Analisis Implement Asi Prinsip dan Kriteria Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) pada Perkebunan Sawit Rakyat

Prosid ing Hasil-Hasil Penelitian

ANALISIS IMPLEMENT ASI PRINSIP DAN KRITERIA
ROUNDTABLE SUSTAINABLE PALM OIL (RSPO)
PADA PERKEBUNAN SA WIT RAKY AT
Diana Chalil
Program Studi Agribisnis, Universitas Sumatera Utara
ana.ch@lycos.con1

ABSTRAK
Perkembangan perkebunan sawit yang pesat membuat banyak pihak mengkhawatirkan
akibaL kerusakan lingkungan yang dapat ditimbulkan. Untuk itu Roundtable Sustainabl
Palm Oil (RSPO), berusaha menyusun Prinsip dan Kriteria (P&K) bagi perkebunan sawil
yang sustainable. Karena luas perkebunan sawit rakyat semakin signijikan, forum tersebut
menyarankan agar perkebunan sawit rakyat juga dilibatkan. Dengan mengambil sampel
petani swadaya dan mitra, penelitian ini mendapati bahwa implementasi pada kedua
tersebut masih tergolong rendah. Namun demikian, implementasi pada kelompok mitra
masih relatif lebih baik, terutama untuk prinsip dan kriteria yang terkait dengan penyediaan
dokumentasi dan pelaksanaan manajemen. Hal terse but terutama dipengaruhi oleh adanya
keterlibatan mitra.
Dengan demikian dapat disarankan bahwa perbaikan kinerja

kelembagaan petani dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja perkebunan rakyat menujz
perkebunan yang lebih sustainable.
KaLa Kunci: perkebunan sawit rakyat RSPO, adopsi, prinsip dan kriteria, logit multinomial

ABTRACT
The signijicant increase in oil palm areas has led to concerns about the environmental
damage of the associated farming practices. To address these issues, the Roundtabl
Sustainable Palm Oil (RSPO) organization formulated principles and criterias (P&C) for
sustainable practices of the oil palm plantation. IniLially only big companies, which export
most of their CPO, implement the RSPO P&C. Currently, with the increasing proportion 0
the smallholders ' plantation areas, they are strongly suggested to be involved. Using
independent and schemed smallholder samples this study finds that the implementation 0
the RSPO P&C on both groups is still low. However, the implementation of the schemed
smallholders are better, especially P&C that are related to the provision of documents and
the implementation of management. This can be partly explained by the involvement of th
schemed smallholders' partner.
Therefore, it can be suggested that improvina
smallholders' institutions can be utilised to improve the smallholders farming practice
towards a more sustainable plantations.
Keywords: smallholders' oil palm plantation, RSPO, adoption, principle and criteria, logi

multinomial

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan perkebunan kelapa sawit yang pesat dianggap telah banyak merusa
lingkungan dan hanya n1emikirkan peningkatan produksi dan keuntungan jangka pendek.
Dengan demikian, diperlukan suatu altematif pengelolaan usaha kelapa sawit yang lebih
memperhatikan lingkungan dan lebih berorientasi jangka panjang. Pemikiran tersebu
kemudian dituangkan dalam suatu kesepakatan yang disebut dengan kesepakatan Roundtabl
Sustainability Palm Oil (RSPO) yang terdiri dari 8 prinsip dengan 39 kriteria. Perusahaa
yang dianggap telah dapat memenuhi prinsip dan kriteria tersebut akan mendapatkap.
sertifikat RSPO.

488

Prosiding Hasil-Hasil Penelitian

Kesepakatan terse but telah direspon oleh berbagai pihak, baik dari kalangan
konsumen maupun produsen kelapa sawit . Hingga tahun 2011 tel ah terdaftar 441 anggota
RSPO dengan 24 diantaranya adalah produsen telah menlperoleh sertifikat ter ebut (RSPO

2011). Perkebunan Ininyak kelapa sawit lestari yang disertifikasi nlenjangkau hingga sekitar
7,5 persen produksi minyak sawit global. lU1nlah produksi dari perkebunan kelapa sawit
yang tersertifikasi meningkat dari 1,4 juta ton per tahun pada lanuari 2010 menjadi 3,4 juta
ton per tahun pada Desember 2010. Sedangkan produksi CPO hasil perkebunan kelapa sawit
yang tersertifikasi RSPO di pasar n1eningkat dari 1,3 juta ton pada 2009 n1enjadi 2,3 juta ton
pada 2010. Sementara itu, penjualan dmi CPO dari perkebunan bersertifikat RSPO
n1eningkat hingga lebih dari tiga kali lipat dari 0,4 juta ton pada 2009 menjadi 1,3 juta ton
pada 2010 (Infosawit, 2011).
Awalnya, sertifikat hanya diberikan kepada produsen besar dan tidak untuk pekebun
rakyat. Nan1un demikian, pada perten1uan tahunan RSPO yang ke 8 pada tahun 2010 secara
resmi pekebun mulai mendapat perhatian agm' memperoleh kesempatan untuk disertifikasi
juga. Namun banyak pihak yang menganggap bahwa program sertifikasi untuk perkebunan
rakyat tersebut belum perlu dilaksanakan. Untuk memutuskan apakah P&K RSPO perIu
segera diimplenlentasi di perkebunan sawit rakyat di Indonesia, diperlukan suatu kajian
empiris yang terhadap perkebunan terse but. Diharapkan hasil penelitian tersebut dapat
nlenjadi masukan bagi pembuat kebijakan untuk menetapkan arah pengembangan industri
kelapa sawit Indonesia.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat dirumuskan masa lah yang akan
diteliti yaitu (a) bagailnana tingkat adopsi P&K RSPO pekebun swadaya dan kelnitraan pada

