EKSISTENSI PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFES docx

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan sebuah media pengembangan
potensi individu sebagai seorang peserta didik. Dalam ruang lingkup pendidikan,
adapun keberadaan seorang guru adalah suatu komponen yang sangat fundamental
guna menjadi pelaksana utama terjadinya proses pendidikan di sekolah. Guru
adalah pendidik profesional. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang RI Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Untuk itu, guru dipersyaratkan
memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana atau Diploma IV (S1/D-IV) yang
relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.

Sebagai

pendukung undang-undang tersebut pemerintah juga membuat kebijakan tentang
pengadaan program pengembangan keprofesionalime guru (PKB) sebagai upaya
pencapaian tuntutan profesi seorang guru.
Selain keberadaan program PKB, dalam makalah ini juga membahas

mengenai gambaran mutu pendidikan indonesia dilihat dari ketentuan Standar
Nasional Pendidikan. Mutu pendidikan merupakan implikasi dari pelaksanaan
proses pendidikan di sekolah. Apabila proses yang dilaksanakan baik dan sesuai
dengan ketentuan standar pendidikan, maka diharapkan mutu pendidikan akan
baik pula. Untuk itu dalam pembahasan makalah ini kami menyajikan gambaran
mutu pendidikan indonesia sebagai cerminan proses pendidikan di indonesia yang
kurang sesuai dengan apa yang diharapkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
makalah ini ada;ah sebagai berikut:
1. Bagaimana eksistensi program PKB di indonesia
2. Bagai mana mutu pendidikan di indonesia

1

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dalam makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1. Eksistensi program PKB di indonesia.
2. Mutu pendidikan di indonesia.


2

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengembangan Keprofesian Guru (PKB)
1. Pengembangn Profesian Guru
Pengembangan profesian guru merupakan tindak lanjut dari upaya
pencapaian standar kompetensi guru yang ditetapkan oleh pihak permerintah
sesuai dengan peraturan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen. Dalam peraturan tersebut, seorang guru harus
memiliki kriteria kompetensi yang baik dalam segi ranah pedagogik, kepribadian,
profesional dan sosial. Oleh karena itu, program PKB adalah sarana guru dalam
kebijakan pemerintah sebagai tindakan realisasi peraturan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara dan Pendayagunakan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang dimaksudkan pengembangan
keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang
dilaksanakan


sesuai

dengan

kebutuhan,

bertahap,

berkelanjutan

untuk

meningkatkan profesionalitasnya. Guru Pertama dengan pangkat Penata Muda
golongan ruang IIIa sampai dengan pangkat pembina Utama golongan ruang IV e
wajib melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yaitu
pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau pengembangan karya inovati.
[ CITATION Suk \l 1057 ]
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)/Continous professional
development (CPD) terdiri dari serangkaian aktivitas reflektif yang dirancang

untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan
seseorang. PKB mendukung pemenuhan kebutuhan seseorang dan meningkatkan
praktik profesional mereka. PKB juga bermakna cara setiap anggota asosiasi
profesi memelihara, memperbaiki, dan memperluas pengetahuan dan keterampilan
mereka dan mengembangkan kualitas diri yang diperlukan dalam kehidupan

3

profesional mereka. PKB mencakup gagasan bahwa individu selalu bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan profesional mereka di luar apa
yang mereka dapatkan dalam pelatihan dasar yang mereka terima ketika pertama
kali melakukan pekerjaan tersebut.
Tujuan Utama dari pengembangan profesional guru melalui PKB adalah
peningkatan pembelajaran siswa. Pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB)
ini penting karena berkaitan dengan : (1) optimalisasi pelayanan terhadap klien
dalam hal ini siswa; (2) bukti dari profesionalisme; (3) prasyarat pekerjaan; (4)
meningkatkan keterampilan kerja guru secara individual; (5) memperluas
pengalaman guru untuk keperluan perkembangan karir atau promosi;(6)
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman profesional guru secara individual;
(7) meningkatkan pendidikan pribadi atau pendidikan umum individu guru; (8)

membuat guru merasa dihargai; (9) meningkatkan rasa puas terhadap pekerjaan;
(10) meningkatkan pandangan positif mengenai pekerjaan; (11) memungkinkan
guru

mengantisipasi

dan

bersiap

untuk

menghadapi

perubahan;

(12)

mengklarifikasi keseluruhan kebijakan sekolah atau departemen. [ CITATION
Muh13 \l 1057 ]

Upaya mewujudkan guru sebagai profesi dalam arti yang sebenarbenarnya harus menjadi bagian dari obsesi masyarakat profesi guru itu sendiri,
sebagai bagian dari tanggung jawab moral kepada masyarakat sebagai klien.
Untuk itu asosiasi profesi guru harus menjadi garda terdepan dalam perjalanan
membangun profesionalisme guru yang diidamkan karena CPD/PKB merupakan
cara agar guru tetap bisa menjaga dan meningkatkan keprofesiannya. Selain itu
perlu dukungan penuh dari para manajemen yang terkait dengan CPD/PKB guru,
yaitu Kepala Dinas Pendidikan, Kepala sekolah, dan pemangku kepentingan
lainnya.

