Tuan Tunggang Parangan dan Islamisasi di

Tuan Tunggang Parangan dan Islamisasi di Kerajaan Kutai Kalimantan
Timur
Annisa Khaerani (16120017)

I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Melihat dari sejarah-sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai di Kalimantan
Timur adalah kerajaan tertua di Indonesia. Hal ini terbukti dengan
ditemukannya tujuh buah prasasti. Tujuh buah prasasti tersebut dituliskan di
atas tugu batu bernama Yupa dalam bahasa Sansekerta dan menggunakan
huruf Pallawa. Menurut Paleografi, yaitu ilmu yang mempelajari bentukbentuk tulisan kuno, prasasti-prasasti tertulis ini diperkirakan sudah ada sejak
awal abad ke-5 Masehi.1
Prasasti-prasasti tersebut mencantumkan kedermawanan Raja Kutai,
Mulawarman, kepada biksu Brahmana.2 Kerajaan Kutai menempati lokasi
yang strategis, karena berada di jalur perdagangan antara Cina dan India.
Sungai Mahakam di Muarakaman –dekat dengan Kota Tenggarong sekarangmerupakan penunjang perekonomian kerajaan ini sekaligus sebagai pintu
masuknya Islam.3
Dalam praktiknya, penyebaran agama Islam di Kalimantan Timur tidak
bisa dilepaskan dari peran Tuan Tunggang Parangan. Kedatangannya pada

akhir abad ke-16 memang dimaksudkan untuk mengislamkan orang-orang
Kutai.4 Berkat dakwahnya, Aji Mahkota (1525-1589) menjadi Raja Kutai
pertama yang memeluk agama Islam. Pada masa pemerintahan Raja Aji

1

Syaukani H.R., Kerajaan Kutai Kertanegara, Kutai : Pulau Kumala, 2002, hlm. 4.
Bambang Suwondo, dkk., Sejarah Daerah Kalimantan Timur, Jakarta : Depdiknud,
hlm. 2.
3
Syaukani H.R., Kerajaan ...., hlm. 4.
4
Adham, Salasilah Kutai, Jakarta : Departemen Pendidikan & Kebudayaan, 1981, hlm.
223.
2

1

Dilanggar (1589-1605), Islam menjadi agama dominan di kalangan
masyarakat Kutai.5

Fakta sejarah ini kurang mendapatkan perhatian dalam penelitianpenelitian sejenis. Kalimantan Timur lebih dikenal sebagai rumah Kerajaan
Hindu tertua di Indonesia, meskipun di wilayah ini Kesultanan Kutai pernah
berdiri. Nama Tuan Tunggang Parangan tidak banyak disebutkan dalam teksteks sejarah Islam di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, makalah ini
membahas lebih jauh tentang riwayat hidup Tuan Tunggang Parangan. Di
samping itu, dijabarkan pula mengenai peranannya dalam proses islamisasi
Kerajaan Kutai pada akhir abad ke-16 hingga 17 M.
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul Tuan Tunggang Parangan dan Islamisasi di Kerajaan
Kutai Kalimantan Timur, maka ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana proses Islamisasi di Kerajaan Kutai?
2) Siapakah Tuan Tunggang Parangan?
3) Bagaimana peran Tuan Tunggang Parangan dalam proses islamisasi
Kerajaan Kutai?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka ditetapkan tujuan penelitian
sebagai berikut :
1) Mengetahui proses Islamisasi Kerajaan Kutai
2) Mengetahui riwayat hidup Tuan Tunggang Parangan
3) Mengetahui peran Tuan Tunggang Parangan dalam proses Islamisasi
Kerajaan Kutai


5

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Membangun Kembali Kebanggaan Budaya
Kraton Kutai Kartanegara, Tenggarong : Lembaga Ilmu Pengetahuan Kutai Kartanegara,
2001, hlm. 66.

2

II.

METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Landasan Teori
Penulisan makalah ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang
didefinisikan oleh Bogdan dan Taylor sebagai “prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari sumber”.6
Penelitian mengacu pada pendekatan historis, yang secara umum dapat
diartikan sebagai bentuk penelitian yang mendeskripsikan gejala yang terjadi
di masa lampau (bukan pada waktu penelitian dilakukan). Selain itu,
digunakan pendekatan antropologis untuk melihat korelasi antara agama Islam

yang dibawa oleh Tuan Tunggang Parangan dan masyarakat Kutai.
Dalam membahas Islamisasi di Kalimantan Timur, terlebih dahulu
dijelaskan mengenai pengertian islamisasi. Secara sederhana, islamisasi dapat
diartikan sebagai proses penyebaran dan pengembangan agama Islam,
sehingga terjadi perubahan pada suatu masyarakat yang awalnya tidak
memeluk Islam menjadi beragama Islam. Proses Islamisasi dapat dijelaskan
dalam tiga tahap, yaitu : 1) Datangnya agama Islam yang di dalamnya
merupakan bagian dari sejarah perniagaan nusantara, 2) Masuknya agama
Islam yang membahas perkenalan Islam oleh suku-suku bangsa atau
komunitas budaya, dan 3) Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh unit
politik yang lebih besar, yaitu kerajaan.7
Untuk mengkaji proses islamisasi di Kerajaan Kutai, digunakan teori
saluran islamisasi oleh Uka Tjandrasasmita bahwa agama Islam disebarkan
melalui enam saluran, yaitu perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan,
kesenian dan politik.8 Proses islamisasi Kerajaan Kutai dapat dilihat melalui
enam saluran tersebut.

6

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2007), hlm. 4.
7
J. Noorduyn, Islamisasi Makassar, (Jakarta: Bhratara, 1972), hlm. 10.
8
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet. XXV,
2014), hlm. 201.

3

2.2. Metode Penelitian
Dalam penulisan makalah ini, metode yang digunakan adalah metode
historis-deskriptif.9 Metode penelitian sejarah ini bersifat memberi penjelasan
mengenai Peran Tunggang Parangan dalam proses Islamisasi di Kerajaan
Kutai Kalimantan Timur. Metode ini berfungsi untuk merekonstruksi
peristiwa masa lalu secara objektif dan sistematis dengan mengumpulkan,
menilai, memverifikasi, dan mensintesis bukti untuk menetapkan fakta dan
mencapai kesimpulan yang dapat dipertahankan dan dalam hubungan
hipotesis tertentu. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam makalah
ini adalah studi pustaka dengan sumber berupa buku, skripsi dan makalah.


9

Dudung Abdurahman, Pengantar Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Kurnia
Kalam Semesta, 2003), hlm. 31.

4

III.

PEMBAHASAN
3.1. Kerajaan Kutai
a. Sejarah Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai berada di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayahnya melintang

di sepanjang aliran Sungai Mahakam sampai Teluk Balikpapan, dengan pusat
kekuasaannya berada di Muara Sungai. Kini luas wilayahnya meliputi enam
kabupaten/kotamadya di Kalimantan Timur, yaitu Balikpapan, Samarinda,
Bontang, Kutai Kertanegara, Kutai Barat, dan Kutai Timur. Luas wilayahnya pada
tahun 1959 mencapai 94.700 km2. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan, kerajaan
ini sudah berkembang pada abad ke-5. Rajanya yang bernama Mulawarman

menganut agama Hindu.
Kerajaan Kutai yang dipimpin oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti pada awal
abad ke-13 telah menjalin hubungan dengan Kerajaan Majapahit. Para Pangeran
Kutai

menempuh perjalanan ke wilayah Majapahit untuk mempelajari adat

istiadat dan tata cara pemerintahan. Sedangkan Kerajaan Majapahit mengirimkan
seorang patih sebagai representasi pengakuan kekuasaan di Kerajaan Kutai. 10 Saat
kekuatan Kerajaan Majapahit melemah, Kerajaan Kutai semakin leluasa
menjalankan pemerintahannya sendiri.
Berikut daftar raja-raja yang memerintah di Kerajaan Kutai:
No
.
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11

Masa

Nama Raja/Sultan

1300-1325

Aji Batara Agung Dewa Sakti

1325-1360

Aji Batara Agung Paduka Nira

1360-1420
1420-1475

1475-1545
1545-1610
1610-1635
1635-1650

Aji Maharaja Sultan
Aji Raja Mandarsyah
Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya
Aji Raja Mahkota Mulia Alam
Aji Dilanggar
Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa ing
Martapura
Aji Pangeran Dipati Agung ing Martapura
Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma ing Martapura
Aji Ragi gelar Ratu Agung

1650-1665
1665-1686
1686-1700


10

Eki Putra Wiratama, Makalah: Kesultanan Kutai Kartanegara: Pengembangan Islam
di Indonesia, (Depok: Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, 2014), hlm. 5-9.