pe1'kebunan kelapa sawit rakyat (b) faktor-fakto1' apa yang Inempengaruhi tingkat adopsi
P&K RSPO terse but pada pekebun swadaya dan kemitraan.
Tinjauan Pusataka
Roundtable Sustainable on Palm Oil
RSPO adalah sebuah perkumpulan yang terbentuk dari organisasi -organisasi yang
berkegiatan di dalam dan di sekitar rantai suplai nlinyak kelapa sawit untuk Inemajukan
pertumbuhan dan penggunaan minyak kelapa sawit yang lestari Inelalui keljasan1a antara
rantai suplai serta dialog terbuka antara para stakeholder. RSPO terdiri atas anggota utama
dari tujuh bidang berbeda serta anggota tidak terikat. Tujuh sektor yang dinlaksud yaitu,
petani kelapa sawit, pengolah atau pedagang kelapa sawit, pengusaha pabrik produk akhir,
pedagang kecil, bank dan investor, LSM yang bergerak di bidang konservasi alan1 atau
lingkungan, serta LSM yang bergerak di bidang sosial atau perkembangan (RSPO, 2010).
Menurut hipotesa latmika et.al. (2008), banyak kriteria yang ditetapkan RSPO
sebenarnya telah dilaksanakan oleh perusahan-perusahaan dalanl industri kelapa sawit
sebelunl kriteria RSPO ditetapkan. Untuk nlenguji hipotesa tersebut dilakukan evaluasi
terhadap perusahaan sampel. Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan masih membutuhkan
biaya yang cukup besar untuk penyempurnaannya agm' kriteria P&C RSPO dapat terpenuhi.
Umumnya kriteria yang belunl sepenuhnya dilaksanakan oleh perusahaan adalah yang
bersifat non teknis yaitu yang berhubungan dengan lingkungan dan sosial, sedangkan untuk
kegiatan kultur teknis lapangan pada umumnya sebagian besar telah dilaksanakan oleh

perusahaan.
Forum R PO juga menyadari bahwa prinsip dan kriteria yang ditetapkan untuk
mendapatkan seliifikat tidaklah mudah untuk dilaksanakan secm'a keseluruhan, bahkan untuk
perusahaan be ar
kalipun.
Dengan demikian, RSPO Inembentuk Task Force on

489

Pro siding Hasil-Has il Penel itian

Smallholders (TFS) untuk men10difikasi prinsip dan kriteria yang lebih sesual dengan
kondisi dan kelnalnpuan petani.
Permasalahan pada Perkebunan Rakyat
Perkebunan rakyat dapat dikelompokkan atas petani ken1itraan dan petani swadaya.
Petani kelnitraan adalah petani yang mempunyai hubungan kerjasama dengan perusahaan
besar, baik PTPN maupun swasta sedangkan petani swadaya tidak. Kedua kelompok
tersebut n1asih menghadapi berbagai pelmasalahan. Pennasalahan umun1 petani swadaya (a)
Inasih banyak tanaman tualperlu peremajaan, (b) tidak menggunakan bibit asli , (c) tidak
panen pada saat yang tepat/rendemen tidak optimal (d) tidak punya pencatatani database

yang memadai (Rahman et al. 2008 dalam Mahmud, 2009). Pelmasalahan khusus yang
berkaitan dengan pengelolaan yang berkelanjutan adalah rendahnya akses terhadap informasi
terhadap teknologi yang diperlukan. Petani swadaya, mempunyai potensi untuk
berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan keberlanjutan sosial ekonomi. Namun
usaha potensi tersebut tidak dapat berkembanga tanpa adanya dukungan dari Pemerintah.
Jika potensi tersebut telah tergali, diperkirakan bahwa peningkatan kesehateraan tidak hanya
terjadi pada petani tetapi juga pada Indonesia secara luas (Jensen, 2009).
Petani kemitraan berkembang pesat di kalangan petani kelapa sawit. Hal tersebut
terutama didukung dari ketergantungan yang relatif erat antara petani dengan pengolah
(PKS). Tidak seperti komoditi perkebunan lain yang dapat diolah dengan cara yang
sederhana (n1isal, hanya dengan penjemuran), pada kelapa sawit, TBS yang baru dipanen
hanlS diproses dengan prosedur yang relatif rumit dengan waktu kurang dari 24 jam proses.
Di samping itu petani ken1itraan juga n1asih menghadapi masalah (a) rendalmya kemalnpuan
petani dalam menyerap teknologi , (b) pemeliharaan tanaman yang dianjurkan tidak
dilaksanakan petani dengan benar sehingga teljadi degradasi lahan dan penurunan mutu
produk. Pern1asalahan khusus kebun kemitraan yang terkait dengan pengelolaan yang
berkelanjutan (a) rendahnya keperdulian petani terhadap kelestmian lingkungan, (b)
rendahnya keperdulian stakeholders terhadap upaya konservasi. Penelitian terdahulu
lnenunjukkan bahwa model pengelolaan kebun kelapa sawit kemitraan yang berkelanjutan
ditentukan oleh kombinasi yang tepat dari laju pertumbuhan penduduk, penggunaan jenis

