kurang memberikan penekanan pada kegiatan organisasi.
Ia terlalu berminat untuk membentuk banyak cabang atau sebanyak
mungkin jumlah anggota. Pembentukan sebuah caang tergantung
semata-mata pada inisiatif peminat dan tidak didasarkan pada suatu

rencana yang dilakukan oleh boss organisasi tersebut. Namun demikian,
pengaruh organisasi jauh lebih besar dibandingkan baik dengan jumlah
cabang maupun jumlah anggotanya.
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada
penyebaran faham Islam dengan jargon kembali Qur’an-Sunnah. Hal yang

dilakukan dengan berbagai macam aktivitas diantaranya dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khotbah, kelompok
studi, tadarush, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan
majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktivitas keagamaan
lainnya.
Dalam bidang pedidikan misalnya, pada 1924 diselenggarakan kelas
pendidikan aqidah dan ibadah bagi orang dewasa, pada tahun 1927
didirikan lembaga pendidikan kanak-kanak dan Holland Inlandesch School
(HIS) yang merupakan proyek lembaga-lembaga pendidikan Islam di
bawah pimpinan M. Natsir. Pada tanggal 4 Maret 1936 didirikan secara
resmi Pesantren Persis yang pertama dan diberi nomor 1 (satu) di
Bandung.
Demikian pula serangkaian kegiatan khotbah dan tabligh. Tabligh
banyak digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif pusat maupun
permintaan dari cabang-cabang Persis, undangan dari organisasi Islam
lainnya serta masyarakat yang penasaran akan Persis itu sendiri. Dalam
kegiatan tabligh nya, yang patut dicatat ialah Persis dengan khasnya ialah
diisi dengan menggelar perdebatan memuakan tentang masalah
keagamaan, sungguh suatu cara yang sangat sangat efektif untuk
membuat perpecahan dan membuat orang bingung. Diantaranya

perdebatan Persis dengan Al-Itthadul Islam di Sukabumi (1932)
perdebatan dengan Nahdlatul Ulama (1936), serta serangkaian
perdebatan dengan orang-orang kristen, perdebatan dengan kelompok
nasionalis, bahkan serangkaian polemik yang berkepanjangan antara A.
Hassan dan Ir. Soekarno tentang faham keagamaan. Aktivitas dakwah
dengan perdebatan ini tidak lagi dilakukan pada masa sekarang,
meskipun dari mereka yang fanatik masih banyak melakukannya.
Termasuk di sekolah negeri dimana guru berfaham Persis selalu
memberikan fahamnya dengan cara bertanya terlebih dahulu tentang
cara sholat, hingga tahlil. Dewasa ini Persis mengubah metode dakwah,
tidak lagi melakukan gebrakan yang bersifat shock theraphy tetapi lebih
cenderung kearah low profile yang bersifat persuasif edukatif karena
selalu menjadi sindiran banyak masyarakat.
Di awal abad ke-21, aktivitas Persis telah meluas ke dalam aspekaspek lain, tidak hanya serangkaian kegiatan yang telah disebutkan di
atas, akan tetapi telah meluas ke berbagai bidang yang dibutuhkan oleh
umat Islam memalui bidang pendidikan (pendidikan tinggi dan pendidikan
dasar/menegah), dakwah, bimbingan haji, perzakatan, sosial ekonomi,
perwakafan, dan pembangunan fisik. Demikian pula fungsi Dewan Hibah
sebagai lembaga tertinggi dalam pengambilan keputusan hukum Persis
semakin ditingkatkan aktivitasnya serta intensitas penelaahan berbagai
masalah hukum keagamaan semakin banyak dan beragam.
Sejak berdirinya hingga sekarang, diakui atau tidak, dalam gerakan
pembaharuannya di Indonesia, Persis menempatkan diri mereka sebagai

pelopor, barisan yang fanatik dalam memperjuangkan faham NaeoWahabinya, yaitu kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah.