5

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

1700-1710
1710-1735

1735-1778
1778-1780
1780-1816
1816-1845
1850-1899
1899-1910
1920-1960
1999sekarang

Aji Pangeran Dipati Tua
Aji Pangeran Anum Panji Mendapa ing Martapura
Aji Muhammad Idris
Aji Muhammad Aliyeddin
Aji Muhammad Muslihuddin
Aji Muhammad Salehuddin
Aji Muhammad Sulaiman
Aji Muhammad Alimuddin
Aji Muhammad Parikesit
Haji Aji Muhammad Salehuddin II

b. Proses Islamisasi Kerajaan Kutai
Masuknya Islam ke Kalimantan dilakukan melalui dua arah, yaitu arah
Barat dan Selatan. Islam yang masuk dari arah Barat datang dari Malaka,
sedangkan yang masuk dari arah Selatan datang dari arah Jawa.
Perkembangan Islam di Kalimantan Timur menjadi lebih pesat dengan
kedatangan dua orang penyebar agama Islam pada masa pemerintahan
Raja Aji Mahkota. Mereka adalah Tuan Tunggang Parangan dan Datuk ri
Bandang.11 Kedua mubaligh itu datang ke Kutai setelah mengislamkan
orang-orang Makassar.
Tuan

Tunggang

Parangan

dan

Datuk

ri

Bandang

berhasil

mengislamkan Raja Aji Mahkota. Agama Islam tersebar ke seluruh negeri
seperti Jahitan Layar, Hulu Dusun, Sembaran, Binalu, Sambuyutan dan
Dondang. Raja Aji Mahkota juga menyebarkan agama Islam ke beberapa
wilayah lain, yaitu daerah hulu hingga Loa Bakung, ke arah pantai hingga
Kaniungan, Manubar, Sangkulirang dan Balikpapan. Negeri-negeri ini
kemudian menjadi daerah taklukan Kerajaan Kutai. Didirikan masjid di
ibukota kerajaan sebagai tempat Tuan Tunggang Parangan mengajar. Raja
Aji Mahkota digantikan oleh putranya, yaitu Aji Dilanggar. Selanjutnya
pemerintahan dipegang oleh Aji Pangeran Sinum Panji Mandepa. Di
bawah pemerintahan raja inilah dakwah Islam menjangkau daerah
11

A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia,
(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 201.

6

pedalaman hingga mencapai Muara Pahau. Dengan demikian, agama
Islam telah tersebar disepanjang sungai Mahakam.12
Masuknya agama Islam mempengaruhi setiap sendi kehidupan
masyarakat Kutai. Seorang Raja yang akan naik tahta terlebih dahulu
didoakan dan diberkati oleh para ulama. Semasa pemerintahan Raja Aji
Sinum Panji Ing Martadipura telah dibentuk semacam Lembaga Peradilan
Kerajaan yang didasari oleh hukum Islam. Lembaga ini juga memiliki
tugas memutuskan perkara-perkara keagamaan dan berbagai perkara
lainnya.13 Agama Islam lebih jauh menancapkan pengaruhnya dengan
ditetapkannya Undang-undang Dasar “Panji Selaten” dan Undang-undang
“Beraja Niti”. Undang-undang tersebut memuat pengaturan tata kehidupan
raja, para pejabat kerajaan dan berbagai hak/kewajiban yang menyangkut
syariat Islam. Gelar sultan mulai dipakai pada masa pemerintahan Aji
Muhammad Idris.
Tersebarnya agama Islam di Kerajaan Kutai berdampak postif pada
perekonomian masyarakat Kutai. Pelabuhan semakin ramai dengan
kedatangan para pedagang dari berbagai daerah. Setelah meletusnya
Perang Makassar (1660-1669), para petinggi Kerajaan Wajo yang
tersingkir dari Sulawesi menyusuri Selat Makassar hingga Sungai
Mahakam untuk meminta suaka kepada Raja Kutai. Mereka menempati
sebuah wilayah yang merupakan Kota Samarinda sekarang. Selain orangorang Bugis, orang-orang dari Banjarmasin dan Jawa turut mendirikan
pemukiman di sekitar Sungai Mahakam. Kedatangan suku-suku tersebut
telah memperkaya tradisi keislaman Kerajaan Kutai. Tarekat tasawuf, seni

12
13

Ibid., hlm. 47.
Adham, Salasilah Kutai ..., hlm. 251-253.

