Dampak Penerapan Rspo (Roundtable On Sustainable Palm Oil) Terhadap Volume Penjualan Ekspor CPO Dan Pendapatan Di Perusahaan Perkebunan Negara (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pengembangan ekspansi perkebunan secara cepat memberikan dampak
tekanan pada lingkungan, sedangkan pada perkebunan yang dikelolah dengan baik
dan petani kecil kelapa sawit yang melayani sebagai model pertanian
berkelanjutan, dalam hal kinerja ekonomi maupun tanggung jawab sosial dan
lingkungan, ada kekhawatiran bahwa tidak semua minyak kelapa sawit selalu
diproduksi secara berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan sebagai praktek-praktek
pertanian yang secara ekologi layak, secara ekonomi menguntungkan, dan secara
sosial dapat dipertanggung-jawabkan (Thrupp, 1998).
Pengembangan perkebunan baru telah mengakibatkan konversi areal hutan
dengan nilai konservasi tinggi dan telah mengancam keanekaragaman hayati yang
kaya dalam ekosistem. Akibat permasalahan itu maka dibentuklah Roundtable on
Sustainable Palm Oil (RSPO). Pada tanggal 8 April 2004, organisasi tersebut
resmi didirikan yang berpusat di Zurich, Swiss dan Sekretariat berbasis di Kuala
Lumpur dengan kantor Penghubung RSPO di Indonesia terletak di Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Konsumsi Minyak Dunia Berdasarkan Negara 2010-2011
Negara
India
Indonesia
China
EU-27
Malaysia
Pakistan
Rest Of The Word
Sumber : pecad.fas.usda.gov, 2012.
Jumlah (%)
16
14
12
10
7
4
37
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat persentase penggunaan minyak kelapa
sawit berdasarkan negara/wilayahnya. Indonesia merupakan salah satu negara
pengkonsumsi minyak kelapa sawit yang besar dengan jumlah konsumsi sebesar
14% dari seluruh konsumsi dunia.
Tabel 2. Konsumsi Minyak Nabati Dunia Berdasarkan Jenisnya Tahun
1993 - 2012
Jenis Minyak
Jumlah (%)
Sawit
21
Kedelai
19
Kanola
11
Bunga Matahari
9
Lainnya
40
Sumber : Oil world, 2012
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat konsumsi minyak nabati terbesar berasal
dari minyak kelapa sawit dengan persentase sebesar 21%, kemudian diikuti
dengan kedelai 19%, kanola 11%, bunga matahari 9%, dan beragam minyak
lainnya dengan persentase gabungan sebesar 40%.
Didorong oleh semakin meningkat permintaan global untuk minyak
nabati, beberapa dekade terakhir telah melihat ekspansi yang cepat dalam
produksi dua minyak nabati utama, soya oil di Amerika Selatan dan minyak sawit
di daerah tropis dan peregangan ke dalam sub-tropis. RSPO adalah asosiasi non-
Universitas Sumatera Utara
profit yang menyatukan pihak-pihak terkait dari beberapa sektor dalam industri
kelapa sawit, yakni produsen minyak kelapa sawit, pemroses atau pedagang
kelapa sawit, bank dan investor, LSM lingkungan serta LSM sosial untuk
mengembangkan dan menerapkan standar global untuk minyak kelapa sawit yang
berkesinambungan.
Gambar 1. Pertumbuhan Konsumsi Minyak Nabati Dunia 1993 - 2012
Sumber : Oil world, 2012
Berdasarkan gambar 1 grafik pertumbuhan konsumsi minyak nabati diatas
dapat di lihat bahwa tren pertumbuhan minyak nabati dunia kian meningkat setiap
tahunnya. Hal ini terus menuntut pertumbuhan produksi untuk dapat memenuhi
seluruh kebutuhan akan minyak tersebut.
Indonesia melalui Indonesian National Interpretation Working Group
(RSPO INA-NIWG) telah menghasilkan Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria
untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan yang akan
menjadi acuan
perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam menerapkan prinsip pengelolaan yang
Universitas Sumatera Utara
ramah lingkungan dan menjadi dasar sertifikasi minyak sawit di Indonesia.