2. Iber sebagai Media Dakwah Persis
Salah satu peran yang menonjol dalam dakwah Persis adalah dakwah
melalui tulisan dengan menerbitkan banyak buku-buku dan majalahmajalah. Persis merupakan pelopor ormas berdasarkan kepenulisan di
Jawa Barat, dan tradisi menulis atau dakwah bilkitabah terus dipupuk
hingga sekarang. Persis mempelopori dakwah Islam dengan metode
tulisan dan propaganda dalam menyebarkan dakwahnya, menerbitkan
kitab, buku, majalah, dan siaran-siaran lainnya guna mempertinggi
kecerdasan kaum muslimin dalam segala lapangan ilmu pengetahuan.
Untuk mengembangkan dakwahnya , Persis menerbitkan risalah dan
majalah yang antara lain:
- Pembela Islam (1929-1935).
- Al-Fatawa (1922-1935).
- Soal Jawab (1931-1940).
- Al-Lisan (1935-1942).
- At-Taqwa (bahasa Sunda, 1927-1941).
- Laskar Islam (1937).
- Al-Hikam (1937).
Majalah yang opaling awet dari dulu hingga sekarang adalah Iber.
Majalah yang terbit sekarang antara lain Risalah Al-Muslimun, Akbar
Jami’iyah serta buletin Jum’at Risalah Jumah yang tersebar di masjidmasjid se Jawa Barat tiap minggunya hingga saat ini.
Bagian penting dari semua penerbitan yang dilakukan oleh Persis adalah
kolom Soal Jawab atau istifta. Redaksi menerima pertanyaan keagamaan
dari pembaca mengenai masalah-masalah penting keagamaan, dari mulai
masalah ibadah hingga perilaku sosial dan politik. Dalam menjawab
berbagai persoalan tersebut, diambil dengan menggunakan literatur yang
tepat dalam mengeluarkan fatwa-fatwa atau keputusan agama, karena
sumber-sumber keagamaan dipakai sebagai dasar bagi keputusankeputusan itu. Surat-surat pembaca kepada majalah Pembela Islam,
misalnya menunjukan bahwa kolom soal djawab dibaca dengan baik,
bahkan koleksi fatwa yangterbit dalam publikasi-publikasi Persis di
berbagai majalah telah diterbitkan dalam beberapa jilid selama tahun
1930-an dengan judul kolektif Sual-Djawab (Fiederspiel, 1996:28-29).
Sampai saat ini majalah yang masih bertahan adalah majalah
risalah dan majalah Iber serta beberapa majalah dan siaran publikasi di
beberapa cabang Persis. Penerbitan inilah menyebabkan luasnya daerah
penyebaran pemikiran Persis. Lagi pula penerbitan buku-buku dan
majalah-majalah ini sering dijadikan sebagai referensi, baik oleh para da’i
maupun organisasi ke-Islaman lainnya.
Majalah Iber sebagai majalah dakwah berbahasa Sunda, pertama
kali diterbitkan oleh Pimpinan Cabang Persis Kota Bandung, pada bulan
Agustus 1967, yang dipelopori oleh Ustad Abdullah. Emon Sastranegara
meberi penjelasan bahwa Iber berarti pemberitahuan atau berita. Iber

hanya memberitakan yang benar menurut mereka, Utamanya berita dari
Qur’an – Sunnah. Sebagai media dakwah, Iber memiliki visi yang dapat
dilihat dengan mudah dari cover depan, dengan huruf kecil, yang
berbunyi “siaran Persatuan Islam Majalah Dakwah Berbahasa Sunda”
dengan jargonnya : Basana Moal Basi”. Siaran Persatuan Islam,
menunjukan bahwa Iber membawa visi dan misi dakwah dari organisasi
Persis yang berorintasi pada penyebaran Al Qur’an dan Sunnah. Kemudian
jargon “Basana Moal Basi” seolah ingin menegaskan kepada para
pembacanya bahwa bahasa, kajian isi dan substansi yang ada di dalam
majalah tidak dibatasi oleh waktu dan tanggal penerbitan. Tentu saja,
karena topik bahasannya berdasarkan pada kajian Al-Quran dan Sunnah
yang abadi sepanjang zaman. Di sinilah, majalah Iber , memiliki misi yang
luhur dan mulia, yakni, mengajak masyarakat luas uatamanya masyarakat
tatar Sunda agar dapat melakukan kebijakan (khaer), dapat memerintah
yang makruf dan mencegah yang munkar.
Sebagai media dakwah mereka, Iber dikelola oleh para aktivis
Persis. Memang pada awalnya, Iber diterbitkan sebagai media dakwah
bagi para simpatisan Persis yang penting banyak tersebar di tatar Sunda.
Majalah Iber pertama kali dikelola oleh Ustad Abdullah, meskipun
sederhana, tetapi memiliki isi yang memikat lagi provokatif, bahasanya
mudah difahami, dan kajian yang mendalam. Sejak meninggalnya Ustad
Abdullah pada tahun 1994, Iber terbit oleh genreasi berikutnya yang ingin
berjihad, berdakwah melalui pena. “Ganteng-ganteng oge teu kingsi
pegat” , walaupun pernah kritis tetapi tak pernah putus. Iber lalu dikelola
oleh cabang-cabang Persis yang ada di kota Bandung. Sejak tahun 1991,
pengelolaan Iber berada di bawah tanggung jawab Pimpinan Daerah
Persatuan Islam Kota Bandung. Untuk memperluas wilayah penyebaran
dakwah, muali tahun 2001, pengelolaan Iber menjadi tanggung jawab
Pimpinan Wilayah Persis Jawa Barat.
3. Isi Majalah Iber
Sekedar contoh, dapat dikemukakan dan konten majalah Iber bernomor
526/Taun 44/19 Dzulhijjah 1432 H/15 November 2011 M. Di cover majalah,
tertulis: Iber dengan huruf agak besar yang terlihat menonjol dan diberi
warna merah. Diatas huruf e dan r tertulis dengan huruf lebih kecil :
basana moal basi. Dan di bawah tulisan Iber, tertulis: Siaran Persatuan
Islam Majalah Dakwah Basa Sunda. Untuk menarik minat pembaca, di
cover depan yang berlayar belakang foto jembatan. Ditampilkan empat
judul topik bahasan yang dimuat pada majalah ini yakni : Hukum kopi
Luwak, Tujuh Rupa Dosa Gede, Qurban Asal Tina Impian dan Mukjizat AlQur’an, dengan tambahan info, saratan pileuleuyan ti Ustad Rustaman
Luqman. Ditampilkan pula foto Ustad tersebut. Di balik cover depan, satu
halaman penuh ditampilakan ucapan belasungkawa dari Pimpinan Persis
Pusat atas meninggalnya beliau.
Pada bagian akhir majalah, ditampilkan setengah halaman rublik
bahasa Jawa, mengenai Sholat yang disajikan dalam bahasa Jawa. Ada
pula ruang Emutan Urang yang memberi ruang bagi para pembaca untuk
berinfak bagi para Ustad yang bertugas di luar Jawa. Sahwanoedin
Djojoprajitno (Saurang tokoh ti tungtung Pilo Djawa Madura). Menilik isi

