BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Perempuan sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga: Studi di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Satuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum, dalam kehidupan bernegara harus

  menjunjung tinggi hak asasi manusia, karena menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang merupakan pencerminan hakikat manusia sebagai pribadi, baik itu laki-laki maupun perempuan, yang harus dihormati dan dijamin oleh hukum.

  1 Bahwa setiap manusia memiliki HAM karena kodratnya. Pendirian bangsa

  Indonesia mengenai hak asasi manusia berlandaskan Sila II Pancasila: Kemanusiaaan yang Adil dan Beradab, yang dijiwai dan dilandasi oleh sila-sila

  2

  lainnya. Pemerintah sebagai penyelenggara kehidupan bernegara memberikan

  3

  perlindungan dan kesejahteraan kepada masyarakat. Salah satu wujud perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah untuk melindungi perempuan supaya tidak menjadi korban kejahatan adalah dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan yang mengatur substansi tentang perlindungan korban. Kemudian, bentuk lain dari perlindungan hukum terhadap korban adalah dengan adanya keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagai lembaga yang menangani perlindungan terhadap saksi dan korban. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh LPSK antara lain kewenangan untuk memberikan kompensasi, restitusi, serta bantuan bagi korban maupun saksi. Berkaitan dengan apa yang telah diuraikan dalam awal paragraf diatas, 1 perlindungan korban pada hakikatnya merupakan perlindungan hak asasi manusia. 2 Titon Slamet Kurnia, Konstitusi HAM, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014, h. 36.

  

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di

3 Indonesia , Refika Aditama, Bandung, 2010, h. 10.

  

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice , Refika Aditama, Bandung, 2012, h. 13. Sebagaimana dikemukakan Separovic, bahwa The rights of the victim are a

  4 component part of the concept of human rights.

  Seiring dengan peradaban yang semakin maju, perempuan pada masa kini dapat menikmati kesetaraan haknya di segala bidang kehidupan. Dalam lingkup rumah tangga, perempuan memiliki kedudukan yang sama penting nya dengan laki-laki. Yakni, bahwa perempuan merupakan pelanjut keturunan bagi suatu keluarga, dan berperan sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya, dalam artian, tumbuh kembang seorang anak dipengaruhi oleh bagaimana cara mendidik oleh seorang ibu. Ibaratnya, ibu adalah seorang guru bagi anaknya supaya kelak dapat menjadi pribadi yang baik. Tentu saja hal tersebut menempatkan perempuan sebagai sosok sentral dalam hidup berumah tangga, melihat peranan yang disandang tersebut.

  Bagaimanapun juga, setiap orang pasti menginginkan kehidupan rumah tangga yang rukun, disertai dengan kedamaian, ketentraman, serta kebahagiaan.

  Untuk mewujudkan semua hal tersebut, dibutuhkan perilaku yang baik dan saling mendukung dari setiap individu dalam lingkup rumah tangga tersebut. Apabila tidak ada perilaku baik dan dukungan dari setiap anggota keluarga, tentu kerukunan dalam rumah tangga akan terganggu, sehingga dapat menimbulkan perbuatan negatif, seperti kekerasan dalam rumah tangga atau disingkat KDRT. Pada umumnya tindak KDRT sendiri merupakan delik aduan, yakni delik yang hanya dapat diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana itu sendiri. KDRT tersebut dapat menimpa siapapun dalam 4 lingkup rumah tangga dan pelakunya dapat siapa saja. Tindak KDRT merupakan

C. Maya Indah S, Perlindungan Korban, Suatu Perspektif Viktimologi dan Kriminologi, Kencana, Jakarta, 2014, h. 121.

  pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Fakta yang ada, masih banyak ditemukan kasus kejahatan kekerasan dalam rumah tangga yang menempatkan perempuan sebagai korban. Pada umumnya sebagaimana kasus kejahatan yang lain, bahwa kejahatan sebagai suatu gejala adalah selalu kejahatan dalam masyarakat (crime in society) dan merupakan

  5

  bagian dari keseluruhan proses-proses sosial produk sejarah. Fenomena tersebut dalam masyarakat, seolah-olah sebagai masalah yang klasik, dalam artian bahwa setiap tahun pasti ada kasus yang terjadi. Bahkan, angka tindak kekerasan dalam rumah tangga dari waktu ke waktu semakin meningkat. Maraknya tindak KDRT terhadap perempuan menunjukan bahwa perempuan sering dijadikan sebagai objek dari perbuatan pelaku, karena secara fisik atau jasmani, perempuan masih dipandang lemah.