7

pertunjukan hadrah14 dan selamatan15diadopsi secara luas dalam
kebudayaan masyarakat Kutai.
3.2. Tuan Tunggang Parangan
a. Riwayat Hidup
Tuan Tunggang Parangan memiliki nama lengkap Habib Hasyim bin
Musyayakh bin Abdullah bin Yahya. Ia lahir di Tarim, Hadralmaut, Yaman
Selatan. Setelah menuntaskan pelajaran agamanya, ia memutuskan untuk
hijrah. Ia datang ke Nusantara mengikuti rombongan pedagang lainnya.
Sembari berdagang, ia menyebarkan Islam di Sumatera, Jawa, dan kemudian
berangkat ke Sulawesi.16 Disini ia bertemu dengan seorang ulama yang telah
lama menetap di Makassar bernama Khotib Tunggal Abdul Makmur yang
bergelar Datuk Ri Bandang. Keduanya sepakat berangkat ke Kalimantan
setelah mendengar tentang sebuah kerajaan besar yang rakyatnya memeluk
agama Hindu dan Dayak Kaharingan. Kerajaan yang dimaksud adalah Kutai.
Berlainan dengan Datuk ri Bandang yang kembali ke Makassar setelah
mengislamkan Raja Aji Mahkota, Tuan Tunggang Parangan menetap di Kutai
hingga akhir hayatnya. Semasa hidupnya ia berperan sebagai sokoguru dalam
dakwah Islam di Kerajaan Kutai. Makamnya berada di desa Kutai Lama
Kabupaten Kutai Kartanegara. Makam ini terbuka untuk dikunjungi sepanjang
tahun.
b. Peranan dalam Islamisasi Kerajaan Kutai
14

Hadrah merupakan jenis pertunjukan tari dari negeri Parsi diiringi alat musik seperti
rebana dan gendang. Kesenian ini sering ditampilkan dalam acara-acara tertentu untuk
menyemarakkan suasana.
15
Selamatan adalah suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat
atau tetangga. Secara tradisional acara syukuran dimulai dengan doa bersama, duduk
bersila di atas tikar melingkari sajian berupa nasi dengan lauk pauk. Selamatan masih
sering diadakan di kalangan masyarakat Kalimantan Timur (terutama suku Jawa) sebagai
bentuk rasa syukur atas peristiwa penting yang terjadi, misalnya pernikahan, khitanan,
pindahan rumah, mendapat pekerjaan dan lain-lain. Selamatan dapat dilakukan di rumah
orang yang berhajat atau masjid-masjid.
16
Muhammad Fahmi Noor, Skripsi: Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan
Peran Raja dalam Pengembangan Agama Islam di Kerajaan Kutai Abad ke-17 dan 18,
(Surabaya : UIN Sunan Ampel, Fakultas Adab dan Humaniora, 2016), hlm. 40-41.

8

Tuan Tunggang Parangan dan Datuk ri Bandang sampai di pesisir
Kalimantan pada masa kekuasaan Aji Mahkota. Konon, ia disebut Tuan
Tunggang Parangan oleh masyarakat sekitar karena ketika datang ke Kutai ia
menunggang jukut (ikan) Parangan.
Raja Aji Mahkota sedang berunding dengan para menteri mengenai
permasalahan di kerajaan Kutai, ketika seorang punggawa melaporkan
kedatangan dua orang asing dari arah laut. Kedua orang tersebut, yang tak lain
merupakan Tuan Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan dibawa ke istana
menghadap raja. Akhirnya Raja Aji Mahkota dan kedua tamunya terlibat adu
kesaktian.17 Setelah mengakui kekalahannya, Raja Aji Mahkota memeluk
agama Islam, yang diikuti oleh keluarga, menteri, punggawa, dan para
pembesar kerajaan. Para bangsawan diberi pelajaran agama Islam mengenai
sholat lima waktu, hukum Islam, membaca tulisan Arab dan lain-lain.18
Ketika Datuk ri Bandang kembali ke Makassar, Tuan Tunggang Parangan
tinggal di Kutai sebagai penasihat utama kerajaan. Ia sendiri yang memberikan
pengajaran Islam pada kaum bangsawan Kutai. Kemudian, ia

membuka

komunitas belajar di sebuah masjid yang terletak di ibukota Kutai. Muridmurid dididik untuk menjadi pemeluk ajaran Islam yang taat dan pendakwah
yang

mumpuni.19Murid-muridnya

berdatangan

dari

berbagai

wilayah

kekuasaan Kutai dan terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Tradisi
pembelajaran di masjid ini dipertahankan oleh raja-raja Kutai setelah Aji
Mahkota.
Pada masa pemerintahan Aji Dilanggar, Tuan Tunggang Parangan
membantu merumuskan peraturan kerajaan, terutama yang berkaitan dengan
pelaksanaan ajaran Islam. Peraturan ini kemudian dibukukan pada masa raja
selanjutnya, yaitu Aji Panji Sinum Ing Martadipura.