bibit unggul, pupuk dan pestisida, terpenuhinya tingkat minimum untuk kesesuaian lahan,
lnodal kerja, luas lahan dan harga TBS (Wigena et.al. , 2009). Dengan kata lain, pen1benahan
yang diperlukan terhadap perkebunan rakyat mencakup banyak aspek, sehingga dapat
dikatakan bahwa kriteria RSPO yang terlalu menitikberatkan pada penyediaan dokumen
dapat dikatakan kurang proporsional untuk mencapai pengelolaan yang berkelanjutan.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk (a) menganalisis tingkat adopsi P&K
RSPO pekebun swadaya dan kemitraan pada perkebtman ke1apa sawit rakyat, dan (b)
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi P&K RSPO pada pekebun
swadaya dan kemitraan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan dalam meningkatkan pengembangan
industri kelapa sawit Indonesia khususnya terhadap peningkatan kesejahteraan petani
perkebunan rakyat.
2. Menjadi referensi bagi peneliti yang berminat melanjutkan atau sedang melakukan
penelitian yang terkait.

490


Prosiding Hasil- Hasil Pene lit ian

1VIETODE PENELITIAN
Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu di Propinsi umatera Utara
dengan perkebunan rakyat seluas 1 15 j uta ha atau 16,33 0/0 dari total perkebunan sawit rakyat
Indonesia (Indonesian Palm Oil Statistics, 2008). Propinsi SUlnatera Utara dipilih sebagai
daerah penelitian karena n1erupakan daerah pertanla yang dikelnbangkan untuk perkebunan
kelapa sawit di Indonesia tetapi nlasih sangat sedikit melibatkan petani pekebun rakyat
dalam nlendapatkan sertifikat RSPO. Daerah yang dipilih adalah Kabupaten Asahan,
Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu dan Labuhan Batu Selatan yang menlpunyai luas areal
dan jumlah kepala keluarga (KK) terbanyak untuk perkebunan sawit rakyat di Sumatera
Utara (Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2011).
Penentuan Sam pel
Populasi dari keempat kabupaten yang terpilih adalah sebanyak 62.633 KK. Sampel
ditentukan dengan metode Stratified Cluster Sampling. Pengelompokan (cluster) dilakukan
berdasarkan tipe manajemen yaitu secara kelnitraan at au swadaya (yang masing-masing
mempunyai pedoman interpretasi kriteria RSPO), sedangkan stratifikasi dilakukan
berdasarkan luas lahan yaitu yang lebih besar dan sarna dengan 2 ha dan yang lebih kecil

dari 2 ha. Total sampel yang diperoleh adalah 320 sanlpel.
Metode Analisis Data
Data dianalisis dengan nletode Deskriptif,
Uji Beda Rata-Rata dan Logit
Multinon1ial. Metode Deskriptif digunakan dengan menyusun skor implementasi Prinsip dan
Kriteria RSPO oleh petani kemitraan dan swadaya untuk nlengestimasi tingkat adopsi
masing-n1asing kelompok terhadap Prinsip dan Kriteria tersebut.
Penilaian tingkat adopsi petani diukur nlelalui 77 indikator dan parameter dari sub
kriteria RSPO. Setiap sub kriteria diberi nilai satu jika responden menerapkan indikator dan
parameter, dan nol sebaliknya. Tingkat adopsi untuk setiap kriteria dalam setiap sampel
diukur dengan aij = : ' dimana i = 1, .... , 37 Uumlah kriteria), j = 1, ... , n Uumlah responden

untuk setiap kabupaten), ni = penilaian total nilai untuk kriteria i dan tni = jumlah sub
kriteria untuk kriteria i. Setiap kriteria tidak selalu terdiri dari sejumlah sub kriteria yang
sama. Dengan menggunakan aij dari semua sampel , nilai rata-rata tingkat adopsi untuk
setiap sampel ditentukan dengan
kriteria ditentukan dengan

Ci


sJ"

= L aij.
30

= L37aij ,
Ci

dan nilai rata-rata tingkat adopsi untuk setiap

kemudian digunakan untuk menentukan skor dari

setiap kriteria untuk setiap kabupaten. Skor ini dibagi menjadi 5 tingkat, yaitu (a) 00/0 - 19%,
(b) 200/0 - 39%, (c) 400/0 - 59%, (d) 600/0 -790/0 sampai (e) 80 % - 1000/0, nlerujuk pada skor 1
sampai 5. Skor 1 merupakan tingkat adopsi yang sangat rendah, sementara 5 mengacu pada
tingkat adopsi yang sangat tinggi. Langkah ini dilakukan secara terpisah untuk kelompok
petani kenlitraan dan petani swadaya, sehingga akan diperoleh skor rata-rata untuk masingmasing kelompok.
Selanjutnya nilai rata-rata skor tingkat adopsi kedua kelompok terse but dibandingkan
dengan melakukan Uji Beda Rata-Rata untuk nlelihat apakah terdapat perbedaan kesiapan
yang signifikan antar kedua kelompok tersebut. Karena skor merupakan data yang ordinal,

maka digunakan uji Mann- Whitne U.

