Dampak Penerapan Rspo (Roundtable On Sustainable Palm Oil) Terhadap Volume Penjualan Ekspor CPO Dan Pendapatan Di Perusahaan Perkebunan Negara (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2003. Palm Oil.

Anonimous. 2010. Komoditi Kelapa Sawit. Sregionlinvestment.com /newsipid/…/2/oilpalm_kajianpeluanginvestasi.pdf. Diakses Tanggal 23 Maret 2012.

Anonimous. 2012. Produksi Perkebunan Besar menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton), 1995-2012. Annual Report. Badan Pusat Statistik Nasional. Basu Swastha. 2004. Manajemen Pemasaran Modern. BPFE. Yogyakarta

Basu Swastha DH.1996. Azas-Azas Marketing. Yogyakarta

Dinas Perindustrian dan Pedagangan. 2010. Kinerja Ekspor CPO dan Produk Turunannya Asal Indonesia Menurut Negara Tujuan Ekspor. Disperindag. Medan.

Dinas Perkebunan Suamtera Utara. 2009. Nama dan Alamat Perusahaan Besar. Disbun Sumut. Medan.

Downey, W. D. dan S. P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga. Jakarta

Infosawit. 2011. CPO Bersertifikat Mulai Terserap Pasar.

Jim Crutchfield . 2007. Indonesian Palm Oil Production Prospects Continue to Grow. Commodity Intelligence Report. United State Departement of Agriculture.

Mankiw, Gregory. 2009. Pengantar Ekonomi Mikro. Salemba Empat. Jakarta. MPOB. 2009. http://www.mpob.gov.my. Diakses Tanggal 4 Februari 2011. Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Pustaka LP3ES. Jakarta Prawirokusumo, Soeharto. 1990. Ilmu Usahatani. BPFE. Yogyakarta

Syamsul Maarif, M. dkk. 2013. Pemodelan Sistem Peringatan Dini Cerdas Krisis Pasokan Minyak Sawit Nasional. Thesis. Institut Pertanian Bogor.

Simamora, H., 2000. Manajemen Pemasaran Internasional. Salemba Empat. Jakarta


(2)

Tim Penulis. 2006. Prinsip Dan Kriteria RSPO. Jakarta.

Sukirno, Sadono. 1994. Mikroekonomi, Teori Pengantar. Rajagrafindo Persada. Jakarta

Thomas Fricke. 2009. Penggunaan Limbah dan Produk Sampingan Kelapa Sawit Secara Berkelanjutan. Research of Sustainable Trade Consulting. United State Agency for International Development.

Thrupp, L.A. 1998. Cultivating Diversity : Agrobiodiversity and Food Security. World Resources Institute, Washington DC.

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit. Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.

Utomo, Harno. 2010. RSPO Hambat Kesejahteraan Rakyat. Dikutip dari 20 Februari 2012


(3)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian ditentukan secara Purposive Sampling, yaitu metode penentuan daerah penelitian berdasarkan tujuan tertentu atau disengaja. Adapun daerah penelitian terletak di PT. Perkebunan Nusantara III yang telah bersertifikat RSPO. Di Sumatera Utara ada 6 perusahaan perkebunan yang bersertifikat RSPO yang dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 5. Daftar Perusahaan Perkebunan Bersertifikat RSPO Di Sumatera Utara

No Nama Perusahaan Tanggal Penerimaan

Sertefikat RSPO

1 PT Perkebunan Nusantara III 16 Agustus 2010

2 PT PP London Sumatera Tbk 30 April 2009

3 PT Tolan Tiga 17 Mei 2010

4 PT Bakrie Sumatera Plantation 28 Agustus 2010

5 PT Socfindo 7 Desember 2010

6 PT Perkebunan Nusantara IV 23 Maret 2011 Sumber : RSPO (2011) dan Dinas Perkebunan Sumatera Utara (2009)

PTPN III beralamat di Jl. Sei Batanghari Medan. PTPN III merupakan perusahaan Perkebunan Besar Negara (PBN). Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa perkebunan yang bersertifikat RSPO adalah perusahaan Perkebunan Besar Negara (PBN) dengan asumsi sistem manajemen yang relatif sama dan diharapkan ada perbedaan pendapatan yang akan diuji lebih lanjut sebelum dan sesudah bersertifikat RSPO.


(4)

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, metode pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data time series yang diperoleh dari Perusahaan Perkebunan PTPN III. Data sekunder di peroleh dari instansi seperti Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan Kepustakaan dan sumber tertulis lainnya berhubungan dengan penelitian ini.

Pada penelitian ini, dampak volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan perusahaan akan di lihat dalam jangka waktu 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah diterapkannya RSPO. Hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan dalam kurun waktu yang telah ditentukan sehingga dapat di lihat secara signifikan perbedaan sebelum dan sesudah penerapan RSPO.

Tabel 6. Data sekunder yang dikumpulkan

No. Jenis Data Sumber Data

1. Data Volume Penjualan Ekspor CPO (Kg) Kantor Pusat PTPN III 2. Data Biaya Produksi CPO (Rp) Kantor Pusat PTPN III

3. Harga CPO (Rp) Kantor Pusat PTPN III

4. Pendapatan (Rp) Kantor Pusat PTPN III

3.3. Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis1, dampak penerapan RSPO terhadap volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi CPO, harga CPO dan pendapatan di PT. Perkebunan Nusantara III, digunakan uji beda rata-rata (Compare Means) dengan alat bantu SPSS versi 16. Karena berasal dari dua sampel yang sama maka Uji beda rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Dependent sample T-test (Paired sample T-test) memiliki rumus :


(5)

Keterangan :

= rata – rata harga jual, jumlah penjualan, , biaya produksi, harga dan pendapatan setelah bersertifikat RSPO

= rata – rata harga jual, jumlah penjualan, biaya produksi, harga dan pendapatan sebelum bersertifikat RSPO

= varians jumlah harga jual, jumlah penjualan, biaya produksi, harga dan pendapatan setelah bersertifikat RSPO

= varians jumlah harga jual, jumlah penjualan, biaya produksi, harga dan pendapatan sebelum bersertifikat RSPO

= jumlah observasi data pertama dan kedua

Dengan kriteria uji:

Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka H0 diterima dan H1 Jika t-hitung > t-tabel, maka H

ditolak. 0 ditolak dan H1

Dengan α 0,05

diterima.

Hipotesis yang diajukan adalah :

H0 : tidak ada perbedaan tingkat volume penjualan ekspor, biaya produksi, harga dan pendapatan sebelum menerapkan RSPO

H1 : ada perbedaan tingkat volume penjualan ekspor, biaya produksi, harga dan pendapatan sebelum menerapkan RSPO

Untuk menganalisis hipotesis 2 dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif dengan mengetahui prinsip-prinsip apa saja yang harus dipenuhi PT. Perkebunan Nusantara III dalam menerapkan RSPO.


(6)

3.4 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini, maka dibuat definisi dan bahasan operasional sebagai berikut:

3.4.1 Definisi

1. RSPO adalah berbasis kinerja bukan berbasis manajemen sistem dan prosedur operasi seperti lembaga sistem verifikasi lainnya.

2. Perkebunan bersertifikat RSPO adalah perkebunan yang telah melewati dan lulus proses sertifikasi yakni PTPN III.

3. Produktivitas adalah suatu konsep yang menunjang adanya keterkaitan hasil kerja dengan sesuatu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari tenaga kerja.

4. Jumlah Output adalah jumlah CPO yang dihasilkan dalam proses produksi. 5. Biaya Produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan

sejumlah output tertentu.

6. Harga penjualan adalah sejumlah uang yang harus dikeluarkan konsumen untuk memperoleh CPO dengan satuan Rp/ton atau U$/ton.

7. Penerimaan merupakan hasil dari perkalian jumlah output yang dihasilkan dengan harga penjualan dalam satuan Rp.

8. Pendapatan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya yang harus dikeluarkan dalam satuan Rp.

9. Volume penjualan CPO adalah jumlah CPO yang dibeli konsumen dalam satuan ton.


(7)

3.4.2 Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah di PT. Perkebunan Nusantara III 2. Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2013.


(8)

BAB IV

PROFIL PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PTPN III)

4.1 Profil PTPN III

PT Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN III (Persero), merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet.

Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegitan usaha perusahaan BUMN, Pemerintah merestrukturisasi BUMN subsektor perkebunan dengan melakukan penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan struktur organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN Perkebunan yang terdiri dari PT Perkebunan III (Persero), PT Perkebunan IV (Persero) , PT Perkebunan V (Persero) disatukan pengelolaannya ke dalam manajemen PT Perkebunan Nusantara III (Persero).

Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996, ketiga perseroan tersebut digabung dan diberi nama PT Perkebunan Nusantara III (Persero) yang berkedudukan di Medan, Sumatera


(9)

PTPN III mengusahakan komoditi kelapa sawit dan karet pada tahun 2009 dengan areal seluas 161.080,06 Ha. Budidaya kelapa sawit diusahakan pada areal seluas 106.431,57Ha, karet 38,401,91 Ha dan areal lain-lain 16.246,58 Ha. Selain penanaman komoditi pada areal kebun sendiri. PTPN III juga mengelola areal Plasma milik Petani seluas 19.553,94 Ha untuk tanaman kelapa sawit dan tanaman karet 9.150,80 Ha.

PT Perkebunan Nusantara III (Persero) didirikan dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH, No. 36 tanggal 11 Maret 1996 dan telah disahkan Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No.

C2-8331.HT.01.01.TH.96 tanggal 8 Agustus 1996 yang dimuat di dalam Berita

Negara Republik Indonesia No. 81 Tahun 1996 Tambahan Berita Negara No. 8674 Tahun 1996.