  Maka, untuk memberikan perlindungan terhadap korban, khususnya perempuan, pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan perundang- undangan yang dijadikan sebagai payung hukum bagi perlindungan terhadap perempuan sebagai korban tindak kekerasan dalam rumah tangga. Undang- undang yang mengatur substansi hukum berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan antara lain, KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Undang- Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.

  Didalam KUHP, ketentuan yang mengatur perlindungan agar perempuan tidak 5 menjadi korban tindak kekerasan, tidak nampak secara konkrit, karena rumusan Yesmil Anwar dan Adang, Kriminologi, Refika Aditama, Bandung, 2013, h. 57. dalam Bab XX Tentang Penganiayaan pasal 351

  • – 356 tidak secara spesifik menunjuk wanita sebagai korban saja, tetapi bersifat umum, dalam arti berlaku untuk semua korban tindak penganiayaan. Bahwa pengaturan KUHP berorientasi

  6

  terhadap pelaku bahkan korban cenderung dilupakan. Dengan adanya asas lex

  

specialis derogate legi generalis yang berarti peraturan perundang-undangan yang

  khusus, mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang umum, maka rumusan KUHP tersebut bersifat umum dalam mengatur tindak KDRT, sementara rumusan yang lebih spesifik / khusus mengatur ketentuan perlindungan terhadap perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga terlihat dalam Undang- Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini memberikan perspektif baru bahwa ternyata kehidupan privat (yaitu rumah tangga) juga dapat diintervensi oleh negara. Undang-Undang ini

  7

  memberikan perkembangan baru bagi KUHP yang berlaku di Indonesia. Undang- Undang ini antara lain sebagai upaya mencegah, menanggulangi, dan mengurangi

  8 tindak kekerasan ataupun kejahatan yang semakin marak di lingkungan keluarga.

  Jika dilihat dari tujuan Undang-Undang KDRT tersebut, bahwa upaya mencegah dan mengurangi tindak kekerasan atau kejahatan dalam lingkup keluarga dapat dilihat sebagai bentuk prevensi / pencegahan. Apabila merujuk pada teori pemidanaan, bisa dikatakan bahwa Undang-Undang KDRT mengandung teori 6 relatif. Jika teori absolut melihat kepada kesalahan yang sudah dilakukan,

  Rena Yulia, Viktimologi Perlindungan Hukum terhadap Korban Kejahatan, Graha Ilmu, 7 Yogyakarta, 2010 h. 181-182.

  

Rahayu, Hukum Hak Asasi Manusia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2015,

8 h. 204.

  

Bambang Waluyo, Viktimologi, Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, h.

  86. sebaliknya teori-teori relatif bertujuan untuk mengusahakan pencegahan kesalahan pada masa mendatang, dengan perkataan lain pidana merupakan sarana untuk

  9

  mencegah kejahatan. UU KDRT telah menunjukkan bahwa ketentuan yang diatur tidak hanya untuk menanggulangi tindak kekerasan dalam rumah tangga saja, tetapi juga mengatur bagaimana cara untuk mencegahnya. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk

  10

  diskriminasi yang harus dihapus. Pengertian kekerasan dalam rumah tangga dapat kita lihat melalui definisi kekerasan dalam rumah tangga yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, yakni :

  

Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang

terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan

secara fisik, seksual, psikologi, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk

ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

  11 kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

  Pasal 5 Undang-Undang No.

  23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, mengelompokkan bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangga, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis,

  12 kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga.

  9 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, 2014 (selanjutnya disingkat Teguh 10 Prasetyo I), h. 15.