HASIL DAN PEMBAHASA
Pada RSPO sustainability diint rpretasikan secat-a luas yang bukan hanya nlencakup
asapek lingkungan, tetapi juga 0 ial dan konomi.

491

Prosiding Hasil-Hasil Pene litia n

Tabel
No
1
2
3

1. Tipe Sustainable dalam Sub Kriteria RSPO
Tipe Sustainable
Kriteria
Ekonon1i
3.1 ; 6.10
So sial
2.2; 2.3' 5.3' 6.1' 6.2 ; 6.3; 6.4; 6.5; 6.7; 6.8; 6.11; 7.5; 7.6
4.1' 4.2' 4.3; 4.4' 4.5' 4.6; 5.1; 5.2; 5.5; 7.1; 7.2; 7.3; 7.4; 7.7
Lingkungan

Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 29 kriteria yang terkait, 14 diantaranya berkaitan
langsung dengan lingkungan 13 dengan sosial dan hanya 2 dengan ekonomi. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pertimbangan ekonOlni bukan menjadi prioritas sertifikasi
bagi petani sawit. Padahal umumnya ekonomi merupakan pertimbangan utama bagi
produsen sawit termasuk petani sawit untuk berusaha di perkebunan sawit.
Tingkat adopsi prinsip dan kriteria RSPO oleh pekebun kelapa sawit rakyat dibagi
dalam 2 kelompok yaitu pekeblill swadaya dengan 37 sub kriteria penilaian, dan pekebun
mitra dengan 39 sub kriteria penilaian. Dua sub kriteria yang menurut Forum RSPO
dianggap tidak relevan adalah sub kriteria 5.4 yang terkait dengan integrasi temak pada
kebun sawit dan 5.6 yang terkait dengan pengurangan emisi. Hasil perhinmgan menunjukkan
bahwa kelompok petani mitra dapat dikatakan lebih baik karen a 51,28% telah mencapai skor
rata-rata 3, sementara petani swadaya hanya 11 ,56%. Di samping itu petani mitra hanya
7,690/0 yang mempunyai skor rata-rata 1, sementara swadaya 27,11 %. Hasil uji rata-rata
Mean-Whitney menunjukkan bahwa rata-rata ranking kedua kelompok tersebut berbeda
nyata. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel2. Tingkat Adopsi Prinsip dan Kriteria RSPO pada Petani
Swadaya
No
1.1

1.2
2.1
2.2
2.3
3.\

4.1

4.2

4.3

4.4

492

Sub kriteria

lnformasi yang memadai kepada
stakeholder lainnya mengenai isu
lingkungan, sosial dan hukum yang
relevan dengan kriteria RSPO
Dokumen tersedia secara umum
Kepatuhan terhadap semua hukum dan
peraturan yang berlaku
Bukti untuk menguasai dan
menggunakantanah
Penggunaan lahan tidak mengurangi hak
berdasarkan hukum dan hak tradisional
"Rencana rnana}ernen yang
diimplementasikan yang ditujukan untuk
mencapai keamanan ekonom i dan
keuangan daJam jangka panjang
Prosedur operasi didokumentasikan
secara tepat dan diimplementasikan dan
c\\?antau secafa kons)sten
Praktek-praktek mempertahankan
kesuburan tanah, atau bilamana mungkin
meningkatkan kesuburan tanah
Praktek-praktek meminimalisasi dan
mengendalikan erosi dan degradasi
tanah
Praktek-praktek mempertahankan
kualitas dan ketersediaan air permukaan
dan air tanah

Persentase

Swad~

dan Mitra
Mitra

Skor

2,67

Persentase

Skor

57,69

.J

'1

50,97
4,90

3

41,03
23,08

3
2

76,00

4

94,87

5

37,18

2

622
24,44

'1

'1'1

2

44,87

3

.J , .J.J

13 ,46

5,5 6

30,34

2

9,64

39,74

2

11 ,78

23,50

2

Prosiding Hasil- Ha sil Penel iti an

Swadaya
No

Sub kriteria

4.5

Hama, penyakit, gulma dan spesies
introduksi yang berkembang cepat
(invasif) dikendal ikan secara efektif
dengan menerapkan teknik Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) yang memadai
Agrokimia digllnakan dengan cara yang
tidak membahayakan kesehatan dan
lingkungan
Rencana kesehatan dan keseIamatan
kerja didokumentasikan, disebarluaskan
dan diimplementasikan secara efektif
Seluruh staf, karyawan , petani dan
kontraktor harus terlatih secara memadai
Aspek manajemen perkebunan dan
pabrik diimplementasikan dan dimonitor
untuk memperlihatkan kemajuan yang
kontinu
Identifikasi dan konservasi spesiesspesies langka, terancam , atau hampir
pllnah dan habitat dengan nilai
konservasi tinggi
Limbah dikllran gi, didaur 1Iiang dipakai
kembali , dan dibuang dengan cara-cara
yang dapat dipertan ggungjawabkan
secara Iingkllngan dan sosial
memanfaatkan ternak dalam proses pra
produksi hingga paska produksi
Penggunaan api untuk pemusnahan
limbah dan untuk penyiapan lahan
Rencana-rencana untuk mengurangi
pencemaran dan emisi , termasuk gas
rllmah kaca
Mengetahui tentang dampak sosial
kegiatan perkebllnan
Kelembagaan petani memiliki rekaman
komunikasi dan konsultasi dengan
masyarakat
Kelembagaan petani menyediakan
prosedur penanganan keluhan
Bukti pembayaran kompensasi atas
penga lihan hak legal dan hak tradisional
Upah dan persyaratan-persyaratan kerja
bagi karya\ an dan karyawan memenuhi
standar minimu m
Bu kti bah\va tidak terdapat larangan
bagi p k rj a dan kontraktor untuk
menjad i anggota er ikat pekerja
Meli batkan anak-anak sebagai tenaga
kelja pada p rk bunan and a
M mp rlakukan para pekelja dan
kelom p . k rja - rta tenaga kerja
pendatan::: - ara -am a