Tabel 7. Areal Tanaman, Luas dan Produksi

Areal Tanaman Luas (Ha) Produksi (Ton)

-Kebun Sendiri 105.067,57 CPO : 393.594

Inti Sawit : 81.852

- Plasma 10.403,14 CPO : 123.742

Inti Sawit : 27.019

Karet: 37.856,16

- Kebun Sendiri Kebun Sendiri : 39.010

Karet Kering

- Kebun Plasma 9.150,80 Kebun Plasma : 961

Sumber : PTPN III, 2012

PTPN III memiliki 34 Kebun sebagai berikut: Kebun Sei Meranti, Kebun Sei Daun, Kebun Torgamba, Kebun Bukit Tujuh, Kebun Sei Baruhur, Kebun Sei Kebara, Kebun Aek Torop, Kebun PIR Aek Raso, Kebun Sisumut, Kebun Aek Nabara Utara, Kebun Aek Nabara Selatan , Kebun Rantau Prapat, Kebun Membang Muda, Kebun Labuhan Haji, Kebun, Merbau Selatan, Kebun Sei Dadap, Kebun Pulau Mandi, Kebun Ambalutu, Kebun Sei Silau, Kebun Bandar


(10)

Selamat, Kebun Huta Padang, Kebun Dusun Hulu, Kebun Bangun, Kebun Bandar Betsy, Kebun Gunung Pamela, Kebun Gunung Manaco, Kebun Silau Dunia, Kebun Gunung Para, Kebun Sungai Putih, Kebun Sarang Giting, Kebun Tanah Raja, Kebun Rambuatan, Kebun Hapesong danKebun Batang Toru. Selain Unit usaha kebun PTPN III juga memiliki sejumlah 21 unit pabrik pengolahan :

1. Pabrik Kelapa Sawit 11 unit 2. Pabrik Sheet 6 unit

3. Pabrik Crumb Rubber Low Grade 2 unit 4. Prabik Centrifuge Lateks/Lateks pekat 2 unit

Pasar penjualan CPO PTPN III lebih dominan dipasar domestik (lokal) tetapi jumlahnya tidak jauh berbeda dengan pasar ekspor. Tujuan ekspor CPO PTPN III yaitu India, China, Eropa, Pakistan, Sri lanka dan Singapure. Penjualan Ekspor CPO dapat dilihat pada tabel 10. Untuk sebelum dan sesudah penerapan RSPO dapat dilihat pada tabel 8 dan 9.

Tabel 8. Luas Lahan, Produksi, Produktivitas TBS Dan Produksi CPO PTPN

III Sebelum Menerapkan RSPO

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi TBS (Ton) Produktivitas TBS (Ton/Ha) Produksi CPO (Ton)

2007 70,364.56 1,423,109.00 20.22 342,033.65

2008 67,815.38 1,516,796.00 22.37 366,074.40

2009 71,587.13 1,629,938.00 22.77 393,593.68

Sumber: PTPN III, 2007-2009

Tabel 9. Luas Lahan, Produksi, Produktivitas TBS Dan Produksi CPO PTPN

III Sesudah Menerapkan RSPO

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi TBS (Ton) Produktivitas TBS (Ton/Ha) Produksi CPO (Ton) 74,992.79

2010 1,695,927.00 22.61 409,389.56

73,883.27

2011 1,714,872.00 23.21 414,994.00

75,775.84

2012 1,777,644.00 23.50 430,415.01


(11)

Dari tabel 8 dan 9 dapat dilihat pada produktivitas TBS pada saat sebelum penerapan RSPO selalu meningkat, dan pada produksi CPO pada tahun yang sama. Setelah menerapkan RSPO pada tahun 2010 terjadi penurunan angka produktivitas TBS namun produksi CPO meningkat dibandingkan pada saat belum menerapkan RSPO.

Tabel 10. Penjualan Ekspor PTPN III tahun 2007-2012

Tahun Volume Penjualan Ekspor CPO

(Juta Ton)

2007 77.66

2008 79.71

2009 102.22

2010 160.44

2011 48.957

2012 12.499

Sumber: PTPN III, 2007-2012

Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa pada tahun terjadi peningkatan terhadap penjualan ekspor CPO setiap tahunnya, namun terjadi penurunan, hal ini disebabkan karena permintaan pasar diluar negeri melambat sebagai akibat dari kondisi ekonomi global yang tidak menentu terutama krisis ekonomi di zona Eropa, Amerika Serikat dan China, sehingga pelaku pasar pada umumnya cenderung mengambil sikap berhati-hati.

Selain itu, ekspor CPO akan stagnan karena peraturan bea keluar (BK) CPO masih belum ideal, pemerintah menerapkan bea keluar CPO yang terlalu besar sementara pemerintah Malaysia menurunkan bea keluar CPO, hal ini membuat produk Indonesia kalah bersaing dengan produk Malaysia.


(12)

(13)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Dampak Penerapan RSPO Terhadap Tingkat Penjualan Ekspor CPO, Biaya Produksi dan Pendapatan di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Penerapan RSPO

5.1.1 Dampak Penerapan RSPO Terhadap Tingkat Penjualan Ekspor CPO di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Penerapan RSPO

Untuk melihat dampak penerapan RSPO Terhadap Tingkat Penjualan Ekspor CPO di PT. Perkebunan Nusantara III sebelum dan sesudah menerapkan RSPO dapat dianalisis dengan menggunakan uji beda rata – rata dengan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 11 :

Tabel 11. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan RSPO Terhadap Tingkat Penjualan Ekspor CPO di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum dan Sesudah Menerapkan RSPO

Uraian

Tingkat Penjualan Ekspor CPO Sebelum RSPO

Tingkat Penjualan Ekspor CPO Sesudah RSPO

t-hitung

Sig (2 tailed) Mean Tingkat

Penjualan Ekspor

CPO (Kg) 8,65 5,35 0,56 0,62

Sumber : Lampiran Hal. 52

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi (0,62) > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan


(14)

rata-rata tingkat penjualan ekspor CPO yang nyata selama tiga tahun sebelum dan sesudah penerapan RSPO di PT Perkebunan Nusantara III.

5.1.2 Dampak Penerapan RSPO Terhadap Harga CPO di PT Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO

Untuk melihat dampak penerapan RSPO terhadap harga CPO di PT. Perkebunan Nusantara III sebelum dan sesudah menerapkan RSPO dianalisis dengan menggunakan uji beda rata – rata dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 12 :

Tabel 12. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan RSPO Terhadap Harga CPO di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum dan Sesudah Menerapkan RSPO

Uraian

Harga CPO Sebelum RSPO

Harga CPO

Sesudah RSPO t-hitung Sig

(2 tailed) Mean

Harga CPO (Rp)

6,41 7,48 -2,67 0,11

Sumber : Lampiran Hal. 51

Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi (0,11) > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata harga CPO yang signifikan di PT Perkebunan Nusantara III sebelum dan sesudah menerapkan RSPO.

5.1.3 Dampak Penerapan RSPO Terhadap Biaya Produksi di PT Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO

Untuk melihat dampak penerapan RSPO terhadap biaya produksi di PT Perkebunan Nusantara III sebelum dan sesudah menerapkan RSPO dianalisis dengan menggunakan uji beda rata – rata dengan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 13 :


(15)

Tabel 13. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan RSPO Terhadap Biaya Produksi di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO

Uraian Tingkat Biaya Produksi Sebelum RSPO Tingkat Biaya Produksi Sesudah RSPO

t-hitung Sig

(2 tailed) Mean Biaya

Produksi (Rp)

1,30 3,58 0,98 0,42

Sumber : Lampiran Hal. 54

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai signifikasi (0,42) > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata biaya produksi yang nyata selama tiga tahun sebelum dan sesudah penerapan RSPO di PT Perkebunan Nusantara III.

5.1.4 Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan di PT Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO

Untuk melihat dampak penerapan RSPO terhadap pendapatan di PT. Perkebunan Nusantara III sebelum dan sesudah Menerapkan RSPO dianalisis dengan menggunakan uji beda rata – rata dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 14 :

Tabel 14. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum dan Sesudah Menerapkan RSPO

Uraian

Pendapatan Sebelum RSPO

Pendapatan

Sesudah RSPO t-hitung Sig

(2 tailed) Mean

Pendapatan (Rp)

2,66 6,35 -3,35 0,079

Sumber : Lampiran Hal. 55

Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi (0,079) > 0,05 maka H0 diterima dan H1 di tolak. Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak


(16)

ada perbedaan rata-rata pendapatan pada tiga tahun sebelum dan sesudah penerapan RSPO di PT Perkebunan Nusantara III.

5.2 Dampak Penerapan RSPO Terhadap Volume Penjualan Ekspor CPO, Biaya Produksi, Harga dan Pendapatan di PTPN III

Dampak penerapan RSPO terhadap volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan dilihat dari tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah penerapan RSPO tidak ada perbedaan yang nyata, akan tetapi dengan adanya sertifikat RSPO PTPN III lebih memahami mana kualitas CPO yang baik maupun yang tidak baik. PTPN III konsisten dalam menerapkan P&C RSPO dan juga memberikan sosialisasi kepada petani.

Sosialisasi ini bertujuan untuk mendorong petani agar membuka pemahamannya lebih jauh tentang bagaimana mengelola kebun sawit sehingga bisnis tersebut memenuhi persyaratan dan prinsip yang tidak hanya mengejar target keuntungan, tapi memiliki kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi. Bisnis Kelapa sawit harus memiliki sensistifitas sosial, bisnis yang ramah lingkungan dan tentu saja memiliki keuntungan yang menjanjikan.

Banyaknya tuntutan permintaan produk minyak nabati yang harus ramah lingkungan dan ramah secara sosial, salah satu indikator PTPN III sangat konsren untuk menerapkan P&C diseluruh unit kerja. PTPN III ingin menjadi bagian dari perusahaan sawit tingkat dunia yang memiliki Kepekaan terhadap berbagai Issue Pemanasan Global, menerapkan aspek greening the supply chain dan mendukung keanekaragaman hayati, selain tetap serius meningkatkan efisiensi, daya saing dan profit.


(17)

Diantara 8 Prinsip RSPO diantaranya terkait mengenai komitmen terhadap transparansi, memenuhi hukum dan peratuaran yang berlaku, komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keungan jangka panjang, penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik, memiliki kepekaan sosial dan lingkungan dan sebagainya. Perusahaan diharapkan dapat mengambil peranan dan insiatif lebih besar untuk mendorong para petani agar secara perlahan namun pasti mampu memenuhi persyaratan yang diajukan demi tercapainya keuntungan yang lebih besar serta amannya lingkungan alam dan sosial dengan demikian penerapan RSPO berdampak positif.