Perusahaan kelapa sawit memiliki peluang untuk disertifikasi berdasarkan prinsip
dan kriteria tersebut serta mengakui (Klaim) hasil-hasil produksinya sebagai
Certified Sustainable Palm Oil (CSPO). Pengakuan tersebut didasarkan atas
kemampuan memenuhi seluruh persyaratan (Comply) RSPO-P&C yang
ditunjukkan dengan peraihan sertifikat RSPO.
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) merupakan sebuah wadah
bagi berbagai pihak yang berkepentingan (Multistakeholders) yang bertujuan
mempromosikan cara produksi, pengadaan dan penggunaan minyak sawit
berkelanjutan (Sustainable Palm Oil - SPO). RSPO memberikan lingkungan
dimana penghasil minyak sawit (Producers), Pedagang (Traders), Pengolah
(Processors), Pengusaha Barang Konsumsi (Consumer Goods Manufacturers),
Pedagang Eceran (Retailers), Bank, dan LSM Lingkungan dan Sosial dapat
mendiskusikan dengan kedudukan sederajat cara berproduksi dan penggunaan
minyak sawit berkelanjutan.
RSPO telah mendefinisikan cara berproduksi minyak sawit yang
berkelanjutan adalah bila cara berproduksi tersebut memenuhi prinsip dan kriteria
yang dikenal sebagai RSPO Principles and Criteria for Sustainable Palm Oil
Production (RSPO-P&C).
Kelapa sawit yang diproduksi kemudian diolah menjadi CPO (Crude Palm
Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil). CPO dan PKO ini kemudian dijual baik di dalam
negeri (domestik) maupun di luar negeri (ekspor). Di pasar ekspor, minyak kelapa
sawit merupakan salah satu dari minyak nabati. Data Oil World Report tahun 2009
menunjukkan bahwa untuk periode 2003-2006 produksi minyak sawit memiliki
kontribusi terbesar terhadap minyak nabati dunia yaitu sebesar 39,06%. Disusul
Universitas Sumatera Utara
minyak kanola (rapeseed) sebesar 25%, minyak kedelai sebesar 17,28%, minyak
bunga matahari sebesar 9,67% dan minyak biji kapas sebesar 4,05%. Pada periode
2006-2009 kontribusi minyak sawit bahkan meningkat menjadi 57,57%
(MPOB, 2009).
Tabel 3. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia
(Ton),1995- 2012
Thn
Karet
Kering
Minyak
Sawit
Biji Sawit
Coklat
Kopi
Teh
1995
341,000
2,476,400
605,300
46,400
20,800
111,082
300
2,104,700
9,900
1996
334,600
2,569,500
626,600
46,800
26,500
132,000
400
2,160,100
7,100
1997
330,500
4,165,685
838,708
65,889
30,612
121,000
500
2,187,243
7,800
1998
332,570
4,585,846
917,169
60,925
28,530
132,682
400
1,928,744
7,700
1999
293,663
4,907,779
981,556
58,914
27,493
126,442
917
1,801,403
5,797
2000
375,819
5,094,855
1,018,971
57,725
28,265
123,120
792
1,780,130
6,312
2001
397,720
5,598,440
1,117,759
57,860
27,045
126,708
728
1,824,575
5,465
2002
403,712
6,195,605
1,209,723
48,245
26,740
120,421
635
1,901,326
5,340
2003
396,104
6,923,510
1,529,249
56,632
29,437
127,523
784
1,991,606
5,228
2004
403,800
8,479,262
1,861,965
54,921
29,159
125,514
740
2,051,642
2,679
2005
432,221
10,119,061
2,139,652
55,127
24,809
128,154
825
2,241,742
4,003
2006
554,634
10,961,756
2,363,147
67,200
28,900
115,436
800
2,307,000
4,200
2007
578,486
11,437,986
2,593,198
68,600
24,100
116,501
500
2,623,800
3,100
2008
586,081
12,477,752
2,829,201
62,913
28,074
114,689
2,614
2009
522,312
13,872,602
3,145,549
67,602
28,672
107,350
400
600
2,668,428
2,333,885
4,100
2010
541,491
14,038,148
3,183,066
65,147
29,012
100,066
719
2,288,735
3,369
2011*
2012*
*
602,404
14,632,406
3,317,813
44,821
23,704
96,559
426
2,126,669
2,863
612,120
14,788,270
3,352,851
66,390
28,931
96,725
466