4.6

4.7

4.8
5.1

5.2

5.3

5.4
5.5
5.6

6.1
6.2

6.3
6.4
6.5

6.6

6.7
6.8

Pe."sentase

Mitl~a

Skol~

Persentase

16,89

23 ,20

43 ,59

2

2,22

1,78

30,98

0,64

1

25 ,64

0,00

1,71

64,44

44,87

32,22

2

17,95

37, 18
48,00

3

56,41
0,64

5,77

16,96
24,89

2

64,74

3, II

74,36

15,56

37,18

22,22

2

48,08

2,56

97,33

5

100,00

85 ,78

5

85 ,90

Prosiding Hasil -Hasil Penelitian

Mitra

Swadaya
No

Sub kriteria

6.9

Dokumen pelarangan berbagai tindak
kekerasan terhadap perem puan
Pihak perkebunan dan pabrik kelapa
sawit berurusan secara adil dan
transparan dengan petani dan bisnis
lokal lainnya
Kontribusi terhadap pembangunan lokal
Analisis dampak sosial dan lingkungan
hidup secara komprehensif dan
partisipasif sebelum membangun kebun
atau operasi baru memperluas
perkebunan
Rekomendasi pembangunan perkebunan
di lahan dari instansi yang berwenang
Lahan perkebunan tidak berasal dari
konversi hutan primer
Perluasan kebun tidak terdapat di atas
lahan yang curam
Bukti tidak terdapat penolakan dari
masyarakat untuk penanaman di tanah
masyarakat lokal
Masyarakat setempat diberikan
kompensasi atas setiap pengambilalihan
lahan dan dengan persetujuan sukarela
Teknik penyiapan lahan tanpa dibakar
Memonitor dan mengkaji ulang aktifitas
mereka dan mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana aksi
Rata-Rata

6.1

6.11
7. 1

7.2
7.3
7.4
7.5

7.6

7.7
8.1

Persentase

Skor

Skor

0,00

3,13

71 ,56
0,00

Pel'sentase

2

61 , 11

4

4

82,05
5,77

5

4,49

4,00
78,67

4

7,69

88,89

5

98,72

5

0,00

0,00

47,56

3

50,00

24,00
36,96

2

2

21 ,79
62,82

4

28,84

1,97

37,91

2,49

2

Dari Tabel 2. terlihat bahwa pada petani swadaya terdapat 27 sub kriteria yang
bernilai 1 dan 2 atau yang tergolong adopsi rendah, dengan 19 diantaranya bernilai 1. Hal
tersebut mencakup berbagai aspek, termasuk tidak adanya pencatatan dan dokumentasi
untuk bukti-bukti pembayaran, prosedur operasi sampai pencatatan rencana kerja, baik
jangka pendek maupun panjang. Adams (1987) n1enyatakan bahwa salah satu alasan petani
untuk tidak menerapkan hal baru at au inovasi adalah karena petani tidak melihat adanya
pengaruh atau manfaat yang signifikan terhadap perkembangan usaha mereka. Beberapa
pencatatan dan dokUlnentasi seperti pada sub kriteria 6.3 , 6.4 and 7.6 mengenai proses
negosisasi dengan masyarakat tidak pernah ada karena kenyataannya pernlasalahan yang
timbul antara pekebun dengan n1asyarakat selalu diselesaikan secara kekeluargaan.
Skor rendah yang lain terdapat pada aspek pelaksanaan praktek budidaya yang benar
dan ran1ah lingkungan, dan n1engenai pemahmnan mengenai berbagai infornlasi lingkungan,
sosial, hukum dan peraturan maupun kerj asama dengan pihak terkait. Secm'a umum, petani
belum terlalu memperhatikan masalah lingkungan. Petani umumnya keberatan untuk
melaksanakan kegiatan yang membutuhkan biaya tambahan tetapi tidak memberikan
tambahan penerimaan dalam waktu dekat. Petani menyesuaikan kegiatan mereka sesuai
dengan kemampuan finansial dan pendapatan n1ereka (Vanclay dan Lawrence, 1994; Adams,
1987). Demikian juga yang teljadi pada pelaksanaan beberapa prinsip dan kriteria RSPO.
Perhatian utmna petani masih lebih terfokus pada masalah peningkatan produksi dan
pendapatan.
494