  Konsideran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam 11 Rumah Tangga.

  

Siswanto Sunarso, Viktimologi dalam Sistem Peradilan Pidana, SInar Grafika, Jakarta, 2014, h.

12 26.

  Ibid.

  Selanjutnya, ketentuan mengenai perlindungan korban diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.

  13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Undang-Undang ini hadir dengan tujuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan korban, karena dapat digunakan sebagai dasar menuntut hak atas rasa aman oleh para saksi dan korban. Disamping itu Undang-Undang ini juga merupakan dasar bagi aparat negara untuk memberikan perlindungan yang diperlukan kepada saksi dan korban. Kemudian, menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 2014, selain diatur mengenai lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK), juga terdapat pihak lain yang juga memiliki kontribusi besar untuk mengungkap tindak pidana tertentu, yakni Saksi Pelaku (justice collaborator), Pelapor (whistle-blower), ahli, serta orang yang dapat memberikan keterangan yang masih ada korelasinya dengan suatu perkara pidana meskipun tidak didengar sendiri, tidak dilihat sendiri, dan tidak dialami sendiri, sehingga perlu diberikan perlindungan.

  Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah tersebut, sebagai instrumen hukum untuk melindungi perempuan dari tindak kekerasan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga, diharapkan supaya tindak KDRT ini jumlahnya dapat ditekan menjadi seminimal mungkin. Tetapi, realita yang ada, jumlah kasus KDRT yang menimpa perempuan, belum juga surut. Undang-undang yang telah diterbitkan pemerintah, setelah diterapkan belum sepenuhnya dapat menjamin perlindungan bagi perempuan. Banyak permasalahan-permasalahan yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap tindak KDRT. Seperti, adanya nilai sosial atau stigma dari masyarakat yang menganggap KDRT adalah urusan suami isteri. Kemudian, jika korban melaporkan tindak KDRT kepada aparat penegak hukum, dianggap telah membuka aib keluarga. Permasalahan selanjutnya, faktor ketergantungan ekonomi isteri kepada suami. Budaya malu atau perasaan tidak enak yang masih melekat pada sebagian masyarakat, memiliki andil besar terhadap penanganan kasus KDRT. Sehingga tidak banyak orang yang bersedia menanggung resiko untuk melaporkan suatu tindak pidana, jika tidak ada perlindungan dari ancaman yang kemungkinan diterima oleh pelapor.

  Sejatinya, aparat penegak hukum, yakni kepolisian negara Republik Indonesia, telah berusaha untuk meminimalisir permasalahan tindak kekerasan dalam rumah tangga melalui Peraturan KAPOLRI No. 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja. Berdasarkan peraturan tersebut, terbentuklah unit yang bertugas untuk memberikan pelayanan, perlindungan terhadap perempuan dan anak, yang dinamakan dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA). Unit PPA berkedudukan di bawah Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Kepolisian Resor. Tugas utama dari Unit PPA adalah memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban tindak kejahatan atau kekerasan serta melakukan penegakan hukum terhadap pelaku. Dalam melaksanakan tugasnya, Unit PPA menyelenggarakan fungsi sebagaimana berikut : 1.

  Penyelenggaraan pelayanan dan perlindungan hukum; 2. Penyelenggaraan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana; 3. Penyelenggaraan kerja sama dan koordinasi dengan instansi terkait.

  Dalam melaksanakan tugasnya, Unit PPA dipimpin oleh Kanit (Kepala Unit) dalam menyelenggarakan perlindungan terhadap perempuan dan anak yang

  Setelah penulis melakukan penelitian di Unit PPA Polres Salatiga, dapat dilihat perkembangan kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani oleh Unit PPA Polres Salatiga dari tahun 2015 sampai 2017 yang akan penulis uraikan sebagai berikut :

  menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelaku. Dengan dibentuknya Unit PPA , diharapkan mampu mendukung terwujudnya perlindungan dan penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan.