B. Mutu Pendidikan Indonesia
1. Pengertian Mutu Pendidikan

4

Berdasarkan UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003menyatakan bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memilikikekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat”. Sesuai dengan pernyataan undang-undang tersebut, bahwa pada

dasarnya pendidikan memiliki kontribusi penuh terhadap pengembangan potensi
individu sebagai peserta didik. Keterkaitan sebab-akibat yang terjadi dalam
pendidikan antara proses belajar dengan hasil belajar merupakan konsep dari
sebuah pendidikan tersebut.
Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh seorang individu setelah
melakukan proses belajar dalam pendidikan. hasil belajar berkaitan erat dengan
standar kualitas yaitu mutu pendidikan. Mutu Pendidikan adalah kemampuan
sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efesien terhadap komponenkomponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah
terhadap

komponen

tersebut

menurut

norma

atau


standar

yang

berlaku[ CITATION Mut12 \l 1057 ]
2. Standar Mutu Pendidikan.
Mutu yang baik memiliki standar. Oleh karena itu, secara nasional
diberlakukanlah standar-standar mutu pendidikan, yang disebut Standar Nasional
Pendidikan (SNP). Dalam pasal 2 ayat 1 PP No. 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa
ruang lingkup SNP meliputi: (1) standar isi; (2) standar proses; (3) standar
kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar
sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan sekolah; (7) standar pembiayaan,
dan (8) standar penilaian pendidikan. Kementerian pendidikan dan kebudayaan.
2013. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Biro Hukum dan Organisasi[ CITATION Kem \l 1057 ]

5

BAB III

PEMBAHASAN

A. Eksistensi Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Penetapan Permenneg Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan
Reformasi birokrasi (RB) Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya, dilatarbelakangi bahwa guru memiliki peran strategis dalam
meningkatkan proses pembelajaran dan mutu peserta didik. Perubahan mendasar
yang terkandung dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009
dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, di antaranya dalam hal penilaian
kinerja guru yang sebelumnya lebih bersifat administratif menjadi lebih
berorientasi praktis, kuantitatif, dan kualitatif, sehingga diharapkan para guru akan
lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya. Dalam
Permenneg PAN dan RB ini, jabatan fungsional terdiri dari empat jenjang, yaitu
Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama.
Setiap tahun, guru harus dinilai kinerjanya secara teratur melalui Penilaian
Kinerja Guru (PK Guru) dan wajib mengikuti Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB). PKB tersebut harus dilaksanakan sejak guru memiliki
golongan kepangkatan III/a dengan melakukan pengembangan diri, dan sejak
golongan kepangkatan III/b guru wajib melakukan publikasi ilmiah dan/atau
karya inovatif. Untuk naik dari golongan kepangkatan IV/c ke IV/d guru wajib

melakukan presentasi ilmiah. Gambar 1. menunjukkan keterkaitan antara PKB,
PK Guru, dan pengembangan karir guru.

6

Gambar 1. sistem pembinaan dan pengembangan guru
PKB dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan
hasil PK Guru dan didukung dengan hasil evaluasi diri. Apabila hasil PK Guru
masih berada di bawah standar kompetensi yang ditetapkan atau berkinerja
rendah, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program PKB yang diorientasikan
sebagai pembinaan untuk mencapai kompetensi standar yang disyaratkan.
Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerjanya telah mencapai standar
kompetensi

yang

disyaratkan,

maka


kegiatan

PKB

diarahkan

kepada

pengembangan kompetensi agar dapat memenuhi tuntutan masa depan dalam
pelaksanaan tugas dan kewajibannya sesuai dengan kebutuhan sekolah dalam
rangka memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik.
Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PKB diakui
sebagai salah satu unsur utama yang diberikan angka kredit untuk pengembangan
karir guru dan kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru, selain kegiatan
pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah. Kegiatan PKB diharapkan dapat menciptakan

guru yang

profesional, yang bukan hanya sekadar memiliki ilmu pengetahuan yang luas,
tetapi juga memiliki kepribadian yang matang. Dengan kepribadian yang prima
dan

penguasaan

IPTEK

yang

kuat,

guru

diharapkan

terampil

dalam

menumbuhkembangkan minat dan bakat peserta didik sesuai dengan bidangnya.