majalah Iber, tentu lebih banyak menampilakanmasalah-masalah
keagamaan dengan kondisi kekinian. Namun, sebagai sebuah organisasi
Islam, Informasi tentang berbagai aktivitas Persis, juga ditampilkan pada
rublik khusus.
4. Masa Depan Iber
Awalnya, Iber terbit sangat sederhana, sesederhana para pengelolanya
tetapi tentunya tidak sesederhana isinya. 46 tahun yang lalu, Iber lahir
dalam bentuk majalah stensilan hasil raneo yang diputar dengan tangan.
Seiring dengan perkembangan zaman, Iber terbit dengan desain yang
cukup baik. Penerbitan Iber, tentu tidak dapat dilihat dari kesederhanaan
cover, tata letak, dan hasil cetakannya, tetapi lebih jauh pada nilai isi
yang ditawarkannya. Pada mubaligh dan muballighat Persis, dari generasi
ke generasi, sejak 46 tahun yang lalu, terpenuhi hajatnya terhadap bahanbahan dakwah yang disajikan oleh Iber. Mereka menyampaikan pesanpesan dakwah. Berbicara dengan dalil-dalil yang bersumber pada AlQur’an dan Sunnah yang disajikan dari sebuah majalah yang tampil
sederhana dengan harga yang sangat murah.
Sejak terbit No. 1 pada Agustus 1967 sampai dengan edisi terakhir,
Iber hanya dicetak antara 1500 sampai 3000 eksemplar. Pernah
diterbitkan lebih dari 3000 eksemplar, namun seperti filsafah pohon yang
bisa rimbun daunnya karena jasa daun tua jatuh dan dijadikan pupuk
alami, oplah seperti itu tetap bertahan lama, karena peribahasa: “genah
maca teu genah mayar”. Padahal seharusnya :”resep maca, resep masar”
majalah Iber saat ini dicetak sekitar 2700 eksemplar setiap bulannya,
dengan harga infaqnya seharga Rp. 7000. Majalah dengan harga jual
berlabel infaq yang sangat murah, tentu berdampak pada biaya
operasional dan honorarium penulis yang tidak besar. Untuk honor penulis
penulis amat rendah antara Rp. 20.000 sampai Rp. 60.000 sedangkan
pegawai diberi honor Rp. 50.000 per bulan. Iklan yang dimuat juga
dihargai saridona diserhkan kepada pemasang iklan. Itulah cirikhas
majalah dakwah yang tidak mengejar oplah, tetapi mengejar tujuan mulia
yang lebih besar, yakni syiar dakwah Islam.
Karena itulah, ke depan Iber perlu melakukan penataan dalam
berbagai hal: Petama Iber dapat lebih memberikan nuansa syiar
keagamaan yang mencerahkan dan mencerdaskan, tidak hanya bagi
Persis tetapi juga bagi kaum muslimin di tatar sunda. Pembatasan siaran
Persatuan Islam dapat diartikan luas, bukan hanya untuk jamaah
organisasi Persatuan Islam, tetapi menjadi media yang mepersatuan umat
Islam.
Kedua, harus diakui, dari sisi konten, pada umumnya masyarakat
Sunda dewasa ini kurang tertarik membaca media berbahasa Sunda,
karena dianggap tidak sesuai dengan selera masyarakat yang
berkembang dinamis. Karena itulah, diperlukan inovasi baru untuk
menyuguhkan media berbahasa Sunda yang memadukan antara konten
yang mendidik, menghibur untuk dibaca oleh setiap generasi.
Ketiga, seiring dengan kemerdekaan media massa atau kebebasan
pers elektronik, sesungguhnya Iber dapat memberi warna yang
menyejukan sebagai wahana penyedia informasi, pengembangan syiar