2,318,069
3,730
Kulit Kina
Gula
Tebu 1)
Tembakau
1)
Sumber : BPS Indonesia, 2012
Melihat peluang pasar yang semakin besar Dinas Perkebunan juga turut
memberikan dorongan untuk para produsen minyak kelapa sawit nasional untuk
meningktakan produksinya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan produksi yang
signifikan dari setiap tahunnya seperti yang dipaparkan pada tabel distribusi
tanaman perkebunan hingga tahun 2012. Indonesia juga kian menyusul
ketertinggalan dan bersaing dengan Malaysia untuk menyuplai kebutuhan minyak
kelapa sawit dunia seperti yang tertera pada gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Terhadap Malaysia
Sumber : pecad.fas.usda.gov, 2012
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu komoditi yang sangat penting dalam mendorong perekonomian
di Indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya. Sebagai penghasil devisa
negara, kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang memberikan sumbangan
yang sangat berarti dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, sehingga telah
mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan ekspor minyak
kelapa sawit . Hal tersebut didasarkan dengan adanya peningkatan yang sangat pesat
pada beberapa karakter penting seperti luas areal, tingkat produksi Crude Palm Oil
(CPO) dan kontribusi terhadap perekonomian nasional (Anonimous, 2010).
Tabel 4. Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2006
Negara
%
Indonesia
44%
Malaysia
43%
Others
7%
Thailand
2%
Nigeria
2%
Columbia
2%
Sumber : pecad.fas.usda.gov, 2012
*000 Tons
15900
15881
2718
820
815
711
Universitas Sumatera Utara
Di pasar dunia khususnya Negara Uni Eropa, minyak sawit yang
diproduksi harus berkelanjutan dan ramah lingkungan agar produknya dapat
diterima oleh pasar internasional. Sertifikasi lestari RSPO berperan untuk
menjembatani antara negara produsen dengan negara konsumen terkait
pemenuhan isu lingkungan.
Pasar Uni Eropa merupakan pengekspor yang mengharuskan CPO yang
masuk ke negaranya berasal dari perkebunan bersertifikat RSPO. Sertifikasi
RSPO dapat dikatakan merupakan hambatan nontarif (kebijakan) dalam ekspor
CPO. Dilihat dari volume ekspor CPO ke Uni Eropa yang semakin meningkat
maka pilihan untuk melakukan sertifikasi terhadap perusahaan perkebunan
bukanlah hal yang merugikan. Hal ini juga merupakan salah satu faktor
perusahaan perkebunan mensertifikasi perkebunannya.
Ada berbagai faktor yang menjadi pertimbangan perusahaan perkebunan
untuk mendapatkan sertifikat RSPO atau tidak mengurus sertifikasi RSPO. Salah
satu pertimbangan utama bagi perusahaan perkebunan untuk mendapatkan atau
tidak mendapatkan sertifikat RSPO adalah tingginya biaya baik untuk proses
pemenuhan persyaratan maupun untuk pengurusan sertifikatnya. Biaya untuk
pembuatan sertifikat yang besar tentunya mempengaruhi biaya produksi yang
dikeluarkan perusahaan perkebunan dalam memproduksi kelapa sawit berbeda
dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh perkebunan tidak bersertifikat
RSPO.
Pertimbangan lain adalah ketidakpastian terhadap kompensasi CPO yang
dihasilkan setelah perusahaan perkebunan bersertifikat RSPO. Dari segi harga
CPO ada perbedaan antara yang telah bersertifikat dan yang belum yakni yang
Universitas Sumatera Utara
dikenal dengan harga premium. Perbedaan selisih harga US$ 10 sampai US$50
per ton CPO di atas harga CPO yang belum sertifikat (Utomo, 2010).