7

1. Tujuan PKB
Secara umum, keberadaan PKB bertujuan untuk meningkatkan kualitas
layanan pendidikan di sekolah/madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu
pendidikan. Secara khusus, tujuan PKB disajikan berikut ini;
a) Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang
ditetapkan.
b) Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam
memfasilitasi proses belajar peserta didik dalam memenuhi tuntutan
perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di masa mendatang.
c) Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
d) Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
e) Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.
Manfaat PKB bagi peserta didik yaitu memperoleh jaminan kepastian
mendapatkan pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan
potensi diri secara optimal, sehingga mereka memiliki kepribadian kuat dan
berbudi pekerti luhur untuk berperan aktif dalam pengembangan iImu
pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan perkembangan masyarakat. Bagi
guru hal ini dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta
memiliki kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya; sehingga selama
karirnya mampu menghadapi perubahan internal dan eksternal dalam memenuhi
kebutuhan belajar peserta didik menghadapi kehidupan di masa datang.
Dengan PKB untuk guru, bagi sekolah/madrasah diharapkan mampu
menjadi sebuah organisasi pembelajaran yang efektif; sehingga sekolah/madrasah
dapat menjadi wadah untuk peningkatan kompetensi, dedikasi, dan komitmen
guru dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta
didik. Bagi orang tua/masyarakat, PKB untuk guru bermakna memiliki jaminan
bahwa anak mereka di sekolah akan memperoleh layanan pendidikan yang
berkualitas

sesuai

kebutuhan

dan

kemampuan

masing-masing.

Bagi

pemerintah,PKB untuk guru dimungkinkan dapat memetakan kualitas layanan
pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan kebijakan pembinaan
dan pengembangan profesi guru dalam menunjang pembangunan pendidikan;
8

sehingga pemerintah dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas,
kompetitif dan berkepribadian luhur.
PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan untuk memelihara dan
meningkatkan standar kompetensi secara keseluruhan, mencakup bidang-bidang
yang berkaitan dengan profesi guru. Dengan demikian, guru secara profesional
dapat

memelihara,

meningkatkan,

dan

memperluas

pengetahuan

dan

keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu.
Pembelajaran yang bermutu diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan pemahaman peserta didik.
2. Pelaksanaan PKB
PKB mencakup kegiatan-kegiatan yang didesain untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan guru. Kegiatan dalam PKB
membentuk suatu siklus yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan
refleksi. Gambar 2. menunjukkan siklus kegiatan PKB bagi guru. Melalui siklus
kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, diharapkan guru
akan mampu mempercepat pengembangan pengetahuan dan keterampilan untuk
peningkatan karirnya.

Gambar 2. Siklus pelaksanaan PKB

9

Kegiatan PKB untuk pengembangan diri dapat dilakukan di sekolah, baik
oleh guru secara mandiri, maupun oleh guru bekerja sama dengan guru lain dalam
satu sekolah. Kegiatan PKB melalui jaringan sekolah dapat dilakukan dalam satu
rayon (gugus), antarrayon dalam kabupaten/kota tertentu, antarprovinsi, bahkan
dimungkinkan melalui jaringan kerjasama sekolah antarnegara serta kerjasama
sekolah dan industri, baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi.
Kegiatan PKB melalui jaringan antara lain dapat berupa: kegiatan KKG/MGMP;
pelatihan/seminar/lokakarya; kunjungan ke sekolah lain, dunia usaha, industri,
dan sebagainya; mengundang nara sumber dari sekolah lain, komite sekolah, dinas
pendidikan, pengawas, asosiasi profesi, atau dari instansi lain yang relevan.
Jika kegiatan PKB di sekolah dan jaringan sekolah belum memenuhi
kebutuhan pengembangan keprofesian guru, atau guru masih membutuhkan
pengembangan lebih lanjut, kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan
sumber kepakaran luar lainnya. Sumber kepakaran lain ini dapat disediakan
melalui LPMP, P4TK, Perguruan Tinggi atau institusi layanan lain yang diakui
oleh pemerintah, atau institusi layanan luar negeri melalui pendidikan dan
pelatihan jarak jauh dengan memanfaatkan jejaring virtual atau TIK.
Dalam kaitannya dengan PKB ini, beberapa jenis pengembangan
kompetensi dapat dilakukan oleh guru dan di sekolah mereka sendiri. Beberapa
program dimaksud disajikan berikut ini.
1. Dilakukan oleh guru sendiri:
a. menganalisis umpan balik

yang

diperoleh

dari

siswa

terhadap

pelajarannya;
b. menganalisis hasil pembelajaran (nilai ujian, keterampilan siswa, dll);
c. mengamati dan menganalisis tanggapan siswa terhadap kegiatan
pembelajaran;
d. membaca artikel dan buku yang berkaitan dengan bidang dan profesi; dan
e. mengikuti kursus atau pelatihan jarak jauh.
2. Dilakukan oleh guru bekerja sama dengan guru lain:
a. mengobservasi guru lain;
b. mengajak guru lain untuk mengobservasi guru yang sedang mengajar;
c. mengajar besama-sama dengan guru lain (pola team teaching);
d. bersamaan dengan guru lain membahas dan melakukan investigasi
terhadap permasalahan yang dihadapi di sekolah;
e. membahas artikel atau buku dengan guru lain; dan
10