5.3 Pertimbangan PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Mendapatkan Sertifikat RSPO

PTPN III sebagai perusahaan perkebunan pertama di Indonesia yang telah menerima sertifikat RSPO memiliki beberapa alas an untuk mensertifikasi unit-unit kebun ataupun pabrik kelapa sawit yang di usahakan. PTPN III memperoleh sertifikat RSPO pada 16 Agustus 2010 dengan perjalanan dan tahapan yang panjang sejak tahun 2008. Sebelumnya PTPN III telah menjadi anggota RSPO sejak tahun 2008. Menurut data yang diperoleh dari badan RSPO, ada 46 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah bergabung menjadi anggota RSPO dan 13 perusahaaan perkebunan diantaranya telah memperoleh sertifikat dari badan sertifikasi RSPO tersebut.

Maraknya isu negatif terhadap minyak sawit seperti menjadi penyebab kerusakan lingkungan dan keanekaragaman hayati, penyebab degradasi lahan dan deforestrasi, terpinggirkannya penduduk lokal, berkurangnya satwa langka dan


(18)

penyebab emisi gas rumah kaca, dan lain sebagainya. Untuk menjawab isu tersebut, stakeholder kelapa sawit internasional telah sepakat membentuk asosiasi nirlaba yakni Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Organisasi ini bertujuan untuk mengimplementasikan standar global untuk minyak sawit berkelanjutan. RSPO merupakan organisasi yang standarnya diakui oleh internasional sehingga PTPN III ikut dalam organisasi ini dan mengurus sertifikat agar CPO yang dihasilkan PTPN III diakui pasar internasional sebagai CPO yang dihasilkan dengan memperhatikan keberlanjutan dan ramah lingkungan.

Selain sertifikasi RSPO, untuk menaikkan pendapatan sebenarnya PTPN III harus menaikkan produktivitas dan tingkat rendemen minyak kelapa sawit yang dihasilkan. Terkait dengan visi kelapa sawit yang dicanangkan oleh Menteri Pertanian RI bertepatan dengan peringatan 100 tahun kelapa sawit yakni visi 35 : 26 yakni produktivitas kelapa sawit sebesar 35 ton/ha/tahun dengan tingkat rendemen minyak kelapa sawit sebesar 26%. Dengan semakin tingginya produktivitas dan rendemen yang dihasilkan minyak kelapa sawit maka pendapatan yang diperoleh perkebunan juga semakin tinggi. Saat ini produktivitas PTPN III sebesar 25 ton/ha/tahun dengan tingkat rendemen sebesar 22,61%.

PT. Perkebunan Nusantara III merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sebagian besar bisnisnya bergerak dalam pengelolaan kelapa sawit sangat peduli terhadap Pengelolaan Sawit Lestari. PTPN III juga merasa peduli terhadap masyarakat sekitar tempat industri kelapa sawit. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaan PT. Perkebunan Nusantara III dalam keanggotaan RSPO dengan berperan aktif dalam memberikan sumbangsih saran untuk meningkatkan serta memajukan prinsip dan kriteria RSPO. Memang belum ada konsekuensi jika


(19)

suatu perusahaan perkebunan tidak mendapat sertifikat RSPO namun sebagai suatu perusahaan perkebunan yang selalu berusaha memberikan yang terbaik sesuai visi dan misinya maka PTPN III memilih untuk mengurus sertifikat RSPO.

5.2.2 Prinsip dan Kriteria RSPO

Prinsip dan kriteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan disahkan pada bulan November 2005, diterapkan melalui tahap percobaan selama periode 2 tahun dari tanggal pengesahan dan akan ditinjau ulang setelah akhir periode tersebut. Produksi minyak sawit berkelanjutan terdiri dari operasi dan pengelolaan yang secara hukum sah, layak ekonomi, pantas lingkungan dan bermanfaat sosial. Hal ini disampaikan melalui penerapan prinsip dan kriteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan, dan disertai indikator dan panduan (secara keseluruhan dalam dokumen ini disebut sebagai kriteria RSPO. Semua kriteria RSPO tersebut berlaku terhadap pengelolaan kelapa sawit, juga terhadap pabrik.

Penafsiran nasional (national interpretations) terhadap indikator dan panduan internasional juga akan dibuat, agar terjaga control atas kualitas setiap dan panduan yang dinyatakan sebagai penafsiran resmi, khususnya dalam konteks hukum, penafsiran nasional akan memerlukan pengesahan atau pengakuan oleh RSPO.


(20)

Ada delapan prinsip dan 39 Kriteria RSPO yaitu : 1. TRANSPARANSI

Kriteria 1.1 Para produsen (growers) kelapa sawit memberikan informasi lengkap kepada para pengambil keputusan dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, dan secara tepat waktu, agar dapat berperanserta dengan baik dalam pengambilan keputusan.

Kriteria 1.2 Dokumen-dokumen manajemen dapat diperoleh oleh masyarakat umum kecuali jika dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau jika publikasi informasi tersebut akan menimbulkan dampak negatif pada lingkungan hidup dan masyarakat.

2. MEMENUHI HUKUM DAN PERATURAN YANG BERLAKU.

Kriteria 2.1 Patuh terhadap hukum dan peraturan setempat, nasional maupun internasional yang telah diratifikasi.

Kriteria 2.2 Hak penggunaan lahan jelas dan tidak dalam status sengketa.

Kriteria 2.3 Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengganggu hak-hak hukum atau adat pengguna lain, tanpa persetujuan sukarela mereka yang diberitahukan sebelumnya.

3. KOMITMEN TERHADAP KELAYAKAN EKONOMI DAN KEUANGAN.

Kriteria 3.1 Produktivitas dan kualitas jangka panjang optimal hasil panen dan produk-produk dicapai melalui praktik-praktik agronomi, pengolahan dan manajemen.

Kriteria 3.2 Praktek-praktek produsen dan pabrik pengolah cukupoptimal untuk mempertahankan produksi minyak sawit yang bermutu tinggi.


(21)

4. PENGGUNAAN LAHAN DAN PABRIK SECARA TEPAT.

Kriteria 4.1 Tatacara operasi terdokumentasikan dengan baik dan diimpelementasikan serta dipantau secara taat asas (konsisten).

Kriteria 4.2 Praktek-praktek mempertahankan, dan jika memungkinkan meningkatkan, kesuburan tanah berada pada tingkat yang dapat menjamin hasil yang banyak dan berkelanjutan.

Kriteria 4.3 Praktek-praktek yang meminimalisasi dan mengendalikan erosi serta degradasi tanah.

Kriteria 4.4 Praktek-praktik ditujukan pada penjagaan mutu dan ketersediaan air permukaan dan air tanah.

Kriteria 4.5 Hama, penyakit, gulma, dan spesies pengganggu lain dapat dikendalikan dengan baik dan penggunaanbahan kimia dilakukan secara optimal atas dasar teknik Manajemen Hama Terpadu (IPM).

Kriteria 4.6 Bahan kimia (Obat) digunakan dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan atau lingkungan hidup.

Kriteria 4.7 Aturan keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan.

Kriteria 4.8 Semua staf, pekerja, petani dan kontraktor dilatih dengan baik.

5. TANGGUNG JAWAB LINGKUNGAN DAN KONSERVASI KEKAYAAN ALAM DAN KEANEKA RAGAMAN HAYATI.

Kriteria 5.1 Dilakukan penilaian mengenai dampak lingkungan kelapa sawit yang ditanam, baik positif maupun negatif, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan manajemen serta dilaksanakan dalam prosedur operasional.


(22)

Kriteria 5.2 Membangun pemahaman tentang spesies dan habitat tumbuhan dan hewan yang berada di dalam dan di sekitar areal penanaman.

Kriteria 5.3 Rencana dikembangkan, diimplementasikan dan dipantau untuk menangani keragaman biota di dalam dan di sekitar areal penanaman.

Kriteria 5.4 Limbah dimusnahkan, didaur ulang, dimanfaatkan kembali dan dibuang dengan cara yang ramah lingkungan dan ramah sosial.

Kriteria 5.5 Memaksimalkan efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi yang terbaharukan.

Kriteria 5.6 Menghindari pembakaran untuk memusnahkan limbah dan mempersiapkan lahan penanaman kembali kecuali dalam situasi khusus.

Kriteria 5.7 Mengembangkan, melaksanakan dan memantau rencana pengurangan polusi dan emisi, termasuk gas rumah kaca.

6. BERTANGGUNG JAWAB ATAS BURUH, INDIVIDU, KOMUNITAS YANG TERKENA DAMPAK PERKEBUNAN DAN PABRIK.

Kriteria 6.1 Menilai dampak sosial, baik positif maupun negatif, dari kelapa sawit yang ditanam dan diolah, dan memasukkan hasilnya ke dalam perencanaan manajemen dan dilaksanakan dalam tatacara operasional.

Kriteria 6.2 Terdapat metoda yang terbuka dan transparan untuk melakukan komunikasi dan konsultasi antara produsen (growers) dan/atau pabrik pengolah, masyarakat setempat dan pihak-pihak lain yang terkena dampak atau berkepentingan.


(23)

Kriteria 6.3 Terdapat sistem yang disepakati bersama dan terdokumentasi untuk menangani keluhan dan ketidaksetujuan, yang dilaksanakan dan diterima oleh semua pihak.

Kriteria 6.4 Setiap negosiasi mengenai kompensasi atas hilangnya hak hukum atau adat ditangani melalui sebuah sistem yang terdokumentasi yang memungkinkan penduduk pribumi, masyarakat setempat dan para pengambil keputusan dapat menyatakan pandangan mereka melalui lembaga perwakilan mereka sendiri.

Kriteria 6.5 Majikan memastikan agar upah dan syarat kerja memenuhi paling tidak standar hukum atau standar industri minimum serta cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan memperoleh penghasilan wajar.

Kriteria 6.6 Majikan menghargai hak semua pekerja untuk mendirikan dan ikut dalam serikat pekerja yang mereka pilih dan untuk menentukan posisi tawar (bargain) mereka secara kolektif. Jika undangundang melarang hak kebebasan berserikat dan menentukan posisi tawar mereka secara kolektif, majikan memfaslitasi sarana berserikat secara mandiri dan bebas dan penentuan posisi tawar semua pekerja. Kriteria 6.7 Dilarang mempekerjakan anak-anak. Anak-anak tidak dihadapkan

pada suasana kerja yang berisiko. Anak-anak hanya boleh bekerja pada perkebunan keluarga, dengan pengawasan orang dewasa, dan selama tidak mengganggu program pendidikannya.

Kriteria 6.8 Majikan tidak boleh terlibat dalam atau mendukung diskriminasi berdasarkan ras, kasta, asal negara, agama, cacat tubuh, jenis


(24)

kelamin, orientasi seksual, keanggotaan serikat pekerja, afiliasi politikatau usia.