Perkebunan minyak kelapa sawit lestari yang disertifikasi menjangkau
hingga sekitar 7,5 persen produksi minyak sawit global. Jumlah produksi dari
perkebunan kelapa sawit yang tersertifikasi meningkat dari 1,4 juta ton per tahun
pada Januari 2010 menjadi 3,4 juta ton per tahun pada Desember 2010.
Sedangkan produksi CPO hasil perkebunan kelapa sawit yang tersertifikasi RSPO
di pasar meningkat dari 1,3 juta ton pada 2009 menjadi 2,3 juta ton pada 2010.
Sementara itu, penjualan dari CPO dari perkebunan bersertifikat RSPO meningkat
hingga lebih dari tiga kali lipat dari 0,4 juta ton pada 2009 menjadi 1,3 juta ton
pada 2010 (Infosawit, 2011).
Oleh karena itu penting dilakukan penelitian mengenai penerapan RSPO di
PT. Perkebunan Nusantara III untuk menjawab permasalahan sertifikasi RSPO
dan penerapannya. Dengan demikan, penulis tertarik untuk meneliti seberapa
besar dampak penerapan RSPO terhadap volume penjualan ekspor CPO dan
pendapatan di perusahaan perkebunan Negara.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa masalah
1. Bagaimana volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan
pendapatan setelah penerapan RSPO?
2. Seberapa besar dampak penerapan RSPO terhadap volume penjualan ekspor
CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan di PTPN III?
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis volume penjualan ekspor CPO biaya produksi, harga dan
pendapatan setelah penerapan RSPO.
2. Untuk menganalisis dampak penerapan RSPO di PTPN III.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan - perusahaan perkebunan Negara
yang berkaitan dengan pemasaran CPO yang bersertifikat RSPO.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk mendampingi perusahaan
perkebunan Negara dalam mendapatkan sertifikat dan penerapan RSPO.
3. Sebagai informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik
pihak akademis maupun non-akademis.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pengembangan ekspansi perkebunan secara cepat memberikan dampak
tekanan pada lingkungan, sedangkan pada perkebunan yang dikelolah dengan baik
dan petani kecil kelapa sawit yang melayani sebagai model pertanian
berkelanjutan, dalam hal kinerja ekonomi maupun tanggung jawab sosial dan
lingkungan, ada kekhawatiran bahwa tidak semua minyak kelapa sawit selalu
diproduksi secara berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan sebagai praktek-praktek
pertanian yang secara ekologi layak, secara ekonomi menguntungkan, dan secara
sosial dapat dipertanggung-jawabkan (Thrupp, 1998).
Pengembangan perkebunan baru telah mengakibatkan konversi areal hutan
dengan nilai konservasi tinggi dan telah mengancam keanekaragaman hayati yang
kaya dalam ekosistem. Akibat permasalahan itu maka dibentuklah Roundtable on
Sustainable Palm Oil (RSPO). Pada tanggal 8 April 2004, organisasi tersebut
resmi didirikan yang berpusat di Zurich, Swiss dan Sekretariat berbasis di Kuala
Lumpur dengan kantor Penghubung RSPO di Indonesia terletak di Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Konsumsi Minyak Dunia Berdasarkan Negara 2010-2011
Negara
India
Indonesia
China
EU-27
Malaysia
Pakistan
Rest Of The Word
Sumber : pecad.fas.usda.gov, 2012.
Jumlah (%)
16
14
12
10
7
4
37
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat persentase penggunaan minyak kelapa
sawit berdasarkan negara/wilayahnya. Indonesia merupakan salah satu negara
pengkonsumsi minyak kelapa sawit yang besar dengan jumlah konsumsi sebesar
14% dari seluruh konsumsi dunia.