f. merancang persiapan mengajar bersama guru lain.
3. Dilakukan oleh sekolah :
a. training day untuk semua sumber daya manusia di sekolah (bukan
hanya guru);
b. kunjungan ke sekolah lain; dan c. mengundang nara sumber dari sekolah
lain atau dari instansi lain.
Satu hal yang perlu diingat dalam pelaksanaan pengembangan keprofesian
berkelanjutan harus dapat mematuhi prinsip-prinsip seperti berikut ini.
a) Setiap

guru

di

Indonesia

berhak

mendapat

kesempatan

untuk

mengembangkan diri. Hak tersebut perlu diimplementasikan secara teratur,
sistematis, dan berkelanjutan.
b) Untuk
menghindari
kemungkinan

pengalokasian

kesempatan

pengembangan yang tidak merata, proses penyusunan program PKB harus
dimulai dari sekolah. Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada
setiap guru untuk mengikuti program PKB minimal selama tujuh hari atau
40 jam per tahun. Alokasi tujuh hari tersebut adalah alokasi minimal.
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/ atau sekolah berhak menambah
alokasi waktu jika dirasakan perlu, termasuk penyediaan anggaran untuk
kegiatan PKB.
c) Guru juga wajib berusaha mengembangkan dirinya semaksimal mungkin
dan secara berkelanjutan. Alokasi waktu tujuh hari per tahun sebenarnya
tidak cukup, sehingga guru harus tetap berusaha pada kesempatan lain di
luar waktu tujuh hari tersebut. Keseriusan guru untuk mengembangkan
dirinya merupakan salah satu hal yang diperhatikan dan dinilai di dalam
kegiatan proses pembelajaran yang akan dievaluasi kinerja tahunannya.
d) Proses PKB bagi guru harus dimulai dari guru sendiri.
e) Sebenarnya guru tidak bisa ‘dikembangkan’ oleh orang lain jika dia belum
siap untuk berkembang. Pihak-pihak yang mendapat tugas untuk membina
guru perlu menggali sebanyak-banyaknya dari guru tersebut (tentang
keinginannya,

kekhawatirannya,

pemahamannya

tentang

proses

masalah

yang

belajar-mengajar,

dihadapinya,
dsb)

sebelum

memberikan masukan/saran.
f) Untuk mencapai tujuan PKB yang sebenarnya, kegiatan PKB harus
melibatkan guru secara aktif sehingga betul-betul terjadi perubahan pada

11

dirinya,

baik

dalam

penguasaan

materi,

pemahaman

konteks,

keterampilan, dan lain-lain. Jenis pelatihan tradisional -- yaitu ceramah
yang dihadiri oleh peserta dalam jumlah besar tetapi tidak melibatkan
mereka secara aktif -- perlu dihindari.
3. Jenis-jenis PKB
PKB perlu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai standar
kompetensi dan/atau meningkatkan kompetensinya agar guru mampu memberikan
layanan pendidikan secara profesional. Pencapaian dan peningkatan kompetensi
tersebut akan berdampak pada peningkatan keprofesian guru dan berimplikasi
pada perolehan angka kredit bagi pengembangan karir guru. Dalam Permenneg
PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009, terdapat tiga unsur kegiatan guru dalam PKB
yang dapat din ilai angka kreditnya, yaitu: pengembangan diri, publikasi ilmiah,
dan karya inovatif.
1. Pengembangan Diri
Pengembangan diri pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan guru melalui kegiatan pendidikan dan latihan
fungsional dan kegiatan kolektif guru yang dapat meningkatkan kompetensi
dan/atau keprofesian guru. Dengan demikian, guru akan mampu melaksanakan
tugas utama dan tugas tambahan yang dipercayakan kepadanya. Tugas utama guru
adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan,
sedangkan tugas tambahan adalah tugas lain guru yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah, seperti tugas sebagai kepala sekolah, wakil kepala sekolah,
kepala laboratorium, dan kepala perpustakaan.
Diklat fungsional termasuk pada kategori diklat dalam jabatan yang
dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis
dan jenjang jabatan fungsional masing-masing. Dalam Permendiknas Nomor 35
Tahun 2010 dinyatakan bahwa diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam
mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan
keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu.

12

Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti pertemuan
ilmiah atau mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru, baik di sekolah
maupun di luar sekolah, dan bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang
bersangkutan. Beberapa contoh bentuk kegiatan kolektif guru antara lain: (1)
lokakarya atau kegiatan bersama untuk menyusun dan/atau mengembangkan
perangkat kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau media pembelajaran; (2)
keikutsertaan pada kegiatan ilmiah (seminar, koloqium, workshop, bimbingan
teknis, dan diskusi panel), baik sebagai pembahas maupun peserta; (3) kegiatan
kolektif lainnya yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru.
Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan
pengembangan diri, baik dalam diklat fungsional maupun kegiatan kolektif guru,
antara lain: (1) penyusunan RPP, program kerja, dan/atau perencanaan pendidikan;
(2) penyusunan kurikulum dan bahan ajar; (3)

pengembangan metodologi

mengajar; (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran peserta didik; (5)
penggunaan dan pengembangan teknologi informatika dan komputer (TIK) dalam
pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran; (7) peningkatan kompetensi
profesional dalam menghadapi tuntutan teori terkini; (8) penulisan publikasi
ilmiah;