Kriteria 6.9 Para produsen dan pabrik pengolahan berhubungan secara baik dan terbuka dengan para petani kecil dan pengusaha setempat.

Kriteria 6.10 Para produsen (growers) dan pabrik pengolahan memberikan sumbangsih terhadap pembangunan wilayah jika memungkinkan.

7. PENGEMBANGAN PERKEBUNAN BARU YANG BERTANGGUNG JAWAB.

Kriteria 7.1 Melakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan yang menyeluruh dan melibatkan semua pihak sebelum melakukan penanaman atau operasi baru, atau memperluas perkebunan yang sudah ada, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan, manajemen dan operasi. Kriteria 7.2 Menggunakan informasi survei tanah dan topografi untuk perencanaan

lokasi penanaman baru, dan hasilnya dimasukkan ke dalam rencana dan operasi.

Kriteria 7.3Penanaman baru sejak [tanggal diterapkannya kriteria RSPO] belum menggantikan hutan primer atau setiap daerah yang mengandung satu atau lebih Nilai-Nilai Tinggi Pelestarian [sisipkan tanggal jika Kriteria RSPO diterapkan].

Kriteria7.4 Dilarang mengembangkan perkebunan di dataran yang curam, dan/atau di pinggir serta tanah yang rapuh.

Kriteria 7.5 Tidak boleh melakukan penanaman baru di atas tanah rakyat setempat tanpa persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya, yang ditangani dengan sistem terdokumentasi yang memungkinkan


(25)

penduduk pribumi, masyarakat setempat dan para pengambil keputusan mengungkapkan pandanganpandangan mereka melalui lembaga-lembaga perwakilan mereka sendiri.

Kriteria 7.6 Masyarakat setempat diberi kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan pengalihan hak yang disepakati, sesuai dengan persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya dan kesepakatan yang telah dirundingkan.

Kriteria 7.7 Dilarang melakukan pembakaran untuk menyiapkan penanaman baru kecuali dalam situasi khusus.

8. KOMITMEN TERHADAP PERBAIKAN TERUS MENERUS PADA WILAYAH WILAYAH UTAMA AKTIVITAS.

Kriteria 8.1 Produsen (grower) secara rutin memantau dan mengkaji ulang kegiatan-kegiatan mereka dan mengembangkan serta melaksanakan program kerja yang memungkinkan peningkatan nyata dan sinambung dalam operasi-operasi utama.


(26)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pada PT Perkebunan Nusantara III tidak ada perbedaan yang nyata pada volume penjualan ekspor, dapat dilihat dari tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah penerapan RSPO.

2. Pada PT Perkebunan Nusantara III belum ada peningkatan pada volume penjualan dan pendapatan karena penerapan RSPO merubah sistem, misalnya pengurangan pemakaian zat-zat kimia, perlakuan dalam mengelolah industri kelapa sawit dan dalam kepengurusan sertifikat RSPO yang membutuhkan biaya yang sangat besar sehingga pada saat hasilnya tinggi namun dikarenakan untuk menutupi biaya sertifikasi RSPO, maka hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada saat sebelum bersertifikat.

6.2

Saran

1.

Kepada PT Perkebunan Nusantara III

Dengan menerapkan sistem RSPO tingkat ekspor CPO meningkat, tetapi perlu diperhatikan bahwa biaya produk yang dikeluarkan juga semakin besar, dengan demikian pendapatan yang dihasilkan tidak berbeda dengan sebelum penerapan RSPO.


(27)

2. Kepada Pemerintah

Pemerintah sebaiknya membuat peraturan yang sasarannya melindungi perusahaan industri kelapa sawit dalam negeri. Indonesia merupakan negara pengekspor terbesar di dunia tetapi harus terhambat dengan adanya RSPO yang jelas-jelas dibuat dan di atur oleh negara lain. Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan aturan dan prinsip yang telah di buat oleh pemerintah Indonesia maka diharapkan kedepannya ISPO dapat diterima oleh dunia yang berlaku sejak Maret 2012 lalu, dan diharapkan biaya untuk membuat sertifikat ISPO tidaklah sebesar membuat sertifikat RSPO sehingga petani rakyat dapat terjangkau dalam membuat sertifikat ISPO dan produk CPO dari petani rakyat dapat diakui kualitasnya dan dapat di ekspor.

3. Kepada Peneliti

Perlu diadakan penelitian selanjutnya mengenai penerapan RSPO pada lima tahun sebelum dan sesudah bersertifikat RSPO dan peningkatan kinerja di PT Perkebunan Nusantara III.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Organisasi minyak kelapa sawit di tingkat global atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menyoroti peran Indonesia yang dinilai penting dalam meningkatkan sertifikasi minyak sawit berkelanjutan, salah satunya terletak di Provinsi Sumatera Utara. Luas areal perkebunan yang ada di Sumatera Utara, apabila dibagi menurut pengusahaannya, maka areal perkebunan tersebut dibagi kepada tiga kelompok. Pertama, perkebunan rakyat seluas 815.071 hektar dengan produksi 2.829.280 ton. Kedua, perkebunan swasta seluas 425.551 hektar dengan produksi 4.934.556 ton. Sedangkan ketiga, lahan perkebunan PTPN seluas 388.534 hektar dengan produksi 4.461.398 ton (Dinas Perkebunan Sumut, 2009).

Sebagai salah satu produsen utama minyak sawit dunia, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk terus berperan dalam pasar dunia. Pada dekade 1980-an ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia hanya ke Eropa Barat, tetapi beberapa tahun terakhir permintaan dari negara-negara lain seperti China, India, Pakistan, Myanmar, Kenya, Tansania, dan Afrika Selatan terus meningkat (Anonimous, 2010).

Standar-standar produk dan proses untuk kesehatan, kesejahteraan, kualitas, ukuran dan berbagai pengukuran dapat menciptakan hambatan perdagangan dengan menyingkirkan produk yang tidak memenuhi standar. Prosedur pengujian dan sertifikasi biasanya mahal, menyita waktu dan sulit


(29)

diterapkan. Standar seperti ini dapat dipergunakan untuk merintangi perdagangan (Simamora, 2000).

RSPO merupakan sebuah inisiatif yang dibuat oleh beragam pemangku kepentingan yang ingin mempromosikan produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan di seluruh dunia. Organisasi tersebut meliputi lebih dari 500 anggota termasuk perusahaan kebun kelapa sawit, perusahaan penyuling minyak, perusahaan manufaktur bahan konsumsi, retailer, investor, serta LSM sosial dan lingkungan. RSPO itu sendiri dimulai pada 2003 sebagai kerja sama informal antara Aarhus United UK Ltd, WWF (World Wildlife Fund), Golden Hope Plantations Berhad, Migros, the Malaysian Palm Oil Association, Sainsbury, dan Unilever. RSPO telah memiliki 525 anggota yang berasal dari produsen, manufaktur, perbankan, retail, NGO dan CPO trader. Dengan rincian, anggota ordinary berjumlah 451, anggota afiliasi sebanyak 84 dan Supply Chain Associates berjumlah 31 anggota (RSPO, 2011).

RSPO menetapkan standar produksi yakni 8 prinsip dan 39 kriteria RSPO dan mengawasi sistem sertifikasi yang menjaga seluruh rantai pasokan produk kelapa sawit berkelanjutan, aturan pemasaran memastikan bahwa perusahaan-perusahaan secara akurat menginformasikan kepada konsumen bahwa produksi mereka atau penggunaan kelapa sawit berkelanjutan. Kedelapan prinsip tersebut adalah:

1. Komitmen terhadap transparansi;

2. Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku;

3. Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang; 4. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik;


(30)

5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati;

6. Tanggung jawab kepada pekerja, individu dan komunitas dari kebun dan pabrik;

7. Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab; dan

8. Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah utama aktivitas. (Prinsip Dan Kriteria RSPO, 2011).

Anggota RSPO terdiri dari anggota biasa di tujuh sektor yang berbeda, Afiliasi Anggota dan Supply Chain Associates. Ketujuh sektor anggota biasa adalah produsen minyak sawit, pedagang dan pemroses minyak sawit, industri pengguna minyak sawit, pengecer, bank dan investor, serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang lingkungan dan bidang pembangunan dan sosial. Anggota RSPO dari Indonesia ada 88 yang terdiri dari Anggota Biasa, Afiliasi Anggota dan Supply Chains Associates namun perkebunan Indonesia yang telah memiliki sertifikat RSPO, antara lain PT Perkebunan Nusantara III, PT Socfindo, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk, PT Tolan Tiga, Musim Mas Grup, PT BW Plantations Tbk, dan PT Hindoli, anak usaha Cargill Indonesia, PT Bakrie Sumatera Plantations dan PT Perkebunan Nusantara IV.

Dapat dilihat bahwa perusahaan perkebunan yang telah mendapatkan sertifikat RSPO adalah Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Perkebunan Rakyat sampai saat ini belum ada yang mendapatkan sertifikat RSPO karena sulit untuk mengurus sertifikasi dan mahalnya biaya sertifikasi. Anggota Biasa adalah setiap organisasi yang memiliki keterlibatan langsung dalam rantai pasokan minyak sawit, atau LSM yang terkait.


(31)

Anggota-anggota mempunyai hak suara di Majelis Umum dan dapat terbuka menyatakan bahwa mereka adalah anggota RSPO (Prinsip Dan Kriteria RSPO, 2011).

Anggota Afiliasi adalah individu atau organisasi dengan keterlibatan langsung atau kepentingan dalam rantai pasokan minyak sawit, tidak memiliki hak suara dan tidak memiliki hak untuk mengklaim mereka adalah anggota RSPO. Supply Chain Associates adalah organisasi-organisasi yang aktif dalam rantai pasokan minyak sawit bersertifikat RSPO yang tidak membeli produk kelapa sawit lebih dari 500 juta ton / tahun. Mereka tidak memiliki hak suara di Majelis Umum RSPO. Mereka diperbolehkan untuk publik negara mereka adalah anggota Asosiasi RSPO (Prinsip Dan Kriteria RSPO, 2011).