Islam, dan penyejuk kalbu. Iber dapat tampil paling depan dan
mengembangkan pendidikan karakter Islami yang akurat berdasarkan
pada Qur’an dan Sunnah, menjadi nilai lebih untuk mendidik masyarakat
Sunda yang religius, membina nilai-nilai luhur, ahlak mulia, dan karakter
bangsa sekaligus memelihara jati diri ke Sundaan.
Keempat, dari sisi perwajahan, konten dan bahasa diperlukan
perubahan artistik yang menarik pembaca untuk menoleh dan membaca
Iber, konten yang aktual dengan muatan dakwah yang disajikan dengan
tambahan isu-isu kekinian, serta disuguhkan dengan sajian bahasa Sunda
yang mudah dipahami, sehingga mudah dicerna oleh pembaca khususnya
generasi muda.
Kelima, perlu regerasi penulis, mengingat para penulis Iber pada
saat ini berusia senja. Inovasi dari para penulis muda dengan bimbingan
dari penulis senior, akan membawa nuansa baru pada isi majalah.
Keenam, pentingnya rasa kepemilikan dari pembaca dan pelestari budaya
Sunda untuk mendukung eksistensi Iber ke depan dengan mengubah
gaya managerial yang alakadarna,
ganteng-ganteng ulah potong dengan manajemen yang lebih maju.
D. Penutup
Apapun yang terjadi, 46 tahun terbit, merupakan prestasi yang luar biasa
dari Iber. Majalah Iber dapat terbit lebih dari empat puluh tahun hanya
mengandalkan motivasi dan idealisme para pengasuhnya untuk
menyebarkan dakwah Islam. Ruh kecintaan akan Islam, melebihi
kebutuhan akan materi, falsafah sederhana dari redaksi: sebenarnya tiada
manusia yang merugi, sebab kerugian itu hakikatnya adalah keuntungan
yang tertunda. Hanya masalahnya, banyak manusia yang tidak sabaran
menunggu itu semua. Pendiri majalah ini, Ustad Abdullah telah tiada,
tetapi majalah Iber yang didirikannya tetap hidup. H. Emon Sastranegara,
Girang Rumpaka Iber beraindai-andai: “Andaikanlah Ustad Abdullah masih
hidup dan berada di tengah-tengah kita sekarang ini, beliau tidak akan
kecewa, bahkan bangga melihat Iber masih tetap eksis, dan mungkin
beliau berkata: “Teruskeun anaking, Iber ulah pegat, sing jadi shadaqoh
jariyah”, Insya Alloh.
E. Daftar Pustaka
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ashary, Isa. (1958). Manifest Perjuangan Persayuan Islam. Bandung: Sekretariat
Basrowi dan Suwandi. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Fearly dan Barton. (1996), Tradisonalisme Radikal. Yogyakarta: Penerbit Lkis
Muhtadi, Asep dkk (2014). Meretas Jalan Dakwah Ormas Islam Indonesia. Bandung:
Pengurus MUI Bandung

Rosidi, Ajip. (1990). M Natsir: Sebuah Biografi. Jakarta: Giri Mukti Pustaka
Sar’an Eman. Tth. Sejarah Organisasi Persatuan Islam. Bandung: Tamadun
Suryanegara, Ahmad Mansur, (2012). Api Sejarah II. Bandung:Penerbit Salamandi
Tim Pengurus Persis. (2015).Mengenal Persis Lebih Dekat. Bandung: PP Persis Bandung
Wildan, Dadan. (1995). Sejarah Perjuangan Persis 1923 – 1983. Bandung: Gema Syahida
Wildan, Dadan. (2000). Pasang Surut Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia. Bandung:
Gema Syahida