Tabel 2. Konsumsi Minyak Nabati Dunia Berdasarkan Jenisnya Tahun
1993 - 2012
Jenis Minyak
Jumlah (%)
Sawit
21
Kedelai
19
Kanola
11
Bunga Matahari
9
Lainnya
40
Sumber : Oil world, 2012
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat konsumsi minyak nabati terbesar berasal
dari minyak kelapa sawit dengan persentase sebesar 21%, kemudian diikuti
dengan kedelai 19%, kanola 11%, bunga matahari 9%, dan beragam minyak
lainnya dengan persentase gabungan sebesar 40%.
Didorong oleh semakin meningkat permintaan global untuk minyak
nabati, beberapa dekade terakhir telah melihat ekspansi yang cepat dalam
produksi dua minyak nabati utama, soya oil di Amerika Selatan dan minyak sawit
di daerah tropis dan peregangan ke dalam sub-tropis. RSPO adalah asosiasi non-
Universitas Sumatera Utara
profit yang menyatukan pihak-pihak terkait dari beberapa sektor dalam industri
kelapa sawit, yakni produsen minyak kelapa sawit, pemroses atau pedagang
kelapa sawit, bank dan investor, LSM lingkungan serta LSM sosial untuk
mengembangkan dan menerapkan standar global untuk minyak kelapa sawit yang
berkesinambungan.
Gambar 1. Pertumbuhan Konsumsi Minyak Nabati Dunia 1993 - 2012
Sumber : Oil world, 2012
Berdasarkan gambar 1 grafik pertumbuhan konsumsi minyak nabati diatas
dapat di lihat bahwa tren pertumbuhan minyak nabati dunia kian meningkat setiap
tahunnya. Hal ini terus menuntut pertumbuhan produksi untuk dapat memenuhi
seluruh kebutuhan akan minyak tersebut.
Indonesia melalui Indonesian National Interpretation Working Group
(RSPO INA-NIWG) telah menghasilkan Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria
untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan yang akan
menjadi acuan
perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam menerapkan prinsip pengelolaan yang
Universitas Sumatera Utara
ramah lingkungan dan menjadi dasar sertifikasi minyak sawit di Indonesia.
Perusahaan kelapa sawit memiliki peluang untuk disertifikasi berdasarkan prinsip
dan kriteria tersebut serta mengakui (Klaim) hasil-hasil produksinya sebagai
Certified Sustainable Palm Oil (CSPO). Pengakuan tersebut didasarkan atas
kemampuan memenuhi seluruh persyaratan (Comply) RSPO-P&C yang
ditunjukkan dengan peraihan sertifikat RSPO.
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) merupakan sebuah wadah
bagi berbagai pihak yang berkepentingan (Multistakeholders) yang bertujuan
mempromosikan cara produksi, pengadaan dan penggunaan minyak sawit
berkelanjutan (Sustainable Palm Oil - SPO). RSPO memberikan lingkungan
dimana penghasil minyak sawit (Producers), Pedagang (Traders), Pengolah
(Processors), Pengusaha Barang Konsumsi (Consumer Goods Manufacturers),
Pedagang Eceran (Retailers), Bank, dan LSM Lingkungan dan Sosial dapat
mendiskusikan dengan kedudukan sederajat cara berproduksi dan penggunaan
minyak sawit berkelanjutan.
RSPO telah mendefinisikan cara berproduksi minyak sawit yang
berkelanjutan adalah bila cara berproduksi tersebut memenuhi prinsip dan kriteria
yang dikenal sebagai RSPO Principles and Criteria for Sustainable Palm Oil
Production (RSPO-P&C).
Kelapa sawit yang diproduksi kemudian diolah menjadi CPO (Crude Palm
Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil). CPO dan PKO ini kemudian dijual baik di dalam
negeri (domestik) maupun di luar negeri (ekspor). Di pasar ekspor, minyak kelapa
sawit merupakan salah satu dari minyak nabati. Data Oil World Report tahun 2009
menunjukkan bahwa untuk periode 2003-2006 produksi minyak sawit memiliki
kontribusi terbesar terhadap minyak nabati dunia yaitu sebesar 39,06%. Disusul
Universitas Sumatera Utara
minyak kanola (rapeseed) sebesar 25%, minyak kedelai sebesar 17,28%, minyak
bunga matahari sebesar 9,67% dan minyak biji kapas sebesar 4,05%. Pada periode
2006-2009 kontribusi minyak sawit bahkan meningkat menjadi 57,57%
(MPOB, 2009).