Biaya keanggotaan setiap tahun adalah Anggota Biasa: US$ 2660, Anggota Biasa (petani kecil <500 ha): US$ 665, Afiliasi Anggota: US$ 332, Supply Chain Associate: US$ 133. Adapun pembuatan sertifikat RSPO menelan biaya antara US$ 20-US$ 40 per ton (RSPO, 2011). Kekuatan harga sangat mempengaruhi intensitas pembelian pasar. Harga premium yang tidak terintegrasi dengan baik dapat berisiko menurunnya volume penjualan. Harga premium merupakan strategi penetapan harga dengan melakukan strategi diferensiasi untuk mencapai keunggulan kompetitif dengan menyediakan produk atau jasa yang memberikan kualitas unik yang diperlukan pelanggan. Harga premium dapat berjalan sepanjang pasar terdiri dari paling tidak dua kelompok pembeli, yaitu kelompok yang mementingkan mutu dan kelompok yang mementingkan harga.


(32)

2.2 Landasan Teori

2.2.1. Teori Biaya Produksi

Menurut Mubyarto (1994), biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang di lakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan di gunakan untuk menciptakan barang-barang yang di produksi perusahaan tersebut. Biaya produksi yang di keluarkan setiap perusahaan dapat di bedakan dalam dua jenis.

- Biaya Eksplisit

- Biaya Tersembunyi (Inpute Cost)

• Biaya Ekplisit yaitu : Semua pengeluaran untuk memperoleh faktor- faktor produksi dan input lain yang di bayar melalui pasaran (pembayaran berupa uang)

• Biaya Tersembunyi yaitu : pembayaran untuk keahlian keusahawanan produsen tersebut modalnya tersendiri yang di gunakan dalam perusahaan dan banguanan perusahaan yang di miliki Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya adalah: metode kerja, pekerja, lokasi, requirement alat, faktor satuan, budaya, komposisi sumberdaya yang dibutuhkan, pendefenisian lingkup pekerjaan, iklim, gempa bumi, badai, banjir, air pasang dan lain-lain (Mankiw, 2009).


(33)

2.2.2 Volume Penjualan

2.2.2.1 . Pengertian Penjualan

Menurut Basu Swastha DH (2004) penjualan adalah interaksi antara individu saling bertemu muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai atau mempertahankan hubungan pertukaran sehingga menguntungkan bagi pihak lain. Penjualan dapat diartikan juga sebagai usaha yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang bagi mereka yang memerlukan dengan imbalan uang menurut harga yang telah ditentukan atas persetujuan bersama.

2.2.2.2 Tujuan Penjualan

Kemampuan perusahaan dalam menjual produknya menentukan keberhasilan dalam mencari keuntungan, apabila perusahaan tidak mampu menjual maka perusahaan akan mengalami kerugian. Menurut Basu Swastha DH (2004) tujuan umum penjualan dalam perusahaan yaitu :

1) Mencapai volume penjualan 2) Mendapatkan laba tertentu

3) Menunjang pertumbuhan perusahaan

2.2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penjualan

Menurut Basu Swastha DH (2004) aktivitas penjualan banyak dipengaruhi oleh faktor yang dapat meningkatkan aktivitas perusahaan, oleh karena itu manajer penjualan perlu memperhatikan faktor-faktor yang


(34)

mempengaruhi penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan menurut Basu Swastha(2004) sebagai berikut :

1) Kondisi dan Kemampuan Penjual

Kondisi dan kemampuan terdiri dari pemahaman atas beberapa masalah penting yang berkaitan dengan produk yang dijual, jumlah dan sifat dari tenaga penjual adalah:

a) Jenis dan karakteristik barang atau jasa yang ditawarkan b) Harga produk atau jasa

c) Syarat penjualan, seperti: pembayaran, pengiriman 2) Kondisi Pasar

Pasar mempengaruhi kegiatan dalam transaksi penjualan baik sebagai kelompok pembeli atau penjual. Kondisi pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni : jenis pasar, kelompok pembeli, daya beli, frekuensi pembelian serta keinginan dan kebutuhannya.

3) Modal

Modal atau dana sangat diperlukan dalam rangka untuk mengangkut barang dagangan ditempatkan atau untuk membesar usahanya. Modal perusahaan dalam penjelasan ini adalah modal kerja perusahaan yang digunakan untuk mencapai target penjualan yang dianggarkan, misalnya dalam menyelenggarakan stok produk dan dalam melaksanaan kegiatan penjualan memerlukan usaha seperti alat transportasi, tempat untuk menjual, usaha promosi dan sebagainya.


(35)

4) Kondisi Organisasi Perusahaan

Pada perusahan yang besar, biasanya masalah penjualan ini ditangani oleh bagian tersendiri, yaitu bagian penjualan yang dipegang oleh orang-orang yang ahli dibidang penjualan.

5) Faktor-faktor lain

Faktor-faktor lain seperti periklanan, peragaan, kampanye, dan pemberian hadiah sering mempengaruhi penjualan karena diharapkan dengan adanya faktor-faktor tersebut pembeli akan kembali membeli lagi barang yang sama.

2.2.2.4 Pengertian Volume Penjualan

Volume penjualan merupakan hasil akhir yang dicapai perusahaan dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Volume penjualan tidak memisahkan secara tunai maupun kredit tetapi dihitung secara keseluruhan dari total yang dicapai. Seandainya volume penjualan meningkat dan biaya distribusi menurun maka tingkat pencapaian laba perusahaan meningkat tetapi sebaliknya bila volume penjualan menurun maka pencapaian laba perusahaan juga menurun.

2.2.3 Harga

Harga identik dengan harga karena pada umumnya harga merupakan faktor yang dominan yang akan menentukan pertimbangan bagi pembeli. Dapat dikatakan bahwa harga merupakan jumlah yang dibayarkan oleh pembeli atas


(36)

barang dan jasa yang ditawarkan oleh penjual. Harga mempunyai empat macam fungsi, yakni:

1. Sebagai pembayaran kepada lembaga saluran pemasaran atas jasa-jasa yang ditawarkannya.

2. Sebagai senjata dalam persaingan.

3. Sebagai alat untuk mengadakan komunikasi. 4. Sebagai alat pengawasan saluran pemasaran.

Penetapan harga merupakan keputusan penjualan yang sangat menentukan karena berpengaruh besar terhadap hasil penjualan (penerimaan). Pengaruh tersebut berlangsung dalam dua cara:

1. Harga sebagai komponen penerimaan mempunyai dampak atas penerimaan (Penerimaan = harga x kuantitas penjualan).

2. Tingkat harga itu sendiri sangat berpengaruh terhadap kuantitas penjualan yaitu melalui mekanisme fungsi permintaan.

Kedua cara ini akan menimbulkan komplikasi karena pengaruhnya saling bertentangan. Harga yang rendah menghasilkan pendapatan yang lebih kecil untuk setiap unit yang terjual tetapi biasanya mengakibatkan kuantitas penjualan yang meningkat, pengaruh sebaliknya akan terjadi akan terjadi apabila harga naik. Tentu saja, peningkatan kuantitas penjualan akan memperkecil biaya tetap per unit sampai mencapai skala produksi tertentu. Karena itu keputusan mengenai penetapan harga merupakan tantangan nyata bagi para manajer (Downey, 1992).

Menurut Mankiw (2009), perusahaan yang bertujuan untuk mencari laba, tidak akan terlepas pada penentuan harga jual, oleh sebab itu dalam penentuannya


(37)

turut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada tujuh faktor yang mempengaruhi dalam penentuan harga jual, yaitu sebagai berikut:

1. Keadaan perekonomian 2. Permintaan dan penawaran 3. Elastisitas permintaan 4. Persaingan

5. Biaya

6. Tujuan perusahaan 7. Pengawasan pemerintah

2.2.4. Pendapatan

Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usaha tergantung kepada tujuannya (Prawirakusumo, 1990).

Dalam kegiatan perusahaan, pendapatan ditentukan dengan cara mengurangkan berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Apabila hasil penjualan yang diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan produsen nilainya adalah positif maka diperolehlah pendapatan. Pendapatan merupakan keuntungan yang diperoleh para pengusaha sebagai pembayaran dari melakukan kegiatan-kegiatan seperti: menghadapi resiko ketidakpastian di masa yang akan datang, melakukan inovasi/pembaruan di dalam berbagai kegiatan ekonomi dan mewujudkan kekuasaan monopoli di dalam pasar (Sukirno, 1994).


(38)

Menurut Mankiw (2009), jumlah pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan sebagai hasil dari penjualan output disebut pendapatan total (Total Revenue-TR). Jumlah pengeluaran yang harus dilakukan suatu perusahaan untuk membeli input disebut biaya total (Total Cost-TC). Jadi, keuntungan (profit) dinyatakan sebagai pendapatan total dikurangi dengan biaya total. Dengan demikian,

Keuntungan = Pendapatan Total – Biaya Total

2.3 Kerangka Pemikiran

PT Perkebunan Nusantara III merupakan perkebunan yang telah menerapkan RSPO. Sebelum penerapan RSPO dilakukan perusahaan perkebunan ini melakukan proses produksi untuk menghasilkan CPO menggunakan berbagai kombinasi input. Di dalam proses produksi terdapat biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu. Output yang dihasilkan berupa CPO yang akan dijual setelah proses produksi berlangsung. Setelah proses penjualan diperoleh penerimaan yang dihasilkan dari harga penjualan CPO dan jumlah CPO yang dijual . Lalu didapatkan jumlah pendapatan melalui selisih total penerimaan dengan total biaya produksi yang dikeluarkan. Setelah diterapkannya RSPO, terjadi penambahan dalam biaya produksi berupa biaya sertifikat RSPO tersebut. Akan tetapi akan terjadi juga perubahan terhadap harga, jumlah output, dan pendapatan yang lebih besar. Salah satu dampak yang terjadi akibat penerapan RSPO di PT Perkebunan Nusantara III adalah tingkat penjualan ekspor CPO yang diduga mengalami peningkatan.


(39)

Keterangan :

: Perbandingan : Ada pengaruh

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis yang dibuat berdasarkan landasan teori adalah sebagai berikut ini :

1. Ada perbedaan volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan setelah bersertifikat RSPO.

2. Ada dampak positif dan negatif setelah penerapan RSPO.

PENERAPAN RSPO

SEBELUM PENERAPAN

Harga CPO

Volume penjualan ekpor CPO Biaya Produksi CPO

SESUDAH PENERAPAN

Harga CPO

Volume penjualan ekspor CPO Biaya Produksi CPO

Pendapatan Pendapatan


(40)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pengembangan ekspansi perkebunan secara cepat memberikan dampak tekanan pada lingkungan, sedangkan pada perkebunan yang dikelolah dengan baik dan petani kecil kelapa sawit yang melayani sebagai model pertanian berkelanjutan, dalam hal kinerja ekonomi maupun tanggung jawab sosial dan lingkungan, ada kekhawatiran bahwa tidak semua minyak kelapa sawit selalu diproduksi secara berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan sebagai praktek-praktek pertanian yang secara ekologi layak, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial dapat dipertanggung-jawabkan (Thrupp, 1998).