Prosidi ng Has il- Hasil Pen elitian

Walaupun 75 0/0 dari sub kriteria yang di sya ratkan masih belum bisa dipenuhi , nan1un
terdapat 9 sub kriiteria yang sudah cukup baik (skor 3. 4 dan 5) mencakup hal yang terkait
dengan surat tanah, penggunaan api dan lahan curam. kontribusi terhadap peillbangunan
lokal , tidak n1enggunakan lahan konversi hutan primer atau tidak melibatkan anak-anak.
Umunmya petani swadaya sudah n1en1iliki surat tanah Lahan yang mereka usahakan juga
umunmya berasal dari kebun karet, bukan hutan prin1er dan arealnya datar. Petani tidak biasa
menggunakan api untuk 111embuka lahan. Beberapa petani luen1pelajari hal tersebut karena
lokasi kebmmya yang bersebelahan dengan kebun yang telah mendapatkan sertifikat RSPO
atau bahkan ada yang juga bekerja di kebun terse but. Sebagai bagian dari masyarakat itu
sendiri , umu111nya petani juga mempunyai hubungan yang cukup baik. Dengan pendapatan
yang relatif tinggi umumnya mereka selalu memberikan bantuan dana untuk pembanguan
fasilitas umun1 seperti rumah ibadah, jalan dan kantor desa. Sarna seperti perkebunan sawit
pada umumnya, petani swadaya juga tidak ada yang mempekerjakan anak-anak. Tenaga
kerja upahan mereka peroleh dari masyarakat sekitar dan pendatang. Hubungan antara
masyarakat lokal dan pendatang umumnya cukup baik karena kebanyakan petani swadaya
sendiri merupakan eks-transmigran.
Untuk kelompok kemitraan, terdapat 22 dari 39 (560/0) sub kriteria yang bemilai 1
dan 2 at au yang menunjukkan tingkat adopsi yang rendah dan 17 sub kriteria telah bernilai 3,
4 dan 5. Secara umum aspek yang mesih menjadi keleillahan petani mitra hampir sarna
dengan petani swadaya. Namun untllk hal yang berkaitan dengan aspek n1anajemen dan
pendokumentasian, kelihatannya petani n1itra lebih baik dibandingkan dengan petani
swadaya. Misalnya, jika petani swadaya tidak men1iliki sen1ua bukti dan dokun1en yang
dipersyaratkan kecuali surat tanah, petani 111itra telah Inen1punyai bukti pembayaran upah.
Mereka juga sudah mempunyai rekan1an kon1unikasi dan konsultasi yang luereka lakukan
dalam perteluuan rutin dengan KUD, rencana manajen1en yang relatif lebih baik, dan telah
meillpunyai prosedur penanganan keluhan. Di samping itu, petani mitra juga mempunyai
skor yang lebih baik dalam sub kriteria yang terkait dengan hukum dan peraturan. Hal
tersebut ulnumnya diperoleh petani melalui KUD yang menjadi mitra Inereka. Di samping
itu, petani swadaya juga mempunyai skor yang lebih baik dalam penggunaan lahan yang
bukan dari konversi hutan primer. Sebagain1ana yang telah dijelaskan sebelumnya, petani
swadaya menggunakan lahan bekas kebun karet yang Inemang telah n1ereka miliki
sebelunmya, sementara petani mitra umumnya mendapatkan lahan mereka dari Pemerintah
ang membukanya dari lahan primer dalam pr?gram transmigrasi.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang men1pengaruhi tingkat adopsi sebagaimana
ang telah ditunjukkan pada Tabel 2 dilakukan regresi logit multinon1ial dengan 8
karakteristik dari 320 responden sampel. Ternyata dari 320 set data tersebut, 83 diantaranya
diidentifikasi sebagai outlier dan tidak digunakan dalam pengolahan data. Dengan demikian,
total data set yang digunakan adalah sebanyak 169 dari petani swadaya dan 68 dari petani
mitra dengan hasil sebagai berikut. Nilai rata-rata dan rentang dari karakteristik tersebut
dapat dilihat pada Tabel 3.
Variabel partisipasi tidak mempunyai variasi yang cukup dalam tiap kelon1pok maka
variabel terse but pada akhirnya tidak diluasukkan dalmu estimasi. Hasi I estimasinya adalah
ebagai berikut.
Dari uji Goodness of Fit terlihat bahwa nilai Proportional by Chance Accuracy
ebesar 60% dan nilai overall percentage correct pada tabel Classification sebesar 67,1%
dapat dinyatakan bahwa model Logit Multinomial sudah sesuai digunakan untuk data yang
diperoleh. Hal yang sarna ditunjukkan oleh nilai signifikansi Chi Square pada Tabel
Goodness of Fit tidak dapat tolak Ho yang Inel1yatakan bahwa n10del sesuai dengan data.
elanjutnya, Tabel Model Fitting Information juga menunjukkan bahwa setidaknya salah

495

Pros id ing Hasil-Ha sil Penel it ian

satu dari variabel independen yang dimasukkan ke dalam nl0del berpengaruh nyata terhadap
variasi skor tingkat adopsi.