Tabel 3. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia
(Ton),1995- 2012
Thn
Karet
Kering
Minyak
Sawit
Biji Sawit
Coklat
Kopi
Teh
1995
341,000
2,476,400
605,300
46,400
20,800
111,082
300
2,104,700
9,900
1996
334,600
2,569,500
626,600
46,800
26,500
132,000
400
2,160,100
7,100
1997
330,500
4,165,685
838,708
65,889
30,612
121,000
500
2,187,243
7,800
1998
332,570
4,585,846
917,169
60,925
28,530
132,682
400
1,928,744
7,700
1999
293,663
4,907,779
981,556
58,914
27,493
126,442
917
1,801,403
5,797
2000
375,819
5,094,855
1,018,971
57,725
28,265
123,120
792
1,780,130
6,312
2001
397,720
5,598,440
1,117,759
57,860
27,045
126,708
728
1,824,575
5,465
2002
403,712
6,195,605
1,209,723
48,245
26,740
120,421
635
1,901,326
5,340
2003
396,104
6,923,510
1,529,249
56,632
29,437
127,523
784
1,991,606
5,228
2004
403,800
8,479,262
1,861,965
54,921
29,159
125,514
740
2,051,642
2,679
2005
432,221
10,119,061
2,139,652
55,127
24,809
128,154
825
2,241,742
4,003
2006
554,634
10,961,756
2,363,147
67,200
28,900
115,436
800
2,307,000
4,200
2007
578,486
11,437,986
2,593,198
68,600
24,100
116,501
500
2,623,800
3,100
2008
586,081
12,477,752
2,829,201
62,913
28,074
114,689
2,614
2009
522,312
13,872,602
3,145,549
67,602
28,672
107,350
400
600
2,668,428
2,333,885
4,100
2010
541,491
14,038,148
3,183,066
65,147
29,012
100,066
719
2,288,735
3,369
2011*
2012*
*
602,404
14,632,406
3,317,813
44,821
23,704
96,559
426
2,126,669
2,863
612,120
14,788,270
3,352,851
66,390
28,931
96,725
466
2,318,069
3,730
Kulit Kina
Gula
Tebu 1)
Tembakau
1)
Sumber : BPS Indonesia, 2012
Melihat peluang pasar yang semakin besar Dinas Perkebunan juga turut
memberikan dorongan untuk para produsen minyak kelapa sawit nasional untuk
meningktakan produksinya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan produksi yang
signifikan dari setiap tahunnya seperti yang dipaparkan pada tabel distribusi
tanaman perkebunan hingga tahun 2012. Indonesia juga kian menyusul
ketertinggalan dan bersaing dengan Malaysia untuk menyuplai kebutuhan minyak
kelapa sawit dunia seperti yang tertera pada gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Terhadap Malaysia
Sumber : pecad.fas.usda.gov, 2012
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu komoditi yang sangat penting dalam mendorong perekonomian
di Indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya. Sebagai penghasil devisa
negara, kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang memberikan sumbangan
yang sangat berarti dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, sehingga telah
mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan ekspor minyak
kelapa sawit . Hal tersebut didasarkan dengan adanya peningkatan yang sangat pesat
pada beberapa karakter penting seperti luas areal, tingkat produksi Crude Palm Oil
(CPO) dan kontribusi terhadap perekonomian nasional (Anonimous, 2010).
Tabel 4. Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2006
Negara
%
Indonesia
44%
Malaysia
43%
Others
7%
Thailand
2%
Nigeria
2%
Columbia
2%
Sumber : pecad.fas.usda.gov, 2012
*000 Tons
15900
15881
2718
820
815
711
Universitas Sumatera Utara
Di pasar dunia khususnya Negara Uni Eropa, minyak sawit yang
diproduksi harus berkelanjutan dan ramah lingkungan agar produknya dapat
diterima oleh pasar internasional. Sertifikasi lestari RSPO berperan untuk
menjembatani antara negara produsen dengan negara konsumen terkait
pemenuhan isu lingkungan.