Pengembangan perkebunan baru telah mengakibatkan konversi areal hutan dengan nilai konservasi tinggi dan telah mengancam keanekaragaman hayati yang kaya dalam ekosistem. Akibat permasalahan itu maka dibentuklah Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Pada tanggal 8 April 2004, organisasi tersebut resmi didirikan yang berpusat di Zurich, Swiss dan Sekretariat berbasis di Kuala Lumpur dengan kantor Penghubung RSPO di Indonesia terletak di Jakarta.


(41)

Tabel 1. Konsumsi Minyak Dunia Berdasarkan Negara 2010-2011

Sumber : pecad.fas.usda.gov, 2012.

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat persentase penggunaan minyak kelapa sawit berdasarkan negara/wilayahnya. Indonesia merupakan salah satu negara pengkonsumsi minyak kelapa sawit yang besar dengan jumlah konsumsi sebesar 14% dari seluruh konsumsi dunia.

Tabel 2. Konsumsi Minyak Nabati Dunia Berdasarkan Jenisnya Tahun 1993 - 2012

Jenis Minyak Jumlah (%)

Sawit 21

Kedelai 19

Kanola 11

Bunga Matahari 9

Lainnya 40

Sumber : Oil world, 2012

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat konsumsi minyak nabati terbesar berasal dari minyak kelapa sawit dengan persentase sebesar 21%, kemudian diikuti dengan kedelai 19%, kanola 11%, bunga matahari 9%, dan beragam minyak lainnya dengan persentase gabungan sebesar 40%.

Didorong oleh semakin meningkat permintaan global untuk minyak nabati, beberapa dekade terakhir telah melihat ekspansi yang cepat dalam produksi dua minyak nabati utama, soya oil di Amerika Selatan dan minyak sawit di daerah tropis dan peregangan ke dalam sub-tropis. RSPO adalah asosiasi

non-Negara Jumlah (%)

India 16

Indonesia 14

China 12

EU-27 10

Malaysia 7

Pakistan 4


(42)

profit yang menyatukan pihak-pihak terkait dari beberapa sektor dalam industri kelapa sawit, yakni produsen minyak kelapa sawit, pemroses atau pedagang kelapa sawit, bank dan investor, LSM lingkungan serta LSM sosial untuk mengembangkan dan menerapkan standar global untuk minyak kelapa sawit yang berkesinambungan.

Gambar 1. Pertumbuhan Konsumsi Minyak Nabati Dunia 1993 - 2012

Sumber : Oil world, 2012

Berdasarkan gambar 1 grafik pertumbuhan konsumsi minyak nabati diatas dapat di lihat bahwa tren pertumbuhan minyak nabati dunia kian meningkat setiap tahunnya. Hal ini terus menuntut pertumbuhan produksi untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhan akan minyak tersebut.

Indonesia melalui Indonesian National Interpretation Working Group (RSPO INA-NIWG) telah menghasilkan Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan yang akan menjadi acuan perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam menerapkan prinsip pengelolaan yang


(43)

ramah lingkungan dan menjadi dasar sertifikasi minyak sawit di Indonesia. Perusahaan kelapa sawit memiliki peluang untuk disertifikasi berdasarkan prinsip dan kriteria tersebut serta mengakui (Klaim) hasil-hasil produksinya sebagai Certified Sustainable Palm Oil (CSPO). Pengakuan tersebut didasarkan atas kemampuan memenuhi seluruh persyaratan (Comply) RSPO-P&C yang ditunjukkan dengan peraihan sertifikat RSPO.

R

RSPO telah mendefinisikan cara berproduksi minyak sawit yang berkelanjutan adalah bila cara berproduksi tersebut memenuhi prinsip dan kriteria yang dikenal sebagai RSPO Principles and Criteria for Sustainable Palm Oil Production (RSPO-P&C).

oundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) merupakan sebuah wadah bagi berbagai pihak yang berkepentingan (Multistakeholders) yang bertujuan mempromosikan cara produksi, pengadaan dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan (Sustainable Palm Oil - SPO). RSPO memberikan lingkungan dimana penghasil minyak sawit (Producers), Pedagang (Traders), Pengolah (Processors), Pengusaha Barang Konsumsi (Consumer Goods Manufacturers), Pedagang Eceran (Retailers), Bank, dan LSM Lingkungan dan Sosial dapat mendiskusikan dengan kedudukan sederajat cara berproduksi dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan.

Kelapa sawit yang diproduksi kemudian diolah menjadi CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil). CPO dan PKO ini kemudian dijual baik di dalam negeri (domestik) maupun di luar negeri (ekspor). Di pasar ekspor, minyak kelapa sawit merupakan salah satu dari minyak nabati. Data Oil World Report tahun 2009 menunjukkan bahwa untuk periode 2003-2006 produksi minyak sawit memiliki kontribusi terbesar terhadap minyak nabati dunia yaitu sebesar 39,06%. Disusul


(44)

minyak kanola (rapeseed) sebesar 25%, minyak kedelai sebesar 17,28%, minyak bunga matahari sebesar 9,67% dan minyak biji kapas sebesar 4,05%. Pada periode 2006-2009 kontribusi minyak sawit bahkan meningkat menjadi 57,57%

(MPOB, 2009).

Tabel 3. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton),1995- 2012

Thn Karet

Kering

Minyak

Sawit Biji Sawit Coklat Kopi Teh Kulit Kina

Gula Tebu 1)

Tembakau 1)

1995 341,000 2,476,400 605,300 46,400 20,800 111,082 300 2,104,700 9,900 1996 334,600 2,569,500 626,600 46,800 26,500 132,000 400 2,160,100 7,100 1997 330,500 4,165,685 838,708 65,889 30,612 121,000 500 2,187,243 7,800 1998 332,570 4,585,846 917,169 60,925 28,530 132,682 400 1,928,744 7,700 1999 293,663 4,907,779 981,556 58,914 27,493 126,442 917 1,801,403 5,797 2000 375,819 5,094,855 1,018,971 57,725 28,265 123,120 792 1,780,130 6,312 2001 397,720 5,598,440 1,117,759 57,860 27,045 126,708 728 1,824,575 5,465 2002 403,712 6,195,605 1,209,723 48,245 26,740 120,421 635 1,901,326 5,340 2003 396,104 6,923,510 1,529,249 56,632 29,437 127,523 784 1,991,606 5,228 2004 403,800 8,479,262 1,861,965 54,921 29,159 125,514 740 2,051,642 2,679 2005 432,221 10,119,061 2,139,652 55,127 24,809 128,154 825 2,241,742 4,003 2006 554,634 10,961,756 2,363,147 67,200 28,900 115,436 800 2,307,000 4,200 2007 578,486 11,437,986 2,593,198 68,600 24,100 116,501 500 2,623,800 3,100 2008 586,081 12,477,752 2,829,201 62,913 28,074 114,689 400 2,668,428 2,614 2009 522,312 13,872,602 3,145,549 67,602 28,672 107,350 600 2,333,885 4,100 2010 541,491 14,038,148 3,183,066 65,147 29,012 100,066 719 2,288,735 3,369 2011* 602,404 14,632,406 3,317,813 44,821 23,704 96,559 426 2,126,669 2,863 2012*

* 612,120 14,788,270 3,352,851 66,390 28,931 96,725 466 2,318,069 3,730 Sumber : BPS Indonesia, 2012

Melihat peluang pasar yang semakin besar Dinas Perkebunan juga turut memberikan dorongan untuk para produsen minyak kelapa sawit nasional untuk meningktakan produksinya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan produksi yang signifikan dari setiap tahunnya seperti yang dipaparkan pada tabel distribusi tanaman perkebunan hingga tahun 2012. Indonesia juga kian menyusul ketertinggalan dan bersaing dengan Malaysia untuk menyuplai kebutuhan minyak kelapa sawit dunia seperti yang tertera pada gambar 2.


(45)

Gambar 2. Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Terhadap Malaysia

Sumber : pecad.fas.usda.gov, 2012

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu komoditi yang sangat penting dalam mendorong perekonomian di Indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya. Sebagai penghasil devisa negara, kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, sehingga telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan ekspor minyak kelapa sawit . Hal tersebut didasarkan dengan adanya peningkatan yang sangat pesat pada beberapa karakter penting seperti luas areal, tingkat produksi Crude Palm Oil (CPO) dan kontribusi terhadap perekonomian nasional (Anonimous, 2010).

Tabel 4. Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2006

Negara % *000 Tons

Indonesia 44% 15900

Malaysia 43% 15881

Others 7% 2718

Thailand 2% 820

Nigeria 2% 815

Columbia 2% 711


(46)

Di pasar dunia khususnya Negara Uni Eropa, minyak sawit yang diproduksi harus berkelanjutan dan ramah lingkungan agar produknya dapat diterima oleh pasar internasional. Sertifikasi lestari RSPO berperan untuk menjembatani antara negara produsen dengan negara konsumen terkait pemenuhan isu lingkungan.

Pasar Uni Eropa merupakan pengekspor yang mengharuskan CPO yang masuk ke negaranya berasal dari perkebunan bersertifikat RSPO. Sertifikasi RSPO dapat dikatakan merupakan hambatan nontarif (kebijakan) dalam ekspor CPO. Dilihat dari volume ekspor CPO ke Uni Eropa yang semakin meningkat maka pilihan untuk melakukan sertifikasi terhadap perusahaan perkebunan bukanlah hal yang merugikan. Hal ini juga merupakan salah satu faktor perusahaan perkebunan mensertifikasi perkebunannya.

Ada berbagai faktor yang menjadi pertimbangan perusahaan perkebunan untuk mendapatkan sertifikat RSPO atau tidak mengurus sertifikasi RSPO. Salah satu pertimbangan utama bagi perusahaan perkebunan untuk mendapatkan atau tidak mendapatkan sertifikat RSPO adalah tingginya biaya baik untuk proses pemenuhan persyaratan maupun untuk pengurusan sertifikatnya. Biaya untuk pembuatan sertifikat yang besar tentunya mempengaruhi biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan perkebunan dalam memproduksi kelapa sawit berbeda dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh perkebunan tidak bersertifikat RSPO.