Tabel 3. Karakterisitik SamQel
Swadara {n=169)
No

Karakteristik

Satuan

1
2

tahun
tahun

24-77
6-17

47,56
8,82

25-66
6-17

45 ,71
9,28

tahun

2-36

14,25

2-30

15,40

4
5

Dmur
Pendidikan formal
Pengalaman bertani
kelapa sawit
lumlah tanggungan
Luas lahan

0-7
0,1-6,5

3
2,25

0-7
0,5-6

3
2,51

6

Pendapatan

2,207,70

2,17

1-12

3,89

7
8

Kosmopolitan
Partisipasi

0-4
0-0

1,66
0

0-4
1-1

2,22
1

3

orang
Ha
luta
Rupiah/blnlp
etani
skor
skor

Rentang

RataRata

Mitra {n=68)
Rentang

RataRata

Secara keseluruhan pengalaman, pendapatan dan kosnlopolitan berpengaruh nyata
pada variasi tingkap adopsi sebagailTIana yang dapat dilihat pada Tabel Likelihood Ratio
Tests pada Tabel 4. berikut.

Tabel 4. Likelihood Ratio Tests
Model Fitting Criteria
Variabel
-2 Log Likelihood of
Reduced Model
Intercept
Dmur
pendidikan
pengalaman
tanggungan
Lahan
pendapatan
kosmopolitan

363,97
366,73
365,956
369,800
364,670
367,267
379,331
383,787

Likelihood Ratio Tests
Chi-Square
,000
2,768
1,990
5,834
,704
3,301
15,365
19,821

df

Sig.

0
2
2
2
2
2
2
8

,251
,370
,054
,703
,192
,000
,011

Dalam penelitian ini tingkat adopsi dengan skor 1 ditetapkan sebagai nilai referensi.
Dari nilai standar error koefisien regresi masing-masing variabel independen di Tabel 5
ternyata baik pada kategori tingkat adopsi 1 maupun 2, tidak ada satupun yang mempunyai
nilai standar error 2: 2 sehingga dapat disimpukan bah"va tidak ada lTIasalah lTIultikolinearitas
dalam hasil estimasi.Dntuk estimasi perbandingan kasus-kasus pada variabel dependen.
Tabel 5. menunjukkan bahwa untuk kasus 2, variabel yang berpengaruh nyata adalah
kosmopolitan, sedangkan pada kasus 3 seluruh variabel pengalaman, pendapatan dan
kosmopolitan.

496

Pros iding Has il- Hasil Penelitian

Tabel 5. Hasil Estimasi
yea)

2

'"l

-'

Varia bel

Intercept
Ulnur
pendidikan
pengalaman
tanggungan
lahan
pendapatan
[kosmopolitan=O]
[kosn10politan=1 ]
[kosmopolitan=2]
[kosn1opolitan=3 ]
Intercept
umur
pendidikan
pengalaman
tanggungan
lahan
pendapatan
[kosn10politan=0]
[kosmopolitan= 1]
[kosn1opolitan=2]
[kosn10J2olitan=3]

Std.

B
16,37
,04
, 1O
,00
, 11
-,28
,00
-16,61
-17,44
-16,99
-17,75
14,31
,02
, 15
,07
, 14
-, 11
,00
-17 ,49
-18,22
-19,09
-18 ,54

Wald

~

Error
1,86
,03
,09
, 03

,15
,16
,00
1,09
,87
,85
,71
2,11
,03
,11
,04
,17
, 19
,00
,99
,68
,69
,00

df

Sig.

Exp(B)

-

77,89
2, 17
1, 15

,00
,14
,28
, 01 ~
1,93
,54
1
,46
2,93
1
,09
,03
1
,86
230,72
1
,00
398,92
1
,00
396,85
1
,00
619,81
1
,00
45 ,97
1
,00
,25
1
,62
1,90
,17
1
3,07 - - I - ,08
,65
1
,42
,34
1
,56
1
,01
6,83
309,74
1
,00
726,44
1
,00
763 ,93
1
,00
1

1,04
1,1 1

-

@)
1,12
,76
1,00
6,11E-8
2,66E-8
4,19E-8
1,95E-8
1,02
-

~

07
1,15
,89
1,00
2,54E-8
1,22E-8
5, 10E-9
8,92E-9

Koefisien B untuk tingkat kosmopolitan 0, 1, 2 dan 3 seluruhnya bernilai negatif atau
< 1 untuk nllai eksponensialnva. Artinya pada berbagai tingkat kosmopolitan, peluang
responden untuk mencapai skor adopsi 1 (tidak mengimplementasikan sebagian besar prinsip
dan kriteria RSPO) lebih besar dibandingkan skor adopsi 2 at au 3 (mengimplementasikan
sebagian prinsip dan kriteria RSPO). Sebelumnya diperkirakan bahwa kosn1opolitan akan
meningkatkan peluang seseorang untuk mengadopsi hal-hal baru termasuk prinsip dan
kriteria RSPO. Namun demikian, nilai eksponen B tersebut pada semua tingkat
kosmopolitan sangat kecil mendekati 0, yang Inengindikasikan bahwa walaupun signifikan,
pengaruh yang ditimbulkan oleh kosmopolitan tersebut sangat kecil. Kenyataannya
walaupun banyak responden yang rutin membaca koran, menonton televisi , mendengar radio
dan ll1elakukan peljalanan, namun tidak banyak yang terkait dengan perolehan informasi
mengenai pe11anian. Dengan demikian, pengaruhnya terhadap tingkat adopsi juga menjadi
sangat kecil.
Untuk nilai eksponensial B pada variabel pendapatan, pada kasus 3 keduanya
mempunyai nilai > 1, ang n1enunjukkan bahwa peningkatan pendapatan akan meningkatkan
peluang untuk tingkat adopsi yang lebih tinggi. Namun nilai eksponensial tersebut juga
sangat mendekati] lang n1enunjukkan bahwa kecenderungan tersebut masih sangat kecil.
~kspon
e n ial B pada variabel pengalaman pada kasus 3 merupakan variabel lain
yang signifikan p d kasus 3. Nilainya 1,07 menunjukkan bahwa ketika pengalalnan
responden bertan1b h 1 tahun maka peluangnya untuk nlengimplelnentasikan prinsip dan
kriteria RSPO
aik (skor 3) lebih besar 70/0 dibandingkan dengan tidak
mengin1plem n
ko r 1).