17

Misriani, dkk., Kearifan Lokal Cerita Rakyat Kalimantan Timur, (Samarinda: Kantor
Bahasa Provinsi Kalimantan Timur, 2013), hlm. 23.
18
Adham, Salasilah Kutai..., hlm. 240.
19
Muhammad Fahmi Noor, Skripsi: Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan
Peran Raja ..., hlm. 43.

9

10

IV.

PENUTUP
Proses Islamisasi Kerajaan Kutai dapat dilihat melalui enam saluran

penyebaran Islam yang dikemukakan oleh Uka Tjandrasasmita. Letak geografis
Kerajaan Kutai yang meliputi pesisir Balikpapan dan Sungai Mahakam
memudahkan masuknya pengaruh Islam lewat saluran perdagangan. Posisi Islam
semakin kuat dengan adanya perkawinan antara penduduk Kutai dengan para
pedagang merangkap muballigh. Kerajaan Kutai mendapatkan pengaruh tasawuf
dari kebudayaan Islam yang telah mapan, dalam hal ini orang-orang Banjarmasin,
Jawa, dan Sulawesi yang menetap di Kutai memberikan peranan yang besar di
samping kecenderungan penduduk terhadap kepercayaan mistik dan batiniah. Para
pendakwah Islam dihasilkan dari pendidikan yang berpusat di masjid-masjid.
Dalam kesenian, pengaruh Islam tampak pada pertunjukkan hadrah. Saluran
penyebaran Islam yang paling dominan di kalangan masyarakat Kutai adalah
politik. Baru pada saat Raja Aji Mahkota memeluk Islam, agama ini diterima
secara luas. Selain itu kebijakan ekspansi dan pemberlakuan undang-undang telah
membantu menyebarkan agama Islam di Kalimantan Timur.
Tuan Tunggang Parangan yang memiliki nama asli Hasyim bin Musyayakh
bin Abdullah bin Yahya berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan. Ia hijrah ke
Nusantara untuk berdagang sekaligus menyebarkan Islam. Bersama Datuk ri
Bandang, ia berhasil mengislamkan Raja Kutai Aji Mahkota. Semasa hidupnya
Tuan Tunggang Parangan berperan sebagai penasihat utama Kerajaan Kutai dan
mengajarkan Islam kepada masyarakatnya. Dalam menyebarkan Islam di
Kerajaan Kutai, Tuan Tunggang Parangan menempuh dua cara, yaitu: 1) Memberi
pengajaran langsung kepada kaum bangsawan dan rakyat Kutai dan 2)
Mempengaruhi kebijakan politik dan pemerintahan Kutai dengan menjadi
penasihat utama kerajaan.

11

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman,

Dudung.

2003.

Pengantar

Metode

Penelitian

Sejarah.

Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 2003.
Adham. 1981. Salasilah Kutai. Jakarta : Departemen Pendidikan & Kebudayaan,
1981.
Daliman, A. 2012. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di
Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2012.
Kartanegara, Pemerintah Kabupaten Kutai. 2001. Membangun Kembali
Kebanggaan Budaya Kraton Kartanegara. Tenggarong : Lembaga Ilmu
Pengetahuan Kutai Kartanegara, 2001.
Misriani, et al. 2013. Kearifan Lokal Cerita Rakyat Kalimantan Timur.
Samarinda : Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur, 2013.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2007.
Noor, Muhammad Fahmi. 2016. Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura
dan Peran Raja dalam Pengembangan Agama Islam di Kerajaan Kutai Abad ke17 dan 18. Surabaya : UIN Sunan Ampel, Fakultas Adab dan Humaniora, 2016.
Noorduyn, J. 1972. Islamisasi Makassar. [penerj.] S. Gunawan. Jakarta :
Bhratara, 1972.
R., Syaukani H. 2002. Kerajaan Kutai Kertanegara. Kutai : Pulau Kumala, 2002.
Suwondo, Bambang dan dkk. Sejarah Daerah Kalimantan Timur. Jakarta :
Depdiknud.
Wiratama, Eki Putra. 2014. Kesultanan Kutai Kartanegara: Pengembangan
Islam di Indonesia. Depok : Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, 2014.

12

Yatim, Badri. 2014. Sejarah Peradaban Islam. Cet. XXV. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2014.

13

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24