Pertimbangan lain adalah ketidakpastian terhadap kompensasi CPO yang dihasilkan setelah perusahaan perkebunan bersertifikat RSPO. Dari segi harga CPO ada perbedaan antara yang telah bersertifikat dan yang belum yakni yang


(47)

dikenal dengan harga premium. Perbedaan selisih harga US$ 10 sampai US$50 per ton CPO di atas harga CPO yang belum sertifikat (Utomo, 2010).

Perkebunan minyak kelapa sawit lestari yang disertifikasi menjangkau hingga sekitar 7,5 persen produksi minyak sawit global. Jumlah produksi dari perkebunan kelapa sawit yang tersertifikasi meningkat dari 1,4 juta ton per tahun pada Januari 2010 menjadi 3,4 juta ton per tahun pada Desember 2010. Sedangkan produksi CPO hasil perkebunan kelapa sawit yang tersertifikasi RSPO di pasar meningkat dari 1,3 juta ton pada 2009 menjadi 2,3 juta ton pada 2010. Sementara itu, penjualan dari CPO dari perkebunan bersertifikat RSPO meningkat hingga lebih dari tiga kali lipat dari 0,4 juta ton pada 2009 menjadi 1,3 juta ton pada 2010 (Infosawit, 2011).

Oleh karena itu penting dilakukan penelitian mengenai penerapan RSPO di PT. Perkebunan Nusantara III untuk menjawab permasalahan sertifikasi RSPO dan penerapannya. Dengan demikan, penulis tertarik untuk meneliti seberapa besar dampak penerapan RSPO terhadap volume penjualan ekspor CPO dan pendapatan di perusahaan perkebunan Negara.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa masalah 1. Bagaimana volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan

pendapatan setelah penerapan RSPO?

2. Seberapa besar dampak penerapan RSPO terhadap volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan di PTPN III?


(48)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis volume penjualan ekspor CPO biaya produksi, harga dan pendapatan setelah penerapan RSPO.

2. Untuk menganalisis dampak penerapan RSPO di PTPN III.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan - perusahaan perkebunan Negara yang berkaitan dengan pemasaran CPO yang bersertifikat RSPO.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk mendampingi perusahaan perkebunan Negara dalam mendapatkan sertifikat dan penerapan RSPO.

3. Sebagai informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik pihak akademis maupun non-akademis.


(49)

ABSTRAK

YUDI KURNIAWAN (090304124/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi

DAMPAK PENERAPAN RSPO (ROUNDTABLE ON SUSTAINABLE PALM OIL) TERHADAP VOLUME PENJUALAN EKSPOR CPO DAN PENDAPATAN DI PERUSAHAAN PERKEBUNAN NEGARA (Studi Kasus : PT. Perkebunan Nusantara III) Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2013 dibimbing oleh Dr. Ir. Salmiah, M.S dan Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si.

Di pasar dunia khususnya Negara Uni Eropa, minyak sawit yang diproduksi harus berkelanjutan dan ramah lingkungan agar produknya dapat diterima oleh pasar internasional. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis volume penjualan ekspor CPO biaya produksi, harga dan pendapatan setelah penerapan RSPO dan untuk menganalisis dampak penerapan RSPO di PTPN III. Diduga Ada perbedaan volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan setelah bersertifikat RSPO dan ada dampak positif dan negatif setelah penerapan RSPO. Data yang digunakan adalah data sekunder yakni data volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga CPO dan pendapatan yang diperoleh dari PTPN III. Dalam menganalisis adanya perbedaan sebelum dan sesudah penerapan RSPO digunakan uji beda rata-rata Dependent sample t Test dan Paired Sample t-Tes.

Dari hasil uji beda rata-rata diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : 1) Pada PT. Perkebunan Nusantara III tidak ada perbedaan yang signifikan baik perbedaan volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah penerapan RSPO pada tahun 2007-2012; 2) Pada PT. Perkebunan Nusantara III RSPO berdampak positif karena lebih peduli terhadap lingkungan.

Kata Kunci : RSPO, volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga, pendapatan


(50)

DAMPAK PENERAPAN RSPO (ROUNDTABLE ON

SUSTAINABLE PALM OIL) TERHADAP VOLUME

PENJUALAN EKSPOR CPO DAN PENDAPATAN DI

PERUSAHAAN PERKEBUNAN NEGARA

(Studi Kasus : PT. Perkebunan Nusantara III)

SKRIPSI

OLEH:

YUDI KURNIAWAN 090304124 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(51)

DAMPAK PENERAPAN RSPO (ROUNDTABLE ON

SUSTAINABLE PALM OIL) TERHADAP VOLUME

PENJUALAN EKSPOR CPO DAN PENDAPATAN DI

PERUSAHAAN PERKEBUNAN NEGARA

(Studi Kasus : PT. Perkebunan Nusantara III)

SKRIPSI

OLEH :

YUDI KURNIAWAN 090304124 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melakukan Penelitian Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Salmiah, M.S.) (Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si

NIP. 195702171986032001 NIP. 196509261993031002

)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(52)

ABSTRAK

YUDI KURNIAWAN (090304124/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi

DAMPAK PENERAPAN RSPO (ROUNDTABLE ON SUSTAINABLE PALM OIL) TERHADAP VOLUME PENJUALAN EKSPOR CPO DAN PENDAPATAN DI PERUSAHAAN PERKEBUNAN NEGARA (Studi Kasus : PT. Perkebunan Nusantara III) Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2013 dibimbing oleh Dr. Ir. Salmiah, M.S dan Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si.

Di pasar dunia khususnya Negara Uni Eropa, minyak sawit yang diproduksi harus berkelanjutan dan ramah lingkungan agar produknya dapat diterima oleh pasar internasional. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis volume penjualan ekspor CPO biaya produksi, harga dan pendapatan setelah penerapan RSPO dan untuk menganalisis dampak penerapan RSPO di PTPN III. Diduga Ada perbedaan volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan setelah bersertifikat RSPO dan ada dampak positif dan negatif setelah penerapan RSPO. Data yang digunakan adalah data sekunder yakni data volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga CPO dan pendapatan yang diperoleh dari PTPN III. Dalam menganalisis adanya perbedaan sebelum dan sesudah penerapan RSPO digunakan uji beda rata-rata Dependent sample t Test dan Paired Sample t-Tes.

Dari hasil uji beda rata-rata diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : 1) Pada PT. Perkebunan Nusantara III tidak ada perbedaan yang signifikan baik perbedaan volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah penerapan RSPO pada tahun 2007-2012; 2) Pada PT. Perkebunan Nusantara III RSPO berdampak positif karena lebih peduli terhadap lingkungan.

Kata Kunci : RSPO, volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga, pendapatan


(53)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul DAMPAK PENERAPAN RSPO (ROUNDTABLE ON SUSTAINABLE PALM OIL) TERHADAP VOLUME PENJUALAN EKSPOR CPO DAN PENDAPATAN DI PERUSAHAAN PERKEBUNAN NEGARA (Studi Kasus : PT. Perkebunan Nusantara III) yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan selaku Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing.

3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec., selaku Sekretaris Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh instansi yang terkait dengan penelitian ini yang telah membantu penulis dalam memperoleh data-data yang diperlukan.


(54)

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis haturkan kepada ayahanda Budiarjo Ikhwan, S.E. dan Ibunda Julhaziah serta Adinda Zulfahmi, Erin Sabrina, Muhammad Yuda Agustian atas motivasi, kasih sayang dan dukungan baik secara moril dan materil yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman penulis di Departemen Agribisnis stambuk 2009 yang telah banyak membantuk penulis dan memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud dan semoga ALLAH SWT selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua.

Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Medan, Desember 2013


(55)

RIWAYAT HIDUP

YUDI KURNIAWAN, dilahirkan di Kisaran, Kabupaten Asahan,

Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 22 September 1990 dari Ayahanda Budiarjo Ikhwan, S.E., dan Ibunda Julhaziah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. Tahun 2002, menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri

No. 101970.

2. Tahun 2005, menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Galang.

3. Tahun 2008, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Medan.

4. Tahun 2009, diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis melalui jalur SNMPTN.

5. Tahun 2013, mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di desa Rambung Sialang Hulu, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai.

6. Tahun 2013, melakukan penelitian di Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara III.

Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) dan Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia.


(56)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR …….………... ii

RIWAYAT HIDUP ……….………... iv

DAFTAR ISI ……….……….. v

DAFTAR TABEL ……….………. vii

DAFTAR GAMBAR ……….……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ……….………. ix

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Identifikasi Masalah ……….. 8

1.3. Tujuan Penelitian ………... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ………... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .. 10

2.1. Tinjauan Pustaka ………. 10

2.2. Landasan Teori ………..… 14

2.2.1. Teori Biaya Produksi ………. .… 14

2.2.2. Volume Penjualan ... 15

2.2.2.1. Pengertian Penjualan ... 15

2.2.2.3 .Tujuan Penjualan ... 15

2.2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penjualan …….... 15

2.2.2.4.Pengertian Volume Penjualan ……… 17

2.2.2 Harga ………... 17

2.2.3 Pendapatan ……….. 19

2.3 Kerangka Pemikiran.……… 20

2.4 Hipotesis Penelitian ………... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ………... 22

3.2. Metode Pengumpulan Data ………... 23

3.3. Metode Analisis Data ... 23

3.4 Definisi dan Batasan Operasional ……….... 25

3.4.1 Definisi ……….... 25


(57)

BAB IV PROFIL PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III ... 27

4.1 Profil PTPN III ………... 27

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

5.1. Dampak Penerapan RSPO Terhadap Tingkat Penjualan Ekspor CPO, Biaya Produksi dan Pendapatan di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Penerapan RSPO …….... 32

5.1.1. Dampak Penerapan RSPO Terhadap Tingkat Penjualan Ekspor CPO di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Penerapan RSPO ……….……….…. 32

5.1.2. Dampak Penerapan RSPO Terhadap Harga di PT Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO ……….. 33

5.1.3. Dampak Penerapan RSPO Terhadap Biaya Produksi di PT Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO ………..….……... 33

5.1.4 Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan di PT Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO ……….…………. 34