497

Prosiding Hasil-Hasil Penelitian

KESIMPULAN
Tingkat adopsi prinsip dan kriteria RSPO pada petani sawit masih tergolong rendah.
Nanlun jika dibandingkan, tingkat adopsi tersebut nlasih sedikit lebih baik pada petani Initra
dibandingkan petani swadaya. Hal yang menjadi kelelnahan pada banyak petani dalam
lnenlenuhi persyaratan RSPO adalah dalanl hal pencatatan dan dokumentasi, terutama yang
terkait dengan prosedur dan perencanaan. Hasil estinlasi menunjukkan bahwa beberapa
faktor yang secara signifikan melnpengaruhi tingkat adopsi terse but adalah pengalaman,
pendapatan dan kOSlllopolitan. Namun diantara ketiga faktor tersebut hanya pengalaman
yang memberikan pengaruh yang relatif besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
jika sertifikasi RSPO dicanangkan untuk meningkatkan pendapatan petani sawit, maka perIu
diperhatikan berbagai kelemahan yang lnasih dihadapi petani. Jika sertifikat ISPO yang
diprogranlkan Pemerintah Indonesia bertujuan untuk nlenjadi alternatif dari seliifikasi
RSPO, nlaka prinsip dan kriteria ISPO sebaiknya dapat lebih sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan produsen sawit pada umumnya dan petani sawit pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
AdaIllS, M.E. (1987). Agricultural Extension in Developing Countries. Singapore: Longman
Scientific and Technical.
Dinas Perkebunan Sumatera Utara (2011). Luas Areal dan Jumlah Kepala Keluarga
Perkebunana Sawit Rakyat di Sunlatera Utara.
Infosawit (2011). CPO Bersertifikat Mulai Terserap Pasar. http://www.infosawit.conl. [23
Maret 2011].
Jatmika eral. (2008). Evaluasi Penerapan Prinsip dan Kriteria RSPO (Roundtable
Sustainable on Palm Oil) Pada Industri Kelapa Sawit. http://www.iopri.org/sosek08
Jensen, T.M. (2009). Sustainability of Snlallholder Palm Oil Production in Indonesia.
Roskilde University
Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) (2007). Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria
RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan: untuk Petani Kelapa Sawit
Republik Indonesia. Final Document. 2007. http://www.rspo.org/?q=node/887. [15
Februari 2012].
Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) (2011). Members by Country.
http://www .rspo. org/country stat/Australia?q=countrystat. [January 3, 2012].
Vanclay, F. and Lawrence, G. (2007). Smallholder Rationality and the Adoption of
Environmentally Sound Practices: A Critique of the Assumptions of Traditional
Agricultural Extension. European Journal of Agricultural Education and Extension
1(1): 59-90.
Wigena et.al. (2009). Desain Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasllla Berkelanjutan
Berbasis Pendekatan Sistem Dinamis (studi kasus Kebun Kelapa Sawit Plasnla PTP
Nusantara V Sei Pagar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jumal Agro Ekonollli
Volume 27 No.1 , Mei 2009: 81-108

498

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas dan Konsistensi Mutu Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit Pt. Perkebunan Nusantara III (Persero) Sei Mangkei Perdagangan

9 90 41

Penetuan Bilangan Iodin pada Hydrogenated Palm Kernel Oil (HPKO) dan Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO)

3 64 41

Analisis Komparasi Pendapatan Antara Perkebunan Bersertifikat Dengan Perkebunan Tidak Bersertifikat Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) (Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara Di Sumatera Utara)

7 73 123

Analisis Konsistensi Mutu dan Rendemen CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero)

7 58 77

Analisis Kehilangan Crude Palm Oil pada Pabrik Kelapa Sawit Bah Jambi PT. Perkebunan Nusantara IV

34 131 131

Analisis Konsistensi Mutu Dan Rendemen Crude Palm Oil (CPO) Di Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO)

12 54 85

Dampak Kerugian dan Usulan Pemecahan Masalah Kualitas Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit

0 0 6

Tree-based Water Footprint Assessment on Established Oil Palm Plantation in North Sumatera, Indonesia Kajian Jejak Air Berdasarkan Populasi Tegakan pada Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara, Indonesia

0 1 8

Report 201202 ICW Greenomics Report Sustainable Palm Oil BHS

0 0 8

Implementasi Pengelolaan Sawit yang Berkesinambungan pada Perkebunan Rakyat: Studi Kasus Perkebunan Sawit Rakyat di Sumatera Utara Implementation of the Sustainable Management of Oil Plantations: Study Case of Smallholders’ Oil Palm Plantation in North Su

0 0 5