(9)

pengembangan

karya

inovatif;

(10)

kemampuan

untuk

mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan kompetensi lain yang terkait
dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang relevan dengan
fungsi sekolah/madrasah.
Pelaksanaan berbagai kegiatan pengembangan diri ini harus berkualitas,
dikoordinasikan dan dikendalikan oleh Koordinator PKB di sekolah secara
sistematik dan terarah sesuai kebutuhan. Kegiatan pengembangan diri yang
berupa diklat fungsional harus dibuktikan dengan surat tugas, sertifikat, dan
laporan deskripsi hasil pelatihan yang disahkan oleh kepala sekolah. Sementara
itu, kegiatan pengembangan diri yang berupa kegiatan kolektif guru harus
dibuktikan dengan surat keterangan dan laporan per kegiatan yang disahkan oleh
kepala sekolah. Jika guru mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah,
laporan dan bukti fisik pendukung tersebut harus disahkan oleh kepala dinas
pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi.

13

Hasil

diklat

fungsional

dan

kegiatan

kolektif

guru

ini

perlu

didesiminasikan kepada guru- guru yang lain, minimal di sekolahnya masingmasing, sebagai bentuk kepedulian dan wujud kontribusi dalam peningkatan
kualitas pendidikan. Kegiatan ini diharapkan dapat mempercepat proses
peningkatan dan pengembangan sekolah secara utuh/menyeluruh. Guru bisa
memperoleh penghargaan berupa angka kredit tambahan sesuai perannya sebagai
pemrasaran/nara sumber.
2. Publikasi Ilmiah
Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan
kepada masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas
proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan secara
umum. Publikasi ilmiah mencakup 3 (tiga) kelompok, yaitu: (a) Presentasi pada
forum ilmiah. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pemrasaran dan/atau nara
sumber pada seminar, lokakarya, koloqium, dan/atau diskusi ilmiah, baik yang
diselenggarakan pada tingkat sekolah, KKG/MGMP, kabupaten/kota, provinsi,
nasional, maupun internasional. (b) Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau
gagasan ilmu bidang pendidikan formal. Publikasi dapat berupa karya tulis hasil
penelitian, makalah tinjauan ilmiah di bidang pendidikan formal dan
pembelajaran, tulisan ilmiah populer, dan artikel ilmiah dalam bidang pendidikan.
Karya ilmiah ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah tertentu atau minimal telah
diterbitkan dan diseminarkan di sekolah masing-masing. Dokumen karya ilmiah
disahkan oleh kepala sekolah dan disimpan di perpustakaan sekolah. Bagi guru
yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, karya ilmiahnya harus
disahkan oleh kepala dinas pendidikan setempat. (c) Publikasi buku teks
pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman guru. Buku yang dimaksud dapat
berupa buku pelajaran, baik sebagai buku utama maupun buku pelengkap,
modul/diktat pembelajaran per semester, buku dalam bidang pendidikan, karya
terjemahan, dan buku pedoman guru. Buku termaksud harus tersedia di
perpustakaan sekolah tempat guru bertugas. Keaslian buku harus ditunjukkan
dengan pernyataan keaslian dari kepala sekolah atau dinas pendidikan setempat
bagi guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai kepala sekolah.

14

3. Karya Inovatif
Karya inovatif adalah karya yang bersifat pengembangan, modifikasi atau
penemuan baru sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas
proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan,
sains/teknologi, dan seni. Karya inovatif ini dapat berupa penemuan teknologi
tepat

guna,

penemuan/peciptaan

atau

pengembangan

karya

seni,

pembuatan/modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau penyusunan standar,
pedoman, soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun provinsi.
Kegiatan PKB yang mencakup ketiga komponen tersebut harus
dilaksanakan secara berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan
meningkatkan profesionalismenya, tidak sekadar untuk pemenuhan angka kredit.
Oleh sebab itu, meskipun angka kredit seorang guru diasumsikan telah memenuhi
persyaratan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional tertentu, guru tetap
wajib melakukan kegiatan PKB.

B. Gambaran Mutu Pendidikan Di Indonesia
Indonesia dalam menetapkan Standar Mutu Pendidikan menggunakan
Standar Nasional Pendidikan. Untuk menjamin standarisasi mutu pendidikan di
Indonesia ini dibentuklah BSNP yang melakukan pengawasan dan penelitian akan
pelaksanaan usaha dalam mencapai mutu pendidikan. Untuk mempermudah
pelaksanaan dan Controling standarisasi Mutu Pendidikan ini diatur dalam 8
Standar Nasional Pendidikan yang dikeluarkan oleh BSNP. Standar Nasional
Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri
dari : Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar

15

Pengelolaan, Standar Pembiayaan Pendidikan, Standar Penilaian Pendidikan
Adapun Fungsi dan Tujuan Standar Nasional Pendidikan ini adalah :

1. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu.
2. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
3. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional,
dan global.

Mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan diatas, maka ulasan berikut
akan menjelaskan tentang gambaran implementasinya di lapangan pendidikan.

a. Standar Kompetensi Lulusan
Pada mulanya kebanyakan orang mengukur mutu pendidikan Indonesia
dengan Ujian Nasional. Akan tetapi berdasar pengamatan penulis, pada
kenyataannya, Ujian Nasional yang diselenggarakan masih mengundang
kontroversi bahkan masih pula didapati dan diterapkannya sistem konversi atau
katrol nilai. Sehingga penulis tidak sepakat jika pemerintah menjadikan UN
sebagai standar kelulusan siswa dan alat ukur keberhasilan mutu pendidikan
nasional. Bahkan, sebagaimana disampaikan oleh Hafid Abbas , beliau menukil

16

pernyataan Jusuf Kalla berdasarkan Tim analisis komparatifnya tentang Mutu
Pendidikan Indonesia saat menjabat sebagai Menko Kesra pada 2003 dan
sewaktu menjabat Wakil Presiden, beliau menemukan fakta bahwa ;



Tingkat kesukaran ujian akhir jenjang SD di Malaysia untuk Bahasa
Inggris relatif sebanding dengan kesukaran ujian akhir jenjang SLTA di
Indonesia.



Tingkat kesukaran IPA dan Matematika jenjang SLTP relatif sama
dengan jenjang SLTA.



Standar kelulusan nasional Malaysia dengan tingkat kesukaran tersebut
pada 2003 adalah 6, sedangkan Indonesia 3. Jika tiap tahun standar
kelulusan dinaikkan 0,5, berarti mutu pendidikan Indonesia tertinggal 912 tahun dari Malaysia.



Harus ada pengendalian mutu pendidikan dengan pemberlakuan standar
ujian nasional. Sehingga ;



Tidak ada toleransi kelulusan bagi mereka yang tidak melewati standar
minimum dari sejumlah mata pelajaran yang diujikan.

Berbeda dengan Jusuf Kalla, Wakil Presiden Boediono pernah
menyebutkan bahwa sampai saat ini Indonesia belum punya konsepsi yang jelas
mengenai substansi pendidikan. Karena tak ada konsepsi yang jelas, timbullah
kecenderungan untuk memasukkan apa saja yang dianggap penting ke dalam
kurikulum. Akibatnya, terjadilah beban berlebihan pada anak didik. Bahan yang
diajarkan terasa ”berat”, tetapi tak jelas apakah anak mendapatkan apa yang
seharusnya diperoleh dari pendidikannya. Akibat dari kerisauan Wapres itu, tibatiba timbullah Proyek Perombakan Kurikulum KTSP menjadi Kurikulum 2013
yang terkesan dipaksakan.

b. Standar Isi

17

Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi
minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan. Tentang standar isi ini diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, menetapkan: Standar Isi, Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar untuk SD/MI, SDLB, SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA,
SMALB, SMK/MAK. Dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program
Paket B dan Program Paket C.
Dalam perjalanannya, Mutu Pendidikan Indonesia telah menerapkan enam
kurikulum, yaitu Kurikulum 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 atau KBK, dan
terakhir KTSP yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Diknas Nomor 22
tentang Standar Isi, Permen Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan
Permen Nomor 24 tentang Pelaksanaan kedua Permen tersebut.
Buchori , menyatakan ada sejumlah kelemahan draf Kurikulum 2013 yang
perlu segera diperbaiki sebelum isinya diberlakukan. Beberapa kelemahan
tersebut seperti;



Belum adanya hasil analisis evaluasi pada penerapan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) yang berlaku sebelumnya.



Selama ini banyak guru kesusahan mengubah kebiasaan dari menerima isi
kurikulum apa adanya lalu tiba-tiba diminta menyusun KTSP. Apalagi di
kurikulum 2013 prinsipnya integrasi, banyak materi.



Wacana penambahan jam pelajaran siswa di sekolah, anak yang tinggal di
luar Jawa dan kawasan pedesaan, banyak pelajar terbiasa bantu orang tua,
dan transportasi ke sekolah jauh.