Pasar Uni Eropa merupakan pengekspor yang mengharuskan CPO yang
masuk ke negaranya berasal dari perkebunan bersertifikat RSPO. Sertifikasi
RSPO dapat dikatakan merupakan hambatan nontarif (kebijakan) dalam ekspor
CPO. Dilihat dari volume ekspor CPO ke Uni Eropa yang semakin meningkat
maka pilihan untuk melakukan sertifikasi terhadap perusahaan perkebunan
bukanlah hal yang merugikan. Hal ini juga merupakan salah satu faktor
perusahaan perkebunan mensertifikasi perkebunannya.
Ada berbagai faktor yang menjadi pertimbangan perusahaan perkebunan
untuk mendapatkan sertifikat RSPO atau tidak mengurus sertifikasi RSPO. Salah
satu pertimbangan utama bagi perusahaan perkebunan untuk mendapatkan atau
tidak mendapatkan sertifikat RSPO adalah tingginya biaya baik untuk proses
pemenuhan persyaratan maupun untuk pengurusan sertifikatnya. Biaya untuk
pembuatan sertifikat yang besar tentunya mempengaruhi biaya produksi yang
dikeluarkan perusahaan perkebunan dalam memproduksi kelapa sawit berbeda
dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh perkebunan tidak bersertifikat
RSPO.
Pertimbangan lain adalah ketidakpastian terhadap kompensasi CPO yang
dihasilkan setelah perusahaan perkebunan bersertifikat RSPO. Dari segi harga
CPO ada perbedaan antara yang telah bersertifikat dan yang belum yakni yang
Universitas Sumatera Utara
dikenal dengan harga premium. Perbedaan selisih harga US$ 10 sampai US$50
per ton CPO di atas harga CPO yang belum sertifikat (Utomo, 2010).
Perkebunan minyak kelapa sawit lestari yang disertifikasi menjangkau
hingga sekitar 7,5 persen produksi minyak sawit global. Jumlah produksi dari
perkebunan kelapa sawit yang tersertifikasi meningkat dari 1,4 juta ton per tahun
pada Januari 2010 menjadi 3,4 juta ton per tahun pada Desember 2010.
Sedangkan produksi CPO hasil perkebunan kelapa sawit yang tersertifikasi RSPO
di pasar meningkat dari 1,3 juta ton pada 2009 menjadi 2,3 juta ton pada 2010.
Sementara itu, penjualan dari CPO dari perkebunan bersertifikat RSPO meningkat
hingga lebih dari tiga kali lipat dari 0,4 juta ton pada 2009 menjadi 1,3 juta ton
pada 2010 (Infosawit, 2011).
Oleh karena itu penting dilakukan penelitian mengenai penerapan RSPO di
PT. Perkebunan Nusantara III untuk menjawab permasalahan sertifikasi RSPO
dan penerapannya. Dengan demikan, penulis tertarik untuk meneliti seberapa
besar dampak penerapan RSPO terhadap volume penjualan ekspor CPO dan
pendapatan di perusahaan perkebunan Negara.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa masalah
1. Bagaimana volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan
pendapatan setelah penerapan RSPO?
2. Seberapa besar dampak penerapan RSPO terhadap volume penjualan ekspor
CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan di PTPN III?
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis volume penjualan ekspor CPO biaya produksi, harga dan
pendapatan setelah penerapan RSPO.
2. Untuk menganalisis dampak penerapan RSPO di PTPN III.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan - perusahaan perkebunan Negara
yang berkaitan dengan pemasaran CPO yang bersertifikat RSPO.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk mendampingi perusahaan
perkebunan Negara dalam mendapatkan sertifikat dan penerapan RSPO.
3. Sebagai informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik
pihak akademis maupun non-akademis.
Universitas Sumatera Utara