13 Kasus KDRT yang terjadi di Kota Salatiga dan yang dilaporkan ke Polres

  Salatiga dari Tahun 2015

  • – 2017 berjumlah 32 kasus. Dimana dari semua kasus tersebut, yang menjadi korban KDRT adalah perempuan. Pada tahun 2015, yang dilaporkan sebanyak 15 kasus. Pada tahun 2016, laporan yang masuk sebanyak 9 kasus. Sementara pada tahun 2017, kasus yang dilaporkan berjumlah 8. Meskipun jumlah KDRT yang ditangani oleh Polres Salatiga dari tahun 2015
  • – 2017 relatif menurun, tetapi tidak menutup kemungkinan, masih ada tindak KDRT yang belum dilaporkan / diadukan oleh korban ke Unit PPA Polres Salatiga, dikarenakan keengganan korban untuk melakukan laporan / aduan. Merujuk pada data yang didapat dari Unit PPA Polres Salatiga tersebut, penulis berargumen bahwa perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan, perlu diupayakan kembali secara maksimal. Terlihat dari kurangnya sarana atau fasilitas untuk tempat perlindungan sementara
  • 13 Wawancara dengan Kepala Unit PPA Polres Salatiga, Ipda Henri Widyoriani, SH pada hari Selasa tanggal 13 Juni 2017.

  14

  (seperti safehouse) bagi korban KDRT. Seharusnya, dengan diterbitkannya peraturan perundang-undangan yang spesifik mengatur perlindungan korban, yakni UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban, aparat penegak hukum bisa mengupayakan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dengan melaksanakan asas penghormatan HAM, keadilan dan kesetaraan gender, nondiskriminasi, dan perlindungan korban. Argumen penulis secara spesifik mengacu pada tujuan dari penerbitan UU No. 23 Tahun 2004, yang terdapat dalam Pasal 4, apabila diringkas yakni penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan sebagai upaya untuk mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, serta memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Hal tersebut searah dengan salah satu tujuan untuk membentuk suatu rumah tangga atau keluarga, adalah terbentuknya rumah tangga yang bahagia, yang memberikan dampak positif, yakni apabila rumah tangga bahagia, maka lingkungan masyarakat bahkan negarapun ikut bahagia serta dapat terciptanya keamanan dan kedamaian. Dalam pembahasan ini, penulis cenderung berpendirian, supaya perlindungan hukum terhadap perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga dapat terjamin, maka aparat penegak hukum beserta setiap warga negara, diharuskan untuk memiliki kesadaran yang tinggi dan pemahaman terhadap permasalahan kekerasan dalam rumah tangga.

14 Wawancara dengan Kepala Unit PPA Polres Salatiga, Ipda Henri Widyoriani, SH pada hari Selasa Tanggal 13 Juni 2017.

  Berdasarkan latar belakang tersebut, dan mengingat posisi perempuan yang penting dalam keluarga, serta kondisi perempuan yang rentan terhadap berbagai macam tindak pidana khususnya KDRT, maka penulis tertarik dan bermaksud untuk mengkaji permasalahan hukum mengenai perlindungan terhadap perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di kota Salatiga, yang akan penulis susun dalam skripsi dengan judul

  

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN SEBAGAI

KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA”

(STUDI DI UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK SATUAN

RESERSE KRIMINAL POLRES SALATIGA).

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, pokok-pokok permasalahan yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah : Bagaimana bentuk perlindungan hukum oleh Unit PPA Sat Reskrim Polres Salatiga terhadap perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga ? C.

   Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh aparat Unit PPA Sat Reskrim Polres Salatiga terhadap perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga.

D. Manfaat Penelitian

  Manfaat yang dapat diberikan melalui penelitian ini ada dua, dari segi teoritis adalah untuk menambahkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran kepada khalayak umum mengenai tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, serta sumbangsih dalam bentuk menambah informasi bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum pidana. Kemudian, pada tataran praktis akan membantu aparat penegak hukum (khususnya aparat kepolisian) dalam memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga khususnya perempuan, serta menangani tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga kedepannya agar lebih maksimal, supaya hak-hak korban lebih terpenuhi dan terlindungi sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang No.

  23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Dalam Rumah Tangga.

E. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

  Spesifikasi penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat

  deskriptif analisis , yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan

  gambaran secara rinci, sistematis, dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang menggambarkan realitas dari data-data dan fakta-fakta yang ditemukan dalam perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga oleh aparat Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor kota Salatiga.

2. Metode Pendekatan

  Penelitian yang hendak dilakukan oleh penulis adalah penelitian dengan pendekatan hukum sosiologis atau empiris (socio legal research).

  Pendekatan sosio legal adalah suatu pendekatan dalam penelitian hukum yang menempatkan hukum sebagai gejala sosial yang lebih menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya

  15

  dengan hukum. Pendekatan tersebut ditujukan pada penerapan perlindungan hukum oleh aparat Unit PPA terhadap perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga di Kepolisian Resor Salatiga, yang berupa data yang didapat langsung melalui wawancara dengan narasumber dari Unit PPA Kepolisian Resor Salatiga, yang dilengkapi serta diperkuat dengan dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang terdapat di Kepolisian Resor Salatiga. Pendekatan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan karena penelitian ini menelaah peraturan perundang-undangan yang memiliki keterkaitan dengan masalah hukum yang penulis bahas. Pendekatan kasus dikarenakan penulis akan mendasarkan gagasannya pada data lapangan langsung dari narasumber di Kepolisian Resor Salatiga.

3. Jenis dan Sumber Data

  Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini antara lain meliputi penggunaan data sebagai berikut : a.

  Data Primer Data primer adalah data yang didapat langsung dari penelitian atau studi lapangan. Data primer dalam penulisan ini diperoleh dengan cara wawancara dengan aparat Kepolisian Resor Salatiga, khususnya Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak, serta advokat, dan korban kekerasan dalam rumah tangga .

  b. 15 Data Sekunder Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2014, h. 128.

  Data sekunder adalah data yang diperoleh penulis dari penelitian kepustakaan dengan cara melakukan study dokumen dan study

  

literature dalam mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-

  konsep, pandangan-pandangan, doktrin, serta isi kaedah hukum yang menyangkut perlindungan hukum terhadap perempuan di Indonesia.

  Data sekunder ini berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari : 1)

  Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat berkaitan dengan objek penelitian, antara lain :

  1. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

  Kekerasan Dalam Rumah Tangga 3. Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

  Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

  4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.

  Pol. : 10 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja. 2)

  Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan kejelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu :

  1. Buku-buku literature yang membahas perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

  2. Makalah-makalah maupun karya tulis dari para ahli hukum yang khususnya berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

  3) Bahan Hukum Tersier

  Petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, dan internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini, diharapkan mampu diperoleh data yang benar-benar valid, untuk itu penulis menggunakan teknik-teknik pengumpulan data, yaitu : 1.

  Survey yang penulis lakukan dengan menggali dan mendapatkan informasi dari instansi, dalam hal ini pihak terkait Polres Salatiga, khususnya Unit Pelayanan Perempuan dan Anak.

  2. Wawancara yang tersusun berdasar keterangan yang telah disampaikan oleh narasumber yang diterima, yakni Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak, advokat, dan korban.

  3. Study pustaka (library research) meliputi mempelajari berbagai bahan hukum dan dokumen yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

Dokumen yang terkait

BAB V PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Semiotika Iklan Axis: Studi Kasus Iklan Axis Versi Iritology di Televisi

0 2 36

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas 5 SDN 2 Danyang Kecamatan Purwodadi Tahun Aja

0 0 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas 5 SDN 2 Danyang Kecamatan Purwodadi Tahun

0 0 14

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas 5 SDN 2 Danyang Kecamatan Purwodadi T

0 0 18

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas 5 SDN 2 Danyang Kecamata

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas 5 SDN 2 Danyang Kecamatan Purwodadi Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Project Based Learning(PjBL) terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas 5 Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 23

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Project Based Learning(PjBL) terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas 5 Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Project Based Learning(PjBL) terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas 5 Semester II Tahun Ajaran 20

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Project Based Learning(PjBL) terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas 5 Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 16