18

Menurut data dari Balitbang Kemenag RI , Standar Isi Pembelajaran
terdiri dari tiga variabel yaitu kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban
belajar dan kalender akademik. Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang
diterapkan di MTsN yang dijadikan sasaran sebuah penelitian Balitbang Kemenag
mencapai kategori kurang dengan rata-rata skor 2.8 atau sekitar 56% yang
memenuhi SNP.
Hal ini mengindikasikan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum
yang diterapkan di MTsN belum sesuai SNP. Pada aspek beban belajar yang
diterapkan di MTsN termasuk kategori cukup dengan rerata skor 3.1 atau sekitar
62% memenuhi SNP. Sedangkan dalam penyusunan kalender akademik di MTsN
sasaran penelitian mencapai kategori cukup dengan rerata skor 3.1 atau sekitar 62
% memenuhi SNP. Ini berarti bahwa penyusunan kalender akademik di MTsN
telah sesuai SNP. Dari dua pernyataan dalam indikator kalender akademik yaitu
teknik penyusunan dan jadwal yang tersusun, satu indikator yaitu teknik
penyusunan kalender akademik masuk kategori cukup dengan skor 3.3 dan satu
indicator masuk kategori kurang dengan skor 2.9. Inilah gambaran implementasi
Standar Isi Pendidikan di Indonesia.
c. Standar Proses
Sebagaimana tercantum dalam Permendiknas nomor 41 tahun 2007
tentang Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, itu
mencakup proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik
memberikan keteladanan.
Berkaitan dengan pengimplementasian Standar Proses ini melalui
pendekatan dan metode pembelajaran yang mutakhir, setidaknya penulis melihat
ada 2 (dua) sisi permasalahan yang berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan:
1. Masalah keterbatasan keterampilan (kemampuan).

19

Untuk masalah yang pertama ini dapat dibagi ke dalam dua kategori: (a)
kategori berat, yaitu keterbatasan yang menunjukkan ketidakberdayaan dalam
menyusun perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Ketika penulis masih
berada dibangku sekolah masih ada guru dengan model mengajarnya CBSA (catat
buku sampai habis), bertahun-tahun guru tersebut mengajar di dalam kelas, tidak
pernah melakukan variasi pembelajaran di luar kelas atau out door study.
Demikian pula Silabus dan RPP didapati pada sebagian guru melakukan copy
paste saja, sama sekali tidak menunjukkan kreatifitas yang signifikan untuk
memenuhi standar proses itu sendiri. Inilah yang dilakukannya secara terus
menerus sepanjang tahun; dan (b) kategori sedang. Relatif lebih baik dari yang
pertama, mereka sudah mengetahui jenis-jenis pembelajaran mutakhir tetapi
mereka masih mengalami kebingungan dan kesulitan untuk menerapkannya di
kelas, mereka bisa mempraktikan satu atau dua metode pembelajaran mutakhir
tetapi dengan berbagai kekurangan di sana-sini.
2. Masalah keterbatasan motivasi (kemauan).
Pada umumnya dari sisi kemampuan tidak ada kekurangan. Dalam
implementasi standar prosesnya sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan
tentang pembelajaran mutakhir yang lumayan, tetapi kerap dihinggapi penyakit
keengganan untuk mempraktikannya. Banyak pengetahuan dan keterampilan dari
berbagai pelatihan dan workshop yang telah diikuti. Sepulangnya dari kegiatan
pelatihan, semangat mereka begitu tinggi akan tetapi lambat laun semangatnya
memudar dan akhirnya padam, kembali menggunakan cara-cara lama dalam
melaksanakan proses pendidikan ini. Hasil pelatihan pun akhirnya menjadi sia-sia.
d. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Pada tahun 2004 berdasarkan ditemukan fakta mutu guru Indonesia masih
jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar berkaitan
kurikulum yang berbasis kompetensi yang sudah diterapkan. Berdasarkan statistik
60% guru SD, 40% guru SMP, 43% guru SMA, dan 34% guru SMK, dianggap
belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17% guru atau

20

setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Kualitas SDM kita
adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Develoment Index.
Namun Indonesia menempati peringkat ke-108 dari 187 negara pada tahun
2013, atau tidak mengalami perubahan dari tahun 2012. Posisi tersebut
menempatkan Indonesia pada kelompok menengah. Skor nilai HDI Indonesia
sebesar 0,684, atau masih di bawah rata-rata dunia sebesar 0,702. Peringkat dan
nilai HDI Indonesia masih di bawah rata-rata dunia dan di bawah empat negara di
wilayah ASEAN (Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand).
Penelitian tahun 2008 berjudul “Madrasah dalam Pemenuhan Standar
Layanan Minimal Pendidikan (Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Menurut SNP) di MI dan MTs” hasilnya menunjukkan bahwa komponen pendidik
dan tenaga kependidikan MI dan MTs yang terdiri dari guru, kepala dan
pengawas, baru memenuhi SNP sebesar 72 % untuk guru, 74 % untuk kepala dan
66 % untuk pengawas.
e. Standar Sarana dan Prasarana
Berdasarkan Penelitian tahun 2009 tentang “Kesiapan Madrasah dalam
Pemenuhan SNP (Standar Pengelolaan Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Standar Sarana Prasarana) di MTsN”, menunjukkan bahwa MTsN
baru memenuhi SNP sekitar 60 % untuk Standar Pengelolaan, 61 % untuk Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan dan 58 % untuk Standar Sarana Prasarana. Ini
berarti bahwa madrasah belum memenuhi SNP pada tiga komponen tersebut.
Kalau dicermati kenyataan di lapangan, implementasi dari Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana Sekolah/Madrasah
Umum masih banyak yang belum dipenuhi. Terbukti sebagai contoh dari data
sebuah penelitian di kota Bandung, menghasilkan penelitian bahwa masih cukup
banyak sekolah yang tidak memiliki lapangan yang memadai untuk kegiatan
olahraga atau upacara bendera, sehingga pelaksanaan olahraga seringkali
dilaksanakan di luar kawasan sekolah. Yang memprihatinkan juga masih
banyaknya sekolah yang tidak memiliki ruang terbuka hijau (taman) yang
memadai. Pada sebagian besar sekolah luas bangunan sudah sesuai dengan standar
yang ditetapkan. Ruang kelas sebagai tempat kegiatan belajar mengajar yang