5.2. Dampak Penerapan RSPO Terhadap Volume Penjualan Ekspor CPO, Biaya Produksi, Harga dan Pendapatan di PTPN III ….... 35

5.3. Pertimbangan PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Mendapatkat Sertifikat RSPO... 36

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 45

6.1. Kesimpulan ... 45

6.2. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA


(58)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Pertumbuhan Konsumsi Minyak Nabati Dunia 1993 -

2012 3

Gambar 2 Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Terhadap

Malaysia 6


(59)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 Konsumsi Minyak Dunia Berdasarkan Negara 2010-2011

2 Tabel 2 Konsumsi Minyak Nabati Dunia Berdasarkan Jenisnya

Tahun 1993 - 2012

2 Tabel 3 Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman,

Indonesia (Ton),1995- 2012

5 Tabel 4 Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2006 6 Tabel 5 Daftar Perusahaan Perkebunan Bersertifikat RSPO Di

Sumatera Utara

22

Tabel 6 Data sekunder yang dikumpulkan 23

Tabel 7 Areal Tanaman, Luas dan Produksi 28 Tabel 8 Luas Lahan, Produksi, Produktivitas TBS Dan Produksi

CPO PTPN III Sebelum Menerapkan RSPO

29 Tabel 9 Luas Lahan, Produksi, Produktivitas TBS Dan Produksi

CPO PTPN III Sesudah Menerapkan RSPO 29 Tabel 10 Penjualan Ekspor PTPN III tahun 2007-2012 30 Tabel 11 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan

RSPO Terhadap Tingkat Penjualan Ekspor CPO di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum dan Sesudah Menerapkan RSPO

32

Tabel 12 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan RSPO Terhadap Harga CPO di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum dan Sesudah Menerapkan RSPO

33

Tabel 13 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan RSPOTerhadap Biaya Produksi di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO

34

Tabel 14 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum dan Sesudah Menerapkan RSPO


(60)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1

Data Harga, Volume Penjualan ekspor CPO PT.

Perkebunan Nusantara III Tahun 2007-2012

46 Lampiran 2 Uji Beda Rata-Rata Harga CPO Sebelum dan

Sesudah Penerapan RSPO di PTPN III

47

Lampiran 3 Uji Beda Rata-Rata Penjualan Ekspor CPO Sebelum dan Sesudah Penerapan RSPO di PTPN III

48

Lampiran 4 Data Total Cost (Biaya Produksi) dan Pendapatan PTPN III Tahun 2007-2012

49 Lampiran 5 Uji Beda Rata-Rata Biaya Produksi Sebelum dan

Sesudah Penerapan RSPO di PTPN III

50 Lampiran 6 Uji Beda Rata-Rata Pendapatan Sebelum dan

Sesudah Penerapan RSPO di PTPN III

51 Lampiran 7 Kuisioner Dampak Penerapan RSPO Terhadap

Volume Penjualan Ekspor CPO dan Pendapatan PT.Perkebunan Nusantara III


(1)

RIWAYAT HIDUP

YUDI KURNIAWAN, dilahirkan di Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 22 September 1990 dari Ayahanda Budiarjo Ikhwan, S.E., dan Ibunda Julhaziah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. Tahun 2002, menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri

No. 101970.

2. Tahun 2005, menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Galang.

3. Tahun 2008, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Medan.

4. Tahun 2009, diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis melalui jalur SNMPTN.

5. Tahun 2013, mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di desa Rambung Sialang Hulu, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai.

6. Tahun 2013, melakukan penelitian di Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara III.

Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) dan Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia.


(2)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK

………...

i

KATA PENGANTAR

…….………...

ii

RIWAYAT HIDUP

……….………...

iv

DAFTAR ISI

……….………..

v

DAFTAR TABEL

……….……….

vii

DAFTAR GAMBAR

……….………

viii

DAFTAR LAMPIRAN

……….……….

ix

BAB I PENDAHULUAN

……….. 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Identifikasi Masalah ……….. 8

1.3. Tujuan Penelitian ………... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ………... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

.. 10

2.1. Tinjauan Pustaka ………. 10

2.2. Landasan Teori ………..… 14

2.2.1. Teori Biaya Produksi ………. .… 14

2.2.2. Volume Penjualan ... 15

2.2.2.1. Pengertian Penjualan ... 15

2.2.2.3.Tujuan Penjualan ... 15

2.2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penjualan …….... 15

2.2.2.4.Pengertian Volume Penjualan ……… 17

2.2.2 Harga ………... 17

2.2.3 Pendapatan ……….. 19

2.3 Kerangka Pemikiran.……… 20

2.4 Hipotesis Penelitian ………... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

... 22

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ………... 22

3.2. Metode Pengumpulan Data ………... 23

3.3. Metode Analisis Data ... 23

3.4 Definisi dan Batasan Operasional ……….... 25

3.4.1 Definisi ……….... 25


(3)

BAB IV PROFIL PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III

... 27

4.1 Profil PTPN III ………... 27

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

... 32

5.1. Dampak Penerapan RSPO Terhadap Tingkat Penjualan Ekspor CPO, Biaya Produksi dan Pendapatan di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Penerapan RSPO …….... 32

5.1.1. Dampak Penerapan RSPO Terhadap Tingkat Penjualan Ekspor CPO di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Penerapan RSPO ……….……….…. 32

5.1.2. Dampak Penerapan RSPO Terhadap Harga di PT Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO ……….. 33

5.1.3. Dampak Penerapan RSPO Terhadap Biaya Produksi di PT Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO ………..….……... 33

5.1.4 Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan di PT Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO ……….…………. 34

5.2.Dampak Penerapan RSPO Terhadap Volume Penjualan Ekspor CPO, Biaya Produksi, Harga dan Pendapatan di PTPN III ….... 35

5.3.Pertimbangan PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Mendapatkat Sertifikat RSPO... 36

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

... 45

6.1. Kesimpulan ... 45

6.2. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Pertumbuhan Konsumsi Minyak Nabati Dunia 1993 -

2012 3

Gambar 2 Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Terhadap

Malaysia 6


(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 Konsumsi Minyak Dunia Berdasarkan Negara 2010-2011

2

Tabel 2 Konsumsi Minyak Nabati Dunia Berdasarkan Jenisnya Tahun 1993 - 2012

2 Tabel 3 Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman,

Indonesia (Ton),1995- 2012

5 Tabel 4 Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2006 6 Tabel 5 Daftar Perusahaan Perkebunan Bersertifikat RSPO Di

Sumatera Utara

22

Tabel 6 Data sekunder yang dikumpulkan 23

Tabel 7 Areal Tanaman, Luas dan Produksi 28 Tabel 8 Luas Lahan, Produksi, Produktivitas TBS Dan Produksi

CPO PTPN III Sebelum Menerapkan RSPO

29 Tabel 9 Luas Lahan, Produksi, Produktivitas TBS Dan Produksi

CPO PTPN III Sesudah Menerapkan RSPO 29

Tabel 10 Penjualan Ekspor PTPN III tahun 2007-2012 30 Tabel 11 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan

RSPO Terhadap Tingkat Penjualan Ekspor CPO di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum dan Sesudah Menerapkan RSPO

32

Tabel 12 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan RSPO Terhadap Harga CPO di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum dan Sesudah Menerapkan RSPO

33

Tabel 13 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan RSPOTerhadap Biaya Produksi di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO

34

Tabel 14 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan di PT. Perkebunan Nusantara III Sebelum dan Sesudah Menerapkan RSPO


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1

Data Harga, Volume Penjualan ekspor CPO PT.

Perkebunan Nusantara III Tahun 2007-2012

46 Lampiran 2 Uji Beda Rata-Rata Harga CPO Sebelum dan

Sesudah Penerapan RSPO di PTPN III

47

Lampiran 3 Uji Beda Rata-Rata Penjualan Ekspor CPO Sebelum dan Sesudah Penerapan RSPO di PTPN III

48

Lampiran 4 Data Total Cost (Biaya Produksi) dan Pendapatan PTPN III Tahun 2007-2012

49 Lampiran 5 Uji Beda Rata-Rata Biaya Produksi Sebelum dan

Sesudah Penerapan RSPO di PTPN III

50 Lampiran 6 Uji Beda Rata-Rata Pendapatan Sebelum dan

Sesudah Penerapan RSPO di PTPN III

51 Lampiran 7 Kuisioner Dampak Penerapan RSPO Terhadap

Volume Penjualan Ekspor CPO dan Pendapatan PT.Perkebunan Nusantara III


Dokumen yang terkait

Studi Kualitas dan Konsistensi Mutu Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit Pt. Perkebunan Nusantara III (Persero) Sei Mangkei Perdagangan

9 90 41

Analisis Hukum Terhadap Kewajiban Sertifikasi ISPO (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL) Dalam Kaitannya Dengan Pertumbuhan Investasi Sektor Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia (Studi Pada PT. REA KALTIM PLANTATION – Jakarta)

7 96 190

Analisis Komparasi Pendapatan Antara Perkebunan Bersertifikat Dengan Perkebunan Tidak Bersertifikat Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) (Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara Di Sumatera Utara)

7 73 123

Analisis Konsistensi Mutu Dan Rendemen Crude Palm Oil (CPO) Di Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO)

12 54 85

Dampak Penerapan Rspo (Roundtable On Sustainable Palm Oil) Terhadap Volume Penjualan Ekspor CPO Dan Pendapatan Di Perusahaan Perkebunan Negara (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III)

0 0 11

Dampak Penerapan Rspo (Roundtable On Sustainable Palm Oil) Terhadap Volume Penjualan Ekspor CPO Dan Pendapatan Di Perusahaan Perkebunan Negara (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III)

0 0 1

Dampak Penerapan Rspo (Roundtable On Sustainable Palm Oil) Terhadap Volume Penjualan Ekspor CPO Dan Pendapatan Di Perusahaan Perkebunan Negara (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III)

0 0 9

Dampak Penerapan Rspo (Roundtable On Sustainable Palm Oil) Terhadap Volume Penjualan Ekspor CPO Dan Pendapatan Di Perusahaan Perkebunan Negara (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III)

0 0 12

Dampak Penerapan Rspo (Roundtable On Sustainable Palm Oil) Terhadap Volume Penjualan Ekspor CPO Dan Pendapatan Di Perusahaan Perkebunan Negara (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III)

0 0 2

Analisis Implement Asi Prinsip dan Kriteria Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) pada Perkebunan Sawit Rakyat

0 0 11