21

utama pada sebagian besar sekolah sudah sangat memadai. Hanya masih dijumpai
beberapa sekolah yang belum memiliki ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang
UKS, mushala, dan gudang yang representative dalam rangka menunjang kegiatan
belajar mengajar. Sebagian besar sekolah telah memiliki konstruksi yang baik dan
proses pelaksanaan pekerjaan telah sesuai kaidah konstruksi, ini akan memberi
jaminan keamanan pada pengguna bangunan. Tapi masih ada sekolah yang kurang
memperhatikan fasilitas pendukung dan tidak secara berkala melaksanakan
pemeliharaan bangunan tersebut. Bagi sekolah yang berada di pinggir jalan raya,
masih belum dapat mengatasi kebisingan yang diakibatkan oleh lalulintas
sehingga dapat mengganggu kegiatan belajar mengajar. Adanya sekolah yang
berdekatan dengan pusat keramaian seperti pasar juga memerlukan perhatian
untuk mengurangi terganggunya kegiatan belajar mengajar. Kebutuhan lahan
untuk aktivitas siswa dan pemenuhan standar sarana prasarana mutlak harus
dipenuhi, akan tetapi banyak sekolah yang kurang memiliki lahan yang dijadikan
lahan tempat aktivitas siswa melaksanakan olahraga atau upacara serta untuk
memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau (taman).
f. Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan pendidikan untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah adalah standar pengelolaan pendidikan untuk sekolah/madrasah yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan
agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Dalam
melaksanakan

penjaminan

mutu

standar

pengelolaan,

sekolah

perlu

memperhatikan dua hal. Pertama, kriteria minimal yang harus dicapai berdasarkan
Permendiknas No. 19 Tahun 2007, indikator operasional, dan kriteria pencapaian
tujuan. Kedua, sekolah perlu memperhatikan indikator dan kriteria keunggulan
tingkat satuan pendidikan sehingga sekolah dapat memiliki target yang lebih
tinggi daripada kriteria pada standar nasional pendidikan (SNP). Akan tetapi
dalam implementasinya, penulis menilai masih banyak sekolah yang sangat
membutuhkan pembinaan tentang sistem pengelolaan pendidikan komprehensif,
mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, dan

22

pemantauan serta evaluasi hingga mencapai suatu sistem pengelolaan pendidikan
yang benar-benar sesuai dengan ketentuan BSNP.
g. Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan
besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Biaya
operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan
untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya
kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan
berkelanjutan. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi,
dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan
prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya
operasional pendidikan meliputi ; gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta
segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis
pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi,
konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses
pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Implementasinya di lapangan akan memunculkan adanya lembaga
pendidikan yang basic pendanaannya pas-pasan dan memberikan kesempatan
belajar gratis ada juga peserta didik yang tidak mau sekolah, dari aspek pendanaan
mendukung akan tetapi gurunya asal ngajar, bahkan ironinya ada sekolah dengan
standar pembiayaan yang mahal bikin iri orang dan dianggap komersialisasi
pendidikan. Inilah fakta dari implementasi standar pembiayaan Pendidikan
Nasional.
h. Standar Penilaian Pendidikan
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri
atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik; Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan; dan Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan
pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik;

23

dan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Implementasinya masih
didapati manipulasi data dalam penilaian hasil belajar baik akreditasi, raport
maupun hasil belajar siswa demi memuluskan image positif bagi sekolah tempat
guru mengajar[ CITATION mas13 \l 1057 ].

24

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan untuk memelihara dan
meningkatkan standar kompetensi secara keseluruhan, mencakup bidang-bidang
yang berkaitan dengan profesi guru. Dengan demikian, guru secara profesional
dapat

memelihara,

meningkatkan,

dan

memperluas

pengetahuan

dan

keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu.
Pembelajaran yang bermutu diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan pemahaman peserta didik.
Untuk mempermudah pelaksanaan dan Controling standarisasi Mutu
Pendidikan ini diatur dalam 8 Standar Nasional Pendidikan yang dikeluarkan oleh
BSNP. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan terdiri dari : Standar Kompetensi Lulusan, Standar
Isi, Standar Proses, Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana
dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan Pendidikan, Standar
penilaian pendidikan.
Dalam implementasi standar mutu pendidikan tersebut banyak terdapat
kesenjangan antara apa yang diharapkan dan ditentukan ternyata tidak sejalan
dengan apa yang dilaksanakan.

25